Anda di halaman 1dari 8

PROPOSAL PENELITIAN

“factor_faktor yang berhubungan dengan Penerapan program Patient


Safety Di Instalasi Rawat Inap RSUD Syekh Yusuf Gowa Pada Tahun 2021”

Disusun Oleh:

Ainun Ramadhanti

173145261038

FAKULTAS FARMASI, TEKNOLOGI RS DAN INFORMASI

PRODI S1 ADMINISTRASI RUMAH SAKIT

UNIVERSITAS MEGA REZKY

MAKASSAR

2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rumah sakit sebagai tempat pelayanan kesehatan modern adalah suatu
organisasi yang sangat komplek yang didalamnya sangat padat modal, padat
teknologi, padat karya, padat profesi, padat sistem, dan padat mutu serta padat
risiko sehingga tidak mengejutkan bila kejadian tidak diinginkan (adverse event)
akan sering terjadi dan akan berakibat terjadinya injuri atau kematian pada pasien
(Depkes RI, 2006 )
Patient Safety merupakan masalah kesehatan publik yang mempengaruhi
tingkat perkembangan suatu negara. World Health Organization (WHO)
memperkirakan bahwa jutaan pasien di dunia menderita cedera atau kematian
setiap tahun karena praktek dan pelayanan medis yang tidak aman, sementara satu
dari sepuluh pasien dirugikan saat menerima pelayanan kesehatan di rumah sakit
(Ika, 2018).
Patien Safety didefenisikan sebagai suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan yang aman. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan (commision) atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (ommision). (Kepmenkes
tentang Keselamatan Pasien No.1691 Tahun 2011)
Berdasarkan laporan dari Institute of Medicine USA (IOM) berbagai
negara mulai mengembangkan suatu gerakan yang disebut sebagai Patient Safety
(Keselamatan Pasien). Lembaga Kesehatan Dunia (WHO) sendiri mendirikan
lembaga World Alliance for Patient Safety pada tahun 2004 dan Indonesia
memulai gerakan keselamatan pasien ini pada tahun 2005 yaitu dengan
didirikannya Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) oleh Persatuan
Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) pada tanggal 1 Juni 2005 dan
dicanangkannya gerakan Keselamatan Pasien secara nasional oleh Menteri
Kesehatan Republik Indonesia pada tanggal 21 Agustus 2005.
Pada tahun 2000, Institut of Mediciene (IOM) mempublikasikan laporan
yang sangat mengejutkan dunia kesehatan : “To Err is Human, Building to Safer
Health System”. Laporan tersebut menjelaskan penelitian di rumah sakit Utah dan
Colorado ditemukan insiden keselamatan pasien sebesar 2,9% dan 6,6%
diantaranya meninggal, sedangkan di New York ditemukan 3,7% insiden
keselamatan pasien dan 13,6% diantaranya meninggal (Yusuf, 2017).
Menurut Depkes (2006) publikasi yang dilakukan oleh WHO tahun 2004
angka kematian akibat insiden keselamatan pada pasien rawat inap di Amerika
(Nursya’baniah, 2013)Angka ini lebih besar dibandingkan angka kematian akibat
kecelakaan lalu lintas per tahun di Amerika dan tiga kali lebih besar dibandingkan
angka kematian akibat hancurnya menara WTC (LM Tony Mawansyah, syawalak,
2017).
Angka kejadian cedera di beberapa negara sangat berbeda. WHO
melaporkan dari berbagai negara bahwa KTD pasien rawat inap sebesar 3-16%
(Nursya’baniah, 2013). Di New Zealand KTD dilaporkan berkisar 12,9% dari
angka rawat inap, di Inggris KTD dilaporkan berkisar 10,8%, di Kanada
dilaporkan berkisar 7,5% (Baker, 2004). Joint Commission 3 International (JCI)
juga melaporkan KTD berkisar 10% dan di United Kingdom, dan 16,6% di
Australia (Renoningsih et al., 2016).
Keselamatan pasien adalah prinsip dasar perawatan kesehatan dan merupakan
permasalahan global yang sangat serius. Menurut WHO, 2017 diperkirakan terdapat421
juta pasien rawat inap terjadi di dunia setiap tahun, dan sekitar 42,7 jutanya terjadi efek
samping pada pasien selama mereka dirawat di rumah sakit.(4) Sekitar dua pertiga dari
semua efek samping tersebut terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan
