KELOMPOK III :
1. Indah Omega
2. Juhaya Eningsih
3. Karmilah
4. Kartini
5. Lesty Herlina Natalia
6. Lina Sartika Sinaga
7. Louisa Treisya
8. Mariska Permata Sari
1
email: stikes_abdinusantara@yahoo.com
2
LEMBAR PEMBIMBING
Kegiatan Praktek Profesi Ners Stase Keperawatan Jiwa dengan judul ASUHAN
KEPERAWATAN JIWA HALUSINASI PENDENGARAN PADA Tn.H DENGAN
SKIZOFRENIA PARANOID DI RUANG RAWAT INAP RS JIWA ISLAM KLENDER ini telah
dibimbing oleh dosen pembimbing Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Abdi Nusantara Jakarta.
3
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga kegiatan praktek profesi ners Stase Keperawatan Jiwa
dapat diselesaikan dengan judul ASUHAN KEPERAWATAN JIWA HALUSINASI
PENDENGARAN PADA Tn.S DENGAN SKIZOFRENIA DI RUANG RAWAT INAP RS
JIWA ISLAM KLENDER telah dibimbing oleh dosen pembimbing STIKes Abdi Nusantara
Jakarta sebagai salah satu syarat dalam memenuhi kegiatan praktek profesi ners
semester genap di Program Studi Profesi Ners STIKes Abdi Nusantara Jakarta.
Dalam penyusunan kegiatan parktek profesi ners ini banyak mendapatkan bimbingan
dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penyusun menyampaikan penghargaan dan
ucapan terima kasih kepada :
1. Ibu Lia Idealistiana, SKM.,SST.,MARS sebagai Ketua STIKes Abdi Nusantara Jakarta
2. Ibu Rahayu Khairiyah, M.Keb sebagai Waket I Bid akademik STIKes Abdi Nusantara
Jakarta
3. Mas Ns. Abdul Khamid, M.Kep sebagai Pj. Pendidikan Profesi Ners STIKes Abdi Nusantara
Jakarta
4. Mas Ns. Mahyar Suara., S.Kep.,M.Kes sebagai Koordinator M.A Keperawatan Jiwa STIKes
Abdi Nusantara Jakarta
5. Ibu Ns. Isnaeni, S.Kep.,MKM selaku CI RSJI Klender yang telah membantu dan
membimbing selama pratek.
6. Rekan-rekan dan mahasiswa kelompok 5 stase Keperawatan Jiwa yang selalu kompak
4
DAFTAR ISI
a. Definisi …………………………………………………… 7
b. Jenis Halusinasi …………………………………………………… 7
c. Etiologi …………………………………………………… 8
d. Rentang Respon Neurologi ……………………………………………. 9
e. Tahapan Proses Terjadinya Halusinasi ……………………………... 12
f. Mekanisme Koping ………………………………………………….. 14
Definisi ………………………………………………….. 14
a. Pengakajian …………………………………………………. 15
b. Pohon Masalah …………………………………………………. 17
c. Diagnose Keperawatan ………………………………………………. 18
d. Intervensi Keperawatan ………………………………………………. 18
e. Tindakan Keperawatan ………………………………………………. 19
f. Evaluasi ………………………………………………… 20
Lampiran ………………………………………………… 41
6
DAFTAR LAMPIRAN
7
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh pasien
gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan, pengecapan,
perabaan, atau penghiduaan tanpa adanya stimulus yang nyata (Keliat, 2014).
Halusinasi adalah gangguan persepsi tentang suatu objek atau gambaran dan pikiran yang
sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem
penginderaan (Dalami, Ermawati dkk 2014).
b. Jenis-Jenis Halusinasi
8
Stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambar, orang atau panorama
yang luas dan kompleks, bisa yang menyenangkan atau menakutkan. Perilaku yang
muncul adalah tatapan mata pada tempat tertentu, menunjuk ke arah tertentu, ketakutan
pada objek yang dilihat.
Tercium bau busuk, amis, dan bau yang menjijikan, seperti bau darah, urine atau feses
atau bau harum seperti parfum. Perilaku yang muncul adalah ekspresi wajah seperti
mencium dengan gerakan cuping hidung, mengarahkan hidung pada tempat tertentu,
menutup hidung.
