Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ANEMIA

OLEH :

AMRIL WIRAWAN
1442020202090

CI LAHAN CI INSTITUSI

(..........................) (..........................)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2021
A. KONSEP MEDIS
1. Definisi Anemia
Anemia adalah penurunan kadar hemoglobin (Hb), hematokrit atau
hitung eritrosit (red cell count) berakibat pada penurunan kapasitas
pengangkutan oksigen oleh darah. Tetapi harus di ingat pada keaadaan
tertentu dimana ketiga parameter tersebut tidak sejalan dengan massa
eritrosit, seperti pada dehidrasi, perdarahan akut, dan kehamilan. Oleh
karen itu dalam diagnosis anemia tidak cukup hanya sampai kepada label
anemia tetapi harus dapat ditetapkan penyakit dasae yang menyebabkan
anemia tersebut. (Nurarif & Kusuma, 2016)
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan/atau hitung
eritrosit lebih rendah dari normal. Dikatakan anemia bila Hb <14 g/dl dan
Ht <41% pada pria atau Hb <12 g/dl dan Ht <37% pada wanita. (Zahroh &
Istiroha, 2019)
2. Etiologi
Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri (disease entit),
tetapi merupakan gejala berbagai macam penyakit dasar (underlying
disease). Pada dasarnya anemia disebabkan oeh karena
a. Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang
b. Kehilangan darah keluar tubuh
c. Proses penghancuran eritrosit oleh tubuh sebelum waktunya
(hemolisis)
Gambaran lebih rinci tentang etiologi anemia sebagai berikut :
Klasifikasi anemia menurut Etiopatgenesis
a. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang
1) Kekurangan bahan esensial pembentukan eritrosit
a) Anemia defisiensi besi
b) Anemia defisiensi asam folat
c) Anemia defisiensi vitamin B12
2) Gangguan penggunaan (utilisasi) besi
a) Anemia akibat penyakit kronik
b) Anemia sideroblastik
3) Kerusakan sumsum tulang
a) Anemia aplastik
b) Anemia mieloptisik
c) Anemia pada keganasan hematologi
d) Anemia diseritropoietik
e) Anemia pada sidrom mielodisplastik
f) Anemia akibat kekurangan eritropoetin: anemia pada gagal
ginjal kronik
b. Anemia akibat hemoragi
1) Anemia pasca perdarahan akut
2) Anemia akibat perdarahan kronik
c. Anemia hemolitik
1) Anemia hemolitik intrakorpuskular
a) Gangguan membran eritrosit (membranopati)
b) Gangguan enzim eritrosit (enzimipati)
c) Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati)
(1) Thalassemia
(2) hemoglobinopati struktural: HbS, HbE, dillar
2) Anemia hemolitik ekstrakorpuskular
a) Anemia hemolitik autoimun
b) Anemia hemolitik mikroangiopatik
c) Lain-lain
d. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan patogenesis
yang komplek.
Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan etiologi
a. Anemia hipokromik mikrositer, bila MCV <80 fl dan MCH <27 pg
1) Anemia defisiensi besi
2) Thalassemia major
3) Anemia akibat penyakit kronik
4) Anemia sideroblastik
b. Anemia normokromik normositer, bila MCV 80-95 fl dan MCH 27-34
pg
1) Anemia paska perdarahan akut
2) Anemia aplastik
3) Anemia hemolitik
4) Anemia akibat penyakit kronik
5) Anemia pada gagal ginjal kronik
6) Anemia pada sindrom mielodisplastik
7) Anemia pada keganasan hematologik
c. Anemia makrositer, bila MCV >95 fl
1) Bentuk megaloblastik
a) Anemia defisiensi asam folat
b) Anemia difisiensi B 12, termasuk anemia pernisosa
2) Bentuk non-megaloblastik
a) Anemia pada penyakit hati kronik
b) Anemia pada hipotiroidisme
c) Anemia pada sindrom mielodisplastik. (Nurarif & Kusuma,
2016).
3. Patofisiologi
Berdasarkan proses patofisiologi terjadinya anemia, dapat digolongkan
pada tiga kelompok
a. Anemia akibat produksi sel darah merah yang berkurang atau gagal
b. Anemia akibat penghancuran sel darah merah
c. Anemia akibat kehilangan darah
Anemia Akibat Produksi Yang Berkurang Atau Gagal Pada
anemia tipe ini, tubuh memproduksi sel darah yang terlalu sedikit
atau sel darah merah yang diproduksi tidak berfungsi dengan baik. Hal ini
terjadi akibat adanya abnormalitas sel darah merah atau kekurangan
mineral dan vitamin yang dibutuhkan agar produksi dan kerja dari eritrosit
berjalan normal. Kondisi kondisi yang mengakibatkan anemia ini antara
lain Sickle cell anemia, gangguan sumsum tulang dan stem cell, anemia
defisiensi zat besi, vitamin B12, dan Folat, serta gangguan kesehatan lain
yang mengakibatkan penurunan hormon yang diperlukan untuk proses
eritropoesis.
Anemia akibat penghancuran sel darah merah
Bila sel darah merah yang beredar terlalu rapuh dan tidak mampu
bertahan terhadap tekanan sirkulasi maka sel darah merah akan hancur
lebih cepat sehingga menimbulkan anemia hemolitik. Penyebab anemia
hemolitik yang diketahui atara lain:
a. Keturunan, seperti sickle cell anemia dan thalassemia
b. Adanya stressor seperti infeksi, obat obatan, bisa hewan, atau
beberapajenis makanan
c. Toksin dari penyakit liver dan ginjal kronis
d. Autoimun
e. Pemasangan graft, pemasangan katup buatan, tumor, luka bakar,
paparan kimiawi, hipertensi berat, dan gangguan trombosis
f. Pada kasus yang jarang, pembesaran lien dapat menjebak sel darah
merah dan menghancurkannya sebelum sempat bersirkulasi.
Anemia Akibat Kehilangan Darah
Anemia ini dapat terjadi pada perdarahan akut yang hebat ataupun
pada perdarahan yang berlangsung perlahan namun kronis. Perdarahan
kronis umumnya muncul akibat gangguan gastrointestinal ( misal ulkus,
hemoroid, gastritis, atau kanker saluran pencernaan ), penggunaan obat
obatan yang mengakibatkan ulkus atau gastritis (misal OAINS),
menstruasi, dan proses kelahiran.
4. Pathway/Penyimpangan KDM
(Nurarif & Kusuma, 2016)