menengah. Insiden keselamatan pasien yang paling umum terjadi terkait dengan prosedur
bedah (27%), kesalahan pengobatan (18,3%) dan infeksi terkait perawatan kesehatan
(12,2%). Pada sebuah studi baru di Amerika Serikat, kesalahan medis adalah penyebab
kematian ketiga. Di Inggris, baru-baru ini diperkiraan menunjukkan bahwa rata-rata, satu
Insiden keselamatan pasien dilaporkan setiap 35 detik. (WHO, 2017).
Di Indonesia, pelaporan insiden keselamatan pasien berdasarkan propinsi
pada tahun 2010 ditemukan Jawa Barat 33,33%, (Yusuf, 2017)Banten dan Jawa
Tengah 20%, DKI 16,67%, Bali 6,67%, dan Jatim 3,33%. Bidang spesialisasi unit
kerja yang paling banyak ditemukan kesalahan adalah unit Bedah, Penyakit
Dalam, dan anak dibandingkan unit kerja lainnya. Berdasarkan dari tim kesehatan
rumah sakit perawat dilaporkan melakukan insiden keselamatan sebesar 4,55%
(KKP-RS (2010)).
Laporan KKP-RS di Indonesia pada 2011, menemukan bahwa adanya pelaporan
kasus KTD (14,41%) dan Kejadian Nyaris Cidera (KNC) sebesar (18,53%) yang
disebabkan karena proses atau prosedur klinik (9,26%), medikasi (9,26%) dan pasien
jatuh (5,15%).(3) Di Indonesia, tingkat KTD dalam laporan insiden keselamatan pasien
sejak September 2006 hingga April 2011 kejadian KTD sebanyak 457.
Data yang diperoleh dari RSUD Syekh Yusuf Kabupaten Gowa ditemukan
kejadian infeksi nosokomial (flebitis) yang melebihi standar 1,5% (KMK tahun
2008 tentang SPM), yaitu sebesar 5,76%tahun 2012, dantahun 2013 triwulan I
sebesar 3,75%, triwulan II sebesar 2,3%, dan triwulan III sebesar 2,4%.
Ditemukan juga angka kejadian pasien yang jatuh sebanyak 10 kasus (standar 0
kasus), kejadian kesalahan pemberian obat sebanyak 0,3% (standar 0%) yang
disebabkan perawat salah memberikan obat injeksi kepada pasien.
Keselamatan (safety) telah menjadi isu global untuk rumah sakit. Ada lima
isu penting yang terkait dengan keselamatan di rumah sakit yaitu keselamatan
pasien (patient safety), keselamatan pekerja atau petugas kesehatan, keselamatan
bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak terhadap
keselamatan pasien dan petugas, keselamatan lingkungan yang berdampak
terhadap pencemaran lingkungan dan keselamatan bisnis rumah sakit yang terkait
dengan kelangsungan hidup rumah sakit (Bernadeta, 2015).
Perawat harus menyadari perannya sebagai keselamatan pasien di rumah
sakit sehingga harus dapat berpartisipasi aktif dalam mewujudkan dengan baik.
Kerja keras perawat tidak dapat mencapai optimal jika tidak didukung dengan
sarana prasarana, manajemen rumah sakit dan tenaga kesehatan lainnya.
Karakteristik profesi adalah memiliki ilmu pengetahuan, attitude (sikap berarti
suatu keadaan jiwa (mental) dan keadaan pikir yang di persiapakan untuk
memberi tanggapan terhadap objek yang di organisir melalui pengalaman serta
mempengaruhi secara langsung atau tidak langsung kepada perilaku.),responsible
(tanggungjawab dapat di artikan bahwa segala sesuatu yang telah di pilih dengan
segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi misalnya seorang perawat mau
menerapkan keselamatan pasien meskipun mendapat tantangan dari teman sejawat
di rumah sakit),dan accountability (akuntabilitas merupakan kebijakan yang
meningkatkan mutu pelayanan terhadapat pasien dan masyarakat di rumah sakit)
tenaga kesehatan profesional harus bertanggung jawab dan bertanggung gugat,
dengan demikian mengurangi resiko pelanggaran patient safet ( Adib,2009).
Program patient safety adalah untuk menjamin keselamatan pasien di
rumah sakit melalui pencegahan terjadinya kesalahan dalam memberikan
pelayanan kesehatan antara lain : infeksi nosokomial, pasien jatuh, pasien
dicubitus(perawatan luka yang terjadi karena tekanan yang terus menerus pada
bagian-bagian tubuh hingga sirkulasi darah kedarah tersebut terganggu dan
mengakibatkan dekrasi jaringan tubuh. Phlebiti(inflamasi vena yang disebabkan
