Anda di halaman 1dari 58

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN

BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA

Oleh:

1. ANGGI ARDIKA PRADANA (14.401.18.003)

2. IZZA FA’IQOTUL HIMMA (14.401.18.030)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA

KRIKILAN-GLEMORE-BANYUWANGI

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan hidayah dan
inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Makalah Asuhan Keperawatan pasien dengan Benign Prostat Hyperplasia(BPH)”

Materi ini saya buat bertujuan untuk menjelaskan materi tentang Asuhan Keperawatan
pasien dengan BPH. Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa lain dapat memahami
Asuhan Keperawatan Pasien dengan BPH.

Dalam proses pembuatan makalah ini, banyak pihak yang telah membantu dan
mendukung untuk menyelesaikannya. tidak lupa saya sampaikan terima kasih kepada;

1. Ibu Haswita, S.kep. Ns,. M.Kes selaku Direktur Akademi Kesehatan Rustida Krikilan
yang telah menyediakan fasilitas.
2. Bapak Eko Prabowo, S.Kep,Ns.,M.Kes,selaku Dosen Pembimbing mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah 1 Akademi Kesehatan Rustida.
3. Ibu Fitri Maria, S.Kep, selaku Dosen Pembimbing mata kuliah Keperawatan Medikal
Bedah 1 Akademi Kesehatan Rustida.
4. Bapak Hendrik, S.Kep.,Ns.,M.M, selaku Dosen Pembimbing mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah 1 Akademi Kesehatan Rustida.
5. Rekan-rekan mahasiswa serta semua pihak yang telah membantu dan menyelesaikan
dalam penyelesaian makalah ini.

Makalah ini saya buat dengan kemampuan semaksimal mungkin, walaupun masih
banyak kekurangan yang harusdiperbaiki. Oleh karena itu saya mengaharapkan saran atau
kritik dan yang sifatnya membangun demi tercapainya suatu kesempurnaan makalah ini. agar
makalah ini dapat berguna bagi pembaca.
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................................................2

DAFTAR ISI....................................................................................................................................4

BAB I................................................................................................................................................5

PENDAHULUAN............................................................................................................................5

A. Latar Belakang.....................................................................................................................5

B. Batasan Masalah...................................................................................................................6

C. Rumusan Masalah................................................................................................................6

D. Tujuan..................................................................................................................................6

a. Tujuan Khusus.................................................................................................................6

b. Tujuan Umum...................................................................................................................6

BAB II..............................................................................................................................................7

TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................................7

A. Konsep Penyakit...................................................................................................................7

1. Definisi..............................................................................................................................7

2. Etiologi..............................................................................................................................7

3. Tanda Gejala....................................................................................................................8

B. Patofisiologi.......................................................................................................................9

C. Pathway(Prabowo & Pranata, 2014, hal. 134)...............................................................11

D. Klasifikasi.......................................................................................................................12

1. Pengkajian......................................................................................................................13

2. Diagnosa Keperawatan.......................................................................................................20

3. Intervensi............................................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................36

LEMBAR KONSUL......................................................................................................................37

PLAGIASI......................................................................................................................................38
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penting bagi kita untuk mengetahui penyakit Benign Prostat Hiperplasia


(BPH), karenatidak semua laki-laki dengan usia rata 50 tahun mengalami penyakit ini.
Benign Prostat Hyperplasia adalah penyakit perbesaran atau hipertrofi dari prostate.
Kata hipertrofi sering kali menimbulkan kontroversi di kalangan klinik dengan
hiperplasia. Hipertrofi bermakna bahwa dari segi kualitas terjadi pembesaran sel,
namun tidak diikuti oleh jumlah (kualitas). Namun, hiperplasia
merupakanpembesaran ukuran sel (kualitas) dan diikuti oleh penambahan jumlah sel
(kuantitas). BPH sering menyebabkan gangguan dalam eliminasi urin karena
pembesaran prostat yang cenderung kearah depan atau menekan saluran vesika
urinaria [ CITATION Eko14 \p 130 \l 1033 ]

Oleh karena itu sebagai tenaga kesehatan perawat mempunyai peran yang
penting dalam memberikan informasi akan BPH.Pencegahan BPH itu sendiri
diterapkan dengan membudidayakan pola hidup sehat serta melakukan pemeriksaan
secara rutin. Jarang semua pasien yang mengalami BPH harus menjalani operasi.
Sebagai perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien BPH dalam
upaya kuratif yaitu pemberian obat,pemberian obat antikolinergik mengurangi spasme
kandung kemih. Dalam memenuhi kebutuhan seperti gangguan eliminasi dengan cara
pengkajian dalam pemasangan kateter. Dan sangat diperlukan peran serta keluarga
dalam pemberian asuhan keperawatan klien dengan post prostatektomi baik dirumah
sakit maupun rumah sakit ini merupakan peran perawat sebagai Edukator[ CITATION
Eko14 \p 136 \l 1033 ]
B. Batasan Masalah
Apa saja yang mengenai dari Benign Prostat Hiperplasia (BPH),mulai dari
maksud sampai dengan diagnosa, asuhan keperawatan, beserta intervensi yang
dilakukan pada penyakit BPH.

C. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Benign Prostat Hiperpla ?
2. Apa Etiologi dari Benign Prostat Hiperplasia ?
3. Apa Manifestasi klinis dari Benign Prostat Hiperplasia ?
4. Bagaimana patofisiologi atau mengapa Benibna Prostat Hyperplasia dapat
terjadi ?
5. Apa klasifikasi dari Benign Prosta Hiperplasia ?
6. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi akibat Benign Prostat Hiperplasia ?
7. Apa saja Diagnosa keperawatan dari Benign Prostat Hiperplasia ?
D. Tujuan
a. Tujuan Khusus
mahasiswa mampu menjelaskan dan bertindak tentang asuhan
keperawatan pada Benign Prostat Hiperplasia.
b. Tujuan Umum
1. Memahami maksud dari BPH.
2. Memahami Etiologi BPH
3. Memahami Patofisiologi BPH
4. Memahami Komplikasi penyakit BPH
5. Memahami Penatalaksanaan BPH
6. Memahami Pemeriksaan Penunjang BPH
7. Memahami Asuhan Keperawatan BPH
i.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Benign prostate hyperplasia(BPH) adalah suatu kondisi yang sering terjadi
sebagai hasil dari pertumbuhan dan pengendalian hormon prostate [ CITATION
Nua \p 91 \l 1033 ]
Benign Prostat Hiperplasia (BPH) adalah suatu penyakit perbesaran atau
hipertrofi dari prostate. Kata hipertrofi sering kali menimbulkan kontroversi di
kalangan klinik karena bertolak belakang dengan hiperplasia. Hipertrofi
bermakna bahwa dari segi kualitas terjadi pembesaran sel, namun tidak diikuti
oleh jumlah (kualitas). Namun, hyperplasia merupakan pembesaran ukuran sel
(kualitas) dan diikuti oleh penambahan jumlah sel (kuantitas). BPH sering
menyebabkan gangguan dalam eliminasi urin karena pembesaran prostat yang
cenderung kearah depan atau menekan saluran vesika urinaria[ CITATION
Eko14 \p 130 \l 1033 ]
Benigna Prostat Hiperplasia adalah pertumbuhan nodul-nodul
fibriadenomatosa majemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari
bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan
menekan kelenjar normal[ CITATION Wij13 \p 97 \l 1033 ]
Jadi kesimpulannya penyakit BPH adalah penyakit yang disebabkan
karena ketidak seimbangan antara hormon estrogen dan testosteron yang
diikuti dengan pembesaran sel, sehingga terjadi pembesaran pada prostat/buah
jakar.

2. Etiologi
Penyebab pastinya belum diketahui secara pasti dari hyperplasia
prostat, namun faktor usia dan hormonal menjadi penyebab terjadinya BPH.
Beberapa hipotensi menyebutkan bahwa hyperplasia prostat sangat erat
kaitannya dengan :
1. Peningkatan DTH (dehydrotestosteron)
Peningkatan liam alfa reduktase dan reseptor androgenik akan
menyebabkan epitel dan stroma dari saluran kelenjar prostat akan
mangalami hiperplasia.
2. Ketidak-seimbangan estrogen-testosteron.
Ketidak seimbangan terjadi karena proses degeneratif. Pada
proses penuaan, pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan
penurunan hormon testosteron. Hal ini yang memicu terjadinya
hyperplasia stroma pada prostate.
3. Interaksi antar sel stroma dan sel epitel prostat.
Peningkatan kadar epidermal fibroblast growth factor dan
penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasia
stroma dan epitel, sehingga akan terjadi BPH.
4. Berkurangnya kematian sel (apoptosis)
Estrogen yang meningkat akan menyebabkan peningkatan
jangka hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
5. Teori sistem sel
Sel stem yang meningkat akan mengakibatkan proliferasi sel
transit dan memicu terjadi benign prostat hyperplasia[ CITATION
Eko14 \p 131 \l 1033 ]

3. Tanda Gejala
BPH merupakan yang diderita oleh klien laki-laki dengan usia kurang
lebih dari 50 tahun di karenakan peningkatan usia akan membuat ketidak
seimbangan rasio antara hormon estrogen dan testosteron, dengan
meningkatnya kadar hormon estrogen diduga berkaitan dengan terjadinya
hiperplasia stroma, sehingga timbul dengan bahwa hormon testosteron
diperlukan untuk inisiasi terjadinya ploriferasi sel tetapi kemudian hormone
estrogen lah yang berperan untuk memperkembang stroma. Gambaran klinis
dari BPHdampak obstruksi saluran kencing, sehingga klien kesulitan untuk
miksi. Berikut ini adalah beberapa gambaran gambaran klinis pada klien BPH :
1. Gejala prostatimus (nokturia,urgency,penurunan daya aliran urin).

