Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

Faktor faktor yang Mempengaruhi Efektifitas


Berbicara (Keterampilan Berbicara)
Disusun Guna Memenuhi Mata kuliah Berbicara Kompherensif

Prody : Bahasa Indonesia

Dosen Ibu isah susilawati M.Pd.

Disusun Oleh:Kelompok 7

Nurhayati

Lina M

Choiru Rizal

Erwin

FKIP (FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN)

UNIVERSITAS MAT’HLAUL ANWAR

BANTEN
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang masih memberikan kesehatan dan kesempatan-Nya kepada
kita semua, terutama kepada penulis. Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Berikut ini, penulis mempersembahkan sebuah makalah (karya tulis) yang berjudul “Memilih
Bahan Simakan Yang Menarik Perhatian” Penulis mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca semua, terutama bagi penulis sendiri.
Kepada pembaca yang budiman, jika terdapat kekurangan atau kekeliruan dalam makalah ini,
penulis mohon maaf, karena penulis sendiri dalam tahap belajar.
Dengan demikian, tak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada para pembaca. Semoga Allah
memberkahi makalah ini sehinga benar-benar bermanfaat.

Malingping,….Oktober 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang.................................................................................1
1.2     Rumusan Masalah...........................................................................1
1.3    Tujuan Penulisan..............................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
2.1   penjelasan Faktor mempengaruhi efektifitas berbicara.....................2
2.2   Pengertian Bahasa tubuh dalam berbicara .......................................2
2.3 Pengertian kecemasan berbicara.......................................................3  
2.4 Ciri Ciri Pembicara Ideal…………………………………………...8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………..12
B. Saran...................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................iv
BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Dalam era globalisasi sekarang ini semakin lama semakin kita rasakan pentingnya
berkomunikasi, baik antar anggota masyarakat maupun antar kelompok masyarakat.

Alat komunikasi yang paling baik digunakan adalah bahasa. Dengan bahasa manusia sebagai
makhluk sosial dapat  berhubungan satu sama lain secara efektif. Dengan bahasa kita dapat
menyatakan perasaan, pendapat, bahkan, dengan bahasa kita dapat berpikir dan bernalar. Oleh
sebab itu, agar komunikasi berjalan dengan lancar dan tidak menimbulkan salah paham, kita
perlu terampil berbahasa baik lisan maupun tulis. Suatu komunikasi dikatakan berhasil apabila
pesan yang disampaikan pembicara dapat dipahami dengan baik oleh penyimak atau pembaca
sesuai dengan maksud pembicara atau penulis tersebut.

Berbicara adalah salah satu cara berkomunikasi yang sering digunakan. Berbicara adalah
keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan kepada orang lain. Berbicara identik
dengan penggunaan bahasa secara lisan. Penggunaan bahasa secara lisan dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor.

Dalam berbicara kadang seseorang dituntut dapat berbicara dengan efektif. Efektivitas berbicara
pada setiap orang ini bergantung pada berbagai faktor. Faktor-faktor itu dapat berupa Faktor
Kebahasaan dan Faktor Nonkebahasaan. Faktor-faktor tersebut akan dibahas lebih rinci dalam
makalah ini.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa faktor-faktor yang mempengaruhi  keefektifan berbicara?

2.      Apa faktor-faktor kebahasaan?

3.      Apa faktor-faktor nonkebahasan?
BAB II

PEMBAHASAN

A.    FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEEFEKTIFAN BERBICARA

1. Faktor-Faktor Kebahasaan Sebagai Penunjang Keefektifan Berbicara

a)      Ketepatan ucapan.

Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat.
Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat, dapat mengalihkan perhatian pendengar. Sudah
tentu pola ucapan dan artikulasi yang digunakan tidak sama. Masing-masing mempunyai gaya
tersendiri dan gaya bahasa yang dipakai berubah-ubah sesuai dengan pokok pembicaraan,
perasaan, dan sasaran. Akan tetapi, kalau perbedaan atau perubahan itu terlalu mencolok,
sehingga menjadi suatu penyimpangan, maka keefektifan komunikasi akan terganggu.

b)      Penempatan tekanan, nada, dan durasi yang sesuai.

