Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

PADA PASIEN PRILAKU KEKERASAN

Mata Kuliah : Keperawatan Jiwa II

Dosen: Rizka Yunita, S.Kep.,Ns.,M.kep

Disusun Oleh

Kelompok 7:

1. Erika Dwi Safitri


2. Muhammad Dandi

PROGRAM STUDY SARJANA KEPERAWATAN

STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN GENGGONG

PAJARAKAN – PROBOLINGGO

2021

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT.
Atas segala limpah rahmat dan hidayahnya. Sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini, dan sholawat serta salam semoga selalu tercurah
limpahkan kepada proklamator sedunia, pejuang tangguh yang tak gentar
menghadapi segala rintangan demi umat manusia, yakni Nabi Muhammad SAW.

Adapun maksud penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas di


STIKES Hafshawaty, kami susun dalam bentuk kajian ilmiah dengan judul ”
Asuhan Keperawatan Jiwa Pada pasien Perilaku Kekerasan"dengan
selesainya penyusunan makalah ini, kami juga tidak lupa menyampaikan ucapan
terima kasih kepada:

1. KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah, SH.MM sebagai pengasuh pondok


pesantren Zainul Hasan Genggong
2. Dr H.Nur Hamim, S.Kep., Ns.M.Kep. Sebagai ketua STIKES Hafshawaty
Zainul Hasan Genggong
3. Shinta WS,S.kep.,Ns.,M.kep.,Sp.Mat. Sebagai Ketua Prodi S1 Keperawatan
4. Rizka Yunita, S.kep.,Ns.,M.kep Sebagai dosen pembimbing mata kuliah
Keperawatan Jiwa II
5. Orang tua selaku pemberi dukungan moral dan material.
6. Rekan-rekan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Zainul Hasan Genggong
Tingkat 3.
Pada akhirnya atas penulisan materi ini kami menyadari bahwa
sepenuhnya belum sempurna. Oleh karena itu, kami dengan rendah hati
mengharap kritik dan saran dari pihak dosen dan para audien untuk perbaikan dan
penyempurnaan pada materi makalah ini.

Probolinggo, 25 Maret 2021

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..............................................................................................i
Daftar Isi .......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang.....................................................................................2
1.2. Rumusan masalah...............................................................................3
1.3. Tujuan.................................................................................................3
1.4. Manfaat...............................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi prilau kekerasan....................................................................5
2.2. Etiologi prilaku kekerasan..................................................................5
2.3. Rentang respon prilaku kekerasan......................................................7
2.4. Proses terjadinya prilaku kekerasan....................................................9
2.5. Manifestasi klinis prilaku kekerasan.................................................10
2.6. Penatalaksanaan prilaku kekerasan...................................................11
2.7. Asuhan Keperawatan pada pasien prilau kekerasan.........................13
2.8. Strategi pelaksanaan pada prilau kekerasan......................................14
BAB III PENUTUP
3.1............................................................................................Kesimpulan
...........................................................................................................23
3.2......................................................................................................Saran
24
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 25

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan jiwa adalah suatu sindrom atau pola psikologis atau perilaku
yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan
adanya distress atau disabilitas disertai peningkatan resiko kematian yang
menyakitkan, nyeri, disabilitas, atau kehilangan kebebasan. Gangguan jiwa
adalah respon maladaptive terhadap stressor dari lingkungan internal dan
eksternal yang ditunjukkan dengan pikiran, perasaan, tingkah laku yang tidak
sesuai dengan norma local dan budaya setempat, dan mengganggu fungsi
sosial, pekerja, dan fisik individu. Salah satu gangguan jiwa yang menjadi
penyebab penderita dibawa ke rumah sakit adalah perilaku kekerasan. Perilaku
kekerasan (PK) adalah suatu bentuk perilaku agresif atau kekerasan yang
ditunjukkan secara verbal, fisik,atau keduanya kepada suatu subyek, orang
atau diri sendiri yang mengarah pada potensial untuk destruktif atau secara
aktif menyebabkan kesakitan, bahaya, dan penderitaan.
Menurut rekam medic RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang tahun
2015 , presentase penderita gangguan jiwa selama tahun 2014 yaitu klien
rawat inap laki-laki sebanyak 65,3% dan 34,7% perempuan. Sedangkan pada
bulan Januari sampai Juli 2016 sebanyak 2294 orang,diantaranya 1162
halusinasi (50,65%), menarikdiri 462 orang (20,13%), harga diri rendah 374
orang (5,66%), perilaku kekerasan 128 orang(5,58%), defisit perawatan diri
21 orang (0,91%),kerusakan komunikasi verbal 16 orang (0,70%),percobaan
bunuh diri 1 orang (0,40%). (Sujarwo, Volume 6 No 1Hal 29-35, Mei 2018)
Perilaku kekerasan dapat disebabkan oleh beberapa faktor baik faktor
predisposisi ataupun presipitasi yang keduanya dapat memicu terjadinya
perilaku kekerasan. Perilaku kekerasan terjadi karena adanya hasil akumulasi
frustasi yang berulang dan dikarenakan keinginan individu yang tidak tercapai
atau bahkan gagal, sehingga individu berperilaku agresif. Ada beberapa tanda
gejala terjadinya perilaku kekerasan diantaranya yaitu, bicara kasar, muka

