Anda di halaman 1dari 41

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN

ATTENTION DEFICYT HYPERACTIVITY DISORSER

Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak II

Program Studi Ilmu Keperawatan ( PSIK )

Disusun Oleh:

Rezkia Ananda NPM 16.14201.30.48

Dosen Pengampuh :

Citra Sururaya, S.Kep., Ners, M.Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BINA HUSADA PALEMBANG

PROGRAM STUDI ILMU KEPRAWATAN

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT.karena dengan rahmat dan
hidayahnya saya dapat menyelesaikan Asuhan Keperawatan Anak dengan Attention Deficyt
Hyperactivity Disorser, yang di ajukan untuk memenuhi salah satu tugas Keperawatan Anak
II.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan kepada Bu
Citra sehingga dapat melancarkan pembuatan makalah. Untuk itu kami menyampaikan
banyak banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini.

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah. Saya sadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh
dari sempurna, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang
telah membaca makalah ini yang berjudul Attention Deficyt Hyperactivity Disorser, demi
perbaikan dimasa yang akan datang.

Palembang, Januari 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... ii

DAFTAR ISI................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................

1.1 Latar Belakang.......................................................................................


1.2 Tujuan....................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................

2.1 Anatomi Fisiologi .................................................................................


2.2 Definisi..................................................................................................
2.3 Etiologi..................................................................................................
2.4 Patofisiologi ..........................................................................................
2.5 Manifestasi Klinis  ................................................................................
2.6 Pemeriksaan Penunjang.........................................................................
2.7 Penatalaksanaan Medis dan Perawatan.................................................
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN........................................

3.1 Pengkajian..............................................................................................

3.2 Diagnosa Keperawatan..........................................................................

3.3 Intervensi...............................................................................................

BAB VI PENUTUP.........................................................................................

KESIMPULAN.................................................................................................

SARAN.............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Attention Deficit Hyperaktivity Disorder (ADHD) dicirikan dengan tingkat gangguan


perhatian, impulsivitas dan hiperaktivitas yang tidak sesuai dengan tahap perkembangan dan
gangguan ini dapat terjadi disekolah maupun di rumah (Isaac, 2005). Pada kira-kira sepertiga
kasus, gejala-gejala menetap sampai dengan masa dewasa (Townsend, 1998). ADHD adalah
salah satu alasan dan masalah kanak-kanak yang paling umum mengapa anak-anak dibawa
untuk diperiksa oleh para professional kesehatan mental. Konsensus pendapat professional
menyatakan bahwa kira-kira 3,05% atau sekitar 2 juta anak-anak usia sekolah mengidap
ADHD (Martin, 1998).

Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa 5% dari populasi usia sekolah sampai
tingkat tertentu dipengaruhi oleh ADHD, yaitu sekitar 1 % sangat hiperaktif. Sekitar 30-40%
dari semua anak-anak yang diacu untuk mendapatkan bantuan professional karena masalah
perilaku, datang dengan keluhan yang berkaitan dengan ADHD (Baihaqi dan Sugiarmin,
2006). Di beberapa negara lain, penderita ADHD jumlahnya lebih tinggi dibandingkan
dengan di Indonesia. Literatur mencatat, jumlah anak hiperaktif di beberapa negara 1:1 juta.
Sedangkan di Amerika Serikat jumlah anak hiperaktif 1:50. Jumlah ini cukup fantastis karena
bila dihitung dari 300 anak yang ada, 15 di antaranya menderita hiperaktif. "Untuk Indonesia
sendiri belum diketahui jumlah pastinya. Namun, anak hiperaktif cenderung meningkat
(Pikiran rakyat, 2009).

Dewasa ini, anak ADHD semakin banyak. Sekarang prevalensi anak ADHD di
Indonesia meningkat menjadi sekitar 5% yang berarti 1 dari 20 anak menderita ADHD.
Peningkatan ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti genetik ataupun pengaruh lingkungan
yang lain, seperti pengaruh alkohol pada kehamilan, kekurangan omega 3, alergi terhadap
suatu makanan, dll (Verajanti, 2008).

1.2 TUJUAN PENULISAN

A. Tujuan umum

Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan Attention


Deficit Hyperactive Disorder (ADHD)
B. Tujuan khusus
 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian secara menyeluruh, baik bio psiko,
sosio
 Mahasiswa mampu menemukan masalah keperawatan yang sering dialami
oleh penderita Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD)
 Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan anak yang mengalami
retardasi mental
 Mahasiswa mampu merumuskan tujuan keperawatan untuk mengatasi masalah
anak dengan Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD)
 Mahasiswa mampu merumuskan rencana perawatan untuk mengatasi
masalah keperawatan yang dialami anak dengan Attention Deficit Hyperactive
Disorder (ADHD)Mampu melakukan penyusunan rencan evaluasi atas
tindakan yang akan dilakukan pada anak yang menderita Attention Deficit
Hyperactive Disorder (ADHD)
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI

Bagian dari otak, tertentu mempunyai fungsi dalam pengendalian emosi, mengatur
konsentrasi dan pemusatan pergantian serta mengendalikan perilaku hiperaktif dan impulse
antara lain

a) Lobus Frontal

Bagian lobus frontal membantu kita untuk memfokuskan konsentrasi, membuat keputusan
yang baik, mempersiapkan rencana, belajar dan mengingat apa yang telah dipelajari, dan
menyesuaikan diri dengan situasi.

b) Mekanisme inhibitor dari cortex

Mekanisme ini berfungsi untuk mencegah kita berperilaku hiperaktif dan bertindak semaunya
serta mengendalikan emosi.

c) Sistem limbik

Merupakan dasar dari emosi. Sistem limbik yang normal akan menghasilkan emosi yang
normal, tingkat energi yang normal, waktu tidur yang normal dan kemampuan untuk
mengatasi stress yang normal. Gangguan pada sistem limbik akan berpengaruh terhadap
keadaan-keadaan tersebut.

d) Sistem aktivasi reticular

Sistem ini berfungsi untuk menerima dan menyaring data yang masuk dari semua
pancaindera dan bagian otak lainnya. Gangguan yang ada pada bagian-bagian otak tersebut
akhirnya turut mengganggu fungsi, kualitas, dan kemampuan bagian otak itu sendiri.

2.2 Definisi Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)

Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah kelainan hiperaktivitas


kurang perhatian yang sering ditampakan sebelum usia 4 tahun dan dikarakarakteriskan oleh
ketidaktepatan perkembangan tidak perhatian, impulsive dan hiperaktif (Townsend, 1998).
ADHD adalah singkatan dari Attention Deficit Hyperactivity Disorder, suatu kondisi yang
pernah dikenal sebagai Attention Deficit Disorder (Sulit memusatkan perhatian), Minimal
Brain Disorder (Ketidak beresan kecil di otak), Minimal Brain Damage (Kerusakan kecil
pada otak), Hyperkinesis (Terlalu banyak bergerak / aktif), dan Hyperactive (Hiperaktif). Ada
kira-kira 3 - 5% anak usia sekolah menderita ADHD (Permadi, 2009).

ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) adalah gangguan neurobiologis


yang ciri-cirinya sudah tampak pada anak sejak kecil. • Anak ADHD mulai menunjukkan
banyak masalah ketika SD karena dituntut untuk memperhatikan pelajaran dengan tenang,
belajar berbagai ketrampilan akademik, dan bergaul dengan teman sebaya sesuai aturan
(Ginanjar, 2009). ADHD adalah gangguan perkembangan dalam peningkatan aktifitas
motorik anak-anak hingga menyebabkan aktifitas anak-anak yang tidak lazim dan cenderung
berlebihan. Ditandai dengan berbagai keluhan perasaan gelisah, tidak bisa diam, tidak bisa
duduk dengan tenang, dan selalu meninggalkan keadaan yang tetap seperti sedang duduk,
atau sedang berdiri. Beberapa kriteria yang lain sering digunakan adalah, suka meletup-letup,
aktifitas berlebihan, dan suka membuat keributan (Klikdokter, 2008)

2.3 Etiologi/Penyebab

Menurut Adam (2008) penyebab pasti belum diketahui. Namun papar Hardiono ada
bukti bahwa faktor biologis dan genetis berperan dalam ADHD. Faktor biologis berpengaruh
pada dua neurotransmitter di otak, yaitu dopamine dan norepinefrin. Dopamin merupakan zat
yang bertanggung jawab pada tingkah laku dan hubungan social, serta mengontrol aktifitas
fisik.
Norepinefrin berkaitan dengan konsentrasi, memusatkan perhatian, dan perasaan.
Faktor lainnya yang berpengaruh adalah lingkungan. Karakter dalam keluarga juga dapat
berperan menimbulkan gejala ADHD. Bahkan dari penelitian di beberapa rumah tahanan,
sebagian besar penghuninya ternyata pernah ADHD pada masa kecilnya. Demikian juga
terjadi pada pengguna narkoba. Belum diketahui apa penyebab pasti anak-anak menjadi
hiperaktif. Namun menurut dunia kedokteran, itu terkait dengan faktor biologis dan genetik,
serta lingkungan

2.4 Patofisiologi

Sebagian besar profesional sekarang percaya bahwa ADHD terdiri dari tiga masalah
pokok: kesulitan dalam perhatian berkelanjutan, pengendalian atau penghambatan impuls,
kegiatan berlebihan. Beberapa periset, seperti Barkley, menambahkan masalah-masalah lain
seperti kesulitan metauhi peraturan dan instruksi, adanya vairiabilitas berlebih dalam
berespons situasi, khususnya pekerjaan sekolah. Singkatnya ADHD merupakan suatu
gangguan perkembangan yang mengakibatkan ketidakmampuan mengatur perilaku,
khususnya untuk mengantisipasi tindakan dan keputusan masa depan. Anak yang mengidap
ADHD relative tidak mampu menahan diri untuk merespons situasi pada saat tertentu.
Mereka benar-benar tidak bisa menunggu. Penyebabnya diperkirakian karena mereka
memiliki sumber biologis yang kuat yang ditemukan pada anak-anak dengan predisposisi
keturunan (Martin, 1998).

