Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Bakso
Bakso merupakan produk olahan daging yang sangat populer. Kualitas bakso
dipengaruhi oleh komposisi bahan penyusunnya. Untuk menghasilkan bakso yang
berkualitas harus menggunakan bahan penyusun yang tepat dan daging yang
digunakan harus baik dan segar.10
Bakso yang sehat berasal dari daging sapi segar yang halal tanpa bahan
pengawet. Kualitas bakso dikatakan baik jika bahan tambahan lain yang digunakan
kurang dari 50%. Berbagai bahan yang ditambahkan harus memenuhi syarat tidak
menyebabkan efek samping terhadap kesehatan.10
Bakso juga merupakan makanan jajanan yang akhir-akhir ini sangat populer
dan digemari masyarakat. Hal ini tercermin dari banyaknya penjual mi bakso, mulai
dari restoran-restoran mewah sampai ke warung-warung kecil dan gerobag dorong.
Harga satu porsi mi bakso sangat bervariasi tergantung oleh kualitas bahan-bahan
mentahnya, terutama jenis dan mutu daging, macam tepung yang digunakan, serta
perbandingannya di dalam adonan. Faktor-faktor lain, seperti pemakaian bahan-bahan
tambahan dan cara pemasakan, juga sangat mempengaruhi mutu bakso yang akan
dihasilkan.8
Cara paling mudah untuk menilai mutu bakso adalah dengan menilai mutu
sensoris atau mutu organoleptiknya. Ada empat parameter sensoris utama yang perlu
dinilai, yaitu penampakan, warna, bau, rasa dan tekstur. Adanya jamur atau lendir
juga perlu diamati, terlebih jika bakso sudah disimpan lama.6

Tabel 2.1 Kriteria Mutu Sensoris Bakso


Parameter Bakso Daging
Penampakan Bentuk bulat halus, berukuran seragam, bersih dan
cemerlang, tidak kusam. Sedikitpun tidak tampak
berjamur, dan tidak berlendir.
Warna Cokelat muda cerah atau sedikit agak kemerahan atau
cokelat muda hingga cokelat muda agak keputihan atau
abu-abu. Warna tersebut merata tanpa warna lain yang
mengganggu.
Bau Bau khas daging segar rebus dominan, tanpa bau
tengik, masam, basi atau busuk. Bau bumbu cukup
tajam.
Rasa Rasa lezat, enak, rasa daging dominan dan rasa bumbu
cukup menonjol tetapi tidak berlebihan. Tidak terdapat
rasa asing yang mengganggu.
Tekstur Tekstur kompak, elastis, kenyal tetapi tidak liat, tidak
ada serat daging, tidak lembek, tidak basah berair, dan
tidak rapuh.
Sumber : Singgih Wibowo (1995)

