DOSEN PENGAMPU:
Fransisca Ully Marshinta, S.Sos., M.Hum
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 2
JURUSAN AKUNTANSI
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat-Nya lah, kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah kami yang berjudul “KAITAN KODE ETIK DAN ETIKA
PROFESI AKUNTAN INTERNAL DENGAN ETIKA PANCASILA”. Sebuah makalah
untuk memenuhi tugas mata kuliah Pancasila.
Makalah ini kami buat untuk memberikan gambaran tentang materi pancasila dan
penjelasannya. Mudah- mudahan makalah yang kami buat ini bisa menolong menaikkan
pengetahuan kita jadi lebih luas lagi. Kami menyadari kalau masih banyak kekurangan dalam
menyusun makalah ini.
Oleh sebab itu, kritik serta anjuran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan guna
kesempurnaan makalah ini. Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Fransisca Ully
Marshinta, S.Sos., M.Hum, selaku dosen pengampu. Kepada pihak yang sudah menolong
turut dan dalam penyelesaian makalah ini. Atas perhatian serta waktunya, kami sampaikan
banyak terima kasih.
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan........................................................................................................3
D. Manfaat Penulisan......................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................4
A. Etika Pancasila...........................................................................................................4
1.1 Pengertian Etika..................................................................................................4
1.2 Aliran-Aliran Dalam Etika..................................................................................5
1.3 Etika Pancasila....................................................................................................6
1.4 Pancasila Sebagai Solusi Persoalan Bangsa dan Negara Dalam Studi Kasus
Korupsi................................................................................................................7
B. Kode Etik Akuntan.....................................................................................................8
2.1. Pengertian Kode Etik Akuntansi.........................................................................8
2.2. Jenis-Jenis Profesi Akuntansi..............................................................................9
2.3. Prinsip Etika Profesi Ikatan Akuntan Indonesia.................................................9
2.4. Garis Besar Kode Etik dan Perilaku Profesional................................................10
2.5. Aturan Etika........................................................................................................11
2.6. RUU Profesi Akuntan.........................................................................................13
2.7. Aplikasi Kode Etik..............................................................................................13
C. Etika Profesi Akuntan................................................................................................14
3.1. Pengertian Etika Profesi......................................................................................14
3.2. Kode Etik Teknisi Akuntansi..............................................................................14
3.3. Prinsip-Prinsip Etika Profesi Akuntansi..............................................................15
D. Kaitan Kode Etik dan Etika Profesi Akuntan Internal Dengan Etika Pancasila........16
4.1. Pengertian Kaitan Kode Etik dan Etika Profesi Akuntan Internal Dengan
Etika Pancasila....................................................................................................16
4.2. Hubungan Pendidikan Pancasila Pada Kode Etik Profesi Akuntan Internal......17
4.3. Peran Etika Pada Profesi Akuntan Internal.........................................................20
4.4. Kasus Isu Tentang Kode Etik Profesi Akuntan Internal Terhadap
Etika Pancasila....................................................................................................21
BAB III PENUTUP.........................................................................................................................25
Kesimpulan........................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................26
LAMPIRAN....................................................................................................................................27
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pancasila memiliki bermacam-macam fungsi dan
kedudukan, antara lain sebagai dasar negara,
pandangan hidup bangsa, ideologi negara, jiwa dan
kepribadian bangsa. Pancasila juga sangat saratakan
nilai, yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan, dan keadilan. Oleh karena itu,
pancasila secara normative dapat dijadikan sebagai
suatu acuan atas tindakan baik, dan secara filosofis
dapat dijadikan perspektif kajian atas nilai dan
norma yang berkembang dalam masyarakat. Sebagai
suatu nilai yang terpisah satu sama lain, nilai- nilai
tersebut bersifat universal, dapat ditemukan
dimanapun dan kapanpun. Meskipun para perumus
Pancasila mendapat pendidikan dari barat, namun
perumusan pancasila digali dan bersumber dari
agama, adat dan kebudayaan yang hidup di
Indonesia. Oleh karena itu, pancasila pada awalnya
merupakan consensus politik yang
memberidasarbagiberdirinya Negara Indonesia,
berkembangmenjadi consensus moral yang
digunakan sebagai sistemetika yang digunakan
untuk mengkaji moralitas bangsa dalam konteks
hubungan berbangsa dan bernegara.
Pelanggaran-
pelanggaran
seakan menjadi
titik tolak bagi
masyarakat
pemakai jasa
profesi akuntan
publik untuk
menuntut
mereka bekerja
secara lebih
profesional
dengan
mengedepanka
n integritas diri
dan profesinya
sehingga hasil
laporannya
benar-benar
2
publik harus menghindari faktor-faktor yang dapat mengakibatkan masyarakat meragukan
kebebasannya.
Kembali ke Pancasila, sebagai sebuah pandangan hidup, Pancasila mengandung konsep dasar
mengenai kehidupan yang dicita-citakan, pikiran-pikiran yang terdalam dan gagasan
mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik . Untuk itulah perlu menanamkan atau
menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila tersebut kedalam setiap diri
pribadi manusia Indonesia termasuk Aparatur Pengawas Internal Pemerintah (APIP). APIP
merupakan instansi pemerintah yang memiliki tugas dan fungsi dalam melakukan
pengawasan.
Dalam realisasi pelaksanannya, fungsi pengawasan yang dilakukan APIP sampai saat ini
dilaksanakan melalui peran pemeriksaan, peran konsultansi, peran katalisator dan
pendampingan manajemen. Ketiga peran tersebut telah dilaksanakan oleh APIP dengan
menggunakan segenap sumber daya yang telah disediakan yaitu sumber daya manusia
auditor, sumber dana (anggaran), serta sarana dan prasarana pengawasan yang diperlukan.
Berbicara mengenai sumber daya manusia auditor ternyata menumbuhkan semangat korsa
profesi auditor untuk membentuk suatu wadah profesi, untuk itulah kemudian lahir Asosiasi
Auditor Internal Pemerintah (AAIPI). Asosiasi ini lahir setelah diadakannya konferensi
Auditor yang memiliki begitu banyak diskusi panjang dan strategis dalam merapatkan barisan
APIP yang diinisiasi oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangungan (BPKP).
Dalam konferensi tersebut setidaknya menghasilkan beberapa agenda penting salah satunya
adalah mengenai pedoman telaah sejawat AAIPI. Pada saat pelaksanaan konferensi ternyata
memunculkan begitu banyak masukan dan saran dalam perumusan konsep pedoman oleh
berbagai Sumber Daya Manusia (SDM) yang hadir. Namun sebagian besar peserta
mengarahkan untuk mengacu pada International Standard For The Professional Internal
Auditing (Institut of Internal Auditors), Quality Assessment Manual for The Internal Audit
Activity yang notabene merupakan standar audit asing yang berlaku universal. Kembali ke
konsep pandangan hidup Pancasila, dalam proses perumusan suatu konsep, pengaruh model
yang akan dijadikan acuan khususnya bersumber dari luar (asing) tidak bisa secara mentah-
mentah diadopsi. Perlu melewati tahapan penyesuaian dan adaptasi terhadap nilai-nilai yang
hidup dan berkembang dalam suatu negara, terlebih di negara Indonesia yang notabene
memiliki begitu banyak nilai-nilai luhur .
