Anda di halaman 1dari 90

SUSUNAN PENGURUS

mm

Dewan Redaksi
Nisa Sri Wahyuni Universitas Indonesia
Olivinia Qonita Putri Universitas Indonesia
Rita Yuniatun Universitas Indonesia
Dewayan Ekowati Universitas Andalas
Puspa Rani Universitas Lambung Mangkurat
Hanifati Sharfina Universitas Lambung
Mangkurat
Board of Director
Nurul Maretia Rahmayanti
Penanggung Jawab Public
Universitas Indonesia Relation
Nining Purnawati Universitas Negeri Semarang
Penanggung Jawab
Tim Public Relation
Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan
Masyarakat Seluruh Indonesia Luh Putu Citra Dewi Universitas Udayana
(ISMKMI) Rama Tantra Sulaksa Universitas Tompotika
Luwuk
Dirga Yama Putra Universitas Andalas
Pimpinan Umum Desy Eka Universitas Muslim Indonesia
Deni Frayoga Nursuci Anwar Universitas Muslim Indonesia
Universitas Lambung Mangkurat
Rezky Aulia Universitas Muslim Indonesia

Sekretaris
Puspita Selviani Penanggung Jawab Layout
Universitas Sriwijaya
Husda Oktaviannoor Universitas Lambung
Mangkurat

Bendahara
Tim Layout
Putrisuvi Nurjannah Zalqis
Universitas Indonesia Muhammad Khairi Universitas Indonesia
Rizky Fajri Ramadhan Universitas Negeri
Semarang
Pimpinan Redaksi Rizka Amalia Universitas Diponegoro
Sari Fatul Mukaromah
Universitas Negeri Semarang

BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari-Juni 2015


MITRA BESTARI
Administrasi Kebijakan Kesehatan Reproduksi dan
Kesehatan Keluarga
dr. Fitri Indrawati, M.PH dr. Meitria Syahadatina Noor, M.Kes
Universitas Negeri Semarang Universitas Lambung Mangkurat

Syafrawati, SKM, M.Comm Health, Sc


Universitas Andalas
Gizi Kesehatan Masyarakat
Atikah Rahayu, S.KM, M.PH
Universitas Lambung Mangkurat
Epidemiologi dr. H. Engkus Kusdinar Achmad,
Lukman Fauzi, S.KM, M.PH M.PH
Universitas Negeri Semarang Universitas Indonesia

Renti Mahkota, S.KM, M.Kes


Universitas Indonesia
Promosi Kesehatan dan Ilmu
Perilaku
Kesehatan Lingkungan
Arum Siwiendrayanti, S.KM, M.Kes Dr. Zarfiel Tafal, M.PH
Universitas Negeri Semarang Universitas Indonesia

Dr. Dra. Dewi Susanna, M.Kes Fauzie Rahman, S.KM, M.PH


Universitas Indonesia Universitas Lambung Mangkurat

Keselamatan dan Kesehatan Biostatistika dan


Kerja Kependudukan
Dr. dr. L. Meily Kurniawidjaja, M.Sc, Dr. Drs. Tris Eryando, MA
Universitas Indonesia
Sp.OK
Universitas Indonesia Musafaah, S.KM, M.KM
Universitas Lambung Mangkurat
Dr. Husaini, S.KM, M.Kes
Universitas Indonesia

BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari-Juni 2015


ISSN : 2302-6448
DAFTAR ISI
Susunan Pengurus......................................................................................................................... i
Mitra Bestari.................................................................................................................................... ii
Daftar Isi............................................................................................................................................ iii
Petunjuk Penulisan ...................................................................................................................... iv
Sambutan Pimpinan Umum ..................................................................................................... xvi

Editorial
KLB/Wabah Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Pembiayaan Era JKN
Sari Fatul Mukaromah

................................................................................................................................................................................................................. 1
Aspek Budaya Orang Tua pada Anemia Remaja Putri
Deni Frayoga

.................................................................................................................................................................................................................. 6

Penelitian
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Utilisasi Rawat Inap Tingkat Lanjutan
Peserta Lansia PT. Askes (Persero) Kantor Cabang Utama Jakarta Selatan Tahun
2012
Ekaning Wedarantia, Wachyu Sulistiadi
................................................................................................................................................................................................................. 10
Korelasi antara Indeks Massa Tubuh dengan Derajat Keparahan Akne pada
Penderita Akne Vulgaris di Yogyakarta Tahun 2013
Gisca Ajeng Widya N., Kristiana Etnawati, Dwi Retno A.
.................................................................................................................................................................................................................. 29
Prevalensi dan Faktor Risiko Kejadian Diabetes Mellitus pada Wanita Dewasa di
Indonesia
Irma Nuryanti, Krisnawati Bantas
................................................................................................................................................................................................................. 39

Tinjauan Pustaka
Rancangan Buku Tuntas TB sebagai Media Promosi Kesehatan pada Pengobatan
Penderita TB Paru
Ade Aryanti Fahriani
.................................................................................................................................................................................................................. 53
Anemia Defiensi Besi pada Ibu Hamil dan Dampaknya pada Kesehatan Ibu dan Anak
Bunga Astria Paramashanti, Ratih Devi Alfiana
.................................................................................................................................................................................................................. 62

iii

BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari-Juni 2015


PETUNJUK PENULISAN
Pedoman Penulisan Artikel

Berkala Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (BIMKMI)


Indonesian Public Health Student Journal

Berkala Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (BIMKMI) adalah


publikasi per semester yang menggunakan sistem seleksi peer-review dan redaktur. Naskah
diterima oleh redaksi, mendapat seleksi validitas oleh mitra bestari, serta seleksi dan
pengeditan oleh redaktur. BIMKMI menerima artikel penelitian asli yang berhubungan
dengan dunia kesehatan masyarakat meliputi epidemiologi, kesehatan lingkungan,
keselamatan dan kesehatan kerja, administrasi dan kebijakan kesehatan, biostatistik dan
kependudukan, promosi kesehatan dan ilmu perilaku, kesehatan reproduksi, kesehatan global,
dan one health baik penelitian lapangan maupun laboratorium, berbentuk artikel
penelitian, artikel tinjauan pustaka, artikel penyegar, dan artikel laporan kasus.
Tulisan merupakan tulisan asli (bukan plagiat) dan sesuai dengan kompetensi mahasiswa
kesehatan masyarakat.

KETENTUAN UMUM :
1. Penulis merupakan mahasiswa S1, atau masih menempuh jenjang pendidikan S2
(program studi kesehatan masyarakat atau disiplin ilmu lain, dengan syarat artikel
bertema kesehatan masyarakat).
2. BIMKMI hanya memuat tulisan asli yang belum pernah diterbitkan oleh publikasi
ilmiah lain, sehingga penulis diwajibkan melampirkan surat pernyataan keaslian
artikel (form-nya dapat diunduh di web BIMKES).
3. Naskah dikirim melalui email ke alamat redaksibimkmi@bimkes.org dengan
menyertakan identitas penulis beserta alamat dan nomor telepon yang bisa
dihubungi, atau melalui laman www.bimkes.org.

JENIS-JENIS ARTIKEL DAN SUSUNANNYA


1. Penelitian Asli
Definisi: hasil penelitian asli bidang kesehatan masyarakat
Format penulisan:
 Judul penelitian
 Nama penulis, asal institusi, dan alamat korespondensi (e-mail)
 Abstrak
 Pendahuluan

iv

BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari-Juni 2015


 Metode penelitian
 Hasil penelitian
 Pembahasan atau diskusi
 Kesimpulan dan saran
 Ucapan terima kasih (opsional)
 Daftar pustaka
2. Tinjauan Pustaka (Literature Review)
Definisi: Merupakan sebuah tinjauan terhadap suatu fenomena atau ilmu dalam
dunia kesehatan, ditulis dengan memperhatikan aspek aktual dan bermanfaat bagi
pembaca.
Format penulisan:
 Judul
 Nama penulis, asal institusi, dan alamat korespondensi (e-mail)
 Abstrak
 Pendahuluan
 Pembahasan
 Kesimpulan
 Daftar pustaka
3. Artikel Penyegar
Definisi: Artikel yang bersifat bebas ilmiah, mengangkat topik-topik yang sangat
menarik dalam dunia kesehatan, memberikan human interest karena sifat
keilmiahannya, serta ditulis secara baik. Artikel bersifat tinjauan serta
mengingatkan pada hal-hal dasar atau klinis yang perlu diketahui oleh pembaca.
Format Penulisan:
 Judul
 Nama penulis, asal institusi, dan alamat korespondensi (e-mail)
 Pendahuluan
 Isi
 Kesimpulan
 Daftar pustaka
Ketiga bagian (Pendahuluan, Isi, dan Kesimpulan) tidak secara eksplisit
dipisahkan menggunakan judul-judul bagian, tetapi satu-kesatuan.
4. Laporan Kasus
Definisi: artikel tentang kasus yang menarik dan bermanfaat bagi pembaca.
Format Penulisan:
 Judul
 Abstrak
 Background

BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari-Juni 2015


 Kasus
 Pemeriksaan penunjang
 Differential diagnosis
 Tata laksana
 Outcome and follow up
 Discussion
 Take home message
 Reference
Note: laporan kasus butuh pengesahan dari supervisor atau dosen pembimbing
penulis.

PETUNJUK UMUM PENULISAN


1. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris (untuk abstrak)
dengan baik dan benar, jelas, lugas, serta ringkas.
2. Keseluruhan naskah dibuat dalam 2 kolom penulisan, kecuali bagian judul (dan
subjudul), nama penulis, dan abstrak.
3. Naskah diketik menggunakan Microsoft Word 2003 dengan ukuran kertas
A4; satu (1) spasi; dengan batas margin kiri, atas, kanan, dan bawah berturut-
turut adalah 4, 3, 3, dan 3 cm.
4. Keseluruhan naskah menggunakan format sentence case, Arial 10, regular, dan
justify; kecuali untuk judul artikel, subjudul artikel, nama penulis, judul
abstrak, judul bagian-bagian isi artikel (Pendahuluan, Metode, Hasil,
Pembahasan, Kesimpulan dan saran, Ucapan terimakasih, serta Daftar
pustaka) beserta sub bagiannya ada ketentuan tersendiri. Berikut ini
ketentuannya:
 Judul artikel: Arial 14, uppercase, bold, left
 Subjudul artikel: Arial 12, title case, bold, left
 Nama penulis, institusi, dan korespondensi: Arial 10, title case, bold,
left
 Judul Abstrak: Arial 10, uppercase, bold, center.
 Judul bagian Pendahuluan, Metode, Hasil, Pembahasan, Kesimpulan
dan saran, Ucapan terimakasih, dan Daftar pustaka: Arial 10,
uppercase, bold, left. Untuk judul sub bagian (misal sub bagian hasil)
menggunakan Arial 10, title case, bold, left.
5. Penambahan sub bagian (terutama pada hasil dan pembahasan) bergantung
pada kebutuhan pengirim naskah dengan tidak menyalahi penulisan karya tulis
ilmiah.

vi

BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari-Juni 2015


6. Ketikan diberi nomor halaman mulai dari halaman awal, dan terdiri dari atas
maksimal 15 halaman (dari halaman awal hingga lampiran [jika ada]).
7. Before and after spacing harus 0 (nol). Jarak antara akhir bagian dengan bagian
selanjutnya hanya 1 kali enter. First line indent pada penulisan awal paragraf
menjorok ke dalam 6-8 huruf (1 cm).
8. Kata asing yang belum diserap ke dalam bahasa Indonesia ditulis dengan huruf
miring (Italic).

PETUNJUK KHUSUS PENULISAN


Penulisan Judul
Judul ditulis secara singkat, jelas, dan padat yang menggambarkan isi naskah,
berjumlah maksimal 20 kata dalam bahasa Indonesia. Ditulis tanpa digarisbawahi, tidak
ditulis di antara tanda kutip, boleh menggunakan titik dua, tidak diakhiri tanda titik (.), dan
tanpa singkatan—kecuali singkatan yang lazim. Jika naskah telah disajikan dalam pertemuan
ilmiah nasional, maka dibuat keterangan berupa catatan kaki. Bila diperlukan dapat
menggunakan subjudul.

Penulisan Nama Penulis


Dibuat taat azas tanpa pencantuman gelar dan dilengkapi dengan keterangan asal
instansi atau universitas. Penulisan nama penulis dimulai dari yang memiliki peran terbesar
dalam pembuatan artikel. Penulisan asal instansi dimulai dari lingkup terkecil. Contoh:

Nurul M. Rahmayanti,1 Desri Astuti2

1Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat,


Universitas Indonesia, Depok
2Departemen Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Muhammadiyah Jakarta, Jakarta

Penulisan Abstrak
Abstrak merupakan miniatur dari artikel sebagai gambaran utama pembaca terhadap
artikel, dituliskan setelah nama penulis, dan terdiri atas maksimal 250 kata. Abstrak berisi
seluruh komponen artikel secara ringkas (pendahuluan, metode, hasil, diskusi, dan
kesimpulan) yang dibuat terstruktur (bagian pendahuluan, metode, hasil, dan kesimpulan
ditulis). Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Kata kunci maksimal 8
kata benda dari umum ke khusus, dan sebaiknya bukan merupakan hasil pemilihan
berdasarkan perulangan terbanyak dalam naskah. Abstrak Bahasa Inggris dan keyword
ditulis italic. Abstrak Bahasa Indonesia dan kata kunci ditulis tegak. Kalimat pertama

vii

BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari-Juni 2015


menyampaikan kontribusi penulis terhadap literatur dan menjelaskan perbedaan
penelitian/telaah yang dilakukan dibanding dengan artikel lain yang sudah ada. Jelaskan
mengapa penelitian dilakukan, bagaimana cara melakukannya, seberapa signifikan
kontribusi dari penelitian tersebut, dan hal apa saja yang bisa dikembangkan setelah
penelitian berakhir.

Penulisan Pendahuluan
Pada bagian pendahuluan tuliskan latar belakang dan penjelasan mengenai penelitian
terkait yang telah lebih dulu dipublikasikan (jika ada). Selain itu dijelaskan pula hal-hal
spesifik dalam penelitian. Kalimat pertama dari pendahuluan menyampaikan tujuan dari
penelitian ini untuk memberikan kontribusi pada bidang tertentu dengan melakukan atau
menemukan sesuatu.
 Kutip beberapa hasil penelitian terbaru mengenai topik yang dibahas beseta
relevansinya.
 Jelaskan mengapa menulis artikel ini dan kontribusi apa yang diberikan pada
pengembangan keilmuan
 Jelaskan kebijakan yang mungkin timbul atau implikasi yang mungkin diterapkan
sebagai hasil dari penemuan tersebut (hanya jika hal tersebut relevan)
 Jelaskan apakah penelitian mendukung atau memperluas hasil penelitian yang
sudah ada atau justru menyanggah hasil penelitian sebelumnya.

Penulisan Metodologi Penelitian atau Cara dan Bahan


Penulisan metodologi penelitian berisikan desain penelitian, tempat, dan waktu,
populasi dan sampel, teknik pengukuran data, dan analisis data. Sebaiknya menggunakan
kalimat pasif dan kalimat narasi, bukan kalimat perintah.
Ketentuan:
 Merupakan bagian penting dalam artikel
 Ketahui metode penelitian terkini yang paling sesuai untuk bidang keilmuan yang
dibahas
 Ketahui apakah jenis metode lain ternyata lebih memberikan signifikansi terhadap
hasil penelitian dibanding dengan metode penelitian lama yang digunakan.

Penulisan Hasil
Ketentuan:
 Setengah bagian dari keseluruhan artikel membahas tentang bagian ini
 Tiap tabel atau grafik harus diikuti satu paragraf yang mendeskripsikan hasil yang
tercantum dalam tabel atau grafik tersebut.

viii

BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari-Juni 2015


 Edit bagian ini berulang kali sampai penulisa yakin bahwa pembaca memahami
apa yang disampaikan di bagian ini.
 Bila diperlukan, dapat menggunakan subjudul hasil, dengan penomoran
bertingkat.
Contoh:
3. Hasil
3.1 Subjudul hasil (Titlecase, Left, Bold, Font Arial 10)
3.2.1 Sub Subjudul Hasil (Titlecase, Left, Bold, Font Arial 10)

Penulisan Pembahasan
Pembahasan merupakan bagian terpenting dari keseluruhan isi artikel ilmiah,
sehingga pada umumnya memiliki proporsi paling banyak. Fungsi pembahasan adalah
menjawab masalah penelitian atau menunjukkan pencapaian tujuan penelitian, dengan cara
menafsirkan/menganalisis hasil penelitian, juga membandingkan hasil penelitian dengan
hasil dari penelitian-penelitian yang dipakai sebagai referensi. Pada bagian ini dilakukan
juga kajian kesesuaian hasil dengan teori-teori yang dipakai. Bahas apa yang ditulis dalam
hasil, tetapi tidak mengulang hasil. Jelaskan arti kemaknaan statistik (misal p<0.001, apa
artinya?), juga kemaknaan substansi (ukuran asosiasi penyakit, misal OR atau RR), jika ada.
Tekankan aspek baru dan penting. Sertakan juga bahasan dampak penelitian dan
keterbatasannya. Bila diperlukan, dapat menggunakan subjudul pembahasan, dengan
penomoran bertingkat.

Penulisan Kesimpulan dan Saran


Kesimpulan berisikan jawaban atas pertanyaan penelitian. Kesimpulan harus
menjawab tujuan khusus. Bagian ini dituliskan dalam bentuk esai dan tidak mengandung
data angka hasil penelitian. Terdiri atas maksimal tiga paragraf yang merangkum inti hasil
penelitian dan keterbatasan penelitian, serta kemungkinan pengembangan penelitian yang
bisa dilakukan oleh pihak lain untuk mengembangkan hasil yang sudah diperoleh.
Saran berisi rekomendasi hal-hal yang perlu dilakukan oleh satu atau beberapa pihak,
berdasarkan kesimpulan yang telah diperoleh dari penelitian. Saran berorientasi pada
perbaikan situasi kesehatan masyarakat, sehingga dibuat untuk dilaksanakan melalui
advokasi, perbaikan perilaku, pembuatan kebijakan, atau penelitian berikutnya. Saran dibuat
dalam bentuk esai (dalam paragraf-paragraf) atau dalam poin-poin.

Penulisan Ucapan Terimakasih

Ucapan terimakasih bersifat opsional. Jika ditulis, maka ditujukan kepada pihak lain yang
telah membantu atau terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam penelitian.

ix

BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari-Juni 2015


Penulisan Sitasi
Penulisan sitasi menggunakan cara Vancouver dengan penomoran yang urut
berdasarkan kemunculan dalam naskah. Untuk penulisan sitasi yang berasal dari 2 sumber
atau lebih dan tidak berurutan secara lengkap, penomoran dipisahkan menggunakan koma.
Jika lebih dari 2 dan berurutan secara lengkap, maka di antara nomor awal dan terakhir
diberi tanda hubung (-). Nomor kutipan ditulis superscript dan dibuat dalam tanda kurung
siku […]
Contoh penulisan sitasi:
Cacing tanah termasuk hewan tingkat rendah karena tidak mempunyai tulang
belakang (invertebrata). Cacing tanah termasuk kelas Oligochaeta. Famili terpenting
dari kelas ini adalah Megascilicidae dan Lumbricidae.[1]
Bagi sebagian orang, cacing tanah masih dianggap sebagai makhluk yang
menjijikkan dikarenakan bentuknya, sehingga tidak jarang cacing masih dipandang
sebelah mata. Namun terlepas dari hal tersebut, cacing ternyata masih dicari oleh
sebagian orang untuk dimanfaatkan.[2,3]
Menurut sumber, kandungan protein yang dimiliki cacing tanah sangatlah
tinggi, yakni mencapai 58-78 % dari bobot kering. Selain protein, cacing tanah juga
mengandung abu, serat dan lemak tidak jenuh.[4] Selain itu, cacing tanah mengandung
auxin yang merupakan hormon perangsang tumbuh untuk tanaman. [1,3,4] Manfaat dari
cacing adalah sebagai Bahan Baku Obat dan bahan ramuan untuk penyembuhan
penyakit.[1-4] Secara tradisional cacing tanah dipercaya dapat meredakan demam,
menurunkan tekanan darah, menyembuhkan bronkitis, reumatik sendi, sakit gigi dan
tipus.

Penulisan Rumus, Tabel, dan Gambar


Rumus kimia atau matematika dituliskan seperti contoh berikut :

√A + B3 + CO2 = ∫ X2 (1)

Tabel dan gambar dapat disisipkan di tengah-tengah artikel seperti contoh ini, atau di
bagian akhir artikel. Judul tabel terletak di atas tabel. Tabel hanya menggunakan garis
horizontal sebanyak 2 atau 3 garis, tanpa menggunakan garis vertikal. Tulisan Tabel 1
ditebalkan (bold), dengan menggunakan ketentuan penomoran angka Arab (1, 2, 3 dan
seterusnya). Tiap tabel disertai narasi penjelasan, dan tunjuk keberadaan/nama tabel dalam
naskah (misal pada tabel 1).

BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari-Juni 2015


Tabel 1. Judul Tabel ( Titlecase, Arial 10, Regular, Center)
No Judul Artikel Penulis

Judul gambar terletak di bawah gambar, dengan format bold pada tulisan gambar.
Penomoran gambar menggunakan angka Arab,

Gambar 1. Judul Gambar (titlecase, Arial 10, regular, center)

Penulisan Daftar Pustaka


1. BUKU
Penulis Tunggal
Nama penulis (dibalik). Judul buku (Italic). Tempat terbit: Penerbit, Tahun terbit.
Contoh:
Frye, Northrop. Anatomy of Criticism: Four Essays. Princeton: Princeton UP, 1957.

Buku dengan penulis sama


-------------. The Secular Scripture. Cambridge: Harvard UP, 1976.
Dengan dua atau tiga orang penulis
Nama penulis 1 (dibalik), Nama penulis 2, dan Nama penulis selanjutnya. Judul buku (Italic).
Tempat terbit: Penerbit, Tahun terbit.
Contoh:
Howe, Russell Warren, dan Sarah Hays Trott. The Power Peddlers. Garden City:
Doubleday, 1977.

Marquart, James W., Sheldon Ekland Olson, dan Jonathan R. Sorensen. The Rope, the Chair,
and the Needle: Capital Punishment in Texas, 1923-1990. Austin: Univ. of Texas, 1994.

xi

BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari-Juni 2015


Lebih dari tiga penulis
Nama penulis 1 (dibalik), et al. Judul buku (Italic). Tempat terbit: Penerbit, Tahun terbit.
Contoh:
Edens, Walter, et al., Teaching Shakespeare. Princeton: Princeton UP, 1977.

Tidak ada nama penulis


Merriam-Webster’s collegiate dictionary (10th ed.). Springfield, MA: Merriam-Webster,
1993.

Editor sebagai penulis


Nama editor (dibalik), editor. Judul buku (Italic). Tempat terbit: Penerbit, Tahun terbit.
Contoh:
Harari, Josue, editor. Textual Strategies. Ithaca: Cornell UP, 1979.

Penulis dan editor


Nama penulis (dibalik). Judul buku (Italic). Editor. Nama editor. Tempat terbit: Penerbit,
Tahun terbit.
Contoh:
Malory, Thomas. King Arthur and his Knights. Editor. Eugene Vinaver. London: Oxford UP,
1956.

Penulis berupa tim atau lembaga


Nama tim atau lembaga. Judul buku (Italic). Tempat terbit: Penerbit, Tahun terbit.
Contoh:
National Institute for Dispute Resolution. Dispute Resolution Resource Directory.
Washington, D.C.: Natl. Inst. for Dispute Res., 1984.

Karya multi jilid/buku berseri


Nama penulis (dibalik). Judul buku (Italic). Jilid ke-/edisi ke-. Tempat terbit: Penerbit, Tahun
terbit.
Contoh:
Freedberg, S. J. Andrea del Sarto. Jilid kedua. Cambridge: Harvard UP, 1963.

Terjemahan
Nama penulis (dibalik). Judul buku hasil terjemahan (Italic). Penerjemah Nama penerjemah.
Tempat terbit: Penerbit, Tahun terbit. Terjemahan dari Judul buku yang diterjemah (Italic),
Tahun terbit buku yang diterjemahkan.
Contoh:

xii

BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari-Juni 2015


Foucault, Michel. The Archaeology of Knowledge. Penerjemah A. M. Sheridan Smith.
London: Tavistock Publications, 1972. Terjemahan dari L'Archéologie du savoir, 1969.

Artikel atau bab dalam buku


Nama penulis (dibalik). “judul buku”. Judul bab atau artikel (Italic). Editor Nama editor.
Tempat terbit: Penerbit, Tahun terbit. Halaman bab atau artikel dalam buku.
Contoh:
Magny, Claude-Edmonde. "Faulkner or Theological Inversion." Faulkner: A Collection of
Critical Essays. Editor Robert Penn Warren. Englewood Cliffs: Prentice-Hall, 1966. 66-78.

Artikel/istilah dalam buku referensi


Foster, John S., Jr. "Nuclear War." Encyclopedia Americana. Intl. ed. 1998.
“Ginsburg, Ruth Bader.” Who’s Who in America. 52nd ed. 1998.
“Noon.” The Oxford English Dictionary. 2nd ed. 1989.

Brosur, pamflet dan sejenisnya


Nama brosur/pamflet/sejenisnya. Tempat terbit: Penerbit, Tahun terbit.
Contoh:
Jawa Timur. Surabaya: Dinas Pariwisata Jawa Timur, 1999.

Makalah seminar, konferensi dan sejenisnya


Mann, Jill. “Chaucher and the ‘Woman Question.’” This Noble Craft: Proceedings of the Tenth
Research Symposium of the Dutch and Belgian University Teachers of Old and Middle English
and Historical Linguistics, Utrect, 19-10 January 1989. Ed. Erik Kooper. Amsterdam: Radopi,
1991.173--88.

2. SERIAL
Artikel jurnal dengan volume dan edisi
Nama penulis (dibalik). “Judul artikel.” Nama jurnal (Italic). Volume:Edisi (Tahun terbit):
Halaman.
Contoh:
Dabundo, Laura. “The Voice of the Mute: Wordsworth and the Ideology of Romantic
Silences.” Christiantity and Literature 43:1 (1995): 21-35.

xiii

BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari-Juni 2015


3. PUBLIKASI ELEKTRONIK
Buku Online
Nama penulis (dibalik). Judul buku (Italic). Editor Nama editor. Tahun terbit buku. Tanggal
dan tahun akses <link buku online>
Contoh:
Austen, Jane. Pride and Prejudice. Editor Henry Churchyard. 1996. 10 September 1998
<http://www.pemberley.com/janeinfo/prideprej.html>

Hawthorne, Nathaniel. “Dr. Heidegger’s Experiment.” Twice-Told Tales. Ed. George Parsons
Lathrop. Boston: Houghton, 1883. 1 Mar. 1998
<http://eldred.ne.mediaone.net/nh/dhe.html>

Artikel jurnal online


Nama penulis (dibalik). “Judul artikel.” Nama jurnal (Italic). (Tahun terbit artikel). Tanggal
dan tahun akses jurnal <link jurnal online>
Contoh:
Calabrese, Michael. “Between Despair and Ecstacy: Marco Polo’s Life of the Buddha.”
Exemplaria 9.1 (1997). 22 June 1998
<http://web.english.ufl.edu/english/exemplaria/calax.htm>

Artikel dalam pangkalan data online


Smith, Martin. "World Domination for Dummies." Journal of Despotry Feb. 2000: 66-72.
Expanded Academic ASAP. Gale Group Databases. Purdue University Libraries, West
Lafayette, IN. 19 February 2003. <http://www.infotrac.galegroup.com>.

Fox, Justin. “What in the World Happened to Economics?” Fortune 15 Mar. 1999: 90-102.
ABI/INFORM Global. Proquest Direct. Perpustakaan Universitas Indonesia, Depok. 23
January 2004. <http://www.proquest.com/pqdauto>.

Artikel di website
“judul artikel.” Nama website (Italic). Tahun terbit artikel. Tanggal dan tahun akses. <link
artikel online>
Contoh:
“Using Modern Language Association (MLA) Format.” Purdue Online Writing Lab. 2003.
Purdue University. 6 Februari 2003. <http://owl.english.purdue.
edu/handouts/research/r_mla.html>.

xiv

BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari-Juni 2015


Publikasi lembaga
Nama lembaga. Judul artikel (Italic). Oleh nama pemulis 1, nama penulis 2, dan seterusnya.
Tanggal publikasi. Tanggal dan tahun akses <link artikel online>
Contoh:
United States. Dept. of Justice. Natl. Inst. Of Justice. Prosecuting Gangs: A National Assessment.
By Claire Johnson, Barbara Webster, dan Edward Connors. Feb 1996. 29 June 1998
<http://www.ncjrs.org/txtfiles/pgang.txt>.
Artikel/istilah dalam koleksi referensi online
“Fresco.” Britannica Online. Vers. 97.1.1. Mar. 1997. Encyclopedia Britannica. 29 Mar.
1997 <http://www.eb.com:180>.

Telnet, FTP, dan gopher


Sowers, Henry, Miram Fields, and Jane Gurney. Online collaborative conference. 29 May
1999. Lingua MOO. 29 May 1999. <telnet://lingua.utdallas.edu:8888>.