4
merah, otot tegang, pandangan tajam, berdebat, nada suara tinggi,
memaksakan kehendak seperti merampas makanan dan memukul jika
menemui hal-hal yang tidak disenangi.(Titik Suerni, Volume 1 Nomor 1,
November 2019)

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa yang dimaksud dengan prilaku kekerasan?
1.2.2 Apa saja etiologi prilaku kekerasan?
1.2.3 Bagaimana rentang respon prilaku kekerasan?
1.2.4 Bagaimana proses terjadinya prilaku kekerasan?
1.2.5 Apa saja manifestasi klinis prilaku kekerasan?
1.2.6 Apa saja penatalaksanaan prilaku kekerasan?
1.2.7 Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien prilau kekerasan?
1.2.8 Bagaimana strategi pelaksanaan pada prilau kekerasan?

1.3 Tujuan
1.3.1 Agar mengetahui definisi prilaku kekerasan
1.3.2 Agar mengetahui etiologi prilaku kekerasan
1.3.3 Agar mengetahui rentang respon prilaku kekerasan
1.3.4 Agar mengetahui proses terjadinya prilaku kekerasan
1.3.5 Agar mengetahui manifestasi klinis prilaku kekerasan
1.3.6 Agar mengetahui penatalaksanaan prilaku kekerasan
1.3.7 Agar mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien prilau kekerasan
1.3.8 Agar mengetahui strategi pelaksanaan pada prilau kekerasan

1.4 Manfaat

Bagi Institusi pendidikan

1. Terciptanya mahasiswa yang paham tentang asuahan keperawatan


pada pasien dengan prilaku kekerasan.
2. Menambah referensi pendidikan mengenai Keperawatan Jiwa II.

5
Bagi Mahasiswa

Berdasarkan tujuan penulisan di atas penulis dapat menyimpulkan


manfaat sebagai berikut :
1. Bagi institusi Pendidikan, hasil makalah ini dapat dijadikan sebagai
bahan bacaan di bidang kesehatan untuk menambah bahan
informasi.
2. Bagi penulis dapat meningkatkan keterampilan dalam
mengembangkan membaca yang efektif dan mampu berfikir logis.
3. Bagi pembaca dapat mengetahui dan memahami mengenai asuhan
keperawatan pada pasien dengan perilaku kekerasan.

BAB II

6
TINJAUN PUSTAKA

2.1 Definisi

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan hilangnya kendali perilaku


seseorang yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain, atau lingkungan.
Perilaku kekerasan pada diri sendiri dapat berbentuk melukai diri atau
membiarkan diri dalam bentuk penelantaran diri. Perilaku kekerasan pada
orang adalah tindakan agresif yang ditunjukkan untuk melukai atau
membunuh orang lain. Perilaku kekerasan pada lingkungan dapat berupa
perilaku merusak lingkungan, melempar kaca, genting, dan semua yang ada
di lingkungan. Pasien yang dibawa ke rumah sakit jiwa sebagian besar akibat
melakukan kekerasan dirumah. Perawat harus jeli dalam melakukan
pengkajian untuk mengenali penyebab perilaku kekerasan yang dilakukan
selama di rumah.

Perilaku kekerasan merupakan bagian dari rentan respons marah yang


paling maladaptif, yaitu amuk. Marah merupakan perasaan jengkel yang
timbul sebagai respons terhadap kecemasan (kebutuhan yang tidak terpenuhi)
yang dirasakan sebagai ancaman. Amuk merupakan respons kemarahan yang
paling tidak terkontrol, yang individu dapat merusak diri sendiri, orang
lain¸atau lingkungan. (Ah. Yusuf, Rizky Fitryasari PK, 2015)

2.2 Etiologi

1. Faktor Predisposisi
Menurut Riyadi dan Purwanto (2009) faktor-faktor yang mendukung
terjadinya perilaku kekerasan adalah:
a. Faktor biologis
1) Intinctual drive theory (teori dorongan naluri)
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan
oleh suatu dorongan kebutuhan dasar yang kuat.