Gambar 2.1
SKEMA PEMBUATAN BAKSO DAGING
Daging segar

dipotong tipis-tipis

digiling

dicampur bumbu, tepung sagu

dicetak

direbus

didinginkan

BAKSO DAGING

Sumber : Mita Wahyuni Astawan dan Made Astawan, Teknologi


Pengolahan Pangan Hewan Tepat Guna
B. Aditif Makanan
Komite Gabungan Ahli FAO dan WHO mendefinisikan zat aditif bahan
pangan sebagai suatu substansi bukan gizi yang ditambahkan ke dalam bahan pangan
dengan sengaja, yang pada umumnya dalam jumlah kecil untuk memperbaiki
kenampakan, cita rasa, tekstur dan sifat-sifat penyimpanannya.13
Pada umumnya bahan tambahan dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu
9
:
a. Aditif sengaja, yaitu aditif yang diberikan dengan sengaja dengan maksud dan
tujuan tertentu, misalnya untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa,
mengendalikan keasaman atau kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa, dan lain
sebagainya.
b. Aditif tidak sengaja, yaitu aditif yang terdapat dalam makanan dalam jumlah
sangat kecil sebagai akibat dari proses pengolahan.
Zat aditif bahan pangan mempunyai manfaat yang besar dan pemakaiannya
meningkatkan kegunaan dari bahan pangan yang tersedia. Keputusan yang berkenaan
dengan pemakaian suatu zat aditif, harus memperhatikan manfaat teknologisnya
untuk melindungi konsumen dari penipuan, pemakaian, teknik pengolahan yang jelek
dan keamanan pemakaian zat aditif.13
Pemakaian zat aditif bahan pangan sudah diatur baik dalam pengolahan
maupun sistem distribusi bahan pangan untuk negara-negara berteknologi maju
maupun yang belum berkembang dalam mendorong pemakaian bahan pangan yang
tersedia. Pemakaian zat aditif bahan pangan bagi keuntungan konsumen secara
teknologis dapat dibenarkan, bila bahan tersebut dapat memenuhi persyaratan sebagai
berikut13
1. Pemeliharaan kualitas gizi bahan pangan
2. Peningkatan kualitas atau stabilitas simpan sehingga mengurangi kehilangan
bahan pangan
3. Membuat bahan pangan lebih menarik bagi konsumen yang tidak mengarah
kepada penipuan.
4. Diutamakan untuk membantu proses pengolahan bahan pangan.
Pemakaian zat aditif bahan pangan yang tidak memperhatikan kepentingan
konsumen tidak diperkenankan, bila13
1. Untuk menutupi adanya teknik pengolahan dan penanganan yang salah
2. Untuk menipu konsumen
3. Hasilnya dapat menyebabkan terjadinya pengurangan nilai gizi bahan pangan
yang besar.
4. Pengaruh yang dikehendaki dapat diperoleh dengan praktek pengolahan yang baik
yang secara ekonomis fisibel.
Makanan yang benar-benar aman atau bersih dari bahan-bahan yang
berbahaya sangat didambakan oleh setiap konsumen, tetapi dalam kenyataannya tidak
ada satupun yang benar-benar bebas dari resiko atau yang dikenal dengan zero risk.11
Pemakaian suatu zat aditif yang aman merupakan pertimbangan yang penting.
Padahal tidak mungkin untuk mendapatkan bukti secara mutlak bahwa suatu zat aditif
yang digunakan secara khusus tidak toksis, bagi semua manusia dalam semua
kondisi. Jumlah suatu zat aditif yang diizinkan untuk digunakan dalam bahan pangan
harus merupakan kebutuhan minimum untuk mendapatkan pengaruh yang
dikehendaki.13
Bahan tambahan makanan yang diizinkan digunakan pada makanan menurut
Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan
Makanan, terdiri dari golongan yaitu (1) antioksidan; (2) antikempal; (3) pengatur
keasaman; (4) pemanis buatan; (5) pemutih dan pematang tepung; (6) pengemulsi,
pemantap, pengental; (7) pengawet; (8) pengeras; (9) pewarna; (10) penyedap rasa
dan aroma, penguat rasa; (11) sekuestran.14
Bahan tambahan atau zat aditif makanan yang dilarang digunakan berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 adalah sebagai berikut
(1) asam borat dan senyawanya sebagai pengawet; (2) asam salisilat dan garamnya
sebagai pengawet; (3) dietilpirokarbonat (DEPC); (4) dulsin sebagai pemanis; (5)
kalium klorat; (6) kloramfenikol sebagai antibiotik; (7) minyak nabati yang
dibrominasi; (8) nitrofurazon; (9) formalin sebagai pengawet.14

C. Pengawet
Pengawet adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah atau
menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian lain terhadap makanan yang
disebabkan oleh mikroorganisme. Bahan tambahan makanan ini biasanya
ditambahkan ke dalam makanan yang mudah rusak, atau makanan yang disukai
sebagai medium tumbuhnya bakteri atau jamur, misalnya pada produk daging, buah-
buahan dan lain-lain. Pertumbuhan bakteri dicegah atau dihambat tergantung dari
jumlah pengawet yang ditambahkan. Menurut pengamatan, pengawet hampir tidak
aktif dalam suasana netral, dan aktivitasnya meningkat bila pH diturunkan.18
Menurut Winarno dan Jenie, zat pengawet adalah bahan kimia yang berfungsi
untuk membantu mempertahankan bahan makanan dari serangan mikroorganisme
pembusuk baik bakteri, jamur, maupun yeast dengan cara menghambat, mencegah,
menghentikan proses pembusukan, fermentasi, pengasaman atau kerusakan
komponen lain dari bahan pangan.7
Sebagai contoh dari bahan pengawet tersebut adalah asam benzoat, sulfit,
metasulfit, nisin, asam sorbat, asam propionat atau garamnya, peroksida, garam
sendawa, gula, asam asetat, cuka, alkohol, gliserin, bumbu-bumbu, serta bahan yang
terdapat dalam asap. Daya pengawetan dari bahan-bahan tersebut sangat tergantung
pada konsentrasi, komposisi bahan makanan, serta jenis mikroorganisme yang akan
dicegah pertumbuhannya.7