Merasa mengecap sesuatu yang busuk, amis dan menjijikan, seperti rasa darah, urine
atau feses. Perilaku yang muncul adalah seperti mengecap, mulut seperti gerakan
mengunyah sesuatu, sering meludah, muntah.
Mengalami rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat, seperti merasakan
sensasi listrik dari tanah, benda mati atau orang. Merasakan ada yang menggerayangi
tubuh seperti tangan, binatang kecil dan makhluk halus. Perilaku yang muncul adalah
mengusap, menggaruk-garuk atau meraba-raba permukaan kulit, terlihat menggerakkan
badan seperti merasakan sesuatu rabaan.
6. Halusinasi sinestetik
Merasakan fungsi tubuh, seperti darah mengalir melalui vena dan arteri, makanan dicerna
atau pembentukan urine, perasaan tubuhnya melayang di atas permukaan bumi. Perilaku
yang muncul adalah klien terlihat menatap tubuhnya sendiri dan terlihat seperti
merasakan sesuatu yang aneh tentang tubuhnya.
c. Etiologi
1) Faktor predisposisi
1. Faktor perkembangan
9
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan
keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang
percaya diri dan lebih rentah terhadap stress.
2. Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima dilingkungannya sejak bayi akan merasa
disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
3. Faktor biologis
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stres yang berlebihan
dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusinogenik neurokimia. Akibat stres berkepanjangan jangan menyebabkan
teraktivitasnya neurotransmitter otak.
4. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam
mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan
sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua skizofrenia
cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukan hubungan yang sangat
berpengaruh pada penyakit ini.
2) Faktor presipitasi
1. Perilaku
Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak aman,
gelisah, bingung, perilaku menarik diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil
keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan yang nyata dan tidak nyata.
10
atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spritual. Sehingga halusinasi dapat dilihat dari
lima dimensi yaitu :
a) Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa,
penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk
tidur dalam waktu yang sama.
b) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi merupakan
penyebab halusinasi itu terjadi, isi daari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan
menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi
tersebut klien berbuat sesuatu terhadap kekuatan tersebut.
c) Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi merupakan
usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan satu hal
yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat menagmabil seluruh perhatian klien dan
jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
d) Dimensi social
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dari fase awal dan comforting klien
menganggap bahwa hidup bersosialisasi dialam nyata sangat membahayakan. Klien asik
dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan
akan interaksi sosial, contoh diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata.
Isi halusinasi dijadikan ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung keperawatan
klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman
interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan klien tidak menyendiri sehingga
klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
e) Dimensi spritual
Secara spritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas, tidak bermakna,
hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spritual untuk menyucikan diri,
irama sirkardiannya terganggu, karena ia sering tidur larut malam dan bangun sangat
siang. Saat terbangun terasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya. Ia sering memaki
11
takdir tetapi lemah dalam upaya memjemput rezeki, menyalahkan lingkungan dan orang
lain yang menyebabkan takdirnya memburuk.
sosial kurang
Perilaku ganjil
Menarik diri
Keterangan :
1). Respon adaptif adalah respon yang yang dapat diterima oleh norma-norma sosial budaya
yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu
masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut.
3). Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang menyimpang
dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan, adapun respon maladaptif ini meliputi :
Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak
diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial.
Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang tidak
realita atau tidak ada.
Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak teratur.
Isolasi sosial adalah kondisi sendirian yang dialami oleh individu dan diterima sebagai
ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan yang negatif mengancam.
e. Tahapan Proses Terjadinya Halusinasi
Menurut Yosep (2010) dan Trimeilia (2011) tahapan halusinasi ada lima fase yaitu:
Klien merasa banyak masalah, ingin menghindar dari lingkungan, takut diketahui orang
lain bahwa dirinya banyak masalah. Masalah makin terasa sulit karena berbagai stressor
terakumulasi, misalnya kekasih hamil, terlibat narkoba, dikhianati kekasih, masalah di
kampus, di drop out, dst. Masalah terasa menekan karena terakumulasi sedangkan
support sistem kurang dan persepsi terhadap masalah sangat buruk. Sulit tidur
berlangung terus-menerus sehingga terbiasa menghayal. Klien menganggap lamunan-
lamunan awal tersebut sebagai pemecahan masalah.
