Anda di halaman 1dari 56

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Konsep Keluarga

1. Pengertian Keluarga

Pengertian keluarga sangat variatif sesuai dengan orientasi teori

yang menjadi dasar pendefinisian. Keluarga berasal dari bahasa

sansekerta (kula dan warga) kulawarga yang berarti anggota

kelompok kerabat. (padila, 2012)

Banyak ahli menguraikan pengertian keluarga sesuai dengan

perkembangan social masyarakat. Berikut akan dikemukakan

beberapa pengertian keluarga:

a. Pendapat yang menganut teori interaksional, memandang

keluarga sebagai suatu arena berlangsungnya interaksi

kepribadian.

b. Wall (1986) mengemukakan keluarga sebagai dua orang

atau lebih yang di satukan oleh ikatan kebersamaan dan

ikatan emosional serta mengidentifikasikan diri mereka

sebagai bagian dari keluarga.

c. Spradley dan Allender (1996) mengemukakan satu atau

lebih individu yang tinggal bersama, sehingga mempunyai


ikatan emosional dan mengembangkan dalam ikatan social,

peran dan tugas.

d. UU No. 10 tahun (1992) mengemukakan keluarga adalah

unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri, dan

anak atau suami istri, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan

anaknya.

e. Depkes RI (1988) mensefinisikan keluarga adalah unit

terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan

beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat

dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.

f. Sayeki (1994) mendefinisikan keluarga adalah suatu ikatan

atau persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang

dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau

seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau

tanpa anak, baik anaknya sendiri atau adopsi dan tinggal

dalam sebuah rumah tangga

g. Johnson’s (1992) mendefinisikan keluarga adalah kumpulan

dua orang atau lebih yang mempunyai hubungan darah yang

sama atau tidak, yang terlibat dalam kehidupan terus

menerus, yang tinggal dalam satu atap, mempunyai ikatan

emosional dan mempunyai kewajiban antara satu orang

dengan yang lainnya.


h. Friedman (1998) mendefinisikan keluarga sebagai suatu

system social, keluarga merupakan sebuah kelompok kecil

yang terdiri dari individu-individu yang memiliki hubungan

erat satu sama lain, saling tergantung yang di organisir

dalam satu unit tunggal dalam rangka mencapai tujuan

tertentu.

2. Tujuan Dasar Keluarga

Karena keluarga merupakan unit dasar dari masyarakat. Unit

dasar ini memiliki pengaruh yang begitu kuat terhadap

perkembangan individu-individu yang dapat menentukan

keberhasilan kehidupan individu tersebut. Keluarga berfungsi

sebagai buffer atau sebagai perantara antara masyarakat dan

individu, yakni mewujudkan semua harapan dan kewajiban

masyarakat dengan memenuhi kebutuhan setiap anggota keluarga

serta menyiapkan peran anggota keluarganya menerima peran di

masyarakat.

Keluarga juga merupakan sistem terbuka sehingga

dipengaruhi oleh supra sistemnya yaitu lingkungannya,

lingkungannya disini adalah masyarakat dan sebaliknya sebagai

subsystem dari lingkungan (masyarakat). Oleh karena itu betapa

pentingnya peran dan fungsi keluarga membentuk manusia

sebagai anggota masyarakat yang sehat biopsikososial spiritual.

(Padila, 2012)
3. Struktur Keluarga

Struktur keluarga menggambarkan bagaimana keluarga

melaksanakan fungsi keluarga di masyarakat. Ada beberapa

struktur keluarga yang ada di indonesia yang terdiri dari bermacam-

macam, diantaranya adalah: (Padila, 2012)

a. Patrilineal

Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak

saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana

hubungan itu disusun melalui jalur ayah.

b. Matrilineal

Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak

saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana

hubungan itu disusun melalui jalur ibu.

c. Matrilokal

Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama

keluarga sedarah ibu.

d. Patrilokal

Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama

keluarga sedarah ayah.


e. Keluarga kawin

Adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi

pembinaan keluarga, dan beberapa sanak saudara yang

menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan

suami atau istri.

4. Fungsi Keluarga

Berkaitan dengan peran keluarga yang bersifat ganda, yakni

satu sisi keluarga berperan sebagai matriks bagi anggotanya, disisi

lain kelurga harus memenuhi tuntutan dan harapan masyarakat,

maka selanjuutnya akan dibahas tentang fungsi keluarga sebagai

berikut:

Friedman (1998) dalam (padila, 2012) mengidentifikasikan

lima fungsi dasar keluarga,yaitu:

a. Fungsi afektif

Fungsi afektif berhubungan dengan fungsi internal

keluarga yang merupakan basis kekuatan dari keluarga.

Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan

psikososial.
b. Fungsi Sosialisasi

Sosialisasi adalah proses perkembangan dan

perubahan yang dialami individu yang menghasilkan

interaksi sosial dan belajar berperan dalam lingkungan

sosial.

c. Fungsi reproduksi

Keluarga berfungsi untuk meneruskan kelangsungan

keturunan dan meningkatkan sumber daya manusia.

Dengan adanya program keluarga berencana, maka fungsi

ini sedikit dafat terkontrol. Namun disisi lain banyak kelahiran

yang tidak diharapkan atau diluar ikatan perkawinan

sehingga lahirnya kelurga baru dengan satu orang tua

(single parent).

d. Fungsi ekonomi

Untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti

makanan, pakaian dan rumah, maka keluarga memerlukan

sumber keuangan.

e. Fungsi perawatan kesehatan

Fungsi lain keluarga adalah fungsi perawatan

kesehatan, selain keluarga menyediakan makanan, pakaian

dan rumah, keluarga juga berfungsi melakukan asuhan


kesehatan terhadap anggotanya baik untuk mencegah

terjadinya gangguan maupun merawat anggota yang sakit.

5. Tugas Keluarga

Pada dasarnya tugas keluarga ada tujuh tugas pokok

sebagai berikut: (Padila, 2012)

a. Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya

b. Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam

keluarga

c. Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai

dengan kedudukannya masing-masing

d. Sosialisasi antar anggota keluarga

e. Pengaturan jumlah anggota keluarganya

f. Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga

g. Membangkitkan dorongan dan semangat para

anggotanya

6. Ciri-ciri Keluarga

Menurut Robert Mac Iver dan Charles Horton dalam Padila

(2012):

a. Keluarga merupakan hubungan perkawinan.


b. Keluarga berbentuk suatu kelembagaan yang berkaitan

dengan hubungan perkawinan yang sengaja dibentuk

atau dipelihara.

c. Keluarga mempunyai suatu system tata nama (nomen

clatur) termasuk perhitungan garis keturunan.

d. Keluarga mempunyai fungsi ekonomi yang dibentuk oleh

anggota-anggotanya berkaitan dengan kemampuan

untuk mempunyai keturunan dan membesarkan anak.

e. Keluarga merupakan tempat tinggal bersama, rumah

atau rumah tangga.

7. Tipe Keluarga

Padila (2012) mengatakan bahwa Keluarga yang

memerlukan pelayanan kesehatan berasal dari berbagai macam

pola kehidupan. Sesuai dengan perkembangan social maka tipe

keluarga berkembang mengikutinya agar dapat mengupayakan

peran serta keluarga dalam meningkatkan derajat kesehatan maka

perawat perlu mengetahui berbagai tipe keluarga.

Dalam sosiologi keluarga berbagai bentuk keluarga

digolongkan sebagai tipe keluarga tradisional dan non tradisional

atau bentuk normative atau non normative.

Tipe-tipe keluarga sebagai berikut:

a. Keluarga tradisional
1) Keluarga inti, yaitu terdiri dari suami, istri dan anak.

2) Pasangan istri, terdiri dari suami dan istri saja tanpa

anak.

3) Keluarga dengan orang tua tunggal, biasanya sebagai

konsekuensi dari perceraian.