Beberapa penelitian belum dapat menyimpulkan penyebab pasti dari ADHD. Seperti
halnya dengan gangguan perkembangan lainnya (autisme), beberapa faktor yang berperan
dalam timbulnya ADHD adalah faktor genetik, perkembangan otak saat kehamilan,
perkembangan otak saat perinatal, Tingkat kecerdasan (IQ), terjadi disfungsi metabolisme,
hormonal, lingkungan fisik dan sosial sekitar, asupan gizi, dan orang-orang dilingkungan
sekitar termasuk keluarga. Beberapa teori yang sering dikemukakan adalah hubungan antara
neurotransmitter dopamine dan epinephrine. Teori faktor genetik, beberapa penelitian
dilakukan bahwa pada keluarga penderita, selalu disertai dengan penyakit yang sama
setidaknya satu orang dalam keluarga dekat. Orang tua dan saudara penderita ADHD
memiliki resiko hingga 2- 8 x terdapat gangguan ADHD (Klik dokter, 2008).

Teori lain menyebutkan adanya gangguan disfungsi sirkuit neuron di otak yang
dipengaruhi oleh berbagai gangguan neurotransmitter sebagai pengatur gerakan dan control
aktifitas diri. Beberapa faktor resiko yang meningkatkan terjadinya ADHD : kurangnya
deteksi dini, gangguan pada masa kehamilan (infeksi, genetic, keracuanan obat dan alkohol,
rokok dan stress psikogenik), gangguan pada masa persalinan (premature, postmatur,
hambatan persalinan, induksi, kelainan persalinan) (Klikdokter, 2008).

Menurut Isaac (2005) anak dengan ADHD atau attention Deficit Hyperactivity
Disorder mempunyai ciri-ciri anrtara lain:

1) Sulit memberikan perhatian pada hal-hal kecil.


2) Melakukan kesalahan yang ceroboh dalam pekerjaan sekolah.
3) Sulit berkonsentrasi pada satu aktivitas.
4) Berbicara terus, sekalipun pada saat yang tidak tepat.
5) Berlari-lari dengan cara yang disruptif ketika diminta untuk duduk atau diam.
6) Terus gelisah atau menggeliat.
7) Sulit menunggu giliran.
8) Mudah terdistraksi oleh hal-hal yang terjadi di sekelilingnya.
9) Secara impulasif berkata tanpa berpikir dalam menjawab pertanyaan.
10) Sering salah menempatkan tugas-tugas sekolah, buku atau mainan.
11) Tampak tidak mendengar, sekalipun diajak berbicara secara langsung.

Rasio anak laki-laki berbanding perempuan adalah antara 4:1 dalam jenis dan tipe
hiperaktif impulsif dan untuk kurang perhatian rasio anak laki-laki dan perempuan adalah
1:1. Gejala-gejala ini kurang jelas daripada tipe hiperaktif impulsif yang lebih demonstratif.
Gejala seperti ini diabaikan dan didiagnosis dengan keliru pada banyak anak. Menurut
penelitian Breton yang dilakukan pada 1999, ADHD lebih banyak dialami oleh anak laki-laki
dari pada perempuan, dengan estimasi 204% untuk anak perempuan dan 6-9% untuk anak
laki-laki usia 6-12 tahun. Anak laki-laki ADHD lebih banyak terjadi karena mereka lebih
menunjukkan perilaku menantang dan agresif dibandingkan dengan anak perempuan
(Baihaqi dan Sugiarmin, 2006).

Bisa jadi anak perempuan dengan ADHD tidak teridentifikasi atau tidak tertangkap
gejalanya karena guru-guru gagal dalam mengenali dan mencatat perilaku kurang perhatian
anak perempuan ADHD, kecuali dengan cara membandingkan dengan simptom-simptom
yang digunakan untuk mendiagnosis ADHD dapat pula memberi sumbangan terhadap
perbedaan jenis kelamin pada umumnya (Baihaqi dan Sugiarmin, 2006). Anak ADHD
perempuan cenderung lebih memperlihatkan karakteristik simptom-simptom kurang
perhatian/tidak teratur dengan respons kognitif yang lambat, misalnya pelupa, lesu darah,
mengantuk, cenderung daycream, cemas, depresi dan cenderung berperilaku hiperverbal
dibandingkan hiperaktif (Baihaqi dan Sugiarmin, 2006).

Gangguan ADHD dapat merusak hidup anak, menghabiskan banyak energi,


menimbulkan rasa sakit secara emosional, menurunkan harga diri dan secara serius merusak
hubungan kekerabatan atau pertemaan. Banyak anak ADHD cenderung untuk
mengembangkan masalah emosional sekunder, namun ADHD itu sendiri dapat berkaitan
dengan faktor – faktor biologis dans ecara primer bukan gangguan emosional. Meskipun
semikian, masalah emosional dan perilaku kerap kali dapat terlihat pada anak ADHD karena
adanya masalah yang dihadapi anak-anak di sekolah, di rumah d`n di dalam lingkungan sosial
mereka (Baihaqi dan Sugiarmin, 2006).
2.5 Manifestasi Klinik

Menurut Townsend (1998) ada beberapa tanda dan gejala yang dapat dapat ditemukan
pada anak dengan ADHD antara lain :

1.       Sering kali tangan atau kaki tidak dapat diam atau duduknya mengeliat-geliat.
2.       Mengalami kesulitan untuk tetap duduk apabila diperlukan
3.       Mudah bingung oleh dorongan-dorongan asing
4.       Mempunyai kesulitan untuk menunggu giliran dalam suatau permainan atau keadaan di
dalam suatu kelompok
5.       Seringkali menjawab dengan kata-kata yang tidak dipikirkanterhadap pertanyaan-
pertanyaan yang belum selesai disampaikan
6.       Mengalami kesulitan untuk mengikuti instruksi-instruksi dari orang lain
7.        Mengalami kesulitan untuk tetap bertahan memperhatikan tugas-tugas atau aktivitas-
aktivitas bermain
8.        Sering berpindah-pindah dari satu kegiatan yang belum selesai ke kegiatan lainnya
9.        Mengalami kesulitan untuk bermain dengan tenang
10.     Sering berbicara secara berlebihan.
11.     Sering menyela atau mengganggu orang lain
12.     Sering tampaknya tidak mendengarkan terhadap apa yang sedang dikatakan kepadanya
13.     Sering kehilangan barang-barang yang diperlukan untuk tugas-tugas atau kegiatan-
kegiatan yang berbahaya secara fisik tanpa mempertimbangkan kemungkinan-
kemungkinan akibatnya (misalnya berlari-lari di jalan raya tanpa melihat-lihat).

2.6 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Doenges et. al (2007) pemeriksaan diagnostic yang dilakukan pada anak
dengan ADHD antara lain :

1.    Pemeriksaan Tiroid : dapat menunjukkan gangguan hipertiroid atau hipotiroid yang
memperberat masalah

2.    Tes neurologist (misalnya EEG, CT scan) menentukan adanya gangguan otak organik

3.   Tes psikologis sesuai indikasi : menyingkirkan adanya gangguan ansietas,


mengidentifikasi bawaan, retardasi borderline atau anak tidak mampu belajar dan
mengkaji responsivitas social dan perkembangan bahasa
4.    Pemeriksaan diagnostic individual bergantung pada adanya gejala fisik (misalnya ruam,
penyakit saluran pernapasan atas, atau gejala alergi lain, infeksi SSP)

2.7 Penatalaksanaan Medis dan Perawatan

1.    Perawatan

Menurut Baihaqi dan Sugiarmin (2006) perawatan yang dapat dilakukan orang tua terhadap
anak yang menderita ADHD antara lain :

1.    Terapi medis : Mengendalikan simptom-simptom ADHD di sekolah dan rumah

2.    Pelatihan manajemen orang tua : Mengendalikan perilaku anak yang merusak di rumah,
mengurangi konflik antara orangtua dan anak serta meningkatkan pro-sosial dan
perilaku regulasi diri

3.    Intervensi pendidikan : Mengendalikan perilaku yang merusak di kelas, meningkatkan


kemampuan akademik serta mengajarkan perilaku pro sosial dan regulasi diri

4.    Merencanakan program-program bulanan : Melakukan penyesuaian di rumah dan


keberhasilan ke depan di sekolah dengan mengombinasikan perlakukan tambahan dan
pokok dalam program terapi

5.    Melakukan konseling keluarga : Coping terhadap stres keluarga dan individu yang
berkaitan dengan ADHD, termasuk kekacauan hati dan permasalahan suami istri

6.    Mencari kelompok pendukung : Menghubungkan anak dewasa dengan orang tua anak
ADHD lainnya, berbagi informasi dan pengalaman mengenai permasalahan umum dan
memberi dukungan moral

7.    Melakukan konseling individu : Memberi dukungan di mana anak dapat membahas
permasalahan dan curahan hati pribadinya

Menurut Videbeck (2008) intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada anak dengan
Attention Deficyt Hyperactivity Disorder (ADHD) antara lain :

8.    Memastikan keamanan anak dan keamanan orang lain dengan :

a) Hentikan perilaku yang tidak aman


b) Berikan petunjuk yang jelas tentang perilaku yang dapat diterima dan yang tidak dapat
diterima
c) Berikan pengawasan yang ketat
9.    Meningkatkan performa peran dengan cara :

a) Berikan umpan balik positif saat memenuhi harapan


b) Manajemen lingkungan (misalnya tempat yang tenang dan bebas dari distraksi untuk
menyelesaikan tugas)