Inilah salah satu esensi penerimaan kita sebagai bangsa atas kesepakatan menjadikan
Pancasila sebagai falsafah dan pandangan hidup berbangsa dan bernegara. Esensi penerimaan
ini patut dilayangkan pada semua bidang kehidupan, termasuk profesi auditor. Arah
kemajuan dan pengembangan profesi auditor semestinya harus selaras dengan nilai-nilai
mulia Pancasila.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu etika?
2. Apa saja aliran-aliran dalam etika?
3. Apa itu etika pancasila?
4. Apa itu pancasila sebagai solusi persoalan bangsa dan Negara dalam studi kasus korupsi?
5. Apakah pengertian Kode Etik Akuntan?
6. Apa jenis-jenis profesi akuntan?
7. Apakah Prinsip Etika Profesi Ikatan Akuntan Indonesia
8. Apa Garis Besar Kode Etik Dan Perilaku Professional ?
9. Apakah aturan Etika dalam Akuntan?
10. Apakah RUU profesi akuntan?
11. Apakah yang dimaksud dengan Etika Profesi Akuntansi?
12. Bagaimanakah tujuan Profesi Teknisi Akuntansi?
13. Apa sajakah prinsip-prinsip Etika Profesi Akuntansi?
14. Apa yang dimaksud kode etik dan etika profesi akuntan internal dengan etika pancasila?
15. Apa hubungan pendidikan pancasila terhadap kode etik profesi akuntan internal?
16. Bagaimana peran etika pada profesi akuntan internal?
17. Apa yang melatarbelakangi kasus isu tentang kode etik profesi akuntan internal?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu etika.
2. Untuk mengetahui aliran-aliran yang terdapat dalam etika.
3. Untuk mengetahui tentang etika pancasila.
4. Untuk mengetahui apa itu pancasila sebagai solusi persoalan bangsa dan Negara dalam
studi kasus korupsi.
5. Untuk menjelaskan pengertian Kode Etik Akuntan
6. Untuk menjelaskan jenis-jenis profesi akuntan
7. Untuk menjelaskan Prinsip Etika profesi Ikatan Akuntan Indonesia
8. Untuk mengetahui Garis Besar Kode Etik Dan Perilaku Professional
9. Untuk menjelaskan aturan Etika dalam Akuntan
10. Untuk menjelaskan RUU akuntan
11. Untuk menunaikan kewajiban sebagai peserta didik yaitu menyelesaikan tugas yang telah
diberikan ibu guru kepada kami.
12. Untuk memahami bagaimanakah sebenarnya Etika Profesi itu.
13. Untuk mengetahui penjelasan mengenai kode etik dan etika profesi akuntan internal
dengan etika pancasila.
14. Untuk mengetahui hubungan pendidikan pancasila terhadap kode etik profesi akuntan
internal.
15. Untuk mengetahui peran etika pada profesi akuntan internal.
16. Untuk mengetahui latar belakang terlibatnya profesi akuntan internal terhadap kasus
yang dilatari pendidikan pancasila.
D. Manfaat Penulisan
1. Sebagai referensi bagi semua pihak yang bernaung dibawah dunia pendidikan maupun
yang berkaitan untuk menciptakan dan menerapkan kode etik dan etika profesi akuntan
internal sesuai etika pancasila
2. Sebagai sumber dan bahan masukan bagi penulis lain untuk menerapkan etika profesi
akuntan internal sesuai etika pancasila
3. Sebagai masukan bagi penulis untuk menambah wawasan dan memperoleh gambaran
nyata mengenai kaitan kode etik dan etika profesi akuntan internal dengan etika
pancasila
BAB II
PEMBAHASAN
A. ETIKA PANCASILA
1.1 Pengertian Etika
Secara etimologis (asal kata), etika berasal dari bahasa Yunani, ethos, dalam bentuk
tunggal artinya padang rumput, kebiasaan, adat, watak, dan lain-lain, dan dalam bentuk
jamak artinya kebiasaan. Etika berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu
tentang kebiasaan. Istilah ini identik dengan moral yang berasal dari bahasa Latin, mos yang
jamaknya mores, yang juga berarti adat atau cara hidup. Dalam bahasa Indonesia, moral
diterjemahkan dengan arti susila. Moral ialah ide-ide yang umum diterima tentang tindakan
manusia, mana yang baik dan wajar. Etika lebih bersifat teori, sedangkan moral menyatakan
ukuran. Meskipun kata etika dan moral memiliki kesamaan arti, dalam pemakaian sehari-hari
dua kata ini digunakan secara berbeda.
Moral atau moralitas digunakan untuk pembuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika
digunakan untuk mengkaji sistem nilai yang ada (Zubair, 1987: 13). Dalam bahasa Arab,
padanan kata etika adalah akhlak yang merupakan kata jamak khuluk yang berarti perangai,
tingkah laku atau tabiat (Zakky, 2008: 20). Menurut Dr.H. Hamzah Ya’cub dalam buku etika
islam, etika ialah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan
memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh dapat diketahui oleh akal
pikiran. Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita
mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang
bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral (Suseno, 1987).
1.4 Pancasila Sebagai Solusi Persoalan Bangsa dan Negara Dalam Studi Kasus Korupsi
Moralitas individu dan sosial memiliki hubungan sangat erat bahkan saling tarik-menarik
dan mempengaruhi. Moralitas individu dapat dipengaruhi moralitas sosial, demikian pula
sebaliknya. Seseorang yang moralitas individunya baik ketika hidup dilingkungan masyarakat
yang bermoral buruk bisa saja dapat terpengaruh. Kenyataan seperti ini seringkali terjadi
pada lingkungan pekerjaan. Ketika lingkungan pekerjaan berisi orang-orang yang bermoral
buruk, maka orang yang bermoral baik akan dikucilkan atau diperlakukan tidak adil. Seorang
yang moral individunya lemah akan terpengaruh untuk menyesuaikan diri dan mengikuti.
Namun sebaliknya, seseorang yang memiliki moralitas individu baik akan tidak terpengaruh
bahkan dapat mempengaruhi lingkungan yang bermoral buruk tersebut.
Nilai-nilai pancasila apabila betul-betul dipahami, dihayati, dan diamalkan tentu mampu
menurunkan angka korupsi. Penanaman satu sila saja, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa,
apabila bangsa Indonesia menyadari jati dirinya sebagai makhluk Tuhan, tentu tidak akan
mudah menjatuhkan martabat dirinya ke dalam kehinaan dengan melakukan korupsi.