4) Bujangan dewasa sendirian.

5) Keluarga besar, terdiri keluarga inti dan orang-orang

yang berhubungan

6) Pasangan usia lanjut, keluarga inti dimana suami istri

sudah tua anak-anaknya sudah berpisah.

b. Keluarga non tradisional

1) Keluarga dengan orang tua beranak tanpa menikah,

biasanya ibu dan anak.

2) Pasangan yang memiliki anak tapi tidak menikah,

didasarkan pada hukum tertentu.

3) Pasangan kumpul kebo, kumpul bersama tanpa

menikah.

4) Keluarga gay atau lesbian, orang-orang yang berjenis

kelamin yang sama hidup bersama sebagai pasangan

yang menikah.

5) Keluarga komuni, keluarga yang terdiri dari lebih dari

satu pasangan monogamy dengan anak-anak secara

bersama menggunakan fasilitas, sumber yang sama.


8. Stress dan Koping Keluarga

Keluarga secara terus menerus dihadapkan dalam

perubahan. Stimulus untuk perubahan ini datang dari luar dan

dalam. Supaya dapat berlangsung hidup dan terus berkembang.

Maka strategi dan proses koping keluarga sangat penting bagi

keluarga dalam menghadapi tuntutan yang ada. (Padila, 2012)

a. Sumber stressor keluarga (stimulus)

Stressor merupakan agen-agen pencetus atau

penyebab stress. Dalam keluarga stressor biasanya

berkaitan dengan kejadian-kejadian dalam hidup yang cukup

serius yang menimbulkan perubahan dalam system

keluarga, dapat berupa kejadian atau pengalaman antar

pribadi (dalam atau luar keluarga), ekonomi serta budaya

dan persepsi keluarga terhadap kejadian.

b. Koping Keluarga

Koping keluarga menunjuk pada analisa kelompok

keluarga (analisa interaksi). Koping keluarga didefinisikan

sebagai respon positif yang digunakan keluarga untuk

memecahkan masalah (mengendali stress). Berkembang

dan berubah sesuai tuntutan/stressor yang dialami. Sumber


koping keluarga bisa internal yaitu dari anggota keluarga

sendiri dan eksternal yaitu dari luar keluarga.

c. Sumber dasar stress keluarga

Dalam perjalanan stress dan koping mengalami tiga

periode, yaitu perode antestress, yaitu masa sebelum

melakukan konfrontasi yang sebenarnya terhadap stressor,

periode stress actual, yakni strategi adaptif selama masa

stress dan periode pasca stress, yakni strategi untuk

mengembalikan keluarga dalam keadaan homeostatis.

Dampak stressor pada keluarga dapat berupa rusaknya

keluarga, perceraian atau kematian.

d. Krisis keluarga

Sebuah krisis timbul karena sumber-sumber dan

strategi adaptif tidak secara efektif mengatasi stressor.

B. Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Hipertensi

1. Pengkajian

Pengkajian adalah suatu tahapan dimana seorang perawat

mengambil informasi secara terus-menerus terhadap anggota

keluarga yang dibina. Untuk mendapatkan data pengkajian yang

akurat dan sesuai dengan keadaan keluarga, perawat diharapkan


menggunakan bahasa ibu (bahasa yang digunakan setiap hari),

lugas dan sederhana.

Asuhan keperawatan keluarga menurut teori aplikasi model

pengkajian. Friedman (2013) dalam kasus keluarga dengan

penyakit Hipertensi yaitu:

a. Data Umum

Data Umum yang perlu dikaji adalah Nama kepala

keluarga, Usia, Pendidikan, Pekerjaan, Alamat, Daftar

anggota keluarga.

b. Genogram

Dengan adanya genogram dapat diketahui faktor

genetik atau faktor bawaan yang sudah ada pada diri

manusia untuk timbulnya penyakit Hipertensi.

c. Status Sosial Ekonomi

Status sosial ekonomi dapat dilihat dari pendapatan

keluarga dan kebutuhan-kebutuhan yang dikeluarkan

keluarga. Pada pengkajian status sosial ekonomi

berpengaruh pada tingkat kesehatan seseorang. Dampak

dari ketidakmampuan keluarga membuat seseorang enggan

memeriksakan diri ke dokter dan fasilitas kesehatan lainnya.


d. Riwayat Kesehatan Keluarga

Riwayat kesehatan keluarga yang perlu dikaji adalah

Riwayat masing-masing kesehatan keluarga (apakah

mempunyai penyakit keturunan), Perhatian keluarga

terhadap pencegahan penyakit, Sumber pelayanan

kesehatan yang biasa digunakan keluarga dan Pengalaman

terhadap pelayanan kesehatan.

e. Karakteristik Lingkungan

Karakteristik lingkungan yang perlu dikaji adalah

Karakteristik rumah, Tetangga dan komunitas, Geografis

keluarga, Sistem pendukung keluarga.

f. Fungsi Keluarga

1) Fungsi Sosialisasi

Pada kasus penderita Hipertensi yang sudah

mengalami komplikasi stroke, dapat mengalami

gangguan fungsi sosial baik di dalam keluarga maupun

didalam komunitas sekitar keluarga.

2) Fungsi Reproduksi
Pada penderita Hipertensi perlu dikaji riwayat

kehamilan (untuk mengetahui adanya tanda-tanda

Hipertensi saat hamil).

3) Fungsi Ekonomi

Status ekonomi keluarga sangat mendukung terhadap

kesembuhan penyakit. Biasanya karena faktor ekonomi

rendah individu segan untuk mencari pertolongan dokter

ataupun petugas kesehatan lainya (Friedman, 2013).

4) Stres dan Koping Keluarga

Stres dan koping keluarga yang perlu dikaji adalah

Stresor yang dimiliki, Kemampuan keluarga berespons

terhadap stresor, Strategi koping yang digunakan,

Strategi adaptasi disfungsional.

5) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Fisik meliputi Keadaan Umum

a) Kaji tingkat kesadaran (GCS):

kesadaran bisa compos mentis sampai

mengalami penurunan kesadaran, kehilangan

sensasi, susunan saraf dikaji (I-XII), gangguan

penglihatan, gangguan ingatan, tonus otot menurun


dan kehilangan reflek tonus, BB biasanya mengalami

penurunan.

b) Mengkaji tanda-tanda vital

Tanda-tanda vital biasanya melebihi batas normal.

c) Sistem Penginderaan (Penglihatan)

Pada kasus Hipertensi, terdapat gangguan

penglihatan seperti penglihatan menurun, buta total,

kehilangan daya lihat sebagian (kebutaan monokuler),

penglihatan ganda, (diplopia) gangguan yang lain.

Ukuran reaksi pupil tidak sama, kesulitan untuk

melihat objek, warna dan wajah yang pernah dikenali

dengan baik.

d) Sistem Penciuman

Terdapat gangguan pada sistem penciuman,

terdapat hambatan jalan nafas.

e) Sistem Pernafasan

Adanya batuk atau hambatan jalan nafas,

suara nafas tredengar ronki (aspirasi sekresi).

f) Sistem Kardiovaskular
Nadi,frekuensi dapat bervariasi (karena

ketidakstabilan fungsi jantung atau kondisi jantung),

perubahan EKG, adanya penyakit jantung miocard

infark, rematik atau penyakit jantung vaskuler.

g) Sistem Pencernaan

Ketidakmampuan menelan, mengunyah, tidak

mampu memenuhi kebutuhan nutrisi sendiri.

h) Sistem Urinaria

Terdapat perubahan sistem berkemih seperti

inkontinensia.

i) Sistem Persarafan

j) Sistem Musculoskeletal

Kaji kekuatan dan gangguan tonus otot, pada

klien Hipertensi didapat klien merasa kesulitan untuk

melakukan aktivitas karena kelemahan, kesemutan

atau kebas.

k) Sistem Integument

Keadaan turgor kulit, ada tidaknya lesi, oedem,

distribusi rambut.
l) Harapan Keluarga

Perlu dikaji bagaimana harapan keluarga

terhadap perawat (petugas kesehatan) untuk

membantu penyelesaian masalah kesehatan yang

terjadi.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai

individu, keluarga atau masyarakat yang diperoleh dari suatu

proses pengumpulan data dan analisis cermat dan sistematis,

memberikan dasar untuk menetapkan tindakan-tindakan dimana

perawat bertanggung jawab melaksanakannya (Shoemaker

dalam Setyowati, 2011)

Contoh Diagnosa Asuhan Keperawatan Hipertensi dengan

NANDA/ICNP, NOC, NIC dalam Panduan Asuhan

Keperawatan:

a. Nyeri Akut

b. Perilaku kesehatan cenderung beresiko

c. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan keluarga

3. Intervensi Keperawatan
Effendy dalam Harmoko (2012), mendefinisikan: rencana

keperawatan keluarga adalah sekumpulan tindakan yang

ditentukan perawat untuk dilaksanakan, dalam memecahkan

masalah kesehatan dan keperawatan yang telah didefinisikan.

