Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN UMUM HUKUM KETENAGAKERJAAN

TENAGA KERJA, JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA

2.1 Hukum Ketenagakerjaan

2.1.1 Pengertian Hukum Ketenagakerjaan

Batasan pengertian hukum ketenagakerjaan, yang dulu disebut hukum perburuhan atau

arbeidrechts juga sama dengan pengertian hukum itu sendiri, yakni masih beragam sesuai dengan

sudut pandang masing-masing ahli hukum. Tidak satu pun batasan pengertian itu dapat

memuaskan karena masing-masing ahli hukum memiliki alasan tersendiri. Mereka melihat hukum

ketenagakerjaan dari berbagai sudut pandang yang berbeda, akibatnya pengertian yang dibuatnya

tentu berbeda antara pendapat yang satu dengan pendapat yang lainnya.

Sebagai perbandingan berikut ini dijelaskan pendapat beberapa ahli hukum mengenai

pengertian hukum ketenagakerjaan.

1. Molenar, menyebutkan bahwa:

Hukum perburuhan adalah bagian hukum berlaku yang pokoknya mengatur hubungan antara

tenaga kerja dan pengusaha, antara tenaga kerja dan tenaga kerja serta antara tenaga kerja

dan pengusaha.

2. M.G. Levenbach, menyebutkan bahwa:

Hukum perburuhan adalah hukum yang berkenaan dengan hubungan kerja, di mana

pekerjaan itu dilakukan di bawah pimpinan dan dengan keadaan penghidupan yang langsung

bersangkut paut dengan hubungan kerja itu.

21
3. N.E.H. Van Esveld, menyebutkan bahwa:

Hukum perburuhan tidak hanya meliputi hubungan kerja di mana pekerjaan dilakukan di

bawah pimpinan, tetapi meliputi pula pekerjaan yang dilakukan oleh swapekerja yang

melakukan pekerjaan atas tanggung jawab dan risiko sendiri.1

4. Mok dalam Kansil, menyebutkan bahwa:

Hukum perburuhan adalah hukum yang berkenaan dengan pekerjaan yang dilakukan di

bawah pimpinan orang lain dengan keadaan penghidupan yang langsung bergandengan

dengan pekerjaan itu.

5. Soepomo, menyebutkan bahwa:

Hukum perburuhan adalah himpunan peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis, yang

berkenaan dengan kejadian di mana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima

upah.

6. Soetikno, menyebutkan bahwa:

Hukum perburuhan adalah keseluruhan peraturan hukum mengenai hubungan kerja yang

mengakibatkan seseorang secara pribadi ditempatkan di bawah perintah atau pimpinan orang

lain dan mengenai keadaan-keadaan penghidupan yang langsung bersangkut paut dengan

hubungan kerja tersebut.

7. Halim, menyebutkan bahwa:

Hukum perburuhan adalah peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan kerja yang

harus diindahkan oleh semua pihak, baik pihak buruh atau pegawai maupun pihak majikan.

1
Eko Wahyudi, 2016, Hukum Ketenagakerjaan, Cetakan Pertama, Sinar Grafika, Jakarta, h. 4-5
8. Daliyo, menyebutkan bahwa:

Hukum perburuhan adalah himpunan peraturan, baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang

mengatur hubungan kerja antara buruh dan majikan. Buruh bekerja pada dan di bawah

majikan dengan mendapat upah sebagai balas jasanya.

9. Syahrani menyebutkan bahwa:

Hukum perburuhan adalah keseluruhan peraturan hukum yang mengatur hubungan-

hubungan perburuhan, yaitu hubungan antarburuh dengan majikan, serta hubungan antara

buruh dan majikan pemerintah (penguasa).2

Mengingat istilah tenaga kerja mengandung pengertian amat luas dan untuk menghindarkan

adanya kesalahan persepsi terhadap penggunaan istilah lain yang kurang sesuai dengan tuntutan

perkembangan hubungan industrial, penulis berpendapat bahwa istilah hukum ketenagakerjaan

lebih tepat dibanding dengan istilah hukum perburuhan.