13
2) Stage II (Comforting Moderate Level of Anxiety)
Klien mengalami emosi yang berlanjut, seperti adanya perasaan cemas, kesepian,
perasaan berdosa, ketakutan dan mencoba untuk memusatkan pemikiran pada timbulnya
kecemasan. Ia beranggapan bahwa pengalaman pikiran dan sensorinya dapat ia kontrol
bila kecemasannya diatur, dalam tahapan ini ada kecenderungan klien merasa nyaman
dengan halusinasinya. Perilaku yang muncul biasanya dalah menyeringai atau tertawa
yang tidak sesuai, menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara, gerakan mata
cepat, respon verbal lamban, diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan.
3) Stage III (Condemning Severe Level of Anxiety) Secara umum halusinasi sering
mendatangi klien. Karakteristik :
Pengalaman sensori klien menjadi sering datang dan mengalami bias. Klien mulai merasa
tidak mampu mengontrolnya dan mulai berupaya untuk menjaga jarak antara dirinya
dengan objek yang dipersepsikan klien. Klien mungkin merasa malu karena pengalaman
sensorinya tersebut dan menarik diri dari orang lain dengan intensitas watu yang lama.
Perilaku yang muncul adalah terjadinya peningkatan sistem syaraf otonom yang
menunjukkan ansietas atau kecemasan, seperti : pernafasan meningkat, tekanan darah
dan denyut nadi menurun, konsentrasi menurun.
4) Stage IV (Controling Severe Level of Anxiety)
Fungsi sensori menjadi tidak relevan dengan kenyataan. Karakteristik :
Klien mencoba melawan suara-suara atau sensori abnormal yang datang. Klien dapat
merasakan kesepian bila halusinasinya berakhir. Dari sinilah dimulai fase gangguan
psikotik. Perilaku yang biasanya muncul yaitu individu cenderung mengikuti petunjuk
sesuai isi halusinasi, kesulitan berhubungan dengan orang lain, rentang perhatian hanya
beberapa detik/menit.
5) Stage V (Concuering Panic Level of Anxiety)
14
berat. Perilaku yang muncul adalah perilaku menyerang, risiko bunuh diri atau
membunuh, dan kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi (amuk, agitasi, menarik
diri).
f. Mekanisme Koping
Menurut Dalami dkk (2014) mekanisme koping adalah perilaku yang mewakili upaya untuk
melindungi diri sendiri dari pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon
neurobiologi maladaptif meliputi:
1. Regresi, menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku kembali seperti apa
perilaku perkembangan anak atau berhubungan dengan masalah proses informasi dan
upaya untuk menanggulangi ansietas.
2. Proyeksi, keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi pada orang lain
karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai upaya untuk menjelaskan
kerancuan persepsi).
3. Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun psikologis, reaksi
fisik yaitu individu pergi atau lari menghindari sumber stressor, misalnya menjauhi polusi,
sumber infeksi, gas beracun dan lain-lain. Sedangkan reaksi psikologis individu
menunjukan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut dan
bermusuhan.
B. Konsep Keperawatan Jiwa Keluarga
a. Definisi Keperawatan Jiwa Keluarga
Keperawatan jiwa keluarga adalah sebuah rangkaian proses keperawatan yang diberikan
kepada pasien dengan melibatkan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit.
Proses ini dimulai dari pengkajian hingga evaluasi untuk memperbaiki dan meningkatkan
masalah kesehatan jiwa serta menggunakan komunikasi terapeutik untuk menunjukan
hubungan interpersonal yang baik pada pasien dan keluarga dengan masalah halusinasi
pendengaran.
15
Asuhan keperawatan jiwa terintegrasi dengan keluarga pada klien gangguan persepsi
sensori halusinasi pendengaran adalah seluruh rangkaian proses keperawatan yang
diberikan kepada pasien dengan melibatkan keluarga dalam merawat anggota keluarga
yang sakit. Dimulai dari pengkajian sampai evaluasi untuk memperbaiki, meningkatkan,
mencegah, mempertahankan, dan memulihkan masalah kesehatan jiwa gangguan persepsi
halusinasi pendengaran serta penggunaan komunikasi terapeutik untuk menunjukan
hubungan interpersonal yang baik pada klien halusinasi pendengaran.