Perbuatan korupsi terjadi karena hilangnya kontrol diri dan ketidakmampuan untuk menahan
diri melakukan kejahatan. Kebahagiaan material dianggap segala-galanya dibanding
kebahagiaan spiritual yang lebih agung, mendalam, dan jangka panjang. Keinginan
mendapatkan kekayaan dan kedudukan secara cepat menjadikan nilai-nilai agama
dikesampingkan. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna tentu tidak
akan merendahkan dirinya diperhamba oleh harta, namun akan menyerahkan diri sebagai
hamba Tuhan. Buah dari pemahaman dan penghayatan nilai ketuhanan ini adalah kerelaan
untuk diatur Tuhan, melakukan yang diperintahkan, dan meninggalkan yang dilarang-Nya.
Penanaman satu nilai tentunya tidak cukup dan memang tidak bisa dalam konteks
Pancasila, karena nilai-nilai Pancasila merupakan kesatuan organis yang tidak dapat
dipisahkan antara satu dengan yang lain. Dengan demikian, akan menjadi kekuatan moral
besar manakala keseluruhan nilai Pancasila yang meliputi nilai ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan, dan keadilan dijadikan landasan moril dalam seluruh kehidupan
berbangsa dan bernegara, terutama dalam pemberantasan korupsi.
Penanaman nilai pancasila tersebut paling efektif adalah melalui pendidikan dan media.
Pendidikan informal di keluarga harus menjadi landasan utama dan kemudian didukung oleh
pendidikan formal di sekolah dan non-formal di masyarakat. Peran media juga sangat penting
karena memiliki daya jangkau dan daya pengaruh yang sangat kuat bagi masyarakat. Media
harus memiliki visi dan misi mendidik bangsa dan membangun karakter masyarakat yang
maju namun tetap berkepribadian Indonesia.
Perikatan Atestasi
Akuntan publik tidak diperkenankan mengadakan perikataan atestasi yang jenis atestasi
dan periodenya sama dengan perikatan yang dilakukan oleh akuntan yang lebih dahulu
ditunjuk klien, kecuali apabila perikatan tersebut dilaksanakan untuk memnuhi ketentuan
perundang-undangan atau peraturan yang dibuat oleh badan yang berwenang.
Tanggung jawab dan Praktik Lain
Perbuatan dan Perkataan yang Mendiskreditkan
1. Anggota tidak diperkenankan melakukan tindakan dan/atau mengucapkan perkataan
yang mencemarkan profesi, Iklan, Promosi, dan Kegiatan Pemasaran lainnya.
2. Anggota dalam menjalankan praktik akuntan publik diperkenankan mencari klien
melalui pemasangan iklan, melakukan promosi pemasaran dan kegiatan pemasaran
lainnya sepanjang tidak merendahkan citra profesi.
Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat ini dapat dipakai sebagai Interprestasi dan atau
Aturan Etika sampai dikeluarkannya aturan dan interprestasi baru untuk menggantikannya.
Kepatuhan terhadap Kode Etik, seperti juga dengan semua standar dalam masyarakat terbuka,
tergantung terutama sekali pada pemahaman dan tindakan sukarela anggota. Di samping itu,
kepatuhan anggota juga ditentukan oleh adannya pemaksaan oleh sesama anggota dan oleh
opini publik, dan pada akhirnya oleh adanya mekanisme pemerosesan pelanggaran Kode Etik
oleh organisasi, apabila diperlukan, terhadap anggota yang tidak mentaatinya.
Jika perlu, anggota juga harus memperhatikan standar etik yang ditetapkan oleh badan
pemerintah yang mengatur bisnis klien atau menggunakan laporan
untuk mengevaluasi kepatuhan klien terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
C) Integritas
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk bersikap jujur dan berterus terang tanpa
harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh
dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak
disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau
peniadaan prinsip.
D) Obyektivitas
Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota.
Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara
intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah
pengaruh pihak lain. Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan,
serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai
seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan
manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih
orang-orang yang ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus
melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
F) Kerahasiaan
Setiap Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang
klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya, anggota
bisa saja mengungkapkan kerahasiaan bila ada hak atau kewajiban professional atau hukum
yang mengungkapkannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar
anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
G) Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan
menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah
laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan
tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi
kerja dan masyarakat umum.
H) Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan
standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati,
anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama
penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Standar teknis dan
standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan
perundang-undangan yang relevan.
D. Kaitan Kode Etik dan Etika Profesi Akuntan Internal Dengan Etika
Pancasila
4.1 Pengertian Kaitan Kode Etik dan Etika Profesi Akuntan Internal Dengan Etika
Pancasila
Kode etik akuntansi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam
melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari dalam profesi akuntansi. Kode etik
akuntansi dapat menjadi penyeimbang segi-segi negatif dari profesi akuntansi, sehingga kode
etik bagai kompas yang menunjukkan arah moral bagi suatu profesi dan sekaligus menjamin
mutu moral profesi akuntansi dimata masyarakat. Etika Profesi Akuntansi yaitu suatu ilmu
yang membahas perilaku perbuatan baik dan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh
pikiran manusia terhadap pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap
suatu pengetahuan khusus sebagai Akuntan.
Etika Pancasila adalah etika yang mendasarkan penilaian baik dan buruk pada nilai-nilai
Pancasila, yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan.
4.2 Hubungan Pendidikan Pancasila Pada Kode Etik Profesi Akuntan Internal
Pendidikan Pancasila. Era globalisasi dimana mulai disebarkannya paham akan global
citizen, menuntut adanya berbagai perubahan. Ini juga menimpa bangsa Indonesia dimana
telah terjadi perubahan besar-besaran yang disebabkan oleh pengaruh dari luar maupun dari
dalam negeri. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat dan
berbangsa juga berkembang dengan pesat disertai pola kehidupan yang menuntut semua
pihak untuk mengantisipasinya.
Pendidikan pada dasarnya merupakan upaya sadar dari suatu masyarakat dan pemerintah
suatu negara untuk menjamin kelangsungan hidup dan kehidupan generasi selanjutnya
sebagai warga masyarakat, bangsa dan negara, secara berguna (berkaitan dengan kemampuan
spiritual) dan bermakna (berkaitan dengan kemampuan kognitif dan psikomotorik) serta
mampu mengantisipasi hari depan yang senatiasa berubah dan terkait dengan konteks
dinamika budaya, bangsa dan negara serta hubungan internasional.