10.   Menyederhanakan instruksi/perintah untuk :

a) Dapatkan perhatian penuh anak


b) Bagi tugas yang kompleks menjadi tugas-tugas kecil
c) Izinkan beristirahat

11.   Mengatur rutinitas sehari-hari

a) Tetapkan jadual sehari-hari


b) Minimalkan perubahan

12.   Penyuluhan dan dukungan kepada klien/keluarga dengan mendengarkan perasaan dan


frustasi orang tua

13.   Berikan nutrisi yang adekuat pada anak yang mengalami ADHD

Menurut Verayanti (2008) pengaturan nutrisi ini bermanfaat sebagai salah satu cara yang
digunakan untuk mengendalikan gejala-gejala pada anak ADHD. Selain tidak berbahaya,
pengaturan nutrisi ini aman digunakan dalam jangka panjang. Bagaimana nutrisi yang
dianggap tepat untuk anak ADHD :

a) Rendah karbohidrat dan tinggi protein. Untuk makan pagi 60% - 70% protein dan 30% -
40% karbohidrat, makan siang dan makan malam 50% protein dan 50% karbohidrat.
Karbohidrat yang dikonsumsi juga yang merupakan karbohidrat kompleks sehingga tidak
mudah diubah menjadi gula, seperti whole wheat, kacang-kacangan, dll.
b) Menghindari bahan-bahan yang membuat alergi pada anak ADHD karena anak ADHD
sangat sensitif sehingga mudah terjadi alergi yang bermanifestasi dalam bentuk batuk,
influenza karena alergi, dll. Bahan-bahan yang harus dihindari seperti MSG, pewarna,
pengawet, juga susu, tepung, kedelai, jagung, telur, kacang, dll.
c) Rendah gula. Hindari makanan-makanan yang banyak mengandung gula seperti donat,
permen, soft drinks, es krim, dan cokelat. Setiap sendok gula yang berkurang sangat
berguna. Gula menyebabkan usus halus menjadi permeabel terhadap alergen. Tingginya
kadar gula dalam tubuh juga akan mengakibatkan kadar insulin tinggi. Kadar insulin
yang tinggi akan mengakibatkan emosi yang labil sehingga dapat memperparah keadaan
anak ADHD.
d) Makan banyak sayuran dan buah
e) Minum banyak air. 80% otak terdiri dari air sehingga dengan meningkatkan konsumsi air
menjadi 7-8 gelas perhari akan baik untuk otak. Teh, susu, juice tidak termasuk air, jadi
hanya air yang dianggap air.
f) Menghindari makanan yang mengandung salisilat seperti : kacang almond, plum, prune,
apel dan cuka apel, raspberrie, apricot, anggur dan cuka dari anggur, strawberry,
blackberry, teh, ceri, nectarine, tomat, jeruk, timun dan acar, peach, wine dan cuka dari
wine. Salisilat dapat menghambat kerja enzim dalam otak yang berfungsi untuk
mengurangi kesensitifan otak terhadap reaksi alergi.
g) Mengkonsumsi suplemen seperti vitamin B, zinc, chromium, tembaga, besi, magnesium,
kalsium, amino acid chelates dan flavenoids. Pada anak ADHD sering terdapat defisiensi
zat-zat tersebut karena pengeluaran zat tersebut dari urine secara berlebihan.
h) Menghindari paparan logam berat seperti tambalan gigi dari amalgam, kawat gigi dari
nikel, dll.
i) Kafein dapat digunakan sebagai stimulant susunan saraf pusat yang mempunyai efek
vasodilator yang dibutuhkan oleh otak karena pada anak ADHD terjadi kekurangan
aliran darah ke bagian-bagian otak.

2.    Pengobatan

Pengobatan terhadap anak dengan ADHD umumnya dilakukan dengan berbagai


pendekatan termasuk program pendidikan khusus, modifikasi perilaku, pengobatan
melalui obat-obatan dan konseling. Disamping pendekatan yang kontroversial antara lain
melakukan diet khusus dan penggunaan obat-obatan serta vitamin-vitamin tertentu
(Delphie, 2006).

Menurut Videbeck (2008) obat stimulan yang sering digunakan untuk mengobati ADHD
antara lain :

1.    Metilfenidat (Ritalin)

Dosis 10-60 dalam 2 – 4 dosis yang terbagi. Intervensi keperawatan pantau supresi nafsu
makan yang turun, atau kelambatan pertumbuhan, berikan setelah makan, efek obat
lengkap dalam 2 hari.
2.    Dekstroamfetamin (Dexedrine) amfetamin (Adderall)

Dosis 3-40 dalam 2 atau 3 dosis yang terbagi. Intervensi keperawatan, pantau adanya
insomnia, berikan setelah makan untuk mengurangi efek supresi nafsu makan, efek obat
lengkap dalam 2 hari

3.    Pemolin (Cylert)

Dosis 37,5-112,5 dalam satu dosis harian. Intervensi keperawatan pantay peningkatan tes
fungsi hati dan supresi nafsu makan, dapat berlangsung 2 minggu untuk mencapai efek
obat yang lengkap

Menurut Permadi (2007) kebanyakan obat yang digunakan dalam menangani ADHD
aman jika mengikuti perintah dokter. Obat-obatan ini mempunyai toleransi tinggi dan
sedikit efek samping. Bagi beberapa anak, pengobatan akan menaikkan nafsu makan. Jika
obat diminum setelah si anak makan, akan banyak mengurangi efek sampingnya.
Beberapa anak yang menggunakan obat untuk ADHD menunjukkan pertumbuhan badan
yang diluar batas normal. Hubungi dokter anda jika pertumbuhan si anak terlambat.

Sebagian orang tua merasa kawatir bahwa obat yang diminum akan memgakibatkan si
anak menjadi lebih agresif atau nantinya akan membuat dia ketagihan obat atau minuman
beralkohol. Kekawatiran ini tidak dapat dibenarkan. Pada kenyataannya, anak dengan
ADHD yang tidak mendapatkan penanganan yang baik cenderung lebih agresif atau
menjadi ketagihan obat-obatan dan minuman beralkohol (Permadi, 2007).

Ada banyak cara menangani ADHD tanpa obat dan tidak ada salahnya mencoba
penanganan tanpa obat lebih dahulu, atau memutuskan tidak menggunakan obat sama
sekali. Tetapi sebelum mengambil keputusan mengenai cara penanganan, pastikan anda
sudah mengetahui baik buruknya secara nyata, bukan hanya dari ëmendengarí saja. Pada
umumnya obat yang digunakan dalam penanganan ADHD sangat aman dan bermanfaat.
Minta pendapat seorang dokter atau ahli farmasi mengenai obat itu. Namun harus diingat
pula bahwa semua obat ada efek sampingnya, tetapi kalau digunakan dengan benar, efek
samping itu tidak berbahaya (Permadi, 2007).

Menurut Permadi (2007) pengobatan ADHD sama dengan kacamata bagi penderita
rabun dan bisa menolong sipenderita memusatkan perhatian. Tidak perlu malu karena
minum obat untuk ADHD. Obat itu tidak membuat penderita ADHD merasa bodoh.
Bicarakan kekawatiran anda mengenai pengobatan pada dokter dan tanyakan si anak
mengenai kekawatiran mereka.

Jenis Jenis Pengobatan :

1.    Stimulan merupakan obat yang paling banyak dipergunakan untuk ADHD. Dalam
kelompok stimulan terdapat AdderallÆ (gabungan garam dari amphtamine), DextroStatÆ
(dextroamphetamine sulfate), dan RitalinÆ (methylphenidate HCL). Stimulan bereaksi
cepat dan efek sampingnya ringan. Disebut stimulan karena bisa memberikan energi bagi
mental untuk memusatkan perhatian pada apa yang sedang dikerjakan. Pengobatan ada
yang diberikan dalam dosis dobel dalam sehari.

2.    TCA (Tri-Cyclic Antidepressants) merupakan jenis anti depresi. TCA sangat efektif
untuk mengatasi suasana hati yang berubah-ubah dan diminum hanya satu kali dalam
sehari. Namun TCA bekerja lebih lambat dan lebih berisiko dalam penggunaannya. Jika
pengobatan dengan stimulan tidak menolong TCA boleh dicoba.

3.    Wellbutrin ( buproprion ) merupakan jenis antidepresan yang telah dipergunakan dalam
pengobatan ADHD meskipun belum mendapat persetujuan dari FDA. Obat ini bukan
TCA, tetapi mempunyai kegunaan dan efek samping yang sama.

4.    Catapres (clonidine) dulunya dipergunakan untuk pengobatan penyakit darah tinggi.
Obat ini dipergunakan dalam pengobatan ADHD, terutama bagi penderita gejala
hiperaktif dan impulsif, meskipun juga belum mendapat persetujuan FDA. Obat ini
berbentuk kecil atau pil. Anak-anak yang diberi Catapres akan menjadi ngantuk.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN ATTENTION DEFICIT


HYPERACTIVITY (ADHD)

3.1 Pengkajian

Menurut Hidayat (2005) pengkajian perkembangan anak berdasarkan umur atau usia anak
antara lain

1.    Neonatus (0-28 hari)

a) Apakah ketika dilahirkan neonatus menangis ?


b) Bagaimana kemampuan memutar-mutar kepala ?
c) Bagaimana kemampuan menghisap ?
d) Kapan mulai mengangkat kepala ?
e) Bagaimana kemampuan motorik halus anak (misalnya kemampuan untuk mengikuti garis
tengah bila kita memberikan respons terhadap jari atau tangan) ?
f) Bagaimana kemampuan berbahasa anak (menangis, bereaksi terhadap su`ra atau bel) ?
g) Bagaimana kemampuan anak dalam beradaptasi (misalnya tersenyum dan mulai menatap
muka untuk mengenali seseorang ?

2.    Masa bayi /Infant (28 – 1 tahun)

1) Bayi usia 1-4 bulan.


a) Bagaimana kemampuan motorik kasar anak (misalnya mengangkat kepala saat
tengkurap, mencoba duduk sebentar dengan ditopang, dapat duduk dengan kepala
tegak, jatuh terduduk dipangkuan ketika disokong pada posisi berdiri, komtrol kepala
sempurna, mengangkat kepala sambil berbaring terlentang, berguling dari terlentang
ke miring, posisi lengan dan tungkai kurang fleksi danm berusaha untuk merangkan) ?
b) Bagaimanan kemampuan motorik halus anak (misalnya memegang suatu objek,
mengikuti objek dari satu sisi ke sisi lain, mencoba memegang benda dan
memaksukkan dalam mulut, memegang benda tetapi terlepas, memperhatikan tangan
dan kaki, memegang benda dengan kedua tangan, menagan benda di tangan walaupun
hanya sebentar)?
c) Bagimana kemampuan berbahasan anak (kemampuan bersuara dan tersenyum, dapat
berbunyi huruf hidup, berceloteh, mulai mampu mengucapkan kata ooh/ahh, tertawa
dan berteriak, mengoceh spontan atau berekasi dengan mengoceh) ?
d) Bagaimana perkembangan adaptasi sosial anak (misalnya : mengamati tangannya,
tersenyum spontan dan membalas senyum bila diajak tersenyum, mengenal ibunya
dengan penglihatan, penciuman, pendengaran dan kontak, tersenyum pada wajah
manusia, walaupun tidur dalams ehari lebih sedikit dari waktu terhaga, membentuk
siklus tidur bangun, menangis menjadi sesuatu yang berbeda, membedakan wajah-
wajah yang dikenal dan tidak dikenal, senang menatap wajah-wajah yang dikenalnya,
diam saja apabila ada orang asing) ?

