Anda di halaman 1dari 21

PROPOSAL TESIS

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMILIK UNIT HUNIAN PADA PERUMAHAN


YANG TERLETAK DI ATAS BANGUNAN GEDUNG

Oleh:

HARDIYANTI NURUL SAKINAH

NIM. 031924253061

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2020
DAFTAR PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.


Burgerlijk Wetboek voor Indonesie (Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23).
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria, (Lembaran
Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor
2043).
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 22, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3821).
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung, (Lembaran
Negara Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4247).
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman, (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 5188).
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun, (Lembaran Negara
Tahun 2011 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5252).
Undang - Undang Nomor 30 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang
Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491).
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah, (Lembaran Negara Tahun 1996
Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3643).
Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Peraturan Pelaksanaan UU
No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung, (Lembaran Negara
Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4532).
Peraturan Pemerintah Nomor 88 Tahun 2014 Tentang Pembinaan Penyelenggaraan
Perumahan dan Kawasan Permukiman, (Lembaran Negara Tahun 2014
Nomor 320, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5615).
Peraturan Daerah Provinsi Daerah Ibukota Jakarta Nomor 7 Tahun 2010 Tentang
Bangunan Gedung.

i
DAFTAR ISI

DAFTAR PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN ....................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

1. Latar Belakang ............................................................................................. 1

2. Rumusan Masalah ........................................................................................ 5

3. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 5

4. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 5

4.1 Manfaat Teoretis ................................................................................... 5

4.2 Manfaat Praktis ..................................................................................... 6

5. Tinjauan Pustaka .......................................................................................... 6

5.1 Perlindungan Hukum bagi Pemilik Unit Hunian .................................. 6

5.2 Perumahan ............................................................................................ 7

5.3 Bangunan Gedung................................................................................. 8

6. Metode Penelitian....................................................................................... 10

6.1 Tipe Penelitian .................................................................................... 11

6.2 Pendekatan Masalah ........................................................................... 11

6.3 Sumber Bahan Hukum ........................................................................ 13

6.4 Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum ............................................... 14

6.5 Analisis Bahan Hukum ....................................................................... 15

7. Sistematika Penulisan................................................................................. 16

DAFTAR BACAAN

ii
PROPOSAL TESIS

1. Latar Belakang

Kebutuhan dasar manusia dibagi menjadi tiga jenis, yaitu kebutuhan primer,

kebutuhan sekunder, dan kebutuhan tersier. Kebutuhan primer merupakan

kebutuhan pokok manusia yang meliputi sandang (pakaian), pangan (makanan dan

minuman), dan papan (tempat tinggal). Kebutuhan akan rumah sebagai tempat

tinggal atau hunian, baik di perkotaan maupun perdesaan terus meningkat seiring

dengan bertambahnya jumlah penduduk.1 Negara bertanggung jawab untuk

melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum melalui

penyelenggaraan pembangunan perumahan agar masyarakat mampu bertempat

tinggal dan menghuni rumah yang layak dan terjangkau dalam lingkungan yang

sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan di seluruh wilayah Republik Indonesia. 2

Hal ini yang kemudian mendorong pemerintah maupun swasta yang bergerak

dalam bidang properti untuk memberikan fasilitas hunian untuk membantu

terpenuhinya kebutuhan masyarakat akan tempat tinggal.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur

mengenai hak atas tempat tinggal yang layak sebagaimana diatur dalam pasal 28E

ayat 1 yang berbunyi: “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut

agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memiih pekerjaan, memilih

kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya,

1
Urip Santoso, Hukum Perumahan, Prenada Media, Jakarta, 2014, h. 2.
2
Ibid., h. 3.

1
2

serta berhak kembali”, serta dalam pasal 28H ayat 1 yang berbunyi: “ Setiap orang

berhak hidup sejahtera lahir dan bathin, bertempat tinggal, dan mendapatkan

lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan

kesehatan”. Secara khusus, pengaturan tentang hak atas properti dapat ditemukan

dalam berbagai peraturan perundang-undangan, khusus untuk hukum yang

berhubungan dengan perumahan telah diatur dalam Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman.3

DKI Jakarta merupakan Ibu Kota Negara Indonesia dan juga merupakan

jantung dari segala kegiatan perekonomian di Indonesia. Hal ini menyebabkan

tingginya minat masyarakat dari luar daerah DKI Jakarta untuk berpindah dan

tinggal di ibu kota dan menyebabkan kebutuhan hunian di Jakarta menjadi semakin

tinggi. Adanya kebutuhan pemukiman yang tinggilah yang mendorong pemerintah

maupun swasta untuk menyediakan hunian dengan berbagai tipe dan fasilitas

seperti perumahan maupun rumah susun atau apartemen.