Sebenarnya pendidikan terkait tentang Pancasila sudah diajarkan pada warga negara
Indonesia sejak bangku sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Pendidikan Pancasila pada
perguruan tinggi merupakan salah satu bagian dari kelompok Mata Kuliah Pengembangan
Kepribadian (MKP) dalam komponen kurikulum perguruan tinggi. Visi mata kuliah ini (dan
juga mata kuliah terkait lainnya seperti Pendidikan Agama dan Pendidikan
Kewarganegaraan) adalah yaitu menjadi sumber nilai dan pedoman dalam upaya memberikan
dasar-dasar kecakapan hidup secara sosial kepada mahasiswa yang merupakan intelektual
muda sehingga mereka tidak kehilangan jati diri sebagai warga negara yang diharapkan
perannya di masa yang akan datang. Misinya membantu mahasiswa agar menjadi manusia
yang religius, humanis, nasionalis dan adil. Mulawarman (2012) menyebutkan bahwa
Pendidikan Pancasila tidak boleh hanya bersifat normatif yang tertumpu pada moralitas di
Mata kuliah Pancasila, namun perlu dikemas dalam sebuah konsep dan turunan aplikatif
untuk kepentingan nasional, kemandirian dan kekuatan pendukung ekonomi kerakyatan
semisal akuntansi keIndonesiaan. Hal tersebut diperlukan agar bangsa Indonesia tidak hanya
menjadi follower atas standar-standar yang didominasi Barat termasuk dalam etika profesi
akuntan, sehingga dominasi maskulinitas dalam pendidikan akuntansi bisa difeminim-kan
dengan menginternalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila (Setiawan dan
Kamayanti2012)
Menilik realita sejarah, materi pokok pendidikan Pancasila di era Orde Baru terkemas dalam
paket Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) yang diwarnai dengan model
pendidikan indoktrinatif, dan monolog atau komunikasi searah, dimana pemerintahlah yang
memonopoli pengetahuan. Berbeda dengan era reformasi dengan dicabutnya Tap MPR No.
II/1978 tentang P4 pada Sidang Istimewa MPR RI tahun1998, materi pembelajaran Pancasila
tidak lagi berasal dari Pemerintah dalam penyusunannya, namun juga dilibatkannya
komunitas akademik yang memiliki kewenangan ilmiah sesuai dengan bidang keahliannya.
Manusia dalam kehidupannya selalu berkaitan dengan nilai, baik menilai maupun dinilai.
Cabang filasafat yang membicarakan nilai disebut dengan aksiologi (filsafat nilai). Istilah
nilai biasanya dipakai untuk menunjuk kata benda yang abstrak. Nilai pada hakikatnya
merupakan sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek. Nilai bagi manusia dipakai dan
diperlukan untuk menjadi alasan, dan motivasi dalam segala sikap dan tingkah laku atau
perbuatannya. Nilai yang bersifat abstrak tersebut disebut nilai dasar, karena nilai ini berada
dalam pemikiran manusia, tidak dapat ditangkap dengan pancaindera. Nilai dasar ini
kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam rumusan instrumental yang berwujud norma-norma
yang sifatnya sangat kongrit berkaitan suatu bidang kehidupan. Dalam konteks hidup
bernegara, Pancasila merupakan nilai dasar yang dapat diartikan sebagai suatu rangkaian nilai
yang saling terkait dan bersamasama menuju pada satu tujuan tertentu.
Melihat maraknya pelanggaran etika dalam profesi akuntan internal tidak bisa dilepaskan
begitu saja dengan lingkungan perusahaan yang melingkupi ruang gerak mereka, yakni dalam
konteks bernegara. Memang belum adanya penelitian yang mencoba menghubungkan
pengaruh dari dihapusnya kebijakan pendidikan Pancasila dalam kurikulum pendidikan
nasional sejak tahun 2003 oleh Bambang Sudibyo. Namun melihat munculnya sifat-sifat
buruk bangsa seperti korupsi, radikalisme, nepotisme, kejahatan perbankan, terorisme, dan
segudang borok bangsa lainnya, disebut-sebut sebagai akibat ditinggalkannya atau
dipinggirkannya Pancasila sebagai ideologi bangsa. Apalagi di jenjang lebih tinggi seperti
pendidikan tinggi, atau pendidikan vokasi, pendidikan yang lebih ditekankan adalah tentang
kewarganegaraan yang dikaitkan dengan Global Citizen.
Menurut pakar pendidikan seperti Prof. Arief Rachman menegaskan bahwa bukan soal
pendidikan Pancasila yang sudah dihapus yang menjadi penyebab krisis bangsa Indonesia.
Menurutnya, pendidikan selama ini hanya fokus pada isi pelajaran, bukan proses
pembelajaran, sehingga selama ini yang muncul hanya pengetahuan tentang Pancasila, 'apa'-
nya mereka sudah tahu, tapi 'bagaimana bersikap'-nya itu yang masih belum atau tidak
tahu.Arief menilai UndangUndang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
yang diturunkan ke Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan sebenarnya sudah memuat semua persyaratan untuk mewujudkan pendidikan
nasional yang berkarakter dan berkebangsaan.
Di manakah posisi Pancasila? Pancasila merupakan hasil berfikir secara kefilsafatan yang
mendalam dari para pendiri negara Indonesia. Ia merupakan konsensus filsafat yang
melandasi dan memberikan arah bagi sikap dan cara hidup bangsa Indonesia. Pancasila jika
dilihat dari nilai-nilai dasarnya dapat dikatakan sebagai ideologi terbuka yang di dalamnya
terdapat cita-cita dan nilai-nilai yang mendasar, bersifat tetap dan tidak berubah (Purwastuti
et al. 2008).
Dr. Onghokham (NN 2011), pakar sejarah Indonesia mengatakan bahwa Pancasila
sebenarnya hanya dokumen politik yang kemudian berperan sebagai kontrak sosial, bukan
ideologi atau falsafah negara. Menurutnya, Pancasila dapat disamakan dengan dokumen-
dokumen penting negara-negara lain seperti Magna Carta di Inggris, Bill of Rights di
Amerika Serikat, Droit de l'homme di Perancis dan seterusnya. Sejarah, menurutnya, telah
membuktikan bahwa kekuasaan yang menjadikan Pancasila sebagai ideologi adalah upaya
untuk memperalat Pancasila untuk mengeksploitasi kekuasaan untuk kepentingan penguasa.
Inilah yang pernah terjadi di Orde Lama sejak tahun 1950, dan diperkuat lagi oleh masa Orde
Baru.
Mencermati pendapat para pakar di atas akan mencuatkan pertanyaan apakah Pancasila yang
bisa disebut sebagai ideologi? Ataukah hanya falsafah belaka yang tidak berdimensi apa-apa
selain sebagai sebuah dogma atau sekumpulan nilai yang bersifat normatif? Jawaban atas
pertanyaan tersebut sebetulnya bisa ditunjukkan melalui dua pendekatan yakni filosofis
maupun praktis.
