Anda di halaman 1dari 17

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN TUTORIAL II


UNIVERSITAS ALKHAIRAAT 27 Juni 2019
PALU

LEARNING OBJECTIVE
TUTORIAL “PENURUNAN KESADARAN”

Disusun Oleh :
Fadhliah A Said
(15 19 777 14 337)

Pembimbing :
dr. Nur Faisah, M.Kes, Sp.S

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
PALU
2019
PERTANYAAN :

1. Jelaskan anatomi dan fisiologi organ yang terkait!

2. Jelaskan defenisi kesadaran dan penurunan kesadaran!

3. Bagaimana menilai tingkat kesadaran dan interpretasinya?

4. Apa saja faktor resiko terjadinya penurunan kesadaran?

5. Apa saja penyebab terjadinya penurunan kesadaran?

6. Jelaskan mekanisme terjadinya penurunan kesadaran!

7. Bagaimana penanganan awal pada pasien penurunan kesadaran?

8. Apakah ada hubungan antara riwayat stroke pasien dengan terjadinya

penurunan kesadaran?

9. Apa diagnosis yang sesuai dengan skenario di atas?

10. Bagaimana penatalaksanaan pada skenario?

11. Apa differensial diagnosisnya?

JAWABAN :

1. Anatomi dan fisiologi organ terkait

2
Proses kesadaran terjadi kerana adanya interaksi yang sangat kompleks
dan terus menerus secara efektif antara hemisfer otak, formatio retikularis, dan
semua rangsang sensorik yang masuk. Kesadaran dapat digambarkan sebagai
kondisi awas-waspada dalam kesiagaan yang terus menerus terhadap keadaan
lingkungan atau rentetan pikiran kita. Hal ini berarti bahwa seseorang menyadari
seluruh asupan dari panca indera dan mampu bereaksi secara optimal terhadap
seluruh rangsangan baik dari luar maupun dari dalam tubuh.
Formatio retikularis terdiri dari jaringan kompleks badan sel dan serabut
saraf yang saling terjalin membentuk inti sentral batang otak.
Pusat pengaturan kesadaran pada manusia secara anatomi terletak pada
serabut transversal retikularis dari batang otak sampai thalamus dan dilanjutkan
dengan formasio activator reticularis, yang menghubungkan thalamus dengan
korteks cerebri. Formasio reticularis terletak di substansi grisea otak dari daerah
medulla oblongata sampai midbrain dan thalamus. Neuron formasio reticularis
menunjukkan hubungan yang menyebar. Perangsangan formasio reticularis
midbrain membangkitkan gelombang beta, individu menjadi dalam keadaan
bangun dan terjaga. Lesi pada formasio reticularis midbrain mengakibatkan orang
dalam stadium koma, dengan gambaran EEG gelombang delta. Jadi formasio
reticularis midbrain merangsang ARAS (Ascending Reticular Activating System),
suatu proyeksi serabut difus yang menuju bagian area di forebrain. Nuklei
reticular thalamus juga masuk dalam ARAS, yang juga mengirimkan serabut difus
ke semua area di korteks cerebri. Formasio reticularis secara difus menerima dan
menyebarkan rangsang, menerima input dari korteks cerebri, ganglia basalis,
hipothalamus, sistem limbik, cerebellum, medula spinalis dan semua sistem
sensorik. Sedangkan serabut efferens formasio retikularis yaitu ke medula
spinalis, cerebellum, hipothalamus, sistem limbik dan thalamus yang lalu akan
berproyeksi ke korteks cerebri dan ganglia basalis. ARAS juga mempunyai
proyeksi non spesifik dengan depolarisasi global di korteks, sebagai kebalikan
dari proyeksi sensasi spesifik dari thalamus yang mempunyai efek eksitasi korteks
secara khusus untuk tempat tertentu. Eksitasi ARAS umum memfasilitasi respon
kortikal spesifik ke sinyal sensori spesifik dari thalamus.