Kesesuaian tekanan, nada, dan durasi akan merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara.
Bahkan kadang-kadang merupakan faktor penentu. Walaupun masalah yang dibicarakan kurang
menarik, dengan penempatan tekanan, nada, dan durasi yang sesuai, akan menyebabkan
masalahnya menjadi menarik. Sebaliknya jika penyampaian datar saja, dapat dipastikan akan
menimbulkan kejemuan dan keefektifan berbicara tentu berkurang.

c)      Pilihan kata (Diksi).                       

Pilihan kata hendaknya tepat, jelas, dan bervariasi. Jelas maksudnya mudah dimengerti oleh
pendengar yang menjadi sasaran. Pendengar akan lebih terangsang dan akan lebih paham, jika
kata-kata yang digunakan adalah kata-kata yang sudah dikenal oleh pendengar. Misalnya, kata-
kata populer tentu akan lebih efektif daripada kata-kata yang tidak populer, dan kata-kata yang
berasal dari bahasa asing.

Kata-kata yang belum dikenal memang membangkitkan rasa ingin tahu, namun akan
menghambat kelancaran komunikasi. Selain itu, hendaknya dipilih kata-kata yang konkret
sehingga mudah dipahami pendengar. Kata-kata konkret menunjukkan aktivitas akan lebih
mudah dipahami pembicara . Namun, pilihan kata itu tentu harus kita sesuiakan dengan pokok
pembicaraan dan dengan siapa berbicara (pendengar).

Diksi adalah kemampuan pembicara atau penulis dalam memilih kata-kata untuk menyusunnya
menjadi rangkaian kelimat yang sesuai dengan keselarasan dari segi konteks.
Orang yang memiliki kemampuan memilih kata adalah:

1.       memiliki kosakata      

2.       memahami makna kata tersebut,

3.       memahami cara pembentukannya

4.       memahami hubungan-hubungannya,

5.      memahami cara merangkaikan kata menjadi kalimat yang memenuhi kaidah struktural dan
logis.

Berikut beberapa cara untuk memilih kata, yaitu melihatnya dari segi

1.   bentuk kata

2.   baku tidaknya kata

3.   makna kata

4.   konkret atau abstraknya kata

5.   keumuman dan kekhususan kata

6.   menggunakan gaya bahasa/majas

7.   idiom.

d) Ketepatan sasaran pembicaraan.

Hal ini menyangkut pemakaian kalimat. Pembicara yang menggunakan kalimat efektif akan
memudahkan pendengar menangkap pembicaraannya. Susunan penuturan kalimat ini sangat
besar pengaruhnya terhadap keefektifan penyampaian. Seorang pembicara harus mampu
menyusun kalimat efektif, kalimat yang mengenai sasaran. Sehingga mampu menimbulkan
pengaruh, meninggalkan kesan, atau menimbulkan akibat. Kalimat efektif memiliki ciri utuh,
berpautan, pemusatan perhatian, dan kehematan. Keutuhan kalimat terlihat pada lengkap
tidaknya unsur-unsur kalimat. Pertautan kalimat terlihat pada kompak tidaknya hubungan
pertalian antara unsur dalam kalimat, hubungan tersebut harus jelas dan logis. Pemusatan
perhatian kalimat ditandai dengan adanya penempatan bagian kalimat yang penting pada awal
atau akhir kalimat.
2.Faktor-Faktor Nonkebahasaan Sebagai Penunjang Keefektifan Berbicara

Keefektifan berbicara tidak hanya didukung oleh faktor kebahasaan seperti yang sudah diuraikan
di atas, tetapi juga ditentukan oleh faktor nonkebahasaan. Bahkan dalam pembicaraan formal,
faktor nonkebahasaan ini sangat mempengaruhi keefektifan berbicara. Dalam proses belajar-
mengajar berbicara, sebaliknya faktor nonkebahasaan ini ditanamkan terlebih dahulu, Ketika
berbicara di depan umum, mahasiswa juga membutuhkan ilmu retorika untuk menunjang
kualitas pembicaraannya. Selain itu, digunakan untuk meyakinkan pendengar akan kebenaran
gagasan/topik yang dibicarakan. Namun pada kenyataannya, tidak banyak mahasiswa yang
mampu menggunakan dengan baik dan efektif. Oleh karena itu, perlu adanya bahasa yang
digunakan mahasiswa dalam berkomunikasi atau berbicara di depan umum. dapat dimulai dari
segi penggunaan bahasa yang digunakan dalam berbicara. Kemudian selanjutnya pada ilmu
retorika yang harus digunakan, yaitu metode dan etika retorika.