Kondisi ini dikarenakan oleh kemampuan vesika urinaria


yang gagal mengeluarkan urin secara tidak sadar dan reguler,
sehingga volume urin masih sebagaian besar tertinggal di dalam
vesika.

2. Retensi urin
Pada awal obstruksi,biasanya pancaran urin lemah, terjadi
resistansi, intermitensi,urin menetes, dorongan mengejan yang kuat
saat miksi dan retensi urin. Retensi urin sering dialami oleh penderita
yang mengalami BPH kronis. Secara fisiologis,vesika urinaria
memiliki kemampuan untuk mengeluarkan urin melalui kontraksi
otot detrusor. Namun obstruksi yang berkepanjangan akan membuat
beban kerja destrusor semakin berat dan pada akhirnya mengalami
penurunan fungsi kontraktilitas
3. Pembesaran prostat
Hal ini diketahui melalui pemeriksaan rektal touch (RT)
anterior. Biasanya didapatkan gambaran pembesaran prostat dengan
konsistensi jinak/baik.
4. Inkontinensia
Inkontinensia yang terjadi menunjukan bahwa detrusor gagal
dalam melakukan peregangan. Dekompensasi yang berlangsung
lama akan mengiritabilitas serabut syaraf urinarius, sehingga kontrol
untuk miksi terganggu[ CITATION Eko14 \p 132 \l 1033 ]

B. Patofisiologi

Prostat sebagai kelenjar ejakulasi memiliki hubungan fisiologis yang


sangat erat dengan dihidrotestoteron (DHT). Hormon ini merupakan hormon
yang memacu pertumbuhan prostat sebagai kelenjar ejakulasi yang nantinya
akan mengoptimalkan kerjanya. Hormon DHT disintesis dalam kelenjar
prostat dari hormon testosteron dalam darah. Proses sintesis ini dibantu oleh
enzim 5reduktase tipe 2. Selain DHT yang sebagai prekursor, estrogen juga
memiliki pengaruh besar terhadap pembesaran kelenjar prostat. Seiring
dengan penambahan usia,maka prostat akan lebih sensitif dengan
stimulasandrogen, sedangkan estrogen mampu memberikan proteksi
terhadap BPH. Dengan pembesaran yang abnormal, maka akan terjadi
desakan pada traktus urinarius. Pada tahap awal, obstruksi traktus urinarius
jarang menimbulkan keluhan, karena dengan dorongan mengejan dan
kontraksi yang kuat dari detrusor mampu mengeluarkan urin secara tidak
sadar. Namun obstruksi yang sudah kronis membuat dekompensasi dari
detrusor untuk berkontraksi yang ahirnya menimbulkan obstruksi saluran
kemih/kencing[ CITATION Eko14 \p 132 \l 1033 ]

Keluhan yang biasanya muncul dari obstruksi adalah dorongan


mengejan saat miksi yang kuat, pancaran urin lemah,disuria (saat kencing
terasa terbakar), palpasi rektal toucher (RT) menggambarkan hipertrofi
prostat,distensi vesika dan hipertrofi fibromuskuler yang terjadi pada klien
BPH menimbulkan iritasi pada mukosa uretra. Iritabilitas ini lah nantinya
akan menyebabkan keluhan jumlah urin, urgensi, inkontinensia urgensi dan
nukturia. Obstruksi yang berkelanjutan akan menimbulkan komplikasi yang
lebih besar , misalnya hidronefrosis, gagal ginjal dan masih banyak lagi.
Oleh karena itu kateterisasi untuk tahap awal sangat efektif untuk
mengurangi resiko vesika urinaria[ CITATION Eko14 \p 133 \l 1033 ]

Pembesaran pada penyakit ini terjadi secara bertahap mulai dari


bagian periuretral dan transisional.Sebagian besar hyperplasia prostat
terdapat bagian transsisional yang posisinya proksimal dari spinter externus
dikedua sisi dari verumontanum dan di bagian periuretral.Kedua bagian
tersebut hanya merupakan hanya dua persen dari volume prostat. Sedangkan
pertumbuhan karsinoma prostat.Hiperplasia ini terjadi secara nodular dan
sering diiringi oleh proliferasi fibro muskular untuk lepas dari jaringan
lainnya. Oleh karena itu, hiperplasia bagian transisional ditandai oleh
banyaknya jaringan kelenjar yang tumbuh pada pucuk dan cabang dari pada
duktus. Sebenarnya ploriferasi bagian transisional dan bagian sentral pada
prostat berasal dari turunan duktus Wolffi dan proliferasi zona periferberasal
dari sinus urogenital. Sehingga, berdasarkan latar belakang embriologis
inilah bisa diketahui mengapa BPH terjadi pada bagian transisional dan
sentral, sedangkan Ca prostat terjadi pada bagian perifer [ CITATION Eko14 \p
133 \l 1033 ]

C.
Pathway[ CITATION Placeholder2 \p 134 \l 1057 ]
Degeneratif Peningkatan
Epidermal
Growth
Dehidrotestostero Estrogen Testosterone Factor
n meningkat meningkat turun
Penurunan
Hiperplasia epitel Transforming
Peningkatan sel Growth
& stroma prostat
stem Factor Beta
Proliferasi sel
BPH

Kronis Secondary Effect


Obstruksi sel
kencing
bawah Iritabilitas Fungsi seksual
Residual urine N. Urinarius turun
tinggi
Kehilangan
Disfungsi
Tekanan control miksi
seksual
intravesika
Inkontinensia
Reflex berkemih Urinarius Fungsional
meningkat Sensitifitas
meningkat
urgensi
Hambatan
Retensi Urine Nyeri Akut
Dekompensasi
vesika urinaria

Aliran visual urine

Kerusakan
Integritas
Kulit
D. Klasifikasi

Berbagai tanda dan gejala dapat dibagi dalam dua kategori : obstruktif
(terjadi ketika faktor dinamik dan faktor statik mengurangi pengosongan
kandung kemih/saluran kencing) dan iritatif (hasil dari obstruksi yang sudah
berjalan lama pada leher kandung kemih).

Kategori keparahan BPH Menurut R. Sjamsuhidayat dan Wim de Jong

Derajat I : biasanya belum memerlukan tindakan tindakan bedah, diberi


pengobatan konservatif. Dengan menggunakan obat golongan reseptor alfa-
adrenergik inhibitor mampu merelaksasikan otot polos prostat dan saluran
kemih/kencing akan lebih terbuka, seperti alfuzosin dan tamsulosin dan
biasanya dikombinasikan dengan finasteride.

Derajat II : merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan


biasannya dianjurkan reseksi endoskopik melalui uretra.

Derajat III : reseksi pada endoskopik dapat berjalan bila di perkirakan


prostate sudah cukup besar, reseksi tidak kurang dari satu jam sebaiknya
dengan pembedahan terbuka ,melalui jalur perianal.

