Anda di halaman 1dari 4

FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI

PROGRAM STUDI INFORMATIKA

LAPORAN RINGKASAN
HASIL DISKUSI MINGGUAN

Sesi : 2
Nama Tim Diskusi : Indra Setiawan (Juru Bicara)
Indah Ratnasari (Anggota)
Reka Nindia (Anggota)
Reza Yulianingsih Pratiwi (Anggota)
Hari, Tanggal : Sabtu, 26 Juni 2021
Waktu : 10:00 s/d 11:00
Tempat : Zoom Meeting
Ketua Diskusi : Indra Setiawan
Sekretaris Anggota : Indah Ratnasari
Hadir Anggota : 4 anggota

Hasil Diskusi / Kesimpulan

A. Hasil Diskusi

1. Pengertian Gadai Syariah (Rahn)

Dalam fiqih muamalah dikenal dengan kata pinjaman dengan jaminan yang disebut Ar-rahn,
yaitu menyimpan suatu barang sebagai tanggungan utang. Ar-rahn menurut bahasa berarti Al-
tsubut dan Al-habs yaitu penetapan dan penahanan. Dan ada pula yang menjelaskan bahwa Rahn
adalah terkurung atau terjerat, di samping itu juga Rahn diartikan pula secara bahasa dengan
tetap, kekal, dan jaminan.
Menurut Imam Abu Zakariya Al Anshari, rahn adalah menjadikan benda yang bersifat harta
untuk kepercayaan dari suatu marhun bih yang dapat dibayarkan dari (harga) benda marhun itu
apabila marhun bih tidak dibayar.

Sedangkan Imam Taqiyyuddin Abu Bakar Al Husaini mendefinisikan rahn sebagai


akad/perjanjian utang-piutang dengan menjadikan marhun sebagai kepercayaan/penguat marhun
bih dan murtahin berhak menjual/melelang barang yang digadaikan itu pada saat ia menuntut
haknya.

2. Landasan Hukum Gadai Syariah (Rahn)

Dasar hukum Rahn dalam Al-Qur`an Surat Al-Baqarah ayat 283 :

Berdasarkan ayat di atas, sudah jelas bahwa gadai merupakan suatu yang diperbolehkan dalam
Islam sebagai bagian dari muamalah. Bahkan Agama Islam mengajarkan kepada umatnya supaya
hidup tolong menolong, seperti firman Allah Swt (QS.Al- Maidah : 2) :

Bahkan masalah gadai dipertegas dengan amalan Rasullulah SAW, dimana beliau melakukan
praktik gadai. Hal tersebut sebagaimana dikisahkan Ummul mukminin Aisyah R.A. dalam
pernyataan beliau berkata :

”Bahwasannya Rasulullah saw pernah membeli makanan dari seorang Yahudi yang akan
dibayar pada waktu tertentu di kemudian hari dan beliau menggadaikannya dengan baju
besinya”. ( HR. Al-Bukhori dan Muslim).

3. Rukun Gadai Syariah (Rahn)


Kesepakatan tentang perjanjian penggadaian suatu barang sangat terkait dengan akad
sebelumnya, yakni akad utang piutang, karena tidak akan terjadi gadai dan tidak akan mungkin
seseorang menggadaikan barangnya kalau tidak ada utang yang dimilikinya. Utang piutang itu
sendiri adalah hukumnya mubah bagi yang berutang dan sunnah bagi yang mengutangi karena
sifatnya menolong sesama. Hukum ini bisa menjadi wajib manakala orang yang berutang benar-
benar sangat membutuhkannya. Dalam menjalankan gadai syariah harus memenuhi rukun gadai
syariah, rukun gadai tersebut adalah :

a) Ar-Rahn (yang menggadaikan)


b) Al-Murtahin (yang menerima gadai)
c) Al-Marhun/rahn (barang yang digadaikan)
d) Al-marhun bih (utang)
e) Sighat, Ijab, dan Qabul

4. Syarat Gadai Syariah (Rahn)


a) Syarat Rahin dan Murtahin
Cakap bertindak hukum (baligh dan berakal). Ulama Hanafiyah hanya mensyaratkan
cukup berakal saja. Karenanya, anak kecil yang mumayyiz (dapat membedakan
antara yang baik dan buruk) boleh melakukan akad rahn, dengan syarat mendapatkan
persetujuan dari walinya.
b) Syarat Sight (Lafadz)
Ulama Hanafiyah mengatakan dalam akad itu tidak boleh dikaitkan dengan syarat
tertentu atau dengan masa yang akan datang, karena akad rahn itu sama dengan akad
jual- beli.
c) Syarat Marhun Bih (Utang)
1) Merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada murtahin
2) Marhun bih itu boleh dilunasi dengan marhun itu
3) Marhun bih itu jelas/tetap dan tertentu
4) Memungkinkan pemanfaatan
5) Harus dikuantifikasi atau dapat dihitung jumlahnya.
d) Marhun (Benda Jaminan Gadai)
1) Marhun itu boleh dijual dan nilainya seimbang dengan marhun bih
2) Marhun itu bernilai harta dan boleh dimanfaatkan (halal)
3) Marhun itu jelas dan tertentu
4) Marhun itu milik sah rahin
5) Marhun itu tidak terkait dengan hak orang lain
6) Marhun itu merupakan harta yang utuh, tidak bertebaran dalam beberapa
tempat
7) Marhun itu boleh diserahkan, materinya maupunmanfaatnya
B. Kesimpulan

Rahn itu merupakan suatu akad utang piutang dengan menjadikan barang yang memiliki nilai
harta menurut pandangan syara’ sebagai jaminan marhun bih, sehingga rahin boleh mengambil
marhun bih.
Landasan Hukum Rahn, yaitu : QS. Al-Baqarah ayat 283, QS.Al- Maidah ayat 2, dan HR. Al-
Bukhori dan Muslim.
Rukun Rahn, yaitu : Ar-Rahn (yang menggadaikan), Al-Murtahin (yang menerima gadai), Al-
Marhun/rahn (barang yang digadaikan), Al-marhun bih (utang) dan Sighat, Ijab, dan Qabul.
Syarat Rahn, yaitu : Rahin dan murtahin harus cakap dalam bertindak (baligh dan berakal), akad
tidak boleh dikaitkan dengan syarat, utang yang wajib dikembalikan kepada murtahin, dan benda
jelas dan milik sah rahin.

Serang,26-6-2021
Ketua Diskusi Sekretaris Diskusi

Indra Setiawan Indah Ratnasari


NIM 31119049 NIM31119047

Anda mungkin juga menyukai