Mathews, J. Preface. Numerical Methods for Mathematics, Science, and Engineering. 2nd ed.
N.p.: Prentice Hall, 1992. 8 June 1999. <ftp://ftp.ntua.gr/pub/netlib/textbook/index.html>.

Artikel/data dalam CD-ROM


“U.S. Population by Age: Urban and Urbanized Areas.” 1990 U.S. Census of
Population and Housing. CD-ROM. US Bureau of the Census. 1990.

Artikel jurnal dalam CD-ROM database


Angier, Natalie “Chemists Learn Why Vegetables are Good for You.” New York Times 13
Apr. 1993, late ed.: C1. New York Times On disc. CD-ROM. UMIProquest. Oct. 1993.

Artikel/istilah dalam koleksi referensi berbentuk CD-ROM


“Albratoss.” The Oxford English Dictionary. 2nd ed. CD-ROM. Oxford: Oxford UP, 1992

xv

BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari-Juni 2015


SAMBUTAN PIMPINAN UMUM
BIMKMI
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Salam Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia!


Keilmiahan bukanlah suatu hal yang menjadi momok bagi mahasiswa.
Ilmiah haruslah menjadi karakter dari seorang mahasiswa. Menulis ilmiah perlu
banyak dilakukan melalui berbagai proses belajar. Belajar menulis ilmiah harus
dilakukan dengan konsisten. Pembelajaran semacam itu dilakukan sebab
mahasiswa adalah calon ilmuwan yang berperan sebagai pelaku muda (colega
minor), yang dibimbing oleh dosen (colega mayor). Dari pembelajaran dan upaya
menulis, akan didapatkan karya-karya ilmiah yang akan lebih baik jika
dipublikasikan. BIMKMI di tahun ketiga ini menerbitkan BIMKMI Volume 3
Edisi 1. Kami berharap terbitnya edisi ini dapat memacu minat mahasiswa
kesehatan Indonesia untuk menulis ilmiah juga mempublikasikannya. Adanya
peningkatan artikel yang terpublikasi diharapkan dapat menjadi sumbangan untuk
kemajuan keilmuan kesehatan masyarakat di Indonesia.
BIMKMI pada edisi ini menerbitkan 7 artikel ilmiah yang terdiri atas 3
artikel penelitian asli, 2 artikel tinjauan pustaka, dan 2 artikel editorial. Semua
artikel telah melalui beberapa proses tahapan seleksi oleh dewan redaksi dan mitra
bestari. Terima kasih atas perhatiannya, dan mohon maaf apabila ada kesalahan
yang telah penyusun lakukan. Semoga semua yang telah dikerjakan membawa
manfaat bagi dunia pendidikan kesehatan masyarakat di Indonesia.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Banjarbaru, Februari 2015


Pimpinan Umum BIMKMI 2014-2015

Deni Frayoga

xvi

BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari-Juni 2015


KLB/WABAH DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DAN
Editorial PEMBIAYAAN ERA JKN

Sari Fatul Mukaromah1,2


1
Pimpinan Redaksi BIMKMI
2
Mahasiswa Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Negeri Semarang

Demam Berdarah Dengue (DBD) nasional, DBD belum dinyatakan KLB.


masih merupakan salah satu masalah Namun, 4 provinsi (Jawa Timur,
kesehatan masyarakat utama di Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah,
Indonesia, sebab di banyak daerah telah dan Sulawesi Tengah) sudah melaporkan
menjadi endemis. Sembilan puluh lima adanya peningkatan kasus hingga DBD
persen provinsi endemis DBD, dan setiap berstatus KLB.[6]

tahun selalu terjadi KLB (Kejadian Luar Menurut Permenkes No. 1501
Biasa) di beberapa kota.[1,2] Menurut Profil Tahun 2010, DBD termasuk salah satu
Kesehatan Indonesia, selama tahun 2013, penyakit yang berpotensi menjadi KLB.

jumlah kasus DBD di Indonesia mencapai Salah satu kriteria KLB yaitu jika terjadi
112.511, dengan Angka Kesakitan/IR kasus yang meningkat 2 kali lipat atau
(Incidence Rate) 45,85 per 100.000 lebih pada suatu periode dibandingkan
penduduk, dan jumlah kematian sebanyak periode sebelumnya.[7] KLB merupakan

871 (0,77%). Jumlah kasus di tahun kejadian kesakitan dan atau kematian
tersebut mengalami peningkatan yang dapat menjurus pada terjadinya
dibandingkan tahun 2012. Pada tahun wabah. Dengan terjadinya KLB/wabah,
2012, jumlah kasus adalah 90.245, dengan berarti terjadi peningkatan dan penyebaran
IR 37,27 per 100.000 penduduk.[3] Di tahun kasus.
2014, hingga pertengahan Desember telah KLB penting dalam bidang
terjadi 71.668 kasus DBD, dengan 641 kesehatan. Akibat penyakit sudah pasti
kematian.[4] merugikan, dan menurunkan derajat
Kemenkes telah memperkirakan, di kesehatan masyarakat. Namun, yang tidak
tahun 2015 ini, akan terjadi lonjakan kasus kalah dirasakan adalah juga dampak
DBD seiring pergantian musim kemarau ke ekonomi. Sebagai bagian dari respon
penghujan.[5] Pada waktu ini, curah hujan terhadap KLB, pemerintah meningkatkan
tinggi dan bahkan tidak menentu, sehingga surveilans penyakit, merencanakan
tempat perindukan nyamuk makin banyak, tindakan responsif, mengkoordinasikan
dan perilaku menggigit (biting rate) makin tindakan dengan pihak Pemberi Pelayanan
berkembang. Kasus DBD makin tinggi Kesehatan (PPK) atau bahkan dengan
akibat perubahan iklim, perubahan CDC (Centers for Disease Control and

kepadatan dan distribusi penduduk, Prevention), juga melayani masyarakat


perkembangan wilayah perkotaan, dan lain serta berkoordinasi dengan media.[8]
sebagainya.[1] Hingga Februari, secara Pemerintah juga memastikan semua

1
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari-Juni 2015
rumah sakit mengetahui tata laksana DBD. peserta jaminan sosial[12] Sosialisasi perlu
Semua aktivitas tersebut tentu ditata dengan baik secara bersama-sama
menimbulkan beban ekonomi.[8] agar gaung BPJS bisa dipahami,
Dalam penyelenggaraan Sistem dimengerti, dan diterima oleh
Kewaspadaan Dini KLB, terdapat masyarakat/publik.[13] Sosialisasi JKN dan
beberapa jenis kesiapsiagaan, yaitu BPJS dilakukan dengan berbagai cara.
kesiapsiagaan terhadap SDA dan SDM, Beberapa Puskesmas dalam situsnya
sistem konsultasi dan referensi, sarana menginformasikan JKN dan BPJS dengan
penunjang dan anggaran biaya, strategi menggunakan format FAQ (Frequently
dan tim penanggulangan KLB, serta Asked Question). Sebuah grup di media
jejaring tim penanggulangan KLB sosial juga terbentuk sebagai sarana
kabupaten/kota, provinsi, dan pusat.[9] berbagi informasi terbaru tentang
Terkait kesiapsiagaan terhadap sarana pelaksanaan JKN di berbagai daerah.
penunjang dan anggaran biaya, anggaran Cara-cara mudah dan praktis itu relatif
biaya dalam jumlah memadai harus dapat membantu masyarakat. Jika
diadakan jika terjadi KLB. masyarakat mengetahui manfaat BPJS
Pembiayaan wabah ditanggung oleh beserta ketentuannya secara
pemerintah melalui APBD, tanpa menutup komprehensif, diharapkan tidak ada lagi
kemungkinan diterimanya bantuan dari kebingungan akibat kesan tumpang-tindih
berbagai pihak. Hal ini didasarkan pada penjaminan suatu layanan antara
Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun pemerintah dan BPJS, termasuk tentang
1991.[10] Pada beberapa daerah, jaminan kasus KLB DBD.
pembiayaan diintegrasikan dengan Salah satu ihwal pembiayaan BPJS
manfaat yang diperoleh dari Jamkeskot, yang berhubungan dengan kasus DBD
dana Gakin, dan program asuransi sosial adalah bahwa layanan mungkin diberikan
daerah lainnya. meskipun pasien tidak berobat di PPK
Seperti diketahui era JKN (Jaminan yang bekerjasama dengan BPJS, untuk
Kesehatan Nasional) telah dimulai sejak 1 selanjutnya dilakukan penggantian biaya
Januari 2014. BPJS (Badan oleh BPJS, jika kasus berada pada kondisi
Penyelenggara Jaminan Sosial) men-cover darurat medis.[14] DBD masuk kriteria
pembiayaan layanan pengobatan penyakit, penyakit gawat darurat medis karena
namun tidak jika dalam situasi KLB dan kasusnya berpotensi parah (Dengue
wabah. BPJS juga tidak men-cover Shock Syndrom) atau berkembang dengan
layanan yang merupakan program komplikasi, meskipun penyakit ini pada
pemerintah/dibiayai oleh pemerintah.[11] dasarnya bersifat self limiting disease
Sosialisasi merupakan salah satu (hanya membutuhkan perawatan suportif-
langkah awal yang dilaksanakan dalam simtomatif, jika tata laksana dilakukan
penerapan suatu jaminan sosial, terutama secara dini dan tepat).
sosialisasi tentang hak dan kewajiban

2
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari-Juni 2015
Upaya kontrol dan pencegahan preventif dan promotif), maka masyarakat
terhadap suatu penyakit dalam rangka dapat memanfaatkan layanan tersebut.
menurunkan jumlah kasus di populasi Dalam praktiknya, layanan penyuluhan
dapat dilakukan melalui faktor diagnostik, perorangan mungkin diberikan tenaga
etiologik, dan prognostik.[15] Faktor medis kepada pasien ketika berobat.
diagnostik dan etiologik erat berhubungan Seperti apapun bentuknya, karena
dengan upaya preventif (pencegahan) dan memang sudah diatur oleh Kemenkes,
promotif. Berkaitan dengan upaya masyarakat berhak atas layanan preventif
pencegahan penyakit beserta dan promotif. Lebih jauh, dengan
pembiayaannya, BPJS tidak hanya terlaksananya layanan kesehatan preventif
menjamin layanan kuratif (pengobatan) dan promotif, masyarakat dan pihak-pihak
dan rehabilitatif, namun juga preventif lain akan makin terbiasa dengan
(pencegahan) dan promotif. Jaminan paradigma sehat. Akhirnya, diharapkan
layanan preventif dan promotif yang juga pepatah klasik mencegah lebih baik
dimaksud berupa penyuluhan kesehatan daripada mengobati “hidup” kembali
perorangan (minimal tentang pengelolaan sekaligus menjadi prinsip masyarakat.
faktor risiko penyakit dan Perilaku Hidup DBD adalah salah satu penyakit
Bersih dan Sehat [PHBS]), skrining menular yang harus diwaspadai oleh
penyakit, KB, dan imunisasi dasar.[11] masyarakat dan pemerintah. Meskipun di
KLB dan wabah DBD dihindari era JKN ini BPJS tidak menjamin
dengan melaksanakan Sistem pembiayaan pengobatan pasien dalam
Kewaspadaan Dini (SKD) dan situasi KLB/wabah, namun masyarakat
pengendalian vektor yang baik, terpadu, masih dapat memanfaatkan jenis layanan
dan berkesinambungan.[1] Pengendalian lain yang mengantarkan mereka pada
vektor—dalam hal ini nyamuk—dilakukan paradigma pentingnya upaya promosi
melalui kegiatan PSN. Menurut Tjandra kesehatan dan pencegahan penyakit, di
Yoga Aditama, 4 hal penting dalam samping pengobatan dan rehabilitasi
pengendalian DBD adalah penyuluhan penyakit. Semua upaya yang dilakukan
kesehatan, penemuan dini dan tata diharapkan dapat menjadi sarana bagi
laksana kasus yang baik di fasilitas tercapainya derajat kesehatan masyarakat
pelayanan kesehatan, PSN yang yang lebih tinggi.
merupakan salah satu indikator PHBS,
serta pengembangan vaksin DBD.[16]] DAFTAR PUSTAKA
Pencegahan primer (penyuluhan dan PSN) 1. Pusat Data dan Surveilans
termasuk upaya promotif dan preventif. Epidemiologi. “Demam Berdarah
PSN dapat digencarkan melalui promosi Dengue di Indonesia tahun 1968-
kesehatan (penyuluhan). 2009.” Buletin Jendela Epidemiologi 2
Sebagaimana telah disebutkan (2009). 10 Februari 2015.
(bahwa BPJS juga menjamin layanan <http://www.depkes.go.id/download.p

3
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari-Juni 2015
hp?file=download/pusdatin/buletin/bul Pusat Komunikasi Publik Sekretariat
etin-dbd.pdf> Jenderal Kementerian Kesehatan RI
2. LKBN ANTARA. Menkes: pergantian 2015. Kemenkes RI. 3 Februari 2015.
musim rawan penyakit menular. Oleh 13 Februari 2015.
Arie Novarina. 3 Februari 2015. 13 <http://www.depkes.go.id/article/view/
Februari 2015. 15020600001/secara-nasional-dbd-
<http://www.antaranews.com/berita/4 belum-masuk-kategori-klb.html>
77948/menkes-pergantian-musim- 7. Permenkes RI
rawan-penyakit- No.1501/MENKES/PER/2010 tentang
menular?utm_source=related_news& Jenis penyakit menular tertentu yang
utm_medium=related&utm_campaign dapat menimbulkan wabah dan
=news> penanggulangannya. 10 Februari
3. Kementerian Kesehatan Republik 2015.
Indonesia. Profil Kesehatan <http://www.hukor.depkes.go.id/up_pr
Indonesia, 2013. 1 Januari 2015. od_permenkes/PMK%20No.%201501
<http://www.depkes.go.id/resources/d %20ttg%20Jenis%20Penyakit%20Me
ownload/pusdatin/profil-kesehatan- nular%20Tertentu%20Yang%20%20
indonesia/profil-kesehatan-indonesia- Menimbulkan%20Wabah.pdf>
2013.pdf> 8. Ortega-Sanchez, Ismael R., et al.
4. Kementerian Kesehatan Republik “The economic burden of sixteen
Indonesia. Demam berdarah biasanya measles outbreaks on United
mulai meningkat di Januari. Oleh States public health departments in
Pusat Komunikasi Publik Sekretariat 2011.” Vaccine 32 (2014): 1311-17.
Jenderal Kementerian Kesehatan RI. February 10 2015.
8 Januari 2015. 13 Februari 2015. <http://www.sciencedirect.com/scienc
http://www.depkes.go.id/article/view/1 e/article/pii/S0264410X13013649>
5011700003/demam- 9. Permenkes No
berdarahbiasanya-mulai-meningkat- 949/Menkes/SK/VIII/2004 tentang
di-januari.html> Pedoman penyelenggaraan sistem
5. LKBN ANTARA. Kemenkes siap kewaspadaan dini KLB. 10 Februari
mengantisipasi penyakit DBD. Oleh 2015.
Ruslan Burhani. 27 November 2014. <http://www.hukor.depkes.go.id/up_pr
13 Februari 2015. od_permenkes/PMK%20No.%20949
<http://www.antaranews.com/berita/4 %20ttg%20Pedoman%20Penyelengg
66519.kemenkes-siap- araan%20Sistem%20Kewaspadaan%
mengantisipasi-penyakit-dbd> 20Dini%20KLB.pdf>
6. Kementerian Kesehatan Republik 10. Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun
Indonesia. Secara nasional, DBD 1991 tentang Penanggulangan wabah
belum masuk kategori KLB. Oleh penyakit menular. 10 Februari 2015.

4
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari-Juni 2015
<http://www.hukor.depkes.go.id/up_pr 14. Badan Penyelenggara Jaminan
od_pp/PP%20No.%2040%20Th%201 Sosial. Panduan praktis penjaminan
991%20ttg%20Penanggulangan%20 pelayanan kesehatan darurat medis di
Wabah%20Penyakit%20Menular.pdf fakes yang tidak bekerjasama dengan
11. Badan Penyelenggara Jaminan BPJS Kesehatan.
Sosial. Buku pegangan sosialisasi 15. Wahyono, Tri Y.M., dkk. “Faktor-faktor
JKN dalam SJSN. 10 Februari 2015. yang berhubungan dengan kejadian
<http://www.depkes.go.id/resources/d DBD dan upaya penanggulangannya
ownload/jkn/buku-pegangan- di Kecamatan Cimanggis, Depok,
sosialisasi-jkn.pdf> Jawa Barat.” Buletin Jendela
12. Balqis. “Kesiapan badan Epidemiologi 2 (2009): 35-47. 10
penyelenggara kesehatan dalam Februari 2015.
menghadapi Jaminan Kesehatan <http://www.depkes.go.id/download.p
Nasional.” Jurnal AKK 2.3 (2013). 13 hp?file=download/pusdatin/buletin/bul
Februari 2015. etin-dbd.pdf>
<http://journal.unhas.ac.id/index.php/j 16. Pusat Komunikasi Publik Kementerian
adkkm/article/view/924/805> Kesehatan RI. 2014. “DBD dan
13. BPJS. Strategi komunikasi dan chikungunya.” Mediakom 49 (2014):
rencana aksi nasional sosialisasi, 23.
edukasi, dan advokasi penyiapan
pelaksanaan BPJS. 2013.

5
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari-Juni 2015
bioavailabilitas zat besi rendah sehingga
Editorial ASPEK BUDAYA
jumlah
ORANG TUA PADA ANEMIA
REMAJA PUTRI

Deni Frayoga1,2
1
Pimpinan Umum BIMKMI
2
Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran, Universitas Lambung Mangkurat

Remaja merupakan fase peralihan zat besi yang diserap oleh tubuh kurang.[4]
dari anak-anak menuju dewasa. Pada fase Secara nasional, pada tahun 2013,
ini remaja cenderung masih belum proporsi penduduk berusia lebih dari 1
memiliki kematangan mental, sehingga tahun yang mengalami anemia mencapai
masih bersikap labil. Remaja putri 21,7%. Pada kelompok anak usia sekolah
mengalami proses kematangan seksual (5-14 tahun) sebesar 26,4%, dan pada
yang ditandai berbagai gejala, salah kelompok remaja (15-24 tahun) sebesar
satunya adalah menstruasi. Pada fase ini 18,4%. Berdasarkan jenis kelamin,
remaja putri rentan mengalami masalah perempuan lebih banyak mengalami
kesehatan reproduksi baik secara mental anemia dibandingkan laki-laki, yaitu
maupun fisik seperti halnya anemia 23,9%, sedangkan laki-laki 18,4%.
pada.[1] Menurut tempat tinggal, anemia lebih
Remaja putri termasuk golongan banyak dialami oleh penduduk yang
rawan menderita anemia karena berada tinggal di perdesaan (sebesar 22,8%),
dalam masa pertumbuhan, dan setiap sedangkan di daerah perkotaan sebesar
bulan mengalami menstruasi yang 20,6%.[5]
menyebabkan kehilangan zat besi.[2] Berdasarkan fakta di lapangan,
Penyebab anemia salah satunya adalah anemia pada remaja putri banyak
asupan yang tidak mencukupi. Asupan zat dipengaruhi oleh beberapa faktor, di
gizi sehari-hari sangat dipengaruhi oleh antaranya faktor status kesehatan, riwayat
kebiasaan makan. Salah satu faktor yang medis, dan aspek budaya. Aspek budaya
mempengaruhi kebiasaan makan remaja menurut Koentjaraningrat terdiri atas 7
adalah pengetahuan.[3] Pengetahuan yang aspek, di antaranya sistem religi atau
kurang menyebabkan remaja memilih kepercayaan, sistem pendidikan dan
makan di luar atau hanya mengkonsumsi pengetahuan, sistem mata pencaharian,
makanan yang kurang kandungan gizinya. sistem teknologi dan peralatan hidup,
Penyebab lain adalah kurangnya bahasa, kesenian, dan sistem organisasi
kecukupan makan dan kurangnya kemasyarakatan. Aspek budaya
konsumsi sumber makanan yang merupakan hal mendasar yang menjadi
mengandung zat besi. Selain itu bisa juga faktor risiko kejadian anemia.
terjadi konsumsi makan cukup, tetapi Sistem religi dan kepercayaan
makanan yang dikonsumsi memiliki kaitannya dengan anemia adalah terkait

6
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari-Juni 2015
makanan tabu. Masyarakat mengenal lamanya waktu yang dipergunakan
makanan tabu seperti telur, sementara seorang ibu untuk bekerja di dalam dan di
makanan yang dianggap tabu tersebut luar rumah, serta jarak tempat kerja dapat
adalah yang mengandung zat besi atau mempengaruhi menu makanan dalam
folat yang dapat mencegah terjadinya keluarganya.[7] Orang tua dengan mata
anemia. Selain anggapan tabu pada pencaharian tetap, sekalipun rendah
makanan yang bermanfaat bagi pendapatannya tetapi setidaknya
pencegahan anemia, juga termasuk memberikan jaminan sosial keluarga yang
kepercayaan yang mengharuskan lebih aman jika dibandingkan orang tua
mengkonsumsi teh atau kopi yang dapat dengan pekerjaan dan penghasilan yang
menghambat penyerapan zat besi. tidak tetap.[4] Pola konsumsi pangan
Sistem pendidikan dan pengetahuan secara makro berhubungan dengan hukum
orang tua merupakan faktor risiko kejadian ekonomi. Semakin meningkat pendapatan
anemia pada remaja. Pengetahuan keluarga, semakin beraneka ragam pola
merupakan hasil tahu, dan ini terjadi konsumsinya, sehingga dapat mencegah
setelah orang melakukan penginderaan terjadinya anemia pada remaja putri.[8]
terhadap suatu objek tertentu. Aspek bahasa adalah alat atau
Pengetahuan atau kognitif merupakan perwujudan budaya yang digunakan
domain yang sangat penting untuk manusia untuk saling berinteraksi atau
terbentuknya tindakan seseorang (overt berkomunikasi, baik lewat tulisan, lisan
behavior). Notoatmodjo dalam Frayoga maupun gerakan (bahasa isyarat). Fungsi
(2014), menyatakan bahwa ternyata bahasa secara umum adalah sebagai alat
perilaku yang didasari oleh pengetahuan untuk berekspresi, berkomunikasi, alat
lebih baik daripada perilaku yang tidak berintegrasi, dan adaptasi sosial.
didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan Sehingga, bahasa berhubungan dengan
seseorang dipengaruhi oleh faktor penting, cara masyarakat memahami informasi-
yaitu pendidikan. Penelitian yang dilakukan informasi mengenai anemia.[9] Dalam
oleh penulis di Kabupaten Banjar masalah anemia remaja putri, aspek
Kalimantan Selatan menyimpulkan bahwa bahasa berkaitan dengan informasi yang
tingkat pendidikan orang tua diberikan oleh petugas kesehatan.
mempengaruhi pengetahuan terkait Penggunaan bahasa yang sulit dipahami
masalah gizi (terutama anemia), semakin oleh masyarakat akan menghambat
tinggi tingkat pendidikan maka semakin proses transfer knowledge dari petugas
baik pengetahuan. Pengetahuan orang tua kesehatan kepada masyarakat.
membentuk pola perilaku dan kebiasaan Aspek kesenian mengacu pada nilai
dalam penyajian pangan bagi putrinya keindahan (estetika) yang berasal dari
serta pengawasan konsumsi pangannya.[6] ekspresi hasrat manusia akan keindahan
Pekerjaan seseorang yang yang dinikmati oleh panca indera.[10] Gaya
mempengaruhi besarnya pendapatan, hidup merupakan merupakan salah satu

7
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari-Juni 2015
perwujudan dari aspek kesenian. Gaya 1. Edukasi pada orang tua dan
hidup mempengaruhi pola makan dan remaja mengenai gizi dan
pemilihan jenis makanan. Kebiasaan anemia.
memberikan makanan orang tua kepada 2. Pendekatan pada tokoh agama
putrinya berupa makanan instan atau junk terkait budaya tabu makanan
food merupakan faktor risiko anemia pada yang berkembang di
remaja putri. masyarakat, sehingga tidak ada
Teknologi dan peralatan kesehatan makanan sehat yang dianggap
adalah sarana prasarana yang diperlukan tabu oleh masyarakat.
untuk tindakan pelayanan, meliputi 3. Meningkatkan fasilitas
ketersediaan, keterjangkauan ekonomi, pelayanan kesehatan di tingkat
keterjangkauan psikososial, dasar dan menambah tenaga
keterjangkauan fisik, keterjangkauan kesehatan di Puskesmas untuk
ekonomi, keterjangkauan pengetahuan, memenuhi kebutuhan
dan kualitas alat.[9] Pelayanan kesehatan pelayanan kesehatan
yang merupakan bagian dari sistem masyarakat.
peralatan hidup dan teknologi, menjadi 4. Penggunaan bahasa oleh
salah satu faktor penyebab anemia.[10] tenaga kesehatan yang mudah
Saat ini rasio tenaga kesehatan terhadap dipahami oleh masyarakat saat
jumlah penduduk Indonesia masih memberikan KIE maupun
sebesar 0,004. Selain itu, ketersediaan penyuluhan kepada masyarakat.
media promosi kesehatan juga masih
DAFTAR PUSTAKA
minim.[11]
1. Soetjiningsih. Tumbuh kembang
Masalah anemia pada remaja putri
remaja dan permasalahannya.
selain dipengaruhi oleh faktor klinis dan
Jakarta: Sagung Seto, 2004.
nutrisi, juga dipengaruhi oleh faktor
2. Arisman, MB. Gizi dalam daur
mendasar yaitu aspek budaya pada orang
kehidupan. Jakarta: Penerbit Buku
tua remaja putri. Aspek budaya tersebut
Kedokteran EGC, 2004.
mengacu pada teori Koentjaraningrat
3. Khomsan A, dkk. Pengantar pangan
yaitu sistem religi, pengetahuan dan
dan gizi. Jakarta: Penebar Swadaya,
pendidikan, mata pencaharian, bahasa,
2003.
kesenian, dan peralatan hidup.
4. Satyaningsih. Anemia gizi pada
Melihat permasalahan tersebut,
remaja putri SMK Amaliyah Sekadau
maka perlu intervensi preventif yang
Kalimantan Barat Tahun 2007.
ditarik ke sektor hulu pada 7 aspek
Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan
budaya tersebut. Intervensi tersebut dapat
Masyarakat Universitas Indonesia,
dilakukan melalui:
2007.

8
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari-Juni 2015
5. Laporan riset kesehatan dasar 2013. 9. Sirojudin D. Hubungan karakteristik
Jakarta: Badan Penelitian responden dan pola konsumsi
Pengembangan Kesehatan, 2013. makanan dengan kejadian anemia
6. Frayoga D. Kajian budaya orang tua pada remaja putri di SMUN 1 Cilaku
terhadap kejadian anemia remaja Kabupaten Cianjur Tahun 2006
putri di wilayah Kabupaten Banjar. (analisis data sekuder). Skripsi.
Banjarbaru: FK UNLAM, 2014. Depok: Fakultas Kesehatan
7. Hellmund A., et al. “Masked anemia Masyarakat Universitas Indonesia,
due to cardiac tamponade in a 2006.
hydropic fetus caused by placental 10. Nursari D. Gambaran kejadian
chorioangioma”. Ultrasound in anemia remaja putri SMP Negeri 18
Obstetrics & Gynecology 39:4 (2012): Kota Bogor Tahun 2009. Skripsi.
479-480. Bogor: UIN Syarif Hidayatullah, 2010.
8. Harahap YN. Pengaruh budaya 11. Data SDM Kesehatan yang
akseptor KB terhadap penggunaan didayagunakan di Fasilitas Pelayanan
kontrasepsi IUD di Kecamatan Pantai Kesehatan (Fasyankes). 12 Februari
Labu Kabupaten Deli Sedang: Tesis. 2015.
Medan: Universitas Sumatera Utara, <http://www.bppsdmk.depkes.go.id/sd
2012. mk/rekap.php>

9
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari-Juni 2015
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
Penelitian UTILISASI RAWAT INAP TINGKAT LANJUTAN PESERTA
LANSIA PT ASKES (PERSERO) KANTOR CABANG UTAMA
JAKARTA SELATAN TAHUN 2012
Ekaning Wedarantia1, Wachyu Sulistiadi2
1
Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Indonesia, Depok
2
Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Indonesia, Depok

ABSTRAK

Pendahuluan: Proses menua (aging) yang secara alamiah terjadi pada penduduk lansia
secara bertahap akan mengakibatkan penurunan daya tahan tubuh dan kerentanan
terhadap penyakit. Akibatnya, biaya pelayanan kesehatan juga meningkat. Penelitian ini
bertujuan untuk menguji faktor-faktor yang berhubungan dengan utilisasi (besaran klaim)
rawat inap tingkat lanjutan peserta lansia di PT Askes (Persero) Kantor Cabang Utama
Jakarta Selatan tahun 2012.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional. Pengumpulan data
dilakukan dengan mengisi daftar isian data sekunder yang berupa data register klaim.
Total sampel penelitian adalah 3.203 klaim register. Analisis data berupa analisis bivariat
dengan memakai uji Chi Square dan multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik
ganda model prediksi.
Hasil: Diagnosis, lama hari rawat, jenis rumah sakit, dan kelas perawatan berhubungan
dengan utilisasi masing-masing dengan p-value 0,009, 0,001, 0,001, dan 0,001.
Sedangkan umur, jenis kelamin, dan status kepesertaan tidak memiliki hubungan yang
signifikan dengan utilisasi rawat inap tingkat lanjutan peserta lansia.
Kesimpulan: Diagnosis, lama hari rawat, jenis rumah sakit, dan kelas perawatan
mempunyai hubungan yang signifikan dengan utilisasi (besaran klaim) rawat inap tingkat
lanjutan peserta lansia. Faktor yang paling berpengaruh terhadap besaran klaim adalah
diagnosis.