3
Dalam keadaan normal, sewaktu perjalanan ke korteks, sinyal sensorik dari
serabut sensori aferens menstimulasi ARAS melalui cabang-cabang kolateral
akson. Jika sistem aferens terangsang seluruhna, proyeksi ARAS memicu aktivasi
kortikal umum dan terjaga.
2. Definisi Kesadaran
Kesadaran adalah pengetahuan penuh atas diri, lokasi dan waktu. (Corwin,
2001)

Kesadaran secara sederhana dapat dikatakan sebagai keadaan dimana


seseorang mengenal /mengetahui tentang dirinya maupun lingkungannya.
(Padmosantjojo, 2000)

Definisi Penurunan Kesadaran


Penurunan kesadaran adalah keadaan dimanapenderita tidak sadar dalam arti
tidak terjaga / tidak terbangun secara utuh sehingga tidak mampu
memberikan respons yang normal terhadap stimulus.

3. Penilaian Kesadaran dan Interpretasinya


Penilaian kesadaran bisa mengunakan penilaian kualitatif dan kuantitatif :

1) Kompos mentis
Kompos mentis adalah kesadaran normal, menyadari seluruh asupan dari
panca indra dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh rangsangan baik
dari luar maupun dalam. GCS Skor 15
2) Somnelen
Mata cenderung menutup, mengantuk, masih dapat dibangunkan dengan
perintah, masih dapat menjawab pertanyaan walau sedikit bingung, tampak
gelisah dan orientasi terhadap sekitarnya menurun. Skor 11-12 : somnolent
3) Stupor / Sopor

4
Mata tertutup dengan rangsang nyeri atau suara keras baru membuka mata
atau bersuara satu dua kata . Motorik hanya berupa gerakan mengelak
terhadap rangsang nyeri. Skor 8-10 : stupor
4) Soporokoma / Semikoma
Mata tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara kuat, hanya dapat
mengerang tanpa arti, motorik hanya gerakan primitif.
5) Koma
Dengan rangsang apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam hal
membuka mata, bicara maupun reaksi motorik. . Skor < 5 : koma

Bisa juga menilai kesadaran menggunakan AVPU :

 A: sadar (alert)
 V: memberikan reaksi pada suara (voice)
 P: memberikan reaksi pada rasa sakit (pain)
 U: tidak sadar (unrenponsive)

Untuk kuantitatif :
Eye : Membuka mata spontan (4)
Membuka mata atas perintah (3)
Membuka mata bila dirangsang nyeri (2)
Tidak membuka mata bila dirangsang nyeri (1)
Verbal : Orientasi waktu, tempat dan perorangan baik (5)
Kalimat dan kata baik, tapi isi tidak jelas (4)
Kata baik, tapi kalimat tidak jelas (3)
Makna kata tidak dapat dimengerti (2)
Tidak keluar kata (1)
Motorik : Gerakan mengikuti perintah (6)
Dapat menunjuk lokas (5)
Menarik lengan/tungkai hanya gerakan aduksi (4)
Gerakan fleksi (3)
Responsi ekstensor (2)

5
Tidak ada gerakan (1)

4. Dan 5. Etiologi Penurunan Kesadaran


Kemungkinan - kemungkinan penyebab penurunan kesadaran di singkat
dengan istilah “SEMENITE “ yaitu :
1) S : Sirkulasi
Meliputi stroke dan penyakit jantung, Syok (shock) adalah kondisi
medis tubuh yang mengancam jiwa yang diakibatkan oleh kegagalan
sistem sirkulasi darah dalam mempertahankan suplai darah yang
memadai. Berkurangnya suplai darah mengakibatkan berkurangnya suplai
oksigen ke jaringan tubuh. Jika tidak teratasi maka dapat menyebabkan
kegagalan fungsi organ penting yang dapat mengakibatkan kematian.
Kegagalan  sistem sirkulasi dapat disebabkan oleh Kegagalan jantung
memompa darah, terjadi pada serangan jantung.
Berkurangnya cairan tubuh yang diedarkan. Tipe ini terjadi pada
perdarahan besar maupun perdarahan dalam, hilangnya cairan tubuh
akibat diare berat, muntah maupun luka bakar yang luas.
Shock bisa disebabkan oleh bermacam-macam masalah medis dan
luka-luka traumatic, tetapi dengan perkecualian cardiac tamponade dan
pneumothorax, akibat dari shock yang paling umum yang terjadi pada jam
pertama setelah luka-luka tersebut adalah haemorrhage (pendarahan).
Shock didefinasikan sebagai ‘cellular hypoperfusion’ dan menunjukan
adanya ketidakmampuan untuk memelihara keseimbangan antara
pengadaan ‘cellular oxygen’ dan tuntutan ‘oxygen’. Progress Shock mulai
dari tahap luka hingga kematian cell, kegagalan organ, dan pada akhirnya
jika tidak diperbaiki, akan mengakibatkan kematian organ tubuh. Adanya
peredaran yang tidak cukup bisa cepat diketahui dengan memasang alat
penerima chemosensitive dan pressure-sensitive pada carotid artery. Hal
ini, pada gilirannya dapat mengaktivasi mekanisme yang membantu
mengimbangi akibat dari efek negative, termasuk pelepasan
catecholamines (norepinephrine dan epinephrine) dikarenakan oleh