Upaya yang dilakukan oleh pemerintah DKI Jakarta untuk mengatasi

problematika kebutuhan pemukiman di DKI Jakarta adalah dengan menyediakan

hunian dalam bentuk perumahan ataupun rumah susun, baik oleh pemerintah

maupun secara bekerjasama dengan swasta. Pengaturan tentang perumahan diatur

pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan

Pemukiman (Selanjutnya disebut sebagai UU Perumahan) dimana pada pasal 1

angka 2 menjelaskan definisi dari Perumahan yaitu perumahan adalah kumpulan

3
Andika Wijaya dan Wida Peace Ananta, Hukum Bisnis Properti di Indonesia, Grasindo,
Jakarta, 2017, h. 4.
3

rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang

dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya

pemenuhan rumah yang layak huni. Selanjutnya pengertian rumah susun diatur

dalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 (Selanjutnya disebut

sebagai UU Rumah Susun) yaitu:

“Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam


suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan
secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan
merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan
secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian
bersama, benda bersama, dan tanah bersama. “
Pada umumnya pembangunan perumahan dilakukan pada sebidang tanah luas

untuk dibangun sekumpulan rumah deret, sehingga sertifikat yang didapat oleh

pembeli unit hunian pada perumahan tersebut merupakan Sertifikat Hak Milik,

sebagaimana diatur dalam pasal 20 sampai dengan 27 Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut

sebagai UUPA). Lain halnya dengan perumahan, rumah susun merupakan

bangunan gedung bertingkat dimana kepemilikan atas unitnya merupakan Sertifikat

Hak Milik Satuan Rumah Susun (SHMRS) dimana pengertiannya diatur di dalam

UU Rumah Susun pada pasal 1 angka 13 yaitu, “Sertifikat hak milik sarusun yang

selanjutnya disebut SHM sarusun adalah tanda bukti kepemilikan atas sarusun di

atas tanah hak milik, hak guna bangunan atau hak pakai di atas tanah negara, serta

hak guna bangunan atau hak pakai di atas tanah hak pengelolaan.”

Pengaturan mengenai Perumahan dalam UU Perumahan serta pengaturan

Rumah Susun dalam UU Rumah Susun sudah dianggap cukup jelas dalam

mengatur mengenai keduanya. Namun kedua Undang-Undang tersebut tidak


4

mengatur mengenai perumahan yang dibangun di atas gedung, sebagai contoh

perumahan Cosmo Park yang terletak di atas bangunan pusat perbelanjaan Thamrin

City, Jakarta.

Cosmo Park merupakan produk perumahan elit dari PT Agung Podomoro

Land yang berlokasi di Jalan Kebon Kacang Raya Blok D6, Kebon Kacang, Tanah

Abang, Jakarta Pusat tepatnya berada di lantai 10 gedung Thamrin City. Berdiri

sejak 2007, perumahan ini terdiri dari 78 unit rumah dengan luas bangunan sekitar

seratus meter persegi untuk dua lantai. Unit pada perumahan Cosmo Park

ditawarkan dengan harga sekitar 4,5 milyar rupiah.4 Tujuan dari dibangunnya

perumahan elit ini adalah untuk memfasilitasi kebutuhan masyarakat yang ingin

mempunyai rumah di pusat ibu kota dengan harga yang terjangkau. Sesuai dengan

konsepnya yaitu kawasan perumahan elit, Cosmo Park menawarkan beberapa

fasilitas kepada para penghuninya, antara lain hanya penghuni perumahan tersebut

yang memiliki akses khusus untuk masuk ke kawasan perumahan Cosmo Park, dan

juga fasilitas umum seperti swimming pool.5

Inovasi PT Agung Podomoro Land untuk mendirikan Cosmo Park di atas

bangunan gedung Thamrin City dengan tujuan untuk menyediakan fasilitas hunian

di pusat ibu kota dengan harga yang terjangkau rupanya menimbulkan berbagai

pertanyaan akan keabsahan dari bangunan perumahan tersebut disebabkan oleh

adanya kekosongan hukum terhadap pembangunan perumahan di atas gedung.