Dengan merekonstruksi bahasa dan retorika, diharapkan kemampuan berbicara mahasiswa akan
termasuk dalam kategori “mahasiswa yang berbicara secara intelektual”. sehingga kalau faktor
nonkebahasaan sudah dikuasai akan memudahkan penerapan faktor kebahasaan.

     Yang temasuk faktor nonkebahasaan ialah :

     1.   Sikap pembicara, seorang pembicara dituntut memiliki sikap positif ketika berbicara
maupun menunjukkan otoritas dan integritas pribadinya, tenang dan bersemangat dalam
berbicara.

     2.   Pandangan mata, seorang pembicara dituntut mampu mengarahkan pandangan matanya


kepada semua yang hadir agar para pendengar merasa terlihat dalam pembicaraan. Pembicara
harus menghindari pandangan mata yang tidak kondusif, misalnya melihat ke atas, ke samping,
atau menunduk.

     3.   Keterbukaan, seorang pembicara dituntut memiliki sikap terbuka, jujur dalam


mengemukakan pendapat, pikiran, perasaan, atau gagasannya dan bersedia menerima kritikan
dan mengubah pendapatnya kalau ternyata memang keliru atau tidak dilandasi argumentasi yang
kuat

     4.   Gerak-gerik dan mimik yang tepat, seorang pembicara dituntut mampu mengoptimalkan
penggunaan gerak-gerik anggota tubuh dan ekspresi wajah untuk mendukung penyampaian
gagasan. Untuk itu perlu dihindari penggunaan gerak-gerik yang tidak ajeg, berlebihan, dan
bertentangan dengan makna kata yang digunakan.

     5.   Kenyaringan suara, seorang pembicara dituntut mampu memproduksi suara yang nyaring
sesuai dengan tempat, situasi, jumlah pendengar, dan kondisi akustik. Kenyaringan yang terlalu
tinggi akan menimbulkan rasa gerah dan berisik sedangkan kenyaringan yang terlalu rendah akan
menimbulkan kesan melempem, lesu dan tanpa gairah
     6.    Kelancaran, seorang pembicara dituntut mampu menyampaikan gagasannya dengan
lancar. Kelancaran berbicara akan mempermudah pendengar menangkap keutuhan isi paparan
yang disampaikan. Untuk itu perlu menghindari bunyi-bunyi penyela seperti em, ee, dll.
Kelancaran tidak berarti pembicara harus berbicara dengan cepat sehingga membuat pendengar
sulit memahami apa yang diuraikannya

     7.   Penguasaan topik, seorang pembicara dituntut menguasai topik yang dibicarakan. Kunci
untuk menguasai topik adalah persiapan yang matang, penguasaan materi yang baik, dan
meningkatkan keberanian dan rasa percaya diri. dan Penalaran, seorang pembicara dituntut
mampu menunjukkan penalaran yang baik dalam menata gagasannya sehingga pendengar akan
mudah memahami dan menyimpulkan apa yang disampaikannya.

3.Faktor Penghambat Keefektifan Berbicara

Faktor penghambat keefektifan berbicara terdiri atas dua macam, yaitu hambatan internal dan
eksternal. Hambatan internal adalah hambatan yang berasal dari dalam diri pembicara,
sedangkan hambatan eksternal adalah hambatan yang berasal dari luar pembicara (Taryono,
1999:68). Adapun hambatan internal yang dimaksud terdiri atas tiga bagian, yaitu sebagai
berikut.

