Anda di halaman 1dari 5

BAB III

                                PENUTUP

A. KESIMPULAN
Eliminasi fekal adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh berupa bowel (feses).
Faktor yang mempengaruhi eleminasi fecal yaitu, usia, diet, asupan Cairan, aktivitas Fisik,
faktor Psikologis, kebiasaan pribadi, Posisi Selama Defekasi, Nyeri, Kehamilan, Pembedahan
dan Anestesia, Obat-obatan, Pemeriksaan Diagnostik. Dengan kita mengetahui faktor-faktor
tersebut akan mempermudah saat kita melakukan asuhan keperawatan.
 
B.SARAN
  
   Semoga makalahini dapat menjadi bahan pembelajaran agar kita dapat mengetahui segala
sesuatu yang berhubungan dengan eliminasi fekal

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa

urin atau bowel (feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila

kandung kemih terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses

eliminasi urine adalah ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra (Hidayat,

2010)

Eliminasi merupakan salah satu kebutuhan dasar yang harus di penuhi oleh

setiap manusia. Kebutuhan dasar manusia terbagi menjadi 14 kebutuhan

dasar, menyatakan bahwa kebutuhan eliminasi terdapat pada urutan ke tiga.

Apabila sistem perkemihan tidak dapat berfungsi dengan baik, sebenarnya

semua organ akhirnya akan terpengaruh. Secara umum gangguan pada ginjal

mempengaruhi eliminasi. Sehingga mengakibatkan masalah kebutuhan

eliminasi urine, antara lain : retensi urine, inkontinensia urine, enuresis, dan

ureterotomi. Masalah kebutuhan eliminasi urine sering terjadi pada pasien –

pasien rumah sakit yang terpasang kateter tetap (Hidayat, 2010)

Penggunaan kateter urin merupakan suatu tindakan keperawatan yang

banyak dilakukan di rumah sakit. Kasus pemasangan kateter di Indonesia

lebih banyak pada laki-laki dibanding perempuan. Pada kasus pemasangan


kateter dimana sebanyak 4% penggunaan kateter dilakukan pada perawatan

rumah dan sebanyak 25% pada perawatan akut. Sebanyak 15% - 25% pasien

di rumah sakit menggunakan kateter menetap. Hal ini dilakukan untuk mengukur haluan urin dan
untuk membantu pengosongan kandung kemih

(Basuki, 2011).

Anatomi dan Fisiologi Organ Eliminasi Fekal

1.    Mulut

          Saluran ini Secara mekanis dan kimiawi memecah nutrisi ke ukuran dan bentuk yang sesuai.
Semua organ pencernaan bekerja sama untuk memastikan bahwa masa atau bolus makanan
mencapai daerah absorsi nutrisi dengan aman dan efektif. Pencernaa kimiawi dan mekanis dimulai
dimulut. Gigi mengunyah makanan, memecahnya menjadi berukuran yang dapat ditelan. Sekresi
saliva mengandun enzim, seperti ptyalin, yang mengawali percernaan unsur – unsur makanan
tertentu. Saliva memcairakan dan melunakan bolus makanan di dalam mulut sehingga lebih mudah
ditelan.

2.    Esofagus

          Begitu makanan memasuki bagian atas esofagus, makanan berjalan melalui sfringter esofagus
bagian atas, yang merupakan otot sirkular, yang mencegah udara memasuki esofagus dan makanan
mengalami refluks ( bergerak ke belakang ) kembali ketenggorokian. Bolus makanan menelusuri
esofagus yang panjangnya kira – kira 25cm. Makanan didorong oleh gerakan peristaltic lambat yang
dihasilkan oleh kontraksi invonter dan relaksasi otot halus secara bergantiian. Pada saat bagiam
esofagus berkontraksi diatas bolus makanan, otot silkular dibawah (atau didepan ) bolus berelaksasi.
Konstraksi – relaksasi oto halus yang saling bergantian ini mendorong makanan menuju gelombang.

          Dalam 15 detik, lobus makanan bergerak menuruni esofagus dan mencapai spinter esofagus
bagian bawah. Sfingter esofagus bagian bawah terletak diantara esofagus dan lambung (Tortora,
1989 ). Faktor – faktor yang mempengaruhi tekakan sfingter esofagus bagian bawah meliputi
antacid, yang meminimalkan refluks, dan nikotin serta makan berlemak, yang menigkatkan refluks.