4
Mutiara Nabila, Cosmo Park Dioperasikan Layaknya Apartemen, Bisnis.com, Jakarta,
https://ekonomi.bisnis.com/read/20190630/47/939525/cosmo-park-dioperasikan-layaknya-
apartemen , di akses pada tanggal 16 Mei 2020.
5
Ibid.
5

Mulai dari perizinan dalam pendirian perumahan tersebut, serta status kepemilikan

dari unit hunian pada perumahan tersebut.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari penelitian

hukum ini adalah:

1. Keabsahan pembangunan hunian perumahan di atas bangunan gedung.

2. Perlindungan hukum terhadap pemilik unit hunian perumahan yang terletak

di atas bangunan gedung.

3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian hukum ini

adalah:

1. Untuk menganalisa mengenai keabsahan pembangunan hunian perumahan di

atas bangunan gedung

2. Untuk menganalisa perlindungan hukum bagi pemilik unit hunian perumahan

yang terletak di atas bangunan gedung

4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian hukum ini adalah:

4.1 Manfaat Teoretis

Memberikan sumbangan dalam rangka mengembangkan ilmu hukum

khususnya yang terkait dengan keabsahan pembangunan hunian perumahan

di atas bangunan gedung.


6

4.2 Manfaat Praktis

Memberikan pemahaman yang mendalam untuk para praktisi dalam hal

perlindungan hukum bagi pemilik unit hunian pada perumahan yang terletak

di atas bangunan gedung.

5. Tinjauan Pustaka

5.1 Perlindungan Hukum bagi Pemilik Unit Hunian

Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi

manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada

masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh

hukum atau dengan kata lain perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum

yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman,

baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak

manapun.6 Philipus M. Hadjon berpendapat bahwa Perlindungan Hukum adalah

perlindungan akan harkat danmartabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi

manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari

kesewenangan.7

Pemilik unit hunian merupakan perseorangan ataupun badan hukum yang

mempunyai hak milik atas rumah. Menurut Urip Santoso, pemilik unit hunian atau

dapat disebut sebagai pemilik rumah dapat berupa perseorangan warga negara

6
Satjipto Rahardjo, Penyelenggaraan Keadilan Dalam Masyarakat Yang Sedang
Berubah, Jurnal Masalah Hukum , 1993, h. 74.

7
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Bagi Rakyat di Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya,
1987, h. 1-2.
7

Indonesia, orang asing yang berkedudukan di Indonesia, badan hukum yang

didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia berbentuk

Perseroan Terbatas, yayasan, lembaga negara, kementerian, Pemerintah Provinsi,

Pemerintah Kabupaten / Kota, Badan Otorita, Badan Usaha Milik Negara, Badan

Usaha Milik Daerah, badan keagamaan, dan badan sosial.8

Perlindungan hukum bagi pemilik hunian adalah melalui sertifikat. Untuk

membuktikan kepemilikan atas unit hunian, pemilik unit hunian memiliki sertifikat

hak milik sebagai tanda bukti hak. Pemberian sertifikat tersebut bertujuan untuk

memberikan kepastian hukum serta perlindungan hukum terhadap pemegang

sertifikat, sesuai dengan pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

tentang Pendaftaran Tanah.

5.2 Perumahan

Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan faktor

penting dalam peningkatan harkat dan martabat manusia. Dalam rangka

memenuhinya, perlu diperhatikan kebijaksanaan umum pembangunan perumahan,

kelembagaan, masalah pertanahan, pembiayaan, dan unsur-unsur penujang

pembangunan perumahan.9 Masalah pertanahan menjadi salah satu faktor yang

harus diperhatikan dalam pembangunan perumahan disebabkan pada dasarnya

perumahan dibangun di atas tanah dengan status tanah tertentu.10

8
Urip Santoso, Op. Cit., h. 311.

9
Komarudin, Menelusuri Pembangunan Perumahan dan Pemukiman, Yayasan REI –
Rakasindo, Jakarta, 1997, h. 46.

10
Urip Santoso, Op. Cit, h. 3.
8

Pengertian Perumahan sering dikaitkan dengan pengertian real estate, namun

menurut pengertian Kamus Inggris-Indonesia disebutkan bahwa real estate

berkaitan dengan barang tidak bergerak yaitu tanah. Dalam Black’s Law Dictionary

disebutkan pengertian dari real estate adalah land and anything permanently offixed

to the land, such as building, fences, and those things attached to the building, such

as light fixtures, plumbing and heating fixtures, or other such items which would

be personal property if not attached11.