2) Psycomatic theory (teori psikomatik)

7
Pengalaman marah adalah akibat dari respon psikologis
terhadap stimulus eksternal, internal maupun lingkungan. Dalam
hal ini sistem limbik berperan sebagai pusat untuk
mengekspresikan maupun menghambat rasa marah.
b. Faktor psikologis
1) Frustasion aggresion theory ( teori argesif frustasi)
Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil
akumulasi frustasi yang terjadi apabila keinginan individu untuk
mencapai sesuatu gagal atau terhambat. Keadaan tersebut dapat
mendorong individu berperilaku agresif karena perasaan frustasi
akan berkurang melalui perilaku kekerasan.
2) Behavioral theory (teori perilaku)
Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat dicapai
apabila tersedia fasilitas atau situasi yang mendukung
reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan,
sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah.
Semua aspek ini menstimulai individu mengadopsi perilaku
kekerasan.
3) Existential theory (teori eksistensi)
Bertindak sesuai perilaku adalah kebutuhan yaitu
kebutuhan dasar manusia apabila kebutuhan tersebut tidak dapat
dipenuhi melalui perilaku konstruktif maka individu akan
memenuhi kebutuhannya melalui perilaku destruktif.
c. Faktor sosio kultural
1) Social enviroment theory ( teori lingkungan )
Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu
dalam mengekspresikan marah. Budaya tertutup dan membalas
secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti
terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah
perilaku kekerasan diterima.

2) Social learning theory ( teori belajar sosial )


Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung
8
maupun melalui proses sosialisasi.
2. Faktor Presipitasi
Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu
bersifat buruk. Stressor tersebut dapat disebabkan dari luar maupun dalam.
Contoh stressor yang berasal dari luar antara lain serangan fisik,
kehilangan, kematian, krisis dan lain-lain. Sedangkan dari dalam adalah
putus hubungan dengan seseorang yang berarti, kehilangan rasa cinta,
ketakutan terhadap penyakit fisik, hilang kontrol, menurunnya percaya diri
dan lain-lain. Selain itu lingkungan yang terlalu ribut, padat, kritikan yang
mengarah pada penghinaan, tindakan kekerasan dapat memicu perilaku
kekerasan.
Menurut Sujarwo, Volume 6 No 1Hal 29-35, Mei 2018 penyebab
prilaku kekerasan ada 4 yaitu:
1. Tersinggung
2. Tidak diperhatikan
3. Curiga
4. Dikhianati/tidak dihargai

2.3 Rentang Respon

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk

Keterangan:

Asertif : Kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain

Frustasi : kegagalan mencapai tujuan, tidak realitas/terhambat.

Pasif : respons lanjutan yang pasien tdak mampu mengungkapkan perasaan

Agresif : perilaku destruktif tapi masih terkontrol.

Amuk : perilaku destruktif yang tidak terkontrol.

9
a. Respon marah yang adapatif meliputi :
1. Pernyataan (asertif) adalah respon marah dimana individu mampu
menyatakan atau mengungkapkan rasa marah atau tidak setuju tanpa
menyalahkan atau menyakiti orang lain yang akan memeberikan
ketegangan bagi individu.
2. Frustasi adalah respon yang terjadi akibat individu, gagal mencapai
tujuan, kepuasan atau rasa aman yang tidak biasanya dalam keadaan
tersebut individu yang tidak menemukan alternatif lain.
b. Respon marah yang maladapatif meliputi :
1. Pasif adalah suatu keadaan dimana individu tidak mampu untuk
mengungkapkan perasaan yang sedang dialami, untuk menghindari
tuntutan kebutuhan yang dihadapi.
2. Agresif adalah perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan
individu untuk menuntut sesuatu yang dianggapnya benar dalam bentuk
destruktif namun masih terkontrol.
3. Perilaku kekeraasan adalah perasaan marah dan bermusuhan yang kuat
disertai hilangnya kontrol, dimana individu dapat merusak disertai
dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan

10
Perbandingan perilaku asertif, pasif, amuk

Karakteristi Asertif Pasif Amuk


k
Nada bicara 1. Positif 1. Negatif 1. Berlebihan
2. Menghargai diri 2. Menghina diri 2. Menghina
sendiri 3. Dapatkah saya orang lain
3. Saya dapat/akan lakukan? 3. Anda selalu
lakukan 4. Dapatkah ia atau tidak
lakukan? pernah
Nada suara 1. Diatur 1. Diam 1. Tinggi
2. Lemah 2. Menuntut
3. Merengek
Sikap tubuh 1. Tegak 1. Melotot 1.Tegang
2. Relaks 2. Menundukkan 2.Besandar
kepala kedepan
Personal 1. Menjaga jarak 1. Orang lain 1. Memiliki
space yang dapat masuk territorial
menyenangkan dan territorial orang lain
2. Mempertahanka pribadinya
n hak
tempat/terorial
Gerakan 1. Memperlihatkan 1. Minimal 1. Mengancam
gerakan yang 2. Lemah ekspansi
sesuai 3. Resah gerakan
Kontak mata Sesekali Sedikit / tidak ada Melotot
(intermitten) sesuai
dengan kebutuhan
interaksi