Hambatan yang bersifat fisik, antara lain meliputi alat ucap yang sudah tidak sempurna lagi,
kondisi fisik yang kurang segar, dan kesalahan dalam mengambil postur dan posisi tubuh

Hambatan yang bersifat mental atau psikis, terdiri atas dua bagian, yaitu: hambatan mental yang
temporer dan hambatan mental yang laten. Hambatan mental yang temporer misalnya rasa malu,
rasa takut, dan rasa ragu atau grogi. Hambatan mental yang bersifat laten ada empat jenis yaitu
tipe penggelisah, tipe ehm vokalis, tipe penggumam, dan tipe tuna gairah;

Hambatan lain-lain meliputi

            a.       kurangnya penguasaan kaidah yaitu tata bunyi, tata bentuk, tata kalimat;

            b.      kurangnya pengalaman dalam hal berbicara;

            c.       kurangnya perhatian pada tugas yang diemban di bidang berbicara; dan

            d.      adanya kebiasaan yang kurang baik (Taryono, 1999:68-72).

      
      Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam berbicara agar berbicara kita efektif antara
lain sebagai berikut :      

        1.         Cerdas Menguasai Suasana

         Orang belajar menulis semestinya terlebih dahulu mempelajari hal-hal yang tidak akan dia
tulis. Begitu juga orang belajar berbicara semestinya terlebih dahulu mempelajari kapan
seharusnya tidak berbicara. Kita tentu pernah memdengar pepatah “bicara itu perak, diam itu
emas”, entah perkataan itu benar atau tidak akan tetapi sebelum membahasa bagaimana 
seharusnya berbicara akan lebih baik kalau kita terlebih dulu memahami bagaimana seharusnya
tidak berbicara kita diam bukan berarti tidak bersuara. Mungkin kita sedang mempraktekkan
ilmu padi semakin merunduk semakin berisi. Karena didalam berbicara kita harus tahu berbicara
dengan siapa dan di mana kita berbicara. Dengan demikian kita bisa menguasai suasana. Sering
juga kita dengar orang berkata banyak bicara banyak salah, mengapa demikian karena tidak bisa
menguasai suasana.

        2.  Buat Pembicaraan atau Percakapan lebih hidup  dan bisa dinikmati oleh semua yang
terlibat, adapun caranya sebagai berikut :    

      a.       Pilih topik yang dapat melibatkan semua orang sebelum berbicara tentu terlebih dahulu
memikirkan apa yang akan kita bicarakan. Dalam hal itu kita tidak perlu memilih topic-topik
yang berat misalnya tentang politik, bila orang-orang yang kita ajak bicara tidak banyak suka
politik.Bila kita lakukan maka kemungkinana besar orang-orang yang kita ajak bicara akan tutup
mulut dan secara otomatis pembicaraan kita akan mati.

      b.      Meminta pendapat, kita akan dikenang sebagai pemicara yang baik jika kita meminta
pendapat dari orang sekitar yang akan kita ajak berbicara. Dengan demikian pembicaraan kita
tidak bisa timbal balik

      c.       Bantulah orang yang paling pemalu dalam kelompok, sebagai pembicara yang baik kita
perlu mengajak orang-orang disekitar  kita atau orang-orang yang kita ajak bicara untuk ikut
serta dalam pembicaraan. Khususnya mereka yang tampaknya enggan untuk bergabung dan
dengan berbagai macam cara misanya memacing orang yang kurang terlibat itu dengan topic
yang anda tahu akan dia nikmati.

      d.      Jangan memonopoli percakapan atau pembicaraan, dalam berbicara kita tidak perlu
berbicara terus menerus seperti seorang monolog atau interrogator, walaupun demikian juga
jangan terlalu sedikit berbicara. Bila kita terlalu pelit berbicara, orang-orang akan menganggap
kita tidak cukup pandai atau tidak ramah.

e.       Memancing pendapat, pertanyaan-pertanayaan yang dapat memancing pendapat sangat


efektif untuk memulai percakapan atau pembicaraan dalam lingkungan sosial atau untuk
memecahkan keheningan misalnya kita dapat menanyakan hal yang sedang menjadi topic hangat
dan yang akan ada dibenarkan orang-orang saat itu.

B.     Bahasa Tubuh dalam Berbicara

Bahasa Tubuh adalah komunikasi pesan nonverbal (tanpa kata-kata). Bahasa tubuh merupakan
proses pertukaran pikiran dan gagasan dimana pesan yang disampaikan dapat berupa isyarat,
ekspresi wajah, pandangan mata, sentuhan, artifak (lambang yang digunakan), diam, waktu,
suara, serta postur dan gerakan tubuh. (Richard E. Potter dan Larry A. Samoval, Intercultural
Communication, 2006:268).