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan (Direja,
2011). Tujuan pengkajian adalah mengumpulkan, mengorganisasikan dan mencatat data-
data yang menjelaskan respon tubuh manusia yang diakibatkan oleh masalah kesehatan
(Ali, 2009).
Kegiatan utama dalam tahap pengkajian ini adalah pengumpulan data, pengelompokan
data, dan analisis data guna perumusan diagnosis keperawatan. Metode yang digunakan
dalam pengumpulan data adalah wawancara, observasi, pemeriksaan fisik serta studi
dokumentasi (Asmadi, 2008). Data yang dikumpulkan merupakan data pasien secara
holistik, meliputi aspek biologis, psikologis, sosial dan spiritual yang kemudian yang akan
dikelompokkan kembali menjadi menjadi data subjektif dan data objektif (Direja, 2011).
Menurut Keliat (2012), data objektif yaitu data yang dapat secara nyata melalui observasi
atau pemeriksaan langsung oleh perawat. Sedangkan data subjektif yaitu data yang
disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarganya. Data ini didapat melalui wawancara
perawat kepada klien dan keluarganya.
Stuart dan Sundeen dalam Yusuf dkk (2015) menyebutkan bahwa faktor predisposisi, faktor
presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping, dan kemampuan koping yang
16
dimiliki pasien adalah aspek yang harus digali selama proses pengkajian. Menurut Yusuf,
dkk (2015), pengkajian pada pasien dengan halusinasi terdiri dari:
a) Faktor predisposisi
Faktor perkembangan
Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis, serta peran ganda atau peran yang
bertentangan dapat menimbulkan ansietas berat berakhir dengan pengingkaran terhadap
kenyataan, sehingga terjadi halusinasi.
Faktor biologis
Struktur otak yang abnormal ditemukan pada pasien gangguan orientasi realitas, serta
dapat ditemukan atropik otak, pembesaran ventikal, perubahan besar, serta bentuk sel
kortikal dan limbik.
Faktor genetik
b) Faktor presipitasi
17
Stress dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas keluarga,
perpisahan dengan orang yang penting atau diasingkan dari kelompok dapat
menimbulkan halusinasi.
Faktor biokimia
Berbagai penelitian tentang dopamin, norepinetrin, indolamin, serta zat halusigenik diduga
berkaitan dengan gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi.
Psikologis
Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan
mengatasi masalah memungkinkan berkembangnya gangguan orientasi realitas. Pasien
mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan.
Perilaku
Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan orientasi realitas berkaitan
dengan perubahan proses pikir, afektif persepsi, motorik, dan sosial.
b. Pohon Masalah
Pasien biasanya memiliki lebih dari satu masalah keperawatan. Sejumlah masalah
pasien akan saling berhubungan dan dapat digambarkan sebagai pohon masalah (Yusuf
dkk. 2015). Untuk membuat pohon masalah, minimal harus ada tiga masalah yang
berkedudukan sebagai penyebab (causa), masalah utama (core problem), dan akibat
(effect). Menurut Damaiyanti (2014), pohon masalah pada pasien halusinasi adalah
sebagai berikut :
Effect
Core Problem
18
Isolasi Sosial
Causa
c. Diagnosa keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon aktual atau potensial dari
individu, keluarga, atau masyarakat terhadap masalah
Rumusan diagnosis keperawatan jiwa mengacu pada pohon masalah yang sudah dibuat.
Menurut Dalami dkk (2014), diagnosa keperawatan klien dengan halusinasi pendengaran
adalah sebagai berikut:
19
Untuk membuat rencana tindakan pada pasien gangguan jiwa, mahasiswa disarankan
membuat Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan (LPSP),yang berisi tentang
proses keperawatan dan strategi pelaksanaan tindakan yang direncanakan (Yusuf dkk.
2015).
Laporan pendahuluan ditulis mulai dari pengertian, rentang respon, faktor predisposisi,
faktor presipitasi, menifestasi klinis, mekanisme koping, sumber koping, pengkajian
umum, pohon masalah, diagnosa keperawatan, dan fokus intervensi. Sedangkan LPSP
adalah uraian singkat tentang satu masalah yang ditemukan, terdiri dari kondisi pasien,
masalah keperawatan pasien, tujuan, tindakan dan strategi pelaksanaan (Yusuf, dkk.