3.        Lambung

          Didalam lambung, makanan disimpan untuk sementara dan secara mekanis dan kimiawi
dipecah untuk dicerna dan diabsorsi. Lambung menyekresi asam hidroklorida ( HCL ), lender, enzim
pepsin, dan faktor intrinsic. Konsentrasi HCL mempengaruhi keasaman lambung dan keseimbangan
asam – basa tubuh. HCL membantu mencampur dan mencegah makanan di lambug. Lendir
melindungi mukosa lambung dari keasaman dam aktivitas enzim. Pepsin mencerna protein,
walaupun tidak banyak penvernaan yang berlangsung di lambung. Faktor instrinsik adalah
komponen penting yang dibutuhkan untuk absropsi vitamin B12 di dalam usu dan selanjutnya untuk
pembentukan sel darah darah normal. Kekurangan faktor instrinsik ini mengakibatkan anemia
pernisiosa.
          Sebelum makanan meninggalkan lambung, makanan diubah menjadi materi semicair yang
disebut kimus. Kimus lebih mudah dicerna dan diabsorsi daripada maknan padat. Klien yang
sebagian lambungnya diangkat atau yang memiliki pengosongan lambung yang cepat ( seperti pada
gastritis ) dapat mengalami masalah pencernan yang serius karena makanan tidak dipecah menjadi
kimus.

4.        Usus Halus

          Selama proses pencernaan normal, kimus meninggalkan lambung dan memasuki usus halus.
Usus halus merupakan sebuah saluran dengan diameter sekitar 2,5cm dan panjang 6 meter. Usus
halus dibagi menjadi 3 bagian: duodenum, jejenum, dan ileum. Kimus bercampur dengan enzim –
enzim pencernaan (misalnya empedu dan amylase) saat berjalan melalui usus halus. Segmentasi
(kontraksi dan relaksasi otot halus secara bergantian) mengaduk kimus, memecah makanan lebih
lanjut untuk dicerna pada saat kimus bercampur, gerakan peristaltic berikutnya sementara berhenti
sehingga memungkinkan absorpsi. Kimus berjalan perlahan melalui usu halus untuk memungkinkan
absorpsi.

          Kebanyakan nutrisi dan elektrolit diabsorpsi di dalam usus halus. Enzim dari pancreas (misalnya
empedu) dan empedu dari kandungan empedu dilepaskan ke dalam empedu. Enzim di dalam usus
halus memecahkan lemak,protein,dan karbohidrat menjadi unsur-unsur dasar. Nutrisi hamper
seluruhnya di diabsorpsi oleh duodenum dan jejenum. Ileum mengabsorpsi vitamin-vitamin
tertentu,zat besi,dan garam empedu. Apabila fungsi ileum terganggu proses pencernaan akan
mengalami perubahan besar. Inflamsi,reseksi bedah atau obstruksi dapat menganggu
peristaltic,mengurangi area absorpsi,atau menghambat aliran kimus.

5.        Usus besar

Saluran GI bagian bawah disebut usus besar (kolon) karena ukuran diameternya lebih besar daripada
usus halus. Namun panjangnya , yakni 1,5 sampai 1,8 m jauh lebih pendek.usus dibagi menjadi
sekum, kolon ,dan rectum. Usus besar merupakan organ utama dalam eliminasi fekal.

6.        Sekum

Kimus yang tidak diabsorpsi memasuki sekum melalui katup ileosikal. Katup ini merupakan lapisan
otot sirkular yang mencegah regurgitasi dan kembalinya isi kolon ke usus halus.

7.        Kolon

          walaupun kimus yang berair memasuki kolon,volume air menurut saat kimus bergerak di
sepanjang kolon. Kolon dibagi menjadi kolon asendens,kolon tranfersal,kolon desenden, kolon
sigmoid.kolon dibangun oleh jaringan otot, yang memungkinkannya menampung dan mengeliminasi
produk buangan dalam jumlah besar. Kolon memiliki 4 fungsi yang saling
berkaitan:absorpsi,proteksi,sekresi,dan eliminasi.sejumlah volume air, natrium dan klorida
diabsorpsi oleh kolon setiap hari. Pada waktu makanan brgerak melalui kolon,terjadi kontraksi
haustral. Kontraksi ini sama dengan kontraksi segmental usus halus, tetapi berlangsung lebih lama
sampai 5 menit. Kontraksi membetuk kantung berukuran besar di dinding kolon,menyediakan
daerah permukaan yang luas untuk absorpsi.
          Sebanyak 2,5 L air dapat diabsorpsi oleh kolon dalam 24 jam. Rata-rata, 55 mEq natrium dan 23
mEq klorida diabsorpsi setiap hari. Jumlah air yang diabsorpsi dari kimus bergantung pada kecepatan
pergerakan isi kolon. Kimus dalam kondisi normal bersifat lunak,berbentuk masa,apabila kecepatan
kontraksi peristaltik berlangsung dengan cepat secara abnormal,waktu untuk absorpsi air berkurang
sehingga feses akan menjadi encer. Apabila kontraksi peristaltic melambat, air akan terus diabsorpsi
sehingga terbentuk masa feses yang keras,mengakibatkan konstipasi.