2.4 Proses Terjadinya Masalah

11
Amuk merupakan kemarahan yang paling ditandai dengan perasaan
marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilangnya kontrol, yang individu
dapat merusak diri sendiri, orang lain, atau lingkungan. Amuk adalah respons
marah terhadap adanya stress, rasa cemas, harga diri rendah, rasa bersalah,
putus asa dan ketidakberdayaan.
Respons marah dapat diekspresikan secara internal atau eksternal.
Secara internal dapat berupa perilaku yang tidak asertif dan merusak diri,
sedangkan secara eksternal dapat berupa perilaku destruktif agresif. Respons
marah dapat diungkapkan melalui tiga cara yaitu (1) mengungkapkan secara
verbal, (2) menekan, dan (3) manantang.
Mengekspresikan rasa marah dengan perilaku konstruktif dengan
menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti
orang lain akan memberikan kelegaan pada individu. Apabila perasaan marah
diekspresikan dengan perilaku agresif dan menentang, biasanya dilakukan
karena ia merasa kuat. Cara ini menimbulkan masalah yang berkepanjangan
dan dapat menimbulkan tingkah laku yang destruktif dan amuk. (Ah. Yusuf,
Rizky Fitryasari PK, 2015)

2.5 Manifestasi klinis


1. Emosi
a. Tidak adekuat
b. Tidak aman
c. Rasa terganggu
d. Marah (dendam)
e. Jengkel
2. Intelektual
a. Mendominasi
b. Bawel
c. Sarkasme
d. Berdebat
e. Meremehkan
3. Fisik

12
a. Muka merah
b. Pandangan tajam
c. Napas pendek
d. Keringat
e. Sakit fisik
f. Penyalahgunaan zat
g. Tekanan darah meningkat
4. Spiritual
a. Kemahakuasaan
b. Kebijakan/kebenaran diri
c. Keraguan
d. Tidak bermoral
e. Kebejatan
f. Kreativitas terlambat
5. Sosial
a. Menarik diri
b. Pengasingan
c. Penolakan
d. Kekerasan
e. Ejekan
f. Humor

2.6 Penatalaksanaan
1. Medis
Menurut Yosep (2007) obat-obatan yang biasa diberikan pada pasien
dengan marah atau perilaku kekerasan adalah :
a. Antianxiety dan sedative hipnotics. Obat-obatan ini dapat
mengendalikan agitasi yang akut. Benzodiazepine seperti
Lorazepam dan Clonazepam, sering digunakan dalam kedaruratan
psikiatrik untuk menenangkan perlawanan klien. Tapi obat ini
tidak direkomendasikan untuk penggunaan dalam waktu lama
karena dapat menyebabkan kebingungan dan ketergantungan, juga

13
bisa memperburuk simptom depresi.
b. Buspirone obat antianxiety, efektif dalam mengendalikan perilaku
kekerasan yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi.
c. Antidepressants, penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif
dan perilaku agresif klien yang berkaitan dengan perubahan mood.
Amitriptyline dan Trazodone, menghilangkan agresifitas yang
berhubungan dengan cedera kepala dan gangguan mental organik.
d. Lithium efektif untuk agresif karena manik.
e. Antipsychotic dipergunakan untuk perawatan perilaku kekerasan.

2. Keperawatan
Menurut Yosep (2007) perawat dapat mengimplementasikan
berbagai cara untuk mencegah dan mengelola perilaku agresif melaui
rentang intervensi keperawatan.

Strategi preventif Strategi antisipatif Strategi


pengurungan

Kesadaran diri Komunikasi Managemen krisis


Pendidikan klien Perubahan lingkungan Seclusion
Latihan asertif Tindakan perilaku Restrains
Psikofarmakologi

a. Strategi preventif
1) Kesadaran diri
Perawat harus terus menerus meningkatkan kesadaran dirinya
dan melakukan supervisi dengan memisahkan antara masalah
pribadi dan masalah klien.
2) Pendidikan klien
Pendidikan yang diberikan mengenai cara berkomunikasi dan
cara mengekspresikan marah yang tepat.
3) Latihan asertif
Kemampuan dasar interpersonal yang harus dimiliki meliputi :
a) Berkomunikasi secara langsung dengan setiap orang.

14
b) Mengatakan tidak untuk sesuatu yang tidak beralasan.
c) Sanggup melakukan komplain.
d) Mengekspresikan penghargaan dengan tepat.
b. Strategi antisipatif
1) Komunikasi
Strategi berkomunikasi dengan klien perilaku agresif:
bersikap tenang, bicara lembut, bicara tidak dengan cara
mengahakimi, bicara netral dan dengan cara konkrit, tunjukkan
rasa hormat, hindari intensitas kontak mata langsung,
demonstrasikan cara mengontrol situasi, fasilitasi pembicaraan
klien dan dengarkan klien, jangan terburu-buru
menginterpretasikan dan jangan buat janji yang tidak bisa
ditepati.