6
hilangnya syaraf sympathetic ganglionic; tachycardia, tekanan nadi yang
menyempit dan hasil batasan disekeliling pembuluh darah (peripheral
vascular) dengan mendistribusi ulang aliran darah pada daerah sekitar
cutaneous, splanchnic dan muscular beds. Dengan demikian, tanda-tanda
awal dari shock tidak kentara dan mungkin yang tertunda hanyalah
pemasukkan dari pengisian kapiler, tachycardia yang relatip dan
kegelisahan.

2) E : Ensefalitis
Dengan tetap mempertimbangkan adanya infeksi sistemik / sepsis
yang mungkin melatarbelakanginya atau muncul secara bersamaan.

3) M : Metabolik
Misalnya hiperglikemia, hipoglikemia, hipoksia, uremia, koma
hepatikum.
Etiologi hipoglikemia pada DM yaitu hipoglikemia pada DM
stadium dini, hipoglikemia dalm rangka pengobatan DM yang berupa
penggunaan insulin, penggunaan sulfonil urea, bayi yang lahir dari ibu
pasien DM, dan penyebab lainnya adalah hipoglikemia yang tidak
berkaitan dengan DM berupa hiperinsulinisme alimenter pos gastrektomi,
insulinoma, penyakit hati yang berat, tumor ekstrapankreatik,
hipopitiutarism.
Gejala-gejala yang timbul akibat hipoglikemia terdiri atas 2 fase.
Fase 1 yaitu gejala-gejala yang timbul akibat aktivasi pusat autonom di
hipotalamus sehingga dilepaskannya hormon efinefrin. Gejalanya berupa
palpitasi, keluar banyak keringat, tremor, ketakutan, rasa lapar dan mual.
gejala ini timbul bila kadar glukosa darah turun sampai 50% mg.
Sedangkan Fase 2 yaitu gejala-gejala yang terjadi akibat mulai terjadinya
gangguan fungsi otak , karena itu dinamakan juga gejala neurologi.
Gejalanya berupa pusing, pandang kabur, ketajam mental menurun,
hilangnya keterampilan motorik halus, penurunan kesadaran, kejang-

7
kejang dan koma.gejala neurologi biasanya muncul jika kadar glukosa
darah turun mendekati 20% mg.
Pada pasien ini menurut gejalanya telah memasuki fase 2 karena
telah terjadi gangguan neurologik berupa penurunan kesadaran, pusing,
dan penurunan kadar glukosa plasma mendekati 20 mg%.dan menurut
stadiumnya pasien telah mengalami stadium gangguan otak karena
terdapat gangguan kesadaran.
Pada pasien DM yang mendapat insulin atau sulfonilurea diagnosis
hipoglikemia dapat ditegakan bila didapatkan gejala-gejala tersebut
diatas. Keadaan tersebut dapat dikonfirmasikan dengan pemeriksaan
glukosa darah. Bila gejalanya meragukan sebaiknya ambil dulu darahnya
untuk pemeriksaan glukosa darah. Bila dengan pemberian suntik bolus
dekstrosa pasien yang semula tidak sadar kemudian menjadi sadar maka
dapat dipastiakan koma hipogikemia.sebagai dasar diagnosis dapat
digunakan trias whipple, yaitu gejala yang konsisten dengan
hipoglikemia, kadar glukosa plasma rendah, gejala mereda setelah kadar
glukosa plasma meningkat
Prognosis dari hipoglikemia jarang hingga menyebabkan kematian.
Kematian dapat terjadi  karena keterlambatan mendapatkan pengobatan,
terlalu lama dalam keadaan koma sehingga terjadi kerusakan jaringan
otak.