Secara filosofis, sebuah ideologi merupakan kumpulan ide atau gagasan atau aqidah 'aqliyyah
(aqidah yang sampai melalui proses berpikir) yang melahirkan aturanaturan dalam
kehidupan. Secara garis besar ideologi (mabda’) adalah pemikiran yang mencakup konsepsi
mendasar tentang kehidupan dan memiliki metode untuk merasionalisasikan pemikiran
tersebut berupa fakta, metode menjaga pemikiran tersebut agar tidak menjadi absurd dari
pemikiranpemikiran yang lain dan metode untuk menyebarkannya. Secara lebih spesifik,
ideologi (mabda') dapat didefinisikan sebagai keyakinan rasional (yang bersifat mendasar)
yang melahirkan sistem atau seperangkat peraturan tentang kehidupan (An-Nabhani 2006:
22). Pada realitasnya, di dunia saat ini hanya ada tiga ideologi: (1) Sosialisme-komunis, yang
lahir dari aqidah materialisme; (2) Kapitalisme-sekular, yang lahir dari aqidah sekularisme;
(3) Islam, yang lahir dari aqidah Islam. Jika kita memperhatikan paparan sekilas tentang
konsep ideologi di atas, nyata sekali bahwa Pancasila hanyalah sebuah falsafah atau
sekumpulan nilai yang bersifat normatif karena tidak melahirkan sistem atau seperangkat
aturan apapun. Sebagai buktinya, sampai hari ini tidak ada seorang ilmuwan, pakar atau
cendekiawan di negeri ini yang mampu merumuskan, misalnya, bagaimana wujud sistem
ekonomi Pancasila; bagaimana wujud sistem politik Pancasila; bagaimana wujud sistem
hukum Pancasila; atau bagaimana wujud sistem sosial dan sistem pendidikan Pancasila?
Adapun secara praktis, faktanya pengelola negara ini sejak zaman Soekarno sampai rezim
yang tegak saat ini malah merujuk pada ideologi Sosialisme ataupun Kapitalisme dalam
mengelola negara ini. Hal ini bisa dilihat dari sisi ekonomi, pada zaman Soekarno lebih
bercorak sosialis; zaman Soeharto bercorak kapitalistik-liberal. Adapun pasca Orde Baru
negara ini menganut sistem ekonomi kapitalisme yang bercorak neoliberal. Sementara itu,
secara politik, yang diterapkan di negeri ini adalah sistem demokrasi; dari mulai “Demokrasi
Terpimpin” ala Soekarno di zaman Orde Lama, “Demokrasi Pancasila” di zaman Orde Baru
hingga “Demokrasi Liberal” di zaman Orde Reformasi kini. Padahal demokrasi, meski
diembel-embeli Pancasila, tetaplah merupakan sistem politik yang merupakan subsistem dari
ideologi Kapitalisme maupun Sosialisme. Walhasil, Pancasila sebetulnya tidak pernah
diterapkan oleh para penguasa di negeri ini. Ia hanyalah merupakan falsafah, tidak benar-
benar merupakan ideologi. Para penguasa negeri ini hanya merujuk pada ideologi selain
Pancasila, baik bercorak sosialistik ataupun kapitalistikdalam mengelola negara ini. Dengan
kata lain, Pancasila hanyut bahkan tenggelam oleh arus besar ideologi Kapitalisme-sekular
saat ini, yang bercorak sangat liberal. Sehingga tidak aneh jika sekarang pun Pancasila akan
selalu tergerus dan terlindas justru oleh bangsanya sendiri, khususnya oleh para penguasanya.
Asal muasal Pancasila. Pancasila sejak kemunculannya diyakini sebagai made in Indonesia
asli, produk pemikiran yang digali dari rahim bumi pertiwi. Ia berhasil dirumuskan sebagai
ideologi dan falsafah bangsa oleh Bung Karno, sehingga menjadi rumusan seperti yang kita
kenal sekarang. Bung Karno mengaku, dalam merumuskan ideologi kebangsaannya, banyak
terpengaruh pemikiran dari luar, seperti pengakuannya di depan sidang BPUPKI. Berikut
diskripsi pengakuannya (Awwas 2011): Pada waktu saya berumur 16 tahun, saya
dipengaruhi oleh seorang sosialis bernama A. Baars, yang memberi pelajaran pada saya,
‘jangan berpaham kebangsaan, tapi berpahamlah rasa kemanusiaan sedunia”.Tetapi pada
tahun 1918, Alhamdulillah ada orang lain yang memperingatkan saya, yaitu Dr. Sun Yat
Sen.
Di dalam tulisannya San Min Chu I atau The Three People’s Principles, saya mendapat
pelajaran yang membongkar kosmopolitisme yang diajarkan A. Baars itu. Sejak itu
tertanamlah rasa kebangsaan di hati saya oleh pengaruh buku tersebut.
Pengakuan oleh Bung Karno tersebut membuktikan, sebenarnya Pancasila bukanlah produk
domestik yang orisinal, melainkan intervensi ideologi transnasional yang dikemas dalam
format domestik. Sebagai derivasi gerakan Zionisme internasional, freemasonry memiliki
doktrin Khams Qanun yang diilhami Kitab Talmud (Awwas 2011).
Bung Karnopada mulanya merumuskan ideologi dan dasar negara Indonesia yang disebut
Panca Sila terdiri dari: nasionalisme (kebangsaan), internasionalisme (kemanusiaan),
demokrasi (mufakat), sosialisme, dan ketuhanan.Prinsip indoktrinasi Zionisme, memang
cukup fleksibel dan fleksibilitasnya terletak pada kemampuannya beradaptasi dengan pola
pikir pimpinan politik di setiap negara.
Apabila dicermati rumusan Pancasila versi Bung Karno tersebut memiliki kesamaan dengan
doktrin zionisme yang dijiwai Talmud. Sehingga adanya klaim Pancasila sebagai produk
domestik terbantahkan secara faktual.Intervensi ideologi ini, berpengaruh besar terhadap
perkembangan Indonesia pasca kemerdekaan. Hal tersebut bisa diteliti di zaman demokrasi
terpimpin, pengamalan Pancasila berwujud Nasakom (nasionalisme, agama, komunisme).
Adapun di zaman orde baru, praktik Pancasila berbentuk asas tunggal.Kedua model
pengamalan Pancasila itu, telah melahirkan ideologi politik traumatis. Melestarikan Pancasila
seperti diwariskan kedua rezim di atas, berarti melestarikan doktrin Yahudi, yang
bertentangan dengan konstitusi negara. Selain itu, tidak konsisten dengan semangat
kemerdekaan Muqadimah UUD 1945 yang menyatakan bahwa kemerdekaan Indonesia
adalah berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa.
Melihat realita tersebut, Pancasila hanya sekumpulan nilai yang dihasilkan oleh buah pikiran
anak bangsa Indonesia dan banyaknya interpretasi orang terhadapnya adalah perkara yang
niscaya terjadi dan sekali lagi tergantung ada atau tidaknya ideologi (pandangan hidup) yang
dibawa orang tersebut. Sehingga Pancasila hanyalah sebatas falsafah yang bisa ditarik ke
ranah pemikiran dan perbuatan manusia berdasarkan nilai-nilai yang ada di Pancasila.
Adapun nilai-nilai yang ada di dalamnya terdiri atas Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan,
Kerakyatan dan Keadilan Sosial.