Kata kunci: Utilisasi (besaran klaim), Rawat inap, Lansia.

ABSTRACT

Introduction: Aging process that naturally occurs in the elderly population will gradually
result in decreased body resistance. Decrease of the immune system to a certain degree
can lead a person to be susceptible or prone to various diseases that increase the cost of
health care. This research propose to examine factors associated with utilization (claim)
of elderly’s secondary care inpatient at PT Askes (Persero) primary branch office at South
Jakarta in 2012.
Methods: This research applied cross sectional design. Data were collected from
secondary sources, for example claim register data. Total sample was 3,203 claims
register. Analysis of data is a bivariate analysis using Chi Square test, and multivariate
analysis using multiple logistic regression with prediction model.
Results: Diagnosis, length of stay, type of hospitals, and the class of treatment have
significant relation with the utilization of elderly’s secondary care inpatient each with p-
value 0,009; 0,001; 0,001 and 0,001. The result of the research shows that age, sex, and
membership status do not have significant relation with the utilization of elderly’s
secondary care inpatient.

10
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
Conclusion:. Diagnosis, length of stay, type of hospitals, and the class of treatment have
significant relation with the utilization of elderly’s secondary care inpatient. The most
influential factor of utilization is diagnosis

Keywords: Utilization (claim), Inpatient, Elderly.

1. PENDAHULUAN lansia secara bertahap akan


Laju pertumbuhan ekonomi, mengakibatkan daya tahan tubuh makin
kemajuan diagnosis, dan terapi di bidang menurun. Penurunan daya tahan tubuh
kedokteran mengakibatkan peningkatan tersebut hingga tingkat tertentu dapat
angka harapan hidup penduduk Indonesia. mengakibatkan lansia menjadi rentan atau
Hal ini berakibat pada peningkatan jumlah mudah terserang berbagai penyakit.[4]
penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia Penduduk lansia yang semakin
yang berumur di atas 60 tahun. banyak mempunyai risiko sakit yang
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) semakin tinggi. Mereka memerlukan
memperkirakan Indonesia akan menjadi dukungan institusional secara formal
salah satu negara dengan ledakan jumlah dalam pembiayaan kesehatan agar tidak
lansia tertinggi di seluruh dunia yaitu terkena beban biaya katastropik. Lansia
sekitar 414% dalam kurun waktu 35 tahun membutuhkan proteksi dalam bentuk
pada periode tahun 1990-2025.[1] jaminan sosial ataupun asuransi.[5] Sampai
Pada tahun 2025, Indonesia dengan tahun 2011, jumlah peserta PT
diperkirakan menjadi negara dengan Askes (Persero) mencapai 16.482.331
jumlah penduduk lansia terbanyak kelima orang, dan 27,5% di antaranya berusia
di seluruh dunia setelah China, India, lebih dari 56 tahun, hingga mengubah
Amerika Serikat, dan Jepang.[2] Proporsi komposisi kelompok usia peserta PT
penduduk lansia di Indonesia pada tahun Askes (Persero). Sebelumnya, dari data
2012 diperkirakan sekitar 8,0%. Dengan kepesertaan PT Askes (Persero) pada
capaian angka tersebut, tampak bahwa tahun 2008, bila dibandingkan dengan
pada tiap dekade sejak tahun 1990 terjadi tahun 1998, ada pergeseran proporsi
peningkatan ±1% proporsi lansia, sebab peserta kelompok umur di atas 50 tahun
proporsi pada tahun 1990 dan 2000 secara (usia tua makin mendominasi). Kondisi
berturut-turut adalah 5,8% dan 7,4%.[1] demografis kepesertaan PT Askes
Sementara itu, pada tahun 2012 penduduk (Persero) yang demikian berakibat secara
lanjut usia (30%) telah melebihi penduduk langsung pada perubahan pemanfaatan
balita (7%).[3] (utilisasi) pelayanan kesehatan, baik
Kesehatan bagi penduduk lansia pelayanan Rawat Jalan Tingkat Lanjutan
mempunyai arti penting guna (RJTL) maupun Rawat Inap Tingkat
mempertahankan kelangsungan Lanjutan (RITL) di rumah sakit, sekaligus
kehidupannya. Proses menua (aging) yang mengakibatkan terjadinya peningkatan
secara alamiah terjadi pada penduduk biaya pelayanan kesehatan secara

11
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
bermakna. Tahun 1998, angka Rawat Jalan Tingkat Lanjutan lansia
pemanfaatan RJTL sebesar 30,47 persen, sebesar Rp14.728.360.500,00 dan total
sementara pada tahun 2008 meningkat biaya Rawat Inap Tingkat Lanjutan
hingga 47,22 persen. Pada tahun 1998, sebesar Rp32.051.161.500,00. Biaya RITL
angka pemanfaatan RITL hanya sekitar lansia ini menghabiskan 45,87% dari total
2,65 persen namun kemudian meningkat biaya RITL PT Askes (Persero) Kantor
secara bermakna menjadi 5,04 persen Cabang Utama Jakarta Selatan tahun
pada tahun 2008. Penyerapan biaya RJTL 2012.[6]
dan RITL ini terjadi pada kelompok usia di Oleh karena itu, dalam penelitian ini
atas 50 tahun yang mencapai lebih dari 70 akan dianalisis faktor-faktor yang
persen total biaya.[6] berhubungan dengan utilisasi (besaran
PT Askes (Persero) Kantor Cabang klaim) rawat inap tingkat lanjutan peserta
Utama Jakarta Selatan merupakan salah lansia PT Askes (Persero) Kantor Cabang
satu Kantor Cabang Utama yang Jakarta Selatan tahun 2012.
mempunyai jumlah peserta terbesar kedua
2. METODE
setelah Jakarta Timur di wilayah DKI
Jenis penelitian yang dilakukan
Jakarta, yaitu 213.747 hingga bulan
bersifat deskriptif-analitik dengan desain
Februari 2013. Namun, untuk persentase
cross sectional atau potong lintang.
proporsi kepesertaan Askes terhadap
Penelitian ini menggunakan pendekatan
jumlah penduduk, PT Askes (Persero)
kuantitatif yang bertujuan untuk
Jakarta Selatan mempunyai angka lebih
mengetahui faktor yang paling
besar daripada PT Askes (Persero)
berhubungan dengan utilisasi (besaran
Jakarta Timur. Selain itu, 35% dari total
klaim) rawat inap tingkat lanjutan peserta
peserta PT Askes (Persero) Jakarta
lansia PT Askes (Persero) Kantor Cabang
Selatan berusia di atas 60 tahun. Tren
Utama Jakarta Selatan tahun 2012.
pembiayaan rawat jalan baik tingkat
Lokasi penelitian ini adalah PT
pertama (RJTP) maupun tingkat lanjutan
Askes (Persero) Kantor Cabang Utama
(RJTL) cenderung lebih tinggi
Jakarta Selatan yang beralamat di Jalan
dibandingkan biaya rawat inap tingkat
Raya Pasar Minggu Nomor 17, Jakarta
pertama (RITP) dan tingkat lanjutan
Selatan. Penelitian ini dilakukan pada
(RITL). Namun perbedaan ini tidak terlalu
Januari-Juni 2013 dengan mengambil data
jauh. Total biaya rawat jalan PT Askes
sekunder berupa klaim register tahun 2012
(Persero) Kantor Cabang Utama Jakarta
yang telah terkomputerisasi.
Selatan pada tahun 2012 sebesar
Populasi dalam penelitian ini adalah
Rp76.894.384.448,00 sedangkan total
semua peserta klaim rawat inap tingkat
biaya rawat inapnya sebesar
lanjutan peserta lansia PT Askes (Persero)
Rp69.861.666.991,00. Pada kelompok
Kantor Cabang Utama Jakarta Selatan
lansia (>60 tahun) biaya RITL lebih besar
tahun 2012 berjumlah 4.329 klaim register.
dibandingkan biaya RJTL. Total biaya

12
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
Peneliti melakukan pengecekan kembali 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
dan mengeluarkan data yang ganda 3.1 Analisis Bivariat Variabel Umur,
Jenis Kelamin, Status Kepesertaan,
sehingga total data klaim register peserta
Jenis RS, Kelas Perawatan, dan
lansia sebanyak 3.206. Seluruh data Lama Hari Rawat dengan Utilisasi
(Besaran Klaim)
sekunder dari klaim register rawat inap
Berikut hasil analisis statistik
tingkat lanjutan peserta lansia PT Askes
terhadap variabel independen dan variabel
(Persero) Kantor Cabang Utama Jakarta
dependen. Pengelompokan besaran klaim
Selatan tahun 2012 yang berjumlah 3.206
menjadi dua kelompok (yaitu
klaim register menjadi sampel, dan telah
≤Rp3.990.500,00 dan >Rp3.990.500,00)
memenuhi besar sampel minimal, yaitu
didasarkan pada nilai median karena data
1.012 data.
besaran klaim terdistribusi tidak normal
Jenis data yang digunakan adalah
data sekunder berupa register klaim yang
telah terkomputerisasi. Data sekunder ini
kemudian diolah peneliti sehingga menjadi
data primer. Ada tujuh variabel independen
(umur, jenis kelamin, pekerjaan, tipe PPK
(Pemberi Pelayanan Kesehatan), status
kepesertaan, diagnosis, dan lama hari
rawat), serta variabel dependen yaitu
besaran klaim.
Tahapan pengolahan data meliputi
penyuntingan data, pengelompokan data,
pengkodean data, proses data, dan
pembersihan data kemudian dilanjutkan
analisis data. Tujuan analisis data ini
adalah untuk menyederhanakan atau
meringkas kumpulan data hasil
pengukuran, sehingga kumpulan data
tersebut berubah menjadi informasi yang
berguna.
Analisis yang digunakan adalah
analisis univariat, analisis bivariat dengan
menggunakan uji Chi-Square, dan analisis
multivariat menggunakan model best
subset dengan uji regresi logistik ganda
model prediksi.

13
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
Tabel 1. Hubungan Umur, Jenis Kelamin, Status Kepesertaan, Jenis RS, Kelas
Perawatan, dan Lama Hari Rawat dengan Utilisasi (Besaran Klaim) RITL Peserta Lansia
PT Askes (Persero) Kantor Cabang Utama Jakarta Selatan
Besaran Klaim P-
Total OR
≤Rp3.990.500,00 >Rp3.990.500,00 Value
1.225 1.250 2.475 0,467
60-74 Th
49,5% 50,5% 100,0%
Umur 365 337 702 0,905
75-90 Th (0,765-
Peserta 52% 48% 100,0%
12 14 26 1,070)
>90 Th
46,2% 53,8% 100%
1,143
Total 1.602 1.601 3.203 (0,527-
50% 50% 100,0% 2,482)

Perempuan 779 694 1.473 0,003 1,237


Jenis
52,9% 47,1% 100,0% (1,076-
Kelamin
823 907 1.730 1,442)
Laki-Laki
47,6% 52,4% 100,0%

Total 1.602 1.601 3.203


50% 50% 100.0%

Istri/Suami 445 422 867 0,382 1,075


Status
51,3% 48,7% 100,0% (0,919–
Kepesertaan
1.157 1.179 2.336 1,256)
Pegawai
49,5% 50,5% 100,0%

Total 1.602 1.601 3.203


50% 50% 100,0%
RS Non 717 259 976 0,001 4,198
Pemerintah (3,558-
Jenis RS 73,5% 26,5% 100,0%
4,953)
RS 885 1.342 2.227
Pemerintah 39,7% 60,3% 100,0%

Total 1.602 1.601 3.203


50% 50% 100,0%

Kelas II 485 356 841 0,001 1,518


Kelas 57,7% 42,3% 100,0% (1,295-
Perawatan 1,780)
1.117 1.245 2.362
Kelas I
47,3% 52,7% 100,0%

Total 1.602 1.601 3.203


50% 50% 100,0%

≤6 Hari 1.256 576 1.832 0,001 6,460


Lama Hari (5,522-
68,6% 31,4% 100,0%
Rawat 7,556)
346 1.025 1.371
>6 Hari 25,2% 74,8% 100,0%

Total 1.602 1.601 3.203


50% 50% 100.0%

14
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
Pada tabel 1, tampak bahwa dari untuk mendapatkan besaran klaim lebih
2.475 lansia yang berumur 60-74 tahun, dari Rp3.990.500,00 dibandingkan lansia
sebanyak 1.250 (50,5%) mendapatkan yang berjenis kelamin perempuan.
klaim lebih dari Rp3.990.500,00. Hasil analisis hubungan antara
Selanjutnya dari 702 lansia yang berumur status kepesertaan dengan besaran klaim
75-90 tahun, sebanyak 337 (48%) menunjukkan bahwa dari 867 lansia yang
mendapatkan klaim lebih dari berstatus kepesertaan sebagai istri/suami,
Rp3.990.500,00. Sisanya dari 26 lansia sebanyak 422 (48,7%) mendapatkan klaim
yang berumur di atas 90 tahun, sebanyak lebih dari Rp3.990.500,00, sedangkan dari
14 (53,8%) mendapatkan klaim lebih dari 2.336 lansia yang berstatus kepesertaan
Rp3.990.500,00. Hasil uji chi square sebagai pegawai, sebanyak 1.179 (50,5%)
menunjukkan tidak ada hubungan yang mendapatkan klaim lebih dari
signifikan antara umur dengan besaran Rp3.990.500,00. Hasil uji chi square
klaim (p-value = 0,467). Hasil risk estimate menunjukkan tidak ada hubungan yang
mengartikan bahwa lansia yang berumur signifikan antara status kepesertaan
75-90 tahun mempunyai faktor risiko 0,905 dengan besaran klaim (p-value = 0,382).
kali lebih kecil untuk mendapatkan besaran Hasil risk estimate mengartikan bahwa
klaim lebih dari Rp3.990.500,00 lansia yang berstatus kepesertaan
dibandingkan lansia yang berumur 60–74 pegawai mempunyai risiko 1,075 kali lebih
tahun. Lansia yang berumur lebih dari 90 besar untuk mendapatkan besaran klaim
tahun mempunyai risiko 1,143 kali lebih lebih dari Rp3.990.500,00 dibandingkan
besar untuk mendapatkan klaim lebih dari lansia yang berstatus kepesertaan istri
Rp3.990.500,00 dibandingkan lansia yang atau suami.
berumur antara 60 sampai 74 tahun. Kemudian, pada analisis hubungan
Hasil analisis hubungan antara jenis antara jenis rumah sakit dengan besaran
kelamin dengan besaran klaim klaim, dari 976 lansia yang mendapatkan
menunjukkan bahwa dari 1.473 lansia pelayanan kesehatan dari rumah sakit non
yang berjenis kelamin perempuan, pemerintah, sebanyak 259 (26,5%)
sebanyak 694 (47,1%) mendapatkan klaim mendapatkan klaim lebih dari
lebih dari Rp3.990.500,00, sedangkan dari Rp3.990.500,00; sedangkan dari 2.227
1.730 lansia yang berjenis kelamin laki- lansia yang mendapatkan pelayanan
laki, sebanyak 907 (52,4%) mendapatkan kesehatan dari rumah sakit pemerintah,
klaim lebih dari Rp3.990.500,00. Hasil uji sebanyak 1.342 (60,3%) mendapatkan
chi square menunjukkan ada hubungan klaim lebih dari Rp3.990.500,00. Hasil uji
yang signifikan antara jenis kelamin chi square menunjukkan ada hubungan
dengan besaran klaim (p-value = 0,003). yang signifikan antara jenis rumah sakit
Hasil risk estimate mengartikan bahwa dengan besaran klaim (p-value = 0,001).
lansia yang berjenis kelamin laki-laki Hasil risk estimate memperlihatkan bahwa
mempunyai risiko 1,237 kali lebih besar lansia yang mendapatkan pelayanan

15
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
kesehatan dari rumah sakit pemerintah dengan lama hari rawat lebih dari enam
mempunyai risiko 4,198 kali lebih besar hari mempunyai risiko 6,460 kali lebih
untuk mendapatkan besaran klaim lebih besar untuk mendapatkan besaran klaim
dari Rp3.990.500,00 dibandingkan lansia lebih dari Rp3.990.500,00 dibandingkan
yang mendapatkan pelayanan kesehatan lansia dengan lama hari rawat kurang dari
dari rumah sakit non pemerintah. atau sama dengan enam hari.
Hasil analisis hubungan antara kelas
3.2 Analisis Bivariat Variabel
perawatan dengan besaran klaim
Diagnosis dan Utilisasi (Besaran
menunjukkan bahwa dari 841 lansia yang Klaim)
dirawat di kelas II, sebanyak 356 (42,3%) Diagnosis penyakit merupakan
mendapatkan klaim lebih dari salah satu faktor kebutuhan yang
Rp3.990.500,00, sedangkan dari 2.362 berhubungan dengan pemanfaatan
lansia yang dirawat di kelas I, sebanyak pelayanan kesehatan. Pada penelitian ini,
1.245 (52,7%) mendapatkan klaim lebih diagnosis penyakit dibagi ke dalam 20
dari Rp3.990.500,00. Hasil uji Chi Square kelompok besar penyakit sesuai dengan
menunjukkan ada hubungan yang coding ICD X yaitu coding I-XX. Coding
signifikan antara kelas perawatan dengan urutan penyakit pada aplikasi pengolah
besaran klaim (p-value = 0,001). Risk data mengambil acuan berdasarkan
estimate menunjukkan bahwa lansia yang perhitungan Expected Claim (EC) dari data
dirawat di kelas I mempunyai risiko 1,518 sekunder yang diperoleh. Coding pertama
kali lebih besar untuk mendapatkan yaitu penyakit mental dan kelainan perilaku
besaran klaim lebih dari Rp3.990.500,00 (diagnosis V) karena memiliki expected
dibandingkan lansia yang dirawat di kelas claim tertinggi, sedangkan penyakit sistem
II. sirkulasi (diagnosis IX) adalah coding
Hasil analisis hubungan antara lama terakhir karena ber-expected claim
hari rawat dengan besaran klaim terendah. Hal ini dilakukan untuk
menunjukkan bahwa dari 1.832 lansia mendapatkan nilai Odds Ratio yang valid.
dengan lama hari rawat kurang dari atau
sama dengan enam hari, sebanyak 576
(31,4%) mendapatkan klaim lebih dari
Rp3.990.500,00, sedangkan dari 1.371
lansia dengan lama hari rawat lebih dari
enam hari, sebanyak 1.025 (74,8%)
mendapatkan klaim lebih dari
Rp3.990.500,00. Hasil uji Chi Square
menunjukkan ada hubungan yang
signifikan antara lama hari rawat dengan
besaran klaim (p-value = 0,001). Hasil risk
estimate menunjukkan bahwa lansia

16
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
Tabel 2. Hubungan Diagnosis dengan Utilisasi (Besaran Klaim) Rawat Inap Tingkat
Lanjutan Peserta Lansia PT Askes (Persero) Kantor Cabang Utama Jakarta Selatan
Tahun 2012

Besaran Klaim P-
Total OR
≤Rp3.990.500 >Rp3.990.500 Value
6 3 9 0.001
V
66,7% 33,3% 100,0%

1 1 2 2,000
XX
50,0% 50,0% 100,0% (0,090-44,350)

5 8 13 3,200
VII
38,5% 61,5% 100,0% (0,540-18,980)

10 9 19 1,800
XVII
52,6% 47,4% 100,0% (0,345-9,399)

9 12 21 2,667
XII
42,9% 57,1% 100,0% (0,521-13,655)

7 8 15 2,286
XV
46,7 53,3% 100,0% (0,410-12,732)

53 11 64 0,415
VIII
82,8% 17,25% 100,0% (0,090-1,918)

18 14 32 1,556
VI
56,3% 43,7% 100,0% (0,330-7,343)
Diagnosis
37 25 62 1,351
III
59,7% 40,3% 100,0% (0,309-5,912)

35 30 65 1,714
XIII
53,8% 46,2% 100,0% (0,394-7,450)

8 22 30 5,500
XVI (1,105-
26,7% 73,3% 100,0% 27,374)

52 40 92 1,538
XVIII
56,5% 43,5% 100,0% (0,362-6,532)

165 61 226 0,739


I
73,0% 27,0% 100,0% (0,179-3,049)

30 72 102 4,800
XIX (1,126-
29,4% 70,6% 100,0% 20,460)

95 64 159 1,347
X
59,7% 40,3% 100,0% (0,325-5,584)

214 85 299 0,794


IV
71,6% 28,4% 100,0% (0,194-3,249)

17
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
Besaran Klaim P-
Total OR
≤Rp3.990.500 >Rp3.990.500 Value

76 96 172 2,526
II (0,612-
44,2% 55,8% 100,0%
10,433)

149 169 318 2,268


XI
46,9% 53,1% 100,0% (0,558-9,229)

74 164 238 4,432


XIV (1,079-
31,1% 68,9% 100,0%
18,206)

558 707 1.265 2,534


IX (0,631-
44,1% 55,9% 100,0%
10,177)

Total 1.602 1.601 3.203


50% 50% 100.0%

Seperti ditunjukkan tabel 2, dari 238 jenis kelamin, jenis rumah sakit, kelas
lansia dengan diagnosis penyakit XIV perawatan, diagnosis, dan lama hari rawat,
(penyakit sistem genitourinary), sebanyak sehingga variabel ini lolos seleksi ke
164 (68,9%) mendapatkan klaim lebih dari pemodelan multivariat. Dua variabel
Rp3.990.500,00. Hasil analisis lainnya yaitu umur dan status kepesertaan
menunjukkan ada hubungan yang tidak lolos seleksi karena memiliki p-
signifikan antara diagnosis dengan value>0,25 dan secara substansial tidak
besaran klaim (p-value = 0,001). Dari berhubungan.
perhitungan risk estimate terlihat bahwa Pada variabel yang telah lolos
lansia yang terdiagnosis penyakit XVI seleksi bivariat selanjutnya dilakukan uji
(kondisi tertentu yang berasal dari periode regresi logistik. Metode best subset ini
perinatal) mempunyai risiko 5,5 kali lebih menguji kombinasi-kombinasi 5 variabel,.
besar untuk mendapatkan besaran klaim Hasil seleksi multivariat dapat dilihat pada
lebih dari Rp3.990.500,00 dibandingkan tabel 3 di bawah ini:
lansia yang terdiagnosis penyakit V
(gangguan mental dan perilaku).

3.3 Analisis Multivariat


Selanjutnya dilakukan uji multivariat
pada variabel dependen dan independen
yang pada uji bivariat sebelumnya memiliki
nilai p≤0,25. Hasil seleksi bivariat
menyatakan bahwa dari ketujuh variabel
independen, ada lima variabel yang
mempunyai p-value <0,25, yaitu variabel

18
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
Tabel 3. Pemodelan Multivariat

Negelkerke R
No Variabel Dependen P-value
square
1. Jenis Kelamin 0,003 0,004
2. Jenis Rumah Sakit 0,001 0,126
3. Kelas Perawatan 0,001 0,011
4. Diagnosis 0,034 0,093
5. Lama Hari Rawat 0,001 0,231
6. Jenis Kelamin 0,004 0,129
Jenis Rumah Sakit 0,001
7. Jenis Kelamin 0,006 0,014
Kelas Perawatan 0,001
8. Jenis Kelamin 0,040 0,094
Diagnosis 0,031
9. Jenis Kelamin 0,003 0,234
Lama Hari Rawat 0,001
10. Jenis Rumah Sakit 0,001 0,133
Kelas Perawatan 0,001
11. Jenis Rumah Sakit 0,001 0,188
Diagnosis 0,007
12. Jenis Rumah Sakit 0,001 0,317
Lama Hari Rawat 0,001
13. Kelas Perawatan 0,001 0,102
Diagnosis 0,028
14. Kelas Perawatan 0,001 0,243
Lama Hari Rawat 0,001
15. Diagnosis 0,043 0,311
Lama Hari Rawat 0,001
16. Jenis Kelamin 0,008 0,136
Jenis Rumah Sakit 0,001
Kelas Perawatan 0,001
17. Jenis Kelamin 0,034
Jenis Rumah Sakit 0,001 0,190
Diagnosis 0,023
18. Jenis Kelamin 0,004 0,319
Jenis Rumah Sakit 0,001
Lama Hari Rawat 0,001
19. Jenis Kelamin 0,072 0,103
Kelas Perawatan 0,001
Diagnosis 0,028
20. Jenis Kelamin 0,008 0,246
Kelas Perawatan 0,001
Lama Hari Rawat 0,001
21. Jenis Kelamin 0,041 0,312
Diagnosis 0,042
Lama Hari Rawat 0,001
22. Jenis Rumah Sakit 0,001 0,195
Kelas Perawatan 0,001
Diagnosis 0,006
23. Jenis Rumah Sakit 0,001 0,325
Kelas Perawatan 0,001
Lama Hari Rawat 0,001
24. Jenis Rumah Sakit 0,001 0,374
Diagnosis 0,001
Lama Hari Rawat 0,010
25. Kelas Perawatan 0,001 0,321

19
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
Negelkerke R
No Variabel Dependen P-value
square
Diagnosis 0,038
Lama Hari Rawat 0,001
26. Jenis Kelamin 0,057 0,196
Jenis Rumah Sakit 0,001
Kelas Perawatan 0,001
Diagnosis 0,005
27. Jenis Kelamin 0,010 0,327
Jenis Rumah Sakit 0,001
Kelas Perawatan 0,001
Lama Hari Rawat 0,001
28. Jenis Kelamin 0,078 0,322
Kelas Perawatan 0,001
Diagnosis 0,037
Lama Hari Rawat 0,001
29. Jenis Kelamin 0,044 0,376
Jenis Rumah Sakit 0,001
Diagnosis 0,010
Lama Hari Rawat 0,001
30. Jenis Rumah Sakit 0,001 0,382
Kelas Perawatan 0,001
Diagnosis 0,009
Lama Hari Rawat 0,001
31. Jenis Kelamin 0,081 0,383
Jenis Rumah Sakit 0,001
Kelas Perawatan 0,001
Diagnosis 0,009
Lama Hari Rawat 0,001

Berdasarkan tabel 3, diperoleh perawatan, diagnosis, dan lama hari rawat)


bahwa model akhir multivariat adalah yang semua p-value-nya <0,005 dan nilai
kombinasi ketigapuluh dimana ada empat Negelkerke R Square = 0,382. Berikut
variabel (jenis rumah sakit, kelas model akhir multivariat:

Tabel 4. Model Akhir Multivariat


Std. p- 95% CI
Variabel Dependen B OR
Error value Lower Upper
Jenis RS 1.334 0.098 0.001 3.794 3.129 4.601
Kelas Perawatan 0.486 0.098 0.001 1.626 1.341 1.971
Diagnosis (V) 0.001
Diagnosis (XX) 0.861 1.695 0.611 2.366 0.085 65.554
Diagnosis (VII) 2.648 1.012 0.009 14.132 1.946 102.624
Diagnosis (XVII) 0.855 0.954 0.371 2.350 0.362 15.259
Diagnosis (XII) 1.318 0.949 0.165 3.734 0.582 23.978
Diagnosis (XV) 1.326 0.997 0.184 3.768 0.533 26.611
Diagnosis (VIII) -0.148 0.881 0.867 0.863 0.153 4.854
Diagnosis (VI) 1.013 0.898 0.260 2.753 0.473 16.012
Diagnosis (III) 0.688 0.848 0.417 1.991 0.378 10.494
Diagnosis (XIII) 1.232 0.845 0.145 3.429 0.654 17.977
Diagnosis (XVI) 1.796 0.918 0.050 6.028 0.998 36.408
Diagnosis (XVIII) 1.141 0.834 0.171 3.131 0.610 16.063
Diagnosis (I) 0.443 0.814 0.586 1.557 0.316 7.680

20
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
Std. p- 95% CI
Variabel Dependen B OR
Error value Lower Upper
Diagnosis (XIX) 2.057 0.835 0.014 7.822 1.523 40.179
Diagnosis (X) 0.727 0.817 0.374 2.069 0.417 10.266
Diagnosis (IV) 0.368 0.809 0.649 1.444 0.296 7.048
Diagnosis (II) 1.575 0.813 0.053 4.829 0.981 23.772
Diagnosis (XI) 1.568 0.806 0.052 4.798 0.989 23.277
Diagnosis (XIV) 2.188 0.810 0.007 8.922 1.822 43.673
Diagnosis (IX) 1.687 0.798 0.034 5.404 1.131 25.814
Lama Hari Rawat 2.005 0.090 0.001 7.429 6.224 8.869

Nilai Negelkerke R Square 0,382 Pada populasi, diperkirakan pengaruh


mengartikan bahwa 38,2% variabel kelas perawatan terhadap besaran klaim
dependen masuk dalam penelitian ini dan berkisar antara 1,341–1,971 kali lebih
ada 61,8% yang belum masuk dalam besar pada kelas perawatan I. Lansia
penelitian ini. Untuk menentukan variabel dengan diagnosis penyakit VII (penyakit
yang paling berhubungan maka dilihat nilai mata dan adneksa memiliki) resiko 14,132
OR-nya. Variabel dengan nilai OR tertinggi kali lebih besar untuk mendapatkan klaim
merupakan variabel yang paling lebih dari Rp3.990.500,00 dibandingkan
berhubungan. Berdasarkan tabel di atas, lansia dengan diagnosis penyakit V
diperoleh informasi bahwa faktor yang (gangguan mental dan perilaku). Lansia
paling dominan terhadap besaran klaim dengan lama hari rawat lebih dari enam
lebih dari Rp3.990.500,00 pada lansia hari memiliki resiko 7,429 kali lebih besar
adalah diagnosis. dibandingkan dengan lansia dengan lama
Pada tabel 4, nilai OR menyebutkan hari rawat kurang dari atau sama dengan
bahwa lansia yang mendapatkan enam hari. Pada populasi, diperkirakan
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit pengaruh lama hari rawat terhadap
Pemerintah beresiko 3,794 kali lebih besar besaran klaim berkisar antara 6,224–8,869
untuk mendapatkan klaim lebih dari kali lebih besar pada lama hari rawat lebih
Rp3.990.500,00 dibandingkan lansia yang dari enam hari.
mendapatkan pelayanan di Rumah Sakit
4. PEMBAHASAN
Non Pemerintah. Pada populasi,
Faktor-faktor yang berpengaruh
diperkirakan pengaruh jenis rumah sakit
terhadap pelayanan kesehatan di
terhadap besaran klaim berkisar antara
antaranya adalah faktor individu.
3,129–4,601 kali lebih besar pada Rumah
Pemanfaatan tersebut bergantung pada
Sakit Pemerintah daripada rumah sakit
komponen predisposisi/ kecenderungan
non pemerintah. Lansia yang dirawat di
(predisposing) dalam memanfaatkan
kelas perawatan I memiliki resiko 1,626
pelayanan kesehatan, komponen
kali lebih besar untuk mendapatkan klaim
kemampuan dalam pelayanan kesehatan
lebih dari Rp3.990.500,00 dibandingkan
(enabling), dan tingkat kesakitannya
lansia yang dirawat di kelas perawatan II.