2015).
e. Tindakan Keperawatan
Keluarga perlu diberi penjelasan tentang bagaimana penanganan klien yang mengalami
halusinasi sesuai dengan kemampuan keluarga. Hal ini penting karena keluarga adalah
sebuah system dimana klien berasal dan halusinasi sebagai salah satu gejala psikosis dapat
20
berlangsung lama (kronis) sehingga keluarga perlu mengetahu cara Perawatan klien
halusinasi dirumah.
Dalam mengendalikan halusinasi diberikan psikofarmaka oleh tim medis sehingga
Perawat juga perlu memfasilitasi klien untuk dapat menggunakan obat secara tepat. Prinsip
lima benar harus menjadi focus utama dalam pemberian obat.
f. Evaluasi
1) Apakah klien dapat mengenal halusinasinya, yaitu isi halusinasi, situasi, waktu dan
frekuensi munculnya halusinasi
2) Apakah klien dapat mengungkapkan perasaannya ketika halusinasi muncul.
3) Apakah klien dapat mengontrol halusinasi dengan menggunakan empat cara baru,
yaitu menghardik, menemui orang lain dan bercakap-cakap, melaksanakan aktivitas
terjadwal dan patuh minum obat.
4) Apakah keluarga dapat mengetahui pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang dialami
pasien, tanda dan gejala halusinasi, dan cara–cara merawat pasien halusinasi.
5) Apakah keluarga dapat merawat pasien langsung dihadapan pasien.
Apakah keluarga dapat membuat perencanaan follow up dan rujukan pasien.
21
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS KLIEN
Inisial : Tn. S
Tanggal Pengkajian : 02 Februari 2021
Umur : 38 tahun
RM No. : 018489
Informan : Pasien dan Penanggung Jawab Ruangan
II. ALASAN MASUK
Data yang di dapat dari rekam medis pasien masuk RS pada tanggal 27 Januari 2021, Pasien
masuk dengan alasan pasien marah-marah sama ibunya sampai memukul ibunya, tidak mau
minum obat dan mendengarkan bisikan-bisikan 2 hari SMRS
Data pengkajian dengan pasien mengatakan saat ini hanya lemas selebihnya pasien tidak bisa
dikaji secara lengkap karena posisi pasien sedang tidak stabil).
Aniaya seksual
Pelaku/Usia Korban/Usia Saksi/Usia
Penolakan
22
Kekerasan dalam keluarga
Tindakan kriminal
Jelaskan No. 1, 2,3 : pasien sebelumnya pernah mengalami gangguan jiwa pada tahun
2012 dan sudah pernah dilakukan pengobatan rawat jalan sebelumnya tetapi tidak berhasil.
Pasien pernah menjadi korban pembulian oleh teman SMP nya dengan dilcekokin narkoba jenis
ganja oleh temanya. Pasien tidak pernah menerima pelecehan/tindakan seksual, tidak pernah
terjadi penolakn dalam keluarga dan tidak pernah melakukan tindakan kriminal.
Masalah Keperawatan : Harga diri rendah dan regimen pengobatan tidak efektif
IV.PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda vital : TD :114/88 mmHg N :108x/i S: 36 o C
2. Ukur : TB : 170 cm BB: 65 kg
V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
23
Tn.S
: Laki – laki
: Perempuan
: Menikah
: Tinggal serumah
Jelaskan : pasien tinggal serumah dengan ayah dan ibunya. Pasien adalah anak ke-
2 dari 2 bersaudara dari orang tuanya
Masalah keperawatan : tidak ditemukan masalah keperawatan
2. Konsep diri
a. Gambaran diri : Tidak ditemukan saat pengkajian
b. Identitas : Pasien menyadari dia seorang laki – laki, berusia 38 tahun
pernah menikah.
c. Peran : Pasien adalah anak kedua dari orang tuanya, yang seharusnya
bekerja untuk membantu keluarganya. Tapi selama sakit pasien
hanya melakukan kegiatan yang ada di rumah sakit sebagai
pasien.
d. Ideal diri : Pasien ingin segera kembali kerumah bersama orang tua.
e. Harga diri : Hubungan pasien dengan orang tuanya tidak baik terutama
kepada ibunya, pasien suka marah-marah dan sempat memukul
ibunya.