Dari kelima nilai-nilai pokok tersebut, nilai ketuhanan yang ada pada Pancasila haruslah
menjadi ruh atau spirit bagi bangsa ini dalam menjalankan pemerintahannya. Dalam konteks
ini, bisa jadi ada aktor-aktor tertentu yang mencoba menjadikan nilai ini keluar konteks
sebenarnya (mensekulerkan Pancasila) dimana mayoritas penduduk Indonesia adalah orang
yang beragama (Islam).
4.3 Peran Etika Pada Profesi Akuntan Internal
Etika adalah bidang ilmu yang bersifat normatif karena ia berperan menentukan apa yang
harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh seorang individu. dalam laporan keuangan oleh
manajemen perusahaan.
Sebagai sebuah profesi yang harus memberikan jasa pelayanan kepada klien, akuntan perlu
memperhatikan faktor-faktor keahlian, monopoli, pelayanan publik dan regulasi diri
(Amstrong 1993). Adanya kode etik profesi merupakan salah satu bentuk kesadaran diri
profesi akuntan untuk meregulasi atau mengatur dirinya sendiri, selain dipakai oleh profesi
untuk melegitimasi klaim-klaim professional berdasarkan kontribusinya kepada kepentingan
masyarakat (Dillard dan Yuthas 2002).
Dalam menjalankan profesinya, seorang akuntan harus mengikuti kode etik sebagai panduan
dan aturan bagi seluruh anggota dalam pemenuhan tanggung jawab profesionalnya. Tujuan
profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung jawabnya dengan standar profesionalisme
tinggi, mencapai tingkat kinerja yang tinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik.
Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan kepercayaan dari
masyarakat yang dilayaninya.
Peranan audit internal pada saat ini sangat diperlukan di berbagai institusi, tidak terkecuali
untuk pengawasan sehari-hari atas perusahaan dapat dilaksanakan secara lebihintensif dan
efektif tanpa mengurangi tanggungjawabnya (Gusnardi, 2008).
Pada aspek non akademik kedudukan audit internal sebagai supporting activity seperti
keuangan, asset, organisasi dan sumberdaya manusia dan kemahasiswaan
memberikankontribusi yang sangat besar terhadap pencapaian tujuan perguruan tinggi
sehingga memerlukan perhatian yang tinggi pula. Pada saat ini biaya pendidikan di Indonesia
sudahsemakin tinggi terlebih institusi swasta. Semakin tinggi biaya pendidikan ditingkat
perguruan tinggi menyebabkan biaya yang dikelola perguruan tinggi menjadi tidak sedikit.
Untuk itu akan rawan sekali terjadinya fraud, baik itu penyalahgunaan asset (Asset
Misappropriation) karena jumlah asset yang ada di lingkungan perguruan tinggi cukup
banyak, fraud dalam penerimaan biaya pendidikan mahasiswa, biaya marketing atau biaya
praktik mahasiswa yang cukup tinggi juga bisa menjadi celah atau jalan untuk melakukan
fraud. Pengawasan yang lebih ketat perlu dilakukan dalam upaya mencegah terjadinya
perilaku penyimpangan melalui pengendalian internal (internal control system). (Meikhati
and Rahayu 2015)
Dalam menyelenggarakan kegiatan berbagai usaha, salah satu tantangan yang dihadapi
perusahaan adalah bagaimana untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan ekonomisasi
perusahaan. Tantangan ini selalu ada karena manajemen perusahaan memerlukan sumber
daya untuk mencapai tujuan perusahaan, tetapi manajemen harusmenghadapi situasi
kelangkaan sumber daya. Oleh karena itu, perusahaan harus membuat perencanaan yang tepat
dalam mengalokasikan sumber daya yang dimiliki dalam mendukung operasional yang akan
dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Perencanaan yang dibuat mencakup
batas-batas operasional yang akan dilakukan, baik luasnya cakupan operasi (volume
produksi, promosi, pelayanan pelanggan, dan sebagainya), maupun konsumsi sumber daya
(perolehan kapasitas produksi, pembayaran kepada pemasok dan karyawan, serta
penyelesaian kewajiban jangka pendek lainnya).
4.4 Kasus Isu Tentang Kode Etik Profesi Akuntan Internal Terhadap Etika Pancasila
Dalam berbagai kasus bisnis yang terjadi dewasa ini, sedikit banyak melibatkan profesi
akuntan. Profesi ini menjadi sorotan disebabkan oleh berbagai faktor seperti praktik-praktik
profesi yang mengabaikan standar akuntansi bahkan etika. Padahal, perilaku etis merupakan
isu yang relevan bagi profesi akuntan saat ini. Kesadaran etika dan sikap profesional
memegang peran yang sangat besar bagi seorang akuntan (Louwers et al.1997). Inilah yang
melatarbelakangi perlunya kode etik demi terbentuknya kesadaran para profesional tentang
moralitas yang harus dipenuhi dalam pekerjaannya. Dengan adanya kode etik tersebut,
anggota dapat dengan lebih mudah menjelaskan mengapa perilaku-perilaku tertentu
dijalankan.
Untuk kasus di Indonesia, isu mengenai etika akuntan berkembang seiring dengan terjadinya
beberapa pelanggaran etika, baik yang dilakukan oleh akuntan publik, akuntan intern maupun
akuntan pemerintah (Ludigdo 2005). Misalnya beberapa kasus yang cukup menarik yang
pernah tenggelam dari perhatian publik seperti kasus Bank Bali, Bank Century atau
keterlibatan10 KAP (jumlah sample dalam peer review) yang melakukan audit terhadap bank
beku operasi dan bank beku kegiatan usaha (Toruan 2002; Baidaie 2000). Bahkan terlibatnya
KAP-KAP besar seperti “Hans Tuannakotta & Mustofa”, “Prasetio Utomo & Rekan”, “Johan
Malonda & Rekan” serta “Hendra Winata & Rekan” (Media Akuntansi 2002). Kasus lainnya
adalah penggelapan pajak yang melibatkan KAP “KPMG Sidharta Sidharta & Harsono”
(KPMG-SSH) yang ternyata menyarankan kepada kliennya (PT. Easman Christensen/PTEC)
untuk melakukan penyuapan kepada aparat perpajakan Indonesia untuk mendapatkan
keringanan atas jumlah kewajiban pajak yang harus dibayarnya (Sinaga et al. 2001).
Ironisnya, kasus ini pengungkapannya justru dilakukan oleh pemegang otoritas pasar modal
Amerika Serikat (SEC). Berdasarkan data yang disampaikan oleh Bidang Penegakan Disiplin
dan Etika Profesi IAI pada Kongres Luar Biasa dan KNA IV IAI tahun 2000 menunjukkan
adanya berbagai bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh KAP/KJA (Baidaie 2000).