4) E : Elektrolit
Misalnya diare dan muntah yang berlebihan. Diare akut karena
infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus, hematoschezia,
nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling fatal dari diare yang
berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat
dehidrasi yang menimbulkan renjatan hipovolemik atau gangguan
biokimiawi berupa asidosis metabolik yang berlanjut. Seseoran yang
kekurangan cairan akan merasa haus, berat badan berkurang, mata
cekung, lidah kering, tulang pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit

8
menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan
oleh deplesi air yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya
dengan asam karbonat berkurang mengakibatkan penurunan pH darah
yang merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi pernapasan
meningkat dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul). Gangguan
kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan
dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah
menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral
dingin dan kadang-kadang sianosis. Karena kekurangan kalium pada diare
akut juga dapat timbul aritmia jantung. Penurunan tekanan darah akan
menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai timbul oliguria/anuria. Bila
keadaan ini tidak segera diatsi akan timbul penyulit nekrosis tubulus
ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.

5) N : Neoplasma
Tumor otak baik primer maupun metastasis, Muntah : gejala
muntah terdapat pada 30% kasus dan umumnya meyertai nyeri kepala.
Lebih sering dijumpai pada tumor di fossa posterior, umumnya muntah
bersifat proyektil dan tak disertai dengan mual. Kejang : bangkitan kejang
dapat merupakan gejala awal dari tumor otak pada 25% kasus, dan lebih
dari 35% kasus pada stadium lanjut. Diperkirakan 2% penyebab
bangkitan kejang adalah tumor otak. Bangkitan kejang ditemui pada 70%
tumor otak di korteks, 50% pasien dengan astrositoma, 40% pada pasien
meningioma, dan 25% pada glioblastoma.
Gejala Tekanan Tinggi Intrakranial (TTIK) : berupa keluhan nyeri
kepala di daerah frontal dan oksipital yang timbul pada pagi hari dan
malam hari, muntah proyektil dan penurunan kesadaran. Pada
pemeriksaan diketemukan papil udem.

6) I : Intoksikasi

9
Penurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan pada korteks
secara menyeluruhmisalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula
disebabkan oleh gangguan ARAS di batangotak, terhadap formasio
retikularis di thalamus, hipotalamus maupun mesensefalon Pada
penurunan kesadaran, gangguan terbagi menjadi dua, yakni gangguan
derajat(kuantitas, arousal wake f ulness) kesadaran dan gangguan isi
(kualitas, awareness alertness kesadaran). Adanya lesi yang dapat
mengganggu interaksi ARAS dengan korteks serebri, apakahlesi
supratentorial, subtentorial dan metabolik akan mengakibatkan
menurunnya kesadaran.
Intoksikasi berbagai macam obat maupun bahan kimia dapat
menyebabkan penurunan kesadaran, Menentukan kelainan neurologi perlu
untuk evaluasi dan manajemen penderita. Pada penderita dengan
penurunan kesadaran, dapat ditentukan apakah akibatkelainan struktur,
toksik atau metabolik. Pada koma akibat gangguan
struktur mempengaruhi fungsi ARAS langsung atau tidak langsung.
ARAS merupakan kumpulanneuron polisinaptik yang terletak pada pusat
medulla, pons dan mesensefalon, sedangkan penurunan kesadaran karena
kelainan metabolik terjadi karena memengaruhi energi neuronal atau
terputusnya aktivitas membran neuronal atau multifaktor.
Diagnosis banding dapat ditentukan melalui pemeriksaan pernafasan,
pergerakan spontan, evaluasisaraf kranial dan respons motorik terhadap
stimuli.