Secara garis besar, bahasa tubuh terdiri dari bagaimana cara anda duduk, cara anda berdiri, cara
anda menggunakan kedua tangan dan kaki anda, serta apa yang anda lakukan ketika berbicara
dengan seseorang. Dibawah ini adalah beberapa bahasa tubuh yang perlu anda perhatikan ketika
berbicara dengan seseorang:

1. Jangan silangkan kaki dan tangan anda.

Anda mungkin sudah sering mendengar bahwa menyilangkan tangan atau kaki dapat
menunjukkan bahwa anda tertutup terhadap lawan bicara anda dan ini tidak menciptakan
hubungan pembicaraan yang baik. Bukalah selalu posisi tangan dan kaki anda.

2. Lakukan kontak mata, namun bukan menatapnya.

Dengan melakukan kontak mata pada lawan bicara anda dapat membuat hubungan pembicaraan
menjadi lebih baik dan anda dapat melihat apakah mereka sedang mendengarkan anda atau tidak.
Namun juga bukan dengan menatapnya (terus menerus), karena akan membuat lawan bicara
anda menjadi gelisah.
Jika anda tidak terbiasa melakukan kontak mata pada lawan bicara anda, memang anda akan
merasakan ketidaknyamanan pada saat pertama kali. Namun lakukan saja terus dan anda akan
terbiasa suatu saat nanti.

3. Buatlah jarak antara kedua kaki anda.

Memberi jarak antara kedua kaki (tidak dirapatkan) baik dalam posisi berdiri maupun duduk
menunjukkan bahwa anda cukup percaya diri dan nyaman dengan posisi anda.

4. Santaikan bahu anda.

Ketika anda merasa tegang, anda akan merasakan juga ketegangan di kedua bahu anda. Biasanya
terlihat dari posisi bahu yang sedikit terangkat dan maju ke depan. Cobalah untuk mengendurkan
ketegangan dengan menggerakkan bahu anda dan mundurkan kembali posisinya ke belakang
atau bersandar.

5. Mengangguk ketika lawan bicara anda sedang berbicara.


Mengangguk menandakan bahwa anda memang sedang mendengarkan. Namun bukan berarti
anda mengangguk berlebihan (terus menerus dan cepat) layaknya burung pelatuk :), karena anda
akan terlihat seperti dibuat-buat.

6. Jangan membungkuk, duduklah dengan tegak.

Membungkuk menandakan bahwa anda tidak bergairah, dan tegak disini maksudnya adalah tetap
dalam koridor santai, tidak tegang.

7. Condongkan badan, namun jangan terlalu banyak.

Jika anda ingin menunjukkan bahwa anda tertarik dengan apa yang disampaikan oleh lawan
bicara anda, condongkan sedikit tubuh anda ke arahnya. Namun jangan juga terlalu condong
karena anda terlihat seperti akan meminta sesuatu.
Jika anda ingin menunjukkan bahwa anda cukup percaya diri dan santai, condongkan sedikit
badan anda ke belakang. Namun juga jangan terlalu condong, karena anda akan terlihat arogan.

8. Tersenyum dan tertawa.

Bercerialah, jangan terlalu serius. Santai, tersenyum bahkan tertawa jika seseorang menceritakan
sesuatu hal yang lucu. Orang akan cenderung mendengarkan anda jika anda terlihat sebagai
orang yang positif. Namun juga jangan menjadi orang yang pertama kali tertawa jika anda
sendiri yang menceritakan cerita lucu nya, karena anda akan terkesan gugup dan seperti minta
dikasihani.
Tersenyumlah ketika anda berkenalan dengan seseorang, namun jangan pula tersenyum terus
menerus karena anda akan dianggap menyimpan sesuatu dibalik senyuman anda.

9. Jagalah posisi kepala anda tetap lurus.

Jangan melihat ke bawah ketika anda berbicara dengan seseorang. Anda akan terlihat seperti
tidak nyaman berbicara dengan lawan bicara anda dan juga terlihat seperti orang yang tidak
percaya diri.