21
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
(illness level). Komponen predisposing kesehatan dengan masyarakat dan total
berupa ciri-ciri demografi yaitu usia dan pengeluaran untuk kesehatan per
jenis kelamin yang erat kaitannya dengan kapita).[9] Pada penelitian lain ditemukan
kondisi sakit dan kesehatan, struktur sosial bahwa usia, jenis kelamin, jumlah anggota
yang menggambarkan status seseorang di keluarga, cakupan asuransi kesehatan,
lingkungannya (misalnya pendidikan dan keyakinan status kesehatan, kecacatan,
pekerjaan), serta Health Belief atau sikap penyakit kronis, dan wilayah tempat tinggal
kepercayaan kesehatan. Karakteristik merupakan faktor yang berhubungan
demografi dan struktur sosial berkaitan dengan utilisasi pelayanan kesehatan
dengan sikap kepercayaan kesehatan pada lansia Meksiko.[1]
tentang perawatan kesehatan, dokter, dan
4.1 Hubungan Umur dengan Utilisasi
penyakit. Komponen enabling merupakan
RITL
sumber daya keluarga yaitu penghasilan
Andersen menyatakan bahwa umur
dan tingkat keikutsertaan dalam asuransi
dimasukkan dalam faktor predisposing,
ataupun aksesibilitas ke pelayanan
artinya merupakan salah satu faktor yang
kesehatan. Sumber daya masyarakat yaitu
berhubungan dengan utilisasi pelayanan
besar ketersediaan pelayanan kesehatan
kesehatan.[7]
masyarakat, berupa rasio penduduk
Black dan Huebner menyebutkan
dengan tenaga kesehatan. Komponen
bahwa dalam jaminan kesehatan,
Tingkat Kesakitan (Illness Level), yang
biasanya hanya bersedia menanggung
pertama adalah perceived illness, yang
orang yang berusia ≤55 tahun.[11] Hal ini
diukur dengan melihat jumlah hari
karena orang yang berusia lebih dari 55
ketidakmampuan individu melakukan hal
tahun mempunyai risiko sakit yang lebih
yang biasa bisa dilakukan; evaluation
tinggi sehingga akan menghabiskan biaya
illness, diukur dengan melihat upaya
pelayanan kesehatan lebih besar.
seseorang untuk mengetahui penyakit
Berdasarkan hasil penelitian ini, umur tidak
yang sebenarnya dialami dan menentukan
berhubungan dengan besaran klaim.
keparahan penyakit tersebut berdasarkan
Menurut peneliti, umur tidak berhubungan
diagnosis dokter.[7-9]
dengan utilisasi (besaran klaim) rawat
Robert Kohn dan Kerr L. White
inap, sebab dalam penelitian ini populasi
menambahkan dengan faktor morbidity
lansia dimungkinkan mempunyai
atau kesakitan (lama hari rawat, jenis
persebaran risiko sakit yang merata.
penyakit, keparahan penyakit, dan
Pengelompokan umur menurut WHO yaitu
penyakit kronis), faktor sumber daya
sebagai berikut: kelompok umur 60–74
pelayanan kesehatan (dokter, perawat, ahli
Tahun (elderly), 75–90 tahun (Old Age),
farmasi, dokter gigi, bidan, dokter mata,
dan >90 tahun (Very Old Age). Ketiga
ahli bidang kesehatan lainnya, dan jumlah
kelompok tersebut mempunyai risiko sakit
tempat tidur), serta faktor organisasi
yang hampir sama sehingga pemanfaatan
pelayanan kesehatan (rasio tenaga

22
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
(utilisasi) dalam rawat inap juga relatif kehamilan, keguguran, aborsi, dan
sama. Hal ini dapat diamati pada hasil sejenisnya.[11] Selain itu, Black dan Skipper
crosstab tabel 1 dimana jumlah lansia menyatakan bahwa perempuan memiliki
yang melakukan klaim ≤Rp3.990.500,00 tingkat ketidakmampuan yang lebih tinggi
dan >Rp3.990.500,00 pada semua daripada laki-laki.[12] Menurut Health
kelompok umur menunjukkan hasil yang Insurance Association of America,
homogen yaitu hampir 50%-50%. berbagai penelitian menemukan bahwa
angka kesakitan pada kelompok wanita
4.2 Hubungan Jenis Kelamin dengan
lebih tinggi dibandingkan laki-laki,
Utilisasi RITL
khususnya pada masa reproduksi.[13] Hal
Black dan Huebner menyebutkan
ini disebabkan oleh fungsi biologis wanita
bahwa wanita lebih berisiko untuk sakit,
yang lebih kompleks (kehamilan,
sehingga pada beberapa peraturan
persalinan, dan lain-lain) daripada laki-
asuransi tidak menanggung risiko
laki.[14]

Tabel 5. Daftar Faktor Risiko Menurut Jenis Kelamin dan Usia [15]

Usia Wanita Pria


0 0,70 0,70
1-9 0,35 0,45
10-19 0,70 0,60
20-29 1,35 0,50
30-39 1,35 0,70
40-49 1,40 1,00
50-59 1,80 1,70
60-64 2,25 2,25

Tabel 5 menunjukkan bahwa laki- 4.3 Hubungan Status Kepesertaan


dengan Utilisasi RITL
laki lebih banyak memanfaatkan
Status kepesertaan merupakan
pelayanan kesehatan pada usia di atas 60
faktor yang berhubungan dengan utilisasi
tahun, sedangkan perempuan lebih
pelayanan kesehatan. Health Insurance
banyak memanfaatkannya ketika berusia
Association of America menyebutkan
10-50 tahun, terlebih di masa-masa
bahwa keikutsertaan tanggungan atau
produktif.[16] Pada usia di atas 60 tahun,
keluarga merupakan hal yang perlu
perempuan dan laki-laki memiliki risiko
dipertimbangkan dalam melakukan
yang sama yaitu 2,25, sehingga
proyeksi klaim.[13] Karakteristik suatu
memperkuat hasil penelitian ini bahwa
kelompok tertentu dapat berpengaruh
tidak ada hubungan antara jenis kelamin
pada angka kesakitan dan utilisasi
dengan besaran klaim.
pelayanan kesehatan, serta biaya
kesehatan tentunya. Karakteristik
kelompok yang dimaksud salah satunya
adalah distribusi tanggungan.[14] Lansia

23
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
yang berstatus kepesertaan sebagai menunjukkan bahwa PT Askes (Persero)
pegawai tidak mempunyai perbedaan telah memenuhi syarat portabilitas sebagai
risiko kesehatan dengan lansia berstatus asuradur.
kepesertaan istri atau suami. Oleh karena Di sisi lain ada hal yang perlu
itu tidak ada perbedaan proporsi besaran ditelusuri mengapa angka pemanfaatan
klaim antara keduanya, artinya mempunyai layanan rumah sakit pemerintah tinggi
peluang sama untuk mendapatkan sehingga besaran klaimnya juga tinggi.
besaran klaim lebih dari Rp3.990.500,00. Sebagaimana diketahui, PT Askes
Selain itu tidak adanya perbedaan yang menerapkan sistem pelayanan berjenjang
signifikan ini disebabkan pula oleh tidak yang salah satunya bertujuan mencapai
adanya perbedaan pemberian manfaat efektivitas biaya pelayanan kesehatan
jaminan kesehatan oleh PT Askes sesuai dengan prinsip managed care.
(Persero). Semua anggota baik peserta, Akan tetapi rasio rujukan RJTP
istri, atau suami mempunyai hak yang Puskesmas di PT Askes (Persero) Kantor
sama untuk memperoleh manfaat Cabang Utama Jakarta Selatan sampai
pelayanan kesehatan yang diberikan oleh dengan bulan Juli 2012 masih berada
PT Askes (Persero). pada angka 47,1%. Angka ini dua kali lipat
lebih tinggi dari standar yang telah
4.4 Hubungan Jenis RS dengan
ditetapkan kantor cabang yaitu 18%.
Utilisasi RITL
Tingginya rasio rujukan ini berdampak
Menurut beberapa teori, Penyedia
pada kenaikan unit cost pelayanan
Pelayanan Kesehatan (PPK)—dalam hal
kesehatan tingkat lanjut dimana sistem
ini Rumah Sakit—merupakan faktor yang
pelayanan berjenjang berdasarkan tipe
mempengaruhi utillisasi. Faktor yang
rumah sakit juga belum optimal.
mendukung timbulnya tindakan kesehatan
PT Askes (Persero) menerapkan
salah satunya adalah faktor penyelenggara
sistem rujuk balik untuk peserta dengan
jasa pelayanan kesehatan.[17] Hasil
penyakit kronis. Hasil penelitian
penelitian ini signifikan karena rumah sakit
Nurfrimadini menunjukkan rata-rata umur
pemerintah yang ada di daerah Jakarta
peserta rujuk balik adalah 63 tahun
Selatan mempunyai kualifikasi sangat
sehingga yang seharusnya memanfaatkan
bagus sehingga mempengaruhi persepsi
pelayanan ini adalah lansia.[18] Seharusnya
masyarakat untuk lebih banyak
sistem rujuk balik ini dapat menekan angka
memanfaatkan layanannya. Rumah sakit
utilisasi pada pelayanan kesehatan tingkat
tersebut menerima rujukan nasional
lanjut, namun pada kenyataannya, sampai
sehingga dimungkinkan tidak hanya
bulan Juli 2012, hal tersebut belum
peserta Askes yang berdomisili di Jakarta
tercapai karena masih rendahnya angka
Selatan saja yang memanfaatkannya,
rujuk balik ini.
namun juga peserta yang berdomisili di
luar Jakarta Selatan. Hal tersebut

24
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
4.5 Hubungan Kelas Perawatan dengan akan membuat efisiensi biaya tercapai,
Utilisasi RITL
karena biaya akomodasi dan pengobatan
Teori Heijink dan Wei yang dikutip
rawat inap berkurang. Upaya yang dapat
Kurtanty menyebutkan bahwa kelas
dilakukan untuk mengurangi lama hari
perawatan mempengaruhi besaran biaya
rawat adalah dengan standardisasi
pelayanan kesehatan khususnya biaya
pelayanan melalui implementasi clinical
akibat stroke.[19] Kelas perawatan yang
pathways, agar pasien memperoleh
didapatkan oleh peserta PT Askes
pelayanan yang sesuai dengan medical
(Persero) Kantor Cabang Jakarta Selatan
necessity.
antara selama aktif bekerja sebagai PNS
dan setelah pensiun adalah sama. Kelas 4.7 Hubungan Diagnosis dengan
Utilisasi RITL
perawatan ini ditentukan berdasarkan
Odds Ratio tertinggi adalah
golongan PNS. Kelas perawatan I
diagnosis penyakit mata dan adneksa
diperuntukkan bagi PNS golongan III dan
(Diagnosis VII), yaitu mencapai 14,132
IV, sedangkan kelas perawatan II
kali. Penyakit ini tidak masuk dalam
diperuntukkan bagi PNS golongan I dan II.
penyakit dengan nilai Expected Claim
Tingginya pemanfaatan kelas perawatan
tinggi atau risiko tinggi untuk memperoleh
tingkat I menunjukkan bahwa sebagian
klaim, justru sebaliknya mempunyai risiko
besar lansia yang memanfaatkan layanan
rendah, walau menjadi penyakit dengan
rawat inap tingkat lanjutan mempunyai
nilai OR tertinggi. Hal ini dikarenakan
pendapatan dan latar belakang pendidikan
persentase kasus klaim lebih dari
yang tinggi.
Rp 3.990.500,00 merupakan persentase
4.6 Hubungan Lama Hari Rawat yang cukup besar yaitu 61,5% walaupun
dengan Utilisasi RITL
menurut jumlah kasus, kasus ini tergolong
Robert Kohn dan Kerr L. White
sedikit yaitu hanya sembilan kasus klaim
menyebutkan bahwa lama hari rawat
dari total 13 kasus dengan diagnosis ini.
merupakan salah satu faktor morbiditas
Penyakit ini juga mempunyai rata-rata
yang berhubungan dengan utilisasi
biaya cukup besar yaitu Rp7.045.538,46
pelayanan kesehatan.[9] Lama hari rawat
Terdapat kasus penyakit Cataract and
berhubungan signifikan dengan utilisasi
other disorders of lens in diseases
(besaran klaim) rawat inap tingkat lanjutan.
classified elsewhere yang klaimnya
Berdasarkan penelitian Kurtanty, diperoleh
mencapai Rp34.640.500,00. Penyakit ini
informasi bahwa makin panjang lama hari
dapat disebabkan oleh penyakit lain
rawat maka biaya juga semakin besar.[19]
seperti diabetes dan hipertensi sehingga
Lama hari rawat merupakan faktor yang
ada kemungkinan bahwa diagnosis ini
dapat menggambarkan efisiensi pelayanan
adalah diagnosis sekunder sedangkan
kesehatan dan indikator penting untuk
diagnosis utama atau primernya
mengukur kualitas pelayanan kesehatan.
merupakan penyakit lain.
Lama hari rawat yang berhasil ditekan

25
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
Berdasarkan Riskesdas 2007 (besaran klaim) peserta lansia rawat inap
penyakit paling sering diderita oleh lansia tingkat lanjutan PT Askes (Persero) Kantor
adalah stroke, diikuti hipertensi dan Cabang Utama Jakarta Selatan tahun
diabetes.[20] Hasil penelitian ini sesuai 2012 adalah diagnosis, lama hari rawat,
dengan temuan tersebut, dimana penyakit jenis rumah sakit, dan kelas perawatan.
terbanyak yang diderita oleh lansia adalah Faktor yang paling berpengaruh terhadap
penyakit sistem sirkulasi dengan hipertensi besaran klaim adalah diagnosis.
dan jantung termasuk di dalamnya. Pada
5.2 Saran
umumnya penyakit yang diderita lansia
Untuk menghadapi ledakan lansia
berjenis kronis dan seringkali, ketika
yang diprediksi akan terjadi pada 2025,
kondisi sakitnya makin parah, pelayanan
diperlukan upaya persiapan, salah satunya
rawat jalan sudah tidak mampu lagi
adalah pengkajian pada program asuransi
menanganinya hingga beralih pada
khusus untuk lansia yaitu Long Term Care,
pelayanan rawat inap tingkat lanjutan.
yaitu program pengendalian biaya
Berdasarkan penelitian Kurtanty,
pelayanan kesehatan lansia untuk
total biaya estimasi akibat stroke sebesar
mencapai efektivitas biaya dengan tetap
Rp15.732.659,00.[19] Berdasarkan
memperhatikan mutu dan memenuhi
penelitian Rosyada, lansia mempunyai
kebutuhan pelayanan kesehatan lansia,
risiko lebih besar untuk mengalami
yang telah diterapkan oleh negara-negara
komplikasi penyakit khususnya Diabetes
dengan angka harapan hidup tinggi dan
Mellitus sehingga menyebabkan biaya
populasi lansia besar seperti AS, Jerman,
pengobatan lebih mahal. Berdasarkan
Jepang, dan Korea Selatan.[22]
penelitian tersebut lansia yang menderita
Bagi penelitian selanjutnya
DM dan mengalami komplikasi sebesar
diharapkan menambahkan variabel lain
73,1%. Prevalensi tertinggi adalah DM
yang berhubungan dengan utilisasi
dengan satu komplikasi berupa hipertensi
pelayanan kesehatan seperti pendidikan,
(41,8%).[21] Pada umumnya penyakit ini
pendapatan, status perkawinan, status
berhubungan dengan gaya hidup dan
merokok dan gaya hidup untuk melihat
sebagian disebabkan oleh rokok. Penyakit-
hubungan variabel tersebut dengan
penyakit ini muncul setelah seseorang
utilisasi (besaran klaim). Jumlah sampel
memasuki usia tua. Oleh karena itu,
penelitian perlu diperbesar sehingga
dibutuhkan manajemen kasus penyakit
penyakit yang diklasifikasikan berdasarkan
yang lebih difokuskan pada penyakit
ICD X menjadi lebih terlihat variasinya dan
sistem sirkulasi.
menghasilkan rentang confidence interval
5. KESIMPULAN DAN SARAN (95% CI) yang lebih baik dan spesifik.
5.1 Kesimpulan Perlu dilakukan penelitian retrospektif
Hasil penelitian menunjukkan faktor- mengenai hubungan status merokok, dan
faktor yang berhubungan dengan utilisasi

26
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
perilaku (gaya hidup) terhadap utilisasi 10. Gonzales, et al. “Health care
(besaran klaim). utilization in the elderly Mexican
population: expenditure and
DAFTAR PUSTAKA
determinants.” BMC Public Health
1. Pramono, Laurentius Aswin, dan
(2011)
Cornelles Fanumbi. “Permasalahan
<http://www.biomedcentral.com/1471-
lanjut usia di daerah pedesaan
2458/11/192>
terpencil.” Jurnal Kesehatan
11. Huebner, S.S., Black, and Jr.
Masyarakat Nasional (2012).
Kenneth. Life Insurance. 8th edition.
2. United Nation. Word population
New York: Appleton-Century-Crofts,
prospect. New York: United Nation,
Meredith Corporation, 1972.
2004.
12. Kenneth Jr., Black and Harold D. Jr.,
3. Komnas Lansia. “Penuaan penduduk
Life Insurance. 12th. New York:
Indonesia.” Active Aging, Jakarta:
Prentice Hall College, 1993.
Komisi Penanggulangan Lanjut Usia.
13. Gillentine, Amy. “Long term care
4. Badan Pusat Statistik. “Statistik
insurance has problem, but still best
penduduk lanjut usia 2004.” Survei
choice available for most.” The
Sosial Ekonomi Nasional. Jakarta:
Colorado Springs Business Journal
Badan Pusat Statistik, 2004.
(2005).
5. Bappenas. Proyeksi penduduk
14. Thabrany, dkk. Dasar-dasar asuransi
Indonesia 2000-2025. Jakarta: Badan
kesehatan bagian A. Jakarta:
Pusat Statistik United Nations
Pamjaki, 2005.
Population Fund, 2005.
15. Thabrany, dkk. Pedoman manajemen
6. “Info Perusahaan PT Askes.” 3 Mei
utilisasi pelayanan kesehatan. Depok:
2012 <www.ptAskes.com> Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan,
7. Andersen, Ronald dan John F. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Newman. “Societal and individual Universitas Indonesia, 2000.
determinants of medical care 16. Thabrany, dkk. Dasar-dasar asuransi
Utilization in The United States).” The kesehatan bagian B. Jakarta:
Milbank Quarterly 83:1 (2005): 1-28. Pamjaki, 2005.
8. Feldstein, Paul J. Health Care 17. Green dan Kreuter. Health Promotion
Economicx. Second edition. United and Planning: an educational and
States of America: John Wiley & ecological approach. Third edition.
Sons, Inc, 1993. California: Mayfield Publishing
9. Kohn, Robert and White L. Kerr, Company, 1999.
editor. Health care an international 18. Nurfrimadini, Finza. Faktor-faktor
study. New York Toronto: Oxword yang berhubungan dengan
University Press, 1976. pemanfaatan program pelayanan
rujuk balik di PT. Askes (Persero)

27
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
Kantor Cabang Utama Jakarta 21. Rosyada, Amrina. Komplikasi kronis
Selatan tahun 2012. Skripsi. Depok: pada lansia pengidap diabetes millitus
Fakultas Kesehatan Masyarakat dan faktor yang berhubungan
Universitas Indonesia, 2012. (analisis lanjut riskesdas 2007).
19. Kurtanty, Dien. Estimasi biaya akibat Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan
stroke (cost of illness): studi kasus di Masyarakat Universitas Indonesia,
RSUP Fatmawati Jakarta tahun 2011. 2013.
Tesis. Depok: Fakultas Kesehatan 22. Asia Pulse. Long term elderly care A
Masyarakat Universitas Indonesia, big challenge: Taiwan President.
2012. <www.proquest.com
20. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Kesehatan. Riset
Kesehatan Dasar, 2012.

28
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
KORELASI ANTARA INDEKS MASSA TUBUH DENGAN DERAJAT
Penelitian KEPARAHAN AKNE PADA PENDERITA AKNE VULGARIS DI
YOGYAKARTA TAHUN 2013

Gisca Ajeng Widya N.1, Kristiana Etnawati2, Dwi Retno A.2


1
Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
2
Departeen Ilmu Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Email: gisca.ajeng@gmail.com

ABSTRAK

Pendahuluan: Akne vulgaris merupakan penyakit kulit yang umum terjadi dan bersifat
multifaktorial dengan prevalensi tinggi di usia remaja dan dewasa muda. Salah satu
faktor yang diduga mempengaruhi derajat keparahan akne vulgaris adalah Indeks Massa
Tubuh (IMT). IMT diketahui memiliki korelasi positif terhadap kadar insulin, yang akan
meningkatkan kadar IGF-1 yang merangsang terjadinya akne lewat peningkatan proses
keratinisasi pada folikel pilosebaseus dan stimulasi produksi hormon androgen dan
mengakibatkan peningkatan produksi sebum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
korelasi antara IMT dengan derajat keparahan akne vulgaris.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan desain cross
sectional yang melibatkan 49 pasien (25 wanita dan 24 pria). Analisis data menggunakan
uji korelasi Pearson dan analisis regresi linear sederhana.
Hasil: Hasil uji statistik menunjukkan bahwa IMT mempunyai korelasi positif dan
signifikan dengan skor derajat keparahan akne (GAGS) (p<0,05), dengan kekuatan
korelasi lemah (r=0,388), dan arah positif yang menunjukan bahwa semakin besar nilai
IMT, semakin besar nilai skor GAGS. IMT mampu mempengaruhi derajat keparahan
akne sebesar 13,2%, sedangkan 86,8% dipengaruhi oleh faktor lain.
Kesimpulan: Akne vulgaris merupakan penyakit multifaktorial yang salah satunya
dipengaruhi oleh Indeks Massa Tubuh. Indeks Massa Tubuh memiliki korelasi yang
lemah, positif, dan signifikan dengan skor derajat keparahan akne (GAGS).

Kata kunci: Akne vulgaris, Indeks Massa Tubuh, Derajat keparahan akne

ABSTRACT

Introduction: Acne vulgaris is a common dermatological condition that is highly


prevalent in adolescence and young adulthood. It is known to be caused by many factors.
Body Mass Index is suspected as one of the factors that influence acne severity. It is
known to have a positive correlation to the levels of insulin, in which hyperinsulinemia
would stimulate the production of androgen hormones that lead to increased sebum
production and affect the incidence of acne vulgaris. This research aimed to determine
the correlation between BMI to the severity of acne vulgaris.
Methods: This research used analytic-observational study method with cross sectional
design involving 49 patients (25 females and 24 males). Data was analyzed using
Pearson correlation test and simple linear regression analysis.
Results: Statistical tests showed that Body Mass Index (BMI) has a positive and
significant correlation with the severity of acne (GAGS) (p<0.05), with a weak correlation
(r=0.388), and positive direction which is meant that the greater BMI’s score, the greater
GAGS’s value will be. BMI is able to influence the severity of acne by 13.2%, while 86.8%
are influenced by other factors.
Conclusion: Acne vulgaris is a multifactorial disease which is influenced by BMI. BMI
has a weak, positive, and significant correlation to GAGS.