7) T : Trauma
Terutama trauma kapitis : komusio, kontusio, perdarahan epidural,
perdarahan subdural, dapat pula trauma abdomen dan dada. Cedera pada
dada dapat mengurangi oksigenasi dan ventilasi walaupun terdapat airway
yang paten. Dada pasien harus dalam keadaan terbuka sama sekali untuk
memastikan ada ventilasi cukup dan simetrik. Batang tenggorok (trachea)
harus diperiksa dengan melakukan rabaan untuk mengetahui adanya

10
perbedaan dan jika terdapat emphysema dibawah kulit. Lima kondisi yang
mengancam jiwa secara sistematik harus diidentifikasi atau ditiadakan
(masing-masing akan didiskusikan secara rinci di Unit 6 - Trauma) adalah
tensi pneumothorax, pneumothorax terbuka, massive haemothorax, flail
segment dan cardiac tamponade. Tensi pneumothorax diturunkan dengan
memasukkan suatu kateter dengan ukuran 14 untuk mengetahui cairan
atau obat yang dimasukkan kedalam urat darah halus melalui jarum
melalui ruang kedua yang berada diantara tulang iga pada baris mid-
clavicular dibagian yang terkena pengaruh. Jarum pengurang tekanan
udara dan/atau menutupi luka yang terhisap dapat memberi stabilisasi
terhadap pasien untuk sementara waktu hingga memungkinkan untuk
melakukan intervensi yang lebih pasti. Jumlah resusitasi diperlukan untuk
suatu jumlah haemothorax yang lebih besar, tetapi kemungkinannya lebih
tepat jika intervensi bedah dilakukan lebih awal, jika hal tersebut
sekunder terhadap penetrating trauma (lihat dibawah). Jika personalia
dibatasi melakukan chest tube thoracostomy dapat ditunda, tetapi jika
pemasukkan tidak menyebabkan penundaan transportasi ke perawatan
yang definitif, lebih disarankan agar hal tersebut diselesaikan sebelum
metransportasi pasien.

8) E : Epilepsi
Pasca serangan Grand Mall atau pada status epileptikus dapat
menyebabkan penurunan kesadaran.

6. Patofisiologi Penurunan Kesadaran


Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di
keduahemisfer serebri dan Ascending Reticular Activating System (ARAS).
Jika terjadi kelainan pada kedua sistem ini, baik yang melibatkan sistem
anatomi maupun fungsional akan mengakibatkan terjadinya penurunan
kesadaran dengan berbagai tingkatan. Ascending Reticular Activating System
merupakan suatu rangkaian atau network system yang dari kaudal berasal dari

11
medulla spinalis menuju rostral yaitu diensefalon melalui brain stem sehingga
kelainan yang mengenai lintasanARAS tersebut berada diantara medulla,
pons, mesencephalon menuju kesubthalamus, hipothalamus, thalamus dan
akan menimbulkan penurunan derajatkesadaran. Neurotransmiter yang
berperan pada ARAS antara lain neurotransmiterkolinergik, monoaminergik
dan gamma aminobutyric acid (GABA).
Kesadaran ditentukan oleh interaksi kontinu antara fungsi korteks serebri
termasuk ingatan, berbahasa dan kepintaran (kualitas), dengan ascending
reticular activating system (ARAS) (kuantitas) yang terletak mulai dari
pertengahan bagian atas pons.ARAS menerima serabut-serabut saraf kolateral
dari jaras-jaras sensoris dan melalui thalamic relay nuclei dipancarkan secara
difus ke kedua korteks serebri. ARAS bertindak sebagai suatu off-on switch,
untuk menjaga korteks serebri tetap sadar (awake).
Respon gangguan kesadaran pada kelainan di ARAS ini merupakan
kelainan yang berpengaruh kepada sistem arousal yaitu respon primitif yang
merupakan manifestasi rangkaian inti-inti di batang otak dan serabut-serabut
saraf pada susunan saraf. Korteks serebri merupakan bagian yang terbesar
dari susunan saraf pusat di mana kedua korteks ini berperan dalam kesadaran
akan diri terhadap lingkungan atau input-input rangsangan sensoris, hal ini
disebut juga sebagai awareness.
Penurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan pada korteks secara
menyeluruh misalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan
oleh gangguan ARAS di batang otak, terhadap formasio retikularis di
thalamus, hipotalamus maupun mesensefalon.
Pada penurunan kesadaran, gangguan terbagi menjadi dua, yakni
gangguan derajat (kuantitas, arousal, wakefulness) kesadaran dan gangguan
isi (kualitas, awareness, alertness) kesadaran. Adanya lesi yang dapat
mengganggu interaksi ARAS dengan korteks serebri, apakah lesi
supratentorial, subtentorial dan metabolik akan mengakibatkan menurunnya
kesadaran.