2) Perubahan lingkungan

Unit perawatan sebaiknya menyediakan berbagai aktivitas


seperti: membaca, grup program yang dapat mengurangi
perilaku klien yang tidak sesuai dan meningkatkan adaptasi
sosialnya.

3) Tindakan perilaku

Pada dasarnya membuat kontrak dengan klien mengenai


perilaku yang dapat diterina dan tidak dapat diterima serta
konsekuensi yang didapat bila kontrak dilanggar.
c. Strategi pengurungan
1) Managemen krisis
2) Seclusion merupakan tindakan keperawatan yang terakhir
dengan menempatkan klien dalam suatu ruangan dimana klien
tidak dapat keluar atas kemauannya sendiri dan dipisahkan
dengan pasien lain.
3) Restrains adalah pengekangan fisik dengan menggunakan alat
manual untuk membatasi gerakan fisik pasien menggunakan
manset, sprei pengekang.

15
2.7 Asuhan Keperawatan
1. Masalah Keperawatan
Prilaku Kekerasan
2. Data yang perlu dikaji
a. Data Subjektif
1) Mengancam
2) Mengumpat dengan kata-kata kasar
3) Suara keras
4) Bicara ketus
b. Data Objektif
1) Menyerang orang lain
2) Melukai diri sendiri/orang lain
3) Merusak lingkungan
4) Prilau agresif atau amuk
3. Tujuan dan Intevensi

2.8 Strategi Pelaksanaan


1. SP 1 (Menarik Nafas)
SP 1 pasien : membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi
penyeba marah, tanda dan gejala yang dirasakan,perilaku kekerasan yang
dilakukan, akibat, dan cara mengendalikan perilaku kekerasan dengan
cara fisik pertama (latihan nafas dalam)
Orientasi
a. “Selamat pagi pak,perkenalkan nama saya AK, panggil saya A. Saya
perawat yang dinas di ruangan soka ini. Hari ini saya dinas pagi dari
jam 7 pagi sampai jam 2 siang. Saya yang akan merawat bapak,
selama bapak di rumah sakit ni. Nama bapak siapa, senangnya
dipanggil apa?”
b. Baiklah , sekarang kita akan berbincang-bincang tentang perasaan
marah Bapak”

16
c. “Berapa lama Bapak mau kita brerbincang bincang?Bagaimana kalau
20 menit? “
d. “Bagaimana kalau kita berbincang-bincang di ruang tamu?”
Kerja
a. “Apa yang menyebabkan Bapak A marah? Apakah sebelumnya
Bapak A pernah marah? Terus penyebabnya apa? Samakan dengan
yang sekarang? O,,,,iya jadi ada 2 penyebab marah A.”
b. “Pada saat penyebab marah itu ada, seperti bapak A pulang ke rumah
dan istroi belum menyiapkan makanan (misalnya ini penyebab marah
pasien),apa yang bapak A rasakan?” (tunggu respon pasien).
c. “Apakah Bapak A merasakan kesal kemudian dada Bapak berdebar-
debar, mata melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”.
d. “ Setelah itu apa yang Bapak A lakukan?”.
e. “Jadi Bapak A memukul istri dan memecahkan piring? Apakah
dengan cara ini makanan terhidang? Betul, istri jadi sakit dan takut,
piring-piring pecah.”
f. “Menurut Bapak A adakah cara lain yang lebih baik? Maukah Bapak
A belajar cara mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa
menimbulkan kerugian?”.
g. “Ada beberapa cara untuk mengendalikan kemarahan, Pak. Salah
satunya adalah dengan cara fisik. Jadi, melalui kegiatan fisik, rasa
marah disalurkan.”
h. “Ada beberapa cara fisik untuk mengendalikan rasa marah,
bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?”
i. “Begini Pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah Bapak A rasakan,
Bapak berdiri, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu
keluarkan/tiup perlahan-lahan melalui mulut seperti mengeluarkan
kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung, bagus.....,tahan, dan tiup
melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali, bapak A sudah bisa
melakukannya, bagaimana perasaannya?”

17
j. “Nah, sebaiknya latihan ini Bapak A lakukan secara rutin sehingga
bila sewaktu-waktu rasa marah itu muncul Bapak A sudah terbiasa
melakukannya.”
Terminasi
a. “Bagaimana perasaan Bapak A setelah berbincang-bincang tentang
kemarahan Bapak?”
b. “Iya, jadi ada 2 penyebab Bapak A marah...(sebutkan) dan yang Bapak
rasakan...(sebutkan) dan yang Bapak lakukan....(sebutkan) serta
akibatnya...(sebutkan).”
c. “coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah Bapak
yang lalu, apa yang Bapak lakukan kalau marah yang belum kita bahas
dan jangan lupa latihan nafas dalam, ya Pak.”
d. “Sekarang kita buat jadwal latihannya ya Pak, berapa kali sehari Bapak
mau latihan nafas dalam?”
e. “Baik, bagaimana kalau 2 jam lagi saya datang dan kita latihan cara
yang laijn untuk mencegah/mengendalikan marah.”
f. “Tempatnya disini saja, ya Pak?”
g. “Selamat pagi.”