D. Metoda Pengawetan Bahan Pangan


Pengawetan pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk menekan,
mengurangi atau menghilangkan mikroba yang tergolong patogen dan penghasil
racun pada bahan makanan.5
Pada dasarnya ada 4 macam metoda utama dalam pengawetan bahan pangan
terhadap kebusukan karena kerja mikroorganisme, yaitu :5
1. Perusakan mikroorganisme dengan panas atau radiasi ion dan perlindungan dari
pencemaran selanjutnya dengan pengemasan secara efektif.
2. Penghambatan pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan berkadar air
normal dengan pendinginan, penambahan bahan pengawet kimia (termasuk
pengasapan dan perendaman dalam larutan garam) atau antibiotika, pengasaman,
penyimpanan dengan gas dan lain-lain.
3. Penghambatan pertumbuhan mikroorganisme dengan mengurangi kadar air,
dengan demikian juga penurunan aktivitas air dengan cara pengeringan,
pembekuan (suhu rendah juga mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme),
pemberian garam, gula, pengentalan, dan lain-lain.
4. Menghilangkan mikroorganisme, misalnya penyaringan secara steril.
Penyebab pembusukan yang paling utama adalah mikroorganisme dan
pelbagai perubahan enzimatis maupun non enzimatis yang terjadi setelah panen,
penyembelihan atau pengolahan. Kebanyakan suplai bahan pangan segar cepat rusak
karena kandungan air dari sedang sampai tinggi dan kandungan zat gizinya. Di antara
bahan-bahan pangan tersebut, hanya jaringan-jaringan nabati yang matang dan kering
yang tahan terhadap kebusukan selama beberapa saat dalam suhu kamar, dan bahan
ini masih tetap dapat diserang oleh perbagai binatang perusak. Pembusukan bahan-
bahan pangan yang mudah rusak hanya dapat dihindari melalui konsumsi segera atau
pengawetan segera dan efektif, yang tidak saja menghambat pembusukan tetapi juga
membantu mengurangi pencemaran dan kemungkinan dimakan binatang perusak.5

Tabel 2.2 Kemudah-rusakan Bahan Pangan Segar


Kemudah-rusakan
(daya tahan dalam Kadar Air Produk
penyimpanan suhu kamar)
Sangat mudah rusak Sedang • Jaringan ternak : daging, ayam,
(1 – 7 hari) sampai ikan laut
tinggi • Jaringan tanaman : buah-buahan
dan sayuran yang lunak, berair
dan tingkat respirasi yang tinggi
• Susu
Mudah rusak Sedang • Jaringan tanaman : umbi-umbian,
(Satu sampai beberapa apel dan peer yang ranum
minggu)
Sedikit mudah rusak Rendah • Jaringan tanaman : padi-padian,
(1 tahun atau lebih) polong-polongan (kering),
kacang-kacangan
Sumber : Hari Purnomo dan Adiono (1987)