Derajat IV : tindakan harus segera dilakukan membebaskan klient dari


retensi urine total dengan pemasangan selang dower kateter[ CITATION Nua \p
92 \l 1033 ]
E. Komplikasi

Komplikasi Benign Prostat Hyperlasia terkadang dapat mengarah pada


komplikasi yang di akibat ketidak mampuan kandung kemih dalam
mengosongkan urin. Beberapa komplikasi yang mungkin muncul antara lain :

1. Retensi kronik dapat menyebabkan reluks vesiko-ureter, hidroureter,


hidronefrosis, gagal ginjal.
2. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu
miksi. Karena produksi urin terjadi, maka satu saat vesiko urinaria
tidak lagi mampu menampung urin, sehingga tekanan intravesikel
lebih tinggi dari tekanan sfingter dan obstruksi sehingga terjadi
inkontinensia paradox (overflow incontinence ). Retensi kronik
menyebabkan refluk vesiko ureter dan dilatasi. Ureter dan ginjal,
maka ginjal akan rusak.
3. Hernia atau hemoroid. Hal ini dapat terjadi karena kerusakan traktus
urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan
penderita harus mengejan pada miksi yang meningkatkan pada
tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan
hemoroid.Kerena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan
terbentuknya batu[ CITATION Placeholder1 \p 102 \l 1033 ]
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
BPH(benigna prostat hiperplasia)biasanya terjadi pada pasien laki-laki
usia lebih dari 50 tahun, hanya dialami oleh pasien laki-laki, pada semua
suku bangsa [ CITATION Placeholder2 \p 131 \l 1033 ]
b. Status Kesehatan saat ini
1. Keluhan Utama
Biasanya pasien mengeluh nyeri pada saat miksi, penderita juga
mengeluh sering buang air berulang ulang(anyang-anyangan),
terbangun untuk miksi pada malam hari, perasaan ingin miksi yang
sangat mendesak, kalau mau miksi harus menunggu lama, harus
mengedan, kencing terputus-putus[ CITATION Wij13 \p 103 \l 1033 ]
2. Alasan Masuk Rumah Sakit

Pasien mengeluh nyeri saat miksi,pasien merasakan jika


ingin miksi harus menunggu lama,harus mengedan dan kencing
terputus-putus[ CITATION Wij13 \p 103 \l 1033 ].

3. Riwayat Sekarang
Pasien mengeluh sakit ketika buang air besar dan juga harus
menunggu lama sering juga BAK berulang ulang yang membuat
pasien terganggung dalam beraktifitas. Pasien juga sering bangun
pada saat malam hari. (wijaya A., 2013, p. 103)
c. Riwayat Kesehatan Terdahulu
1. Riwayat Penyakit Sebelum
Klien pernah menderita BPH dan apakah klien pernah dirawat
dirumah sakit sebelumnya[ CITATION Wij13 \p 103 \l 1033 ]
2. Riwayat Keluarga
Mungkin diantara keluarga pasien sebelumnya ada yang
menderita penyakit yang sama dengan penyakit pasien
sekarang[ CITATION Wij13 \p 103 \l 1033 ]
3. Riwayat Pengobatan
Pemberian obat golongan reseptor alfa-adrenergik inhibitor
mampu merelaksasikan otot polos kelenjar prostat dan saluran
kemih akan lebih longgar.obat golongan 5-alfa-reduktase inhibitor
mampu menurunkan kadar dehidrotestosteron intraprostat, sehingga
dengan turunya kadar testosteron dalam plasma maka prostat akan
mengecil/kembali ke ukuran normal[ CITATION Eko14 \p 136 \l 1033 ]

d. Pemeriksaan Fisik
1. . Keadaan Umum
a. Kesadaran
Pada pasien Benigna Prostat Hyperplasia, keluhan yang
sering dialami dikenal dengan istilah LUTS (lower urunary tract
symtoms) merupakan semburan urin lemah, intermitensi,ada
sisa urin pasca miksi, urgensi, frekuensi dan disuria[ CITATION
Eko14 \p 137 \l 1033 ]
b. Tanda-Tanda Vital
1) Tekanan darah : mengalami peningkatan pada tekanan
darah dan MAP darah
2) Nadi : adanya peningkatan nadi. Hal ini merupakan
bentuk kompensasi dari nyeri yang tibul akibat
opstruksi meatus uretalis dan adanya distensi bladder.
3) Respirasi : terjadi peningkatan frekuensi nafas akibat
nyeri yang dirasakan penderita.
4) Suhu : terjadi peningkatan suhu akibat retensi urin
berlangsung lama seiring ditemukan adanya tanda
gejala urosepsis pada penderita[ CITATION Eko14 \p
137 \l 1033 ]

2. Body Sistem
a. Sistem Pernafasan
a. Inspeksi : biasanya klien terjadi sesak
nafas,frekuensi pernafasan menurun (kurang dari 16
dalam 1 detik)
b. Palpasi : pada palpasi supra simfisis akan terasa
distensi badder.
c. Auskultasi : biasanya terdengar suara nafas
tambahan seperti ronchi,wheezing/ngikkk,suara
nafas menurun, dan perubahan bunyi nafas[ CITATION
Eko14 \p 137 \l 1033 ]
b. Sistem Kardiovaskular
a. Inspeksi : tidak terdapat sianosis , tidak terdapat
perubahan letak maupun pemeriksaan pada
insfeksius.
b. Palpasi : biasanya denyut nadi cepat.
c. Perkusi : pada pemeriksaan manusia normal
pemeriksaan perkusi/bunyi yang didapatkan pada
thorax adalah redup[ CITATION Eko14 \p 137 \l 1033 ]
c. Sistem Persyarafan
a. Inspeksi : klient menggigil kedinginan, kesadaran
menurun dengan adanya infeksi dapat terjadi
urosepsis berat sampai pada syok septik [ CITATION
Eko14 \p 137 \l 1033 ]
d. Sistem Perkemihan
a. Inspeksi : terdapat beban padat dibawah abdomen
bawah (distensi kandung kemih)
b. Palpasi : pada palpasi bimanual ditemukan adanya
rangsangan pada ginjal. Dan pada palpasi supra
simfisis akan teraba distensi bladder dan akan terasa
nyeri jika di tekan.
c. Perkusi :dilakukan untuk mengetahui adatidaknya
residual urin terdapat suara redup di saluran kemih
karena terdapat residual[ CITATION Eko14 \p 137 \l
1033 ]
e. Sistem Pencernaan
a. Mulut dan tenggorokan : Nafsu makan menurun
mual dan muntah.
b. Abdomen : datar (simetris)
c. Inspeksi : bentuk abdomen datar , tidak terdapat
massa dan odema.
d. Auskultasi : suara bising usus normal.
e. dapat nyeri tekan dan tidak terdapat pembesaran
permukaan halus.
f. Perkusi ; tympani.[ CITATION Wij13 \p 100 \l 1033 ]
f. Sistem Integumen
a. Palpasi : kulit terasa panas karena peningkatan suhu
tubuh karena adanya tanda gejala urosepsis klien
menggigil kedinginan , kesadaran
menurun[ CITATION Eko14 \p 137 \l 1033 ]
g. Sistem Muskuloskeletal
a. Selang kateter direkatkan di bagian paha klien. Pada
paha yang direkatkan kateter tidak boleh fleksi
selama traksi masih diperlukan.[ CITATION Wij13 \p
106 \l 1033 ]
h. Sistem Endokrin
a. Inspeksi : adanya perubahan keseimbangan hormon
testosteron dan hormon esterogen pada usia
lanjut[ CITATION Nua \p 91 \l 1033 ]
i. Sistem Reproduksi
a. Pada pemeriksaan penis, uretra, dan skrotum tidak
ditemukan adanya kelainan, kecuali adanya penyakit
penyerta seperti stenosis meatusis. Pemeriksaan RC
(rectal toucher) merupakan pemeriksaan sederhana
yangpaling mudah untuk menegakan BPH.
Tujuannya yaitu untuk menentukan konsistensi
sistem persarafan unut vesiko uretra dan besarnya
prostate[ CITATION Wij13 \p 137 \l 1033 ]
j. Sistem Pengindraan
a. Inspeksi : pada pasien BPH biasanya pada sistem ini
tidak mengalami gangguan apapun[ CITATION
Eko14 \p 137 \l 1033 ]
k. Sistem Imun
a. Tidak terjadi kelainan sistemik imunitas pada
penderita BPH[ CITATION Eko14 \p 137 \l 1033 ]

3. Pemeriksaan Penunjang

Menurut[ CITATION Eko14 \p 100 \l 1033 ] Salah satu gejala


dari BPH adalah melemahnyakekuatan semprotan urin. Secara
obyektif pancaran urin dapat diperiksa:

Uroflowmeter dengan penilaian :

1. Flow rate maksimal lebih dari 15 ml / dtk= non


obstruktif.
2. Flow rate maksimal 10 sampai 15 ml / dtk=border
line.
3. Flow rate maksimal kurang dari 10 ml /
dtk=obstruktif.