Sedangkan Friedman (2013) menyatakan ada beberapa

tingkat tujuan. Tingkat pertama meliputi tujuan-tujuan jangka

pendek yang sifatnya dapat diukur, langsung dan spesiflk.

Sedangkan tingkat kedua adalah tujuan jangka panjang yang

merupakan tingkatan terakhir yang menyatakan maksud-

maksud luas yang yang diharapkan oleh perawat maupun

keluarga agar dapat tercapai.


Berikut adalah rencana asuhan keperawatan keluarga Hipertensi dengan NANDA/ICNP, NOC, NIC Panduan Asuhan

Keperawatan:

Tabel 2.1 Rencana Asuhan Keperawatan

Masalah Tujuan Kriteria Standar Evaluasi Rencana Intervensi


Keperawatan Evaluasi

Nyeri Akut Tujuan umum : Respon 1. Status cardiopulmonary 1. Kompres hangat


Setelah dilakukan Verbal 2. Status sirkulasi 2. Manajemen nyeri
kunjungan ke rumah 3. Perfusi jaringan : serebral 3. Pendidikan kesehatan :
selama 6 hari 4. Tanda-tanda vital proses penyakit
diharapkan nyeri 5. Perilaku kepatuhan 4. Manajemen lingkungan :
berkurang 6. Perilaku meningkatkan kesehatan kenyamanan
7. Perilaku mencari yankes 5. Terapi relaksasi
Tujuan khusus: 8. Kontrol nyeri 6. Akupresur
Setelah dilakukan 9. Manajemen penyakit kronis
tindakan keperawatan 10. Manajemen penyakit Hipertensi
selama 6x60 menit 11. Pengetahuan manajemen penyakit
keluarga mampu: kardiovaskuler
12. Pengetahuan manajemen penyakit kronik
1. Mengenal 13. Pengetahuan: proses penyakit
masalah 14. Pengetahuan: perilaku sehat
kesehatan
2. Mengambil 15. Pengetahuan: promosi kesehatan
keputusan 16. Pengetahuan: sumber daya kesehatan
3. Merawat 17. Pengetahuan: manajemen Hipertensi
anggota 18. Level ketidaknyamanan
keluarga yang 19. Keparahan Hipertensi
sakit 20. Level nyeri
4. Memodifikasi 21. Kepuasan klien: manajemen nyeri
lingkungan
5. Memanfaatkan
fasilitas
pelayanan
kesehatan

Perilaku Tujuan umum : Respon Keluarga mampu mengenal masalah kesehatan. Keluarga mampu mengenal
kesehatan Setelah dilakukan verbal masalah :
cenderung kunjungan ke rumah 1. Pengetahuan kesehatan
beresiko selama 6 hari 2. Pengetahuan tentang proses penyakit 1. Pengajaran : individu
diharapkan keluarga 3. Perilaku peningkatan kesehatan 2. Pengajaran : kelompok
mampu menjaga 4. Mencari informasi masalah kesehatannya 3. Pengajaran : proses
perilaku kesehatan 5. Status nutrisi penyakit
4. Manajemen nutrisi
Tujuan khusus: Keluarga mampu memutuskan tindakan dan 5. Terapi nutrisi
Setelahdilakukan keyakinan keluarga untuk meningkatkan atau 6. Konseling nutrisi
tindakan keperawatan memperbaiki kesehatan : 7. Monitoring nutrisi
selama 6x60 menit
keluarga mampu: 1. Berpartisipasi dalam memutuskan Keluarga mampu memutuskan :
perawatan kesehatan memperkuat atau meningkatkan
1. Mengenal 2. Keyakinan kesehatan kognitif yang diinginkan atau
masalah 3. Kesiapan caregiver dalam perawatan di mengubah kognitif yang tidak
kesehatan rumah diinginkan.
2. Mengambil 4. Partisipasi keluarga dalam perawatan
keputusan profesional 1. Dukungan membuat
3. Merawat keputusan
anggota Keluarga mampu merawat/membantu 2. Membangun harapan
keluarga yang melaksanakan ADL 3. Dukungan emosi
sakit
4. Memodifikasi 1. Intoleransi aktivitas Keluarga mampu merawat dalam
lingkungan 2. Pemeliharaan energi membantu melaksanakan ADL
5. Memanfaatkan 3. Istirahat
fasilitas 4. Status kesehatan personal :kesehatan 1. Manajemen energi
pelayanan fisik 2. Peningkatan kegiatan
kesehatan 5. Kualitas hidup olahraga
6. Perilaku menurunkan berat badan 3. Intervensi data lab
7. Manajemen diri : penyakit arteri koroner 4. Dukungan dokter/ tenaga
8. Perilaku kepatuhan : Diet yang dianjurkan kesehatan lainnya, mis.
Ahli gizi.
Keluarga mampu memodifikasi lingkungan 5. Modifikasi perilaku
untuk mencegah, mengurangi, atau mengontrol 6. Manajemen nyeri
ancaman kesehatan
Keluarga mampu memodifikasi
1. Kontrol resiko gangguan lipid lingkungan untuk mengembalikan
2. Kontrol resiko penggunaan tembakau fungsi psikososial dan
memfasilitasi perubahan gaya
3. Kontrol resiko stroke hidup
4. Kontrol resiko Hipertensi
1. Manajemen perilaku
Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas 2. Bantuan untuk berhenti
pelayanan kesehatan merokok
3. Modifikasi perilaku
1. Pengetahuan tentang sumber sumber 4. Modifikasi perilaku
kesehatan lingkungan
2. Perilaku mencari pelayanan kesehatan 5. Manajemen lingkungan
3. Partisipasi keluarga dalam perawatan
keluarga Keluarga mampu memanfaatkan
fasilitas pelayanan kesehatan