2.    Bayi Umur 4-8 bulan

a) Bagaimana perkembangan motorik kasar anak (misalnya dapat telungkup pada alas dan
sudah mulau mengangkat kepala dengan melakukan gerakan menekan kedua tangannya
dan pada bulan keempat sudah mulai mampu memalingkan ke kanan dan ke kiri , sudah
mulai mampu duduk dengan kepala tegak, sudah mampu membalik badan, bangkit
dengan kepala tegak, menumpu beban pada kaki dan dada terangkat dan menumpu pada
lengan, berayun ke depan dan kebelakang, berguling dari terlentang ke tengkurap dan
dapat dudu dengan bantuan selama waktu singkat) ?
b) Bagaimana perkembangan motorik halus anak (misalnya : sudah mulai mengamati benda,
mulai menggunakan ibu jari dan jari telunjuk untuk memegang, mengeksplorasi benda
yangs edang dipegang, mengambil objek dengan tangan tertangkup, mampu menahan
kedua benda di kedua tangan secara simultan, menggunakan bahu dan tangan sebagai satu
kesatuan, memindahkan obajek dari satu tangan ke tangan yang lain) ?
c) Bagaimana kemampuan berbahasan anak (misalnya : menirukan bunyi atau kata-kata,
menolek ke arah suara dan menoleh ke arah sumber bunyi, tertawa, menjerit,
menggunakan vokalisasi semakin banyak, menggunakan kata yang terdiri dari dua suku
kata dan dapat membuat dua bunyi vokal yang bersamaan seperti ba-ba)?
d) Bagaimana kemampuan beradaptasi sosial anak (misalnya merasa terpaksa jika ada orang
asing, mulai bermain dengan mainan, takut akan kehadiran orang asing, mudah frustasi
dan memukul-mukul dengan lengan dan kaki jika sedang kesal)?

3.    Bayi Umur 8-12 bulan

a) Bagaimana kemampuan motorik kasar anak (misalnya duduk tanpa pegangan, berdiri
dengan pegangan, bangkit terus berdiri, berdiri 2 detik dan berdiri sendiri) ?
b) Bagaimana kemampuan motorik halus anak (misalnya mencari dan meraih benda
kecil, bila diberi kubus mampu memindahkannya, mampu mengambilnya dan mampu
memegang dengan jari dan ibu jari, membenturkannya dan mampy menaruh benda
atau kubus ketempatnya)?
c) Bagaimana perkembangan berbahasa anak (misalnya : mulai mengatakan papa mama
yang belum spesifik, mengoceh hingga mengatakan dengan spesifik, dapat
mengucapkan 1-2 kata)?
d) Bagaimana perkembangan kemampuan adaptasi sosial anak (misalnya kemampuan
bertepuk tangan, menyatakan keinginan, sudah mulai minum dengan cangkir,
menirukan kegiatan orang lain, main-main bola atau lainnya dengan orang) ?

3.    Masa Toddler

a) Bagaimana perkembangan motorik kasar anak (misalnya: mampu


melanhkah dan berjalan tegak, mampu menaiki tangga dengan cara satu tangan dipegang,
mampu berlari-lari kecil, menendang bolan dan mulai melompat)?
b) Bagaimana perkembangan motorik halus anak (misalnya : mencoba
menyusun atau membuat menara pada kubus)?
c) Bagaimana kemampuan berbahasa anak (misalnya : memiliki sepuluh
perbendaharaan kata, mampu menirukan dan mengenal serta responsif terhadap orang
lain sangat tinggi, mampu menunjukkan dua gambar, mampu mengkombinasikan kata-
kata, mulai mampu menunjukkan lambaian anggota badan) ?
d) Bagaimana kemampuan anak dalam beradaptasi sosial (misalnya:
membantu kegiatan di rumah, menyuapi boneka, mulai menggosok gigi serta mencoba
memakai baju) ?

4.    Masa Prasekolah (Preschool)

a) Bagaimana perkembangan motorik kasar anak (misalnya: kemampuan


untuk berdiri dengan satu kaki selama 1-5 detik, melompat dengan satu kaki, berjalan
dengan tumit ke jari kaki, menjelajah, membuat posisi merangkan dan berjalan
dengan bantuan) ?
b) Bagaimana perkembangan motorik halus anak (misalnya : kemampuan
menggoyangkan jari-jari kaki, menggambar dua atau tiga bagian, memilih garis yang
lebih panjang dan menggambar orang, melepas objek dengan jari lurus, mampu
menjepit benda, melambaikan tangan, menggunakan tangannya untuk bermain,
menempatkan objek ke dalam wadah, makan sendiri, minum dari cangkir dengan
bantuan menggunakan sendok dengan bantuan, makan dengan jari, membuat coretan
diatas kertas)?
c) Bagaimana perkembangan berbahasa anak (misalnya : mampu
menyebutkan empat gambar, menyebutkan satu hingga dua warna, menyebutkan
kegunaan benda, menghitung atau mengartikan dua kata, mengerti empat kata depan,
mengertio beberapa kata sifat dan sebagainya, menggunakan bunyi yntum
mengidentifikasi objek, orang dan aktivitas, menirukan bebagai bunyi kata,
memahami arti larangan, berespons terhadap panggilan dan orang-orang anggota
keluarga dekat)?
d) Bagaimana perkembangan adaptasi sosial anak (misalnya : bermain
dengan permainan sederhana, menagis jika dimarahi, membuat permintaan sederhana
dengan gaya tubuh, menunjukkan peningkatan kecemasan terhadap perpisahan,
mengenali anggota keluarga)?

5.    Masa school age

a) Bagaimana kemampuan kemandirian anak dilingkungan luar rumah ?


b) Bagaimana kemampuan anak mengatasi masalah yang dialami
disekolah ?
c) Bagaimana kemampuan beradaptasi sosial anak (menyesuaikan dengan
lingkungan sekolah)?
d) Bagaimana kepercayaan diri anak saat berada di sekolah ?
e) Bagaimana rasa tanggung jawab anak dalam mengerjakan tugas di
sekolah?
f) Bagaimana kemampuan anak dalam berinteraksi sosial dengan teman
sekolah ?
g) Bagaimana ketrampilan membaca dan menulis anak ?
h) Bagaimana kemampua anak dalam belajar di sekolah ?

6.    Masa adolensence

a) Bagaimana kemampuan remaja dalam mengatasi masalah yang dialami


secara mandiri ?
b) Bagaimanan kemampuan remaja dalam melakukan adaptasi terhadap
perubahan bentuk dan fungsi tubuh yang dialami ?
c) Bagaimana kematangan identitas seksual ?
d) Bagaimana remaja dapat menjalankan tugas perkembangannya sebagai
remaja ?
e) Bagaiman kemampuan remaja dalam membantu pekerjaan orang tua di
rumah (misalnya membersihkan rumah,memasak) ?

Menurut Videbeck (2008) pengkajian anak yang mengalami Attention Deficyt Hiperactivity
Disorder (ADHD) antara lain :

7.    Pengkajian riwayat penyakit

a) Orang tua mungkin melaporkan bahwa anaknya rewel dan mengalami


masalah saat bayi atau perilaku hiperaktif hilang tanpa disadari sampai anak berusia
todler atau masuk sekolah atau day care.
b) Anak mungkin mengalami kesulitan dalam semua bidang kehidupan
yang utama, seperti sekolah atau bermain dan menunjukkan perilaku overaktif atau
bahkan perilaku yang membahayakan di rumah.
c) Berada diluar kendali dan mereka merasa tidak mungkin mampu
menghadapi perilaku anak.
d) Orang tua mungkin melaporkan berbagai usaha mereka untuk
mendisplinkan anak atau mengubah perilaku anak dans emua itu sebagian besar tidak
berhasil.

8.    Penampilan umum dan perilaku motorik

a) Anak tidak dapat duduk tenang di kursi dan mengeliat serta bergoyang-
goyang saat mencoba melakukannya.
b) Anak mungkin lari mengelilingi ruangan dari satu benda ke benda lain
dengan sedikit tujuan atau tanpa tujuan yang jelas.
c) Kemampuan anak untuk berbicara terganggu, tetapi ia tidak dapat
melakukan suatu percakapan, ia menyela, menjawab pertanyaan sebelum pertanyaan
berakhir dan gagal memberikan perhatian pada apa yang telah dikatakan.
d) Percakapan anak melompat-lompat secara tiba-tiba dari satu topik ke
topik yang lain. Anak dapat tampak imatur atau terlambat tahap perkembangannya

9.    Mood dan Afek

a) Mood anak mungkin labil, bahkan sampai marah-marah atau temper


tantrum.
b) Ansietas, frustasi dan agitasi adalah hal biasa.
c) Anak tampak terdorng untuk terus bergerak atau berbicara dan tampak
memiliki sedikit kontrol terhadap perilaku tersebut.
d) Usaha untuk memfokuskan perhatian anak dapat menimbulkan
perlawanan dan kemarahan

10.  Proses dan isi pikir

Secara umum tidak ada gangguan pada area ini meskipun sulit untuk mengkaji anak
berdasarkan tingkat aktivitas anak dan usia atau tahap perkembangan