Masalah Keperawatan : Perilaku kekerasan
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti : Tidak dapat dikaji
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat : pasien selalu menjaga jarak dan
merasa gelisa jika berhubungan dengan tetangga/masyarakat sekitar
24
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : karena pasien merasa ada
kegelisahan yang tidak mampu diutarakan
Masalah keperawatan : isolasi sosial
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan : Pasien beragama Kristen
b. Kegiatan Ibadah : Tidak didapat informasi dari pasien
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah keperawatan
VI.STATUS MENTAL
1. Penampilan
Tidak rapih Penggunaan pakaian Cara berpakaian
Tidak sesuai seperti biasanya
Jelaskan : pasien berpenampilan cukup rapi, rambut pendek, berpakaian seperti biasa
memakai seragam rumah sakit
Masalah Keperawatan : tidak ditemukan masalah keperawatan
2. Pembicaraan
Cepat Keras Gagap Inkoheren
Apatis Lambat Membisu Tidak mampu menilai pembicaraan
Jelaskan : saat dilakukan pengkajian pasien berbicara cukup keras, cepat dan tidak
mampu menilai pembicaran dengan baik
Masalah Keperawatan : resiko perilaku kekerasan
3. Aktivitas Motorik :
Lesu Tegang Gelisah Agitasi
Tik Grimasen Tremor Kompulsif
Jelaskan : saat percakapan dilakukan pasien tampak tegang menjawab pertanyaan yang
diajukan dan tampak gelisah melihat kanan kiri
Masalah Keperawatan : resiko perilaku kekerasan
4. Alam Perasaan
Sedih Ketakukan Putus asa Khawatir
Gembira
Berlebihan
Jelaskan : pasien merasa ketakutan dan gelisah setiap jika mendengar bisikan itu
Masalah Keperawatan : Halusinasi pendengaran
25
5. Afek
Datar Tumpul Labil Tidak sesuai
Jelaskan : selama wawancara kontak mata pasien kurang karena kadang melirik dan
menengok ke arah lain
Masalah Keperawatan : isolasi sosial
7. Persepsi
Pendengaran Penglihatan Perabaan
Pengecapan Penciuman
Jelaskan : persepsi pendengaran pasien terganggu karena sering mendengarkan suara
bisikan – bisikan
Masalah Keperawatan : Halusinasi pendengaran
8. Proses Pikir
Sirkumtansial Tangensial Kehilangan asosiasi
Flight of idea Blocking Pengulangan pembicaraan/persevarasi
Jelaskan : saat wawancara pasien selalu mengulang pembicaraan dan jawaban tidak
sesuai dengan pertanyaan
Masalah Keperawatan : Isolasi sosial
9. Isi Pikir
Obsesi Fobia Hipokondria
Depersonalisasi Ide yang terkait Pikiran magis
26
10. Tingkat kesadaran
Bingung Sedasi Stupor
Disorientasi
Waktu Tempat Orang
Jelaskan : saat wawancara pasien masih tampak bingung dan gelisah dan untuk orientasi
waktu, tempat, dan orang cukup jelas
Masalah Keperawatan : tidak ditemukan masalah keperawatan
11. Memori
Gangguan daya ingat Gangguan daya ingat
jangka panjang jangka pendek
Jelaskan :
Masalah Keperawatan : tidak ditemukan masalah keperawatan
Jelaskan :
Masalah Keperawatan : tidak ditemukan masalah keperawatan
Jelaskan :
Masalah Keperawatan : tidak ditemukan masalah keperawatan
3. Mandi
Bantuan minimal Bantuan total
4. Berpakaian/berhias
Bantuan minimal Bantuan total
5. Istirahat dan tidur
Tidur siang lama : tidak dapat dikaji
Tidur malam lama : tidak dapat dikaji
Kegiatan sebelum / sesudah tidur : tidak dapat dikaji
6. Penggunaan obat
Bantuan minimal Bantuan total
7. Pemeliharaan Kesehatan
Perawatan lanjutan Ya Tidak
Perawatan pendukung Ya Tidak
Jelaskan : __________________________________________________
Masalah Keperawatan : belum tergali
28
VIII. MEKANISME KOPING
Adaptif Maladaptif
Bicara dengan orang lain Minum alkohol
Koping Obat-obatan
Lainnya __________________________________________________
1 DS :
Pasien mengatakan suka
mendengar bisikan-
bisikan yang tidak
berwujud dan waktunya GSP : Halusinasi
tidak menetap
Pendengaran
DO :
Pasien tampak berbicara
sendiri
Pasien tampak
menyendiri
2 DS :
Pasien mengatakan tidak
perna ikut kegiatan
kelompok di masyarakat.