Urinalisa untuk /melihat adanya infeksi, hematuria. Ureum,


creatinin, elektrolit untuk melihat gambaran fungsi dari ginjal.
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Analisis urin dan pemeriksaan mikroskopik urin,
elektrolit, kadar urium kreatin dalam kemih.
b. Prostate spesific antigen (PSA), untuk dasar penentuan
biopsi rencana.
2. USG
a. Pembesaran kelenjar pada bagian sentral
b. Nodul hipoechoid atau campuran echogeni
c. Klasifikasi antara bagian sentral
d. Volume prostat lebih dari 30ml 8
4. Penata Laksanaan
a. Observasi
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan
ringan/biasa, yang diberikan yaitu mengurangi nafsu minum
setelah makan malam untuk mengurangi nokturia,
mengurangi minum kopi dan tidak diperbolehkan minum
alkohol supaya tidak selalu sering miksi/bak. Setiap tiga
bulan dilakukan kontrol keluhan, sisa kencing dan
pemeriksaan colok dubur/anus.
b. Mengurangi volume prostat sebagai komponen static
dengan cara menurunkan kadar hormon testosteron atau
dihidrotestosteron(DHT) melalui penghambat 5a-reductase.
c. Penghambat enzim

Obat yang dipakai adalah Fiasteride dengan dosis


1X5 mg/hari, obat golongan ini dapat menghambat
pembentukan dehate sehingga prostat yang membesar akan
mengecil. Tetapi obat ini bekerja lebih lambat daripada
golongan bloker dan manfaatnya hanya jelas pada prostat
yang lebih besar. Salah satu efek samping obat ini adalah
melemahkan libido, ginekomastio, dan dapat menurunkan
nilai PSA.

b. Filoterapi
Pengobatan filoterapi yang ada di Indonesia yaitu
Eviprostat. Efeknya diharapkan terjadi setelah pemberian
selama 1-2bulan.
c. Terapi bedah
Waktu penanganan untuk tiap klien berfariasi
tergantung berat gejala dan komplikasi, indikasi untuk terapi
bedah yaitu retensio urin berulang, batu saluran kemih.
[CITATION NsA13 \p 101 \l 1057 ]
d. TUR-P (Transuretral Resection Prostatectomy)
Tindakan ini merupakan tindakan pembedahan non
insisi, yaitu pemotongan secara elektriks prostat melalui
meatus uretralis. Jaringan prostat yang membesar dan
menghalangi jalannya urineakan dibuang melalui
elektrokauter, yaitu meminimalisir tindakan pembedahan
terbuka, sehingga masa penyembuhan lebih cepat dan
tingkat resiko infeksi sedikit. Adapun komplikasi dari
tindakan ini yaitu terjadinya perdarahan, infeksi,
hiponatremia, retensi urine akut.[ CITATION Placeholder2 \p
136 \l 1057 ]

5. Pembedahan terbuka (prostatectomy)


Tindakan ini dilakukan jika prostat sudah terlalu
besar dan di ikuti penyakit penyerta lainnya, misalnya
tumor saluran vesika urinaria, vesikolothiasis dan adanya
adenoma yang membesar ada beberapa prostatektomi yaitu
Prostatektomi Supra pubis, prostatektomi perineal,
prostatektomi redropubik dan sebagainya.[ CITATION
Placeholder4 \p 136 \l 1057 ]

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang biasanya muncul pada klien dengan benigna


prostat hyperplasia BPH menurut [ CITATION Placeholder7 \p 23 \l 1033 ] adalah :

a. Pre Operasi
1. Retensi Urine
Definisi : pengosongan kandung kemih tidak semua.

Batasan karakteristik :

1. Tidak ada urin keluar


2. Distensi kandung kemih naik
3. Urine menetes sedikit
4. Disuria
5. Sering berkemih
6. Inkontinensia aliran berlebih
7. Residu urine
8. Sensasi kandung kemih penuh
9. Berkemih sedikit

Faktor yang berhubungan :


1. Sumbatan
2. Tekanan ureter tinggi
Nyeri Akut [ CITATION Placeholder5 \p 530-531 \l
1033 ]
Definisi :
Pengalaman sensori dan emosi yang tidak
menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual
atau potensial, atau digambarkan dengan istilah seperti
(International Association For the Study of Pain), yang tiba
– tiba atau perlahan dengan intensitas ringan sampai berat
dengan akhir yang dapat diantisipasi atau dapat diramalkan
dan durasinya kurang dari enam bulan.

Batasan Karakteristik :
Subjektif :Mengungkapkan secara verbal atau
melaporkan (nyeri) dengan isyara/sugest.
Objektif :
1) Posisi untuk menghindari nyeri .
2) Perubahan tonus otot (dengan rentang dari lemas tidak
bertenaga sampai kaku) .
3) Respon autonomic (misalnya, diaphoresis, perubahan
tekanan darah, pernapasan atau nadi, dilatasi pupil) .
4) Perubahan selera makan .
5) Perilaku distraksi (misalnya : mondar – mndir, mencari
orang dan aktivitas lain, aktivitas berulang) .
6) Perilaku ekspresif (misalnya : gelisah, merintih,
menangis, kewaspadaan berlebihan, peka terhadap
rangsang, dan menghela nafas panjang) .
7) Wajah topeng (nyeri) .
8) Perilaku menjaga atau sikap melindungi .
9) Fokus menyempit (misalnya gangguan persepsi waktu,
gangguan proses pikir, interaksi dengan orang lain atau
lingkungan menurun) .
10) Bukti nyeri yang dapat diamati.Berfokus pada diri
sendiri .
11) Gangguan tidur (mata terlihat kuyu, gerakan tidak
teratur, atau tidak menentu, dan menyeringai) .
Faktor yang berhubungan :
Agen – agen penyebab cedera/luka (misalnya
biologis, kimia, fisik, dan psikologis).
a. Ansietas [ CITATION Placeholder5 \p 42-43 \l 1033 ]
Definisi :

Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar


disertai respon autonomy ( sumber sering kali tidak spesifik atau
tidak diketahui oleh individu maupun kelompok) perasaan takut
yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Perasaan ini
merupakan isyarat kewaspadaan yang meringatkan bahaya yang
akan terjadi dan memampukan individu melakukan tindakan
untuk menghadapi ancaman/kecelakaan.

Batasan Karakteristik :
1) Penurunan produktivitas.
2) Mengekspresikan kekhawatiran akibat perubahan dalam
peristiwa hidup.
3) Gerakan yang tidak relevan
4) Gelisah
5) Memandang sekilas
6) Insomnia
7) Kontak mata buruk
8) Resah
9) Menyelidiki dan tidak waspada.
Faktor yang berhubungan :
1) Terpasang toksin
2) Hubungan keluarga
3) Transmisi dan penularan interpersonal
4) Krisis situasi dan maturasi
5) Stress
6) Kebutuhan yang tidak terpenuhi.
b. Disfungsi seksual [ CITATION Placeholder5 \p 696-697 \l 1033 ]
Definisi
Kondisi ketika individu mengalami perubahan fungsi
seksual selama fase respons gairah seksual, rangsang seksual,
atau orgasme, yang dipandang tidak memuaskan, tidak ada
penghargaan, atau tidak adekuat.
Batasan karakteristik :
Subyektif :
1) Perubahan dalam penerimaan kepuasan seksual.
2) Perubahan minat terhadap diri sendiri dan orang lain.
3) Ketidakmampuan untuk mencapai kepuasan yang
diharapkan.
4) Persepsi perubahan rangsang seksual.
5) Persepsi defisiensi gairah seksual.
6) Persepsi keterbatasan akibat penyakit atau terapi.
7) Menyatakan masalah.

Obyektif :

1) Pembatasan aktual akibat penyakit atau terapi


2) Perubahan dalam pencapaian persepsi peran seks.
3) Mencari penegasan tentang kemampuan respons gairah
seksual.

Faktor yang berhubungan :


1) Ketiadaan model peran atau model peran tidak berpengaruh.
2) Perubahan struktur atau fungsi tubuh (misalnya obat –
obatan, pembedahan, proses penyakit, trauma, dan radiasi).
3) Perubahan biopsikososial seksualitas.
4) Kurang privasi .
5) Kurangnya orang terdekat.
6) Salah informasi atau kurang pengetahuan.
7) Penganiayaan fisik.
8) Penganiayaan psikososial (misalnya hubungan yang
menyakitkan dan trauma)
2. Post Operasi
a. Kerusakan integritas kulit[ CITATION Placeholder5 \p 803-
804 \l 1033 ]

Definisi : kerusakan pada bagian integument dan


subkutan kulit.

Batasan karakteristik :
Objektif :
Kerusakan atau kehancuran jaringan (misalnya
integument dan subkutan).

Faktor yang berhubungan :


1) Perubahan sirkulasi .
2) Iritan kimia (misalnya ekskresi atau sekresi tubuh, obat) .
3) Faktor mekanis (misalnya, tekanan, friksi, gesekan) .
4) Kekurangan atau kelebihan nutrisi .
5) Radiasi (termasuk radiasi terapeutik) .
6) Faktor suhu (misalnya suhu yang ekstrem) .

3. Inkontinensia urine fungsional [ CITATION Placeholder5 \p 834-835 \l 1033


]
Definisi
Ketidakmampuan individu yang biasanya kontinen
untuk mencapai toilet tepat waktu guna menghindari
pengeluaran urine yang tidak sengaja.
Batasan Karakteristik :
1) Mampu mengosongkan kandung kemih secara tuntas.
2) Lama waktu yang diperlukan untuk mencapai toilet lebih
panjang dari waktu antara merasakan dorongan ingin
berkemih dan berkemih tanpa kendali.
3) Mengeluarkan urine sebelum mencapai toilet .
4) Kemungkinan hanya inkontinensia di pagi hari .
5) Merasakan dorongan ingin berkemih .
Faktor yang berhubungan :
1) Perubahan faktor lingkungan .
2) Gangguan kognisi .
3) Gangguan penglihatan .
4) Keterbasan neuromuscular .
5) Faktor psikologi .
6) Kelemahan struktur penyokongan panggul.