11.  Sensorium dan proses intelektual

a) Anak waspada dan terorientasi, dan tidak ada perubahan sensori atau
persepsi seperti halusinasi.
b) Kemampuan anak untuk memberikan perhatian atau berkonsentrasi
tergangguan secara nyata.
c) Rentang perhatian anak adalah 2 atau 3 detik pada ADHD yang berat 2
atau 3 menit pada bentuk gangguan yang lebih ringan.
d) Mungkin sulit untik mengkaji memori anak, ia sering kali menjawab,
saya tidak tahu, karena ia tidak dapat memberi perhatian pada pertanyaan atau tidak
dapat berhenti memikirkan sesuati.
e) Anak yang mengalami ADHD sangat mudah terdistraksi dan jarang
yang mampu menyelesaikan tugas

12.  Penilaian dan daya tilik diri

a) Anak yang mengalami ADHD biasanya menunjukkan penilaian yang


buruk dan sering kali tidak berpikir sebelum bertindak
b) Mereka mungkin gagal merasakan bahaya dan melakukan tindakan
impulsif, seperti berlari ke jalan atau melompat dari tempat yang tinggi.
c) Meskipun sulit untuk mengkaji penilaian dan daya tilik pada anak
kecil.
d) Anak yang mengalami ADHD menunjukkan kurang mampu menilai
jika dibandingkan dengan anak seusianya.
e) Sebagian besar anak kecil yang mengalami ADHD tidak menyadari
sama sekali bahwa perilaku mereka berbeda dari perilaku orang lain.
f) Anak yang lebih besar mungkin mengatakan, "tidak ada yang
menyukaiku di sekolah", tetapi mereka tidak dapat menghubungkan kurang teman
dengan perilaku mereka sendiri

13.  Konsep diri

a) Hal ini mungkin sulit dikaji pada anak yang masih kecil, tetapis ecara
umum harga diri anak yang mengalami ADHD adalah rendah.
b) Karena mereka tidak berhasil di sekolah, tidak dapat mempunyai
banyak teman, dan mengalami masalah dalam mengerjakan tugas di rumah, mereka
biasanya merasa terkucil sana merasa diri mereka buruk.
c) Reaksi negatif orang lain yangmuncul karena perilaku mereka sendiri
sebagai orang yang buruk dan bodoh

14.  Peran dan hubungan

a) Anak biasanya tidak berhasil dis ekolah, baik secara akademik maupun
sosial.
b) Anak sering kali mengganggu dan mengacau di rumah, yang
menyebabkan perselisihan dengan saudara kandung dan orang tua.
c) Orang tua sering menyakini bahwa anaknya sengaja dan keras kepala
dan berperilaku buruk dengan maksud tertentu sampai anak yang didiagnosis dan
diterapi.
d) Secara umum tindakan untuk mendisiplinkan anak memiliki
keberhasilan yang terbatas pada beberapa kasus, anak menjadi tidak terkontrol secara
fisik, bahkan memukul orang tua atau merusak barang-barang miliki keluarga.
e) Orang tua merasa letih yang kronis baik secara mental maupun secara
fisik.
f) Guru serungkali merasa frustasi yang sama seperti orang tua dan
pengasuh atau babysister mungkin menolak untuk mengasuh anak yang mengalami
ADHD yang meningkatkan penolakan anak.

15.  Pertimbangan fisiologis dan perawatan diri

Anak yang mengalami ADHD mungkin kurus jika mereka tidak meluangkan waktu untuk
makan secara tepat atau mereka tidak dapat duduk selama makan. Masalah penenangan untuk
tidur dan kesulitan tidur juga merupakan masalah yang terjadi. Jika anak melakukan perilaku
ceroboh atau berisiko, mungkin juga ada riwayat cedera fisik.
3.2 Diagnosa Keperawatan

Menurut Videbeck (2008), Townsend (1998), dan Doenges et.al (2007) diagnosa
keperawatan yang dapat dirumuskan pada anak yang mengalami ADHD antara lain :

1.    Risiko cedera berhubungan dengan hiperaktivitas dan perilaku impulsif

2.    Koping individu tidak efektif berhubungan dengankelainan fungsi dari system keluarga
dan perkembangan ego yang terlambat, serta penganiayaan dan pengabaian anak

3.    Isolasi sosial menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah

4.    Ansietas (sedang sampai berat) berhubungan dengan ancaman konsep diri, rasa takut
terhadap kegagalan, disfungsi system keluarga dan hubungan antara orang tua dan anak yang
tidak memuaskan

5.    Gangguan harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak efektif

6.    Gangguan pola tidur berhubungan dengan ansietas dan hiperaktif

7.    Koping defensif berhubungan dengan harga diri rendah, kurang umpan balik atau umpan
balik negatif yang berulang yang mengakibatkan penurunan makna diri

8.    Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan perasaan bersalah yang berlebihan,
marah atau saling menyalahkan diantara anggota keluarga mengenai perilaku anak, kepenatan
orang tua karena menghadapi anak dengan gangguan dalam jengka waktu lama

9.    Defisit pengetahuan tentang kondisi, prognosis, perawatan diri dan kebutuhan terapi
berhubungan dengan kurang sumber informasi, interpretasi yang salah tentang informasi

3.3 Intervensi Keperawatan

Menurut Videbeck (2008), Townsend (1998), dan Doenges et.al (2007) intervensi
keperawatan yang dapat dirumuskan untuk mengatasi diagnosa keperawatan diatas antara
lain:

1.    Isolasi sosial menarik diri berhubungan harga diri rendah sekunder terhadap prestasi
yang buruk

Tujuan :
Anak dapat mengembangkan hubungan dengan orang lain ataua nak lain dengan kriteria
hasil:

1.    Berhasil menyelesaikan kewajiban atau tugas dengan bantuan

2.    Menunjukkan keterampilan sosial yang dapat diterima ketika berinteraksi dengan staf
atau anggota keluarga

3.    Berhasil berpartisipasi dalam lingkungan pendidikan

4.    Menunjukkan kemampuan menyelesaikan satu tugas secara mandiri

5.    Menunjukkan kemampuan menyelesaikan tugas dengan diingatkan

6.    Mengungkapkan pernyataan positif tentang dirinya

7.    Menunjukkan keberhasilan interaksi dengan anggota keluarga

Intervensi:

8.    Identifikasi faktor yang memperburuk dan mengurangi perilaku klien.

Rasional : Stimulus eksternal yang memperburuk masalah klien dapat diidentifikasi dan
diminimalkan. Demikian juga stimulus yang mempengaruhi klien secara positif dapat
digunakan dengan efektif

9.    Berikan lingkungan yang sedapat mungkin bebas dari distraksi. Lakukan intervensi satu
pasien-satu perawat dan secara bertahap tingkatkan jumlah stimulus lingkungan

Rasional : Kemampuan klien untuk menghadapi stimulus eksternal terganggu

a) Tarik perhatian klien sebelum memberikan instruksi (yaitu


panggil nama klien dan lakukan kontak mata)

Rasional : Klien harus mendengarkan instruksi sebagai langkah awal untuk patuh]

b) Berikan instruksi secara secara berlahan dengan menggunakan


bahasa yangs ederhana dan petunjukk yang kongkret

Rasional : Kemampuan klien dalam memahami instruksi terganggu (terutama jika instruksi
tersebut kompleks dan abstraks)

c) Minta klien untuk mengulangi instruksi sebelum memulai tugas

Rasional : Pengulangan menunjukkan bahwa klien menerima informasi yang akurat

d) Bagi tugas yang kompleks menjadi rugas-tugas kecil


Rasional : Kemungkinan untuk berhasil akan meningkat dengan kurangnya komponen tugas
yang rumit

10.  Barikan umpan balik positif untuk pencapaian setiap tahap

Rasional : Kesempatan klien untuk mendapatkan keberhasilan dapat meningkat dengan


memperlakukan setiap tahap sebagai kesempatan untuk berhasil

11.  Izinkan berisitirahat klien dapat berjalan-jalan

Rasional : Energi kegelisahan klien dapat disalurkan melalui cara yang tepat/dapat diterima
sehingga ia dapat menyelesaikan tugas yang akan datang dengan lebih efektif

12.   Jelaskan harapan untuk penyelesaian tugas dengan jelas

Rasional : Klien harus mengerti harapan yang diminta sebelum ia dapat mengusahakan
penyelesaian tugas

13. Bantu klienmenyelesaikan tugas pada awalnya

Rasional : Jika klien tidak mampu menyelesaikan menyelesaikan tugas secara mandiri,
memberi bantuan akan memungkinkan klien untuk berhasil dan menunjukkan cara
menyelesaikan tugas

2. Gangguan harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak efektif

Tujuan :

Anak memperlihatkan perasaan-perasaan nilai diri yang meningkat saat pulang, ditandai
dengan

a) Espresi-ekspresi verbal dari aspek-aspek positif tentang diri,


pencapaian masalalu dan prospek-prospek masa depan
b) Mampu mengungkapkan persepsi yang positif tentang diri
c) Anap berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas baru tanpa
memperlihatkan rasa takut yang ektrim terhadap kegagalan.