29
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
Keywords: Acne vulgaris, Body Mass Index, Acne vulgaris severity

1. PENDAHULUAN beberapa faktor yang terlibat dalam


Akne vulgaris (jerawat) merupakan patogenesis akne vulgaris, antara lain
penyakit peradangan kronis pada unit hiperkeratinisasi folikel pilosebaseus,
pilosebaseus yang sering dikeluhkan oleh produksi sebum yang meningkat,
banyak orang, terutama remaja. Penyakit proliferasi P. acne, dan proses inflamasi.[6]
ini tidak fatal, namun dapat mengurangi Pada penelitian sebelumnya,
kepercayaan diri dan meningkatkan diketahui overweight maupun obesitas
insidensi kecemasan sampai depresi.[1] memiliki korelasi positif terhadap kadar
Penderita akne vulgaris di dunia insulin. Hiperinsulinemia akan
diperkirakan mencapai lebih dari 60 juta meningkatkan kadar IGF-1 yang
orang dan didominasi oleh usia remaja merangsang terjadinya akne lewat
dan dewasa muda dengan angka peningkatan proses keratinisasi pada
prevalensi sebesar 79-95%.[1] Sebesar folikel pilosebaseus dan stimulasi produksi
85% remaja usia 12-24 tahun sering hormon androgen yang mengakibatkan
ditemukan menderita akne, usia 25-34 peningkatan produksi sebum. Selain itu,
tahun sebesar 8%, dan usia 35-44 tahun peningkatan insulin dan IGF-1 juga
sebesar 3%.[2] Beberapa studi diketahui akan menghambat hati untuk
menunjukkan bahwa prevalensi akne pada mensintesis sex hormone binding protein
remaja dan dewasa bervariasi pada (SHBG) sehingga bioavailabilitas androgen
berbagai ras dan negara. Prevalensi akne terhadap jaringan akan meningkat
di Turki sekitar 63,6% dari populasi drastis.[1,7]
remaja, sedangkan di Hongkong Obesitas secara sederhana
prevalensi sekitar 52,6% dari populasi didefinisikan sebagai suatu keadaan dari
remaja.[3,4] Data mengenai prevalensi akne akumulasi lemak tubuh yang berlebihan.[8]
vulgaris di Indonesia sendiri belum banyak Pada tahun 2009, 1,6 miliar orang dewasa
tersedia. Di RSUP Dr. Sardjito prevalensi di seluruh dunia mengalami berat badan
akne vulgaris dijumpai sekitar 8,8% dari berlebih, dan sekurang-kurangnya 400 juta
kunjungan poliklinik kulit dan kelamin di antaranya mengalami obesitas. Di
selama periode 2009-2012, dan Indonesia, menurut data Riset Kesehatan
merupakan urutan keempat dari sepuluh Dasar tahun 2007, prevalensi nasional
besar penyakit di poliklinik kulit dan obesitas umum pada penduduk berusia
kelamin.[5] >15 tahun adalah 10,3% (laki-laki 13,9%
Akne vulgaris merupakan penyakit dan perempuan 23,8%), dan meningkat
multifaktorial yang manifestasi klinisnya menjadi 15,4% pada 2013. Peningkatan
dipengaruhi oleh berbagai factor, seperti prevalensi obesitas yang sangat tajam ini
hormon, genetik, kosmetik, makanan, telah mencapai tingkatan yang
trauma, dan lain-lain. Selain itu, terdapat membahayakan. Di beberapa negara

30
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
berkembang, obesitas justru telah menjadi Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Dr.
masalah kesehatan yang lebih serius.[8] Sardjito, Yogyakarta serta bersedia
Metode yang paling berguna dan mengikuti penelitian. Besar sampel
banyak digunakan untuk mengukur tingkat minimal dihitung menggunakan rumus
obesitas dan overweight adalah Indeks besar sampel untuk penelitian korelasi
Massa Tubuh (IMT), dimana WHO telah dengan tingkat kesalahan sebesar 5%,
merekomendasikan IMT sebagai standar dan didapatkan jumlah sampel minimal
baku pengukuran obesitas pada remaja sebanyak 43.[8] Kriteria inklusi penelitian ini
dan anak di atas 2 tahun. Penelitian ini meliputi subjek berusia 15-30 tahun yang
bertujuan untuk mengetahui korelasi terdiagnosis akne vulgaris secara klinis
antara indeks massa tubuh dengan derajat baik derajat ringan, sedang, berat, dan
keparahan akne vulgaris yang ditimbulkan, bersedia mengikuti penelitian, yang
mengingat prevalensi akne vulgaris yang dibuktikan dengan penandatanganan
cukup tinggi disertai dengan adanya informed consent. Sedangkan kriteria
kecenderungan peningkatan overweight eksklusi penelitian ini antara lain subjek
dan obesitas di Indonesia. mengkonsumsi isotretinoin oral dalam 6
bulan terakhir, sedang hamil dan
2. METODE
menyusui, mengalami dermatosis lain,
Penelitian ini merupakan penelitian
mengkonsumsi obat-obatan kortikosteroid
analitik observasional dengan
dan antibiotik dalam 1 bulan terakhir,
menggunakan studi cross sectional yang
subjek sedang dalam perawatan dokter
bertujuan untuk mengetahui korelasi
kulit dalam 1 bulan terakhir, serta subjek
antara IMT dengan derajat keparahan
mempunyai kebiasaan merokok dan
akne pada penderita akne vulgaris.
mengkonsumsi alkohol. Pengambilan
Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik
sampel dalam penelitian ini menggunakan
Kulit dan Kelamin RSUP Dr. Sardjito
teknik consecutive sampling, dan
Yogyakarta, dan bagian Teknologi
didapatkan sampel yang memenuhi kriteria
Kedokteran Kulit dan Kelamin FK UGM
sebanyak 49.
pada bulan Mei hingga Desember tahun
Alur pengambilan data penelitian ini
2013. Variabel yang diukur adalah skor
dilakukan pada subjek yang memenuhi
derajat keparahan akne berdasarkan
kriteria sebanyak 49 sampel. Subjek
Global Acne Grading System (GAGS)
dengan kriteria inklusi diminta
sebagai variabel terikat, sedangkan
menandatangani lembar informed consent
variabel bebas yang diukur adalah IMT.
dan mengisi kuesioner pendahuluan,
Populasi target penelitian ini adalah
kemudian dilakukan pemeriksaan pada
penderita akne vulgaris di Daerah
subjek yang meliputi pemeriksaan
Istimewa Yogyakarta dengan populasi
antropometri untuk mengukur IMT dan
terjangkau adalah penderita akne vulgaris
pemeriksaan klinis berupa pemeriksaan
yang berkunjung ke Poliklinik Ilmu
dermatologi oleh dokter spesialis kulit

31
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
kelamin yang dilengkapi dengan fotografi untuk mendapatkan skor area. Skor
wajah tampak depan, samping kanan, dan area dihasilkan dari derajat keparahan
samping kiri untuk penegakan diagnosis lesi dalam area tersebut (0=tidak
akne vulgaris guna penghitungan skor terdapat lesi, 1=komedo, 2=papul,
derajat keparahan akne berdasarkan 3=pustul dan 4=nodul), dan kemudian
Global Acne Grading System (GAGS). dikalikan dengan faktor area (dahi=2,
1. Kuesioner Pendahuluan Subjek pipi kanan=2, pipi
Kuesioner ini terdiri atas 12 item kiri=2,
pertanyaan yang digunakan untuk hidung=1, dagu=1, dada dan
mengetahui informasi kondisi punggung=3). Skor area ini kemudian
kesehatan subjek, riwayat penggunaan ditambahkan agar didapatkan skor
obat-obatan dan kosmetik, riwayat total. Untuk skor total, 1-18
perawatan kulit, dan riwayat akne diklasifikasikan ringan, 19-30 sedang,
vulgaris yang diderita. 31-38 berat, dan jika lebih dari 39
2. Indeks Massa Tubuh (IMT) diklasifikasikan sangat berat, seperti
Indeks massa tubuh (IMT) adalah terlihat pada tabel 1.
indikator status gizi subjek penelitian Data dianalisis menggunakan
yang dipakai untuk mengetahui derajat program SPSS versi 16. Analisis data
kegemukan dan didapatkan melalui dilakukan secara univariat dan bivariat.
perhitungan berat badan (kg) dibagi Analisis univariat digunakan untuk
kuadrat tinggi badan (m 2). Klasifikasi mengetahui persentase setiap variabel.
IMT yang digunakan berdasarkan Analisis bivariat bertujuan untuk melihat
kriteria Asia Pasific, yaitu <18,5 untuk hubungan antara variabel bebas dan
underweight, 18,5–22,9 untuk normal, varibel terikat menggunakan uji korelasi
23-24,9 untuk overweight, 25–29,9 Pearson dan regresi linier sederhana.
untuk obese I, dan >30 untuk obese II. Protokol penelitian ini telah disetujui
3. Global Acne Grading System (GAGS) oleh Komite Etik Fakultas Kedokteran
Global Acne Grading System Universitas Gadjah Mada pada tanggal 9
adalah sistem klasifikasi yang membagi Juli 2013. Selain itu, subjek telah
area wajah, dada, dan punggung diinformasikan terlebih dahulu mengenai
menjadi enam lokasi yang terdiri atas tujuan dan prosedur penelitian melalui
dahi, pipi kanan, pipi kiri, hidung, dagu, informed consent tertulis. Partisipasi
serta dada dan punggung. Keenam bersifat sukarela dan subjek dapat
lokasi ini akan dihitung secara terpisah mengundurkan diri tanpa paksaan

32
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
Tabel 1. Global Acne Grading System (GAGS)

Skor
Keparahan
Lokasi Faktor (F) Lesi (S) Area
Akne
(FxS)
Dahi 2 0 Nol Ringan: 1-18
Pipi kanan 2 1 Komedo Sedang: 19-30
Pipi kiri 2 2 Papul Berat: 31-38
Hidung 1 3 Pustul Sangat berat:
Dagu 1 4 Nodul >30
Dada dan 3
punggung
Total Skor

3. HASIL
3.1 Analisis Univariat
Tabel 2. Karakteristik Subjek Penelitiaan
Subjek Jumlah (Persentase)
Usia
17-25 tahun 48 (97,9%)
>25-35 tahun 1 (2,1%)
Jenis Kelamin
Laki-laki 24 (28,97%)
Perempuan 25 (51,02%)
Derajat Keparahan Akne
(GAGS)
Derajat ringan 20 (40,8%)
Derajat sedang 15 (30,5%)
Derajat berat 4 (8,2%)
Derajat sangat berat 10 (20,4%)
Indeks Massa Tubuh (IMT)
Underweight 6 (12,2%)
Normal 27 (55,1%)
Overweight 12 (24,5%)
Obese I 4 (8,2%)

Subjek yang diikutsertakan memiliki rentang antara 8 sampai 63


berjumlah 49 orang yang berasal dari dengan rata-rata skor 25,88, dan
kelompok pasien Poliklinik Kulit dan didominasi oleh kategori derajat ringan
Kelamin RSUP dr. Sardjito, mahasiswa yakni sebesar 40,8%. Untuk karakteristik
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah usia, didominasi oleh usia remaja yaitu 17-
Mada, dan masyarakat umum yang 25 tahun karena memang populasi
bersedia diteliti. Berdasarkan tabel 2, dari terjangkau peneliti—yang mayoritas
49 subjek didapatkan karakteristik IMT mahasiswa—berumur di atas 17 tahun.
yang didominasi oleh kategori normal,
3.2 Analisis Bivariat
yaitu sebesar 55,1%. Indeks massa tubuh
Untuk menilai hubungan antara
dari seluruh subjek memiliki rentang antara
indeks massa tubuh dengan derajat
17,30 sampai 27,33, dengan rata-rata
keparahan akne digunakan uji korelasi
21,4. Skor GAGS keseluruhan subjek

33
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
Pearson yang hasilnya disajikan pada
Tabel 3.
Tabel 3. Korelasi antara IMT dan Skor Derajat Keparahan Akne

Indeks Massa
Tubuh (IMT)
Skor Derajat r .388
Keparahan P .006
Akne (GAGS) n 49

Pada Tabel 3 diperoleh nilai keparahan akne (GAGS) sebesar 13,2%,


signifikansi 0,006 yang menunjukan bahwa sedangkan sisanya (86,8%) dipengaruhi
ada korelasi bermakna antara indeks oleh faktor selain IMT.
massa tubuh dengan derajat keparahan
4. PEMBAHASAN
akne vulgaris (p<0,05). Nilai korelasi
Penelitian ini bertujuan untuk
sebesar 0,388 menunjukkan kekuatan
mengetahui ada-tidaknya hubungan antara
korelasi lemah, sedangkan arah korelasi
IMT dengan derajat keparahan akne
yang positif menunjukan semakin besar
vulgaris. Subjek penelitian ini adalah laki-
nilai suatu variabel (dalam hal ini Indeks
laki atau perempuan berusia 15-30 tahun.
Massa Tubuh), semakin besar nilai
Dipilihnya rentang umur tersebut karena
variabel lainnya (dalam hal ini skor GAGS).
pada penelitian sebelumnya disebutkan
Untuk melihat seberapa besar
bahwa kejadian akne vulgaris paling
pengaruh IMT pada derajat keparahan
banyak terjadi pada usia remaja dan
akne, dilakukan analisis tambahan yaitu
dewasa muda dengan angka prevalensi
analisis regresi linier sederhana.
sebesar 79-95%.[1]
Berdasarkan hasil analisis, didapatkan
Pada penelitian ini subjek paling
persamaan regresi linier sebagai berikut:
banyak berusia 20 tahun (44,9%). Hal ini
GAGS = -21,550 + 2,215 IMT (1)
kurang sesuai dengan hasil penelitian
Bentuk persamaan tersebut
sebelumnya yang menyatakan bahwa
menunjukkan bahwa IMT mempunyai arah
puncak kejadian akne vulgaris terjadi pada
koefisien regresi positif, yang berarti
usia 16-18 tahun.[7] Hal ini dikarenakan
bahwa setiap penambahan 1 satuan IMT
populasi terjangkau peneliti adalah
akan meningkatkan skor derajat
mahasiswa yang memiliki rentang umur
keparahan akne (GAGS) sebesar 2,215
>18 tahun. Dari distribusi sampel
satuan. Untuk melihat besarnya kontribusi
berdasarkan jenis kelamin didapatkan data
variabel independen secara keseluruhan
bahwa perempuan cenderung lebih
terhadap variabel dependen dapat dilihat
banyak mengalami akne vulgaris daripada
dari nilai adjusted R2 pada model
laki-laki, yaitu 25 sampel (51,02%)
summary, dimana nilai yang didapatkan
dibandingkan laki-laki yaitu 24 sampel
sebesar 0,132.[9] Hal ini berarti IMT mampu
(48,97%). Kecenderungan timbulnya akne
mempengaruhi perubahan skor derajat
pada wanita dipengaruhi siklus menstruasi,

34
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
karena adanya perubahan kadar hormon tanpa akne vulgaris dengan perempuan
progesteron yang menyebaban kelenjar non obese dengan atau tanpa akne
ovarium aktif, yang selanjutnya akan vulgaris. Penelitian tersebut menyimpulkan
meningkatkan hormon androgen sehingga bahwa perempuan dengan IMT>27
produksi sebum meningkat.[6,12] memiliki risiko untuk mengalami akne
Dari penelitian didapatkan bahwa vulgaris dengan korelasi kuat karena
sebagian besar derajat akne yang dialami kenaikan kadar LDL, total kolesterol,
adalah ringan, dengan proporsi 40,8%. Hal trigliserid, serta penurunan kadar HDL.[8]
ini sesuai dengan studi yang menyebutkan Pada penelitian ini peneliti hanya
bahwa derajat keparahan akne di populasi menganalisis korelasi antara IMT dengan
didominasi oleh derajat ringan. Sedangkan skor derajat keparahan akne tanpa
derajat sedang hingga berat memiliki menganalisis penyebab dan menentukan
prevalensi 10-20% dari populasi remaja cut off point IMT yang berisiko besar untuk
dan dewasa muda.[13] derajat keparahan berat. Penelitian lain
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Smith, dkk
diketahui bahwa IMT berkisar antara 17,30 menyimpulkan bahwa IMT pada laki-laki
sampai dengan 27,33, dengan rata-rata berumur 18-25 tahun memiliki korelasi
sebesar 21,41 dan standar deviasi 2,60; yang signifikan dengan peningkatan
sedangkan kategorinya didominasi oleh derajat keparahan akne, tetapi tidak
kategori normal, yaitu 55,1%. Hal ini berlaku untuk subjek berumur <18 tahun.[1]
sesuai dengan prevalensi IMT di Indonesia Hal ini karena pada usia 18-25 terjadi
yang didominasi oleh kategori normal, peningkatan produksi hormon androgen
sedangkan prevalensi obesitas remaja yang tinggi, sedangkan pada penelitian ini
Indonesia berkisar 21%.[13] peneliti tidak melibatkan subjek dengan
Berdasarkan hasil uji korelasi usia <18 tahun. Jumlah lesi jerawat
didapatkan bahwa IMT berkorelasi secara terutama lesi inflamatif pada laki-laki usia
positif dan signifikan dengan skor derajat 18-25 tahun juga menunjukkan hubungan
keparahan akne (GAGS). Hal ini sesuai yang cukup erat dengan peningkatan
dengan hasil penelitian sebelumnya yang IMT.[1] Penelitian yang dilakukan oleh
menyebutkan bahwa IMT dengan kategori Chen W tahun 2006 dengan 3274 sampel
obesitas merupakan faktor risiko yang anak umur 6-11 tahun menunjukkan
kejadian akne vulgaris dengan hubungan bahwa IMT anak tanpa akne (18,2+/-3,4)
yang signifikan (p<0,05).[13] Penelitian oleh lebih rendah daripada IMT anak dengan
Abulnaja pada tahun 2009 di Saudi Arabia akne vulgaris (19,5+/-3,7).[14] Hal ini sesuai
yang melibatkan 150 sampel juga dengan hasil penelitian peneliti, namun
mendukung hasil penelitian ini. Penelitian target subjeknya berbeda.
tersebut membandingkan perubahan profil Overweight dan obesitas
lipid (total kolesterol, trigliserid, LDL, dan dihubungkan dengan penambahan lemak
HDL) pada subjek obese dengan atau total tubuh (jaringan adiposa), karena

35
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
semakin tinggi IMT semakin banyak pula growth factors β1 yang akan menghambat
akumulasi lemak dalam tubuh. Akumulasi sintesis insulin growth factor binding
lemak dalam tubuh menyebabkan protein 3 (IGFBP-3) di keratinosit, dimana
perubahan patologis pada hormon IGFBP-3 merupakan inhibitor dari IGF-1.
adipokin yang mengatur sensitivitas Kondisi ini akan mencetuskan terjadinya
insulin. Pada kondisi obesitas ditemukan peningkatan produksi sebum dan
adiponektin, adipokin yang bersifat hiperproliferasi folikular yang
insulinomimetik, dengan kadar rendah menyebabkan terjadinya akne vulgaris.[11]
yang menyebabkan berkembangnya Berdasarkan hasil analisis regresi
kondisi hiperinsulinemia dan resistensi linier sederhana, didapatkan hasil bahwa
insulin.[1] Beberapa peneliti menyatakan IMT mampu mempengaruhi perubahan
bahwa hiperinsulinemia akan skor derajat keparahan akne (GAGS)
meningkatkan respon endokrin dan sebesar 13,2%, sedangkan sisanya
mempercepat pertumbuhan jaringan yang (86,8%) dipengaruhi oleh faktor selain IMT.
tidak teratur serta meningkatkan sintesis Faktor selain obesitas, seperti stress, gaya
androgen, yang akhirnya mempengaruhi hidup, dan status hormonal yang biasa
perkembangan akne vulgaris melalui terjadi pada orang dewasa diduga dapat
sejumlah mediator antara lain IGF-1, menimbulkan akne vulgaris dan
IGFBP-3, dan SHBG.1 IGF-1 dan IGFBP- mempengaruhi keparahan akne.[6] Hal ini
3, yang secara langsung mengatur sesuai dengan sebuah penelitian case
proliferasi dan apoptosis keratinosit. control di Italia pada tahun 2012 yang
Hiperinsulinemia akut dan kronis secara berjudul “Family history, body mass index,
bersamaan meningkatkan kadar IGF-1 selected dietary factors, menstrual hystory,
bebas, namun menurunkan kadar IGFBP- and risk of moderate to severe acne in
3. IGF-1 secara langsung merangsang adolescent and young adults”, yang
proliferasi keratinosit basal, sedangkan menyatakan bahwa pada derajat akne
IGFBP-3 menghambat proliferasi sedang dan berat, riwayat keluarga
keratinosit basal.[12] Peningkatan insulin memiliki pengaruh besar; risiko terjadinya
dan IGF-1 juga diketahui akan akne menurun pada orang dengan IMT
menghambat hati dalam mensintesis Sex yang rendah; dan risiko akne meningkat
hormone binding globulin (SHBG), dengan konsumsi produk susu lebih dari 3
sehingga bioavailabilitas androgen porsi seminggu.[15]
terhadap jaringan akan meningkat Dalam penelitian ini, peneliti
drastis.[7] Selain itu, hiperinsulinemia akan mengalami beberapa kendala sehingga
menyebabkan meningkatkannya kadar non mempengaruhi hasil penelitian. Peneliti
stratified fatty acid di dalam plasma yang tidak memasukkan pemeriksaan tubuh
akan meningkatkan epidermal growth (dada dan punggung) yang predileksinya
factors receptor. Bersamaan dengan ini hanya 1% dan kurang etis dilakukan,
insulin akan meningkatkan transforming sehingga mungkin memberikan hasil taksir

36
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
derajat keparahan akne yang lebih rendah. 4. Yeung C.K., et al. ”A community-
Keterbatasan lainnya adalah kesulitan based epidemiological study of acne
untuk menilai kejujuran subjek, dan vulgaris in Hongkong adolescents.”
adanya subjektivitas penelitian dalam Acta Derm Venerol 82 (2002): 104-
mengisi kuesioner. 107.
5. Fiatiningsih, I. Korelasi antara respon
5. KESIMPULAN DAN SARAN
pigmentasi pajanan matahari dengan
5.1 Kesimpulan
derajat keparahan parut akne.
Akne vulgaris merupakan penyakit
Yogyakarta: Fakultas Kedokteran
multifaktorial yang salah satunya
Universitas Gadjah Mada, 2014.
dipengaruhi oleh Indeks massa Tubuh
6. Gollnick, H. “Current concept of the
(IMT). IMT memiliki korelasi yang lemah,
pathogenesis of acne: implications for
positif, dan signifikan dengan skor derajat
drug treatment”. Drugs 63:15
keparahan akne (GAGS). Diketahui juga
(2003):1579-159.
bahwa setiap pertambahan 1 satuan IMT
7. Cordain, L., et al. ”Acne vulgaris a
akan meningkatkan nilai skor derajat
disease of western civilization.” Arch
keparahan akne sebesar 2,215 satuan.
Dermatol 138 (2002): 1584-1590.
8. Abulnaja, K. “Change in the hormone
5.2 Saran
and lipid profile of obese adolescent
Saran yang dapat diberikan ialah
Saudi females with acne vulgaris.”
perlunya dilakukan penelitian dengan skala
Braz J Med Biol Res 42 (2009): 501-
yang lebih besar. Selain itu, petugas medis
505.
perlu memperhatikan aspek IMT dalam
9. Dahlan, Sopiyudin. Besar sampel dan
tata laksana sebagai upaya preventif
cara pengambilan sampel dalam
maupun kuratif.
penelitian kedokteran dan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA Jakarta: Salemba Medika, 2013.
1. Smith, R.N., et al. “A low–glycemic- 10. Dahlan, Sopiyudin. Statistik untuk
load diet improves symptoms in acne kedokteran dan kesehatan. Jakarta:
vulgaris patients: a randomized Salemba Medika, 2012.
controlled trial.” Am J Cli Nutr 86 11. Wasiaatmadja, S.M. “Akne, erupsi
(2007): 107-115. akneiformis, rosasea, rinofirma”. Ilmu
2. Leyden, J.J. ”Therapy for acne Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
vulgaris.” N Engl J Med 336 (1997): lima. Jakarta: Fakultas Kedokteran
1156-1162. Universitas Indonesia, 2007: 253-
3. Uslu G., et al. “Acne: prevalence, 259.
preceptions and effects on 12. Cunliffe WJ and Gould D.J.
physiological health among “Prevalence of facial acne vulgaris in
adolescents in Aydin, Turkey.” JEADV late adolescence and in adults.” Br
22 (2007): 462-469. Med J 1 (2003): 1109–1110.

37
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
13. Pranitasari, D. Hubungan antara 15. Anna D.I., et al. “Family history, body
indeks massa tubuh dengan acne mass index, selected dietary factors,
vulgaris. Surakarta: Fakultas menstrual hystory, and risk of
Kedokteran Universitas Sebelas moderate to severe acne in
Maret, 2011. adolescent and young adults.” J Am
14. Yosipovitch, G., et al. “Study of Acad Dermatol 67 (2012): 1129-113
psychological stress, sebum
production, and acne vulgaris in
adolescent.” Acta Derm Venereol 82:2
(2007): 135-139.

38
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN DIABETES
Penelitian MELLITUS PADA WANITA DEWASA DI INDONESIA
(Analisis Data Sekunder Riskesdas 2007)

Irma Nuryanti1, Krisnawati Bantas2


1
Peminatan Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok
2
Departemen Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, niversitas Indonesia, Depok
Email: irmafkmsolo@yahoo.co.id

ABSTRAK

Pendahuluan: Diabetes Mellitus (DM) termasuk penyakit tidak menular kronis yang
menjadi penyebab kematian utama pada penduduk wanita berumur 45-54 tahun. DM
tidak hanya dapat menyebabkan komplikasi, namun juga menyebabkan kecacatan,
memperburuk kondisi psikologis, menurunkan produktivitas individu, dan menyebabkan
kematian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan faktor risiko kejadian
DM berdasarkan diagnosis dan gejala pada wanita dewasa di Indonesia.
Metode: Penelitian ini menggunakan data sekunder Riskesdas 2007 dengan desain
cross sectional. Sampel adalah wanita dewasa berumur ≥18 tahun yang tidak hamil,
diukur tekanan darahnya, dan memiliki data yang lengkap (tidak missing). Data dianalisis
menggunakan uji statistik berupa uji Chi Square dan uji regresi logistik biner (untuk
variabel bebas dengan lebih dari 2 kategori/jika tabel silang bukan jenis 2x2).
Hasil: Prevalensi DM berdasarkan diagnosis dan gejala pada wanita dewasa Indonesia
adalah sebesar 1,6%. Kejadian DM berdasarkan diagnosis dan gejala pada penelitian ini
paling banyak dialami oleh wanita dewasa berumur 55-64 tahun, berpendidikan tinggi,
tidak bekerja, berstatus cerai, kurang melakukan aktivitas fisik, mantan perokok,
mengalami gangguan mental emosional, berstatus obesitas tingkat II, berstatus obesitas
sentral, dan berstatus hipertensi. Terdapat hubungan bermakna antara umur, tingkat
pendidikan, status pekerjaan, status perkawinan, aktivitas fisik, merokok, gangguan
mental emosional, Indeks Massa Tubuh (IMT), obesitas sentral, dan hipertensi dengan
kejadian DM pada wanita dewasa.
Kesimpulan: Semua variabel independen memiliki hubungan bermakna dengan variabel
dependen (status DM).

Kata kunci: Diabetes mellitus, Faktor risiko, Wanita dewasa, Riskesdas, Indonesia

ABSTRACT

Introduction: Diabetes Mellitus (DM) is a chronic non-communicable disease that


become a major cause of death in the population of women aged 45-54 years. DM not
only can cause complications, but also lead to disability, aggravate psychological
conditions, lowering the productivity of individuals, and cause the death. This study aims
to determine the prevalence and risk factors of DM based on diagnosis and symptoms in
adult women in Indonesia.
Methods: This study used a secondary data Riskesdas 2007 with a cross-sectional
design. Samples were adult women aged ≥18 years who are not pregnant, blood
preasure was measured, and has the complete data. Data was analyzed with Chi Square
test and binary regression logistic (for the independent variables with more than 2
categories).
Results: Results showed the prevalence of diabetes is based on the diagnosis and
symptoms in adult women is 1.6%. The occurances of diabetes mellitus based on
diagnosis and symptoms in this study most widely experienced by adult women aged 55-
64 years old, highly educated, not working, divorced, less physical activity, ex-smokers,
mental emotional disorder, obesity level II status, status central obesity, and hypertension

39
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
status.The results of the bivariate analysis showed there was a significant association
between age, education level, employment status, marital status, physical activity,
smoking, mental emotional disorder, Body Mass Index (BMI), central obesity, and
hypertension with diabetes occurance in adult women.
Conclusion: All of the independent variables are associated significantly with the
dependent variables.