1. Konsultasi
2. Rujukan
3. Bantuan Sistem
Kesehatan

Ketidakefektifan Tujuan umum : Respon Keluarga mampu mengenal masalah Keluarga mampu mengenal
pemeliharaan Setelah dilakukan verbal masalah:
kesehatan kunjungan ke rumah 1. Pengetahuan : manajemen penyakit
keluarga selama 6 hari arteri koroner 1. Pengajaran : proses
diharapkan keluarga 2. Pengetahuan tentang proses penyakit penyakit
dapat memelihara 2. Pengajaran : Individu
kesehatan keluarga Kemampuan memutuskan tindakan dan 3. Pengajaran: Kelompok
keyakinan keluarga untuk meningkatkan atau
Tujuan khusus: memperbaiki kesehatan : Kemampuan memutuskan
Setelahdilakukan 1. Kepercayaan mengenai kesehatan : tindakan dan keyakinan keluarga
tindakan keperawatan merasakan untuk meningkatkan atau
selama 4x60 menit 2. Berpartisipasi dalam memutuskan memperbaiki kesehatan
keluarga mampu perawatan kesehatan
3. Partisipasi keluarga dalam perawatan 1. Dukungan pengasuhan
1. Mengenal profesional 2. Dukungan pengambilan
masalah keputusan
kesehatan Keluarga mampu merawat keluarga
2. Mengambil Keluarga mampu merawat
keputusan 1. Manajemen diri : penyakit arteri koroner keluarga
3. Merawat 2. Perilaku kepatuhan: Diet yang dianjurkan
anggota 3. Orientasi kesehatan 1. Konseling nutrisi
keluarga yang 4. Status kesehatan personal 2. Monitoring nutrisi
sakit 3. Bantuan penurunan BB
4. Memodifikasi Keluarga mampu memodifikasi lingkungan 4. Manajemen Nyeri
lingkungan 5. Peningkatan kesadaran
5. Memanfaatkan 1. Deteksi risiko diri
fasilitas 2. Kontrol risiko: penyakit kardiovaskuler
pelayanan 3. Keluarga memiliki Keluarga mampu memodifikasi
kesehatan lingkungan
kemampuan untuk memanfaatkan pelayanan
kesehatan 1. Identifikasi risiko
2. Modifikasi perilaku
1. Pengetahuan tentang sumbersumber
kesehatan
2. Perilaku mencari pelayanan kesehatan
3. Partisipasi keluarga dalam perawatan
keluarga
4. Implementasi Keperawatan

Implementasi dapat dilakukan oleh banyak orang seperti

klien (individu atau keluarga), perawat dan anggota tim

perawatan kesehatan yang lain, keluarga luas dan orang-orang

lain dalam jaringan kerja sosial keluarga (Friedman, 2013).

Hal yang perlu diperhatikan dalam tindakan keperawatan

keluarga dengan Hipertensi menurut Effendy dalam Harmoko

(2012) adalah sumber daya dan dana keluarga, tingkat

pendidikan keluarga, adat istiadat yang berlaku, respon dan

penerimaan keluarga serta sarana dan prasarana yang ada

dalam keluarga.

Sumber daya dan dana keluarga yang memadai diharapkan

dapat menunjang proses penyembuhan dan penatalaksanaan

penyakit Hipertensi menjadi lebih baik. Sedangkan tingkat

pendidikan keluarga juga mempengaruhi keluarga dalam

mengenal masalah Hipertensi dan dalam mengambil keputusan

mengenai tindakan kesehatan yang tepat terhadap anggota

keluarga yang terkena Hipertensi.

Adat istiadat dan kebudayaan yang berlaku dalam keluarga

akan mempengaruhi pengambilan keputusan keluarga tentang

pola pengobatan dan penatalaksanaan penderita Hipertensi,


seperti pada suku pedalaman lebih cenderung menggunakan

dukun daripada pelayanan kesehatan.

Demikian juga respon dan penerimaan terhadap anggota

keluarga yang sakit Hipertensi akan mempengaruhi keluarga

dalam merawat anggota yang sakit Hipertensi. Sarana dan

prasarana baik dalam keluarga atau masyarakat merupakan

faktor yang penting dalam perawatan dan pengobatan

Hipertensi. Sarana dalam keluarga dapat berupa kemampuan

keluarga menyediakan makanan yang sesuai dan menjaga diit

atau kemampuan keluarga, mengatur pola makan rendah

garam, menciptakan suasana yang tenang dan tidak

memancing kemarahan. Sarana dari lingkungan adalah,

terjangkaunya sumber-sumber makanan sehat, tempat latihan,

juga fasilitas kesehatan (Effendy dalam Harmoko, 2012).

5. Evaluasi Keperawatan

Komponen kelima dari proses keperawatan ini adalah

evaluasi. Evaluasi didasarkan pada bagaimana efektifnya

tindakan keperawatan yang dilakukan oleh keluarga, perawat,

dan yang lainnya. Evaluasi merupakan proses

berkesinambungan yang terjadi setiap kali seorang perawat

memperbaharui rencana asuhan keperawatan (Friedman,

2013).
Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara

hasil implementasi dengan kriteria dan standar yang telah

ditetapkan untuk melihat keberhasilannya. Evaluasi dapat

dilaksanakan dengan dua cara yaitu evaluasi formatif dan

evaluasi sumatif (Suprajitno, 2016) yaitu dengan SOAP, dengan

pengertian "S" adalah ungkapan perasaan dan keluhan yang

dirasakan secara subjektif oleh keluarga setelah diberikan

implementasi keperawatan, "O" adalah keadaan obyektif yang

dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan penglihatan. "A"

adalah merupakan analisis perawat setelah mengetahui respon

keluarga secara subjektif dan objektif, "P" adalah perencanaan

selanjutnya setelah perawat melakukan tindakan. Dalam

mengevaluasi harus melihat tujuan yang sudah dibuat

sebelumnya. Bila tujuan tersebut belum tercapai, maka dibuat

rencana tindak lanjut yang masih searah dengan tujuan.


C. Konsep Hipertensi

1. Pengertian Hipertensi

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten

dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan

diastoliknya diatas 90 mmHg. Smith Tom, 1995 (Dalam Padila,

2013).

Menurut WHO, penyakit hipertensi merupakan peningkatan

tekanan sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau

tekanan diastolik sama atau lebih besar 95 mmHg. Kodim Nasrin,

2003 (Dalam Padila, 2013)

Hipertensi dikategorikan ringan apabila tekanan diastoliknya

antara 95-104 mmHg, hipertensi sedang jika tekanan diastoliknya

antara 105 dan 114 mmHg, dan hipertensi berat bila tekanan

diastoliknya 115 mmHg atau lebih. Pembagian ini berdasarkan

peningkatan tekanan diastolik karena di anggap lebih serius dari

peningkatan sistolik. Smith Tom, 1995 (Dalam Padila, 2013).

2. Penyebab Hipertensi

Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi

2 golongan besar yaitu : Lany Gunawan, 2001 Dalam (Padila,

2013)

1) Hipertensi essensual ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi

yang tidak diketahui penyebabnya


2) sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain

Hipertensi primer terdapat pada lebih dari 90% penderita

hipertensi, sedangkan 10% sisanya disebabkan oleh hipertensi

sekunder. Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti

penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa

factor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor

tersebut adalah sebagai berikut :

a) Faktor Keturunan

Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki

kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika

orang tuanya adalah penderita hipertensi.

b) Ciri Perseorangan

Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi

adalah umur (Jika umur bertambah maka TD meningkat), jenis

kelamin (laki-laki lebih tinggi dari perempuan) dan ras (ras kulit

hitam lebih banyak dari pada kulit putih).

c) Kebiasaan Hidup

Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya

hipertensi adalah konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30

gr), kegemukan atau makan berlebihan, stress dan pengaruh

lain minsalnya merokok, minum alkohol, minum obat-obatan

(ephedrine,prednison,epineprin).
3. Klasifikasi hipertensi

Menurut Wijaya & Putri (2013) klasifikasi hipertensi dibagi dua

yaitu:

a. Klasifikasi berdasakan etiologi

1) Hipertensi esensial (Primer)

Merupakan 90% dari kasus penderita hipertensi. Dimana

sampai saat ini belum diketahui penyebabnya secara pasti.

Beberapa faktor yang berpengaruh dalam terjadinya hipertensi

esensial, seperti : faktor gerontik, stress dan psikologis, serta

faktor lingkungan dan diet (peningkatan penggunaan garam

dan berkurangnya asupan kalium atau kalsium). Peningkatan

tekanan darah tidak jarang merupakan satu-satunya tanda

hipertensi primer. Umumnya gejalanya baru terlihat setelah

terjadi komplikasi pada organ target seperti ginjal, mata, otak

dan jantung.