2. SP 2 (Pukul Kasur atau bantal)


SP2 pasien : Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan
dengan cara fisik kedua (evaluasi latihan nafas dalam, latihan
mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik kedua [pukul kasur
dan bantal], menyusun jadwal kegiatan harian cara kedua).
Peragakan komunikasi di bawah ini!
Orientasi
a. “Selamat pagi Pak, sesuai dengan dengan janji saya kemarin, sekarang
kita ketemu lagi. Bagaimana Pak, sudah dilakukan tarik nafas dalam
dan pukul kasur bantal? Apa yang dirasakan setelah melakukan latihan
secara teratur? Berkurangkah rasa marahnya?”
b. “Coba saya lihat jadwal kegiatan hariannya. Bagus! Nah, kalau tarik
nafas dalamnya dilakukan sendiri, tulis M, artinya mandiri; kalau

18
diingatkan suster baru dilakukan, tulis B, artinya dibantu atau
diingatkan. Kalau tidak dilakukan, tulis T, artinya belum dapat
melakukan.”
c. “Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk
mencegah marah?”
d. “Di mana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau ditempat yang
sama?”
e. “Berapa lama Bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau
30 menit?”
Kerja
a. “Kalau ada yang menyebabkan Bapak marah dan muncul perasaan
kesal, berdebar-debar, mata melotot, selain napas dalam bapak dapat
memukul kasur dan bantal.”
b. “Sekarang , mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar
bapak? Jadi kalau nanti bapak kesal dan ingin marah, langsung ke
kamar dan lampiaskan kemarahan tersebut dengan memukul kasur dan
bantal. Nah, coba bapak lakukan, pukul kasur dan bantal. Ya, bagus
sekali bapak melakukannya!”
c. “Kekesalan lampiaskan kekasur atau ke bantal.”
d. “Nah, cara ini pun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan
marah. Kemudian jangan lupa merapihkan tempat tidurnya.
Terminasi
a. “Bagaimana perasaan bapak setelah latihan cara menyalurkan marah
tadi?”
b. “Ada berapa cara yang sudah kita latih, coba bapak sebutkan lagi?
Bagus!”
c. “Mari kita masukan kedalam jadwal kegiatan sehari-hari bapak. Pukul
berapa bapak mau mempraktikan memukul kasur/bantal? Bagaimana
kalau setiap bangun tidur? Baik, jadi jam 5 pagi dan jam 3 sore. Lalu,
kalau ada keinginan marah sewaktu-waktu gunakan kedua cara yang
tadi ya pak.

19
d. “Besok jam 10 pagi, kita ketemu lagi kita akan latihan cara
mengendalikan marah dengan belajar bicara yang baik. Sampai
jumpa!”

3. SP 3 (Verbal)
SP 3 pasien : membantu pasien latihan mengendalikan prilaku kekerasan
secara social/verbal (evaluasi jadwal harian tentang dua cara fisik
mengendalikan perilaku kekerasan, latiahan mengungkapkan rasa marah
secara verbal [menolak dengan baik, meminta dengan baik,
mengungkapkan perasaan dengan baik], susun jadwal latihan
mengungkapkan marah secara verbal).
Peragakan komunikasi dibawah ini!

Orientasi
a. “Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin , sekarang kita
ketemu lagi. Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik napas
dalam dan pukul kasur bantal? Apa yang dirasakan setelah melakukan
latihan secara teratur? Berkurangkah rasa marahnya?”
b. “Coba saya lihat jadwal kegiatan hariannya. Bagus! Nah, kalau tarik
napas dalamnya dilakukan sendiri, tulis M, artinya mandiri; kalau
diingatkan suster baru dilakukan, tulis B, artinya dibantu atau
diingatkan. Kalau tidak dilakukan , tulis T, artinya belum dapat
melakukan.”
c. “Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk
mencegah marah?”
d. “Dimana kita berbincang-bincang? Bagaiman kalau ditempat yang
sama?”
e. “Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaiman kalau 30
menit?”