10. Jangan terburu-buru.

Ini bisa berlaku untuk apa saja. Bagi anda yang mempunyai kebiasaan berjalan dengan cepat,
cobalah sesekali untuk memperlambat jalan anda. Selain anda akan terlihat lebih tenang dan
penuh percaya diri, anda juga akan merasakan tingkat stress anda berkurang.

11. Hindari gerakan-gerakan yang menunjukkan bahwa anda gelisah.

Seperti menyentuh muka anda, menggoyang-goyangkan kaki anda atau mengetuk-ngetuk jari
anda di atas meja dengan cepat. Gerakan-gerakan semacam itu menunjukkan bahwa anda gugup
dan dapat mengganggu perhatian lawan bicara atau orang-orang yang sedang berbicara dengan
anda.
12. Efektifkan penggunaan tangan anda.

Daripada anda menggunakan tangan anda untuk hal-hal yang dapat mengganggu perhatian lawan
bicara anda, seperti disebutkan dalam point 11 diatas, lebih baik anda menggunakan tangan anda
untuk membantu menjelaskan apa yang anda sampaikan.

13. Rendahkan gelas minuman anda.

Seringkali kita berbicara dengan seseorang sambil memegang gelas minum di depan dada kita.
Sikap ini agak kurang baik karena akan membuat ‘jarak’ yang cukup jauh antara anda dan lawan
bicara anda. Rendahkan posisi gelas minuman anda, bahkan jika perlu anda memegangnya
sampai di dekat kaki.

14. Jangan berdiri terlalu dekat.

Orang yang merubah posisinya menjadi terlalu dekat pada lawan bicaranya dapat menandakan
bahwa ia sedang menyembunyikan sesuatu atau mempunyai maksud tertentu. Selain itu tentu
saja akan membuat lawan bicaranya menjadi tidak nyaman. Jagalah selalu jarak ’privacy’ antara
anda dan lawan bicara anda.

15. Berkaca.

Dalam buku-buku mengenai penjualan, saya sering menemukan tentang istilah berkaca ini. Pada
intinya ketika 2 orang terkoneksi dan melakukan hubungan pembicaraan yang positif, mereka
secara tidak sadar akan saling berkaca satu sama lain. Dalam arti anda akan sedikit meniru
bahasa tubuh lawan bicara anda, begitu juga sebaliknya. Anda dapat juga melakukan teknik
berkaca yang proaktif (dengan sadar) untuk lebih meningkatkan kualitas hubungan anda dan
lawan bicara anda. Sebagai contoh, jika lawan bicara anda sedikit mencondongkan badannya ke
depan, anda dapat juga mencondongkan badan anda ke depan. Jika lawan bicara anda menaruh
satu tangannya di atas meja, anda juga dapat melakukan hal yang sama. Namun tetap perlu
diingat, jangan melakukan gerakan tiruan dengan jeda waktu yang sangat singkat dan hampir
semua gerakan ditiru. Lawan bicara anda akan melihat suatu keanehan dan tampak seperti sirkus.

16. Jagalah selalu sikap anda.

Apa yang anda rasakan akan tersalur lewat bahasa tubuh dan dapat menjadi perbedaan yang
besar terhadap kualitas hubungan anda dan lawan bicara anda. Tetaplah jaga sikap yang positif,
terbuka dan santai. Perlu diingat bahwa anda dapat merubah bahasa tubuh yang kurang baik,
tentu saja selama anda memahami bahwa untuk menciptakan kebiasaan yang baru memerlukan
sebuah proses. Jangan juga mencoba melakukan semua dengan sekaligus karena akan membuat
anda bingung dan penat.
C.    Kecemasan Berbicara

Albin (Mahdaleni, 2004) menyatakan bahwa kecemasan merupakan tanda adanya bahaya
psikologis yang akan menyerang individu, bahaya tersebut disebabkan oleh adanya bayangan
dari pengalaman buruk yang terjadi di masa lampau. Perasaan cemas tersebut dapat
menyebabkan perasaan yang tidak menyenangkan pada individu sehingga perasaan yang
menyebabkan individu tidak dapat memusatkan pikirannya serta berfikir secara nyata.