Berdasarkan uraian tersebut bila dicermati, hukum ketenagakerjaan memiliki unsur-unsur

berikut.

1. Serangkaian peraturan yang berbentuk tertulis dan tidak tertulis.

2. Mengatur tentang kejadian hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha atau majikan.

3. Adanya orang bekerja pada dan di bawah orang lain dengan mendapat upah sebagai balas

jasa.

4. Mengatur perlindungan pekerja atau buruh, meliputi masalah keadaan sakit, haid, hamil,

melahirkan, keberadaan organisasi pekerja atau buruh, dan sebagainya.

2
Eko Wahyudi , Op.cit, h.7-8
Dengan demikian, menurut penulis hukum ketenagakerjaan adalah peraturan hukum yang

mengatur hubungan kerja antara pekerja atau buruh dan pengusaha atau majikan dengan segala

konsekuensinya. Hal ini jelas bahwa hukum ketenagakerjaan tidak mencakup pengaturan:

1. swapekerja (kerja dengan tanggung jawab atau risiko sendiri);

2. kerja yang dilakukan untuk orang lain atas dasar kesukarelaan;

3. kerja seorang pengurus atau wakil suatu organisasi atau perkumpulan.

Hendaknya perlu diingat pula bahwa ruang lingkup ketenagakerjaan tidak sempit dan

sederhana. Kenyataan dalam praktik sangat kompleks dan multidimensi. Oleh sebab itu, ada

benarnya jika hukum ketenagakerjaan tidak hanya mengatur hubungan kerja, tetapi meliputi juga

pengaturan di luar hubungan kerja, serta perlu diindahkan oleh semua pihak dan perlu adanya

perlindungan pihak ketiga, yaitu penguasa (pemerintah) bila ada pihak-pihak yang dirugikan.3

2.1.2 Asas dan Tujuan Hukum Ketenagakerjaan

Pasal 3 Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menegaskan

bahwa pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduan melalui koordinasi

fungsional lintas sektoral pusat dan daerah. Asas pembangunan ketenagakerjaan pada dasarnya

sesuai dengan asas pembangunan nasional, khususnya asas demokrasi, asas adil, dan merata. Hal

ini dilakukan karena pembangunan ketenagakerjaan menyangkut multidimensi dan terkait dengan

berbagai pihak, yaitu antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja atau buruh. Oleh karena itu,

pembangunan ketenagakerjaan dilakukan secara terpadu dalam bentuk kerja sama yang saling

3
Eko Wahyudi , op. cit, h.8-9.
mendukung. Jadi, asas hukum ketenagakerjaan adalah asas keterpaduan melalui koordinasi

fungsional lintas sektoral pusat dan daerah.

Menurut Manulang, tujuan hukum ketenagakerjaan ialah:

a. untuk mencapai atau melaksanakan keadilan sosial dalam bidang ketenagakerjaan;

b. untuk melindungi tenaga kerja terhadap kekuasaan yang tidak terbatas dari pengusaha.

Butir (a) lebih menunjukkan bahwa hukum ketenagakerjaan harus menjaga ketertiban,

keamanan, dan keadilan bagi pihak-pihak yang terkait dalam proses produksi, untuk dapat

mencapai ketenangan bekerja dan kelangsungan berusaha. Adapun butir (b) dilatarbelakangi

adanya pengalaman selama ini yang sering kali terjadi kesewenang-wenangan pengusaha terhadap

pekerja atau buruh. Untuk itu diperlukan suatu perlindungan hukum secara komprehensif dan

konkret dari pemerintah.

Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

bahwa pembangunan ketenagakerjaan bertujuan:

a. memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi;

b. mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan

kebutuhan pembangunan nasional dan daerah;

c. memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan;

d. meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.4

2.1.3 Sifat Hukum Ketenagakerjaan

Telah diuraikan sebelumnya bahwa hukum ketenagakerjaan mengatur hubungan kerja antara

tenaga kerja dan pengusaha, yang berarti mengatur kepentingan orang perorangan. Atas dasar

itulah, maka hukum ketenagakerjaan bersifat privat (perdata). Di samping itu, dalam pelaksanaan

4
Eko Wahyudi , Op. cit, h.7-8.
hubungan kerja untuk masalah-masalah tertentu diperlukan campur tangan pemerintah, karenanya

hukum ketenagakerjaan bersifat publik. Contoh campur tangan pemerintah, antara lain sebagai

berikut.

a. Dalam bentuk:

1) perizinan yang menyangkut bidang ketenagakerjaan;

2) penetapan upah minimum;

3) masalah penyelesaian perselisihan hubungan industrial atau pemutusan

hubungan kerja, dan sebagainya.

b. Adanya penerapan sanksi terhadap pelanggaran atau tindak pidana bidang ketenagakerjaan.5

Lebih lanjut Budiono membagi sifat hukum ketenagakerjaan menjadi 2 (dua), yaitu bersifat

imperatif dan bersifat fakultatif. Hukum bersifat imperatif atau dwingenrecht (hukum memaksa)

artinya hukum yang harus ditaati secara mutlak dan tidak boleh dilanggar, contoh:

a. Pasal 42 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengenai

perlunya izin penggunaan tenaga kerja asing.

b. Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengenai

ketentuan pembuatan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).

c. Pasal 153 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengenai

larangan melakukan PHK terhadap kasus-kasus tertentu.

Adapun hukum ketenagakerjaan bersifat fakultatif atau hukum yang mengatur atau

melengkapi (regelend recht atau aanvullend recht), artinya hukum yang dapat dikesampingkan

pelaksanaannya. Contoh:

5
Achmad Ali 2012, Menguak Teori Hukum dan Teori Hukum dan Teori Pengadilan, Kencana , Jakarta,
h.345
a. Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengenai

perjanjian kerja waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja.

b. Pasal 60 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengenai

perjanjian kerja waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan 3 (tiga) bulan.

c. Pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 mengenai kebebasan pengusaha untuk

membayar gaji di tempat yang lazim.

d. Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 mengenai kewajiban ikut serta dalam

program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), di mana program Jaminan Pemeliharaan

Kesehatan (JPK) dapat diabaikan sepanjang pengusaha telah memberikan pelayanan

kesehatan dengan manfaat yang lebih baik dari standar dasar Jamsostek.6

2.2 Pengertian Tenaga Kerja

Menurut Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 203 tentang ketenagakerjaan.

Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang

atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Sedangkan menurut Imam Soepomo adalah seorang yang bekerja pada orang lain dengan

menerima upah. Setiap orang yang menetap dalam suatu wilayah Negara, jadi disebut tenaga kerja

dapat pula disebut cukan tenaga kerja, dapat warga Negara dapat pula orang asing.

Menurut Sumitro Djojohadikusumo, tenaga kerja adalah semua orang yang mau ataupun

bersedia dan memiliki kesanggupan untuk bekerja termasuk mereka yang menganggur meskipun

mau dan mampu untuk bekerja akan tetapi terpaksa menganggur karena tidak adanya kesempatan

bekerja.7

6
Op. cit, h.8-10.
7
Nuri Saleh, 2013. “Pengertian Definisi All Rights Reserved”,http://www.pengertiandefinisi.com, diakses
tanggal 10 November 2016.
Pengertian Tenaga Kerja di atas sejalan dengan pengertian Tenaga Kerja menurut konsep

ketenagakerjaan pada umumnya.

Tenaga Kerja menurut A Hamzah yaitu termasuk kerja di dalam atau di luar hubungan kerja

dengan peralatan produksi utama dalam produksi proses kerja itu sendiri, baik kekuatan fisik dan

pikiran. Dapat kita simpulkan bahwa Tenaga kerja terdiri dari berbagai tingkatan, dengan fungsi

dan hak berlainan antara kelompok yang satu dengan yang lainnya, sesungguhnya mempunyai

tujuan yang sama yaitu demi produktivitas perusahaan dan peningkatan kesejahteraan hidup dari

yang bersangkutan.8

Dari pengertian diatas jelaslah bahwa tenaga kerja yang sudah bekerja yang dapat disebut

pekerja. Istilah pekerja atau buruh yang sekarang disandingkan muncul karena dalam Undang-

Undang yang lahir sebelumnya yakni Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang atribut

serikat buruh atau pekerja menyandingkan kedua istilah tersebut.