Intervensi :

a) Pastikan bahwa sasaran-sasaran yang akan dicapat adalah realistis


Rasional : Hal ini penting bagi pasien untuk mencapai sesuatu, maka rencana untuk aktivitas-
aktivitas di mana kemungkinan untuk sukse adalah mungkin dan kesuksesan ini dapat
meningkatkan harga diri anak

b) Sampaikan perhartian tanpa syarat bagi pasien

Rasional : Komunikasi dari pada penerimaan anda terhadap anak sebagai makhluk hidup
yang berguna dapat meningkatkan harga diri

c) Sediakan waktu bersama anak, keduanya pada satu ke satu basis dan
pada aktivitas-aktivitas kelompok

Rasional : Hal ini untuk menyampaikan pada anak bahwa anda merasa bahwa dia berharga
bagi waktu anda

d) Menemani anak dalam mengidentifikasi aspek-aspek positif dari diri


anak

Rasional : Aspek positif yang dimiliki anak dapat mengembangkan rencana-rencana untuk
merubah karakteristik yang dilihatnya sebagai hal yang negatif.

e) Bantu anak mengurangi penggunaan penyangkalan sebagai suatu


mekanisme sikap defensif

Rasional : Memberikan bantuan yang positif bagi identifikasi amsalah dan pengembangan
dari perilaku-perilaku koping yang lebih adaptif. Penguatan positif membantu meningkatkan
harga diri dan meningkatkan penggunaan perilaku-perilaku yang dapat diterima oleh pasien

f) Memberikan dorongan dan dukungan kepada pasien dalam


menghadapi rasa takut terhadap kegagalan dengan mengikuti aktivitas-aktivitas terapi
dan melaksanakan tugas-tugas baru dan berikan pengakuan tentang kerja keras yang
berhasil dengan penguatan positif bagi usaha-usaha yang dilakukan

Rasional : Pengakuan dan pengyatan positif meningkatkan harga diri

g) Beri umpan balik positif kepada klien jika melakukan perilaku yang
mendekati pencapaian tugas

Rasional : Pendekatan ini yang disebut shaping adalah prosedur perilaku ketika pendekatan
yang beturut-turut akan perilaku yang diinginkan, dikuatkan secara positid. Hal ini
memungkinkan untuk memberikan penghargaan kepada klien saat ia menunjukkan harapan
yang sebenarnya secara bertahap.
3.    Risiko cedera berhubungan dengan hiperaktivitas dan perilaku impulsif

Tujuan :

Anak tidak akan melukai diri sendiri atau orang lain dengen kriteria hasil:

a) Kecemasan dipertahankan pada tingkat di mana pasien merasa tidak


perlu melakukan agresi
b) Anak mencari staf untuk mendiskusikan perasaan-perasaan yang
sebenarnya
c) Anak mengetahui, mengungkapkan dan menerima kemungkinan
konsekuensi dari perilaku maladaptif diri sendiri

Intervensi :

a) Amati perilaku anak secara sering. Lakukan hal ini melalui aktivitas
sehari-hari dan interaksi untuk menghindari timbulnya rasa waspada dan kecurigaan

Rasional : Anak-anak pada risiko tinggi untuk melakukan pelanggaran memerlukan


pengamatan yang seksama untuk mencegah tindakan yang membahayakan bagi diri sendiri
atau orang lain

b) Amati terhadap perilaku-perilaku yang mengarah pada tindakan bunuh


diri

Rasional : Peryataan-pernyataan verbal seperti "Saya akan bunuh diri, " atau "Tak lama ibu
saya tidak perlu lagi menyusahkan diri karena saxa" atau perilaku-perilaku non verbal seperti
memnbagi-bagikan barang-barang yang disenangi, alam perasaan berubah. Kebanyakan anak
yang mencoba untuk bunuh diri telah menyampaikan maksudnya, baik secara verbal atau
nonverbal.

c) Tentukan maksud dan alat-alat yang memungkinkan untuk bunuh diri.


Tanyakan " Apakah anda mempunyai rencana untuk bunuh diri?" dan "Bagaimana
rencana anda untuk melakukannya

Rasional : Pertanyaan-pertanyaan yang langsung, menyeluruh dan mendekati adalah cocok


untuk hal seperti ini. Anak yang mempunyai rencana yang dapat digunakan adalah berisiko
lebih tinggi dari pada yang tidak

d) Dapatkan kontrak verbal ataupun tertulis dari anak yang menyatakan


persetujuannya untuk tidak mencelakaka diri sendiri dan menyetujui untuk mencari
staf pada keadaan dimana pemikiran kearah tersebut timbul
Rasional : Diskusi tentang perasaan-perasaan untuk bunuh diri dengan seseorang yang
dipercaya memberikan suatu derajat perasaan lega pada anak. Suatu perjanjian membuat
permasalahan menjadi terbuka dan menempatkan beberapa tanggung jawab bagi keselamatan
dengan anak. Suatu sikap menerima anak sebagai seseorang yang patut diperhatikan telah
disampaikan.

e) Bantu anak mengenali kapan kemarahan terjadi dan untuk menerima


perasaan-perasaan tersebut sebagai miliknya sendiri. Apakah anak telah menyimpan
suatu : buku catatan kemarahan" dimana catatan yang dialami dalam 24 jam disimpan.

Rasional : Informasi mengenai sumber tambahan dari merahan, respon perilaku dan persepsia
nak terhadap situasi juga harus dicatat. Diskusikan asupan data dengan anak, anjurkan juga
respons-respons perilaku alternatif yang diidentifikasi sebagai maladaptif.

f) Bertindak sebagai model peran untuk ekspresi yang sesuai dari


percobaan memastikan

Rasional : Hal ini vital bahwa anak mengekspresikan perasaan-perasaan marah, karena bunuh
diri dan perilaku merusak diri sendiri lainnya seringkali terlihat sebagai suatu akibat dari
kemarahan diarahkan pada diri sendiri

g) Singkirkan semua benda-benda yang berbahaya dari lingkungan anak

Rasional : Keselamatan fisik anak adalah prioritas dari keperawatan.

h) Cobat untuk mengarahkan perilaku kekerasan fisik untuk ansietas anak


(misalnya : kantung pasien untuk latihan tinju, joging, bola voli)

Rasional : Ansietas dan tegangan dapat diredakan dengan aman dan dengan adanya manfaat
bagi anak dengan cara ini.

i) Usahakan untuk bisa tetap bersama panak jika tingkat kegelisahan dan
tegangan mulai meningkat

Rasional : Hadirnya seseorang yang dapat dipercaya memberikan rasa aman

1.    Staf harus mempertahankan dan menyampaikan dengan sikap yang tenang terhadap anak
Rasional : Ansietas adalah sesuatu yang mudah menjalar dan dapat ditransmisikan dari staf
ke anak dan sebaliknya. Sikap yang tenang menyampaikan suatu rasa kontrol dan perasaan
aman bagi anak.

2.    Sediakan staf yang cukup yang dapat memperlihatkan kekuatan pada anak jika
diperlukan

Rasional : Hal ini menyampaikan pada anak bukti pengendalian terhadap situasi dan
memberikan beberapa keamanan fisik bagi staf.

3.    Berikan obat-obatan penenang sesuai dengan pesanaan dokter atau dapatkan pesanaan
jika diperlukan. Pantau kefektifan obat-obatan dan efek –sfek samping yang merugikan

Rasional : Obat-obatan antiansietas (misalnya diazepam, klordiazepoksida, alprazolam)


memberikan perasaan terbebas dari efek-efek imobilisasi dari ansietas dan memudahkan
kerjasama anak dengan terapi.

4.    Pembatasan-pembatasan mekanis atau ruangan isolasi akan diperlukan jika intervensi
penurunan pembatasan tidak berhasil

Rasional : Ini adalaj hak anak untuk mengharapkan penggunaan teknik-teknik yang
menjamin keamanan anak dan orang lain dengan cara-cara yang paling kurang
pembatasannya.

4.    Koping individu tidak efektif berhubungan dengankelainan fungsi dari system keluarga
dan perkembangan ego yang terlambat, serta penganiayaan dan pengabaian anak

Tujuan :

Anak mengembangkan dan menggunakan keterampilan koping yang sesuai dengan umur dan
dapat diterima sosial dengan kriteria hasil :

a) Anak mampu menundakan pemuasan terhadap keinginannya, tanpa


terpaksa untuk menipulasi orang lain
b) Anak mampu mengekspresikan kemarahan dengan cara yang dapat
diterima secara sosial
c) Anak mampu mengungkapkan kemampuan-kemampuan koping
alternatif yang dapat diterima secara sosial sesuai dengan gaya hidup dari yang ia
rencanakan untuk menggunakannya sebagai respons terhadap rasa frustasi

Intervensi:
a) Pastikan bahwa sasaran-sasarannya adalah realistis

Rasional : penting bagi anak untuk nmencapai sesuatu, maka rencana untuk aktivitas-aktivitas
di mana kemungkinan untuk sukses adalah mungkin. Sukses meningkatkan harga diri

b) Sampaikan perhatian tanpa syarat pada anak

Rasional : Komunikasi dari pada penerimaan anda terhadapnya sebagai makhluk hidup yang
berguna dapat meningkatkan harga diri

c) Sediakan waktu bersama anak, keduanya pada saty ke satu basis dan
pada aktivitas-aktivitas kelompok

Rasional : Hal ini untuk menyampaikan pada anak bahwa anda merasa bahwa dia berharga
bagi waktu anda

d) Menemani anak dalam mengidentifikasi aspek-aspek positif dari dan


dalam mengembangkan rencana-rencana untuk merubah karakteristik yang lihatnya
sebagai negatif

Rasional : identifikasi aspek-aspek positif anak dapat membantu mengembangkan aspek


positif sehingga mempunyai koping individu yang efektif

e) Bantu anak mengurangi penggunaan penyangkalan sebagai suatu


mekanisme sikap defensif. Memberikan bantuan yang positif bagi identifikasi
masalah dan pengembangan dari perilaku-perilaku koping yang lebih adaptif

Rasional : Penguatan positif membantu meningkatkan harga diri dan meningkatkan


penggunaan perilaku-perilaku yang dapat diterima oleh anak

f) Memberi dorongan dan dukungan kepada anak dalam menghadapi rasa


takut terhadap kegagalan dengan mengikuti aktivitas-aktivitas terapi dan
melaksanakan tugas-tugas baru. Beri pangakuan tentang kerja keras yang berhasil dan
penguatan positif bagi usaha-usaha yang dilakukan

Rasional : Pengakuan dan penguatan positif meningkatkan harga diri

5.    Ansietas (sedang sampai berat) berhubungan dengan ancaman konsep diri, rasa takut
terhadap kegagalan, disfungsi system keluarga dan hubungan antara orang tua dan anak yang
tidak memuaskan

Tujuan :
Anak mampu mempertahankan ansietas di bawah tingkat sedang, sebagaimana yang ditandai
oleh tidak adanya perilaku-perilaku yang tidak perilaku yang tidak mampu dalam memberi
respons terhadap stres .