2) Hipertensi sekunder

Pada hipertensi sekunder, penyebab dan patofisiologi dapat

diketahui dengan jelas sehingga lebih mudah untuk

dikendalikan dengan obat-obatan. Penyebab hipertensi

sekunder di antaranya berupa kelainan endokrin lainnya seperti


obesitas, resistensi insulin, hipertiroidisme, dan pemakaian

abat-obatan seperti kontrasepsi oral dan kontrikosteroid.

b. Klasifikasi berdasarkan derajat hipertensi

Menurut para ahli dalam wijaya & putri (2013), klasifikasi

hipertensi berdasarkan derajat antara lain:

1) Bedasarkan JNC VIII :

Tabel 3.1
Klasifikasi Tekanan Darah berdasarkan JNC VIII
Derajat Tekanan (mmHg) Tekan diastolik
(mmHg)
Normal < 120 Dan < 80
Pre-hipertensi 120 - 139 Atau 80 - 89
Hipertensi derajat I 140 - 159 Atau 90 - 99
Hipertensi derajat II ≥ 160 Atau ≥ 100

2) Menurut Europea Saciety of Cardiology :

Tabel 3.2
Klasifikasi Tekanan Darah Menurut Europea sacienty Of Cardiologi
Kategori Tekanan Sistolik Tekanan
(mmHg) Diastolik
(mmHg)
Optimal < 120 Dan < 80
Normal 120 - 129 Dan/atau 80 - 84
Normal tinggi 130 - 139 Dan/atau 85 - 89
Hipertensi derajat I 140 - 159 Dan/atau 90 - 99
Hipertensi derajat II 160 - 179 Dan/atau 100 – 109
Hipertensi derajat III ≥ 180 Dan/atau ≥ 110
Hipertensi sistolik ≥ 190 Dan < 90
terisolasi
4. Patofisiologi Hipertensi

Menurut (Nixson, 2018) patofisiologi hipertensi yaitu :

Mekanisme yang mengontrol kontriksi serta relaksasi pembuluh

darah terdapat pada pusat vasomotor pada medula di otak. Dari

vasomotor itu dimulai jaras saraf simpatis yang terus berlanjut ke

bawah korda spinalis lalu keluar dari kolumna medula spinalis ke

ganglia simpatis di thorak serta abdomen. Rangsangan pusat

vasomotor diharapkan pada bentuk stimulus yang terus bergerak

kebawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Di titik

ini, neuron preganglion melepaskan asetikolin yang dapat

merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah.

Dilepaskannya norepineprin akan mengakibatkan kontriksi

pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor. Seseorang

dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin. Disaat

yang bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang

pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar

adrenalpun terangsang mengakibatkan adanya penambahan

aktifitas vasokontriksi. Medula adrenal mensekresi kortisol dan

steroid lainnya, yang bisa memperkuat respon vasokonstriktor


pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan

aliran darah ke ginjal dapat menyebabkan pelepasan renin. Renin

merangsang pembentukan angiotensin I kemudian diubah menjadi

angiotensin II yang menyebabkan adanya suatu vasokonstriktor

yang kuat. Hal ini merangsang sekresi aldosteron oleh korteks

adrenal. Hormon ini juga menyebabkan retensi natrium dan air oleh

tubulus ginjal yang mengakibatkan volume intravaskuler. Semua

faktor itu cenderung bisa menyebabkan hipertensi. Pada lansia,

perubahan struktur dan fungsi di sistem pembuluh perifer

bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi.

Perubahan tersebut seperti aterosklerosis, hilangnya elastisitas

jaringan ikat serta penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh

darah yang dapat menurunkan kemampuan distensi daya regang

pembulu darah. Hal tersebut menyebabkan aorta dan arteri besar

berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah

yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup) sehinnga bisa

terjadi penurunan curah jantung dan peningkatan tekaman perifer.

Adapula kesimpulan tekanan darah arteri yang meningkat ialah

suatu produk hasil dari tahanan perifer serta curah jantung.

Meningkatnya jumlah volume jantung itu dikarenakan oleh adanya

keadaan yang dapat menyebabkan frekuensi jantung, volume

sekuncup ataupun keduanya meningkat. Tahanan perifer bisa juga

meningkat dikarenakan adanya beberapa faktor yang bisa


meningkatkan kekentalan darah atau menurunkan ukuran lumen

pembuluh darah, khususnya terhadap perubahan arteriol,

Hipertensi juga dapat memicu adanya proses aterosklerosis arteri

koronia, menyebabkan jantung bisa mengalami gangguan lebih

lanjut karena adanya penurunan aliran darah kedalam miokardium

sehingga menimbulkan angina pektoris (infark miokard). Hipertensi

juga dapat menyebabkan adanya kerusakan pada pembuluh darah

yang mana bisa mempercepat proses aterosklerosis serta

kerusakan pada organ, gagal ginjal, stroke, dan aneurisma serta

diseksi aorta (Kowalak, 2017).

1) reload : jumlah darah yang mengisi jantung berbanding

langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya

regangan serabut jantung

2) Kontraktilitas : perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi

pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan

panjang serabut jantung dan kadar kalsium

3) Afterload :besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan

untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang

ditimbulkan oleh tekanan arteriole.

Hipertensi yang dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan

perifer. Adapun faktor yang mempengaruhi hipertensi yaitu faktor

renin, angiotensis, dan aldosteron. meningkatnya aktivitas tonus

simpatis, pada tahap pertama hipertensi curah jantung meningkat,


tahanan perifer normal, pada tahap kedua curah jantung normal,

tahanan perifer meningkat dan terjadilah refleks autoregulasi yaitu

mekanisme tubuh untuk dapat mempertahankan keadaan

hemodinamik yang normal. Hipertensi yang sudah lama dan belum

ada penanganan sama sekali dapat berakibat fatal yseperti

merusak pembuluh darah diseluruh tubuh yaitu mata, jantung,

ginjal dan juga otak. Jantung bisa membesar apabila dipaksa

meningkatkan beban kerja pada saat memompa melawan tingginya

tekanan darah pada orang yang menderita hipertensi ( Kowalak,

2017).
4.1 skema Pathway

Hipertensi

Umum Jenis Kelamin Gaya Hidup Obesitas

Elastisitas
Arterios klerosis

Kerusakan Vaskuler Pembuluh Darah

Perubahan Struktur

Penyumbatan Pembuluh Darah

Vasokontriksi

Gangguan Sirkulasi

Otak Ginjal Pembuluh


Darah

Resistensi Suplai O2 Vasokontriksi Sistemik Korone


Pembuluh Otak Pembuluh Darah
Darah Otak Ginjal Vasokontriksi
iskemik Sinkop Miocard
Blood Flow Afterload
Nyeri Gangguan Nyeri Dada
Kepala Pola Tidur
Respon RAA

Rangsang Fatique
Gangguan Aldosteron
Perfusi Perifer
Penurunan
Curah Jantung

Retensi Na Intoleransi
Aktivitas
5. Manifestasi klinik

a. Terdapat adanya peningkatan volume yang terjadi pada

intravaskuler

b. Penimbunan jaringan yang diakibatkan oleh tekanan arteri

dan juga vena yang dapat meningkat dikarenakan terjadinya

curah jantung

c. Pembengkakan pulmonal bisa mengakibatkan adanya

peningkatan pada tekanan vena pulmonalis yang dapat

mnyebabkan cairan mengalir dari kapiler paru menuju

alveoli, ditandai dengan batuk serta nafas pendek.

d. Pembengkakan pada perifer serta penambahan berat badan

yang diakibatkan karena adanya peningkatan tekanan vena

sistemik.

e. Pusing, kekacauan mental (kebingungan), cepat letih,

intoleransi jantung terhadap latihan serta suhu panas,

ekstremitas menjadi dingin, dan oliguria akibat aliran darah

dari jantung sampai ke jaringan dan organ menjadi rendah.


f. Sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan, serta

peningkatan volume intravaskuler akibat tekanan ginjal yang

menurun (pelepasan renin ginjal)

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeeluruh

b. Pemeriksaan retina

c. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan

organ seperti ginjal dan jantung

d. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri

e. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin,darah,glukosa

f. Pemeriksaan : renogram, pielogram intravena arteriogram

renal, pemeriksaan fungsi ginjal terpisah dan penentuan

kadar urin.

g. Foto dada dan CT scan.