3. Intervensi
Berikut ini adalah intervensi yang dirumuskan untuk mengatasi masalah
keperawatan pada klien dengan Benign Prostat Hiperplasia (BPH) [ CITATION
Placeholder5 \p 470 \l 1033 ]
a. Retensi Urine
Tujuan: menunjukan eliminasi urine, yang dibuktika oleh
indikator berikut (sebutkan 1-5: selalu, sering, kadang-kadang, jarang,
atau tidak mengalami gangguan) pola eliminasi, mengosongkan
kandung kemih secara menyeluruh.
Kriteria hasil:
1. Residu pasca perkemih kurrsng lebih dari 100-200 ml.
2. Mendeskripsikan rencana perawat dirumah.
3. Tetap bebas dari infeksi saluran kemih/kencing.
4. Melaporkan penurunan spasme di kandung kemih.
5. Mempunyai keseimbangan asupan dan haularan 24 jam.
6. Mengosongkan kandung kemih secara menyelruh.
Aktivitas keperawatan :
Pengkajian :
1. Identifikasi dan dokumentasi pola pengosongan kantong kemih.
2. Perawatan retensi urine (NIC) :

Pantauan pengunaan agens non-resep dengan anti


kolinergik atau agonis alfa, pantau efek obat resep, pantau asupan
dan haluaran dan pantau derajat distensi kandung kemih melalui
pemeriksaan palpasi dan perkusi

Penyuluhan untuk pasien atau keluarga :


1) Ajarkan pasien tentang tanda dan gejala infeksi saluran kemih
yang harus dilaporkan(misalnya, demam menggigil kedinginan ,
nyeri pinggang, hematuria, serta perubahan konsistensi dan bau
urine)
2) Perawatan retensi urine(NIC): instruksikan pasien dan keluarga
untuk mencatat haluaran urine.
Aktivitas kolaboratif :
1) rujuk ke perawat terapi enterostoma untuk instruksi kateterisasi
intermiten mandiri menggunakan prosedur bersih setiap 4-6jam
pada saat terjaga.
2) Perawatan retensi urine(NIC) : rujuk pada spesialis kontinensia
urine jika diperlukan dalam tindakan medis.
Aktivitas lain :
1) lakukan program pelatihan pengosongan kandung kemih .
2) bagi cairan dalam sehari untuk menjamin asupan adekuat tanpa
menyebabkan kandung kemih kelebihan distensi .
3) anjurkan pasien mengonsumsi cairan obat oral
perawatan retensi urine (NIC) :
1) berikan privasi untuk eliminasi klien
2) gunakan sugesti dengan mengalirkan air atau membilas toilet .
3) berikan cukup waktu untuk pengosongan kandung kemih(10
menit)
4) gunakan spirtus dari wintergreen pada pispot atau urinal .
5) lakukan manuver Crede, jika di perlukan.

b. Nyeri akut berhubungan dengan tekanan intravesika [ CITATION


Placeholder5 \p 298-299 \l 1033 ]

Tujuan: menunjukan tingkatan nyeri, yang dibuktikan oleh


indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5: sangat berat, berat, sedang,
ringan, atau tidak ada) ekspresi nyeri pada wajah, gelisah atau
ketegangan otot, durasi episode nyeri, merintih dan mengangis, dan
gelisah .

Kriteria hasil :

1) Pasien akan memperlihatkan teknik relaksasi secara individu yang


efektif untuk mencapai kenyamanan sendiri.
2) Mempertahankan tingkat nyeri(dengan skala 0 – 10).
3) Melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologi klien.
4) Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk
memodifikasi faktor penyakit.
5) Melaporkan nyeri kepada penyediaan layanan kesehatan.
6) Menggunakan tindakan meredakan nyeri dengan analgesik dan non
analgesik tekanan darah atau juga bisa distraksi relaxsasi.
7) Mempertahankan nafsu makan yang baik.
8) Melaporkan pola tidur yang benar.
9) Melaporkan kemampuan untuk mempertahankan performa peran
dan hubungan interpersonal.

Aktivitas keperawatan :

Pengkajian :

1) Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama


mengumpulkan informasi.
2) Gunakan bagan alur nyeri untuk memantau peredaran nyeri oleh
analgesik dan kemungkinan efek samping dari obat.
3) Dalam mengkaji nyeri pasien, gunakan kata – kata yang sesuai usia
dan tingkat perkembangan pasien atau bahasa nasional yang baik.

Penyuluhan untuk pasien atau keluarga :

1) Sertakan dalam instruksi pemulangan pasien obat khusus yang


harus diminum, frekuensi pemberian, kemungkinan efek samping,
kemungkinan interaksi obat, kewaspadaan khusus saat
mengonsumsi obat tersebut (misalnya pembatasan aktivitas fisik,
pembatasan diet), dan nama orang yang harus dihubungi bila
mengalami nyeri membandel sesuai anjuran.
2) Beri tahu pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika
perbedaan nyeri tidak dapat dicapai.
3) Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat
meningkatkan nyeri dan tawarkan strategi koping yang dirasakan.
4) Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesic narkotik atau opioid
(misalnya risiko ketergantungan atau overdosis).

Aktivitas kolaboratif :

1) Kelola nyeri pascabedah awal dengan pemberian opiate yang


terjadwal (misalnya setiap 4 jam selama 36 jam).
2) Manajemen nyeri (NIC) : gunakan tindakan pengendalian nyeri
sebelum nyeri menjadi sangat berat, laporkan kepada dokter jika
tindakan tidak berhasil atau jika keluhan, saat ini merupakan
perubahan yang bermakna dari pengalaman nyeri pasien di masa
lalu maupun masa datang.

Aktivitas lain :

1) Sesuaikan frekuensi dosis sesuai indikasi mengenai pengkajian


nyeri dan efek samping obat.
2) Bantu pasien mengidentifikasi tindakan kenyamanan yang efektif
dimasa lalu, seperti distraksi, relaksasi atau kompres hangat /
dingin dan sebagainnya.
3) Gunakan pendekatan yang positif untuk mengoptimalkan respon
pasien terhadap analgesic (misalnya obat ini akan mengurangi nyeri
pada klien).
4) Manajemen nyeri (NIC) : libatkan pasien dalam modalitas peredaan
nyeri jika memungkinkan, pemberian analgesic terapi atau strategi
non farmakologi sebelum melakukan prosedur yang menimbulkan
nyeri.
c. Inkontinensia urine fungsional [ CITATION Placeholder5 \p 460-461 \l
1033 ]
Tujuan: menunjukan kontinensia urine yang dibuktikan oleh
indikator berikut (sebutkan 1-5: tidak pernah, jarang, kadang-kadang,
sering, atau selalu):
1) Mengidentifikasi keinginan berkemih/BAK .
2) Berespon tepat waktu terhadap dorongan berkemih .
3) Mencapai toilet antara waktu dorongan berkemih dan
pengeluaran urine.
4) Menatalaksana pakaian secara mandiri .
5) Melakukan eliminasi secara mandiri .
6) Mempertahankan pola eliminasi yang dapat diduga .
Kriteria hasil: pasien akan menggunakan peralatan adaptif untuk
membantu memanipulasi pakaian (melepas dan mengenakan kembali pakaian
untuk eliminasi) dan berpindah jika inkontinensia berhubungan dengan
hambatan aktivitas.

Aktivitas keperawatan :

Pengkajian :
1) Kaji eliminasi urine, termasuk frekuensi, konsitensi, bau,
volume, dan warna jika perlu untuk pemeriksaan.
2) Kumpulkan specimen urine porsi tengah untuk urinalis jika
perlu untuk pemeriksaan.

Penyuluhan untuk pasien atau keluarga :

1) Diskusikan dengan pasien dan keluarga tentang cara


memperbaiki lingkungan guna mengurangi episode
mengompol.
2) Anjurkan pasien dan keluarga untuk menetapkan rutinitas
berkemih pada waktu tertentu berdasarkan pola eliminasi
pasien untuk menurunkan kejadian mengompol.
3) Anjurkan pasien dan keluarga untuk melakukan perawatan
kulit dan hygene untuk mencegah kerusakan pada kulit.
4) Lakukan strategi manajemen kandung kemih selama
melakukan aktivitas ditempat yang jauh dari rumah
5) Ajarkan pasien dan pemberi asuhan tentang tanda dan
gejala infeksi saluran kemih
6) Jelaskan perlunya untuk berespons terhadap keinginan
berkemih
Aktivitas kolaboratif :
1) Konsultasikan dengan dokter spesialis dan ahli terapi
okupasi untuk bantuan ketangkasan manual.
2) Management eliminasi urine (NIC) : rujuk kedokter jika
tanda dan gejala infeksi saluran kemih mulai timbul.