Pengertian perumahan diatur dalam UU Perumahan yaitu pada pasal pasal 1

angka (2) UU Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari pemukiman,

baik perkotaan maupun perdesaan yang dilengkapi denan prasarana, sarana, dan

utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni.

5.3 Bangunan Gedung

Pengertian bangunan gedung menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum

No. 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada

Bangunan Gedung dan Lingkungan adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi

yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagaian atau seluruhnya berada

diatas dan/atau didalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia

melakukan kegiatannya, baik hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan,

kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus. Menurut

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.26/PRT/M/2008 diklasifikasikan sesuai

11
Ibid., h. 25.
9

dengan jenis peruntukan atau penggunaan bangunan gedung, klasifikasi bangunan

adalah sebagai berikut :

a. Kelas 1 :Bangunan gedung hunian biasa.Satu atau lebih bangunan gedung


yang merupakan:
1) Kelas 1a, bangunan gedung hunian tunggal yang berupa:
a) Satu rumah tinggal; atau
b) Satu atau lebih bangunan gedung gandeng, yang masing-masing
bangunan gedungnya dipisahkan dengan suatu dinding tahan api,
termasuk rumah deret, rumah taman, unit town house, villa; ata
2) Kelas 1b, rumah asrama/kost, rumah tamu, hotel atau sejenisnya dengan
luas total lantai kurang dari 300 m 2dan tidak ditinggali lebih dari 12 orang
secara tetap, dan tidak terletak di atas atau di bawah bangunan gedung
hunian lain atau banguan kelas lain selain tempat garasi pribadi.
b. Kelas 2 : Bangunan gedung hunian, terdiri atas 2 atau lebih unit hunian yang
masing-masing merupakan tempat tinggal terpisah.
c. Kelas 3 : Bangunan gedung hunian di luar bangunan gedung kelas 1 atau kelas
2, yang umum digunakan sebagai tempat tinggal lama atau sementara oleh
sejumlah orang yang tidak berhubungan, termasuk:
a) Rumah asrama, rumah tamu (guest house), losmen; atau
b) Bagian untuk tempat tinggal dari suatu hotel atau motel; atau
c) Bagian untuk tempat tinggal dari suatu sekolah; atau
d) Panti untuk lanjut usia, cacat atau anak -anak; atau
e) Bagian untuk tempat tinggal dari suatu bangunan gedung perawatan
kesehatan yang menampung karyawan-karyawannya.
d. Kelas 4 : Bangunan gedung hunian campuran.Tempat tinggal yang berada di
dalam suatu bangunan gedung kelas 5, 6, 7, 8 atau 9 dan merupakan tempat
tinggal yang ada dalam bangunan gedung tersebut.
e. Kelas 5 : Bangunan gedung kantor.Bangunan gedungyang dipergunakan
untuk tujuan tujuan usaha profesional, pengurusan administrasi, atau usaha
komersial, di luar bangunan gedung kelas 6, 7, 8 atau 9.
f. Kelas 6 : Bangunan gedung perdagangan.Bangunan gedung toko atau
bangunan gedung lain yang dipergunakan untuk tempat penjualan barang-
barang secara eceran atau pelayanan kebutuhan langsung kepada masyarakat,
termasuk:
a) Ruang makan, kafe, restoran; atau
b) Ruang makan malam, bar, toko atau kios sebagai bagian dari suatu hotel
atau motel; atau
c) Tempat potong rambut/salon, tempat cuci umum; atau
d) Pasar, ruang penjualan, ruang pamer, atau bengkel.
10