oleh iritasi kimia maupun mekanik ) pada pemasangan infus, tindakan bunuh diri
yang bisa dicegah, kegagalan profilaksis(vena jaladara, 2015). Program patien
safety yang berhubungan dengan perawat yaitu tingkat pengetahuan dan motivasi
dalam medukung sikap dalam kinerja untuk meningkatkan keselamatan pasien
dengan baik ,dan kenapa harus di perlukan untuk menjamin pelayanan kesehatan
dalam rumah sakit. Keselamatan pasien menjadi indikator standar utama penilaian
akreditasi (Dirjen Bina Upaya Kesehatan, 2012).
Menurut AHRQ (2003) dalam Satria (2013), menyatakan bahwa KTD bisa
terjadi dikarenakan oleh beberapa masalah. Salah satu masalahnya yakni masalah
sumber daya manusia. Perawat sebagai salah satu Sumber Daya Manusia (SDM)
di rumah sakit yang berhubungan langsung dengan pasien, mempunyai peranan
yang sangat penting dalam mewujudkan patient safety(Sinaga, Janwarin, &
Maumily, 2019). Sedangkan, menurut Nursalam (2011) faktor yang berpengaruh
terhadap insiden Patient Safety adalah kinerja individu perawat. Penelitian Huber
tahun 1996 menunjukkan bahwa pelayanan yang paling banyak diberikan kepada
pasien di rumah sakit adalah pelayanan keperawatan yaitu sebesar 90%. Sehingga
dapat dikatakan bahwa baik buruknya pelayanan kesehatan di rumah sakit
khususnya dalam melaksanakan Patient Safety sangat ditentukan oleh kinerja
perawat itu sendiri. (Nursalam 2011)
Tenaga perawat merupakan tenaga profesional yang berperan penting
dalam fungsi rumah sakit(Sahpitra, Yulia, & Triwijayanti, 2019). Hal tersebut
didasarkan atas jumlah tenaga perawat sebagai porsi terbesar dan terlama (24 jam
secara terusmenerus) didalam pelayanan rumah sakit(Nursya’baniah, 2013).
Dalam menjalankan fungsinya, perawat merupakan staf yang memiliki kontak
terbanyak dengan pasien. Perawat juga merupakan bagian dari suatu tim, yang
didalamnya terdapat berbagai profesional lain seperti dokter. Luasnya peran
perawat memungkinkannya terjadinya risiko kesalahan pelayanan.
Menurut Gibson (1987), kinerja individu perawat dipengaruhi oleh 3
variabel yaitu variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis.
Variabel individu, terdiri dari kemampuan, keterampilan, pengetahuan, demografi
dan latar belakang keluarga. Variabel psikologi terdiri dari persepsi, sikap,
motivasi, kepribadiaan dan belajar. Sedangkan, variabel organisasi terdiri dari
sumber daya, imbalan, beban kerja, struktur, supervisi dan kepemimpinan.
(Firmansyah 2009)
Pengetahuan perawat merupakan hal yang berhubungan dengan komitmen
yang sangat diperlukan dalam upaya membangun budaya keselamatan pasien
(Cahyono, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Diah pratiwi Dkk,
2016) ada hubungan pengetahuan, sikap dan motivasi dengan penerapan patient
safety di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pancaran Kasih GMIM
Manado. Berdassarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh (intan puspita Dkk,
2018) ada hubungan kepemimpinan dengan penerapan patient safety.
Maka, bertolak dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk menganalisis
variabel tersebut yaitu variabel pengetahuan, motivasi, sikap, pelatihan dan
kepemimpinan perawat terhadap penerapan program Patient Safety khususnya di
Instalasi rawat inap
B. Rumusan Masalah
1. Apakah ada hubungan pengetahuan perawat dengan penerapan program
patient safety di ruang rawat inap RSUD Syekh Yusuf Gowa?
2. Apakah ada hubungan sikap perawat dengan penerapan program patient
safety di ruang rawat inap RSUD Syekh Yusuf Gowa?
3. Apakah ada hubungan motivasi perawat dengan penerapan patient safety di
ruang rawat inap RSUD Syekh Yusuf Gowa?
4. Apakah ada hubungan pelatihan perawat dengan penerapan patient safety di
ruang rawat inap RSUD Syekh Yusuf Gowa?
5. Apakah ada hubungan kepemimpin dengan penerapan patient safety di
instalasi rawat inap RSUD Syekh Yusuf Gowa?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum

Untuk mengetahui factor hubungan pengetahuan, sikap, motivasi,


pelatihan dan kepemimpinan perawat dengan penerapan program patient
safety di instalasi rawat inap RSUD Syekh Yusuf Gowa.

2. Tujuan khusus
a. Mengetahui hubungan pengetahuan perawat terhadap penerapan program
patient safety di Instalasi Rawat inap di RSUD Syekh Yusuf Gowa.
b. Mengetahui hubungan sikap perawat terhadap penerapan program patient
safety di Instalasi rawat di RSUD Syekh Yusuf Gowa.
c. Mengetahui hubungan motivasi perawat terhadap penerapan program
patient safety di Instalasi rawat inap di RSUD Syekh Yusuf Gowa
d. Apakah ada hubungan pelatihan perawat dengan penerapan patient
safety di ruang rawat inap RSUD Syekh Yusuf Gowa?
e. Mengetahui hubungan kepemimpinan terhadap penerapan patient safety
di instalasi rawat inap RSUD Syekh Yusuf Gowa.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini dapat di sampaikan sebagai berikut:
1. Manfaat bagi Ilmu Administrasi rumah sakit
Diharapkan penulisan ini dapat memperkaya bahasa dalam bidang
manajemen sumber daya manusia bidang kesehatan tentang pengaruh
pengetahuan dan motivasi perawat terhadap penerapan program patient
safety.
2. Manfaat bagi RSUD Syekh Yusuf Gowa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
masukan dalam upaya pengembangan sumber daya manusia, khususnya
meningkatkan pengetahuan, sikap, motivasi dan kepemimpinan perawat
terhadap penerapan program patient safety.
3. Manfaat bagi peneliti
Peneliti dapat menerapkan ilmu atau teori pada waktu kuliah yang
digunakan untuk penelitian ini. Disamping itu penelitian ini menambah
wawasan bagi peneliti meneganai faktor pengetahuan dan motivasi terhadap
perawat dalam menerapkan program patient safety.

Anda mungkin juga menyukai