Perdarahan saluran Defisiensi besi, vit Overaktif RES,


cerna, uterus, hidung, B12, Asam folat, produksi SDM
luka depresi sumsum tulang abnormal
eritropoetin menurun.
Kehilangan SDM (sel
darah merah) Produksi SDM
menurun

Pertahanan sekunder
tidak adekuat

Penurunan Kadar Hb Penurunan Kadar Hb Efek Gastrointestinal

Gangguan penyerapan
Konpensasi jantung Kompensasi paru nutrisi, Defisisensi
folat
Beban kerja dan curah
jantung meningkat Peningkatan frequensi Glositis berat (lidah
napas meradang), diare,
Takikardia, angina kehilangan nafsu
(nyeri dada), iskemia makan
Dyspnea (kesulitan
miokardium, beban bernapas)
kerja jantung
meningkat Intake nutrisi turun
Penurunan transport (anoreksia)
O2
Ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer Hipoksia Ketidakseimbangan
& nutrisi kurang dari
Nyeri akut kebutuhan tubuh
Peningkatan
kontraktilitas
Lemah lesu, Parestesia, Ketidakefektifan
mati rasa, ataksia, pola napas
Palitasi gangguan koordinasi,
bingung
Penebalan dinding ventikel
Intoleransi aktivitas
Kardiomegali
5. Manifestasi Klinis
a. Manifestasi klinis yang sering muncul
1) Pusing
2) Mudah berkunang-kunang
3) Lesu
4) Aktivitas berkurang
5) Rasa mengantuk
6) Susah konsentrasi
7) Cepat lelah
8) Prestasi kerja fisik/pikiran menurun.
b. Gejala khas masing-masing anemia :
1) Perdarahan berulang/kronik pada anemia pasca perdarahan, anemia
defisiensi besi.
2) Ikterus, urin berwarna kuning tua/ciklat, perut makin buncit pada
anemia hemolitik.
3) Mudah infeksi pada anemia aplastik dan anemia karena keganasan.
c. Pemeriksaan fisik
1) Tanda-tanda anemia umum : pucat, takikardi, pulsus seler, suara
pembuluh darah spontan, bising karotis, bising sistolik anorganik,
perbesaran jantung.
2) Manifestasi khusus pada anemia :
a) Defisiensi besi : spoon nail, glositis
b) Defisiensi B12 : paresis, ulkus di tungkai
c) Hemolitik : ikterus, splenomegali
d) Aplastik : anemia biasanya berat, perdarahan, infeksi. (Nurarif
& Kusuma, 2016).
6. Komplikasi
Anemia jika tidak terdiagnosis atau tidak diobati dalam waktu lama
dapat menyebabkan kegagalan multiorgan dan bahkan kematian. Wanita
hamil dengan anemia bisa mengalami persalinan prematur dan melahirkan
bayi dengan berat badan lebih rendah. Anemia selama kehamilan juga
meningkatkan risiko anemia pada bayi dan meningkatkan kehilangan
darah selama kehamilan.
Komplikasi lebih dominan pada polpulasi yang lebih tua karena
beberapa penyakit penyerta. Sistem kardiovaskular paling sering terkena
anemi kronis. Infark miokard, angina dan gagal jantung dengan curah
jantung tinggi merupakan komplikasi yang umum. Komplikasi jantung
lainnya termasuk perkembangan aritmia dan hipertrofi jantung.
Kekurangan zat besi yang parah dikaitkan dengan sindrom
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Tes penyaring, tes ini dikerjakan pada tahp awal pada setiap kasus
anemia. Dengan pemeriksaan ini, dapat dipaatikan adanya anemia