Munculnya istilah buruh atau pekerja yang disejajarkan disebabkan selama ini pemerintah

menghendaki agar istilah buruh diganti dengan istilah pekerja karena istilah buruh selain

berkonotasi pekerja kasar juga menggambarkan kelompok yang selalu berlawanan dengan pihak

majikan. Karena itu pada era Orde Baru istilah serikat buruh diganti dengan istilah pekerja .9

2.2.1 Hak-Hak Dan Kewajiban Tenaga Kerja

Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 merupakan Undang-Undang Tenaga Kerja yang

mengatur hak-hak tenaga kerja, dalam pembangunan nasional peran tenaga kerja sangat penting,

sehingga perlindungan terhadap tenaga kerja sangat diperlukan untuk menjamin hak-hak dasar

pekerja/ buruh untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/ buruh.

8
Madia Rosalina, 2015. Artikel “Pengertian Tenaga Kerja Menurut Para Ahli”,
http://www.jelajahinternet.com, diakses tanggal 10 November 2016
9
Soedarjadi, 2008, Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, h.53.
Hak-hak tenaga kerja yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan adalah sebagai berikut :

a. Salah satu tujuan pembangunan ketenagakerjaan adalah memberikan perlindungan kepada

tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan (Pasal 4 huruf c)

b. Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh

pekerjaan (Pasal 6)

c. Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari

pengusaha (Pasal 6)

d. Setiap tenaga kerja berhak memperoleh dan/ atau meningkatkan dan/atau mengembangkan

kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya melalui pelatihan kerja

(Pasal 11 )

e. Setiap pekerja/ buruh memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti pelatihan kerja

sesuai dengan bidang tugasnya (Pasal 12 ayat (3).

f. Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih,

mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau

di luar negeri (Pasal 31)

g. Setiap pekerja/ buruh berhak memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan

kerja, moral dan kesusilaan, dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia

serta nilai-nilai agama (Pasal 86 ayat (1)

h. Setiap pekerja/ buruh berhak memperoleh penghasilan yang mmenuhi penghidupan yang

layak bagi kemanusiaan (Pasal 88 ayat (1)

i. Setiap pekerja/ buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja

(Pasal 99 ayat (1)


j. Setiap pekerja/ buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/ serikat buruh

(Pasal 104(1).

Kewajiban Tenaga Kerja

Kewajiban-kewajiban pekerja/buruh menurut Lalu Husni sebagai berikut :

a. Wajib melakukan pekerjaan sesuai dengan isi perjanjian yang telah di sepakati oleh para

pihak. Dalam melaksanakan isi perjanjian, pekerja melakukan sendiri apa yang menjadi

pekerjaanya. Akan tetapi, dengan seizin pengusaha/ majikan pekerjaan tersebut dapat

digantikan oleh orang lain.

b. Wajib menaati peraturan dan petunjuk dari pengusaha/ majikan aturan-aturan yang wajib di

taati tersebut Antara lain dituangkan dalam tata tertib perusahaan dan peraturan perusahaan.

Perintah-perintah yang diberikan oleh majikan wajib ditaati pekerja sepanjang diatur dalam

perjanjian kerja, undang-undang dan kebiasaan setempat.

c. Kewajiban untuk membayar ganti rugi dan denda apabila pekerja dalam melakukan

pekerjaannya akibat kesengajaan atau karena kelalaiannya sehingga menimbulkan kerugian,

kerusakan, kehilangan atau lainkejadian yang sifatnya tidak menguntungkan atau merugikan

majikan, maka atas perbuatan trsebut pekerja wajib menanggung resiko yang timbul

d. Kewajiban untuk bertindak sebagai pekerja yang baik. Pekerja wajib melaksanakan

kewajibannya dengan baik seperti yang tercantum dalam perjanjian kerja, peraturan

perusahaan, maupun dalam perjanjian kerja bersama. Selain itu, pekerja juga wajib

melaksanakan apa yang seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan menurut peraturan

perundang-undangan, kepatutan, maupun kebiasaan.10

2.2.2 Hubungan Kerja

10
Lalu Husni, Op. cit, h.72
Sedangkan menurut Lalu Husni, Hubungan kerja adalah hubungan antara buruh dan majikan

setelah adanya perjanjian kerja, yaitu suatu perjanjian di mana pihak buruh mengikatkan diri pada

pihak majikan untuk bekerja dengan mendapatkan upah, dan majikan menyatakan

kesanggupannya untuk mempekerjakan si buruh dengan membayar upah.