E. Bahan Pengawet Kimia


Bahan-bahan pengawet kimia adalah salah satu kelompok dari sejumlah besar
bahan-bahan kimia yang baik ditambahkan dengan sengaja ke dalam bahan pangan
atau ada dalam bahan pangan sebagai akibat dari perlakuan prapengolahan,
pengolahan atau penyimpanan.5
Penggunaan bahan pengawet kimia dalam bahan makanan adalah untuk
menghambat atau menghentikan aktivitas mikroba baik bakteri, kapang maupun
khamir. Umumnya bahan pengawet yang digunakan dalam makanan hanya bersifat
bakteriostatik. Hal ini disebabkan oleh jumlah bahan pengawet yang ditambahkan
umumnya sangat kecil agar tidak mengganggu kesehatan konsumen.1
Efisiensi bahan pengawet kimia tergantung terutama pada konsentrasi bahan
tersebut, komposisi bahan dan tipe organisme yang akan dihambat. Konsentrasi bahan
pengawet yang diizinkan oleh peraturan bahan pangan sifatnya adalah penghambatan
dan bukannya mematikan organisme-organisme pencemar, oleh karena itu sangat
penting bahwa populasi mikroorganisme dari bahan pangan yang akan diawetkan
harus dipertahankan minimum dengan cara penanganan dan pengolahan secara
higienis. Jumlah bahan pengawet yang diizinkan akan mengawetkan bahan pangan
dengan muatan mikroorganisme yang normal untuk suatu jangka waktu tertentu,
tetapi kurang efektif jika dicampurkan ke dalam bahan-bahan pangan membusuk atau
terkontaminasi secara berlebihan.5
Bahan pengawet kimia juga mempunyai peranan tertentu, terhadap organisme
yang akan dihambat dan suatu kombinasi dari bahan pengawet yang diizinkan pada
batas yang ditunjuk sering dipergunakan untuk menjamin stabilitas mikroorganisme.5
Beberapa bahan pengawet kimia antara lain
1. Asam benzoat dan garamnya
Umumnya, asam benzoat dapat digunakan dalam bentuk asam atau
garamnya, yaitu natrium benzoat. Asam benzoat banyak digunakan untuk
makanan dan minuman yang mempunyai pH di bawah 4,5 dengan batas
maksimum 0,1%. Contoh penggunaan benzoat dilakukan pada sirup, selai,
mentega, agar, sari buah, sosis dan lainnya.1 Batas maksimum penggunaan
natrium benzoat menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 adalah 1
gr/kg.14
Natrium benzoat ini berbentuk granul atau serbuk hablur, putih; tidak
berbau atau praktis tidak berbau dan stabil di udara. Natrium benzoat mempunyai
sifat mudah larut dalam air.15
Mekanisme kerja asam benzoat sebagai bahan pengawet berdasarkan pada
permeabilitas dari membran sel mikroba terhadap molekul asam yang tidak
terdisosiasi sehingga di dalam sel banyak terdapat ion hidrogen. Hal ini
menyebabkan pH sel menjadi rendah sehingga dapat merusak organ sel mikroba.1
2. Asam sorbat dan garamnya
Asam sorbat dan garamnya (natrium dan kalium sorbat) mempunyai
mekanisme terhadap penghambatan mikroba yang sama dengan asam benzoat.1
Sorbat biasanya digunakan dalam bentuk garam kalium dan mampu menghambat
berbagai jenis kapang dan khamir, tetapi tidak efektif terhadap bakteri. Berbeda
dengan asam benzoat, sorbat lebih efektif pada pH yang relatif tinggi. Sorbat
digunakan pada roti dan kue sebagai anti jamur.3
Asam sorbat juga diperbolehkan dipakai dalam bahan pangan yang
dipanggang (produk bakteri), keju dan produk-produk keju prune berkadar air
tinggi dan beberapa bahan pangan setengah basah sebagai antikapang.5 Batas
maksimum penggunaan kalium sorbat menurut Permenkes RI No.
722/Menkes/Per/IX/88 adalah 3 gr/Kg.14
3. Tawas
Menurut Winarno, tawas adalah senyawa kimia berupa kristal bening.
Tawas dapat digunakan sebagai pengering sekaligus membersihkan air sumur,
juga sebagai bahan kosmetik, zat warna tertentu, bubuk kue dan zat penyamak
kulit. Penggunaan tawas yang berlebihan akan menimbulkan gangguan kesehatan
karena kebanyakan alumunium (Al) dalam tubuh. Pada beberapa pembuatan
bakso, tawas dilarutkan ke dalam air (1-2 gr/liter) dan air tersebut digunakan
untuk merebus bakso.11
Tawas atau alumunium sulfat dengan rumus kimia Al-
2(SO4)3.14H2O merupakan endapan putih yang tidak larut dan berbentuk gelatin
yang mempunyai sifat dapat menarik partikel-partikel lain sehingga berat ukuran
dan bentuknya menjadi semakin besar dan mudah mengendap. Tawas dalam
bahan pangan yang umumnya dianggap aman oleh Food and Drug Administration
bila digunakan menurut prosedur yang disarankan sebagaimana dalam praktek
komersial yang baik.16
Tawas mengandung senyawa Al yang merupakan logam, sering disebut
kadar daya oligodinamik, yaitu kadar logam yang bisa membunuh atau
menghambat pertumbuhan mikroba.16
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurrahman dan Joko
Isworo (2002) menunjukkan ikan tongkol asap yang diproses dengan perendaman
dalam larutan tawas, umur simpannya lebih lama dibandingkan tanpa perendaman
tawas.16