Aktivitas lain :
1) Beri pakaian perlindung atau pengalas agar tidak lecet.
2) Modifikasi pakaian yang mudah dan simple yang cepat
dilepas.
3) Pelatihan kebiasaan berkemih (NIC) : tetapkan interval
jadwal eliminasi awal berdasarkan pola berkemih dan
rutinitas yang biasanya, bantu pasien untuk eliminasi dan
berkemih tepat waktu pada interval yang diprogramkan,
gunakan kekuatan sugesti untuk membantu pasien berkemih,
hindari meninggalkan pasien ditoilet selama kurang lebih
dari 5 menit, kurangi interval eliminasi selama setengah jam
jika terjadi lebih dari dua episode inkontinensia dalam 24
jam, tingkatkan interval eliminasi selama setengah jam jika
pasien tidak mengalami episode inkontinensia kurang lebih
selama 48 jam hingga interval optimal setiap 4 jam dicapai.
d. Disfungsi seksual [ CITATION Placeholder5 \p 392-393 \l 1033 ]

Tujuan: menunjukan fungsi seksual, yang dibuktikan oleh


indikator (sebutkan 1-5: tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering,
atau selalu):

1) Mencapai rangsangan seksual


2) Mencapai rangsangan seksual melalui orgasme
3) Mengekskresikan kemampuan untuk berhubungan intim
4) Mengekspresikan penerimaan terhadap pasangan
5) Mengungkapkan keinginan untuk menjadi seksual
Kriteria hasil :
1) Pasien dan pasangan akan menunjukkan keinginan untuk
melakukan perubahan fungsi seksual.
2) Meminta informasi yang dibutuhkan tentang perubahan
fungsi organ seksual.
3) Mengungkapkan secara verbal pemahaman tentang
pembatasan atas indikasi tindakan medis.
4) Beradaptasi dengan model ekspresi seksual untuk
mengakomodasi perubahan fisik akibat usia atau akibat
penyakit(degenerative).
5) Mengungkapkan secara verbal cara – cara untuk
menghindari penyakit menular seksual(PMS).
Aktivitas keperawatan :
Pengkajian :
1) Pantau adanya indikator resolusitionDisfungsi Seksual
(misalnya, peningkatan kapasitas organ keintiman).
2) Konseling seksual (NIC) : awali pertanyaan tentang
seksualitas dengan suatu pernyataan pada pasien bahwa
banyak orang mengalami masalah pada seksual.
Penyuluhan untuk pasien atau keluarga:
1) Beri informasi yang diperlukan untuk meningkatkan fungsi
seksual (misalnya bimbingan antisipasi, materi pendidikan
kesehatan, latihan pereda stress, latihan meningkatkan
sensasi, prostetik, konseling terfokus).
2) Konseling seksual (NIC) :diskusikan pentingnya modifikasi
dalam aktivitas seksual, jika diperlukan dan diinformasikan
secara dini kepada pasien bahwa seksualitas merupakan
bagian penting dari kehidupan dan bahwa penyakit, obat
dan stress (atau masalah lain yang dialami pasien) sering
kali mengubah fungsi dari seksual.
Aktivitas kolaboratif :
1) Dukung kelanjutan konseling setelah pengulangan.
2) Konseling seksual (NIC) : lakukan perujukan atau
konsultasikan dengan anggota tim kesehatan lain jika perlu.
Dan rujuk pasien kepada ahli terapi seks jika diperlukan.
Aktivitas lain :
1) Anjurkan pengungkapan keluhan seksual melalui peran
pemberi asuhan yang telah membina hubungan saling
percaya dengan pasien dan merasa nyaman mendiskusikan
keluhan seksual.
2) Beri waktu dan privasi untuk membahas permasalahan
seksual pasien di ruangan tertentu.
3) Konseling seksual (NIC) : anjurkan pasien untuk
mengungkapkan ketakutan – ketakutan dan menganjurkan
pertanyaan yang dipendmnnya. Dan libatkan pasangan
seksual dalam konseling seoptimal mungkin jika memang di
perlukan.
e. Kerusakan integritas kulit [ CITATION Placeholder5 \p 398-399 \l 1033 ]
Tujuan: menunjukan integritas jaringan ; kulit dan
membran mukosa, yang dibuktikan oleh indikator berikut
(sebutkan 1-5: gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, atau
tidak ada gangguan):
1) Suhu, elastisitas, hidrasi, dan sensasi
2) Perfusi jaringan
3) Keutuhan kulit
Kriteria hasil :
1) Drainase purulen(atau lainnya) atau bau .
2) Tidak ada luka bakar atau maserasi pada kulit
3) Nekrosis,selumur lubang, perluasan luka ke jaringan
dibawah kulit atau pembentukan saluran sinus berkurang
atau tidak ada .
4) Eritema kulit dan eritema disekita luka sedikit .
Aktivitas keperawatan :
1) Untuk aktivitas keperawatan yang spesifik, lihat pada
diagnosis keperawatan berikut ini : infeksi dan resiko klien.
2) Integritas kulit, kerusakan kulit .
3) Integritas kulit, resiko kerusakan kulit .
Pengkajian :
1) Kaji fungsi alat-alat seperti alat penurunan tekanan meliputi
kasur udara statis, terapi low-air loss, terapi udara yang di
cairkan,
2) Perawatan area insisi (NIC) : infeksi adanya kemerahan,
pembengkakan, atau tanda-tanda dehisensi atau eviserasi
pada area insisi klien.
Penyuluhan untuk pasien atau keluarga :
Ajarkan perawatan luka insisi pembedahan, termasuk
tanda dan gejala infeksi, cara mempertahankan luka insisi tetap
kering saat mandi, dan mengurangi penekanan pada insisi pada
luka.
Aktivitas kolaborativ :
1) Konsultasikan pada ahli gizi tentang makanan tinggi
protein, mineral, kalori, dan vitamin sesuai kebutuhan.
2) Rujuk ke perawat terapi untuk mendapatkan bantuan dalam
pengkajian, penentuan derajat luka, dan dokumentasi
perawatan luka atau kerusakan pada kulit.
3) Perawatan luka(NIC) : gunakan unit TENS untuk
peningkatan proses penyembuhan luka, jika di perlukan.
Aktivitas lain :
1) Evaluasi tindakan pengobatan atau pembalutan topikal yang
dapat meliputi balutan hidrokoloit, balutan hidrofilik,
balutan absorben, dan lain sebagainya
2) Lakukan perawatan luka kulit secara rutin seperti: ubah dan
atur posisi pasien secara nyaman, pertahankan jaringan
sekitar terbebas dari drainase dan kelembapan yang
berlebihan dan lindungi pasien dari kontaminase feses atau
urine.
f. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan.
Tujuan: menunjukan pengendalian diri terhadap ansietas klien,
yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5: tidak
pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau selalu):
1) Merencanakan strategi koping untuk situasi penuh tekanan
2) Mempertahankan performa peran perawat.
3) Memantau ditorsi, persepsi sensori klien.
4) Memantau manifestasi perilaku ansietas klien.
5) Menggunakan teknik relaksasi untuk meredakan ansietas
klien
Kriteria hasil :
1) Pasien akan meneruskan aktivitas yang dibutuhkan
meskipun mengalami kecemasan.
2) Menunjukkan kemampuannya untuk berfokus pada
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.
3) Mengidentifikasi gejala yang merupakan indicator ansietas
pada pasien.
4) Memiliki tanda – tanda vital dalam batas normal.
Aktivitas Keperawatan :
Pengkajian :
1) Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien,
termasuk reaksi fisik.
2) Kaji untuk faktor budaya yang menjadi penyebab ansietas.
3) Gali bersama pasien tentang teknik yang berhasil dan tidak
berhasil menurunkan ansietas dimasa lalu.
4) Reduksi ansietas (NIC) : menentukan kemampuan
pengambilan keputusan pasien.
Penyuluhan untuk pasien atau keluarga :
1) Membuat rencana penyuluhan dengan tujuan yang realistis,
termasuk kebutuhan untuk pengulangan, dukungan, dan
pujian terhadap tugas – tugas yang telah dipelajari.
2) Informasikan tentang gejala ansietas.
3) Penurunan ansietas (NIC) : sediakan informasi faktual
menyangkut diagnosis, terapi dan prognosis serta
instruksikan pasien tentang penggunaan tekhnik relaksasi.
Aktivitas Kolaboratif :
Penurunan ansietas (NIC) : berikan obat untuk
menurunkan ansietas, jikadi perlukan.
Aktivitas lain :
1) Pada saat ansietas berat, damping pasien, bicara dengan
tenang, dan berikan ketenangan serta rasa nyaman.
2) Beri dorongan kepada pasien untuk mengungkapkan secara
lisan pikiran dan perasaan untuk mengeksternalisasikan
ansietas/penyakit.
Bantu pasien untuk memfokuskan pada situasi
sekarang, sebagai cara untuk mengidentifikasi cara kerja
koping yang dibutuhkan untuk mengurangi ansietas.
DAFTAR PUSTAKA

Nuarif, A., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperwatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. yogyakarta: Mediaction.