g. Kelas 7 : Bangunan gedung penyimpanan/Gudang.Bangunan gedung yang


dipergunakan untuk penyimpanan, termasuk:
a) Tempat parkir umum; atau
b) Gudang, atau tempat pamer barang-barang produksi untuk dijual atau cuci
gudang.
h. Kelas 8 : Bangunan gedung Laboratorium/Industri/Pabrik.Bangunan gedung
laboratorium dan bangunan gedung yang dipergunakan untuk tempat
pemrosesan suatu produk, perakitan, perubahan, perbaikan, pengepakan,
finishing, atau pembersihan barang -barang produksi dalam rangka
perdagangan atau penjualan.
i. Kelas 9 : Bangunan gedung Umum.Bangunan gedung yang dipergunakan
untuk melayani kebutuhan masyarakat umum, yaitu:
a) Kelas 9a :bangunan gedung perawatan kesehatan, termasuk bagian-bagian
dari bangunan gedung tersebut yang berupa laboratorium
b) Kelas 9b : bangunan gedung pertemuan, termasuk bengkel kerja,
laboratorium atau sejenisnya di sekolah dasar atau sekolah
lanjutan,hall,bangunan gedung peribadatan, bangunan gedung budaya atau
sejenis, tetapi tidak termasuk setiap bagian dari bangunan gedung yang
merupakan kelas lain.
j. Kelas 10 : Bangunan gedung atau struktur yang bukan hunian.
a) Kelas 10a : bangunan gedung bukan hunian yang merupakan garasi
pribadi,carport, atau sejenisnya
b) Kelas 10b : struktur yang berupa pagar, tonggak, antena, dinding
penyangga atau dinding yang berdiri bebas, kolam renang, atau sejenisnya.
6. Metode Penelitian

Penulis berusaha menemukan materi dari para ahli-ahli hukum tentang

hukum terutama teori-teori hukumnya yang berkaitan dengan hukum perumahan

baik dari sumber primer (buku-buku tulisan ) maupun sumber sekunder yang bisa

diperoleh di perpustakaan maupun internet. Setelah memahami secara sederhana

teori tersebut, penulis mencoba menjabarkan teori tersebut secara aplikatif sesuai

dengan persoalan yang dewasa ini sedang terjadi dalam ranah hukum Indonesia,

baik yang ditemukan dalam buku teks maupun dari media massa cetak dan

elektronik atau internet.


11

6.1 Tipe Penelitian

Tipe penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah

Doctrinal Research, yaitu: “research which provides a systematic exposition of the

rules governing a particular legal category, analyses the relationship between

rules, explain areas of difficulty and, perhaps, predicts future development.”12

Berdasarkan pengertian Doctrinal Research di atas, penelitian hukum tipe ini

bertujuan untuk menghasilkan sebuah penjelasan yang sistematis mengenai objek

yang diteliti.

6.2 Pendekatan Masalah

Pendekatan yang dipakai dalam penelitian hukum ini adalah pendekatan

undang-undang (statute approach), dan pendekatan konseptual (conceptual

approach).

6.2.1. Pendekatan Perundang-Undangan (Statute Approach)

Pendekatan Perundang-Undangan (Statute Approach) adalah pendekatan

yang dilakukan dengan menelaah semua peraturan perundang-undangan yang

bersangkut paut dengan permasalahan (isu hukum) yang sedang ditangani.

Pendekatan perundang-undangan ini dilakukan dengan mempelajari konsistensi

atau kesesuaian antara Undang-Undang Dasar dengan Undang-Undang, atau

antara Undang-Undang yang satu dengan Undang-Undang yang lain. Selain itu,

dalam metode pendekatan perundang-undangan peneliti harus memahami hierarki

12
Terry Hutchinson, Researching and Writing in Law, Lawbook Co, Sydney, 2002, h. 8,
dikutip dari Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, 2006, h. 32-
33.
12

dan asas-asas dalam peraturan perundang-undangan. Menurut Pasal 1 angka 2

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan, peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis

yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau

ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur

yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Dari pengertian tersebut, secara singkat dapat dikatakan bahwa yang

dimaksud sebagai statute adalah berupa legislasi dan regulasi. Legislasi dalam arti

sempit merupakan proses dan produk pembuatan undang-undang (the creation of

general legal norm by special organ), dan dalam arti luas termasuk dalam

pembentukan Peraturan Pemerintah dan peraturan-peraturan lain yang mendapat

delegasian kewenangan dari undang-undang (delegation of rulemaking power by

the laws). Sedangkan regulasi (regulation or ordinance) adalah proses

menetapkan peraturan umum oleh badan eksekutif atau badan yang memiliki

kekuasaan atau fungsi eksekutif.13

6.2.2. Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach)

Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach) adalah pendekatan

konseptual yang beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang

berkembang didalam ilmu hukum. Dengan mempelajari pandangan-pandangan dan

doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum, penulis akan menemukan

ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan

asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi. Pemahaman akan

13
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Prenadamedia Group, Jakarta, 2006, h. 133.
13

pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin tersebut merupakan sandaran bagi

peneliti dalam membangun suatu argumentasi hukum dalam memecahkan isu yang

dihadapi. Jadi dalam menghadapi isu hukum yang ada, penulis menggunakan

pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang ada dan terkadang dalam undang-

undang untuk menghadapi isu hukum yang ada.14

6.3 Sumber Bahan Hukum

6.3.1. Sumber Bahan Hukum Primer

Penelitian hukum memerlukan sumber hukum yang valid agar menjamin

keobjektivitasan penulisan dan agar dapat memecahkan isu hukum yang akan

dibahas dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini penulis menggunakan bahan

hukum primer dan bahan hukum sekunder.15

a. Bahan Hukum Primer terdiri dari peraturan perundang-undangan, catatan

resmi, risalah dalam perundang-undangan dan putusan hakim16 antara lain:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;


2. Burgerlijk Wetboek (BW);
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria;
4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung;
5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman;
6. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun;
7. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung;

14
Ibid., h. 135.
15
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Kencana Prenamedia Group,
Jakarta, 2011, h. 140.

16
Ibid., h. 141.
14

9. Peraturan Pemerintah Nomor 88 Tahun 2014 Tentang Pembinaan


Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman;
10. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 Tentang Peraturan Jabatan
Pejabat Pembuat Akta Tanah;
11. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Ibukota Jakarta Nomor 7 Tahun 2010
Tentang Bangunan Gedung.
6.3.2. Sumber Bahan Hukum Sekunder

Bahan Hukum Sekunder terdiri dari buku teks yang berisi prinsip-prinsip dasar

ilmu hukum dan pandangan klasik para sarjana yang memiliki kualifikasi17 antara lain:

1. Buku ilmiah tentang rumah susun;


2. Makalah tentang rumah susun;
3. Seminar tentang rumah susun;
4. Jurnal hukum dan literatur tentang rumah susun; dan
5. Doktrin, pendapat, dan kesaksian dari ahli hukum baik yang tertulis dan tidak
tertulis tentang rumah susun dan yang dianggap sesuai dengan penelitian ini.
6.4 Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum dimaksudkan untuk memperoleh bahan

hukum dalam penelitian. Teknik pengumpulan bahan hukum yang mendukung dan

berkaitan dengan pemaparan penelitian ini adalah studi dokumen (studi

kepustakaan). Studi dokumen adalah suatu alat pengumpulan bahan hukum yang

dilakukan melalui bahan hukum tertulis dengan mempergunakan content

analisys.18 Penulis mempelajari peraturan perundang-undangan yang ada kemudian

dianalisis berdasarkan literatur-literatur hukum perumahan ataupun media internet.

Selanjutnya bahan hukum yang telah dianalisis dirumuskan sesuai sistematika yang

17
Ibid., h. 142.
18
Ibid., h. 21.
15

disusun berdasarkan beberapa bab dengan terdiri dari beberapa sub bab yang

bertujuan untuk menyelesaikan pokok permasalahan.

6.5 Analisis Bahan Hukum

Bahwa semua bahan hukum yang terkumpul, baik itu bahan hukum primer

maupun bahan hukum sekunder, dipilah dan diklasifikasikan berdasarkan

kesesuaian dengan rumusan masalah dari penelitian ini, yaitu perlindungan hukum

terhadap pemilik unit hunian pada perumahan yang terletak di atas bangunan

gedung.

Bahwa terhadap bahan hukum yang saling berhubungan satu sama lain

digunakan penafsiran sistematis, yaitu bahan hukum yang terkumpul tersebut akan

dilihat sebagai satu kesatuan sistem.