Keywords: Diabetes mellitus, Risk factor, Adult women, Riskesdas, Indonesia

1. PENDAHULUAN kasus DM dan komplikasinya menjadi


Diabetes Mellitus (DM) atau lebih penyebab kematian terbesar terutama
dikenal dengan penyakit kencing manis pada penduduk wanita.[1] Pada tahun 2009
adalah penyakit tidak menular kronis, yang DM menjadi lima besar penyakit penyebab
kasusnya mengalami kenaikan setiap kematian pada wanita usia produktif
tahun di semua regional negara. Penyakit terutama pada negara berkembang. DM
yang diakibatkan oleh kenaikan kadar gula dan penyakit kardiovaskuler lain juga
darah akibat penurunan fungsi insulin ini menjadi penyebab kematian utama pada
tidak hanya dapat menyebabkan penduduk wanita lansia di dunia.[2] Di
komplikasi, namun juga menyebabkan wilayah Asia Tenggara dan Asia Selatan,
kecacatan, memperburuk kondisi kematian akibat DM lebih banyak dialami
psikologis, menurunkan produktivitas penduduk wanita daripada penduduk
individu, dan menyebabkan kematian. pria.[1] Kondisi ini tidak jauh berbeda
WHO menyatakan bahwa DM merupakan dengan kondisi di Indonesia. Berdasarkan
5 besar penyakit tidak menular penyebab laporan Riset Kesehatan Dasar
kematian di seluruh dunia. Federasi (Riskesdas) Indonesia tahun 2007, DM
Diabetes Dunia menyatakan bahwa saat merupakan penyakit tidak menular utama
ini terdapat 380 juta penderita DM di penyebab kematian pada wanita usia 45-
seluruh dunia, dan akan meningkat 54 tahun.[3]
menjadi 590 juta pada tahun 2035. Lebih Penelitian ini bertujuan untuk
dari 40% kasus tidak terdiagnosis, dan mengetahui prevalensi dan faktor risiko
80% penderita tinggal di negara kejadian DM berdasarkan diagnosis dan
berkembang dengan penghasilan gejala pada penduduk wanita dewasa di
menengah ke bawah, termasuk Indonesia. Indonesia tahun 2007. Penelitian ini
Indonesia sebagai negara berkembang di menggunakan data sekunder Riskesdas
wilayah Asia Tenggara menempati 2007 dengan desain cross sectional.
peringkat tujuh tertinggi dengan jumlah Peneliti menggunakan desain cross
penderita DM sebanyak 8,5 juta jiwa, sectional karena bertujuan untuk melihat
dimana kasusnya lebih banyak terjadi prevalensi penyakit yang memiliki durasi
pada penduduk wanita.[1] waktu yang cukup lama dan menggunakan
Selain mengalami peningkatan sampel yang cukup besar.
jumlah kasus setiap tahun, sebagian besar

40
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
Hasil penelitian ini diharapkan 2. METODE
mampu berkontribusi dalam usaha Penelitian ini menggunakan data
pencegahan penyakit DM baik dalam sekunder Riskesdas 2007 dengan desain
bentuk pembuatan program promosi cross sectional, dimana pengukuran
kesehatan, penyuluhan, dan pengendalian variabel independen (exposure) dan
kasus yang telah terjadi. Secara garis variabel dependen (outcome) dilakukan
besar, penelitian ini sejalan dengan secara bersamaan.
penelitian faktor risiko DM yang pernah Sampel penelitian adalah wanita
dilakukan sebelumnya. Hanya saja, dewasa berumur ≥18 tahun yang tidak
sebagian besar penelitian yang dilakukan hamil, diukur tekanan darahnya, dan
sebelumnya menggunakan populasi memiliki data yang lengkap (tidak missing).
wanita dan pria, sedangkan penelitian ini Variabel dependen dalam penelitian ini
lebih spefisik (hanya pada populasi adalah kejadian penyakit DM yang
wanita). ditentukan berdasarkan diagnosis dan
Salah satu kelebihan penelitian ini gejala. Variabel independen adalah umur,
dari penelitian yang lain adalah peneliti tingkat pendidikan, status pekerjaan,
menjabarkan variabel menjadi beberapa status perkawinan, aktivitas fisik, status
kategori yang lebih spesifik (misal variabel merokok, gangguan mental-emosional,
umur dibagi menjadi tujuh kelompok), obesitas berdasarkan IMT, obesitas
sehingga perbedaan prevalensi pada tiap sentral, dan hipertensi. Jumlah sampel
kelompok lebih jelas. Kekurangan dalam penelitian ini adalah 306.307 wanita
penelitian ini, peneliti tidak menggunakan dewasa yang memenuhi kriteria penelitian.
diagnosis DM berdasarkan pengukuran Analisis data dilakukan secara univariat
gula darah karena pemeriksaan biomedis dan bivariat menggunakan SPSS 16
tersebut hanya dilakukan di daerah dengan uji Chi Square dan regresi logistik
perkotaan. biner (untuk variabel independen dengan
kategori lebih dari dua/untuk tabel silang
bukan jenis 2x2).
3. HASIL

Tabel 1. Gambaran Karakteristik Wanita Dewasa Berdasarkan Data Riskesdas Indonesia


Tahun 2007
Variabel Kategori Frekuensi (orang) Persentase
Tidak 301.355 98,4
Diabetes Mellitus
Ya 4.952 1,6
18-24 49.032 16,0
25-34 76.725 25,0
35-44 70.858 23,1
Umur 45-54 52.130 17,0
55-64 29.658 9,7
65-74 18.796 6,1
≥75 9.108 3,0
Tingkat Pendidikan Rendah 180.180 58,8

41
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
Sedang 109.944 35,9
Tinggi 16.183 5,3
Bekerja 132.750 43,3
Status Pekerjaan
Tidak Bekerja 173.557 56,7
Belum Kawin 37.101 12,1
Status Perkawinan Kawin 225.998 73,8
Bercerai 43.208 14,1
Cukup 224.037 73.1
Aktivitas Fisik
Kurang 82.270 26.9
Bukan Perokok 286.116 93,4
Mantan
Kebiasaan Merokok 3.403 1,1
Perokok
Perokok 16.788 5,5
Gangguan Mental Tidak 262.452 85,7
Emosional Ya 43.855 14,3
BB Kurang 40.763 13,3
BB Normal 144.497 47,2
Indeks Massa Tubuh
Overweight 49.341 16,1
(IMT)
Obesitas Tk I 56.127 18,3
Obesitas Tk II 15.579 5,1
Tidak 205.695 67,2
Obesitas Sentral
Ya 100.612 32,8
Tidak 198.186 64,7
Ya 108.121 35,3
Status Hipertensi
Total 306.307 100,0

Berdasarkan tabel 1, kejadian DM (73,8%), kurang melakukan aktivitas fisik


diperoleh sebesar 1,6%. Karakteristik (73,1%), bukan perokok (93,4%), tidak
wanita dewasa dalam penelitian ini mengalami gangguan mental emosional
sebagian besar berumur 25-34 tahun (85,7%), memiliki IMT normal (47,2%),
(25%), berpendidikan rendah (58,8%), tidak berstatus obesitas sentral (67,2%),
tidak bekerja (56,7%), berstatus menikah dan tidak berstatus hipertensi (64,7%)
Tabel 2. Hubungan antara Umur dengan Kejadian Diabetes Mellitus pada Wanita
Dewasa di Indonesia Tahun 2007
Kasus DM
Total OR
Umur Ya Tidak P-value
(95% CI)
n % n % n %
<0,0001*
5,743
≥75 238 2,6 8.870 97,4 9.108 100
(4,783-6,897)

6,949 <0,0001*
65-74 591 3,1 18.205 96.9 18.796 100
(5,959-8,104)
7,911 <0,0001*
55-64 1.057 3,6 28.601 96,4 29.658 100
(6,851-9,135)
5,903 <0,0001*
45-54 1.399 2,7 50.731 97,3 52.130 100
(5,129-6,794)
2,775 <0,0001*
35-44 907 1,3 69.951 98,7 70.858 100
(2,399-3,211)
1,495 <0,0001*
25-34 532 0,7 76.193 99,3 76.725 100
(1,279-1,746)
18-24 228 0,5 48.804 99,5 49.032 100 1

42
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
Kasus DM
Total OR
Umur Ya Tidak P-value
(95% CI)
n % n % n %
Total 4.952 1,6 301.355 98,4 306.307 100
*secara statistik bermakna
Seperti tampak pada tabel 2, hasil puncaknya pada kelompok umur 55-64
uji statistik memperlihatkan nilai p<0,0001, tahun (OR=7,9), dan mengalami
artinya terdapat hubungan yang bermakna penurunan kembali pada kelompok umur
antara umur dengan kejadian DM pada 64 tahun ke atas. Peluang terbesar
wanita dewasa. Semakin bertambah umur mengalami DM terdapat pada wanita
seorang wanita semakin tinggi peluang dengan kelompok umur 55-64 yaitu
untuk menderita DM. Hasil analisis sebesar 7,9 kali dibandingkan dengan
menunjukkan bahwa OR mengalami wanita pada kelompok umur 18-24 tahun
peningkatan secara signifikan dari untuk menderita DM.
kelompok umur 18-24 hingga mencapai
Tabel 3. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Kejadian Diabetes Mellitus pada
Wanita Dewasa di Indonesia Tahun 2007
Kasus DM
Tingkat Total OR
Ya Tidak P value
Pendidikan (95% CI)
n % n % n %

Tinggi 298 1,8 15.885 98,2 16.183 100 1,054 0,393


(0,935-1,188)

Sedang 1.502 1,4 108.442 98,6 109.944 100 0,778 <0,0001*


(0,731-0,828)
Rendah 3.152 1,7 177.028 98,3 180.180 100 1
Total 4.952 1,6 301.355 98,4 306.307 100
*secara statistik bermakna
Berdasarkan hasil analisis Terdapat hubungan yang bermakna
hubungan antara tingkat pendidikan secara statistik antara pendidikan sedang
dengan kejadian Diabetes Mellitus seperti dengan pendidikan rendah terhadap
yang tampak pada tabel 3, diperoleh kejadian DM pada wanita (OR: 0,788; CI
bahwa prevalensi DM tertinggi terdapat 0,731-0,828; nilai p<0,0001), artinya
pada wanita dewasa berpendidikan tinggi wanita dewasa dengan pendidikan sedang
yaitu 1,8%. Hasil uji statistik memiliki peluang lebih kecil untuk
memperlihatkan hubungan yang tidak menderita DM dibandingkan dengan
bermakna antara pendidikan tinggi dan wanita berpendidikan rendah.
pendidikan rendah terhadap kejadian DM
pada wanita (OR: 1,054; CI:0,935-1,188).

43
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
Tabel 4. Hubungan antara Status Pekerjaan dengan Kejadian Diabetes Mellitus pada
Wanita Dewasa di Indonesia Tahun 2007
Kasus DM
Status Total OR
Ya Tidak P-value
Pekerjaan (95% CI)
n % n % n %
Tidak Bekerja 3.032 1,7 170.525 98,3 173.557 100 1,212
<0,0001*
Bekerja 1.920 1,4 130.830 98,6 132.750 100 (1,144-1,283)

Total 4.952 1,6 301.355 98,4 306.307 100


*secara statistik bermakna
Dari tabel 4, tampak bahwa kejadian dewasa yang tidak bekerja mempunyai
DM tertinggi dialami oleh wanita dewasa peluang 1,212 kali lebih besar untuk
tidak bekerja, yaitu sebesar 1,7%. Hasil mengalami DM dibandingkan dengan
analisis menunjukkan bahwa wanita wanita dewasa yang bekerja.
Tabel 5. Hubungan antara Status Perkawinan dengan Kejadian Diabetes
Mellitus pada Wanita Dewasa di Indonesia Tahun 2007

Kasus DM
Status Total OR
Ya Tidak P-value
Perkawinan (95% CI)
n % n % n %
5,344 <0,0001*
Bercerai 1.133 2,6 42.075 97,4 37.101 100
(4,574-6,245)
3,243
Kawin 3.633 1,6 222.365 98,4 225.998 100
(2,797-3,759) <0,0001*
Belum Kawin 186 0,5 36.915 99,5 43.208 100 1
Total 4.952 1,6 301.355 98,4 306.307 100
*secara statistik bermakna

Hasil analisis hubungan antara status bercerai. Secara statistik dapat


status perkawinan dengan kejadian DM disimpulkan bahwa wanita dewasa yang
ditunjukkan oleh tabel 5. Diperoleh bahwa berstatus kawin mempunyai peluang
prevalensi kejadian DM terjadi pada wanita sekitar 3,2 kali lebih besar untuk
dewasa dengan status bercerai, yaitu mengalami DM dibandingkan dengan
sebesar 2,6%. Hasil uji statistik wanita dewasa yang belum kawin.
memperlihatkan nilai p<0,0001 dan nilai Sementara itu risiko pada wanita dengan
OR sebesar 3,243 pada kelompok wanita status bercerai lebih besar dibandingkan
yang berstatus kawin, dan OR sebesar dengan wanita dewasa yang belum kawin,
5,344 pada kelompok wanita dengan yaitu 5,3 kali.
Tabel 6. Hubungan antara Aktivitas Fisik dengan Kejadian Diabetes Mellitus pada Wanita
Dewasa di Indonesia Tahun 2007
Kasus DM
Aktivitas Total OR
Ya Tidak P-value
Fisik (95% CI)
n % n % n %
Kurang 1.884 2,3 80.386 97,7 82.270 100 1,688 <0,0001*

44
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
Cukup (1,593-
3.068 1,4 220.969 98,6 224.037 100
1,789)
Total 4.952 1,6 301.355 98,4 306.307 100
*secara statistik bermakna

Hasil analisis hubungan antara antara aktivitas fisik dengan Diabetes


aktivitas fisik dengan kejadian Diabetes Mellitus. Dari hasil analisis diperoleh pula
Mellitus ditunjukkan oleh tabel 6. Diperoleh nilai OR sebesar 1,688, artinya wanita
bahwa prevalensi kejadian DM lebih tinggi dewasa yang kurang melakukan aktivitas
pada kelompok dengan aktivitas fisik fisik memiliki peluang 1,688 kali lebih
kurang yaitu sebesar 2,3%. Hasil uji besar untuk mengalami DM dibandingkan
statistik memperlihatkan nilai p<0,0001, dengan wanita dewasa yang cukup
artinya terdapat hubungan yang bermakna melakukan aktivitas fisik.

Tabel 7. Hubungan antara Status Merokok dengan Kejadian Diabetes Mellitus pada
Wanita Dewasa di Indonesia Tahun 2007
Status Kasus DM OR
Total
Meroko Ya Tidak (95% P-value
k n % N % n % CI)
1,274
16.45 98, 16.78 (1,139 <0,0001
Perokok 335 2,0 100
3 0 8 - *
1,425)
2,208
Mantan 96, (1,831 <0,0001
116 3,4 3.287 3.403 100
Perokok 6 - *
2,663)
Bukan 4.5 281.6 98, 286.1
1,6 100 1
Perokok 01 15 4 16
4.9 301.3 98, 306.3
Total 1,6 100
52 55 4 07
*secara statistik bermakna

Seperti tampak pada tabel 7, disimpulkan bahwa wanita dewasa yang


prevalensi DM tertinggi hingga terendah berstatus mantan perokok mempunyai
secara berturut-turut terjadi pada wanita peluang sekitar 2,2 kali lebih besar untuk
dewasa dengan status mantan perokok mengalami DM dibandingkan dengan
(3,4%), status perokok (2,0%), dan status wanita dewasa bukan perokok. Sementara
bukan perokok (1,6%). Hasil uji statistik itu wanita dewasa yang berstatus perokok
memperlihatkan nilai p<0,0001, artinya mempunyai peluang sekitar 1,2 kali lebih
terdapat hubungan yang bermakna antara besar untuk mengalami DM dibandingkan
status merokok dengan DM. Secara dengan wanita dewasa bukan perokok.
biologis berdasarkan nilai OR dapat

45
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
Tabel 8. Hubungan antara Gangguan Mental Emosional dengan Kejadian Diabetes
Mellitus pada Wanita Dewasa di Indonesia Tahun 2007
Kasus DM
Gangguan OR
Total
Mental Ya Tidak (95% P-value
Emosional CI)
n % n % n %
Ya 1.665 3,8 42.190 96,2 43.855 100 3,112
(2,931- <0,0001*
Tidak 3.287 1,3 259.165 98,7 262.452 100 3,303)
Total 4.952 1,6 301.355 98,4 306.307 100
*secara statistik bermakna

Prevalensi tertinggi kejadian DM dimana wanita dewasa yang mengalami


terdapat pada wanita dewasa yang gangguan mental emosional mempunyai
mengalami gangguan mental emosional, peluang 3,112 kali lebih besar untuk
yaitu sebesar 3,8%. Hasil uji statistik mengalami DM dibandingkan dengan
memperlihatkan nilai p<0,0001, artinya wanita dewasa yang tidak mengalami
terdapat hubungan yang bermakna antara gangguan mental emosional.
gangguan mental emosional dengan DM,
Tabel 9. Hubungan antara Obesitas Berdasarkan IMT dengan Kejadian Diabetes Mellitus
pada Wanita Dewasa di Indonesia Tahun 2007
Kasus DM OR P-value
Total (95% CI)
Obesitas Ya Tidak
n % n % n %
2,413
Obesitas Tk II 488 3,1 15.091 96,9 15.579 100 <0,0001*
(2132-2732)
1,783
Obesitas Tk I 1.310 2,3 54.817 97,7 56.127 100 <0,0001*
(1,612-1,973)
1,329
Overweight 863 1,7 48.478 98,3 49.341 100 <0,0001*
(1,192-1,481)
0,916
BB Normal 1.752 1,2 142.745 98,8 56.127 100 0,077
(0,831-1,009)

BB Kurang 539 1,3 40.224 98,7 40.763 100 1

Total 4.952 1,6 301.355 98,4 306.307 100


*secara statistik bermakna

Tabel 9 menunjukkan hasil analisis yang bermakna secara statistik antaraIMT


hubungan antara status obesitas dengan dengan kejadian DM.
kejadian diabetes mellitus, dimana Hasil analisis menunjukkan bahwa
diperoleh informasi bahwa prevalensi peluang kejadian DM meningkat secara
tertinggi kejadian DM terdapat pada wanita signifikan dan berurutan dari tinggi ke
dewasa dengan status obesitas tingkat II, rendah mulai dari kelompok overweight,
yaitu sebesar 3,1%. Terdapat hubungan obesitas tingkat I, hingga obesitas tingkat
II.

46
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
Tabel 10. Hubungan antara Obesitas Sentral dengan kejadian Diabetes Mellitus pada
Wanita Dewasa di Indonesia Tahun 2007
Kasus DM Total OR
Obesitas
Ya Tidak (95% P value
Sentral
n % n % n % CI)

Ya 2.563 2,5 98.049 97,5 108.121 100 2,225


(2,103- <0,0001*
Tidak 2.389 1,2 203.306 98,8 198.186 100 2,353)
Total 4.952 1,6 301.355 98,4 306.307 100
*secara statistik bermakna

Prevalensi tertinggi kejadian DM obesitas sentral mempunyai peluang 2,225


dialami oleh wanita dewasa yang kali lebih besar untuk mengalami DM
mengalami obesitas sentral yaitu sebesar dibandingkan dengan wanita dewasa yang
2,5%. Hasil uji statistik menunjukkan tidak mengalami obesitas sentral
bahwa wanita dewasa yang mengalami
Tabel 11. Hubungan antara Status Hipertensi dengan kejadian Diabetes Mellitus
pada Wanita Dewasa di Indonesia Tahun 2007
Kasus DM Total
Status OR
Ya Tidak P value
Hipertensi (95% CI)
n % n % n %
Ya 2.738 2,5 105.383 97,5 108.121 100 2,3
<0,0001*
Tidak 2.214 1,1 195.972 98,9 198.186 100 (2,173-2,433)

Total 4.952 1,6 301.355 98,4 306.307 100


*secara statistik bermakna
Sesuai tabel 11 di atas, prevalensi meningkat seiring dengan pertambahan
kejadian DM lebih banyak dialami wanita umur. Hal ini sejalan dengan penelitian
dewasa berstatus hipertensi, yaitu sebesar Agrawal pada tahun 2011 terhadap wanita
2,5%. Hasil uji statistik memperlihatkan dewasa di India. Proses penuaan
nilai p <0,0001, artinya terdapat hubungan berhubungan dengan perubahan dan
yang bermakna antara status hipertensi penurunan fungsi sel β pankreas yang
dengan diabetes mellitus. Wanita dewasa memproduksi insulin di dalam tubuh.[4]
yang mengalami hipertensi mempunyai Pada kelompok umur >40 tahun, sebagian
peluang 2,3 kali lebih besar untuk besar wanita telah berstatus menikah,
mengalami DM dibandingkan dengan memiliki kehidupan rumah tangga pribadi,
wanita dewasa yang tidak hipertensi mengalami proses kehamilan, melahirkan,
menyusui, dan beberapa telah mengalami
2. PEMBAHASAN
menopause. Kondisi ini berhubungan
2.1 Hubungan Umur dengan DM
dengan kondisi psikologis, perubahan
Umur memiliki hubungan bermakna
hormon dalam tubuh, keseimbangan
dengan status DM. Hasil penelitian ini
energi, pola makan, dan distribusi lemak
menunjukkan bahwa peluang kejadian DM
dalam tubuh yang dapat mempengaruhi

47
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
status kesehatan seorang wanita. Dengan 2.4 Hubungan Status Perkawinan
dengan DM
demikian, semakin bertambah umur
Wanita dengan status bercerai dan
seorang wanita, semakin meningkat pula
menikah memiliki peluang yang lebih besar
risiko untuk terkena penyakit DM yang
untuk menderita DM dibandingkan dengan
dapat dipicu oleh banyak faktor seperti
wanita yang belum menikah. Hal ini
penuaan sel, penurunan fungsi sel beta
berhubungan dengan pertambahan umur,
pankreas, perubahan hormon, perubahan
kondisi psikologis, perubahan gaya hidup,
kondisi psikologis, dan perubahan
dan perubahan hormon pada wanita yang
metabolisme tubuh lainnya.
mengalami kehamilan, menyusui, dan
2.2 Hubungan Tingkat Pendidikan kondisi menopause. Hasil ini sejalan
dengan DM
dengan penelitian Lidfeldt pada tahun
Tingkat pendidikan memiliki
2005.[6]
hubungan bermakna terhadap kejadian
DM pada wanita dewasa. Wanita dengan 2.5 Hubungan Aktivitas Fisik dengan
DM
tingkat pendidikan sedang memiliki
Aktivitas fisik berhubungan dengan
peluang yang lebih rendah untuk
IMT. Seseorang yang kurang beraktivitas
menderita DM dibandingkan wanita
mudah mengalami penimbunan lemak
dengan status pendidikan tinggi. Ditinjau
dalam tubuh maupun obesitas. Kondisi
dari faktor ekonomi, tingkat pendidikan
obesitas dapat menyebabkan resistensi
berhubungan dengan pekerjaan,
insulin, karena jaringan lemak
penghasilan, dan status sosial ekonomi
mempengaruhi metabolisme insulin
seorang wanita. Hal ini berpengaruh
dengan melepaskan asam lemak dan
terhadap perubahan perilaku dan gaya
cytokines. Hasil penelitian ini sejalan
hidup. Penelitian ini sejalan dengan
dengan penelitian Weinstein (2004).[7]
penelitian Agrawal pada tahun 2011.

2.6 Hubungan Status Merokok dengan


2.3 Hubungan Status Pekerjaan
DM
dengan DM
Merokok berhubungan dengan stres
Wanita yang tidak bekerja atau
oksidatif, inflamasi sistemik, disfungsi
beraktivitas fisik rendah berpeluang lebih
endothelial, dan peningkatan tekanan
besar untuk menderita obesitas. Wanita
darah. Merokok secara perlahan
yang tidak bekerja cenderung menjalani
menurunkan fungsi sel beta pankreas dan
gaya hidup sedentary (malas bergerak)
menyebabkan inflamasi kronis pada
dan kurang melakukan aktivitas fisik
pankreas. Hasil ini sejalan dengan
sehingga sangat berisiko mengalami
penelitian Sairenchi (2004)[8] dan Hu
penimbunan lemak di dalam tubuh. Hasil
(2001).[9]
penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian Bosch pada tahun 2011.[5]

48
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
2.7 Hubungan Gangguan Mental dan yang dialami penderita obesitas
Emosional dengan DM
menyebabkan munculnya gangguan
Kondisi stres yang lama
makrovaskuler, hipertensi, dan resistensi
mempengaruhi seluruh saraf pada kelenjar
insulin. Penelitian ini sejalan dengan
endokrin, mengaktifkan sumbu HPA
penelitian Maty (2004).[13]
(hipotalamus-pituitari-adrenal) dan pusat
Beberapa penelitian epidemiologi
saraf simpatik yang dapat memicu
menunjukkan bahwa prevalensi DM pada
gangguan metabolisme.[10] Depresi
penduduk wanita lebih tinggi daripada
mempengaruhi mekanisme lemak tubuh
penduduk pria. Di Amerika, angka kejadian
dan mekanisme glukosa melalui
DM pada penduduk wanita lebih tinggi
mekanisme psikososial dan perilaku yang
dibandingkan dengan kejadian DM pada
mempengaruhi pola makan.
penduduk pria.[14] Sebuah penelitian di
Bangladesh menunjukkan bahwa
2.8 Hubungan Obesitas dengan DM
prevalensi diabetes pada penduduk wanita
Obesitas berhubungan dengan pola
lebih tinggi daripada penduduk pria (7,6%
makan yang buruk, asupan kalori yang
dan 6,8%).[15] Penelitian lain terhadap
berlebihan, dan kurangnya aktivitas fisik.
faktor risiko DM yang dilakukan di Zuni
Kondisi ini meningkatkan kadar asam
Indian, Meksiko, yang melibatkan pria dan
lemak bebas dalam tubuh yang akan
wanita berumur 20-74 tahun menunjukkan
menimbulkan resistensi insulin. Hasil
bahwa prevalensi DM pada wanita (27,5%)
penelitian ini sejalan dengan hasil
lebih tinggi dibandingkan prevalensi DM
penelitian Agrawal (2011),[11] Hu (2001),[9]
pada pria (18%).[16] Secara fisiologi,
dan Nuryati (2009).[12]
terdapat perbedaan pada mekanisme
2.9 Hubungan Obesitas Sentral dengan keseimbangan energi, komposisi tubuh,
DM
dan distribusi lemak tubuh di antara pria
Obesitas sentral berhubungan
dan wanita. Hal ini dapat dipengaruhi oleh
dengan peningkatan kadar asam lemak
faktor genetik, lingkungan, dan hormon
bebas di dalam tubuh. Peningkatan ini
pada masing-masing jenis kelamin.
terjadi karena proses lipolisis jaringan
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa
adiposa dan oksidasi lipid yang lebih cepat
hormon estrogen mempengaruhi aktivitas
daripada kondisi normal, sehingga dapat
dan metabolisme jaringan lemak pada
menyebabkan resistensi insulin dan
tubuh wanita. Pada pria, pola distribusi
mengganggu metabolisme insulin dalam
lemak tubuh disebut dengan istilah
tubuh.[4]
android, dimana akumulasi lemak lebih
banyak tersebar pada bagian perut.
2.10 Hubungan Status Hipertensi
dengan DM Sedangkan pada wanita dikenal dengan
Kenaikan tekanan darah istilah gynoid, dimana proporsi jaringan
berhubungan dengan kenaikan IMT dan lemak terbesar terdapat pada area pinggul,
obesitas sentral. Kondisi hiperglikemia paha, dan pantat. Pria memiliki jaringan

49
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
viseral lebih banyak, sedangkan wanita 1,20 kali untuk menderita DM
memiliki jaringan subkutan yang lebih dibandingkan wanita bukan perokok.
banyak. Pria memiliki massa otot yang Sedangkan wanita yang berstatus mantan
lebih tinggi daripada wanita, sementara perokok berisiko 1,15 kali lebih besar
wanita memiliki massa lemak tubuh yang untuk mengalami DM dibandingkan
lebih tinggi dari pada pria. Hal ini membuat dengan wanita dewasa bukan perokok.[9]
ruang untuk jaringan lemak pada Selain faktor lingkungan dan gaya
perempuan lebih besar daripada pria. hidup, fase tertentu yang hanya dialami
Perbedaan ini juga berpengaruh terhadap wanita seperti siklus menstruasi,
kerentanan pada penyakit kronis seperti kehamilan, dan menyusui menyebabkan
obesitas dan diabetes tipe II.[17] terjadinya perubahan hormonal dan
Banyak faktor yang diduga psikologis sehingga wanita lebih rentan
menyebabkan tingginya prevalensi DM mengalami gangguan kesehatan. Stres
pada wanita, di antaranya adalah faktor dan gangguan mental merupakan faktor
genetik, lingkungan, gaya hidup, risiko yang dapat meningkatkan kejadian
rendahnya aktivitas fisik, obesitas, hingga DM pada wanita. Penelitian di Amerika
riwayat yang berhubungan dengan paritas menunjukkan bahwa gejala depresi pada
seperti riwayat diabetes gestasional dan wanita berhubungan dengan tingkat
riwayat pernah melahirkan bayi dengan resistensi insulin. Wanita yang mengalami
berat badan lebih dari 4000 gram.[2,18] gejala depresi 1,66 kali lebih berisiko
Sebuah penelitian epidemiologi menderita DM dibandingkan dengan
desain kohort yang bertujuan mengetahui wanita yang tidak mengalami gejala
faktor risiko DM terhadap 47.966 wanita depresi.[20]
sehat di Amerika menunjukkan bahwa
3. KESIMPULAN DAN SARAN
wanita dengan status obesitas sentral
3.1 Kesimpulan
memiliki risiko yang lebih besar untuk
Prevalensi kejadian DM
menderita diabetes mellitus di kemudian
berdasarkan diagnosis dokter dan gejala
hari dibandingkan wanita yang tidak
yang dialami wanita dewasa pada
mengalami obesitas sentral.[19] Hasil
penelitian adalah sebesar 1,6%.
analisis multivariat terhadap 593 wanita di
Prevalensi tertinggi kejadian DM
wilayah Zuni Indian, Amerika;
berdasarkan diagnosis dan gejala pada
menunjukkan bahwa faktor umur, status
penelitian ini dialami pada wanita dewasa
obesitas, dan riwayat Diabetes
berumur 55-64 tahun, berpendidikan tinggi,
Gestasional merupakan faktor risiko
tidak bekerja, berstatus cerai, kurang
munculnya penyakit DM pada populasi
melakukan aktivitas fisik, mantan perokok,
wanita.[14] Penemuan lain mengenai faktor
mengalami gangguan mental emosional,
risiko DM pada wanita yang melibatkan
berstatus obesitas tingkat II, berstatus
84.941 wanita di Amerika menunjukkan
obesitas sentral, dan berstatus hipertensi.
bahwa kelompok wanita perokok berisiko

50
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
Terdapat hubungan bermakna sektor pendidikan (lingkungan sekolah
antara umur, tingkat pendidikan, status dasar hingga perguruan tinggi), lingkungan
pekerjaan, status perkawinan, aktivitas kerja (perusahaan, kantor), maupun
fisik, merokok, gangguan mental lingkungan umum (pasar, puskesmas,
emosional, obesitas berdasarkan IMT, baliho di jalan raya, dan sebagainya).
obesitas sentral, dan hipertensi dengan Pemerintah juga diharapkan dapat
kejadian DM pada wanita dewasa di mempertegas komitmen dan kebijakan
Indonesia. dalam mengurangi jumlah perokok di
Indonesia karena dalam penelitian ini
3.2 Saran
merokok berhubungan dengan kejadian
Diperlukan upaya pencegahan
DM pada wanita.
primer sedini mungkin berupa deteksi dini
kadar gula darah dan faktor risiko DM. DAFTAR PUSTAKA
Masyarakat perlu berpartisipasi dalam 1. IDF. International diabetes federation
menjalankan gaya hidup sehat, diabetes atlas. 6th edition, 2013.
membiasakan diri menjaga dan memantau 2. WHO. Women and health. Geneva:
kesehatan secara rutin terutama IMT dan WHO Press, 2009.
tekanan darah, menghindari stres, dan 3. Departemen Kesehatan Republik
menjauhi gaya hidup sedentary (kurang Indonesia. Laporan hasil riset
aktivitas fisik). Bagi ibu rumah tangga kesehatan dasar 2007. Jakarta:
dengan aktivitas fisik rendah, sebaiknya Depkes RI, 2007.
mulai merencanakan program dan target 4. Rahajeng, E., dkk. Risiko obesitas
pribadi untuk meningkatkan aktivitas fisik pada kasus toleransi glukosa
seperti berolahraga secara konsisten tiap terganggu terhadap kejadian diabetes
minggu. mellitus tipe 2 dan faktor “non genetik”
Bagi penelitian selanjutnya lain yang berhubungan. Jakarta:
diharapkan dapat mengembangkan Depkes RI, 2004.
penelitian serupa dengan menambahkan 5. Bosch, M.V. Comparative analysis of
beberapa variabel seperti riwayat keluarga, the demographic, clinical, and social-
dan melakukan analisis hingga tahap cognitive factors associated with
multivariat serta menggunakan desain physical activity among middle-aged
yang lebih baik untuk menentukan women with and without diabetes.
hubungan kausal antara paparan dan Dissertation. Michigan State
kejadian penyakit. University, 2011.
Peneliti berharap pemerintah 6. Lidfeldt, J., et al. “Woman living alone
khususnya yang berperan dalam bidang have an increased risk to develop
kesehatan agar lebih menggencarkan diabetes which is explained mainly by
informasi terkait faktor risiko DM kepada lifestyle factors.” Diabetes Care 28
seluruh masyarakat sedini mungkin, baik di (2005): 2531-2536.