dan bentuk morfologi anemia tersebut. Pemeriksaan ini meliputi
pengkajian pada komponen-komponen berikut ini : kadar
hemoglobin, indeks eritrosit, (MCV dan MCHC), apusan darah
tepi.
2) Pemeriksaan darah seri anemia : hitunng leukosit, trombosit, laju
endap darah (LED), dan hitung retikulosit.
3) Pemeriksaan sumsum tulang : pemeriksaan ini memberikan
informasi mengenai keadaan system hamatopoesis.
4) Pemeriksaan atas indikasi khusus : pemeriksaan ini untuk
mengkonfirmasi dugaan diagnosis awal yang memiliki komponen
berikut ini :
a) Anemia defisiensi besi : serum iron, TIBC, saturasi transferin,
dan feritin serum.
b) Anemia megaloblastik : asam folat darah/eritrosit, vitamin B12
c) Anemia hemolitik : hitung retikulosit, tes coombs, dan
elektroforesis Hb.
d) Anemia pada leukimia akut biasanya dilakukan pemeriksaan
sitokimia.
b. Pemeriksaan laboratorium nonhematologis : gagal ginjal, faal
endokrin, asam urat, faal hati, biakan kuman.
c. Radiologi : torak, bone survey, USG, atau infangiografi.
d. Pemeriksaan sitogenetik.
e. Pemeriksaan biologi molekuler (PCR = polymerase chain raction,
FISH = Fluorescence in citu hybridization). (Nurarif & Kusuma, 2016)
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada anemia adalah :
a. Anemia karena kehilangan darah akut
1) Pemberian cairan IV
2) Pemberian oksigen
3) Pemberian cairan IV yang diselingi dengan pemberian produk
darah.
4) Pertahankan Hb >7 g/dL pada pasien, sedangkan untuk pasien
dengan penyakit kardiovaskular membutuhkan target Hb yang
lebih tinggi >8 g/dL.
b. Anemia karena kekurangan nutrisi
1) Pemberian zat besi secara oral atau IV
2) Pemberian B12
3) Pemberian folat
c. Anemia karena cacat pada sumsum tulang dan sel induk
1) Memerlukan transplantasi sumsum tulang
d. Anemia akibat penyakit kronis
Anemia pada keadaan gagal ginjal, bersepon terhadap
eritropoetin. Kondisi autoimun dan reumatologi yang menyebabkan
anemia memerlukan pengobatan penyakit yang mendasarinya.
e. Anemia karena kerusakan sel darah merah
1) Anemia hemolitik yang disebabkan oleh katup mekanis yang rusak
perlu diganti.
2) Anemia hemolitik akibat pengobatan memerlukan pengangkatan
obat yang mengganggu.
3) Anemia hemolitik persisten membutuhkan splenektomi.
4) Hemoglobinopati seperti anemia sabit memerlukan transfusi darah,
transfusi tukar, dan bahkan hidroksiurea untuk mengurangi
kejadian sabit (Turner,2020)
9. Prognosis
Prognosis anemia tergantung pada penyebab anemia. Penggantian
nutrisi (zat besi, B12, folat) harus segera dimulai. Pada kekurangan zat
besi, penggantian harus dilanjutkan setidaknya selama tiga bulan setelah
normalisasi kadar zat besi, untuk memulihkan simpanan zat besi. Biasanya
kekurangan nutrisi memiliki prognosis yang baik jika ditangani secara dini
dan adekuat. Anemia, akibat kehilangan darah yang akut, jika ditangani
dan dihentikan lebih awal, memiliki prognosis yang baik (Turner,2020)