Prabowo, E., & Pranata, A. E. (2014). Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Jogjakarta:
Nuha Medika.

Wijaya, A. (2013). Keperawatan Medical Bedah. Jakarta: Nuha Medika.

Wilkinson, J. M. (2015). Buku saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta: Buku


Kedokteran EGC.
SOAL
1. Berapa rata-rata usia pria penderita BPH?
a. 30 keatas
b. 40 keatas
c. Balita
d. 50 keatas
e. Remaja
2. Pasien dengan umur 70 tahun mengalami pembesaran pada prostatnya, berikut
Hormon apa yang mempengaruhi pada pembesaran prostat tersebut?
a. Testosteron
b. Progesteron
c. Progesteron dan dehidrotestosteron
d. Estrogen dan progesteron
e. Dehidrotestosteron
3. Sebutkan beberapa penyebab dari penyakit BPH, kecuali?
a. Peningkatan DTH (dehydrotestosteron)
b. Kelebihan cairan
c. Ketidak-seimbangan estrogen-testosteron
d. Interaksi antar sel stroma dan sel epitel prostat
e. Berkurangnya kematian sel (apoptosis)
4. Ada berapa klasifikasi tingkat keparahan menurut R. Sjamsuhidayat dan Wim de
Jong
a. 1
b. 2
c. 3
d. 4
e. 5
5. Seorang kakek berusia 58 tahun datang dengan keluhan kencing berdarah yang
dirasakan sejak 1 tahun yang lalu.dan Keluhan hilang timbul rasa nyeri, Diagnosa
yang mungkin muncul adalah?
a. Prostatis
b. BPH
c. Ca buli
d. Ca prostat
e. Nyeri akut
6. Tn. Y berumur 57 tahun dirawat di rumah sakit dengan gejala sering BAK diwaktu
malam hari dan sulit mengeluarkandan menghetikan urin, demam dengan suhu
36,7 C dan nyeri pinggang pasien di diagnosa oleh dokter mengalami pembesaran
pada prostate (BPH), bagaimana terapi yang tepat untuk pasien ktika dirawat?
a. Prostatektomi
b. Medikamentosa
c. Penyayatan
d. Perineal
e. Pembedahan
7. Tn. X berumur 54 tahun ketika kencing terasa nyeri, tidak ada keluar urine dan
juga urinnya hanya menetes dari keluhan pasien tersebut diagnosa prioritasnya
adalah?
a. Kandung kemih
b. Retensi urine
c. Pancaran urin
d. Nyeri
e. Ansietas
8. Komplikasi dari penyakit BPH yang terjadi karna kerusakan traktus urinarius
bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita harus mengejan
adalah?
a. Retensi urin
b. Hemoroid
c. Uremia
d. Gagal ginjal
e. Infeksi saluran kemih
9. Sebutkan diagnosa keperawatan sebelum operasi, kecuali…
a. Retensi Urine
b. Nyeri Akut
c. Ansietas
d. Disfungsi seksual
e. Nyeri abdomen
10. Pasien mengeluh tidak bisa kencing dan sakit ketika kencing.dari keluhan tersebut
Diagnosa apakah yang akan dilaksanakan ?
a. Nyeri akut
b. Retensi urin
c. Disfungsi seksual
d. Ansietas
e. Nyeri abdomen

Jawaban :

1.d 6. a

2.a 7.b

3.b 8.b

4.d 9.e

5.b 10.b
PLAGIASI

PLAGIARISM SCAN
REPORT

Words 349 Date September 12,2019

Characters 2573 Exclude Url

0
0% 100% 17
Plagiarized Sentences
Plagiarism Unique Unique Sentences

Content Checked For Plagiarism

A. Latar Belakang Penting bagi kita untuk mengetahui penyakit Benign Prostat Hiperplasia (BPH), karenatidak
semua laki-laki dengan usia rata 50 tahun mengalami penyakit ini. Benign Prostat Hyperplasia adalah
penyakit perbesaran atau hipertrofi dari prostate. Kata hipertrofi sering kali menimbulkan kontroversi di
kalangan klinik dengan hiperplasia. Hipertrofi bermakna bahwa dari segi kualitas terjadi pembesaran sel,
namun tidak diikuti oleh jumlah (kualitas). Namun, hiperplasia merupakanpembesaran ukuran sel (kualitas)
dan diikuti oleh penambahan jumlah sel (kuantitas). BPH sering menyebabkan gangguan dalam eliminasi urin
karena pembesaran prostat yang cenderung kearah depan atau menekan saluran vesika urinaria (Prabowo &
Pranata, 2014, p. 130) Oleh karena itu sebagai tenaga kesehatan perawat mempunyai peran yang penting dalam
memberikan informasi akan BPH.Pencegahan BPH itu sendiri diterapkan dengan membudidayakan pola hidup
sehat serta melakukan pemeriksaan secara rutin. Jarang semua pasien yang mengalami BPH harus menjalani
operasi. Sebagai perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien BPH dalam upaya kuratif yaitu
pemberian obat,pemberian obat antikolinergik mengurangi spasme kandung kemih. Dalam memenuhi
kebutuhan seperti gangguan eliminasi dengan cara pengkajian dalam pemasangan kateter. Dan sangat
diperlukan peran serta keluarga dalam pemberian asuhan keperawatan klien dengan post prostatektomi baik
dirumah sakit maupun rumah sakit ini merupakan peran perawat sebagai Edukator(Prabowo & Pranata, 2014, p.
136) B. Batasan Masalah Apa saja yang mengenai dari Benign Prostat Hiperplasia (BPH),mulai dari maksud
sampai dengan diagnosa, asuhan keperawatan, beserta intervensi yang dilakukan pada penyakit BPH. C. Rumusan
Masalah 1. Apa pengertian dari Benign Prostat Hiperpla ? 2. Apa Etiologi dari Benign Prostat Hiperplasia ? 3. Apa
Manifestasi klinis dari Benign Prostat Hiperplasia ? 4. Bagaimana patofisiologi atau mengapa Benibna Prostat
Hyperplasia dapat terjadi ? 5. Apa klasifikasi dari Benign Prosta Hiperplasia ? 6. Apa saja komplikasi yang
dapat terjadi akibat Benign Prostat Hiperplasia ? 7. Apa saja Diagnosa keperawatan dari Benign Prostat
Hiperplasia ? D. Tujuan a. Tujuan Khusus mahasiswa mampu menjelaskan dan bertindak tentang asuhan
keperawatan pada Benign Prostat Hiperplasia. b. Tujuan Umum 1. Memahami maksud dari BPH. 2. Memahami
Etiologi BPH 3. Memahami Patofisiologi BPH 4. Memahami Komplikasi penyakit BPH 5. Memahami
Penatalaksanaan BPH 6. Memahami Pemeriksaan Penunjang BPH 7. Memahami Asuhan Keperawatan
BPH

