Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

SOFT TISSUE TUMOR

A. Definisi
Soft tissue Tumor adalah benjolan atau pembengkakan abnormal
dalam tubuh, tetapi dalam artian khusus adalah benjolan yang di sebabkan
oleh neoplasma. secara klinis, di bedakan atas golongan neoplasma dan
nonneoplasma. Neoplasma dapat bersifat jinak atau ganas, neoplasma jinak
tumbuh dengan batas tegas dan tidak menyusup, tidak merusak, tetapi
membesar dan menekan jaringan sekitarnya dan umumnya tidak
bermetastasis, misalnya ganglion (Rendy & Margareth,2015).
STT adalah pertumbuhan sel baru, abnormal, progresif, dimana sel
selnya tidak tumbuh seperti kanker (Price,2006). Jadi kesimpulannya, STT
adalah Suatu benjolan atau pembengkakan yang abnormal didalam tubuh
yang disebabkan oleh neoplasma yang terletak antara kulit dan tulang.
Tumor (neoplasma) adalah suatu jaringan yang terbentuk ketika sel-
sel tubuh membelah dan tumbuh secara berlebihan di dalam tubuh.
Normalnya, pertumbuhan dan pembelahan sel sangat teratur, dimana sel-sel
baru akan diciptakan untuk menggantikan sel yang sudah tua atau untuk
menggantikan fungsinya. Sel yang rusak atau tidak diperlukan akan mati
untuk memberikan ruang kosong bagi sel pengganti baru yang sehat. Jika
keseimbangan pertumbuhan sel dan kematian terganggu, tumor bisa
terbentuk (Fitri, 2014).
B. Klasifikasi
Jika dibedakan dari jenis pertumbuhannya, tumor digolongkan
menjadi tumor jinak (benigna) dan tumor ganas (maligna).
1. Tumor Jinak
Tumor jinak adalah pertumbuhan sel tidak normal tetapi tidak
menyerang jaringan yang berdekatan, tumbuh lambat, dan tidak
berbahaya. Tumor jinak dikatakan berbahaya apabila pertumbuhannya
semakin lama menekan jaringan darah atau saraf.
Penyebab dari tumor jinak tidak diketahui sampai saat ini,
namun perkembangan dari tumor jinak diketahui mempunyai kaitannya
dengan beberapa faktor berikut ini.
a) Genetik atau faktor keturunan.
b) Faktor lingkungan seperti paparan (terekspos) dengan sinar radiasi.
c) Diet. Asupan makanan yang tidak teratur, kurangnya asupan sayur
dan buah dapat menjadi salah satu pemicu terjadinya tumor jinak di
dalam tubuh.
d) Stres. Adanya peningkatan kadar stres dapat memicu terjadinya tumor
jinak di berbagai bagian dari tubuh.
e) Trauma atau luka. Trauma atau luka pada tubuh yang tidak ditangani
dengan baik akan memicu terjadinya tumor jinak.
Pertumbuhan abnormal pada berbagai jenis jaringan juga
mempengaruhi jenis neoplasia tertentu yang terbentuk. Jenis tumor jinak
yang paling umum meliputi:
a) Lipoma
Neoplasma jinak yang berasal dari sel lemak dan paling sering
terjadi pada leher, bahu, lengan, dan punggung; tumor ini sering
diturunkan tetapi juga dapat muncul akibat dari cedera sebelumnya.
Tumbuh lambat dan berbentuk lembut, bulat, serta dapat bergerak
b) Adenoma