51
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
7. Weinstein, A.R., et al. “Relationship of 13. Maty, S., et al. “Patterns of disability
physical activity vs body mass index related to diabetes mellitus in older
with type 2 diabetes in women.” women.” The Journal of Gerontology
Journal American Medical Association February:59A (2004):148-153.
2 (2004): 1188-1194. 14. Swahn, E. Diabetes in woman. New
8. Sairenchi, T., et al. “Cigarette York: Nova Science Publisher, Inc,
smoking and risk of type 2 diabetes 2010.
mellitus among middle-aged and 15. Akhter, A., et al. “Prevalence of
elderly Japanese men and women.” diabetes mellitus and its associated
American Journal of Epidemiology risk indicators in a rural Bangladeshi
160:2 (2004): 158-162. population.” The Open Diabetes
9. Hu, F,B., et al. “Diet, lifestyle, and the Journal (2011): 6-13.
risk of type 2 diabetes in women.” 16. Scavini, M., et al. “Prevalence of
New England Journal of Medicine diabetes is higher among female than
345:11 (2001): 790-797. male Zuni Indians.” Diabetes Care 26
10. Agardh, E., et al. “Work stress and (2003): 55-60.
low sense of coherence is associated 17. Tsatsoulis, A. et al. Diabetes in
with type 2 diabetes in middle-aged women, pathophysiology and therapy.
Swedish women.” Diabetes Care 26 New York: Humana Press, 2009.
(2003): 719-724. 18. PERKENI. “Konsensus pengelolaan
11. Agrawal, S., et al. “Prevalence and dan pencegahan diabetes mellitus
risk factors for self-reported diabetes tipe 2 di Indonesia.” Perkumpulan
among adult men and women in India: Endokrinologi Indonesia, 2011.
findings from a national cross- 19. Krishnan, S., et al. “Overall and
sectional survey.” Public Health central obesity and risk of type 2
Nutritions. 1065-1077. diabetes in US. Black women.”
12. Nuryati, S., dkk. “Gaya hidup dan Obesity 15:7 (2011): 1860-1866.
status gizi serta hubungannya dengan 20. Rose, S.A., et al. “Depressive
diabetes melitus pada wanita dewasa symptoms, insulin resistence, and risk
di DKI Jakarta.” Gizi Indonesia 32:2 of diabetes in women at midlife.”
(2009): 117-127. Diabetes Care 26 (2004): 2856-2861

52
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
RANCANGAN BUKU TUNTAS TB SEBAGAI MEDIA
Tinjauan PROMOSI KESEHATAN PADA PENGOBATAN
PENDERITA TB PARU
Pustaka
Ade Aryanti Fahriani1
1
Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran,
Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru
Email : ade.afahriani@gmail.com

ABSTRAK

Pendahuluan: TB merupakan salah satu masalah utama kesehatan di Indonesia dan


sebagian besar negara di dunia, yang angka kasusnya meningkat setiap tahun. Besar
dan luasnya permasalahan akibat TB tidak hanya merugikan aspek kesehatan, tetapi
juga berdampak pada pembangunan dan kesejahteraan negara. Dalam hal ini
pemerintah melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan TB yang dilakukan di
unit-unit Puskesmas. Namun, dalam pelaksanaannya, sering ditemukan permasalahan,
terutama ketidakpatuhan penderita dalam melakukan pengobatan tuntas penyakit TB.
Hal itu disebabkan oleh kurangnya pengetahuan penderita dan keluarga, karena media
promkes yang digunakan monoton.
Pembahasan: Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan
mengembangkan media promosi kesehatan TB yang efektif, yaitu menggunakan Buku
Tuntas TB. Buku Tuntas TB dirancang agar dapat merangkum informasi-informasi
penting tentang TB, serta memuat catatan-catatan pengobatan yang efektif. Buku ini
memiliki tingkat keawetan yang lebih baik dibandingkan dengan media promkes
konvensional, sehingga dapat menjadi sebuah alternatif media promosi kesehatan
menggantikan media konvensional. Selain itu, Buku Tuntas TB juga dapat dikembangkan
lebih jauh terkait keefektivan informasi dan pesan, dengan adanya form catatan-catatan
Pengawas Minum Obat (PMO) untuk memantau pengobatan penderita; sehingga buku
ini potensial menjadi media promkes yang efektif dan digunakan secara nasional.
Kesimpulan: Rancangan Buku Tuntas TB dapat menjadi sebuah alternatif inovasi
dalam media promosi kesehatan yang dapat meningkatkan pengetahuan tentang TB
kepada penderita TB, Pengawas Minum Obat (PMO), serta keluarga penderita TB.

Kata kunci : Pengetahuan, Pengobatan tuntas TB, Buku tuntas TB, Media promosi
kesehatan

ABSTRACT

Introduction: TB is a major health problem in Indonesia and most countries in the world.
The problem of TB is not only detrimental to health aspect, but also can impact on the
development and prosperity of the state. In this case, the government did TB prevention
and control efforts undertaken in health center units. However, the problems’re still found,
especially the poor obedience of patient to complete the treatment of TB. It is due to the
minimum knowledge of the patient and family because of monotonous of health
promotion media used.
Discussion: A way to solve that problem is designing an alternative TB media promotion,
by using “Buku Tuntas TB”. Buku Tuntas TB is designed to summarize the important
informations about TB, contains the records of treatment of effective healing. This book
has better durability than conventional health media promotion, so it will be an alternative
option to replace conventional media. In addition, Buku Tuntas TB can also be further
developed related to the effectiveness of information, messages, and notes from
treatment supporter in monitoring the treatment of the patient; so this book is potential to
be an effective national health promotion media.

53
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
Conclusion: “Buku Tuntas TB” could be an alternative health promotion media to
escalate the tubercular, treatment supporter, and the family’s knowledge of TB.

Keywords : Knowledge, Complete treatment of TB, Buku tuntas TB, Health promotion
media.

1. PENDAHULUAN Salah satu upaya yang dilakukan di unit-


TB merupakan salah satu masalah unit Puskesmas di antaranya adalah
utama kesehatan di Indonesia dan vaksinasi BCG, penemuan kasus secara
sebagian besar negara di dunia. Sejalan aktif dan pasif, pengobatan dan
dengan meningkatnya penderita HIV/AIDS, pengobatan ulang terhadap penderita TB,
maka permasalahan TB juga akan penyuluhan kesehatan, serta evaluasi
semakin meningkat.[1] Laporan TB dunia program.[5] Namun, dalam
oleh WHO tahun 2006 menempatkan pelaksanaannya, sering ditemukan
Indonesia sebagai penyumbang TB permasalahan yang mempengaruhi
terbesar nomor 3 di dunia setelah India keberhasilan program, terutama dalam hal
dan Cina dengan jumlah kasus baru kepatuhan penderita dalam melakukan
sekitar 539.000 dan jumlah kematian pengobatan tuntas penyakit TB.[6]
sekitar 101.000 per tahun.[2] Data lain juga Permasalahan ini salah satunya
menyebutkan bahwa diperkirakan di disebabkan oleh rendahnya pengetahuan,
Indonesia terjadi 500.000 kasus baru TB kemauan dan kesadaran penderita TB
dan 175.000 di antaranya meninggal dunia untuk melakukan pengobatan secara
setiap tahunnya.[3] tuntas serta lemahnya pengawasan PMO
Besar dan luasnya permasalahan dalam memantau proses kesembuhan
akibat TB mengharuskan semua pihak penderita.[7]
berkomitmen dan bekerjasama dalam Beberapa usaha telah dilakukan
melakukan penanggulangan TB. Hal ini untuk meningkatkan pengetahuan
dikarenakan kerugian yang diakibatkannya penderita TB dan PMO, di antaranya
bukan hanya pada aspek kesehatan, tetapi melalui penyuluhan kesehatan, pelatihan
juga pada aspek sosial maupun ekonomi. PMO, serta pemberian panduan
Secara tidak langsung, TB merupakan pengobatan TB.[5,7] Namun, hal tersebut
ancaman terhadap pembangunan serta tidak memberikan efek jangka panjang.
kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pengetahuan yang didapatkan hanya
Oleh sebab itu, perang terhadap TB berarti bersifat sementara, artinya hanya
pula perang terhadap kemiskinan, membekas dalam waktu yang tidak lama.
ketidakproduktivan, dan kelemahan akibat Kenyataannya, beberapa waktu setelah
TB.[4] kegiatan dilaksanakan, sasaran sudah
Dalam mengatasi hal tersebut, melupakan sebagian informasi yang
pemerintah melakukan berbagai upaya diberikan.[8]
pencegahan dan penanggulangan TB.

54
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
Kurangnya efektivitas kegiatan yang efektif dalam meningkatkan
tersebut salah satunya disebabkan oleh pengetahuan kesehatan di masyarakat.
masih monotonnya media promosi
2. PEMBAHASAN
kesehatan yang diberikan.[7] Media
2.1 Tuberculosis (TB)
promosi kesehatan pada hakikatnya
Tuberkulosis adalah suatu infeksi
merupakan alat bantu untuk
menular yang menahun dan bisa berakibat
menyampaikan dan meningkatkan
fatal, yang disebabkan oleh
pengetahuan kesehatan kepada individu
Mycobacterium tuberculosis,
dan masyarakat.[8] Media promkes TB
Mycobacterium bovis atau Mycobacterium
biasanya diberikan dalam bentuk
africanum. Penyakit kronik ini dapat
konvensional seperti leaflet, pamflet, dan
menyebabkan cacat fisik atau kematian
poster. Kelemahan media promkes
yang penularannya hanya terjadi dari
konvensional tersebut (leaflet dan pamflet)
penderita tuberkulosis terbuka.[9] Penderita
adalah informasi pesan yang diberikan
menyebarkan kuman TB ke udara dalam
terlalu singkat dan kurang lengkap, serta
bentuk percikan dahak yang pada
mudah hilang dan rusak seiring dengan
umumnya berlangsung dalam waktu
berjalannya waktu karena hanya berupa
lama.[1]
lembaran kertas.[8] Oleh sebab itu,
Permasalahan TB tidak hanya
diperlukan inovasi pengembangan media
merugikan dalam aspek kesehatan
promkes TB yang lebih efektif dalam
penderita saja, tetapi juga akan merugikan
memberikan informasi secara lengkap,
dalam aspek sosial dan ekonomi
menarik, memiliki keawetan serta mampu
masyarakat.[4] Sekitar 75% pasien TB
memotivasi penderita untuk melakukan
adalah kelompok usia yang paling
proses pengobatan TB secara tuntas.
produktif secara ekonomi (15-50 tahun).
Salah satu bentuk rancangan
Diperkirakan seorang pasien TB dewasa
pengembangan media promkes tersebut
akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3
adalah dengan menggunakan “Buku
sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat
Tuntas TB”. Buku ini dirancang sebagai
pada hilangnya pendapatan tahunan
media promkes cetak yang lebih efektif
rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia
dibandingkan media promkes
meninggal akibat TB, maka akan
konvensional dalam meningkatkan
kehilangan pendapatannya sekitar 15
pengetahuan penderita TB serta PMO,
tahun. Selain merugikan secara ekonomi,
sehingga diharapkan penderita TB dapat
TB juga memberikan dampak buruk
melakukan pengobatan secara tuntas. Di
lainnya secara sosial yaitu stigma bahkan
samping itu, dengan adanya rancangan ini
pengucilan oleh masyarakat.[2] Secara
akan menambah khazanah keilmuan,
tidak langsung, permasalahan TB ini
khususnya di bidang promosi kesehatan
merupakan ancaman terhadap
dalam hal pengembangan media promkes
pembangunan kesejahteraan negara.

55
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
Risiko penularan setiap tahun Padahal, pengobatan penderita TB
(Annual Risk Of Tuberculosis Infection sangat penting dilakukan karena inti dari
(ARTI)) TB di Indonesia cukup tinggi dan proses penyembuhan penderita TB adalah
bervariasi antara 1-3%. Pada daerah tuntasnya penderita TB dalam
dengan ARTI sebesar 1%, berarti setiap mengkonsumsi obat. Apabila penderita
tahun di antara 1000 penduduk, 10 orang tidak tuntas dalam melakukan pengobatan
akan terinfeksi. Sebagian besar orang TB, maka risiko kematian dan kecatatan
yang terinfeksi tidak akan menjadi akibat TB akan meningkat serta dapat
penderita tuberkulosis paru (hanya sekitar menularkan kuman yang resisten ke
10% yang akan menjadi penderita sekitarnya.[11] Apabila kuman dalam tubuh
tuberculosis). Dari keterangan tersebut seseorang sudah resisten, maka
dapat diperkirakan bahwa pada daerah diperlukan pengobatan TB yang lebih
dengan ARTI 1%, terjadi 100 kasus setiap besar dosisnya sehingga efek samping
tahun di antara 100.000 penduduk, dimana yang ditimbulkan juga semakin besar.[12]
50 penderita adalah BTA positif.[10] Permasalahan kurangnya
Berbagai upaya telah dilakukan oleh kepatuhan penderita dalam melakukan
pemerintah dalam mencegah dan pengobatan tuntas penyakit TB ini
menanggulangi TB. Secara garis besar disebabkan oleh rendahnya pengetahuan,
upaya tersebut terangkum dalam 5 strategi kemauan, serta kesadaran penderita TB
DOTs meliputi komitmen politis, diagnosis untuk melakukan pengobatan secara
dengan mikroskop, pengobatan jangka tuntas serta lemahnya pengawasan PMO
pendek dengan pengawasan langsung, dalam memantau proses kesembuhan
jaminan ketersediaan OAT yang bermutu, penderita.[6,7]
serta monitoring dan evaluasi.[5]
2.2 Media Promosi Kesehatan
Strategi tersebut difokuskan pada
Media atau alat peraga dalam
pelayanan kesehatan primer yaitu
promosi kesehatan dapat diartikan sebagai
Puskesmas. Beberapa upaya yang
alat bantu promosi kesehatan yang dapat
dilakukan seperti vaksinasi BCG,
dilihat, didengar, diraba, dirasa, atau
penemuan kasus secara pasif dan aktif,
dicium, untuk memperlancar komunikasi
pengobatan dan pengobatan ulang
dan menyebarluaskan informasi. Ada dua
terhadap penderita TB, penyuluhan
hal yang harus diperhatikan dalam
kesehatan, serta evaluasi program.[5]
penggunaaan media promkes yaitu alat
Namun, pelaksanaan upaya tersebut
peraga harus mudah dimengerti oleh
sering mengalami kendala/permasalahan
masyarakat sasaran, serta ide atau
yang menghambat target yang ditentukan.
gagasan yang terkandung di dalamnya
Permasalahan yang paling banyak
harus dapat diterima oleh sasaran. Media
ditemukan di lapangan adalah kurangnya
promkes secara garis besar dapat
kepatuhan penderita dalam melakukan
dikelompokan menjadi benda asli, yaitu
pengobatan tuntas penyakit TB.[6]

56
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
benda yang sesungguhnya; benda tiruan, juga lebih awet dibandingkan dengan
yaitu berupa miniatur dari benda asli; leaflet, pamflet, dan poster yang hanya
gambar/media grafis seperi leaflet, berupa lembaran kertas. Selain dapat
pamflet, dan poster; serta gambar alat menampilkan informasi yang dibutuhkan
optik seperti photo, slide, dan film.[8] oleh masyarakat, buku juga dapat
Media promosi kesehatan yang dijadikan sebagai media untuk memantau
efektif adalah media yang isinya dapat perkembangan kesehatan penderita
dimengerti dan diterima oleh masyarakat, seperti catatan-catatan pengobatan. Salah
dapat menimbulkan ketertarikan, serta satu program pemerintah yang juga
memiliki keawetan dalam jangka waktu memakai media buku sebagai media
yang lama. Selain itu, efektivitas media promkes adalah program Kesehatan Ibu
juga terletak pada desain dan sinergitas dan Anak (KIA).
alat indera seseorang dalam menangkap Penggunaan buku KIA di Indonesia
isi media tersebut.[8] untuk meningkatkan derajat kesehatan ibu
Media promosi kesehatan yang dan anak sudah dilakukan sejak tahun
paling sering digunakan di masyarakat 2006. Buku ini efektif dalam memberikan
adalah media promkes dalam bentuk grafis pengetahuan kepada ibu terkait kesehatan
seperti leaflet, pamflet, dan poster. Hal ini diri dan anaknya. Selain itu, buku ini juga
dikarenakan media tersebut mudah berfungsi sebagai pemantau petugas
menarik perhatian masyarakat lewat kesehatan dan juga keluarga sang ibu
kombinasi desain grafis yang ditawarkan, dalam mendukung perkembangan
juga pada umumnya murah, mudah, dan kesehatan ibu dan anaknya. Oleh sebab
juga sudah sangat familiar di masyarakat. itu, penggunaan media promosi kesehatan
Namun, ada beberapa kekurangannya berupa buku tuntas TB juga berpotensi
yaitu informasi yang disampaikan terlalu meningkatkan pengetahuan penderita TB,
singkat (pada leaflet dan pamflet), dan PMO, dan keluarganya secara efektif
tidak lengkap serta tidak bertahan lama sehingga muncul kemauan dan kesadaran
dikarenakan mudah hilang ataupun rusak. penderita untuk melakukan pengobatan TB
Hal ini membuat media tersebut kurang secara tuntas.
efektif jika tujuannya adalah memberikan
2.3 Rancangan Media Promosi
pengetahuan dalam jangka waktu yang
Kesehatan “Buku Tuntas TB”
panjang.
Buku Tuntas TB merupakan sebuah
Salah satu pengembangan media
media promkes berisi informasi yang
promosi kesehatan yang baru-baru ini
berkaitan dengan kegawatdaruratan dan
diterapkan adalah melalui buku. Buku
penanganan penyakit TB yang dibutuhkan
dipandang efektif karena selain dapat
penderita dan orang-orang di sekitar
menampilkan isi informasi yang lebih
penderita TB, catatan-catatan pengobatan,
lengkap dan desain grafis yang menarik
serta progres kesembuhan penderita
seperti leaflet, pamflet, dan poster; buku

57
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
dalam masa pengobatannya. Informasi tatalaksana TB, informasi penunjang
yang disajikan dalam buku ini bersifat lainnya seperti diet penderita, gizi dan
lengkap dan juga menarik dengan disertai penyehatan rumah penderita, serta
gambar full colours. Selain itu, buku ini catatan-catatan berobat penderita
juga berisi catatan dan progres meliputi catatan minum obat dan
kesembuhan penderita. Sehingga, dengan progres kesembuhan.
mengetahui status pengobatan serta 4. Penggunaan: Buku dibawa setiap kali
progres kesembuhannya, penderita akan berobat serta dibaca dan dilaksanakan
lebih termotivasi untuk menuntaskan informasinya yang terdapat di dalam
pengobatannya hingga sembuh. buku tersebut.
Dalam penerapannya, buku ini wajib Berikut ini adalah contoh rancangan
dimiliki, disimpan, dan dibawa kembali oleh buku tuntas TB:
penderita ketika memeriksakan diri ke
puskesmas. Buku ini tidak hanya dapat
dibaca oleh penderita, tetapi juga PMO
dan keluarga penderita. Hal ini secara
tidak langsung dapat meningkatkan
pengetahuan PMO serta keluarga
penderita, sehingga dapat meningkatkan
motivasi dalam mengawasi penderita
untuk melakukan pengobatan TB secara
tuntas. Dengan demikian, buku tuntas TB
dapat menjadi solusi dalam inovasi
pembuatan media promkes TB yang efektif
bagi penderita, PMO, maupun keluarga
penderita untuk melakukan pengobatan TB
secara tuntas.
Secara garis besar, rancangan Buku
Tuntas TB adalah sebagai berikut:
1. Bentuk media: berupa buku yang berisi
berbagai informasi dan catatan-catatan
pemeriksaan pasien TB ketika di rumah
maupun berobat.
2. Sasaran: diperuntukkan bagi penderita
TB paru, Pengawas Minum Obat
(PMO), dan keluarga penderita.
3. Isi: berisi petunjuk umum pengunaan
buku, identitas diri, informasi tentang
penyakit TB, bahaya TB dan

58
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
Gambar 1. Rancangan Buku Tuntas TB

59
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
3. KESIMPULAN DAN SARAN Tesis. Semarang: Universitas
3.1 Kesimpulan Diponogoro, 2010.
Rancangan Buku Tuntas TB dapat 2. Keputusan Menteri Kesehatan RI
menjadi sebuah alternatif inovasi dalam Nomor 364/MENKES/SK/V/2009
media promosi kesehatan yang dapat tentang Pedoman Penanggulangan
meningkatkan pengetahuan tentang TB Tuberkulosis (TB). Jakarta:
kepada penderita TB, Pengawas Minum Kementerian Kesehatan RI, 2009.
Obat (PMO), serta keluarga penderita TB. 3. Simanullang, P. Gambaran
Selain itu, buku ini juga berisikan catatan- pengetahuan penderita TB Paru
catatan pengobatan TB penderita, tentang rigimen terapeutik TB Paru di
sehingga penderita dapat melihat dan Rumah Sakit Umum Herna Medan.
memantau progres kesembuhannya serta Medan: Universitas Sumatera Utara,
agar penderita bersemangat untuk 2010.
menuntaskan pengobatan TB. 4. Susilayanti, EY, Medison I, dan
Erkadius. “Profil penderita penyakit
3.2 Saran
tuberkulosis paru BTA positif yang
Dalam memaksimalkan penggunaan
ditemukan di BP4 Lubuk Alung
media promosi kesehatan dengan buku
periode Januari 2012–Desember
Tuntas TB, maka harus dilakukan uji coba
2012.” Jurnal Kesehatan Andalas 3:2
terlebih dahulu untuk mengetahui tingkat
(2014):151-155.
keefektivan isi dan lainnya secara
5. Kementerian Kesehatan Republik
keseluruhan. Hal ini dilakukan agar buku
Indonesia. Strategi nasional
Tuntas TB yang disebarluaskan di
pengendalian TB di Indonesia 2010-
masyarakat memang benar-benar memiliki
2014. Jakarta: Kementerian
efektivitas dalam meningkatkan
Kesehatan RI, 2011.
pengetahuan penderita TB, PMO, dan
6. Lailatushifah, SNF. Kepatuhan pasien
keluarga. Selain itu, pemerintah juga perlu
yang menderita penyakit kronis dalam
melakukan pengembangan media promosi
mengkonsumsi obat harian.
kesehatan seperti Buku Tuntas TB ini agar
Yogyakarta: Universitas Mercu Buana
dapat meningkatkan efektivitas
Yogyakarta, 2012.
penggunaan media promosi kesehatan di
7. Fahriani, A.A. Upaya peningkatan
masyarakat.
kemauan dan kesadaran penderita
TB dalam meminum obat melalui
DAFTAR PUSTAKA
konseling efektif di Puskesmas Liang
1. Ruswanto, B. Analisis spasial sebaran
Anggang Banjarbaru. Banjarmasin:
kasus tuberkulosis paru ditinjau dari
Universitas Lambung Mangkurat,
faktor lingkungan dalam dan luar
2013.
rumah di Kabupaten Pekalongan.
8. Nasution NAH. Efektivitas media
promosi kesehatan (leaflet) dalam

60
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
perubahan pengetahuan dan sikap 11. Monedero, J.A Caminero. “Evidence
ibu hamil tentang Inisiasi Menyusu for promoting fi xed-dose combination
Dini (IMD) dan ASI Eksklusif di drugs in tuberculosis treatment and
Kecamatan Padangsidimpuan control: a review.” INT J Tuberc lung
Selatan Kota Padangsidimpuan dis 15:4: 433-439.
tahun 2010. Tesis. Medan: 12. Nawas, A. “Penatalaksanaan TB
Universitas Sumatera Utara, 2010. MDR dan strategi Dots Plus.” Jurnal
9. Wahyudi, E. Hubungan pengetahuan, Tuberkulosis Indonesia 7 (2010): 1-7.
sikap dan motivasi kader dengan
penemuan suspek tuberkulosis paru
di Puskesmas Sanankulon. Tesis.
Surakarta: Universitas Sebelas Maret,
2010.
10. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Petunjuk teknis
manajemen terpadu pengendalian
tuberkulosis resistan obat. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI, 2013.

61
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA IBU HAMIL
Tinjauan DAN DAMPAKNYA PADA KESEHATAN
IBU DAN ANAK
Pustaka
Bunga Astria Paramashanti1, Ratih Devi Alfiana2

1
Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakutas Kedokteran,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
2
Program Studi Magister Kebidanan, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjajaran,
Bandung
Email: pshanti.bunga@gmail.com

ABSTRAK

Pendahuluan: Anemia defisiensi besi pada ibu hamil merupakan hasil ketidakcukupan
suplai zat besi yang ditandai dengan kadar hemoglobin kurang dari 11 g/dL, dan
merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Salah satu
penyebabnya adalah tingginya kebutuhan zat besi pada masa kehamilan yang tidak
diimbangi dengan asupan zat besi yang memadai. Anemia defisiensi besi pada ibu hamil
menyebabkan permasalahan gizi dan kesehatan yang kompleks pada ibu dan anak.
Tinjauan pustaka ini bertujuan untuk mengidentifikasi dampak kesehatan yang dapat
ditimbulkan pada ibu, bayi, dan anak akibat anemia defisiensi besi pada ibu hamil.
Pembahasan: Penulisan dilakukan dengan studi literatur terhadap hasil penelitian-
penelitian yang sudah ada mengenai masalah anemia defisiensi besi pada ibu hamil
beserta dampak yang ditimbulkan terhadap kesehatan ibu dan anak. Berdasarkan
literatur yang dikumpulkan, ditemukan bahwa anemia defisiensi besi pada ibu hamil
dapat menyebabkan tingginya risiko terjadinya penyakit infeksi pada ibu hamil;
komplikasi persalinan; buruknya pertumbuhan, perkembangan, dan fungsi kognitif bayi
dan anak; serta kematian ibu, janin, dan bayi. Upaya-upaya pencegahan dan
penanggulangan anemia defisiensi besi pada ibu hamil meliputi food-based intervention,
penganekaragaman pangan, serta alternatif lain seperti fortifikasi dan suplementasi tablet
besi-folat sejak masa prekonsepsi sehingga dapat menurunkan risiko anemia defisiensi
besi pada masa kehamilan.
Kesimpulan: Anemia defisiensi besi pada ibu hamil dapat meningkatkan risiko terjadinya
penyakit infeksi pada ibu hamil; komplikasi kehamilan; buruknya pertumbuhan,
perkembangan, dan fungsi kognitif pada bayi dan anak-anak; serta kematian ibu, bayi
dan anak.

Kata kunci: Anemia defisiensi besi, Zat besi, Hemoglobin, Ibu hamil, Kesehatan ibu dan
anak

ABSTRACT

Introduction: Iron deficiency anemia in pregnant women is the result of insufficient


supply of iron marked with hemoglobin level below 11g/dL and become one of the health
problem in Indonesia. One of the causes is high needs of iron during pregnancy which is
not balanced with adequate intake of iron. Iron deficiency anemia in pregnant women
may cause nutritional and complex health problems for mothers and children. This
literature-review aims to identify health effects that may result in mothers, infants, and
children due to iron deficiency anemia in pregnancy.
Discussion: Literature review is conducted by reviewing the results of other studies on
iron deficiency anemia problem and its effects on maternal and child health. Based on the
collected literatures, it can be found that iron deficiency anemia in pregnant women can
lead to higher risk of infectious diseases in pregnancy; childbirth complications; poor
growth, development, and cognitive function of young children; and so maternal, fetus,

62
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
infant, and child death. Efforts on prevention and treatment of iron deficiency anemia can
be done through food-based intervention, food diversification, and alternatives such as
fortification and iron-folic acid supplementation since preconception period, thus reduce
the risk of iron deficiency anemia in pregnancy.
Conclusion: Iron deficiency anemia in pregnant woman can increase the risk of suffering
from infection disease; pregnancy complication; poor growth and cognitive function in
infant and children; and so mother and children death.