Dari beberapa perumusan perjanjian kerja yang melahirkan hubungan kerja tersebut dapat

ditarik kesimpulan bahwa unsur-unsur yang terkandung dalam suatu perjanjian kerja adalah :

a. Adanya pekerjaan

Dalam suatu perjanjian kerja, pekerjaan merupakan unsur yang terpenting karena pekerjaan

merupakan prestasi yang diperjanjikan oleh pekerja/buruh.

b. Adanya perintah/petunjuk dari pengusaha

Perintah atau petunjuk dari pengusaha juga merupakan unsur yang utama dalam suatu

hubungan kerja karena dengan adanya unsur perintah atau petunjuk dari pengusaha inilah,

suatu “hubungan” itu dapat dikategorikan suatu hubungan kerja.

c. Adanya upah

Secara umum upah adalah pembayaran yang diterima oleh pekerja atau buruh selama ia

melaksanakan pekerjaannya.11

Hubungan kerja menurut Soepomo ialah:

Suatu hubungan antara seorang buruh dan seorang majikan, di mana hubungan kerja itu
sendiri terjadi setelah adanya perjanjian kerja antara kedua belah pihak. Mereka terkait dalam suatu
perjanjian, di satu pihak pekerja atau buruh bersedia bekerja dengan menerima upah dan
pengusaha mempekerjakan pekerja atau buruh dengan memberi upah.

Husni dalam Asikin berpendapat bahwa hubungan kerja ialah:

Hubungan antara buruh dan majikan setelah adanya perjanjian kerja, yaitu suatu perjanjian
di mana pihak buruh mengikatkan dirinya pada pihak majikan untuk bekerja dengan mendapatkan
upah dan majikan menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan si buruh dengan membayar
upah.
11
Asri Wijayanti, 2009, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, h.33
Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Bab IX

Hubungan Kerja yaitu :

a. Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja Antara pengusaha dan pekerja/ buruh

(Pasal 50)

b. Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan (Pasal 51(1)

c. Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk tidak tertentu (Pasal 56(1)

d. Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan

untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka

waktu paling lama 1(satu) tahun (Pasal 59(4)

e. Perjanjian kerja waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama

3 (tiga) bulan (Pasal 60(1).

Menurut Pasal 1 angka 4 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-03/MEN/1994;

menyebutkan bahwa Tenaga Kerja Kontrak adalah tenaga kerja yang bekerja pada pengusaha

untuk melakukan pekerjaan tertentu dengan menerima upah yang didasarkan atas kesepakatan

untuk hubungan kerja untuk waktu tertentu dan atau selesainya pekerjaan tertentu. Tenaga kerja

kontrak termasuk kedalam Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu (yang selanjutnya disebut

PKWT) karena PKWT merupakan perjanjian kerja yang terdapat jangka waktu atau selesainya

suatu pekerjaan tertentu ini sesuai dengan pasal 56 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 Tentang Ketenagakerjaan.