Neoplasma jinak yang berasal dari kelenja ratau jaringan pada


kelenjar, yang paling umum adalah tumor pada kelenjar tiroid

c) Hemangioma

Neoplas majinak yang berasal dari penumpukan pembuluh darah

d) Fibroma
Neoplasma jinak yang berasal dari jaringan ikat atauserat. Meskipun
sebagian besar tumor (neoplasma) ditandai oleh proliferasi jaringan
abnormal, beberapa mungkin muncul dalam bentuk lain, seperti kista
sebasea, radang kelenjar, hematoma, hamartoma, choristoma,
jaringan nekrotik, granuloma, dankeloid.
Pada sebagian besar kasus yang ada, penanganan tumor jinak
tidak membutuhkan penanganan yang serius. Yang biasanya dilakukan
oleh dokter adalah melakukan pengamatan pada benjolan saja, dan
melihat apakah benjolan tersebut menyebabkan gangguan lain di dalam
tubuh.
Jika pertumbuhan tumor tersebut sudah mengganggu fungsi
tubuh maka penanganan tumor jinak adalah dengan cara operasi. Tujuan
dari operasi adalah mengambil tumor dari tubuh tanpa merusak jaringan
yang ada di sekitar tumor.
2. Tumor Ganas (kanker)
Tumor ganas disebut juga kanker. Munculnya benjolan sering
dianggap sebagai gejala penyakit kanker. Kanker adalah penyakit akibat
pertumbuhan tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh normal yang
berubah menjadi sel kanker dan mempunyai sifat tumbuh secara cepat.
Penyakit ini memiliki potensi untuk menyerang dan merusak jaringan
yang berdekatan. Kondisi ini dalam istilah medis dinamakan metastasis.
Mengutip dari jurnal penelitian mengenai faktor risiko genetik
dan hormonal pada Kanker Payudara dari Universitas Pennsylvania tahun
2000 yang dilaporkan di situs  Oxford Journal, diketahui bahwa ada
hubungan riwayat keluarga dengan kejadian kanker payudara. Salah satu
faktor genetik yang diduga berhubungan dengan kanker payudara adalah
perubahan atau mutasi dari dua gen yang bernama BRCA1 dan BRCA2.
Kedua gen ini merupakan singkatan dari Breast Cancer Susceptibility
Gene 1 dan Breast Cancer Susceptibility Gene 2.
(www.jnci.oxfordjournals.org, 15 Mei 2000)
Kedua gen tersebut bermutasi dari gen awal yang dinamakan
gen BRCA yang terdapat dalam DNA berperan untuk mengontrol
pertumbuhan sel agar berjalan normal. Dalam kondisi tertentu gen BRCA
tersebut dapat mengalami mutasi menjadi BRCA1 dan BRCA2, sehingga
fungsi sebagai pengontrol pertumbuhan hilang dan memberi
kemungkinan pertumbuhan sel menjadi tak terkontrol atau timbul kanker.
Seorang wanita yang memiliki gen mutasi warisan (termasuk BRCA1
dan BRCA2) meningkatkan risiko kanker payudara.
Selain itu, kedua gen ini merupakan gen keturunan, yang fungsi
normalnya bertugas membantu mengontrol pertumbuhan sel. Mutasi dari
kedua gen tersebut erat terkait dengan kanker payudara. Wanita yang
mewarisi gen-gen ini memiliki peningkatan risiko menghadapi kanker
payudara.
Pada penelitian ini ditemukan bahwa gen BRCA1 berperan
sebagai faktor risiko penyakit kanker payudara sebanyak 15-45%.
Sedangkan gen BRCA2 memiliki peran lebih tinggi sebagai faktor risiko
penyakit kanker sebanyak 60-85%.
Oleh karena itu  wanita yang memiliki risiko tinggi kanker
payudara disertai riwayat keluarga dapat melakukan tes darah untuk
mendeteksi gen BRCA, namun perlu dipertimbangkan lebih lanjut karena
pemeriksaan tes ini memerlukan biaya yang sangat mahal hingga puluhan
juta rupiah.
C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala STT tidak spesifik. Tergantung dimana letak
tumor atau benjolan tersebut berada. Awal mulanya gejala berupa adanya
suatu benjolan dibawah kulit yang tidak terasa sakit. Hanya sedikit penderita
yang merasakan sakit yang biasanya terjadi akibat perdarahan atau nekrosis
dalam tumor, dan bisa juga karena adanya penekananpadasaraf–saraf tepi.
Tumor jinak jaringan lunak biasanya tumbuh lambat,
tidakcepatmembesar,biladirabaterasa lunak dan bila tumor digerakan relatif
masih mudahdigerakandarijaringan disekitarnya dan tidak pernah menyebar
ke tempat jauh.
Pada tahap awal, STT biasanya tidak menimbulkan gejala karena
jaringan lunak yang relatif elastis, tumor atau benjolan tersebut dapat
bertambah besar, mendorong jaringan normal. Kadang gejala pertama
penderita merasa nyeri atau bengkak.
Pada klien dengan tumor ada dua manifestasi klinis yaitu
manifestasi setempat dan sistemik, rangkumanya sebagai berikut menurut
(Utama & dkk, 2011):
a. Manifestasisetempat
Benjolan pada tumor merupakan keluhan utama yang sering
dikemukakan klien, sering kali klien meraba atau merasakan benjolan di
bagian tertentu tubuhnya. Benjolan dapat timbul di segala bagian tubuh,
yang lokasi nya dekat atau di permukaan kulit, jaringan lunak seperti
Ganglion. keluhan utama yang sering dikemukakan klien yaitu nyeri, pada
awalnya tumor biasanya tidak nyeri, namun tumor pada saraf atau
mendesak saraf didekatnya,atau bila tumor di dalam organ padat dan
tulang rangka tumbuh terlalu cepat menyebabkan kapsul organ atau
periosteum teregang.