12
7. Penatalaksanaan awal dan dasar pada pasien penurunan kesadaran
Evaluasi dan penatalaksanaan awal yang terpenting pada pasien penurunan
kesadaran adalah untuk memastikan jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi (airway,
breathing, circulation, ABC) yang adekuat. Pemeriksaan kadar glukosa untuk
mendeteksi hipoglikemia harus segera dilakukan. Hipoglikemia merupakan
penyebab langsung yang sering terjadi pada penurunan kesadaran, karena glukosa
berfungsi sebagai substrat untuk metabolisme energi otak, pemberian glukosa
melalui jalur intravena dapat segera menunjukkan perbaikan. Sampel darah
diambil untuk pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, kadar glukosa, kalsium, dan
magnesium, fungsi hati (terutama bilirubin dan ammonia), test koagulasi, dan uji
tapis toksikologi. Pemasangan kateter Foley dan pengambilan sampel urine untuk
pemeriksaan urinalisis, kultur dan uji tapis toksikologi. Pemasangan monitor
elektrokardiografi dan pelaksanaan foto rontgen juga diperlukan. Anamnesa dan
pemeriksaan fisik harus difokuskan untuk mengidentifikasi penyebab dan
progresifitas gangguan kesadaran. Penting untuk mengetahui tentang onset
munculnya gejala neurologi.
Setiap pasien koma harus dikelola menurut pedoman sebagai berikut:
1) Pernapasan
- Harus diusahakan agar jalan napas tetap bebas dari obstruksi
- Posisi yang baik adalah miring dengan kepala lebih rendah dari
badan supaya darah atau cairan yang dimuntahkan dapat mengalir
keluar
2) Tekanan darah
- Harus diusahakan agar tekanan darah cukup tinggi untuk memompa
darah ke otak
3) Otak
- Periksalah kemungkinan adanya edema otak
- Hentikan kejang yang ada
4) Vesika urinaria
- Periksalah apakah ada retensio atau inkontinensia urin
- Pemasangan kateter merupakan suatu keharusan

13
5) Gastro-intestinal
- Perhatikan kecukupan kalori, vitamin dan elektrolit
- Pemasangan nasogastric tube berperan ganda: untuk memasukkan
makanan dan obat-obatan serta untuk memudahkan pemeriksaan
apakah ada perdarahan lambung (stress ulcer)
- Periksalah apakah ada tumpukan skibala

Perawatan pasien koma harus bersifat intensif dengan pemantauan yang


ketat dan sistematik. Pemberian oksigen, obat-obatan tertentu maupu tindakan
medik tertentu disesuaikan dengan hasil pemantauan. Setelah penatalaksanaan
dasar, yang dilakukan selanjutnya adalah penatalaksanaan spesifik sesuai
etiologinya.