          Kolon melindungi dirinya dengan melepaskan suplai lendir. Lendir dalam kondisi normal
berwarna jernih sampai buram dengan konsistensi berserabut. Lendir melumasi kolon, mencegah
trauma pada dinding bagian dalamnya. Lubrikasi terutama penting pada ujung distal kolon, tempat
isi kolon menjadi lebih kering dan lebih keras.

          Fungsi sekresi kolon membantu keseimbangan asam- basa. Bikarbonat disekresi untuk
mengganti klorida. Sekitar 4 sampai 9 mEq kalium dilepaskan setiap hari oleh usus besar. Perubahan
serius pada fungsi kolon, seperti diare, dapat mengakinatkan ketidakseimbangan elektrolit.

          Akhirnya,kolon mengeliminasi produk buangan dan gas(flatus). Flatus timbul akibat menelan
gas, difusi dari aliran darah ke dalam usus. Dan kerja bkteri pada karbohidrat yang tidak dapat
diabsorspsikan. Fermentasi karbohidrat(yang terjadi pad kubis dan bawang)menghasilkan gas di
dalam usus,yang dapat menstimulasi peristaltic. Orang dewasa dalam kondisi normal dengan
menghasilkan 400 sampai 700 ml flatus setiap hari.

          Kontraksi peristaltic yang lambat dapat menggerakan isi usus ke kolon. Isi usus adalah stimulus
utama untuk takanan pada dinding kolon. Lapisan kolon merenggang, menstimulasi reflex yang
menimbulkan kontraksi. Gerakan peristaltic masa, mendorong makan yang tidak tercerna menuju
rectum. Gerakan ini terjadi hanya 3- 4 kali sehari, tidak seperti gelombang peristaltis yang sering
timbul dalam usus halus (biasanya terdengar selama auskultasi).

          Saat gerakan peristaltic masa terjadi, segment besar kolon berkontraksi akibat respons reflex
gastrokolik dan duodenokolik. Gerakan ini terjadi apabila lambung atau duodenum terisi makanan.
Pengisian makanan ke dalam lambung atau duodenum ini mencetuskan impuls saraf yang
menstimulasi dinding otot kolon. Gerakan peristaltic masa paling kuat terjadi pada jam setelah
makan.

8.             Rectum

          Produk buangan yang mencapai bagian kolon sigmoid,disebut feses. Sigmoid menyimpan feses
sampai  beberapa saat sebelum defekasi.

          Rectum merupakan bagian akhir pada saluran pencernaan. Panjang rectum bervariasi menurut
usia:

Bayi                                         2,5 sampai 3,8 cm

Toddler                                    5 cm

Prasekolah                               7,5 cm
Anak usia sekolah                   10 cm

Dewasa                                    15 sampai 20 cm

          Dalam kondisi normal,rectum tidak berisi feses sampai defekasi. Rektum dibangun oleh lipatan
– lipatan jaringan vertical dan transversal. Setiap lipatan meningkatkan intraabdomen atau
melakukan valsava maneuver. Manuver Valsalva ialah kontraksi volunteer otot- vertical berisi
sebuah arteri dan lebih dari satu vena. Apabila vena menjadi distensi akibat tekanan selama
mengedam, maka terbentuk hemoroid. Hemoroid dapat membuat proses defekasi terasa nyeri.

          Apabila masa feses atau bergerak ke dalam rectum untuk membuat dindingnya berdistensi,
maka proses defekasi dimulai. Proses ini melibatkan control volunteer dan control involuenter.
Sfingter interna adalah sebuah otot polos yang dipersarafi oleh system saraf otonom. Saaat rectum
mengalami distensi, saraf sensorik distimulasi dan membawa implus – implus yang menyebabkan
relaksasi sfingter interna, memungkinkan lebih banyak feses yang memasuki rectum. Pada saat yang
sama, impuls bergerk ke otak untuk menciptakan suatu kesadaran bahwa individu perlu melakukan
defekasi.

          Saat sfingter interna relaksasi, sfingter eksterna juga relaksasi. Orang dewasa dan anak-anak
yang sudah menjalani toilet training ( pelatihan defekasi ) dapat mengontrol sfingter eksternanya
secara volunteer (sadar). Apabila waktu untuk defekasi tidak tepat, konstriksi otot levator ani
membuat anus terturup dan defekasi tertunda. Pada saat defekasi, sfingter eksterna berelaksasi.
Tekanan untuk mengeluarkan feses dapat dilakukan dengan otot abdomen saat individu
mengeluarkan napas secara paksa, sementara glottis menutup ( menahan napas saat mengedan ).

Anda mungkin juga menyukai