b. Manifestasi sistemik

dengan berkembangya tumor dapat timbul gejala ini :

1) Demam

Leokosit dan sel normal dalam tubuh lainnya menghasilkan


‘patogen endogen’ yang dapat mempengaruhi hipotalamus timbul
disregulasi temparatur tubuh bereaksi alergik terhadap protein asing.

2) Penurunan berat badan, anemia, anemia progresif merupakan gejala


yang umum pada tumorganas.
3) Ikterus
Bila keluhan pasien utama adalah ikterus, pertama harus
dipikirkan kemungkinan menyebabkan desakan dan obstruksi ujung
duktus koledokus, hepatoma primer, kanker metastatik ke hati
mendesak duktus hepatikus di porta hati, juga dapat timbulikterus.
D. Patofisiologi
Perubahan yang terjadi pada sel, terutama disebabkan oleh virus,
polusi udara, makanan, radiasi, dan bahan kimia, baik bahan kimia yang
ditambahkan pada makanan, maupun bahan kimia yang berasal dari polusi.
Perubahan ini merugikan proses pembelahan sel dan sebaliknya
menguntungkan proses mutasi. Resiko terjadinya mutasi akan semakin
bertambah seiring dengan pertambahan usia, hal ini dikarenakan tubuh
seseorang yang semakin berumur bekerja tak seoptimal dulu. Inilah yang
dengan mudah bisa memicu terjadinya kesalahan pada pembelahan sel.
Satu kesalahan saja yang terjadi dalam gen bisa menyebabkan
tubuh tak lagi bisa memproduksi zat putih telur atau protein penting.
Akibatnya, ini akan memungkinkan terjadinya perubahan struktur gen dalam
skala ringan. Meski perubahan yang terjadi hanya dalam skala ringan, hal ini
sudah bisa menyebabkan sel tak bisa berfungsi sebagaimana mestinya.
Perubahan gen yang paling berbahaya adalah jika perubahan tersebut
menimpa gen dan protein yang bertugas mengontrol pertumbuhan sel-sel.
Akibatnya, dalam keadaan tertentu siklus sel-sel bisa keluar jalur, sehingga
sel-sel tersebut mengalami degradasi atau kemunduran.
Sel-sel yang gennya telah mengalami perubahan tersebut bisa
berubah menjadi sel-sel tumor. Sel-sel tumor ini tumbuh sendiri tanpa
perintah dan bisa membelah tanpa kontrol. Jika sel-sel yang rusak ini
berkembang biak, tapi tetap tinggal di satu tempat maka sel-sel ini akan
menjadi tumor baik (jinak) yang bisa dengan mudah diangkat melalui sebuah
operasi. Akan tetapi, jika sel-sel dari tumor tersebut pecah kemudian
menyebar ke tempat lain dalam tubuh lalu berkembang biak disana
(metastasis), maka sel-sel tersebut telah berubah menjadi sel-sel tumor jahat
(ganas).Benjolan kanker yang baru timbul tersebut akan memicu terjadinya
pembentukan pembuluh darah baru disekeliling benjolan. Dari pembuluh
darah inilah tumor mendapat makanan, sehingga tumor yang terletak di
tempat-tempat terpencil dalam tubuh pun bisa tumbuh.
Pathway

Arthtritis / cedera pada sendi atau tendon

Terjadi kebocoran komponen

Cairan sinovial keluar dari dalam komponen (tidak bisa masuk

kembali bersifat kental dan pekat )