Intervensi :

a) Bentuk hubungan kepercayaan dengan anak. Bersikap jujur, konsisten


di dalam berespons dan bersedia. Tunjukkan rasa hormat yang positif dan tulus

Rasional : Kejujuran, ketersediaan dan penerimaan meningkatkan kepercayaan pada


hubungan anak dengan staf atau perawat

b) Sediakan aktivitas-aktivitas yang diarahkan pada penurunan tegangan


dan pengurangan ansietas (misalnya berjalan atau joging, bola voli, latihan dengan
musik, pekerjaan rumah tangga, permainan-permainan kelompok

Rasional : tegangan dan ansietas dilepaskan dengan aman dan dengan manfaat bagi anak
melalui aktivitas-aktivitas fisik

c) Anjurkan anak untuk mengidentifikasi perasaan-perasaan yang


sebenarnya dan untuk mengenali sensiri perasaan-perasaan tersebut padanya

Rasional : Anak-anak vemas sering menolak hubungan antara masalah-masalah emosi


dengan ansietas mereka. Gunakan mekanisme-mekanisme pertahanan projeksi dan
pemibdahan yang dilebih-lebihkan

d) Perawat harus mempertahankan suasana tentang

Rasional : Ansietas dengan mudah dapat menular pada orang lain

e) Tawarkan bantuan pada wajtu-waktu terjadi peningkatan ansietas.


Pastikan kembali akan keselamatan fisik dan fisiologis

Rasional : Keamanan anak adalah prioritas keperawatan

f) Penggunaan sentuhan menyenangkan bagi beberaoa anak.


Bagaimanapun juga anak harus berhati-hati terhadap penggunaannya

Rasional : sebagaimana ansietas dapat membantu mengembangkan kecurigaan pada beberapa


individu yang dapat salah menafsirkan sentuhan sebagai suatu agresi

g) Dengan berkurangnta ansietas, temani anak untuk mengetahui


peristiwa-peristiwa tertentu yang mendahului serangannya. Berhasil pada respons-
respons alternatif pada kejadian selanjutnyta
Rasional : Rencana tindakan memberikan anak perasaan aman untuk penanganan yang lebih
berhasil terhadap kondisi yang sulit jika terjadi lagi

h) Berikan obat-obatan dengan obat penenang sesuai dengan yang


diperintahkan. Kaji untuk keefektifitasannya, dan beri petunjukkepada anak mengenai
kemungkinan efek-efek samping yang memberi penharuh berlawanan

Rasional : Obat-obatan terhadap ansietas (misalnya diazepam, klordiasepoksida, alprazolam)


memberikan perasaan lega terhadap efek-efek yang tidak berjalan dari ansietas dan
mempermudah kerjasama anak dengan terapi

6.    Gangguan pola tidur berhubungan dengan ansietas dan hiperaktif

Tujuan :

Anak mampu untuk mencapai tidur tidak terganggu selama 6 sampai 7 jamn setiap malam
dengan kriteria hasil:

a) Anak mengungkapkan tidak adanya gangguan-gangguan pada waktu


tidur
b) Tidak ada gangguan-gangguan yang dialamti oleh perawat
c) Anak mampu untuk mulai tidur dalam 30 menit dan tidur selama 6
sampai 7 jam tanpa terbangun

Intervensi :

a) Amati pola tidur anak, catat keadaan-keadaan yang menganggu tidur

Rasional : Masalah harus diidentifikasi sebelum bantuan dapat diberikan

b) Kaji gangguan-gangguan pola tidur yang berlangsung berhubungan


dengan rasa takut dan ansietas-ansietas tertentu

Rasional : Ansietas yang dirasakan oleh anak dapat mengganggu pola tidur anak sehingfga
perlu diidentifikasi penyebabnya

c) Duduk dengan anak sampai dia tertidur

Rasional : kehadiran seseorang yang dipercaya memberikan rasa aman

d) Pastikan bahwa makanan dan minuman yang mengandung kafein


dihilangkan dari diet anak

Rasional : Kafein adalah stimulan SSP yang dapat mengganggu tidur


e) Berikan sarana perawatan yang membantu tidur (misalnya : gosok
punggung, latihan gerak relaksasi dengan musik lembut, susu hangat dan mandi air
hangat)

Rasional : Sarana-sarana ini meningkatkan relaksasi dan membuat bisa tidur

f) Buat jam-jam tidur yang rutin, hindari terjadinya deviasi dari jadwal
ini

Rasional : Tubuh memberikan reaksi menyesuaikan kepada suatu siklus rutin dari istirahat
dan aktivitas

g) Beri jaminan ketersediaan kepada anak jika dia terbangun pada malam
hari dan dalam keadaan ketakutan

Rasional : Kehadiran seseorang yang dipercaya memberikan rasa aman

7.    Koping defensif berhubungan dengan harga diri rendah, kurang umpan balik atau umpan
balik negatif yang berulang yang mengakibatkan penurunan makna diri

Tujuan :

Anak akan mendemonstrasikan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain tanpa
menjadi defensif, perilaku merasionalisasi atau mengekspresikan pikiran waham kebesaran
dengan kriteria hasil :

a) Anak mengungkapkan dan menerima tanggung jawab terhadap


perilakunya sendiri
b) Anak mengungkapkan korelasi antara perasaan-perasaan
ketidakseimbangan dan keperluan untuk mempertahankan ego melalui rasionalisasi
dan kemuliaan
c) Anak tidak menertawakan atau mengkritik orang lain
d) Anak berinteraksi dengan orang lain dengan situasi-situasi kelompok
tanpa bersikap defensif

Intervensi :

a) Kenali dan dukung kekuatan-kekuatan ego dasar

Rasional : memfokuskan pada spek-aspek positif dari kepribadian dapat membantu untuk
memperbaiki konsep diri
b) Beri semangat kepada anak untuk menteahui dan mengungkapkan dan
bagaimana perasaan ini menimbulkan perilaku defensif, seperti menyalahkan oprang
lain karena prilakunya sendiri

Rasional : Pengenalan masalah adalah langkah pertama pada proses perubahan ke arah
resolusi

c) Berikan segera sebenarnya umpan balik yang tidaj mengancam untuk


perilaku-perilaku yang tidak dapat diterima

Rasional : Anak mungkin kurang pengetahuan tentang bagaiamna dia diterima oleh orang
lain. Berikan informasi ini dengan cara yang tidak mengancam dapat membantu untuk
mengeliminasi perilaku yang tidak diinginkan

d) Bantu anak untuk mengidentifikasi situasi-situasi yang menimbulkan


sifat defensif dan praktik bermain peran dengan respons-respons yang lebih sesuai

Rasional : Bermain peran memberikan percaya diri untuk menghadapi situasi-situasi yang
sulit jika hal-hal tersebut benar-benar terjadi

e) Berikan dengans egera umpan balik positif bagi perilaku-perilaku yang


dapat diterima

Rasional : Umpan balik positif meningkatkan harga diri dan memberi semangat untuk
mengulangi perilaku-perilaku yang diinginkan

f) Membantu anak untu menetapkan sasaran-sasaran yang realistis,


konkret dan memerlukan tindakan-tindakan yang cocok untuk mencapai sasaran-
sasaran ini

Rasional : Keberhasilan akan meningkatkan harga diri

g) Evaluasi dengan anak keefektifan perilaku-perilaku yang baru dan


diskusikan adanya perubahan untuk perbaikan

Rasional : Karena keterbatasan kemampuan untuk memecahkan masalah, bantuan mungkin


diperlukan untuk menetapkan kembali dan mengembangkan strategi baru, pada keadaan di
mana metode-metode koping baru tertentu terbukti tidak efektif
8.    Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan perasaan bersalah yang berlebihan,
marah atau saling menyalahkan diantara anggota keluarga mengenai perilaku anak, kepenatan
orang tua karena menghadapi anak dengan gangguan dalam jengka waktu lama

Tujuan :

Orang tua mendemonstrasikan metode intervensi yang lebih konsisten dan efektif dalam
berespons perilaku anak dengan kriteria hasil :

a) Mengungkatkan dan mengatasi perilaku negatif pada anak


b) Mengidentifikasi dan menggunakan sistem pendukung yang diperlukan

Intervensi :

a) Berikan informasi dan material yang berhubungan dengan gangguan


anak dan teknik menjadi orang tua yang efektif

Rasional : Pengetahuan dan ketrampilan yang tepat dapat meningkatkan keefektifan peran
orang tua

b) Dorong individu untuk mengungkapkan perasaan secara verbal dan


menggali alternatif cara berhubungan dengan anak

Rasional : Konseling suportif dapat membantu keluarga dalam mengembangkan strategi


koping

c) Beri umpan balik positif dan dorong metode menjadi orang tua yang efektif

Rasional : Penguatan positif dapat meningkatkan harga diri dan mendorong kontinuitas upaya

d) Libatkan saudara kandung dalam diskusi keluarga dan perencanaan


interaksi keluarga yang lebih efektif

Rasional : Masalah keluarga mempengaruhi semua anggota keluarga dan tindakan lebih
efektif bila setiap orang terlibat dalam terapi tersebut

e) Libatkan dalam konseling keluarga

Rasional : terapi keluarga dapat membantu mengatasi masalah global yang mempengaruhi
seluruh struktur keluarga. Gangguan pada salah satu anggota keluarga akan mempengaruhi
seluruh anggota keluarga

f) Rujuk pada sumber komunitas esuai indikasi, termasuk kelompok


pendukung orang tua, kelas menjadi orang tua
Rasional : mengembangkan sistem pendukung dapat meningkatkan kepercayaan diri dan
keefektifan orang tua. Pemberian model peran atau harapan untuk masa depan

9.    Defisit pengetahuan tentang kondisi, prognosis, perawatan diri dan kebutuhan terapi
berhubungan dengan kurang sumber informasi, interpretasi yang salah tentang informasi

Tujuan :

Mengungkapkan secara verbal pemahaman tentang penyebab masalah perilaku, perlunya


terapi dalam kemampuan perkembangan dengan kriteria hasil :

a) Berpartisipasi dalam pembelajaran dan m,ulai bertanya dan mencari


informasi secara mandiri
b) Mencapai tujuan kognitive yang konsisten sesuai tingkat temperamen

