Anda di halaman 1dari 2

1.

ke notaris untuk pembuatan akta usaha.


a. harus sudah punya nama CV, minimal 2 orang,
b. menentukan lokasi/tempat usaha
– ada hubungannya dengan pengurusan izin domisili
- dan tahu jenis usaha yang akan dijalani.
2. ke kelurahan untuk mengurus izin domisili.
Di DKI Jakarta, rumah nggak bisa dijadikan sebagai alamat tempat usaha. Jadi
pastikan lagi lokasi usahanya, mau sewa/beli ruko/ruang kantor, atau virtual office.
Gue pake virtual office, karena memang nggak ada dana untuk sewa ruko — ini jadi

salah satu cita2 Kanakata, punya kantor sendiri   Jadi, gue


- hunting VO dulu, mana harga yang paling ekonomis dan dekat dengan akses
KRL. Setelah survei dan klik, bayar biaya sewa, dan gue dapet surat dari kantor VO,
yang dipakai untuk mengurus surat domisili di kelurahan. Apakah VO tidak
menyediakan jasa pengurusan? Nyediain dong, tapi gue nggak mau keluarin duit
sejuta, jadi gue putuskan untuk mengurus sendiri.
- Googling lagi di mana letak persisnya kelurahan yang dimaksud, - datang
pagi sekitar jam 8, nunggu petugas ready, langsung dibikin saat itu juga,
- nunggu tanda tangan lurah, dan… dicap GRATIS! Iya, GRATIS! Gue langsung
gembiraaaa banget jadi warga Jakarta, berasa diurusin sama negara! Oh iya, surat
izin domisili-nya masih sementara, karena harus menyertakan NPWP perusahaan

3. pergi ke kantor pajak untuk mengurus NPWP.


- bawa fotokopi akte-nya, jangan lupa bawa KTP dan NPWP pribadi, surat
domisili, dan kartu langsung jadi hari itu juga.
Nantinya akan dikirim surat berisi wajib pajak apa saja yang harus kita bayar.
4. nah ini nih yang sebenarnya bikin rada emosi. Ke Pengadilan Negeri untuk
mendaftarkan usaha.
Biayanya Rp300.000. Gue tanya: Nanti akan ada kuitansi ya Bu? Dijawab: Kami
nggak mengeluarkan kuitansi. WHAAAAAAAT….. Untung bawa dompet, ada isinya
pas 300rb, gue kasih dan nanya lagi: Bisa selesai hari ini? Saya tunggu. Dia bilang lagi:
Oh bisa
5. ke kecamatan untuk pengurusan SIUP
– Suran Izin Usaha Perdagangan. Bawa semua berkas (plus fotokopi) dan foto
ukuran 3X4, jangan lupa bawa juga catatan keuangan – sederhana aja, modal
berapa, pengeluaran berapa, yang harus dilaporkan. Sebenernya sih ini untuk
menentukan kita ada di posisi UKM yang mikro, menengah, atau yang besar. Ada
kategorinya, pastiin kita tahu aset-aset yang kita punya. Pelayanannya juga cepat,
dan satu pintu, dijanjikan besoknya sudah selesai. Dan bener lho, besoknya pas gue

ke sana, udah kelar suratnya, dan… lagi2 ada cap GRATIS 


6. alias terakhir, pergi ke kantor Walikota untuk mengurus TDP
– (TDP)Tanda Daftar Perusahaan. Semua dokumen di atas tadi dibawa, jangan
lupa difotokopi, bawa materai (kalau nggak bawa ada kantor pos di situ, bisa
langsung beli), dan ada beberapa formulir yang mesti diisi. Bisa didownload kok
formulirnya di website. Eeeeh… tapi barusan gue cek situsnya, udah bisa via online,
jadi sok dicoba aja ya. AAAAh… hampir lupa. Harus punya BPJS Ketenagakerjaan. Jadi
buat yang pernah ngantor, bawa aja kartu jamsosteknya. Kalau gue, bikin baru – dan
ada counter BPJS Ketenagakerjaan di sana kok. Walaupun niiih… kalau gajinya nggak
tentu tiap bulan, dikenakan sekian persen dari UMR. Gue ambil yang tanpa pensiun,
kenanya per bulan sekitar 190an ribu. Nanti kita dapat sertifikat kalau kita ikut BPJS
Ketenagakerjaan. Kalau sudah lengkap semua, antre di loket, semua berkas rapi dan
beres, dijanjikan besokannya jam 13.30 surat sudah bisa diambil. Gue buktiin lagi,
langsung datang besokannya, di jam 13.30 dan… bener lho, udah bisa diambil dan
ada cap GRATIS!!!!
Terus terang pengalaman ini bikin gue seneng banget karena mengurus izin usaha itu
ternyata mudah, cepat, dan tentu saja… gratis! Nggak ada tuh yang namanya pungli.
Gue berasa negara hadir untuk memudahkan hidup warganya. Terima kasih Pak
Ahok! Dan antrenya juga nggak terlalu lama. Saran gue sih, datang lebih pagi, bawa
alat tulis lengkap, dan pastikan semua dokumen ada fotokopinya. Toh kalau nggak

ada, tersedia tukang fotokopi di dekat2 situ kok 

Anda mungkin juga menyukai