Nyeri

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 3

Dalam realitas kehidupan sering dijumpai pasien yang mengalami

nyeri akibat dari penyakit yang menderanya. Nyeri terjadi secara


bersamaan dengan proses masuknya penyakit atau bersamaan
dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan. Nyeri
sangat mengganggu dan menyulitkan lebih banyak orang
dibandingkan suatu penyakit manapun.
Pasien yang sedang mengalami nyeri umumnya mengidamkan
suatu keadaan yang terbebas dari nyeri, karena itu ia berharap
kepada tenaga medis agar rasa nyeri yang sedang dialaminya dapat
berkurang atau segera menghilang. Kenyataan ini serta merta
mendorong para tenaga medis untuk dapat mengatasinya. Dalam
hal mengatasi nyeri yang dialami pasien, tenaga medis melakukan
strategi atau cara yang sering disebut dengan istilah manajemen
nyeri.
Manajemen nyeri terbagi ke dalam dua jenis yakni mangemen
nyeri farmakologi dan non farmakologi. Manajemen nyeri
farmakologi merupakan upaya atau strategi penyembuhan nyeri
menggunakan obat-obatan anti nyeri. Tenaga medis yang dominan
berperan dalam manajemen farmakologi adalah para dokter dan
apoteker. Sedangkan manajemen nyeri non farmakologi
merupakan strategi penyembuhan nyeri tanpa menggunakan obat-
obatan tetapi lebih kepada perilaku Caring. Maka tenaga medis
yang dominan berperan adalah para perawat karena bersentuhan
langsung dengan tugas keperawatan.
Manajemen nyeri bertujuan untuk membantu pasien dalam
mengontrol nyeri ataupun memanajemen nyeri secara
optimal, mengurangi resiko lanjut dari efek samping nyeri
tersebut, yang pada akhirnya pasien mampu mengontrol
ataupun nyeri yang dirasa tersebut hilang.
Nyeri juga merupakan masalah yang serius yang harus direspons dan di intervensi
dengan memberikan rasa nyaman, aman dan bahkan membebaskan nyeri tersebut.
Nyeri adalah salah satu alasan paling umum bagi pasien untuk mencari bantuan medis
dan merupakan salah satu keluhan yang paling umum (Syamsiah dan Endang, 2015).

Black dan Hawk cit Syamsiah dan Endang (2015) mengatakan perawat sebagai
komponen tim kesehatan berperan penting untuk mengatasi nyeri pasien. Perawat
berkolaborasi dengan dokter ketika melakukan intervensi untuk mengatasi nyeri,
mengevaluasi keefektifan obat dan berperan sebagai advocate pasien ketika intervensi
untuk mengatasi nyeri menjadi tidak efektif atau ketika pasien tidak dapat berfungsi
secara adekuat. Mereka juga mengemukakan bahwa mendengarkan dengan penuh
perhatian, mengkaji intensitas nyeri dan distress, merencanakan perawatan,
memberikan edukasi tentang nyeri, meningkatkan penggunaan teknik nyeri
nonfarmakologi dan mengevaluasi hasil yang dicapai adalah tanggung jawab perawat.

Manajemen nyeri adalah satu bagian dari disiplin ilmu medis yang berkaitan dengan
upaya-upaya menghilangkan nyeri (Potter dan Perry cit Syamsiah dan Endang, 2015).

Penanganan nyeri bisa dilakukan secara farmakologi yaitu dengan pemberian


analgesik. Sedangkan secara non farmakologi melalui distraksi, relaksasi, kompres
hangat atau dingin, aromaterapi, hypnotis, dll.

Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang
dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan nafas
dalam, nafas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana
mengembuskan nafas secara perlahan. Selain dapat menurunkan intensitas nyeri,
teknik relaksasi nafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan
oksigenasi darah (Smeltzer & Bare cit Yusrizal, 2012).

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Urip Rahayu et al (2010) menunjukkan
keefektifan intervensi keperawatan dari aplikasi relaksasi nafas dalam dimana 15
pasien yang mengalami nyeri akut diberikan teknik relaksasi nafas dalam dan
didapatkan perubahan hasil rerata skala sebelum dilakukan teknik relaksasi nafas
dalam yaitu 7 kemudian setelah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam didapatkan hasil
rerata yaitu 6. Walaupun pasien belum terbebas dari rasa nyeri namun teknik relaksasi
nafas dalam dapat membantu mengontrol nyeri yang dialami pasien dan akan efektif
jika dilakukan secara terus menerus.
Dalam kenyataannya manajemen nyeri non farmakologi bukanlah menjadi pekerjaan
yang mudah bagi para perawat. Hal ini terutama berkaitan dengan persepsi yang
berbeda dari para pasien tentang nyeri yang sedang dialaminya. Perbedaan inilah yang
cenderung menyulitkan perawat untuk mendiagnosa dan menangani rasa nyeri dari
pasien. Oleh karena itu, salah satu hal yang perlu bagi perawat dalam menangani rasa
nyeri pasien adalah mengembangkan kompetensi dan pemahaman yang terus menerus
tentang manajement nyeri non farmakologi, melalui teknik relaksasi nafas dalam.

Menurut teori Notoatmojo (2012), peningkatan pengetahuan berupa pemahaman dan


pendidikan kesehatan dengan menggunakan media informasi dapat mempengaruhi
sikap dan tindakan individu dalam melakukan suatu perilaku kesehatan termasuk
penerapan Teknik Relaksasi Nafas Dalam.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mengambil judul

Anda mungkin juga menyukai