Intervensi :

a) Berikan lingkungan yang tenang, ruang kelas berisi dirinya sendiri, aktivitas
kelompok kecil. Hindari tempat yang terlalu banyak stimulasi, seperti bus sekolah,
kafetaria yang ramai, aula yang ramai

Rasional : Peredaan dalam stimulasi lingkungan dapat menurunkan distraktibilitas. Kelompok


kecil dapat meningkatkan kemampuan untuk tepat pada tugas dan membantu klien
mempelajari interaksi yang tepat dengan orang lain, menghindari rasa terisolasi

b) Beri materi petunjuk format tertulis dan lisan dengan penjelasan langkah demi
langkah

Rasional : Keterampilan belajar yang terurut akan meningkat. Mengajarkan anak


keterampilan pemecahan masalah, mempraktikkan contoh situasional. Keterampilan efektif
dapat meningkatkan tingkat prestasi

Ajarkan anak dan keluarga tentang penggunaan psikostimulan dan antisipasi respons perilaku

Rasional : penggunaan psikostimulan mungkin tidak mengakibatkan perbaikan kenaikan


kelas tanpa perubahan pada ketrampilan studi anak

c) Koordinasi seluruh rencana terapi dengan sekolah personel sederajat,


anak, dan keluarga

Rasional : keefektifan kognitif paling mungkin meningkat ketika terapi tidak terfragmentasi,
juga tidak terlewatkannya intervensi signifikan karena kurangnya komunikasi interdisiplin.
4 Evaluasi

Hasil yang diharapkan dari pemberian asuhan keperawatan pada anak dengan ADHD antara
lain :

1.    Asietas dipertahankan pada tingkat di mana anak merasa tidak perlu melakukan agresi

2.    Anak mencari staf untuk mendiskusikan perasaan- perasaan yang sebenarnya

3.    Anak mengetahui, mengungkapkan dan menerima kemungkinan konsekuensi dari


perilaku maladaptif diri sendiri

4.    Anak mengungkapkan dan menerima tanggung jawab terhadap perilakunya sendiri

5.    Anak mengungkapkan korelasi antara perasaan-perasaan ketidakseimbangan dan


keperluan untuk mempertahankan ego melalui rasionalisasi dan kemuliaan

6.    Anak tidak menertawakan atau mengkritik orang lain

7.    Anak berinteraksi dengan orang lain dalam situasi-situasi kelompok tanpa bersikap
defensif

8.    Anak mencari anggota staf untuk sosial, serta untuk interaksi terapeutik

9.    Anak telah membentuk dan secara memuaskan mempertahankan, satu hubungan antar
probadi dengan pasien lainnya

10.  Anak dengan suka rela dan sesuai berpartisipasi di dalam aktivitas kelompok

11. Anak mengungkapkan alasan-alasan bagi ketidakmampuan untuk membentuk hubungan


antar pribadi yang dekat dengan orang lain pada masa lalu

12. Anak mampu menunda pemuasan terhadap keinginannya tanpa terpaksa untuk


memanipulasi orang lain

13. Anak mampu mengeskpresikan kemarahan dengan cara yang dapat diterima secara sosial

14. Anak mampu mengungkapkan kemampuan –kemampuan koping alternatif , dapat


diterima secara sosial, sesuai dengan gaya hidup dari yang ia rencanakan untuk
menggunakannya sebagai respon terhadap rasa frustasi

15. Anak mengungkapkan persepsi yang positif tentang diri

16. Anak berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas baru tanpa memperlihatkan rasa takut yang
ektrem terhadap kegiatan
17. Anak mampu untuk mengungkapkan perilaku-perilaku yang menjadi tanda ketika
ansietas mulai timbul dan tindakan yang sesuai untuk menghentikan perkembangan dari
kondisi tersebut

18.  Anak mampu mempertahankan ansietas pada tingkat yang dapat dikendalikan

19. Anak mengungkapkan tidak adanya gangguan-gangguan pada waktu tidur

20. Tidak ada gangguan-gangguan yang diamati oleh perawat

21. Anak mampu untuk memulai tidur dalam 30 menit dan tidur selama 6 sampai 7 jam tanpa
terbangun
BAB IV

PENUTUP

KESIMPULAN

Gangguan yang berupa kurangnya perhatian dan kiperaktivitas atau yang lebih
dikenal dengan Attention Deficits Hiperactivity Disorder (ADHD) dapat kita temui dalam
banyak bentuk dan perilaku yang tampak. Sampai saat ini ADHD masih merupakan
persoalan yang kontroversial dan banyak dipersoalkan di dunia pendidikan. Beberapa bentuk
perilaku yang mungkin pernah kita lihat seperti: seorang anak yang tidak pernah bisa duduk
di dalam kelas, dia selalu bergerak; atau anak yang melamun saja di kelas, tidak dapat
memusatkan perhatian kepada proses belajar dan cenderung tidak bertahan lama untuk
menyelesaikan tugas; atau seorang anak yang selalu bosan dengan tugas yang dihadapi dan
selalu bergerak ke hal lain.

ADHD sendiri sebenarnya adalah kondisi neurologis yang menimbulkan masalah


dalam pemusatan perhatian dan hiperaktivitas-impulsivitas, dimana tidak sejalan dengan
perkembangan usia anak. Jadi disini, ADHD lebih kepada kegagalan perkembangan dalam
fungsi sirkuit otak yang bekerja dalam menghambat monitoring dan kontrol diri, bukan
semata-mata gangguan perhatian seperti asumsi selama ini. Hilangnya regulasi diri ini
mengganggu fungsi otak yang lain dalam memelihara perhatian, termasuk dalam kemampuan
membedakan reward segera dengan keuntungan yang akan diperoleh di waktu yang akan
datang (Barkley, 1998).

Anak-anak dengan ADHD biasanya menampakkan perilaku yang dapat


dikelompokkan dalam 2 kategori utama, yaitu: kurangnya kemampuan memusatkan perhatian
dan hiperaktivitas-impulsivitas. Penyebab ADHD yang tepat belum diketahui dengan jelas,
sering dianggap 'disfungsi otak minimal', karena percaya ada kerusakan ringan pada otak.
Mereka menemukan bahwa struktur yang menghubungkan kedua belahan otak dan daerah
yang mengendalikan ingatan (memori) serta emosi berukuran lebih kecil pada penderita
ADHD.
SARAN

Berdasarkan asuhan keperawatan anak pada retardasi mental maka disarankan :

1.    Perawat

Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan ADHD dapat melibatkan
anak dalam brain Gym untik memfokuskan perhatian anak. Anak ADHD mengalami
kesulitan untuk fokus dan berlaku berlebihan (hiperaktif) yang dapat mengganggu teman-
temannya. Melihat dari permasalahan tersebut, maka pada proyek tugas akhir ini, penulis
ingin memberikan solusi dalam penyembuhan anak ADHD melalui metode Brain Gym yang
dipercaya dapat memberikan efek baik kepada anak ADHD. Metode yang digunakan dari
Brain Gym adalah metode untuk latihan koordinasi otak. Latihan koordinasi otak ini
ditujukan untuk melatih fokus anak ADHD.

2.    Sekolah

Sekolah dapat bekerja sama dengan keluarga dan para dokter untuk membantu anak ADHD
di sekolah. Komunikasi terbuka antara orangtua dan staf sekolah dapat merupakan kunci
keberhasilan anak. Para guru seringkali merupakan pihak yang pertama dalam mengenali
perilaku seperti ADHD serta dapat memberikan informasi yang berguna kepada orangtua,
penanggung-jawab, dan dokter yang dapat membantu diagnosa dan pengobatan.
Para guru dan orangtua juga dapat bekerja-sama untuk pemecahan masalah dan
merencanakan cara-cara untuk membantu pelajaran anak baik di rumah maupun di sekolah.

3.    Keluarga/Orang tua

Keluarga atau orang tua dalam membantu anak yang menderita ADHD harus memberikan
perawatan anak dengan metode yang berbeda dengan anak yang normal. Oleh karena itu
hendaknya orang tua atau keluarga menyusun kegiatan sehingga anak mempunyai rutinitas
yang sama tiap hari, mengatur kegiatan harian, menggunakan jadwal untuk pekerjaan rumah,
dan memperpertahankan aturan secara konsisten dan berimbang.
DAFTAR PUSTAKA

Adam, (2008). ADHD. http://www.seanadam.net/contents.php?cid=25. Diakses tanggal 18


April 2009

Anonim, (2009). Pendidikan sekolah Anak ADHD. http://www.adhd.or.id/school.html.


Diakses tanggal 18 April 2009

Baihaqi, MIF, Sugiarmin, M. (2006). Memahami Anak ADHD. Cetakan I. Bandung : Penerbit
PT Refika Aditama

Delphie, B. (2006). Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus Dalam Setting Pendidikan


Inklusi. Cetakan I. Bandung : penerbit PT Refika Aditama

Doengoes, M.E. Townsend, M.C. Moorhouse, M.F. (2007). Rencana asuhan keperawatan
Psikiatri (terjemahan). Edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Ginanjar, A.S. (2009). Penanganan Terpadu Bagi Anak Autis.


http://www.lspr.edu/csr/autismawareness/media. Diakses tanggal 18 April 2009

Isaac, A. (2005). Panduan Keperawatan Kesehatan Jiwa & Psikiatrik (terjemahan). Edisi 3.
Jakarta : Penerbit Buku kedokteran EGC

Klikdokter. (2008). ADHD. http://www.klikdokter.com/illness/detail/47. Diakses tanggal 18


April 2009

Martin, G. I. (1998). Terapi Untuk Anak ADHD (terjemahan). Cetakan II. Jakarta : Penerbit
BIP Kelompok Gramedia

Permadi,B. (2007). Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) panduang Bagi


keluarga. http://www.kesulitanbelajar.org/index.php?option=com Diakses tanggal 18 April
2009

Permadi. (2009). Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADD/ADHD) Panduan Bagi


Keluarga . http://www.bundazone.com/ADHD. Diakses tanggal 18 April 200

Pikiran Rakyat. (2009). Terapi dan Pendampingan Anak Hiperaktif. http://www.pikiran-


rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=16731. Diakses tanggal 18 April 2009

Anda mungkin juga menyukai