Bahwa terhadap bahan hukum peraturan perundang-undangan yang saling

bertentangan satu dengan yang lain digunakan asas preferensi berupa asas lex

superior derogat legi inferiori, lex specialis derogat legi generali, dan lex posterior

derogat legi priori.19

Bahwa terhadap bahan hukum peraturan perundang-undangan yang kabur

atau tidak jelas dilakukan interpretasi atau penafsiran terhadap peraturan

perundang-undangan yang kabur atau tidak jelas tersebut. Interpretasi atau

penafsiran yang akan digunakan adalah dan tidak terbatas pada interpretasi atau

penafsiran berdasarkan kata-kata undang-undang, berdasarkan kehendak

19
Ibid, h. 139-141.
16

pembentuk undang-undang, sistematis, dan historis. Bahwa terhadap kekosongan

hukum maka akan dilakukan suatu konstruksi hukum berupa konstruksi hukum

analogi, rechtsverfijning, dan argumentum a contrario.20

7. Sistematika Penulisan

Bab I merupakan Bab Pendahuluan, pada bab ini menjelaskan secara umum

mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

kerangka konseptual, metode penelitian dan urutan sistematika penulisan.

Bab II membahas mengenai masalah yang diajukan pada permasalahan

pertama, yaitu Keabsahan terkait pembangunan hunian perumahan di atas

bangunan gedung.

Bab III membahas mengenai masalah yang diajukan pada permasalahan

kedua, yaitu Perlindungan hukum terhadap pemilik unit hunian perumahan yang

terletak di atas bangunan gedung.

Bab IV merupakan Bab Penutup yang didalamnya berisikan kesimpulan dan

saran tindak lanjut yang akan menguraikan simpul dari analisis hasil penelitian

yang dilakukan

20
Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, Argumentasi Hukum, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta, 2011, h. 147.
DAFTAR BACAAN

Buku

Hadjon, Philipus M., Perlindungan Bagi Rakyat di Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya,
1987.
Hutagalung, Arie S., Condominium dan Permasalahannya, Badan Penerbit
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 1988.
Judohusodo, Siswono, Rumah Untuk Seluruh Rakyat, INKOPPOL - Unit
Percetakan Bharakerta, Jakarta, 1991.
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum Edisi Revisi,Kencana Prenamedia
Group, Jakarta, 2011.
Santoso, Urip, Hukum Perumahan, Kencana Pernada Media, Jakarta, 2014.
Santoso, Urip, Buku Ajar Hukum Rumah Susun, PT Revka Putra Media, Surabaya,
2017.
Shofie, Yusuf, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya,
Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2000.
Soelchan, Cahyani Nastiti, Karakteristik Rumah Susun Sebagai Obyek Perjanjian
Pengikatan Jual Beli, Tesis, Program Studi Magister Hukum
Universitas Airlangga, Surabaya, 2017.
Wijaya, Andika dan Wida Peace Ananta, Hukum Bisnis Properti di Indonesia,
Grasindo, Jakarta, 2017.
Artikel dan Berita
Antara, Empat Kejanggalan Rumah di Atas Thamrin City, ini Kata Pengamat,
metro.tempo.co, Jakarta, https://metro.tempo.co/read/121927/empat-
kejanggalan-rumah-di-atas-thamrin-city-ini-kata-pengamat, Jakarta, diakses
pada tanggal 16 Mei 2020.

Ariefana, Pebriansyah, dan Stephanus Arandito, Status Kepemilikan Rumah di Atas


Mal Thamrin City Seperti Apartemen, Suara.com, Jakarta,
https://www.suara.com/news/2019/06/28/145722/status-kepemilikan-
rumah-di-atas-thamrin-city-seperti-apartemen, diakses pada tanggal 16 Mei
2020.

Nabila, Mutiara, Cosmo Park Dioperasikan Layaknya Apartemen, Bisnis.com,


Jakarta, https://ekonomi.bisnis.com/read/20190630/47/939525/cosmo-park-
dioperasikan-layaknya-apartemen , di akses pada tanggal 16 Mei 2020.
Jurnal

Hartanto, Andy, ”Kepemilikan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun”, Jurnal
Rechtens, 2013.
Santoso, Urip, “Pengaturan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dalam Hukum
Nasional (Suatu Kajian Tentang Pemilikan, Peralihan, dan Pembebasan
Hak)”, Yuridika, 2003.
Yudhantaka, Lintang, “Keabsahan Kontrak Jual Beli Rumah Susun Dengan Sistem
Pre Project Selling”, Yuridika, 2017.

Anda mungkin juga menyukai