7. Penatalaksaan

Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas

dan mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan

dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah

140/90 mmHg. Prinsif pengelolaan penyakit hipertensi yaitu :


a. Terapi tanpa obat

Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk

hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi

sedang dan berat.

b. Diet

Diet yang di anjurkan untuk hipertensi adalah :

1) Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5

gr/hr

2) Diet rendah kolestrol dan rendah asam lemak jenuh

3) Penurunan berat badan

4) Penurunan asupan etanol

5) Menghentikan merokok

6) Diet tinggi kalium

c. Latihan fisik

Latihan fisik atau olahraga yang teratur dan terarah yang

dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olahraga yang

mempunyai empat prinsif yaitu :

1) Macam olahraga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari,

joging, bersepeda, berenang dan lain-lain


2) Intensitas olahraga yang baik antara 60-80% dari

kapasitas aerobik atau 72-87% dari denyut nadimaksimal

yang disebut zona latihan.

3) Lamanya latihan berkisar antara 20-25 menit berada

dalam zona latihan

4) Frekuensi latihan sebaiknya 3x perminggu dan paling baik

5x permingu

d. Edukasi psikologis

Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi

meliputi:

(1) Tehnik Biofeedback

Adalah suatu tehnik yang dipakai untu menunjukkan

pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang

secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal.

(2) Tehnik relaksasi

Adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk

mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara

melatih penderita untuk dapat belajar membuat oto-otot

dalam tubuh menjadi rileks

(3) Pendidikan kesehatan


Tujuan pendidikan kesehatan adalah untuk

meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit

hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat

mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih

lanjut.

D. Konsep Tekanan Darah

1. Pengertian Tekanan Darah

Menurut Muttaqin, (2012) Tekanan darah merupakan salah satu

parameter hemodinamik yang sederhana dan mudah dilakukan

pengukurannya. Tekanan darah menggambarkan situasi

hemodinamik seseorang saat itu. Hemodinamik adalah suatu

keadaan dimana tekanan dan aliran darah dapat mempertahankan

perfusi atau pertukaran zat di jaringan.

Sedangkan LeMone dan Burke, (2008) (Dalam Susianti. 2016)

menjelaskan Tekanan darah diukur dalam satuan milimeter

merkury (mmHg) dan direkam dalam dua angka, yaitu tekanan

sistolik (ketika jantung berdetak) terhadap tekanan diastolik (ketika

jantung relaksasi). Tekanan darah sistolik merupakan jumlah

tekanan terhadap dinding arteri setiap waktu jantung berkontraksi


atau menekan darah keluar dari jantung. Tekanan diastolik

merupakan jumlah tekanan dalam arteri sewaktu jantung

beristirahat. Aksi pompa jantung memberikan tekanan yang

mendorong darah melewati pembuluh-pembuluh. Setiap jantung

berdenyut, darah dipompa keluar dari jantung kedalam pembuluh

darah, yang membawa darah ke seluruh tubuh. Jumlah tekanan

dalam sistem penting untuk mempertahankan pembuluh darah

tetap terbuka.

2. Fisiologi Tekanan darah

Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan resistensi

pembuluh darah perifer (tahanan perifer). Curah jantung

(cardiacoutput) adalah jumlah darah yang dipompakan oleh

ventrikel ke dalam sirkulasi pulmonal dan sirkulasi sistemik dalam

waktu satu menit, normalnya pada dewasa adalah 4-8 liter

(Thahirah Annisa, 2017).

Menurut Dewi, (2012) Cardiac output dipengaruhi oleh volum

sekuncup (stroke volume) dan kecepatan denyut jantung (heart

rate). Resistensi perifer total (tahanan perifer) pada pembuluh

darah dipengaruhi oleh jari-jari arteriol dan viskositas darah. Stroke

volume atau volume sekuncup adalah jumlah darah yang

dipompakan saat ventrikel satu kali berkontraksi normalnya pada


orang dewasa normal yaitu ±70-75 ml atau dapat juga diartikan

sebagai perbedaan antara volume darah dalam ventrikel pada akhir

diastolik dan volume sisa ventrikel pada akhir sistolik. Heart rate

atau denyut jantung adalah jumlah kontraksi ventrikel per menit.

Volume sekuncup dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu volume akhir

diastolik ventrikel, beban akhir ventrikel (afterload) dan kontraktilitas

dari jantung (Thahirah Annisa. 2017).

3. Regulasi Tekanan Darah

pengaturan tekanan darah secara umum dibagi menjadi dua

yaitu pengaturan tekanan darah untuk jangka pendek dan

pengaturan tekanan darah untuk jangka panjang (Annisa, 2017).

a. Pengaturan tekanan darah jangka pendek

1) Sistem Saraf

Menurut Mayuni (2013). Sistem saraf mengontrol

tekanan darah dengan mempengaruhi tahanan pembuluh

darah. Kontrol ini bertujuan untuk mempengaruhi distribusi

darah sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan

bagian tubuh yang spesifik, dan mempertahankan tekanan

arteri rata-rata yang adekuat dengan mempengaruhi


diameter pembuluh darah. Umumnya kontrol sistem saraf

terhadap tekanan darah melibatkan baroreseptor,

kemoreseptor, dan pusat otak tertinggi (hipotalamus dan

serebrum). Begitupun dengan refleks baroreseptor

merupakan sensor utama pendeteksi perubahan tekanan

darah. Setiap perubahan pada tekanan darah rata-rata akan

mencetuskan refleks baroreseptor yang diperantarai secara

otonom. Sistem baroreseptor bekerja sangat cepat untuk

mengkompensasi perubahan tekanan darah. Baroreseptor

yang penting dalam tubuh manusia terdapat di sinus karotis

dan arkus aorta. Baroreseptor secara terus menerus

memberikan informasi mengenai tekanan darah, dan secara

kontinu menghasilkan potensial aksi sebagai respon

terhadap tekanan didalam arteri. Jika tekanan arteri

meningkat, potensial aksi juga akan meningkat sehingga

kecepatan pembentukan potensial aksi di neuron eferen

yang bersangkutan juga ikut meningkat. Begitu juga

sebaliknya, jika terjadi penurunan tekanan darah. Setelah

mendapat informasi bahwa tekanan arteri terlalu tinggi oleh

peningkatan potensial aksi tersebut, pusat kontrol

kardiovaskuler merespon dengan mengurangi aktivitas

simpatis dan meningkatkan aktivitas parasimpatis. Sinyal-

sinyal eferen ini menurunkan kecepatan denyut jantung,


menurunkan volume sekuncup, menimbulkan vasodilatasi

arteriol dan vena serta menurunkan curah jantung dan

resistensi perifer total, sehingga tekanan darah kembali

normal. Begitu juga sebaliknya jika tekanan darah turun

dibawah normal.

2) Kontrol kimia

Kadar oksigen dan karbondioksida membantu proses

pengaturan tekanan darah melalui refleks kemoreseptor.

Beberapa kimia darah juga mempengaruhi tekanan darah

melalui kerja pada otot polos dan pusat vasomotor. Hormon

yang penting dalam pengaturan tekanan darah adalah

hormon yang dikeluarkan oleh medula adrenal (norepinefrin

dan epinefrin), natriuretik atrium, hormon antidiuretik,

angiostensin II, dan nitric oxide.

b. Pengaturan tekanan darah jangka panjang

Organ ginjal memiliki peran penting dalam pengaturan

tekanan darah jangka panjang. Organ ginjal mempertahankan

keseimbangan tekanan darah secara langsung dan secara tidak

langsung. Mekanisme secara langsung dengan meregulasi

volume darah rata-rata 5 liter/menit, sementara secara tidak

langsung dengan melibatkan mekanisme renin angiostesin.