Ada apa dengan akuntan Indonesia? Melihat fenomena atas pelanggaran profesi yang
dilakukan oleh orang-orang yang notabene memiliki pengetahuan di atas standar orang
awam, timbul pertanyaan kenapa hal tersebut bisa terjadi? Apakah institusi mereka bekerja,
belajar atau berinterkasi selama ini belum mengakomodir sikap-sikap etis yang harusnya
mereka jaga? Atau mereka abai dengan etika mereka? Apalagi bila dikaitkan dengan kultur
Timur (Indonesia) yang mayoritas adalah penduduk yang beragama. Terlebih lagi bila
dihubungkan dengan falsafah bangsa ini yang katanya memiliki dasar dari nenek moyang
nusantara yang terlahir dari anak bangsa dengan sebutan Pancasila. Bahkan bagi kebanyakan
warga Indonesia, Pancasila disebut sebagai sebuah ideologi, yang harus dijaga dan
dipertahankan demi patriotisme kebangsaan. Karena itu, ia harusnya terefleksi dalam perilaku
warganya termasuk para praktisi seperti para akuntannya. Sehingga, nilai-nilai yang ada pada
Pancasila pun bisa menjadi pembebas imperialisme etika bagi para akuntan di Indonesia
(LudigdodanKamayanti2012).
Namun, pertanyaan lainnya muncul, apakah Pancasila memang sebuah ideologi atau hanya
sebuah falsafah atau sekumpulan nilai yang bersifat normatif dan karenanya tidak
membentuk sebuah sistem atau seperangkat aturan tertentu seperti layaknya sebuah ideologi?
Lalu bagaimana seorang akuntan secara profesi berprilaku dalam menjalankan pekerjaannya?
Tulisan ini akan mencoba menguraikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas.
Terdapatnya berbagai kasus pelanggaran etika di kalangan akuntan seperti disebutkan
sebelumnya seakan menjadi bukti nyata betapa rapuhnya integritas akuntan, dan hal tersebut
tidak menutup kemungkinan akan berakibat pada terjadinya krisis berkepanjangan dalam diri
profesi akuntan. Secara khusus pelanggaran tersebut dihubungkan secara langsung dengan
pelanggaran atas kode etik terutama terjadi karena ketiadaan komunikasi antara akuntan
pengganti dengan akuntan pendahulu. Suatu permasalahan klasik di antara akuntan, di mana
seolah mereka harus saling menelikung untuk mendapatkan klien. Lebih lanjut dipahami pula
bahwa pelanggaran terhadap peraturan perundang -undangan, kealpaan dalam penerapan
Sistem Pengendalian Mutu, serta ketidakpatuhan terhadap SPAP juga dapat disebut sebagai
pelanggaran terhadap etika profesi.
Kenyataan tersebutsebenarnya memaksa untuk dilakukannya reformasi dalam asosiasi,
serikat atau ikatan-ikatan akuntan di seluruh dunia (khususnya di Indonesia) untuk
mengembalikan kepercayaan publik dengan melakukan reformasi profesi akuntan. Reformasi
tersebut dilakukan dengan menerapkan dan memantapkan regulasi diri, menghentikan jasa
konsultasi dengan klien audit, melakukan rotasi tugas auditor pada klien, membatasi infiltrasi
auditor ke perusahaan, serta membersihkan standar akuntansi keuangan dan aturan yang
memungkinkan adanya creative accounting. Selain itu, semakin ketatnya para regulator
mengurusi laporan keuangan dan ini berdampak pada tekanan terhadap profesi akuntan
semakin berat (Ludigdo 2005).
Memelihara standar etis yang tinggi di antara profesional akuntan adalah persoalan kritis
dalam memastikan berlangsungnya fungsi audit yang berkualitas tinggi. Standar etis yang
tinggi dan integritas akuntan dapat berlangsung dan terjaga oleh karena adanya kolektifitas
situasi yang melingkupinya. Karena lingkup pekerjaan akuntan berkaitan dengan aktifitas
profesional yang terorganisir, akan terjadi kolektifitas situasi tentunya dan bersifat
organisasional. Organisasi di mana individu beraktifitas atau bekerja dapat mempengaruhi
perilaku etis individu tersebut.Derajat keterpengaruhan tentunya juga tergantung pada
kekuatan budaya organisasi tersebut, di mana budaya organisasi (perusahaan) dapat
memainkan peranan yang signifikan dalam menentukan ekspresi nilai personal individu yang
berada dalam organisasi tersebut (Finegan 1994). Kenyataan praktis dalam profesi akuntan
dewasa ini juga membutuhkan eksplorasi lebih mendalam atas dimensi etis dalam praktik
profesionalnya. Profesi akuntan seakan menjadi pihak yang paling bertanggungjawab atas
banyak skandal keuangan, oleh karena akuntan bekerja pada situasi lingkungan yang tidak
selalu mengapresiasi isu-isu etika. Adanya pengarusutamaan etika dalam membangun
kredibilitas profesi harus dilakukan untuk mengembangkan praktek etika di organisasi KAP
(Ludigdo 2005) seperti: menjadikan etika sebagai basis profesionalisme akuntan, adanya
upaya pengembangan etika di organisasi dengan memperhatikan dimensi individu dan
organisasi itu sendiri. Pengembangan tersebut dilakukan meliputi upaya-upaya eksplisit
seperti adanya kode etik, pelatihan etika, ethics newsletter, ethics hotline, ethics officer, dan
komite etika. Selain itu, upaya implisitnya berupa reward system, sistem evaluasi kinerja,
sistem promosi, budaya organisasi, kepemimpinan etis, dukungan dari manajemen puncak,
dan saluran komunikasi yang terbuka. Disamping adanya kesadaran akan penguatan potensi
spiritualitasanggotaprofesitersebut.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan
mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-
pandangan moral. Etika adalah suatu ilmu yang
membahas tentang bagaimana dan mengapa kita
mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau
bagaimana kita harus mengambil sikap yang
bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai
ajaran moral (Suseno, 1987). Dalam kajian etika,
dikenal ada tiga teori/aliran besar, yaitudeontologi,
teleologi dan keutamaan. Etika Pancasila
adalahetika yang mendasarkanpenilaianbaik dan
buruk pada nilai-nilai Pancasila, yaitu nilai
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan
keadilan. Pancasila sebaga idasar filsafat negara
serta sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia pada
hakikatnya merupakan suatu nilai-nilai yang bersifat
sistematis. Oleh Karena itu sebagai suatu dasar
filsafat maka sila-sila pancasila merupakan suatu
kesatuan yang bulat, hierarkhis dan sistematis.
Pancasila memberikan dasar-dasar yang bersifat
fundamental dan universal bagi manusia baik dalam
hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
C
Consensus : Konsensus adalah sebuah frasa untuk menghasilkan atau
menjadikan sebuah kesepakatan yang disetujui secara
bersama-sama antarkelompok atau individu setelah adanya
perdebatan dan penelitian yang dilakukan dalam kolektif
intelijen untuk mendapatkan konsensus pengambilan
keputusan.