Pasien mengatakan Isolasi sosial ; Menarik diri
jarang berinteraksi
dengan lingkungan
dengan alasan gelisah
30
jika berhubungan dengan
orang lain
DO:
Pasien tampak
menyendiri
3 DS:
Pasien mengatakan
sebelum nya pernah
dirawat di RSJK namun
sudah berobat jalan dari Penatalaksanaan regiment
tahun 2012
terapeutik in efektif
DO :
31
Pohon masalah
Perilaku Kekerasan
Halusinasi pendengaran
32
33
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
KESEHATAN JIWA DI UNIT RAWAT INAP RUMAH SAKIT JIWA
34
6. Tunjukan sikap empati
dan menerima apa
adanya keadaan klien
7. Beri perhatian pada klien
dan perhatian kebutuhan
dasar klien
2. Klien dapat
mengenal 2. klien dapat 1. adakan kontak yang Agar mengerti
halusinasi membedakan hal sering dan singkat secara halusinasi yang
yang nyata dan tidak bertahap dirasakan pasien
nyata 2. observasi tingkah laku Agar mengetahui
verbal yang berhubungan tentang isi, waktu,
dengan halusinasi frekuensi, situasi, dan
3. gambarkan tingkah laku kondisi yang
halusinasi pada klien. Apa menimbulkan
yang klien dengar halusinasi
3. Klien dapat
mengontrol 3. klien dapat 1. mengidentifikasi bersama Agar pasien dapat
halusinasi menyebutkan klien tindakan apa yang mengontrol
tindakan yang biasa dilakukan bila sedang halusinasi dengan
35
dilakukan bila berhalusinasi cara menghardik
sedang 2. beri pujian terhadap halusinasi yang
berhalusinasi ungkapan klien tentang dirasakan
tindakannya
4. Klien dapat
memanfaatkan 4. klien dapat minum 1. diskusikan dengan klien Agar meningkatkan
obat untuk obat secara teratur tentang obat untuk semangat dan harga
mengontrol sesuai aturan dan mengontrol halusinasi diri pasien
halusinasi indikasi 2. bantu untuk memastikan
klien telah minum obat
secara teratur untuk
mengontrol halusinasi
36
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA
DI UNIT RAWAT INAP RUMAH SAKIT JIWA
IMPLEMENTASI
DIAGNOSIS TINDAKAN EVALUASI
KEPERAWATAN
SP 1
Halusinasi 1. Bina hubungan saling
pendengaran DS : pasien menjawab salam
percaya
DO : pasien terlihat tidak
a. Memberi salam tertutup dan mau diajak
komunikasi
kepada pasien
b. Memperkenalkan
DS : pasien mendengarkan
nama, nama DO: pasien terlihat
memperhatikan
panggilan perawat,
dan tujuan perawat
berkenalan
DS : pasien mengatakan
“panggil Hari aja sus”
c. Menanyakan dan
DO : pasien kooperatif terlihat
memanggil nama bahagia saat dipanggil
namanya
kesukaan pasien
DS : pasien menjawab “ya kalo
malam saya selalu dengar
d. Menanyakan
suara yang menyuruh
perasaan dan kesurupan dan masuk rumah
sakit aja”
masalah yang
DO : pasien terlihat terbuka,
dihadapi pasien dan mau bercerita tantang
masalah hidupnya
37
dirasakan
DS : pasien mengatakan
kadang mendengar bisikan
g. Menanyakan pada seperti “kamu kesurupan aja
masuk rumah sakit aja”
pasien tentang isi,
DO : pasien terlihat percaya
waktu, frekuensi, dengan bisikan yang di dengar
situasi, dan kondisi
yang menimbulkan
halusinasi
SP 1
a. Mengajarkan pasien DS : pasien mengatakan iya
mengontrol halusinasi mbak bisa
dengan cara DO : pasien terlihat
menghardik halusinasi memperhatikan saat diajari cara
menghardik
38
EVALUASI TINDAKAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA
DI UNIT RAWAT INAP RUMAH SAKIT JIWA
Halusinasi
pendengaran S:
Pasien memperkenalkan nama,
umur, dan alamatnya
Pasien mengatakan mendengar
suara bisikan
O:
Pasien tampak bingung
Afek Datar
A:
Bina hubungan saling percaya
dengan pasien tercapai
Identifikasi penyebab halusinasi