Kecemasan menurut Prasetyono (2005) adalah penjelmaan dari berbagai proses emosi yang
bercampur baur, yang terjadi manakala seseorang sedang mengalami berbagai tekanan atau
ketegangan (stress) seperti perasaan frustrasi dan pertentangan batin (konflik batin).

Sundari (2005) menjelaskan tiga macam kecemasan, yaitu:

1.      Kecemasan karena merasa berdosa atau bersalah. Misalnya individu melakukan sesuatu
yang bertentangan dengan hati nuraninya atau keyakinanya. Seorang pelajar/mahasiswa
menyontek, pada waktu pengawas ujian lewat di depannya berkeringat dingin, takut diketahui.

2.      Kecemasan karena akibat melihat dan mengetahui bahaya yang mengancam dirinya.
Misalnya kendaraan yang dinaiki remnya macet, menjadi cemas kalau terjadi tabrakan beruntun
dan ia sebagai penyebabkan.

3.      Kecemasan dalam bentuk yang kurang jelas, apa yang ditakuti tidak seimbang, bahkan
yang ditakuti itu hal/benda yang tidak berbahaya. Rasa takut sebenarnya suatu perbuatan yang
biasa/ wajar kalau ada sesuatu yang ditakuti dan seimbang. Bila takut yang sangat luar biasa dan
tidak sesuai terhadap objek yang ditakuti, sebenarnya merupakan patologi yang disebut phobia.

Wilder (Aryuni, 2007), mengedepankan lima jenis kecemasan berbicara di di depan umum
berdasarkan penyebabnya, antara lain adalah:

·         Career Terror.

Perasaan yang tidak logis, di mana pekerjaan, karir serta masa depan sangat dipengaruhi oleh
bagaimana individu berperilaku baik itu dalam kelompok, pada saat rapat, bahkan pada saat
menerima telpon.

·         Perfectionism.

Suatu keadaan di mana individu menginginkan setiap pembicaraan dan presentasi yang ia
lakukan dapat berjalan dengan sempurna.

·         Panic.

Merupakan suatu keadaan cemas pada individu yang timbul akibat dugaan-dugaan yang tidak
beralasan yang disertai dengan adanya simtom-simtom fisik yang dapat diamati.
·         Avoidance.

Merupakan suatu bentuk penolakan terhadap diri mengenai kemampuannya sehingga dapat
menimbulkan perasaan cemas, takut, serta penurunan kemampuan berbicara saat tampil di depan
umum.

·         Trauma.

Merupakan ketakutan yang berakar dari masa lampau yang berkaitan dengan ketidakmampuan
individu dalam berbicara. Sebagai contoh adalah, orang tua atau guru yang terlalu banyak
mengkritik, sehingga menyebabkan individu menjadi sukar untuk mengedepankan pendapatnya
kepada orang lain.

Kecemasan pada situasi komunikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, Croskey mengedepankan
empat faktor yang menimbulkan kecemasan individu dalam situasi komunikasi (Devito dalam
Aryuni, 2007), antara lain adalah:

1.      Kurangnya keahlian dan pengalaman dalam komunikasi. Ketika individu kurang atau
bahkan tidak memilki kemampuan dan pengalaman dalam berkomunikasi maka individu akan
mengalami kesulitan dalam berkomunikasi, sehingga mengakibatkan timbulnya kecemasan.

2.      Evaluasi. Keadaan komunikasi dimana individu diberikan penilaian atau evaluasi dari
proses komunikasinya tersebut akan cenderung menimbulkan perasaan cemas pada individu.

3.      Jumlah kelompok. Individu akan merasakan kecemasan yang lebih besar ketika ia
berbicara pada kelompok yang lebih besar dibandingkan kelompok yang lebih kecil.