8. Hubungan riwayat stroke karena adanya perdarahan di otak yang


menyebabkan ARAS terganggu

9. Diagnosis sesuai skenario :


Klinik : Semi Coma
Topis : Intracerebral dextra
Etiologi : Haemorrhagic Stroke

10. Penatalaksanaan untuk kasus sesuai skenario


Pengobatan untuk stroke hemoragik dibagi dalam pengobatan umum dan
pengobatan spesifik. Pengobatan Umum mengikuti pedoman sabagai berikut.
Nafas, jalan nafas harus bebas untuk menjamin keperluan oksigen. Darah,
dijaga agar TD tetap cukup (tinggi) untuk mengalirkan darah (perfusi) ke
otak, dan menjaga komposisi darah (O2, Hb, glukosa) tetap optimal untuk
metabolisme otak. Otak, mencegah terjadinya edem otak dan timbulnya
kejang dengan kortikosteroid, gliserol atau manitol untuk edema, dan valium
i.v pelan- pelan terhadap kejang-kejang. Ginjal, saluran kemih dan
balans cairan diperhatikan, Gastrointestinum, fungsi defekasi/percernaan dan

14
nutrisi jangan diabaikan. Pengobatan Spesifik meliputi pengobatan kausal.
Pengobatan terhadap perdarahan di otak dengan tujuan hemostatis, misalnya
asam traneksamat 1gr/8 jam i.v pelan-pelan selama 3 minggu, kemudian
dosis berangsur- angsur diturunkan. Khasiatnya adalah anti fibrinolitik
sehingga mencegah lisisnya bekuan darah, jadi mencegah perdarahan
berulang

11. Differential diagnosis


STROKE NON HEMORAGIK
Stroke non hemoragik atau strok iskemik merupakan 88% dari seluruh kasus
stroke.Pada stroke iskemik terjadi iskemia akibat sumbatan atau penurunan
aliran darah otak. Berdasarkan perjalanan klinisnya, dikelompokkan menjadi:
1. TIA (Transient Ischemic Attack)
Pada TIA gejala neurologis timbul dan menghilang kurang dari 24 jam.
Disebabkan oleh gangguan akut fungsi fokal serebral, emboli maupun
trombosis.
2. RIND ( Reversible Ischemic Neurologic Deficit)
Gejala neurologis pada RIND menghilang lebih dari 24 jam namun
kurang dari 21 hari.
3. Stroke in Evolution
Strok yang sedang berjalan dan semakin parah dari waktu ke waktu
4. Completed Stroke
Kelainan neurologisnya bersifat menetap dan tidak berkembang lagi.
Stroke non hemoragik terjadi akibat penutupan aliran darah ke sebagian
otak tertentu, maka terjadi serangkaian proses patologik pada daerah
iskemik. Perubahan ini dimulai dari tingkat seluler berupa perubahan
fungsi dan bentuk sel yang diikuti dengan kerusakan fungsi dan integritas
susunan sel yang selanjutnya terjadi kematian neuron.

Stroke non hemoragik terbagi lagi berdasarkan lokasi penggumpalan, yaitu:


1. Stroke Non Hemoragik Emboli

15
Pada tipe ini embolik tidak terjadi pada pembuluh darah otak, melainkan
di tempat lain seperti jantung dan sistem vaskuler sistemik. Embolisasi
kardiogenik dapat terjadi pada penyakit jantung dengan shunt yang
menghubungkan bagian kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel.
Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan
gangguan pada katup mitralis, fibrilasi atrium, infark kordis akut dan
embolus yang berasal dari vena pulmonis. Kelainan pada jantung ini dapat
menyebabkan curah jantung berkurang dan serangan biasanya muncul
disaat penderita tengah beraktivitas fisik seperti berolahraga.
2. Stroke Non Hemoragik Trombus
Pada stroke hemoragik terjadi keluarnya darah dari arteri ke dalam ruang
interstitial otak sehingga memotong jalur aliran darah di distal arteri
tersebut dan mengganggu vaskularisasi jaringan sekitarnya. Stroke
hemoragik terjadi apabila susunan pembuluh darah otak mengalami ruptur
sehingga timbul perdarahan di dalam jaringan otak atau di dalam ruang
subarakhnoid.

16
DAFTAR PUSTAKA
1. Ratna, Mardiati. 2008. Susunan Saraf Otak Manusia. Jakarta: CV Sagung
Seto.
2. Price, S. A. dan Wilson, L. M. 2012. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit, Edisi 6, Volume 1. Jakarta: EGC.

17

Anda mungkin juga menyukai