PKWT harus dibuat secara tertulis dan harus menggunakan bahasa indonesia, tidak

dipersyaratkan untuk masa percobaan apabila PKWT ditetapkan masa percobaan maka akan batal

demi hukum, dan PKWT tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat terus-menerus atau

tidak terputus-putus. Perjanjian ini akan berakhir apabila : pekerja meninggal dunia, berakhirnya
jangka waktu perjanjian kerja, adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan

lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum

tetap, dan adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja,

peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya

hubungan kerja, hal ini terdapat dalam Pasal 60 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan.12

2.3 Jaminan Kesehatan

2.3.1 Pengertian Jaminan Kesehatan Dan Dasar Hukumnya

Setiap orang berhak untuk bekerja, mendapatkan imbalan, serta perlakuan yang adil dan

layak dalam hubungan kerja. Tenaga Kerja bisa saja mengalami risiko-risiko saat menjalankan

pekerjaan, sehingga kelangsungan hidup tenaga kerja dan anggota keluarganya perlu mendapatkan

perhatian. Disisi lain, negara berkewajiban menjamin kehidupan yang layak bagi tenaga kerja

beserta anggota keluarganya. Oleh karena itu, negara mengembangkan sistem jaminan kesehatan

bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan

martabat kemanusiaan berupa sistem jaminan kesehatan sosial yang salah satu tujuannya adalah

memberikan perlindungan kepada tenaga kerja.

Sebelumnya, jaminan kesehatan diselenggarakan oleh ASKES (Asuransi Kesehatan ) yang

dikelola oleh PT Askes Indonesia (Persero ) yang memberikan perlindungan dasar untuk

memenuhi kebutuhan minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya dengan memberikan kepastian

berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau

seluruhnya penghasilan yang hilang akibat risiko sosial. Jaminan Kesehatan adalah suatu

perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian

dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan

12
Eko Wahyudi, op. cit, h.10-15.
yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin. Namun, sesuai

dengan amanat Undang-Undang, PT Askes Indonesia (Persero ) berubah menjadi Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan selanjutnya di singkat (BPJS Kesehatan) mulai tanggal

1 Januari 2014. BPJS Kesehatan merupakan program publik yang memberikan perlindungan bagi

tenaga kerja untuk mengatasi risiko sosial ekonomi tertentu dan penyelenggaraannya

menggunakan mekanisme asuransi sosial.13

BPJS Kesehatan dibentuk oleh Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 dan yang mulai 1

Juli 2015. BPJS Kesehatan pun terus meningkatkan kompetensi pelayanan dan mengembangkan

berbagai program yang langsung dapat dinikmati oleh pekerja dan keluarganya. Kini, jaminan

sosial nasional tidak hanya berlaku untuk pekerja formal. Pekerja mandiri atau pekerja diluar

hubungan kerja, yaitu pekerja yang berusaha sendiri dan umumnya bekerja pada usaha-usaha

ekonomi informal, juga bisa menjadi anggota BPJS Kesehatan. Ada pula program jaminan sosial

ketenagakerjaan untuk sektor konstruksi, yaitu program jaminan sosial bagi tenaga kerja harian

lepas, tenaga kerja borongan, dan tenaga kerja dengan perjanjian kerja waktu terntentu.

Jaminan pemeliharaan kesehatan merupakan jaminan sebagai upaya penanggulangan dan

pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan atau perawatan

termasuk kehamilan dan persalinan. Pemeliharaan kesehatan dimaksudkan untuk meningkatkan

produktivitas tenaga kerja sehingga dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya dan merupakan

upaya kesehatan dibidang penyembuhan. Oleh karena itu upaya penyembuhan memerlukan dana

yang tidak sedikit dan memberatkan jika dibebankan kepada perorangan, maka sudah selayaknya

diupayakan penanggulangan kemampuan masyarakat melalui program jaminan sosial tenaga

kerja.

13
Fitriah, 2014. Artikel “ Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan”,
http://www.id.m.wikipedia.org , diakses tanggal 10 November 2016.
Untuk mendapatkan jaminan-jaminan tersebut, tenaga kerja wajib mendaftarkan diri atau

didaftarkan oleh pemberi kerja ke BPJS Kesehatan dengan membayar iuran yang persentasenya

sudah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Program BPJS Kesehatan kepesertaannya diatur secara wajib melalui Peraturan Presiden

Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2013 tentang Penahapan Kepesertaan Program Jaminan

Sosial dan perubahan pelaksanaannya dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 79 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993

Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.14

2.3.2 Tujuan dan manfaat Jaminan Kesehatan bagi pekerja/ buruh

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang BPJS Kesehatan mengatur jenis program

Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan hari Tua, Jaminan Kematian dan jaminan pemeliharaan

kesehatan.

a. Program Jaminan Kecelakaan Kerja

Jaminan Kecelakaan Kerja memberikan kompensasi dan rehabilitasi bagi tenaga kerja yang

mengalami kecelakaan pada saat mulai berangkat bekerja sampai tiba kembali di rumah atau

menderita penyakit akibat hubungan kerja.

b. Program Jaminan Hari Tua

Program Jaminan hari tua diselenggarakan dengan sistem tabungan hari tua, yang iurannya

ditanggung pengusaha dan tenaga kerja, Kemanfaatan Jaminan Hari Tua sebesar iuran yang

terkumpul ditambah hasil pengembangan.

c. Program Jaminan Kematian

14
R. Nuruli, 2014, Panduan Resmi Memperoleh Jaminan Sosial Dari BPJS Ketenagakerjaan, Cetakan
Pertama, Visimedia, Jakarta, h.iii
Jaminan Kematian dibayarkan kepada ahli waris tenaga kerja dari peserta yang meninggal

dunia bukan karena kecelakaan kerja, sebagai tambahan bagi Jaminan hari tua yang

jumlahnya belum optimal.

d. Program jaminan Pemeliharaan kesehatan

Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bersifat dasar diberikan kepada tenaga kerja dan keluarga
maksimum dengan 3 (tiga) orang anak.

2.3.3 Hak dan Kewajiban Peserta Jaminan kesehatan


a. Hak pengusaha/perusahaan

1) Menerima sertifikat/tanda bukti telah menjadi peserta BPJS Kesehatan.

2) Menerima bukti penerimaan iuran sebagai bukti pembayaran iuran.

3) Menerima pelayanan yang terbaik dari BPJS Kesehatan.

4) Menerima kembali biaya yang telah dikeluarkan terlebih dahulu dalam

kasus kecelakaan kerja (reimbursement).15

b. Kewajiban pengusaha

1) Mendaftarkan seluruh tenaga kerjanya dalam program BPJS Kesehatan sesuai peraturan

perundangan.

2) Melaporkan dengan benar data tentang tenaga kerja, upah, perubahan

tenaga kerja maupun upah serta perubahan jenis usaha.

3) Melaksanakan pembayaran iuran bulanan tepat waktu (paling lambat 15 bulan berikutnya)

dan besarnya iuran sesuai jumlah upah yang dibayar setiap bulan.

4) Mencatat setiap penambahan dan pengurangan tenaga kerja serta perubahan upah dan

melaporkan ke BPJS Kesehatan

15
Payuman J. Simanjuntak, 1997, Manajemen Keselamatan Kerja, Cetakan ke II, Himpunan Pembina
Sumberdaya Manusia, Jakarta, h.34
5) Pengusaha wajib melaporkan pula perubahan mengenai :

a) Alamat perusahaan.

b) Kepemilikan perusahaan.

c) Jenis atau bidang usaha.

d) Jumlah tenaga kerja dan keluarga.

e) Besarnya upah setiap tenaga kerja.

c. Hak Tenaga Kerja

1) Menerima BPJS Kesehatan dan Kartu pemeliharaan kesehatan

2) Menerima jaminan dan santunan

a) Yang berupa uang dan santunan

- Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)

- Jaminan Kematian (JK)

- Jaminan hari Tua (JHT)

b) Yang berupa pelayanan, yaitu Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

(JPK).16

d. Kewajiban Tenaga Kerja

1) Memberikan data pribadi dengan jelas dan benar pada saat didaftarkan.

2) Bagi tenaga kerja yang sudah menjadi peserta, bila pindah pekerjaan harus

melaporkan nomor peserta Jamsosteknya kepada perusahaan yang baru.17

16
Much Nurachmad, 2009, Tanya Jawab Seputar Hak- Hak Tenaga Kerja Kontrak, Visimedia, Jakarta, h.12.
17
F.X. Djumialdji, 2008, Perjanjian Kerja (Edisi Revisi), Sinar Grafika, Jakarta, h.43.

Anda mungkin juga menyukai