Reabsobsi tubuh terganggu

Cairan sinovial menjadi sekental jelly

Saat kaki bekerja terjadi peremasan pada sendi

Benjolan terbentuk dengan tekanan yang berat


(benjolan menjadi keras sekeras tulang ganglion

Terjadi peningkatan pada komponen yang

berisi cairansinovial

Pembedahan

Defisit Nyeri akut Resiko


Pengetahuan Infeksi
E. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi setelah pembedahan soft tissue
tumor salah satu nya pada ganglion menimpulkan infeksi, kekakuan, nyeri,
bekas luka tak sedap, dan keloid selain itu terdapat keterbatasan gerak,
kerusakan serabut saraf atau pembuluh darah (Erawati & dkk, 2018).

F. Pemeriksaan Penunjang
Metode diagnosis yang paling umum selain pemeriksaan klinis
adalah pemeriksaan biopsi, bisa dapat dengan biopsi aspirasi jarum halus
(FNAB) atau biopsi dari jaringan tumor langsung berupa biopsi insisi yaitu
biopsi dengan mengambil jaringan tumor sebagian sebagai contoh bila
ukuran tumornya besar. Bila ukuran tumor kecil, dapat dilakukan biopsi
dengan pengangkatan seluruh tumor. Jaringan hasil biopsi diperiksa oleh ahli
patologi anatomi dan dapat diketahui apakah tumor jaringan lunak itu jinak
atau ganas. Bila jinak maka cukup hanya benjolannya saja yang diangkat,
tetapi bila ganas setalah dilakukan pengangkatan benjolan dilanjutkan
dengan penggunaan radioterapi dan kemoterapi. Bila ganas, dapat juga
dilihat dan ditentukan jenis subtipe histologis tumor tersebut, yang sangat
berguna untuk menentukan tindakan selanjutnya (Kaharu, 2016).
G. Penatalaksanaan Medis
Bila diagnosis sudah ditegakkan, maka penanganannya tergantung
pada jenis tumor jaringan lunak itu sendiri. Bila jinak, maka cukup hanya
benjolannnya saja yang diangkat dan tidak ada tindakan tambahan lainnya.
Bila tumor jaringan lunak hasilnya ganas atau kanker, maka pengobatannya
bukan hanya tumornya saja yang diangkat, namun juga dengan jaringan
sekitarnya sampai bebas tumor menurut kaidah yang telah ditentukan,
tergantung dimana letak kanker ini. Tindakan pengobatannya adalah berupa
operasi eksisi luas. Penggunaan radioterapi dan kemoterapi hanyalah sebagai
pelengkap, namun responsnya kurang begitu baik, kecuali untuk jenis kanker
jaringan lunak yang berasal dari otot yang disebut embrional
rhabdomyosarcoma. Untuk kanker yang ukurannya besar, setelah operasi,
ditambah dengan radioterapi. Pada kanker jaringan lunak yang sudah lanjut,
dengan ukuran yang besar, resiko kekambuhan setelah dilakukan tindakan
operasi masih dapat terjadi. Oleh karena itu setelah operasi biasanya
penderita harus sering kontrol untuk memonitor ada tidaknya kekambuhan
pada daerah operasi ataupun kekambuhan ditempat jauh berupa metastasis di
paru, liver atau tulang (Kaharu, 2016).
DAFTAR PUSTAKA
Manuaba, T.W.( 2010).Panduan Penatalaksanaan Kanker Solid, Peraboi 2010.
Jakarta : Sagung Seto
Nurarif A, H, dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda NIC-Noc, Edisi Revisi Jilid 1. Jogjakarta : Mediaction
Jogja
Potter and Perry Volume 2 .2006.Fundamental Keperawatan .Jakarta:EGC
Price, Sylvia A. (2006).Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit.
Jakarta : EGC
Reeves, J.C.(2001). Keperawatan medikal bedah. Jakarta : Salemba Medika
Sjamsuhidajat, R, Jong, W.D.(2005).Soft Tissue Tumor dalam Buku Ajar Ilmu
Bedah, Edisi 2. Jakarta : EGC
Smeltzer. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta : EGC
Weiss S.W.,Goldblum J.R.(2008).Soft Tissue Tumors.Fifth Edition. China :
MosbyElsevier

Anda mungkin juga menyukai