Keywords: Iron deficiency anemia, Iron, Hemoglobin, Pregnant women, Maternal and
child health

1. PENDAHULUAN tidak hanya berupa status gizi ibu semasa


Anemia defisiensi besi pada ibu hamil, melainkan juga status gizi sejak
hamil merupakan salah satu masalah masa remaja. Pencegahan anemia
kesehatan masyarakat di Indonesia. defisiensi besi berupa edukasi asupan
Anemia defisiensi besi ini menyebabkan kaya zat besi, zat penghambat dan
permasalahan gizi dan kesehatan yang peningkat penyerapan zat besi dan
kompleks pada ibu dan anak. Dampak suplementasi besi-asam folat perlu
terburuknya meliputi kematian ibu, janin, diberikan bahkan sejak masa remaja atau
dan bayi. Selain itu, anemia defisiensi besi prekonsepsi.
juga dikaitkan dengan buruknya performa Penelitian-penelitian yang sudah
kognitif dan fisik pada anak-anak, kejadian ada sebelumnya sebagian besar
penyakit infeksi, komplikasi kehamilan, dan merupakan penelitian observasional dan
buruknya outcome kelahiran.[1,2] randomized-controlled trial (RCT).
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan
tahun 2013, prevalensi anemia defisiensi hasil yang bervariasi pada prevalensi
pada ibu hamil di Indonesia mencapai masalah anemia defisiensi besi pada ibu
37,1%. Di sisi lain, prevalensi penyakit hamil dan dampaknya terhadap kesehatan
infeksi seperti infeksi saluran pernapasan ibu dan anak, serta efektivitas
akut (ISPA) adalah 25%.[3] Sebagai suplementasi tablet besi-folat dalam
tambahan, angka kematian ibu (AKI) mencegah kejadian anemia pada ibu
mencapai 359 per 100.000 kelahiran hamil. Oleh karena itu, tinjauan pustaka ini
hidup, angka kematian neonatal (AKN) bertujuan untuk mengidentifikasi dan
mencapai 19 per 1.000 kelahiran hidup merangkum dampak-dampak anemia
dan angka kematian bayi (AKB) sebesar defisiensi besi pada ibu hamil pada
40 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun kesehatan ibu dan anak dari berbagai
2012.[4] hasil-hasil penelitian yang sudah ada.
Anemia defisiensi besi pada ibu Berbeda dengan tinjauan-tinjauan pustaka
hamil sangat berpengaruh terhadap status sebelumnya, tinjauan pustaka ini
gizi dan kesehatan, tidak hanya bagi ibu merupakan hasil review data ilmiah terkini
hamil, tetapi juga bagi bayi dan anak. Di dan komprehensif mengenai masalah
sisi lain, faktor risiko anemia defisiensi besi anemia defisiensi pada ibu hamil,

63
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
dampaknya pada kesehatan ibu dan anak, antaranya pada sistem sirkulasi sebagai
beserta gambaran dan usulan program- kompensasi pertumbuhan janin.[10] Mereka
program penanggulangan anemia akan mengalami peningkatan jumlah sel
defisiensi besi. darah merah dan pelebaran volume
plasma untuk kepentingan perkembangan
2. PEMBAHASAN
janin.[11]
Tinjauan pustaka ini disusun dengan
Oleh karena itu, ibu hamil
menggunakan metode studi literatur, yaitu
membutuhkan zat besi yang tinggi untuk
telaah dan perangkuman hasil-hasil
mencukupi kebutuhannya.[11] Zat besi dan
penelitian tentang anemia defisiensi zat
asam folat pada jumlah tertentu
besi pada ibu hamil serta dampaknya bagi
dibutuhkan untuk ditransfer pada janin
kesehatan ibu dan bayi yang sudah ada.
sehingga ibu hamil berisiko untuk
mengalami anemia defisiensi zat besi dan
2.1 Masalah Anemia Defisiensi Besi
pada Ibu Hamil asam folat.[10]
Anemia defisiensi zat besi
2.2 Faktor Risiko Anemia Defisiensi
merupakan hasil ketidakcukupan suplai zat Besi
besi untuk mempertahankan kadar normal
Kontributor utama masalah anemia
hemoglobin.[4] Anemia selama masa
adalah anemia akibat defisiensi zat besi.
kehamilan didefinisikan sebagai kadar
Penyebab anemia defisiensi besi antara
hemoglobin yang kurang dari 11 g/dL
lain rendahnya asupan zat besi, buruknya
yang dialami ibu hamil. Sekitar 40% ibu
absorbsi zat besi dari diet akibat tingginya
dan lebih dari 60% bayi yang baru lahir di
kadar zat penghambat seperti fitat dan
dunia menderita anemia; anemia pada
senyawa fenolik, serta kebutuhan zat besi
bayi yang baru lahir tersebut dikaitkan
yang meningkat seperti pada masa
dengan anemia pada ibu hamil.[8]
kehamilan dan menyusui.[2] Hal ini
Prevalensi anemia di Asia
diperburuk oleh infeksi parasit dan
Tenggara adalah salah satu yang tertinggi
malaria.[5]
di dunia.[9] Berdasarkan Riset Kesehatan
Kebutuhan zat besi berbeda
Dasar tahun 2013, prevalensi anemia pada
menurut usia dan jenis kelamin, dimana
ibu hamil di Indonesia mencapai 37,1%,
kelompok yang paling rentan untuk terkena
sedangkan anemia pada wanita usia subur
defisiensi zat besi adalah bayi, anak-anak,
(WUS) sebesar 22,7%.[3] Tingginya
dan wanita. Bayi yang lahir dan berstatus
prevalensi anemia defisiensi besi di
gizi normal tidak membutuhkan zat besi
negara-negara berkembang sering
dari luar selain ASI hingga usianya 6
diperburuk oleh kehilangan darah kronik
bulan. Setelah usia 6 bulan, bayi dan
akibat infeksi parasit dan malaria.[5]
anak-anak memiliki kebutuhan zat besi
Para wanita mengalami sejumlah
dari diet yang cukup tinggi untuk
perubahan fisiologis pada saat hamil.
mengkompensasi pertumbuhannya yang
Perubahan-perubahan itu terjadi di

64
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
berlangsung cepat. Wanita Usia Subur 2.3.1 Penyakit Infeksi pada Ibu Hamil
(WUS) banyak mengalami kehilangan zat Jumlah sel T dan sel B pada ibu
besi akibat menstruasi. Saat WUS tersebut hamil menurun secara signifikan saat
hamil, kebutuhan zat besinya semakin kadar hemoglobin berada di bawah 8
meningkat akibat suplai zat besi ke g/dL. Sementara itu, kadar imunoglobulin
janin.[12] Kebutuhan ini meningkat akibat meningkat secara progresif saat kadar
ekspansi sel darah merah untuk hemoglobin menurun. Ibu hamil yang
mengakomodasi pertumbuhan janin dan menderita anemia berkurang kapasitas
plasenta, serta untuk kompensasi kerjanya. Mereka juga akan lebih rentan
kehilangan darah yang dapat terjadi pada untuk terkena penyakit infeksi dan proses
saat melahirkan.[13] penyembuhannya memakan waktu lama.[9]
Peningkatan angka kesakitan akibat
2.3 Dampak Anemia Defisiensi besi
infeksi terjadi pada populasi dengan
Pada ibu hamil, anemia defisiensi
defisiensi zat besi. Hal ini disebabkan oleh
besi dapat meningkatkan risiko kematian
efek defisiensi besi pada sistem imun yang
ibu, janin, dan bayi. Anemia defisiensi besi
berupa penurunan kapasitas leukosit
dapat mempengaruhi performa kognitif,
dalam membunuh mikroorganisme,
perilaku, dan perkembangan fisik bayi dan
penurunan kemampuan limfosit untuk
anak-anak. Selain itu, anemia defisiensi
replikasi saat distimulasi oleh mitogen, dan
besi juga akan berpengaruh pada status
penurunan konsentrasi sel yang
imunitas dan kesakitan akibat penyakit
bertanggung jawab terhadap imunitas.[1]
infeksi pada semua golongan usia.
Sebagai tambahan, anemia defisiensi besi 2.3.2 Komplikasi Kehamilan
akan mempengaruhi penggunaan sumber Pada tahun 2011 lebih dari 50%
energi oleh otot yang kemudian kasus anemia pada ibu hamil dikarenakan
mempengaruhi kapasitas fisik dan kekurangan zat besi di daerah-daerah
performa kerja pada remaja dan orang dengan sedikit penyebab lain yang hadir.[6]
dewasa. Defisiensi zat besi akan merusak Perkembangan janin yang optimal
fungsi gastrointestinal dan mengganggu bergantung pada suplai zat gizi yang
pola produksi hormon dan metabolisme; adekuat dari ibu melalui plasenta
mengganggu neurotransmitter dan hormon (maternoplacental). Gizi ibu memiliki peran
tiroid yang dikaitkan dengan gangguan yang penting bagi perkembangan janin.
neurologis, muskular, dan pengaturan Berbagai penelitian membuktikan bahwa
suhu tubuh; serta mengganggu replikasi pada masa perkembangannya, janin paling
dan perbaikan DNA yang melibatkan peka terhadap defisiensi zat gizi ibu
enzim-enzim iron-dependent.[1] selama masa kehamilan. Wanita usia
subur, khususnya ibu hamil, memiliki risiko
yang lebih tinggi untuk mengalami anemia
defisiensi besi.[11]

65
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
Kebutuhan zat besi meningkat anemia pada ibu hamil meningkatkan
drastis pada trimester ke-2 dan ke-3 risiko BBLR sebesar 1,25 kali.[17]
kehamilan, namun ibu hamil tetap Anemia defisiensi besi pada bayi
membutuhkan zat besi yang tinggi sejak dan anak-anak dihubungkan dengan
trimester pertama, terlebih jika status zat gangguan perkembangan dan perilaku
besi sudah rendah sejak masa yang kemungkinan memberikan dampak
prekonsepsi. Anemia pada masa yang permanen (irreversible). Selain itu,
prekonsepsi dikaitkan dengan penurunan anemia defisiensi zat besi juga dikaitkan
berat badan, panjang badan, dan lingkar dengan buruknya perkembangan,
kepala.[11] peningkatan kerentanan terhadap infeksi,
Terdapat bukti yang kuat bahwa dan gangguan fungsi saluran pencernaan.
defisiensi besi pada trimester pertama [5]

kehamilan memiliki dampak yang 2.3.4 Fungsi Kognitif pada Bayi dan
Anak
signifikan terhadap pertumbuhan janin dan
jauh lebih berisiko daripada anemia Anemia defisiensi besi dapat

defisiensi besi yang terjadi pada trimester memberikan dampak bagi kesehatan bayi

ke-2 dan ke-3.[15] Saat kadar hemoglobin berupa gangguan kognitif. Masa bayi

berada di bawah 5 g/dL dan adalah masa dimana otak tumbuh dan

hematokritbawah 14%, maka ibu hamil berkembang dengan pesat sehingga otak

akan berisiko mengalami gagal jantung.[9] membutuhkan asupan zat besi yang

Berat lahir yang menurun secara maksimal selama masa ini. Zat besi

signifikan akibat kelahiran prematur dan digunakan untuk beberapa fungsi otak

kegagalan pertumbuhan janin terjadi saat seperti myelinasi serat-serat saraf,

kadar hemoglobin ibu berada di bawah 8 metabolisme energi, dan sebagai kofaktor

g/dL.[9] Selain itu, konsentrasi hemoglobin sejumlah enzim yang terlibat dalam

dan hematokrit yang rendah pada saat sintesis neurotransmitter.[14]

melahirkan dikaitkan dengan buruknya Anemia defisiensi besi dapat

outcome kelahiran.[16] menunda perkembangan psikomotor dan


mengganggu performa kognitif pada bayi
2.3.3 Pertumbuhan dan Perkembangan seperti pada penelitian di Chili, Costa Rica,
Bayi dan Anak
Guatemala dan Indonesia, dan pada anak
Kelahiran prematur lebih sering
sekolah seperti pada penelitian di Mesir,
terjadi pada ibu hamil yang anemia. Selain
India, Indonesia, Thailand, dan Amerika
itu, bayi-bayi yang lahir dari ibu yang
Serikat.[1]
anemia juga akan memiliki risiko yang
lebih tinggi untuk mengalami berat badan 2.3.5 Kematian Ibu, Janin, dan Bayi
lahir rendah (BBLR) dan kematian Dampak paling buruk dari anemia
prenatal.[9] Review sebelumnya atas 25 adalah tingginya risiko kematian ibu dan
hasil penelitian menyimpulkan bahwa anak-anak. Defisiensi zat besi pada wanita

66
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
usia subur (WUS) dapat meningkatkan Kebutuhan zat besi tubuh dapat dicukupi
risiko kematian ibu, kematian janin dan melalui diet dengan bahan makanan
bayi, serta prematuritas.[1] Sebagai sumber zat besi. Selain itu, diet juga
tambahan, ibu hamil yang anemia juga merupakan faktor yang dapat dimodifikasi
memiliki risiko kematian yang lebih tinggi (modifiable factor) yang dapat
akibat perdarahan antepartum dan berkontribusi terhadap kesehatan ibu
pospartum, hipertensi, dan sepsis.[9] hamil.
Dekompensasi kordis terjadi saat Sejumlah penelitian menunjukkan
kadar hemoglobin jatuh di bawah 5 g/dL. bahwa wanita yang mengkonsumsi minyak
Gejala yang dialami dapat meliputi ikan dan diet yang bersumber dari daging
keluaran jantung (cardiac output) dan (red meat) selama 2 kali periode intervensi
denyut jantung meningkat, palpitasi dan 8 minggu dapat meningkatkan kadar
sesak napas, bahkan saat istirahat. hemoglobin. Meskipun tidak menunjukkan
Kompensasi ini terjadi akibat menurunnya hasil yang signifikan, asupan zat besi
kadar hemoglobin. Kekurangan oksigen heme dari ikan dan daging tersebut
merangsang metabolisme anaerobik dan mampu mempertahankan status zat besi
akumulasi asam laktat. Apabila kegagalan dalam keadaan stabil.[19] Selain itu, zat gizi
sirkulasi ini tidak disembuhkan, akan kunci seperti asam folat, zinc, kalsium,
mengarah pada edema paru dan vitamin D dan asam lemak esensial juga
kematian. Risiko kematian perinatal berfungsi untuk membantu produksi sel
meningkat sebesar 2-3 kali lipat saat darah merah, aktivitas enzim,
kadar hemoglobin ibu berada di bawah 8 perkembangan tulang dan otak.[20]
g/dL dan 8-10 kali lipat saat kadar Berdasarkan penelitian yang
hemoglobin ibu di bawah 5 g/dL.[9] dilakukan oleh Anwar dkk, pemberian
biskuit yang berbahan tepung ikan terbukti
2.4 Upaya-upaya Penanggulangan
mampu meningkatkan kadar hemoglobin
Anemia Defisiensi Besi pada Ibu
Hamil ibu hamil yang mendapat intervensi,
Gizi ibu hamil memiliki peran yang meskipun hasilnya tidak signifikan. Hal ini
penting pada perkembangan janin dan menunjukkan bahwa protein yang
outcome kelahiran.[15] Di sisi lain, strategi bersumber dari ikan-ikanan mampu
pencegahan dan pengendalian anemia meningkatkan absorbsi dan metabolisme
defisiensi besi masih merupakan zat besi. Dari penelitian tersebut dapat
tantangan besar bagi beberapa negara. diketahui bahwa penambahan zat besi
melalui protein hewani seperti ikan mampu
2.4.1 Asupan Makanan meningkatkan status zat besi dan
Zat besi merupakan mineral yang menurunkan kejadian anemia.[21]
berperan penting pada fisiologi manusia Zat besi dalam diet tidak hanya
seperti transport oksigen, metabolisme bermanfaat dalam meningkatkan kadar
energi, dan sintesis neurotransmitter.[18] hemoglobin darah ibu hamil, melainkan

67
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
juga dengan outcome kelahirannya. Di [26-29] Hal ini menunjukkan pentingnya
Inggris, penelitian yang melibatkan 1.274 fortifikasi terutama ke dalam makanan
wanita hamil usia 18-45 tahun yang sering dikonsumsi seperti fortifikasi
menunjukkan bahwa pada setiap pada tepung-tepungan sehingga targetnya
peningkatan 10 mg zat besi dari diet, maka bahkan bisa mencapai penduduk dengan
berat badan janin diprediksi meningkat tingkat ekonomi rendah. Namun,
hingga 70 g secara signifikan.[22] kelemahan dari fortifikasi makanan adalah
Kelemahan dalam intervensi zat apabila bahan pangan yang digunakan
besi melalui diet adalah terkadang masih mengandung senyawa inhibitor zat besi,
sulit untuk memenuhi kebutuhan zat besi sehingga sebaiknya digunakan fortifikasi
pada ibu hamil khususnya jika status zat dengan metode mikroenkapsulasi
besi ibu hamil sudah sangat rendah sehingga bioavailabilitas zat besi dapat
bahkan sejak masa prekonsepsi.[23] Selain dijaga.[30-32] Meskipun dapat meningkatkan
itu, evaluasi asupan zat besi pada populasi kadar hemoglobin darah, berdasarkan
hampir sulit dilakukan karena sulitnya studi double blind randomized-controlled
mengukur kandungan zat besi yang benar- trial oleh Teresa, et al tahun 2012,
benar diabsorbsi, terlebih jika makanan fortifikasi dengan metode
yang dikonsumsi mengandung zat inhibitor mikroenkapsulasi tidak mampu
zat besi.[24] menurunkan angka anemia apabila
Faktor ekonomi rumah tangga juga dibandingkan dengan kelompok kontrol.[24]
dapat berkontribusi terhadap diet ibu
2.4.3 Suplementasi Tablet Besi
hamil. Ibu yang berasal dari keluarga
WHO memberikan rekomendasi
dengan status ekonomi rendah cenderung
suplementasi besi dan asam folat sebagai
mengkonsumsi makanan yang berbasis
intervensi bagi WUS yang tinggal di
tumbuh-tumbuhan yang hanya
wilayah dengan prevalensi anemia yang
mengandung zat besi non-heme.
tinggi. Tujuannya adalah untuk
Sebaliknya, ibu yang berasal dari keluarga
meningkatkan konsentrasi hemoglobin dan
dengan status ekonomi tinggi cenderung
status besi, serta menurunkan risiko
mengkonsumsi makanan yang berasal dari
anemia.[1]
sumber pangan hewani yang kaya akan
Studi meta-analisis menunjukkan
zat besi heme.[25]
bahwa ada dose-response relationship
2.4.2 Fortifikasi pada dosis suplementasi besi terhadap
Di Brazil, fortifikasi zat besi pada penurunan angka anemia pada ibu hamil
makanan seperti susu dan produk susu, dan penurunan risiko BBLR, namun tidak
biskuit, bumbu dapur, gula, sereal dan mi dengan penurunan risiko kelahiran
instan menunjukkan hasil yang signifikan prematur. Di sisi lain, beberapa penelitian
untuk menurunkan angka defisiensi zat kohort menunjukkan adanya hubungan
besi, namun hanya dalam jangka pendek.

68
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
antara konsentrasi hemoglobin yang pertimbangan penggunaan suplementasi
rendah dengan risiko kelahiran prematur. zat besi dan transfusi darah.[9]
Anemia defisiensi besi pada ibu Program suplementasi nasional
hamil adalah masalah yang dapat sudah mencapai tingkat kejenuhan. Hasil
dicegah.[6] Konsumsi zat besi baik yang menunjukkan bahwa terdapat gap yang
berasal dari makanan maupun besar antara cakupan pemberian tablet zat
suplementasi dapat digunakan sebagai besi dan prevalensi anemia. Di sisi lain,
strategi pencegahan anemia. Program- implementasi program tersebut menelan
program di Indonesia sudah banyak biaya yang cukup besar.[26] Program
dilakukan, namun belum ada evaluasi fortifikasi tampak menjadi alternatif untuk
keefektivan dari program ANC untuk meningkatkan kadar hemoglobin, namun
mengidentifikasi celah antara kebijakan tidak dengan penurunan prevalensi
dan implementasi program.[6] anemia. Oleh karena itu, intervensi
Tingginya kebutuhan fisiologis zat berbasis pangan seperti diversifikasi
besi ibu hamil sangat sulit untuk dipenuhi pangan, peningkatan akses terhadap
dari diet. Oleh karena itu, ibu hamil pangan sumber zat besi dan diiringi
sebaiknya diberikan suplementasi zat besi dengan edukasi diharapkan menjadi
secara rutin, khususnya di negara-negara strategi yang lebih efektif dan sustainable
berkembang dengan prevalensi defisiensi (berkelanjutan).
zat besi yang tinggi di kalangan wanita dan
3. KESIMPULAN DAN SARAN
ibu hamil. Suplementasi zat besi saja
3.1 Kesimpulan
ataupun kombinasi dengan asam folat
Anemia defisiensi besi dapat
dihubungkan dengan kesehatan ibu dan
meningkatkan risiko terjadinya penyakit
bayi yang optimal. Suplementasi ini juga
infeksi pada ibu hamil, komplikasi
dapat menurunkan insiden anemia pada
kehamilan, buruknya pertumbuhan,
masa kehamilan dan menurunkan
perkembangan dan fungsi kognitif pada
kesakitan dan kematian ibu. Suplementasi
bayi dan anak-anak, serta kematian ibu,
zat besi-asam folat dapat menurunkan
bayi, dan anak.
anemia sebesar 75%.[7]
Kelemahan pada penelitian ini
Melihat tingginya prevalensi anemia
adalah tinjauan pustaka dilakukan secara
pada ibu hamil dan konsekuensinya pada
konvensional (narrative or traditional
kesehatan ibu dan bayi, maka pencegahan
literature review) yang tidak menggunakan
dan penanganan anemia pada ibu hamil
metode penulisan sistematik dan analisis
harus diprioritaskan. Skrining anemia
data seperti pada systematic review dan
sebaiknya dilakukan secara rutin pada
meta-analisis, sehingga pada hasil tinjauan
pelayanan antenatal. Manajemen
pustaka ini kemungkinan terdapat bias dan
penanganan anemia dilakukan sesuai
overestimasi.
dengan tingkat keparahan anemia, seperti

69
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
3.2 Saran asupan zat besi dan memberikan
Sementara itu, saran yang dapat konseling gizi terkait asupannya
diberikan oleh penulis terkait hasil tinjauan 4. Program pendampingan dari petugas
pustaka ini adalah sebagai berikut: kesehatan lini depan seperti
1. Pencegahan anemia defisiensi besi puskesmas dan bidan desa sebagai
pada ibu hamil sebaiknya dilakukan reminder bagi ibu hamil agar terus
pada saat sebelum hamil, bahkan sejak mengontrol konsumsi tablet besi-asam
masa remaja putri berupa deteksi dini folat secara benar dan teratur
anemia defisiensi besi, intervensi 5. Penanganan cepat dan komprehensif
berbasis makanan (food-based bagi ibu hamil yang terdeteksi anemia
intervention), dan edukasi tentang
DAFTAR PUSTAKA
makanan yang mengandung zat besi,
1. World Health Organization (WHO).
folat, dan faktor-faktor enhancer dan
Iron deficiency anaemia: assessment,
inhibitor zat besi tinggi, serta
prevention, and control, 2001.
diversifikasi pangan. Sumber pangan
2. World Health Organization (WHO).
tersebut meliputi sumber zat besi heme
“Worldwide prevalence of anemia
seperti daging, ikan dan unggas, serta
1993-2005.” WHO Global Database
sumber zat besi non-heme yang
on Anaemia, 2008.
bersumber dari sayur, buah dan
3. Kementerian Kesehatan RI. Laporan
serealia. Untuk zat sumber zat besi
nasional: riset kesehatan dasar
non-heme perlu diiringi dengan
(Riskesdas) 2013. Jakarta:
makanan yang mengandung enhancer
Kementerian Kesehatan Republik
zat besi seperti vitamin C dan
Indonesia Balai Penelitian dan
menghindari makanan yang
Pengembangan Kesehatan.
mengandung inhibitor zat besi.
4. Badan Koordinasi Keluarga
2. Pada daerah yang endemik anemia
Berencana Nasional (BKKBN). Survei
dan pada ibu hamil yang mengalami
Demografi dan Kesehatan Indonesia
anemia defisiensi zat besi yang
(SDKI) 2012. Jakarta: BKKBN, 2013.
kebutuhannya tidak dapat
5. Wu, A.C., Lesperance L., and
dikompensasi dari makanan (seperti ibu
Bernstein H. “Screening for iron
hamil berisiko tinggi dan dengan
deficiency.” Pediatric in Review 23:5
anemia defisiensi besi berat), dapat
(2002).
diberikan suplementasi zat besi-asam
6. Haider, B.A., et al. “Anemia, prenatal
folat
iron use, and risk of adverse
3. Pemantauan asupan makanan ibu
pregnancy outcomes: systematic
hamil pada saat pemeriksaan
review and meta-analysis.” BMJ 346
kehamilan di tempat-tempat pelayanan
(2013): f34432013.
kesehatan untuk mengidentifikasi

70
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
7. Yakoob, M.Y and Bhutta Z.A. “Effect 15. Abu-Saad, K and Fraser D. “Maternal
of routine iron supplementation with or nutrition and birth outcomes.”
without folic acid on anemia during Epidemiologic Reviews 32 (2010).
pregnancy.” BMC Public Health 11:3 16. Allen, L.A. “Anemia and iron
(2013): S21. deficiency: effects on pregnancy
8. Koura, G.K., et al. “Anemia during outcome.” American Journal of
pregnancy: impact on birth outcome Clinical Nutrition 71 (2000): 1280S-
and infant haemoglobin level during 4S.
the first 18 months of life.” Tropical 17. Haider, B.A., et al. “Anaemia, prenatal
Medicine and International Health iron use, and risk of adverse
17:3 (2012): 283-291. pregnancy outcomes: systematic
9. Kalaivani, K. “Prevalence and review and meta-analysis.” BMJ 346
consequences of anemia in (2013), f3443.
pregnancy.” Indian Journal of Medical 18. Gulec, S., Anderson G.J., and Collins
Research 130 (2009): 627-633. J.F. “Mechanistic and regulatory
10. Kozuma, Shiro. “Approaches to aspects of intestinal iron absorption.”
anemia in pregnancy.” Journal of the American Journal of Physiology 307:4
Japan Medical Association 52:4 (2014): G397-G409.
(2008): 214-218. 19. Domellof, M., Thorsdottir I., and
11. Rodriguez-Bernal, C.L., Rebagliato Thorstensen K., “Health effects of
M., and Ballester F. “Maternal different dietary iron intakes: a
nutrition and fetal growth: the role of systematic literature review for the 5th
iron status and intake during nordic nutrition recommendations.”
pregnancy.” Nutrition and Dietary Food & Nutrition Research 57 (2013):
Suplements 4 (2012): 25-37. 21667.
12. Ekiz, C., et al. “The effect of iron 20. Gunnarsson, B.S., Thorsdottir I., and
deficiency anemia on the function of Palsson G. “Iron status in 6-y old
the immune system.” Hematol J 5 children: associations with growth and
(2005): 579-83. earlier iron status.” European Journal
13. Milman, N., et al. “Side effects of oral of Clinical Nutrition 59 (2005): 761-7.
iron prophylaxis in pregnancy: myth or 21. Anwar, F., et al. “High protein iron-
reality? .” Acta Haematol 115 (2006): folate crackers supplementation on
53-7. the iron status of pregnant women.”
14. Shaw, J.G. and Friedman J.F. “Iron Med J Indonesia: 243-6.
deficiency anemia: focus on infectious 22. Alwan, N.A., et al. “Dietary iron intake
diseases in lesser developed during early pregnancy and birth
countries.” Hindawi Publishing outcomes in a cohort of british
Corporation 10 (2011). women.” Hum Reprod 26 (2011):
911–919.

71
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
23. Grieger, J.A. and Clifton V.L. “A 29. Zimmermann, M.B., et al.
review of the impact of dietary intakes “Comparison of the efficacy of wheat-
in human pregnancy on infant based snacks fortified with ferrous
birthweight.” Nutrients 7 (2015): 153- sulfate, electrolytic iron, or hydrogen-
178. doi: 10.3390/nu7010153 reduced elemental iron: randomized,
24. Barbosa T.N.N. Rev Assoc Med Bras double-blind, controlled trial in Thai
58:1 (2012): 118-124. women.” American Journal of Clinical
25. Ramlal, R.T., et al. “Dietary patterns Nutrition 82 (2005): 1276-82.
and maternal anthropometry in HIV- 30. Kwak, H.S., Yang K.M., and Ahn J.
infected, pregnant malawian women.” “Microencapsulated iron for milk
Nutrients 7:1 (2015): 584-94. fortification.” J Agric Food Chem 51
26. Sazawal, S., et al. “Micronutrient (2003): 7770-4.
fortified milk improves iron status, 31. Lundeen, E., et al. “Daily use of sprin-
anemia and growth among children 1- kles micronutrient powder for 2
4 years: a double masked, months reduces anemia among
randomized, controlled trial.” PLoS children 6 to 36 months of age in the
ONE 5:8 (2010): e12167. kyrgyz republic: a cluster-randomized
27. Chen, J., et al. “Studies on the trial.” Food Nutr Bull 31 (2010): 446-
effectiveness of nafeedta-fortified soy 60.
sauce in controlling iron deficiency: a 32. Tondeur, M.C., et al. “Determination
population-based intervention trial.” of iron absorption from intrinsically
Food Nutr Bull 26 (2005): 177-9. labeled microencapsulated ferrous
28. Thi, L.H., et al. “Efficacy of iron fumarate (sprinkles) in infants with
fortification compared to iron different iron and hematologic status
supplementation among vietnamese by using a dual-stable-isotope.”
schoolchildren.” Nutr J 5 (2006): 32- American Journal of Clinical Nutrition
40. 80 (2004): 1436-44

72
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015
73
BIMKMI Volume 3 No.1 | Januari- Juni 2015

Anda mungkin juga menyukai