D
Diskriminasi : Sikap membedakan secara sengaja terhadap golongan-
golongan yang berhubungan dengan kepentingan tertentu.
E
Efektivitas : Kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Efisiensi : Usaha pada produksi untuk memberantas segala pemborosan
bahan dan tenaga kerja maupun gejala yang merugikan.
Eksplisit : Penyampaian secara langsung sehingga makna dan isinya
dapat diketahui.
F
Fleksibel : Mudah diatur
G
Global Citizen : Dalam makna luas merujuk pada individu yang lebih
mengedepankan dan mengutamakan identitas "warga negara
global" di atas identitasnya sebagai warga negara komunal
H
Hak cipta : Gagasan pemikiran, ide, maupun imajinasi dari seseorang
yang dituangkan dalam bentuk karya cipta.
Hak paten : Hak kepemilikan yang diberikan pemerintah bagi individu atas
hasil karyanya akan sesuatu.
I
Implisit : Penyampaian secara tidak langsung dimana maksud dan isinya
terkesan tidak jelas.
Institut of Internal Auditors : Sebuah organisasi yang mengadvokasi, menyediakan
konferensi pendidikan, dan mengembangkan standar,
pedoman, dan sertifikasi untuk audit internal profesi.
Integritas : Bertindak secara konsisten antara apa yang dikatakan dengan
tingkah lakunya sesuai nilai-nilai yang dianut (nilai-nilai dapat
berasal dari nilai kode etik di tempat dia bekerja, nilai
masyarakat atau nilai moral pribadi).
Internalisasi : Diartikan sebagai penghayatan, pendalaman,penguasaan
secara mendalam yang berlangsung melalui pembinaan,
bimbingan, dan sebagainya. Sebuah proses karena didalamnya
ada unsur perubahan dan waktu.
Interpretasi : Suatu bentuk penafsiran dalam proses komunikasi.
Intervensi : Dalam dunia politik di mana ada negara yang mencampuri
urusan negara lainnya yang jelas bukan urusannya / campur
tangan yang berlebihan dalam
urusan politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
K
KAP : Merupakan badan usaha atau wadah bagi akuntan publik
untuk memberikan jasanya.
Kapitalisme : Sebuah mode produksi yang bertujuan untuk meraih
keuntungan sebesar-besarnya dengan biaya produksi sekecil-
kecilnya.
Kode etik : Suatu sistem norma, nilai & juga aturan profesional tertulis
yang secara tegas menyatakan apa yang benar & baik & apa
yang tidak benar & tidak baik bagi profesional.
Kolektif : Sekumpulan pribadi yang bekerja sama untuk tujuan tertentu
tanpa adanya hierarki di dalamnya. Sebuah kolektif bisa
merupakan kelompok yang besar ataupun kecil, berjalan
dalam waktu yang singkat ataupun lama, dengan
keanggotaannya yang bersifat sukarela.
Kompensasi : Istilah yang menggambarkan suatu bentuk ganti rugi.
Komputasi : Cara untuk menemukan pemecahan masalah dari data input
dengan menggunakan suatu algoritma.
Komunisme : Ideologi yang berkenaan dengan filosofi, politik, sosial,
dan ekonomi yang tujuan utamanya terciptanya masyarakat
komunis dengan aturan sosial
ekonomi berdasarkan kepemilikan bersama alat produksi dan
tidak adanya kelas sosial, uang, dan negara.
Korupsi : Tindakan setiap orang yang secara melawan hukum
melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara.
Kosmopolitanisme : Ideologi yang menyatakan bahwa semua suku bangsa manusia
merupakan satu komunitas tunggal yang
memiliki moralitas yang sama
Kredibilitas : Suatu kemampuan, kualitas atau kekuatan yang dapat
menciptakan rasa kepercayaan.
L
Liberalisme : Paham yang meyakini bahwa kebebasan politik dan ekonomi
merupakan hak setiap individu dan ketidakadilan sosial
merupakan hal yang wajar terjadi.
M
Manifestasi : Wujud atau bukti dari perkataan, janji, pernyataan, pendapat,
atau keyakinan.
Metodis : Metode tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada
metode ilmiah.
Metodologi : Cara atau ilmu-ilmu yang dipakai untuk menemukan
kebenaran menggunakan penelusuran dengan tata cara tertentu
dalam menemukan kebenaran, tergantung dari realitas apa
yang dikaji.
N
Nepotisme : Setiap perbuatan penyelenggara negara secara melawan
hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan
atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa dan
negara.
Normatif : Berpegang teguh pada norma, aturan dan ketentuan-ketentuan
yang berlaku dan mengacu kepada sikap, loyalitas dan
kesetiaan seseorang terhadap aturan atau kaidah yang berlaku
di lingkungannya.
Notabene : Tanda peringatan, disingkat pada bagian akhir surat dan
sebagainya yang berarti perhatian. Arti lainnya dari notabene
adalah catatan tambahan.
O
Obyektivitas : Suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan
anggota.
P
Patriotisme : Sikap yang berani, pantang menyerah, dan rela berkorban
demi bangsa dan negara.
Pnpb : Pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan
memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas
layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang
diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan,
yang menjadi penerimaan Pemerintah Pusat
Praktisi : Seorang yang berpengalaman dibidangnya atau sesorang yang
membidangi sesuatu.
Profesionalisme : Sesuatu yang harus ada dalam diri profesional, yaitu mutu,
kualitas dan tindak tanduk sehingga memenuhi strandar kerja,
moral dan etika yang ada dalam pekerjaan tersebut.
R
Radikalisme : Sebuah kelompok atau gerakan politik yang kendur dengan
tujuan mencapai kemerdekaan atau pembaruan electoral yang
mencakup mereka yang berusaha mencapai republikanisme,
penghapusan gelar, redistribusi hak milik dan kebebasan pers,
dan dihubungkan dengan perkembangan liberalisme.
Rezim : Tata pemerintah negara / pemerintahan yang berkuasa.
S
Sekularisme : Ideologi bahwa harus ada pemisahan antara agama dengan
institusi ataubadan negara.
Sistematis : Segala usaha untuk menguraikan dan merumuskan sesuatu
dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk
suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu,
mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut
obyeknya
SPAP : Standar Profesional Akuntan Publik adalah kodifikasi
berbagai pernyataan standar teknis yang merupakan panduan
dalam memberikan jasa bagian akuntan publik di Indonesia.
SPAP dikeluarkan oleh Dewan Standar Profesional Akuntan
Publik Institut Akuntan Publik Indonesia (DSPAP IAPI).
Sosialisme : Paham atau gerakan yang menghendaki terwujudnya
suatu masyarakat yang disusun secara kolektif agar menjadi
suatu masyarakat yang bahagia.
U
Universal : Umum (berlaku untuk semua orang atau untuk seluruh dunia);
bersifat (melingkupi) seluruh dunia.
Z
Zionisme : Gerakan nasionalis Yahudi internasional yang menghasilkan
negara Israel di wilayah Palestina.