F. Mikroba
a. Bakteri
Salah satu kelompok jasad renik yang sangat penting yang berhubungan
dengan bahan pangan yaitu bakteri. Jenis bakteri beraneka ragam, terdapat secara
kosmopolit yaitu secara luas di alam bebas, dan berhubungan dengan air, udara,
tanah, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Sebagian bakteri dalam bahan pangan dapat
menguntungkan, misalnya untuk kelangsungan proses fermentasi, sedangkan
sebagian lainnya dapat merugikan karena menyebabkan pembusukan dan
menimbulkan gangguan kesehatan (patogenik).2
Bakteri adalah jasad renik bersel tunggal yang mikroskopis, artinya tidak
dapat dilihat dengan mata telanjang. Baru dapat dilihat dengan bantuan mikroskop
karena ukurannya berkisar 0,5 - 10µ (1µ = 0,001 mm). Berdasarkan bentuknya
dibedakan atas bentuk kokus (bulat), basilus (batang), spiral (spirillum), dan koma
(vibrio).2
Bakteri ditemukan dimana-mana. Banyak bakteri yang sebenarnya tidak
berbahaya bagi kesehatan, tetapi jika tumbuh dan berkembang biak pada pangan
sampai mencapai jumlah yang sangat tinggi dapat mengakibatkan kerusakan
pangan, yaitu menimbulkan bau busuk, lendir, asam, perubahan warna,
pembentukan gas, dan perubahan-perubahan lain yang tidak diinginkan. Bakteri
perusak pangan sering tumbuh dan menyebabkan kerusakan pada bahan pangan
yang mempunyai kandungan protein tinggi seperti ikan, susu, daging, telur dan
sayuran.4
b. Kapang
Kapang adalah jasad renik yang terdiri dari banyak sel bergabung menjadi
satu (multiseluler). Hal ini merupakan salah satu ciri pembeda dengan bakteri dan
khamir, dimana bakteri dan khamir adalah uniseluler, di bawah mikroskop dapat
dilihat bahwa kapang terdiri dari benang-benang (filamen) yang dinamakan hifa.
Kumpulan hifa ini membentuk kumpulan massa yang disebut miselium. Miselium
dapat dilihat dengan mata telanjang yang menyeruapi kapas atau benang-benang
wol dan warna yang bermacam-macam.2
Pertumbuhan kapang pada pangan mudah dilihat dengan mata, yaitu
ditandai dengan perubahan warna yang menunjukkan spora kapang dan sering
disebut sebagai bulukan. Selain dapat menyebabkan kerusakan pangan, beberapa
kapang tertentu juga bermanfaat karena digunakan dalam proses fermentasi
pangan.4
c. Khamir
Khamir merupakan organisme bersel tunggal yang termasuk dalam
kelompok fungi. Dari segi ukuran, khamir memiliki ukuran yang lebih besar dari
bakteri. Pada umumnya khamir berkembang biak dengan cara membentuk tunas,
meskipun beberapa jenis berkembang biak dengan cara membelah. Selain dengan
pertunasan, khamir juga berkembang biak dengan cara reproduksi seksual yaitu
dengan membentuk askospora.4
Ukuran khamir berkisar antara 5-20 µ (5 sampai 10 kali lebih besar dari
bakteri). Bentuknya bermacam-macam yaitu bentuk bulat (bola), telur, silinder,
lengkung, segitiga, botol dan apikulat.2
Jika tumbuh pada pangan, khamir dapat menyebabkan kerusakan, tetapi
sebaliknya beberapa khamir juga digunakan dalam pembuatan pangan fermentasi.
Kerusakan yang disebabkan oleh pertumbuhan khamir ditandai dengan
terbentuknya bau asam dan bau alkohol, serta terbentuknya lapisan pada
permukaan.4

G. Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroba


Pertumbuhan mikroba pada pangan dipengaruhi oleh berbagai faktor, dan
setiap mikroba membutuhkan kondisi pertumbuhan yang berbeda. Oleh karena itu
jenis dan jumlah mikroba yang dapat tumbuh kemudian menjadi dominan pada setiap
pangan juga berbeda, tergantung dari jenis pangan tersebut. Pada kondisi yang
optimum untuk masing-masing mikroba, bakteri akan tumbuh lebih cepat
dibandingkan dengan kapang atau khamir.4
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba pada pangan
dibedakan atas dua kelompok, yaitu :4
1. Karakteristik pangan yang meliputi aktivitas air (aw), nilai pH (keasaman), dan
kandungan zat gizi.
2. Kondisi lingkungan yang terdiri dari suhu, keberadaan oksigen dan kelembaban.

a. Aktivitas air
Aktivitas air (aw) menunjukkan jumlah air di dalam pangan yang dapat digunakan
oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Mikroba mempunyai kebutuhan aw minimal
yang berbeda-beda untuk pertumbuhannya. Dibawah aw minimal tersebut mikroba
tidak dapat tumbuh atau berkembang biak. Kebutuhan aw untuk pertumbuhan
mikroba umumnya adalah sebagai berikut4
• Bakteri pada umumnya membutuhkan aw sekitar 0,91 atau pertumbuhannya.
Akan tetapi beberapa bakteri tertentu dapat tumbuh pada aw 0,75
• Kebanyakan khamir tumbuh pada aw sekitar 0,88 dan beberapa dapat tumbuh
pada aw sampai 0,6
• Kebanyakan kapang tumbuh pada aw minimal 0,8
b. Nilai pH
Kebanyakan mikroba tumbuh baik pada pH sekitar netral, dan pH 4,6 – 7,0
merupakan kondisi optimum untuk pertumbuhan bakteri, sedangkan kapang dan
khamir dapat tumbuh pada pH yang lebih rendah.4
c. Kandungan gizi
Seperti halnya makhluk hidup lainnya, mikroba membutuhkan zat gizi untuk
pertumbuhannya. Bahan pangan pada umumnya mengandung berbagai zat gizi
yang baik untuk pertumbuhan mikroba, yaitu protein, karbohidrat, lemak, vitamin
dan mineral.4

d. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan mikroba. Berdasarkan kisaran suhu pertumbuhan, mikroba
dibedakan atas tiga kelompok sebagai berikut.4
• Psikrofil, yaitu mikroba yang mempunyai kisaran suhu pertumbuhan 0-200C
• Mesofil, yaitu mikroba yang mempunyai kisaran suhu pertumbuhan 20-450C
• Termofil, yaitu mikroba yang mempunyai suhu pertumbuhannya di atas 450C.
e. Oksigen
Mikroba mempunyai kebutuhan oksigen yang berbeda-beda untuk
pertumbuhannya.4
f. Kelembaban
Pangan yang disimpan di dalam ruangan yang lembab akan mudah menyerap air
sehingga nilai aktivitas air (aw) meningkat. Kenaikan aw akan mengakibatkan
mikroba mudah tumbuh dan menyebabkan kerusakan pangan.4