pendengaran tercapai
P:
Ajarkan pasien mengontrol
halusinasi dengan cara pertama,
menghardik halusinasi
Berikan pujian kepada pasien
setelah pasien mampu melakukan
yang telah diajarkan
Lakukan kontrak untuk pertemuan
selanjutnya
S:
Pasien mengatakan ingin belajar
cara mengontrol halusinasi yang
pertama, yaitu dengan cara
menghardik
O:
Pasien terlihat antusias saat dilatih
cara yang pertama untuk mengontol
halusinasi yaitu menghardik
A:
Latihan cara pertama untuk
mengontrol halusinasi, yaitu
menghardik halusinasi tercapai
P:
Lanjutkan SP II yaitu evaluasi SP I
dan mengerjakan cara mengontrol
halusinasi yaitu bercakap – cakap
dengan orang lain
39
40
DAFTAR PUSTAKA
Balitbang Kemenkes RI
Damaiyanti, Iskandar. 2014. Asuhan Keperawatan Jiwa. Cetakan Kedua. Bandung: PT. Refika
Adimata
Direja, A.H.S. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.
Ernawati, dkk. 2014. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Cetakan Kedua.
Jakarta Timur: CV. Trans Info Media
Friedman. 2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset, Teori, dan Praktek.
Gusti Salvari. 2013. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta Timur:
Keliat, Budi Ana. 2014. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta:
EGC
Mubarak, Wahit Iqbal, dkk. 2009. Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep dan Aplikasi. Jakarta:
Salemba Medika
Mubarak, dkk. 2009. Konsep Keluarga. Diakses pada taggal 27 November 2018.
http://respiratory.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/31780/Chapter%20 0II.pdf?sequence=4
Nursalam, 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
41
Putri, Vevi dan Trimusarofah. 2018. Pengaruh Penerapan Strategi Pelaksanaan Keluarga
Terhadap Kemampuan Keluarga Merawat Pasien Halusinasi Di Kota Jambi Tahun 2017. Jurnal
Akademika Baiturrahim Vol. 7 No. 1.
Trimeilia. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi. Jakarta Timur: CV. Trans Info Media
Volume 1 No. 1 Juni 2018 hal 27-42. diakses pada tanggal 26 November
2018
http://jurnal.borneo.ac.id/index.php/borticalth/article/download/377/256
Yusuf, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
42
BUKTI BIMBINGAN KEGIATAN PRAKTEK PROFESI NERS
STASE KEPERAWATAN JIWA
STIKES ABDI NUSANTARA JAKARTA
Lampiran 1
43
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)
44
” Mas , ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama, dengan menghardik
suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain. Ketiga, melakukan
kegiatan yang sudah terjadwal, dan yang ke empat minum obat dengan teratur.”
”Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik”.
”Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung Mas bilang, pergi saya tidak
mau dengar, … Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-ulang sampai suara
itu tak terdengar lagi. Coba Mas peragakan! Nah begitu, … bagus! Coba lagi! Ya bagus Mas
sudah bisa”
TERMINASI:
”Bagaimana perasaan mas setelah peragaan latihan tadi?” Kalau suara-suara itu muncul lagi,
silakan coba cara tersebut ! bagaimana kalu kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa saja
latihannya? (Saudara masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan
harian pasien). Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan mengendalikan
suara-suara dengan cara yang kedua? Jam berapa mas?Bagaimana kalau dua jam lagi?
Berapa lama kita akan berlatih?Dimana tempatnya”
”Baiklah, sampai jumpa.”
Lampiran 2
46