B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah adalah mengumpulkan data pasien
secara objektif dan subjektif yang dilakukan penilaian secara keseluruhan
(fisik, psikosisosial, spiritual dan kultural) serta mengumpulkan informasi
peluang promosi kesehatan, risiko dan potensi masalah keperawatan
lainnya. (Herdman & Kamitsuru, 2015)
Pengkajian yang perlu dilakukan pada anemia :
a. Aktivitas/istirahat Ditandai dengan adanya keletihan, kelemahan,
malaise umum, kehilangan produktifitas, penurunan semangat untuk
bekerja, kebutuhan untuk istirahat dan tidur lebih banyak.
b. Sirkulasi Riwayat kehilangan darah kronis, riwayat endokarditis infeksi
kronis, palpitasi.
c. Integritas ego Keyakinan agama atau budaya mempengaruhi pemilihan
dalam pengobatan. Misalnya penolakan transfusi darah.
d. Eliminasi Gagal ginjal, diare dan konstipasi
e. Makanan/cairan Nafsu makan akan menurun, mual dan muntah, serta
berat badan yang menurun.
f. Nyeri/kenyamanan Merasakan nyeri pada abdomen dan kepala
g. Pernapasan Perubahan pola napas yaitu memendek pada saat istirahat
ataupun sedang beraktivitas.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan sindrom
hipoventilasi, penurunan transfer oksigen keparu.
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan konsentrasi Hb dan darah, suplai oksigen berkurang.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang kurang, anoreksia.
d. Nyeri akut berhubungan dengan perubahan frekuensi jantung.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen, proses metabolisme yang terganggu.
f. Risiko infeksi. (Nurarif & Kusuma, 2016)
3. Intervensi
Intervensi keperawatan merupakan tindakan keperawatan
selanjutnya yang dilakukan setelah merumuskan diagnosa keperawatan.
Dalam perumusan intervensi keperawatan harus sesuai dengan diagnosis
yang mendesak, tingkat pemenuhan batasan karakteristik yang tinggi,
faktor berhubungan barulah kemudian faktor yang berisiko. Hal ini agar
proses keperawatan yang dilakukan spesifik dan dilakukan secara
berurutan. (Herdman & Kamitsuru, 2015)
Intervensi keperawatan ialah segala rencana dan perlakuan yang
diberikan oleh perawat kepada pasien dengan berdasarkan ilmu
pengetahuan untuk mencapai tujuaan (outcome). Sedangkan tindakan
keperawatan adalah tindakan yang dilakukan perawat sebagai bentuk
pengimplementasian dari intervensi keperawatan.(Herdman & Kamitsuru,
2015)
Intervensi keperawatan dengan penyakit anemia berdasarkan
Standar intervensi keperawatan Indonesia :
(PPNI, 2017) dan (PPNI, 2018)
DIAGNOSA TUJUAN & KRITERIA INTERVENSI
KEPERAWATAN HASIL KEPERAWATAN
Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan napas
keperawatan selama 1x 8 jam Observasi
di harapkan pola nafas 1) Monitor pola napas
membaik dengan kriteria (frekuensi, kedalaman,
hasil: usaha napas)
a. Kapasitas vital 2) Monitor bunyi napas
meningkat; tambahan
b. Tekanan ekspirasi 3) Monitor sputum
meningkat; Terapeutik
c. Tekanan inspirasi 4) Pertahankan jalan napas
meningkat; 5) Posisikan semi-fowler atau
d. Dispnea menurun; fowler
e. Penggunaan otot bantu 6) Berikan oksigen, jika perlu
nafas menurun; Edukasi
f. Pernafasan cuping 7) Anjurkan asupan cairan
hidung menurun; 2000 ml/hari, jika tidak
g. Frekuensi nafas kontraindikasi
membaik; 8) Ajarkan teknik batuk efektif
h. Kedalaman nafas
membaik;
i. Ekskursi dada membaik
Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
keperawatan selama 1x 8 jam Observasi
di maka tingkat nyeri 1) Identifikasi lokasi,
menurun dengan kriteria hasil karakteristik, durasi,
a. Keluhan nyeri menurun frekuensi, kualitas, intensitas
b. Meringis menurun nyeri
c. Pola nafas membaik 2) Identifikasi skala nyeri
d. Pola tidur membak Terapeutik
3) Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(kompres hangat atau
dingin)
Edukasi
4) Ajarkan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
5) Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Perfusi Perifer Tidak Setelah dilakukan tindakan Perawatan sirkulasi
Efektif keperawatan selama 1x8 jam Observasi
maka diharapkan pola tidur 1) Periksa sirkulasi perifer
membaik dengan kriteria 2) Monitor panas, kemerahan,
hasil: nyeri atau bengkak pada
a. Warna kulit pucat ekstermitas
menurun Terapeutik
b. Nyeri ekstermitas 3) Hindari pengukuran tekanan
menurun darah pada ekstermitas
c. Kelemahan otot menurun dengan keterbatasan perfusi
d. Krom otot menurun Edukasi
e. Akral membaik 4) Anjurkan berhenti merokok
f. Turgor kulit membaik 5) Ajarkan program diet untuk
memperbaki sirkulasi (mis.
Rendah lemak jenuh, minyak
ikan omega 3)
Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi
keperawatan selama 1x 8 jam Observasi
di harapkan asupan nutrisi 1) Identifikasi status nutrisi
membaik, dengan kriteria 2) Identifikasi alergi dan
hasil: intoleransi makanan
a. Porsi makan yang 3) Identifikasi makanan yang
dihabiskan meningkat disukai
b. Frekuensi makan 4) Identifikasi kebutuhan kalori
membaik dan jenis nutrien
c. Nafsu makan membaik 5) Monitor asupan makanan
6) Monitor berat badan
7) Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
Terpeutik
8) Fasilitasi menentukan
pedoman diet
9) Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
10) Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
11) Berikan suplemen makanan,
jika perlu
Edukasi
12) Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
13) Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
14) Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan,
jika perlu
15) Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan.

Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan Manajemen energi


keperawatan selama 1x 8 jam Observasi
di harapkan Toleransi 1) Monitor gangguan fungsi
aktivitas membaik dengan tubuh yang mengakibatkan
kriteria hasil: kelelahan
a. Aktivitas sehari-hari 2) Monitor kelemahan fisik
menngkat 3) Monitor lokasi dan
b. Keceptan jalan meningkat ketidaknyamanan selama
c. Keluhan lelah menurun melakukan aktivitas
d. Dipsnea setelah aktvtas terapeutik
menrun 4) Lakukan latihan rentang
e. Perasaan lemah menurun gerak pasif atau aktif
f. Sianosis menurun 5) Fasilitasi duduk d sisi tempat
g. Tekanan darah membaik tidur
h. Frekuensi nadi membaik edukasi
i. Frekuensi nafas membaik 6) Anjurkan melakukan aktifitas
secara bertahap

4. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan bentuk tindakan keperawatan
yang terakhir setelah melakukan pengkajian hingga implementasi
keperawatan, dengan tujuan untuk mengevaluasi ataupun sebagai bentuk
penilaian terhadap proses keperawatan yang telah dilakukan. (Herdman &
Kamitsuru, 2015)
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). DIAGNOSIS KEPERAWATAN :


Definisi & Klasifikasi 2015-2017 (Edisi 10; T. H. Herdman & S. Kamitsuru,
eds.). Jakarta: EGC.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2016). ASUHAN KEPERAWATAN PRAKTIS :
Berdasarkan Penerapan Diagnosa (Jilid 1). Yogyakarta: Mediaaction
Publishing Yogyakarta.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI) Edisi 1 Cetakan 2.Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI) Edisi 1 Cetakan 2.Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI) Edisi 1 Cetakan 3(Revisi) . Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI
Turner, J., Parsi, M., & Badireddy, M. (2020). Stat Pearls. StatPearls Publishing.
Zahroh, R., & Istiroha. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS
HEMATOLOGI. Surabaya: CV. Jakad Publishing.

Anda mungkin juga menyukai