Pada saat tekanan darah menurun, ginjal akan mengeluarkan


enzim renin ke dalam darah yang akan mengubah angiotensin

menjadi angiotensin II yang merupakan vasokontriktor yang

kuat (Mayuni, 2013).

4. Faktor – faktor yang mempengaruhi tekanan darah

Menurut sudoyo (2000) beberapa faktor yang dapat

menyebabkan peningkatan tekanan darah diantaranya adalah

usia, ras, jenis kelamin, stress, medikasi, variasi diural, olah

raga dan hormonal (Susianti, 2016).

a. Usia

Tekanan darah bervariasi sepanjang kehidupan. Menurut

WHO (2007) adanya hubungan yang positif antara umur

dengan tekanan darah disebagian populasi, tekanan darah

sistolik cenderung meningkat pada usia anak-anak, remaja dan

dewasa untuk mencapai nilai rata-rata 140 mmHg. Tekanan

darah diastolik juga cenderung meningkat dengan

bertambahnya usia.

b. Ras

Kajian populasi menunjukkan bahwa tekanan darah pada

masyarakat berkulit hitam lebih tinggi dibandingkan dengan


golongan suku lainnya. Suku atau ras mungkin berpengaruh

pada hubungan antara umur dan tekanan darah.

c. Jenis Kelamin

Menurut Miller (2010) menunjukkan bahwa perubahan

hormonal yang sering terjadi pada wanita menyebabkan wanita

lebih cenderung memiliki tekanan darah tinggi. Hal ini juga

menyebabkan resiko wanita untuk terkena penyakit jantung

menjadi lebih tinggi.

d. Stress

Ansietas, takut, nyeri dan stress emosi mengakibatkan

stimulus simpatis secara berkepanjangan yang berdampak

pada vasokonstriksi,peningkatan curah jantung, tahanan

vaskular perifer dan peningkatan produksi renin. Peningkatan

renin mengaktivasi mekanisme angiotensin dan meningkat kan

skresi aldosteron yang berdampak pada peningkatan tekanan

darah

e. Medikasi

Banyak pengobatan yang secara langsung maupun tidak

langsung mempengaruhi tekanan darah. Beberapa obat

antihipertensi seperti diuretik, penyakit beta

adrenergic,penyekat saluran kalsium, vasodilator dan ACE

inhibitor langsung berpengaruh pada tekanan darah (Muttaqin,

2012)
f. Kemoreseptor

Kemoreseptor yang terletak di arteri karotis dan aorta, yang

berkaitan erat tetapi berbeda dengan baroreseptor, peka

terhadap kadar oksigen rendah atau asam tinggi dalam darah.

Fungsi utama kemoreseptor ini adalah untuk secara rileks

meningkatkan aktivitas pernafasan sehingga lebih banyak

oksigen masuk atau lebih banyak karbondioksida pembentuk

asam yang keluar. Reseptor tersebut juga secara rileks

meningkatkan tekanan darahsengan mengirimkan impuls

eksitatori ke pusat kardiovaskuler.

g. Olah raga

Perubahan mencolok sistem kardiovaskular pada saat

berolahraga,termasuk peningkatan aliran darah otot rangka,

peningkatan bermakna curah jantung, penurunan resistensi

perifer total dan peningkatan sedang tekanan arteri rata-rata

(Muttaqin, 2012).

h. Zat vasoaktif

Zat-zat vasoaktif yang dikeluarkan dari sel endotel mungkin

berperan dalam mengatur tekanan darah. Inhibisi eksperimental

enzim yang mengkatalis NO (Nitric Oxide) menyebabkan

peningkatan cepat tekanan darah. Hal ini mengisyaratkan

bahwa zat kimia ini dalam keadaan normal mungkin

menimbulkan vasodilatasi (Muttaqin, 2012).


i. Natriuretic factors atau Atrial Natriuretic Paptide

Atrial Natriuretic Paptide (ANP) dilepaskan dari miosit atrial

akibat respon dari stimulus reseptor renggang akibat volume

yang berlebihan. Pelepasan ANP mengakibatkan peningkatan

filtrasi glomerolus, eksteri natrium dan air dan vasodilatasi.

Sebagai tambahan, ANP menghambat sekresi renin, aldosteron

dan vasopresssin.Kondisi ini mengakibatkan penurunan tekanan

darah.

E. Konsep Hipnoterapi

1. Pengertian Hipnoterapi

Hipnoterapi merupakan salah satu cabang ilmu psikologi yang

mempelajari pemanfaatan sugesti untuk mengatasi masalah

psikologis yang meliputi pikiran, perasaan dan perilaku. Hipnoterapi

merupakan suatu aplikasi modern dalam teknik kuno yang

mengaplikasikan trance hypnosis. Penerapan hipnoterapi akan

membimbing klien untuk memasuki kondisi trance (relaksasi

pikiran) agar dapat dengan mudah menerima sugesti yang


diberikan oleh hipnoterapis. Dalam kondisi trance, pikiran bawah

sadar klien akan diberikan sugesti positif guna melakukan

penyembuhan gangguan psikologis atau dapat pula digunakan

untuk mengubah pikiran, perilaku, dan perasaan agar menjadi lebih

baik (As’adi, 2011).

Wolman (1983) mendefinisikan hipnoterapi sebagai metode

sugesti tanpa menggunakan alat. Hipnoterapi sebagai sebuah

metode untuk mengubah perilaku melalui perkataan atau bisikan

yang cenderung melibatkan teori-teori psikologi dan konsep klinis

ke dalam terapi tersebut. Hal yang penting untuk diingat dan

ditekankan dalam penggunaan hipnoterapi yaitu bisa terjadi

perbedaan antara proses induksi dengan apa yang ditransfer oleh

hipnoterapis. Hal tersebut berarti hipnoterapi merupakan proses

yang dinamis yang berpusat pada individu (yang dihypnosis) itu

sendiri dan hypnosis memiliki strategi dan taktik induksi yang

secara jelas menunjukkan bahwa individu bisa teripnosis dengan

cara tidak memfungsikan alam sadar selama proses hipnoterapi

dan lebih kepada pengimplementasian keadaan dimana individu

tersebut berkonsentrasi (Ayu Wulandari, 2016).

2. Sejarah Hipnoterapi

Awal peradaban hipnosis modern dimulai dari penelitian secara

ilmiah di Negara barat. Penelitian ini diawali oleh seorang dokter


yang bernama Franz Anton Mesmer (1735-1815), dr. John Elliotson

(1791-1868), dr. James Esdaille (1808-1859), James Braid (1795-

1860). Model hipnosis kuno yang mereka dapatkan bahwa ternyata

manusia memiliki kekuatan pikiran bawah sadar yang luar biasa.

Dengan kekuatan hipnosis ini mereka menggunakannya untuk

praktek anesthesia di bidang kedokteran sebagai pengganti obat

bius. Mereka menemukan formula kata-kata yang mampu

menembus pikiran bawah sadar manusia. Dalam penelitiannya,

mereka menemukan bahwa kekuatan hypnosis bukanlah kepada

aroma mistis yang biasa dilakukan oleh suku-suku terdahulu

melainkan karena adanya struktur pola bahasa efektif yang

membuat seseorang menjadi yakin bahwa yang disampaikan oleh

hipnotis (orang yang melakukan hipnosis) seolah realita sehingga

diterima dengan ikhlas oleh pikiran mereka (Anis Afriani, 2015).