4.      Keberhasilan dan kegagalan sebelumnya. Kecemasan berkomunikasi timbul karena adanya


pengaruh dari hal-hal yang terjadi di masa lalu berkaitan dengan situasi komunikasi.
Keberhasilan individu dalan situasi komunikasi akan mengurangi kecemasan pada individu,
sebaliknya kegagalan dalam situasi komunikasi akan meningkatkan kecemasan individu dalam
berkomunikasi.
D.    Ciri-Ciri Pembicara yang Ideal

Rusmisti (2002:30) mengemukakan bahwa terdapat sejumlah ciri-ciri pembicara yang baik untuk
dikenal, dipahami, dan dihayati, serta dapat diterapkan dalam berbicara. Ciri-ciri
tersebut meliputi hal-hal di bawah ini.

a.       Memilih topik yang tepat. Pembicara yang baik selalu dapat memilih materi atau topik
pembicaraan yang menarik, aktual dan bermanfaat bagi para pendengarnya, juga selalu
mempertimbangkan minat, kemampuan, dan kebutuhan pendengamya.

b.      Menguasai materi. Pembicara yang baik selalu berusaha mempelajari, memahami,


menghayati, dan menguasai materi yang akan disampaikannya.

c.       Memahami latar belakang pendengar. Sebelum pembicaraan berlangsung, pembicara yang


baik bemsaha mengumpulkan informasi tentang pendengamya.

d.      Mengetahui situasi. Mengidentifikasi mengenai ruangan, waktu, peralatan penunjang


berbicara, dan suasana.

e.       Tujuan jelas. Pembicara yang baik dapat merumuskan tujuan pembicaranya yang tegas,
jelas, dam gambling.

f.       Kontak dengan pendengar. Pembicara berusaha memahami reaksi emosi, dan perasaan
mereka, berusaha mengadakan kontak batin dengan pendengamya, melalui pandangan mata,
perhatian, anggukan, atau senyuman.

g.      Kemampuan linguistiknya tinggi. Pembicara dapat memilih dan menggunakan kata,


ungkapan, dan kalimat yang tepat untuk menggambarkan jalan pikirannya, dapat menyajikan
materi dalam bahasa yang efektif, sederhana, dan mudah dipahami.

h.      Menguasai pendengar. Pembicara yang baik harus pandai menarik perhatian pendengamya,
dapat mengarahkan dan menggerakkan pendengamya ke arah pembicaraannya.

i.        Memanfaatkan alat bantu.

j.        Penampilannya meyakinkan.

k.      Berencana.
BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

Adapun faktor-faktor yang memengaruhi keefektifan berbicara yaitu faktor kebahasaan yang
memengaruhi keefktifan berbicara:ketepatan ucapan, penempatan tekanan, nada, sendi, dan
durasi yang sesuai, pilihan kata (diksi), ketepatan sasaran pembicaraan. Faktor nonkebahasaan
yang memengaruhi kefektifan berbicara: sikap pembicara, pandangan mata, keterbukaan, gerak-
gerik dan mimik yang tepat, kenyaringan suara, kelancaran, dan penguasaan topik.

Secara garis besar, bahasa tubuh terdiri dari bagaimana cara anda duduk, cara anda berdiri, cara
anda menggunakan kedua tangan dan kaki anda, serta apa yang anda lakukan ketika berbicara
dengan seseorang. Kecemasan menurut Prasetyono (2005) adalah penjelmaan dari berbagai
proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi manakala seseorang sedang mengalami berbagai
tekanan atau ketegangan (stress) seperti perasaan frustrasi dan pertentangan batin (konflik
batin). Rusmisti (2002:30) mengemukakan bahwa terdapat sejumlah ciri-ciri pembicara yang
baik untuk dikenal, dipahami, dan dihayati, serta dapat diterapkan dalam berbicara.

B.Saran

Sebuah materi yang esensial diperlukan pemahaman khusus, jadi diharapkan keseriusannya
dalam materi ini dan rajin melatih diri untuk mempelajarinya agar dapat memahaminya.
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus
dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak
dan tentunya dapat dipertanggungjawabkan.
DAFTAR PUSTAKA

http://komunikasi.uinsgd.ac.id/bahasa-tubuh-dalam-public-speaking/

https://makkita.wordpress.com/tag/kecemasan-berbicara/

http://mama-diyah.blogspot.co.id/2014/03/11-ciri-ciri-pembicara-yang-ideal.html

http://peternggili-pedrozhaqoutez.blogspot.co.id/2012/10/qoutez-makalah-keterampilan-
berbicara.html

http://tpunya.blogspot.co.id/2011/04/keterampilan-berbicara.html

https://ronawajah.wordpress.com/2009/07/30/pentingnya-bahasa-tubuh-dalam-berkomunikasi/

Anda mungkin juga menyukai