20
Kerja
a. “Sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah marah.
Kalau marah sudah disalurkan melalui tarik nafas dalam atau pukul
kasur dan bantal, dan sudah lega, kita perlu bicara dengan orang yang
membuat kita marah. Ada tiga caranya Pak :
1) Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah
serta tidak menggunakan kata-kata kasar. Kemarin Bapakbilang
penyebab marahnya karena istri tidak memberi uang. Coba bapak
minta uang dengan baik, katakan, “Bu, saya perlu uang untuk
membeli teh,”. Coba Bapak praktikkan, Bagus Pak!”
2) Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan Bapak tidak
ingin melakukannya, katakan, “Maaf saya tidak bisa
melakukannya karena sedang ada kerjaan.” Coba Bapak
praktikkan. Bagus Pak!
3) Mengungkapkan perasaan kesal. Jika ada perlakuan orang lain
yang membuat kesal, Bapak dapat mengatakan, “Saya jadi ingin
marah karena perkataanmu itu.” Coba praktikkan. Bagus!”
Terminasi
a. “Bagaimana perasaan Bapak setelah kita lakukan kita bercakap-cakap
tentang cara mengendalikan marah dengan bicara yang baik.”
b. “Coba Bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita
pelajari! Bagus sekali! Sekarang mari kita masukkan dalam jadwal.
Berapa kali sehari Bapak mau latihan bicara yang baik?”
c. “Coba masukkan ke dalam jadwal latihan sehari-hari, misalnya
meminta obat, uang, dll. Bagus nanti dicoba ya Pak!”
d. “Bagaimana kalau dua jam lagi kita ketemu?”
e. “Nanti kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah
Bapak, yaitu dengan cara lain untuk mengatasi rasa marah Bapak,
yaitu denngan cara ibadah, Bapak setuju? Mau di mana Pak? Di sini
lagi? Baik, sampai nanti ya!”

21
4. SP 4 (Ibadah)
SP4 pasien : Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara
spiritual (diskusikan hasil latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara
fisik dan sosial/verbal, latihan beribadah dann berdoa, buat jadwal latihan
ibadah/berdoa).
Peragakan komunikasi dibawah ini!
Orientasi
a. “Selamat pagi Pak, sesuai dengan janji saya dua jam, yang lalu
sekarang saya datang lagi.”
b. “Bagaimana Pak, latihan apa yang sudah dilakukan? Apa yang
dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur? Bagus sekali,
bagaimana rasanya marah?”
c. “Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara lain untuk mengendalikan
rasa marah yaitu dengan ibadah sesuai dengan agama Bapak?”
d. “Di mana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di tempat tadi?”
e. “Berapa lama Bapak mau kita berbincang-bincanng?”
f. “Bagaimana kalau 30 menit?”
Kerja
a. “Coba ceritakan kegiatan ibadah yang bisasa Bapak lakukan! Bagus.”
b. “Baik, yang mana mau di coba?”
c. “Nah, kalau Bapak sedang marah coba Bapak langsung duduk dan
tarik nafas dalam.”
d. “Jika tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar rileks.”
e. “Apa kegiatan ibadah yang biasa Bapak lakukan?”
f. “Kegiatan ibadah mana yang mau dicoba selama di rumah sakit? Coba
pilih dua kegiatan yang ingin Bapak lakukan.”
g. “Mari coba lakukan, Bagus sekali!”
h. “Bapak bisa melakukan ibadah secar teratur untuk meredakan
kemarahan.”

22
Terminasi
a. “Bagaimana perasaan Bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara
yang ketiga ini?”
b. “Jadi, sudah berapa cara mengendalikan marah yang kita pelajari?
Bagus!”
c. “Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadwal kegiatan Bapak.
Mau berapa kali Bapak beribadah.”
d. “Coba Bapak sebutkan lagi cara ibadah yang dapat Bapak lakukan saat
Bapak merasa marah.”
e. “Setelah ini, coba Bapak lakukan jadwal ibadah sesuai jadwal yang
telah kita buat tadi dan perhatikan apakah rasa marah Bapak
berkurang.”
f. “Besok kita ketemu lagi ya Pak, nanti kita bicarakan cara keempat
mengendalikan rasa marah, yaitu dengan patuh minum obat. Jam
berapa Bapak ada waktu?”
g. “Di mana kita berbincang? Bagaimana kalau di tempat ini lagi?”
h. “Samapai jumapa, Pak!”

5. SP 5 (Meminum Obat)
SP5 pasien : Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan
dengan minum obat (bantu pasien minum obat secara teratur dengan
prinsip lima benar [benar nama pasien/pasien, benar nama obat, benar cara
minum obat, benar waktu minum obat, dan benar dosis obat] disertai guna
obat dan akibat berhenti minum obat, susun jadwal minum obat secara
teratur).
Peragakan komunikasi dibawah ini!
Orientasi
a. “Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya yang kemarin, hari ini kita
bertemu lagi. Bagaimana Pak, sudah dilakukan latihan tarik nafas
dalam, pukul kasur bantal, bicara yang baik serta ibadah? Apa yang
dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur? Coba kita lihat cek
kegiatannya. Bagus! Berkurang rasa marahnya?”