H. Pengaruh Pengolahan Bahan Pengawet Kimia terhadap Mikroba


Penggunaan bahan pengawet kimia dalam bahan makanan adalah untuk
menghambat atau menghentikan aktivitas mikroba, baik bakteri, kapang maupun
khamir. Umumnya bahan pengawet yang digunakan dalam makanan hanya bersifat
bakteriostatik. Hal ini disebabkan oleh jumlah bahan pengawet yang ditambahkan
umumnya sangat kecil agar tidak mengganggu kesehatan konsumen.1
Daya kerja bahan pengawet ini umumnya adalah dengan mengganggu cairan
nutrien (zat-zat gizi) dalam sel mikroba atau merusak membran sel, mengganggu
sistem genetic dari mikroba. Efektivitas dari suatu bahan pengawet anti mikroba
ditentukan oleh konsentrasinya, macam bahan pengawet dan lingkungan bagi bahan
pengawet itu ditambahkan. Umumnya, makin tinggi konsentrasi bahan pengawet
yang digunakan, makin besar pula efektivitasnya. Untuk memperoleh efektivitas yang
optimum harus pula diperhatikan jenis dari bahan pengawet serta mikroba yang akan
dihambat atau dihentikan pertumbuhannya. Bahan pengawet ini mempunyai
spesifikasi yang berbeda-beda, ada yang spesifik terhadap khamir, bakteri atau
kapang. Bahkan, ada yang hanya spesifik terhadap spesies mikroba tertentu.1

I. Penyimpanan
Daging merupakan bahan makanan yang cepat rusak. Kandungan nutrisi yang
terkandung di dalam dan permukaannya yang basah sangat mendukung bagi
kehidupan mikroba. Aktivitas mikroba menyebabkan daging menjadi rusak dan
busuk. Berbagai cara telah dilakukan untuk mmperpanjang masa simpan daging dan
produk olahannya agar tidak cepat rusak.10
Penanganan daging sesaat setelah dipotong menentukan daya awet dan sifat
fisik daging. Pengawetan daging merupakan suatu cara untuk menyimpan daging
dalam jangka waktu lama sehingga kualitas dan higienisnya terjamin.2

J. Perhitungan Total Mikroba


Hitungan jumlah koloni akan lebih mudah dan cepat jika pengenceran
dilakukan secara desimal. Pengenceran awal 1 : 10 (10-1) dibuat dengan cara
mengencerkan 1 ml bakso ke dalam 9 ml larutan pengencer, dilanjutkan dengan
pengenceran yang lebih tinggi. Semakin tinggi jumlah mikroba yang terdapat dalam
bakso, semakin tinggi pengenceran yang harus dilakukan.
Faktor pengencer = pengenceran x jumlah yang dibutuhkan
Jumlah koloni dapat dihitung sebagai berikut :
1
Koloni per ml atau gram = jumlah koloni per cawan x
Faktor pengenceran
Untuk melaporkan hasil analisa mokrobiologi dengan cara hitungan cawan
digunakan suatu standar yang disebut “Standar Plate Counts” (SPC) sebagai berikut :
22

1. Cawan yang dipilih dan dihitung adalah yang mengandung jumlah koloni antara
30 dan 300.
2. Beberapa koloni yang bergabung menjadi satu merupakan suatu kumpulan koloni
yang besar dimana jumlah koloninya diragukan dapat dihitung sebagai satu
koloni.
3. Satu deretan rantai koloni yang terlihat sebagai suatu garis tebal dihitung sebagai
satu koloni.

K. Kerangka Teori
Dari beberapa penjelasan yang telah dipaparkan dalam tinjauan di atas, maka
disusun sebuah kerangka teori sebagai berikut :

Faktor yang Faktor yang


mempengaruhi bakso : mempengaruhi
• Sumber dari bahan pertumbuhan mikroba :
makanan (daging) • Aktivitas air
• Pengolahan bahan • Nilai pH
Bakso
makanan • Kandungan gizi
• Pemakaian bahan • Suhu
tambahan makanan • Oksigen
Kerusakan
• Penyimpanan • Kelembaban
bahan makanan

Jumlah mikroba

Gambar 2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bakso dan


Pertumbuhan Mikroba
Sumber : Modifikasi 4, 8, 10

L. Kerangka Konsep
Variabel bebas Variabel terikat
Jenis pengawet pada bakso
Total mikroba pada bakso
Lama waktu penyimpanan
Variabel pengganggu
• Jenis mikroba

M. Hipotesa
Ada pengaruh penggunaan jenis pengawet pada bakso terhadap total mikroba
pada berbagai lama waktu penyimpanan pada suhu ruang.

Anda mungkin juga menyukai