Sementara itu (Setiawan, Toni, Hipnotis dan Hipnoterapi,

Yogyakarta: Garasi, 2009, hlm, 186.) menyatakan hipnoterapi mulai

mengemuka pada pertengahan tahun 1900-an terkait dengan

kemasyhuran dan karier cemerlang Milton H. Erickson (1901-1980).

Erichson adalah seorang psikiater yang berhasil memanfaatkan

hypnosis sebagai sarana praktiknya. Pada 1958, baik American

Medial Association (Asosiasi Medis Amerika) dan American

Psychological Assosiation (Asosiasi Psikologi Amerika) mengakui

terapi tersebut sahih sebagai prosedur medis. Pada 1995, National


Institues of Health merekomendasikan sebagai perawatan bagi

rasa sakit kronis (Anis Afriani, 2015).

3. Manfaat Hipnoterapi

Erickson dan Rossi (1979) mengemukakan bahwa hipnoterapi

bermanfaat untuk mengubah fungsi sensori-perseptual (masalah

nyeri dan kenyamanan), mampu mengatasi rasa sakit, dan

membuat seseorang merasa nyaman, mampu mengatasi penyakit

somatik berupa trauma akibat kecelakaan fisik, operasi, kanker dan

sebagainya, mampu mengatasi masalah psikosomatik berupa

kecemasan, mengatasi masalah trauma dan mengatasi phobia.

As’adi (2011) mengemukakan bahwa hipnoterapi telah

diperkenalkan pertama kali sejak tahun 1734-1815 dengan tujuan

untuk penyembuhan psikoterapi, upaya rehabilitasi, mencegah

timbulnya berbagai gangguan kesehatan, dan digunakan dalam

upaya peningkatan taraf kesehatan (Ayu Wulandari, 2016).

Menurut As’adi (2011) teknik hypnosis telah menjadi alternative

yang digunakan untuk pengobatan selama masa perang dunia II.

Pengobatan ini diberikan kapada korban perang untuk mengurangi

rasa sakit, mengobati gangguan neurosis, dan pengalaman

traumatic yang mengganggu. As’adi (2011) mengemukakan bahwa

teknik hipnoterapi sudah sangat berkembang di Indonesia, bahkan

beberapa perguruan tinggi telah memasukkan hipnoterapi sebagai


kurikulum resmi bagi mahasiswa sebab manfaat dari hipnoterapi

sangatlah banyak. Berdasarkan pemapaan diatas terdapat begitu

banyak manfaat yang dapat diperoleh dari hipnoterapi mulai dari

masalah kejiawaan hingga gangguan kesehatan (Ayu Wulandari,

2016).

Menurut American Psichological Association (APA), Dictionary

of Psychology (2007), bukti-bukti ilmiah menunjukkan hipnoterapi

dapat mengatasi hipertensi, asma, insomnia, manajemen rasa nyeri

akut maupun kronis, anorexia, nervosa, makan berlebih, merokok,

dan gangguan kepribadian (Prasetya, 2013).

4. Cara Kerja Hipnoterapi

Kesadaran manusia dalam hipnosis. Manusia dikarunia Allah

ta’ala dua pikiran yaitu pikiran sadar atau rasional dan pikiran

bawah sadar atau irasional. Seseorang yang berpikir terus menerus

tentang suatu hal di pikiran sadar lama-lama akan tersimpan dalam

alam bawah sadar. Pikiran bawah sadar adalah tempat emosi dan

pikiran yang mencipta, jika seseorang menanamkan pikiran positif

dalam dirinya maka akan menuai hasil yang positif, namun kalau

negative maka akan menuai hasil yang negatif. Serta sifat pikiran
bawah sadar adalah tidak pernah memilih milih, dan tidak pernah

menolak apa yang ditanamkan, sekali seseorang menerima maka

hal itu akan diwujudkan. Pikiran sadar manusia adalah gerbang dari

pikiran bawah sadarnya. Sebelum sesuatu masuk dalam alam

bawah sadar maka terlebih dahulu melalui seleksi alam sadarnya

(Anis Afriani, 2015).

Hypnosis memanfaatkan batin bawah sadar atau biasa disebut

batin subluminal dari manusia. Sigmund Freud sering

menggunakan istilah “id “yaitu hasrat bawah sadar yang melandasi

tingkah laku manusia. Batin bawah sadar bersifat kekanak

kanakan. Seseorang yang berada dibawah pengaruh Hypnosis

(biasanya disebut suyet) akan mengikuti perintah secara otomatis

menurut arti kata demi kata. Biasanya Hypnosis sangat efektif pada

saat situasi yang sangat ekstrem dan mendadak (Anis Afriani,

2015).

5. Tahap Hipnoterapi

Menurut Wong, Andri dan Setiawan (2009), kondisi hipnoterapi

dapat dicapai dalam beberapa proses ( Beta Sugiarso, 2013) yaitu :

a. Pre-Induction (Interview)

Pada tahap awal, hipnoterapis dan klien untuk pertama

kalinya bertemu. Setelah klien mengisi formulir mengenai data

dirinya, hipnoterapis membuka percakapan (rapport) untuk


membangun kepercayaan klien, menghilangkan rasa takut

terhadap hypnosis atau hipnoterapi, menjelaskan mengenai

hipnoterapi, dan menjawab semua pertanyaan yang klien

ajukan. Sebelumnya, hipnoterapis harus dapat mengenali

aspek-aspek psikologis dari klien, antara lain hal yang diminati

dan tidak diminati, apa yang diketahui klien terhadap hipnosis,

dan seterusnya. Pre-Induction merupakan tahapan yang sangat

penting.Seringkali kegagalan proses hipnoterapi diawali dari

proses Pre Induction yang tidak tepat.

b. Suggestibility Test

Fungsi dari uji sugestibilitas adalah untuk menentukan

apakah klien termasuk ke dalam golongan orang yang mudah

menerima sugesti atau tidak. Selain itu, uji sugestibilitas juga

berfungsi sebagai pemanasan dan juga untuk menghilangkan

rasa takut terhadap proses hipnoterapi. Uji sugestibilitas juga

membantu hipnoterapis untuk menentukan teknik induksi mana

yang terbaik bagi klien.

c. Induction

Induksi adalah cara yang digunakan oleh seorang

hipnoterapis untuk membawa pikiran klien berpindah dari

pikiran sadar (conscious) menuju pikiran bawah sadar

(subconscious), dengan menembus apa yang dikenal dengan


Critical Area. Saat tubuh rileks, pikiran juga menjadi rileks.

Maka selanjutnya frekuensi gelombang otak dari klien akan

turun dari Beta, Alpha, lalu Theta. Semakin turun gelombang

otak, klien akan menjadi semakin rileks, sehingga klien berada

dalam kondisi trance. Inilah yang dinamakan dengan kondisi

terhipnosis. Hipnoterapis akan mengetahui kedalaman trance

klien dengan melakukan Depth Level Test (tingkat kedalaman

trance klien).

d. Deepening (Pendalaman Trance)

Bila diperlukan, hipnoterapis akan membawa klien ke trance

yang lebih dalam. Proses ini dinamakan deepening.

e. Suggestions / Sugesti

Post Hypnotic Suggestion adalah salah satu komponen

terpenting dalam tahapan hipnoterapi. Pada saat klien masih

berada dalam trance, hipnoterapis juga akan memberi Post

Hypnotic Suggestion, yaitu sugesti yang diberikan kepada klien

pada saat proses hipnotis masih berlangsung dan diharapkan

terekam terus oleh pikiran bawah sadar klien, meskipun klien

telah keluar dari proses hipnosis.

f. Termination

Termination merupakan tahapan terakhir dari hipnoterapi.

Pada tahap ini, hipnoterapis secara perlahan-lahan akan


membangunkan klien dari “tidur” hipnosisnya dan

membawanya menuju keadaan yang sepenuhnya sadar.

Anda mungkin juga menyukai