23
b. “Bagaimana kalau sekarang kita bicara dan latihan tentang cara minum
obat yang benar untuk mengendalikan rasa marah?”
c. “Di mana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di tempat
kemarin? Berapa lama kita berbincang-bincanng? Bagaimana kalau 15
menit?”
Kerja
(Perawat membawa obat pasien).
a. “Bapak sudah dapat obat dari dokter? Berapa macam obat yang Bapak
minum? Warnanya apa saja? Bagus! Jam berapa Bapak minum?”
b. “Obatnya ada tiga macam Pak, yang warnanya oranye namanya CPZ
gunanya agar pikiran tenang, yang putih ini namanya THP agar Bapak
rileks dan tidak tegang, dan yang merah jambu ini namanya HPL agar
rasa marah berkurang. Semuanya ini harus Bapak minum 3 kali sehari
pukul 7 pagi, 1 siang, 7 malam.”
c. “Jika nanti setelah minum obat mulut Bpak terasa kering, untuk
membantu mengatasinya Bapak bisa mengisap-isap es batu atau
mionum air putih dan jika mata terasa berkunang-kunang, Bapak
sebaiknya istirahat dan jangan beraktivitas dulu.”
d. “Nanti di rumah sebelum minum obat ini, Bapak lihat dulu label
dikotak obat apakah benar nama Bapak tertulis di label itu, berapa
dosis yang harus diminum, jam berapa saja harus diminum. Baca juga
apakah nama obatnya sudah benar? Di sisni minta obatnya pada suster
kemudian cek lagi apakah benar obatnya!”
e. “Jangan pernah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi
dengan dokter karena dapat terjadi kekambuhan.”
f. “Sekarang kita masukkan jadwal waktu minum obatnya ke dalam
jadwal ya Pak.”
Terminasi
a. “Bagaimana perasaan Bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara
minum obat yang benar?”
b. “Coba, Bapak sebutkan lagi jenis obat yang Bapak minum! Bagaimana
cara minum obat yang benar?”

24
c. “Nah, sudah berapa cara mengendalikan perasaan marah yang kita
pelajari? Sekarang kita tambahkan jadwal kegiatannya dengan minum
obat. Jangan lupa laksanakan semua dengan teratur ya.”
d. “Baik, besok kita ketemu kembali untuk melihat sejauh mana Bapak
melaksanakan kegiatan dan sejauh mana dapat mencegah rasa marah.
Sampai jumpa!.”

25
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan hilangnya kendali perilaku seseorang
yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain, atau lingkungan. Perilaku
kekerasan pada diri sendiri dapat berbentuk melukai diri atau mebiarkan diri
dalam bentuk penelantaran diri.
Faktor Predisposisi
Menurut Riyadi dan Purwanto ( 2009 ) faktor-faktor yang mendukung
terjadinya perilaku kekerasan adalah
a. Faktor biologis
i. Intinctual drive theory (teori dorongan naluri)
ii. Psycomatic theory (teori psikomatik)
b. Faktor psikologis
i. Frustasion aggresion theory ( teori argesif frustasi)
ii. Behavioral theory (teori perilaku)
iii. Existential theory (teori eksistensi)
c. Faktor sosio kultural
i. Social enviroment theory ( teori lingkungan )
ii. Social learning theory ( teori belajar sosial )
Faktor Presipitasi
Respon prilaku kekerasan ada 5 yaitu :

1. Asertif : Kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain


2. Frustasi : kegagalan mencapai tujuan, tidak realitas/terhambat.
3. Pasif : respons lanjutan yang pasien tdak mampu mengungkapkan
perasaan
4. Agresf : perilaku destruktif tapi masih terkontrol.
5. Amuk : perlaku destruktif yang tidak terkontrol.

26
3.2 Saran
Mengenai makalah yang kami buat, bila ada kesalahan maupun
ketidaklengkapan materi mengenai keperawatan jiwa dalam asuhan
keperawatan pada pasien dengan prilau kekerasan, dan kami sadar makalah
yang kami susun penuh kekurangan dan kami mengharap kritik dan saran
serta bimbingannya yang dapat membangun.

27
DAFTAR PUSTAKA

Yusuf,Ah, Fitryasari, Rizky PK. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika
Sujarwo, Volume 6 No 1Hal 29-35, Mei 2018. STUDIFENOMENOLOGI:
STRATEGI PELAKSANAAN YANG EFEKTIF UNTUK MENGONTROL
PERILAKU KEKERASANMENURUT PASIENDI RUANGRAWAT INAP
LAKI LAKI. RSJD Dr Amino Gondhohutomo Semarang.
Titik Suerni, Volume 1 Nomor 1, November 2019. RESPONS PASIEN
PERILAKU KEKERASAN. RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa
Tengah

28
29
30

Anda mungkin juga menyukai