Sources Similarity

PLAGIARISM SCAN
REPORT

Words 923 Date September 12,2019

Characters 7217 Exclude Url

0
0% 100% 49
Plagiarized Sentences
Plagiarism Unique Unique Sentences

Content Checked For Plagiarism

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Penyakit 1. Definisi Benign prostate hyperplasia(BPH) adalah suatu
kondisi yang sering terjadi sebagai hasil dari pertumbuhan dan pengendalian hormon prostate(Nuarif &
Kusuma, 2015, p. 91) Benign Prostat Hiperplasia (BPH) adalah suatu penyakit perbesaran atau hipertrofi
dari prostate. Kata hipertrofi sering kali menimbulkan kontroversi di kalangan klinik karena bertolak
belakang dengan hiperplasia. Hipertrofi bermakna bahwa dari segi kualitas terjadi pembesaran sel, namun
tidak diikuti oleh jumlah (kualitas). Namun, hyperplasia merupakan pembesaran ukuran sel (kualitas) dan
diikuti oleh penambahan jumlah sel (kuantitas). BPH sering menyebabkan gangguan dalam eliminasi urin karena
pembesaran prostat yang cenderung kearah depan atau menekan saluran vesika urinaria(Prabowo & Pranata, 2014,
p. 130) Benigna Prostat Hiperplasia adalah pertumbuhan nodul-nodul fibriadenomatosa majemuk dalam
prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan
tumbuh dengan menekan kelenjar normal(Wijaya, 2013, p. 97) Jadi kesimpulannya penyakit BPH adalah
penyakit yang disebabkan karena ketidak seimbangan antara hormon estrogen dan testosteron yang diikuti
dengan pembesaran sel, sehingga terjadi pembesaran pada prostat/buah jakar. 2. Etiologi Penyebab
pastinya belum diketahui secara pasti dari hyperplasia prostat, namun faktor usia dan hormonal menjadi
penyebab terjadinya BPH. Beberapa hipotensi menyebutkan bahwa hyperplasia prostat sangat erat
kaitannya dengan : 1. Peningkatan DTH (dehydrotestosteron) Peningkatan liam alfa reduktase dan reseptor
androgenik akan menyebabkan epitel dan stroma dari saluran kelenjar prostat akan mangalami hiperplasia. 2.
Ketidak-seimbangan estrogen- testosteron. Ketidak seimbangan terjadi karena proses degeneratif. Pada
proses penuaan, pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan hormon testosteron. Hal ini
yang memicu terjadinya hyperplasia stroma pada prostate. 3. Interaksi antar sel stroma dan sel epitel
prostat. Peningkatan kadar epidermal fibroblast growth factor dan penurunan transforming growth factor
beta menyebabkan hiperplasia stroma dan epitel, sehingga akan terjadi BPH. 4. Berkurangnya kematian sel
(apoptosis) Estrogen yang meningkat akan menyebabkan peningkatan jangka hidup stroma dan epitel dari
kelenjar prostat. 5. Teori sistem sel Sel stem yang meningkat akan mengakibatkan proliferasi sel transit dan
memicu terjadi benign prostat hyperplasia(Prabowo & Pranata, 2014, p. 131) 3. Tanda Gejala BPH merupakan
yang diderita oleh klien laki-laki dengan usia kurang lebih dari 50 tahun di karenakan peningkatan usia akan
membuat ketidak seimbangan rasio antara hormon estrogen dan testosteron, dengan meningkatnya kadar
hormon estrogen diduga berkaitan dengan terjadinya hiperplasia stroma, sehingga timbul dengan bahwa
hormon testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya ploriferasi sel tetapi kemudian hormone estrogen
lah yang berperan untuk memperkembang stroma. Gambaran klinis dari BPHdampak obstruksi saluran
kencing, sehingga klien kesulitan untuk miksi. Berikut ini adalah beberapa gambaran gambaran klinis pada klien
BPH : 1. Gejala prostatimus (nokturia,urgency,penurunan daya aliran urin). Kondisi ini dikarenakan oleh
kemampuan vesika urinaria yang gagal mengeluarkan urin secara tidak sadar dan reguler, sehingga volume
urin masih sebagaian besar tertinggal di dalam vesika. 2. Retensi urin Pada awal obstruksi,biasanya
pancaran urin lemah, terjadi resistansi, intermitensi,urin menetes, dorongan mengejan yang kuat saat
miksi dan retensi urin. Retensi urin sering dialami oleh penderita yang mengalami BPH kronis. Secara
fisiologis,vesika urinaria memiliki kemampuan untuk mengeluarkan urin melalui kontraksi otot detrusor.
Namun obstruksi yang berkepanjangan akan membuat beban kerja destrusor semakin berat dan pada
akhirnya mengalami penurunan fungsi kontraktilitas 3. Pembesaran prostat Hal ini diketahui melalui
pemeriksaan rektal touch (RT) anterior. Biasanya didapatkan gambaran pembesaran prostat dengan konsistensi
jinak/baik. 4. Inkontinensia Inkontinensia yang terjadi menunjukan bahwa detrusor gagal dalam melakukan
peregangan. Dekompensasi yang berlangsung lama akan mengiritabilitas serabut syaraf urinarius, sehingga
kontrol untuk miksi terganggu(Prabowo & Pranata, 2014, p. 132) B. Patofisiologi Prostat sebagai kelenjar
ejakulasi memiliki hubungan fisiologis yang sangat erat dengan dihidrotestoteron (DHT). Hormon ini
merupakan hormon yang memacu pertumbuhan prostat sebagai kelenjar ejakulasi yang nantinya akan
mengoptimalkan kerjanya. Hormon DHT disintesis dalam kelenjar prostat dari hormon testosteron dalam
darah. Proses sintesis ini dibantu oleh enzim 5reduktase tipe 2. Selain DHT yang sebagai prekursor,
estrogen juga memiliki

pengaruh besar terhadap pembesaran kelenjar prostat. Seiring dengan penambahan usia,maka prostat akan lebih
sensitif dengan stimulasandrogen, sedangkan estrogen mampu memberikan proteksi terhadap BPH. Dengan
pembesaran yang abnormal, maka akan terjadi desakan pada traktus urinarius. Pada tahap awal,
obstruksi traktus urinarius jarang menimbulkan keluhan, karena dengan dorongan mengejan dan kontraksi yang
kuat dari detrusor mampu mengeluarkan urin secara tidak sadar. Namun obstruksi yang sudah kronis membuat
dekompensasi dari detrusor untuk berkontraksi yang

ahirnya menimbulkan obstruksi saluran kemih/kencing(Prabowo & Pranata, 2014, p. 132) Keluhan yang biasanya
muncul dari obstruksi adalah dorongan mengejan saat miksi yang kuat, pancaran urin lemah,disuria (saat
kencing terasa terbakar), palpasi rektal toucher (RT) menggambarkan hipertrofi prostat,distensi vesika dan
hipertrofi fibromuskuler yang terjadi pada klien BPH menimbulkan iritasi pada mukosa uretra. Iritabilitas ini
lah nantinya akan menyebabkan keluhan jumlah urin, urgensi, inkontinensia urgensi dan nukturia. Obstruksi
yang berkelanjutan akan menimbulkan komplikasi yang lebih besar , misalnya hidronefrosis, gagal ginjal dan
masih banyak lagi. Oleh karena itu kateterisasi untuk tahap awal sangat efektif untuk mengurangi resiko
vesika urinaria(Prabowo & Pranata, 2014, p. 133) Pembesaran pada penyakit ini terjadi secara bertahap mulai
dari bagian periuretral dan transisional.Sebagian besar hyperplasia prostat terdapat bagian transsisional yang
posisinya proksimal dari spinter externus dikedua sisi dari verumontanum dan di bagian periuretral.Kedua
bagian tersebut hanya merupakan hanya dua persen dari volume prostat. Sedangkan pertumbuhan karsinoma
prostat.Hiperplasia ini terjadi secara nodular dan sering diiringi oleh proliferasi fibro muskular untuk lepas dari
jaringan lainnya. Oleh karena itu, hiperplasia bagian transisional ditandai oleh banyaknya jaringan kelenjar
yang tumbuh pada pucuk dan cabang dari pada duktus.
Sebenarnya ploriferasi bagian transisional dan bagian sentral pada prostat berasal dari turunan duktus
Wolffi dan proliferasi zona periferberasal dari sinus urogenital. Sehingga, berdasarkan latar belakang
embriologis inilah bisa diketahui mengapa BPH terjadi pada bagian transisional dan sentral, sedangkan Ca prostat
terjadi pada bagian perifer (Prabowo & Pranata, 2014, p. 133)

Sources Similarity

PLAGIARISM SCAN
REPORT

Words 964 Date September 12,2019

Characters 6874 Exclude Url

1
2% 98% 39
Plagiarized Sentences
Plagiarism Unique Unique Sentences

Content Checked For Plagiarism

D. Klasifikasi Berbagai tanda dan gejala dapat dibagi dalam dua kategori : obstruktif (terjadi ketika faktor
dinamik dan faktor statik mengurangi pengosongan kandung kemih/saluran kencing) dan iritatif (hasil dari
obstruksi yang sudah berjalan lama pada leher kandung kemih). Kategori keparahan BPH Menurut R.
Sjamsuhidayat dan Wim de Jong Derajat I : biasanya belum memerlukan tindakan tindakan bedah, diberi
pengobatan konservatif. Dengan menggunakan obat golongan reseptor alfa- adrenergik inhibitor mampu
merelaksasikan otot polos prostat dan saluran kemih/kencing akan lebih terbuka, seperti alfuzosin dan
tamsulosin dan biasanya dikombinasikan dengan finasteride. Derajat II : merupakan indikasi untuk melakukan
pembedahan biasannya dianjurkan reseksi endoskopik melalui uretra. Derajat III : reseksi pada endoskopik
dapat berjalan bila di perkirakan prostate sudah cukup besar, reseksi tidak kurang dari satu jam sebaiknya
dengan pembedahan terbuka ,melalui jalur perianal. Derajat IV : tindakan harus segera dilakukan membebaskan
klient dari retensi urine total dengan pemasangan selang dower kateter(Nuarif & Kusuma, 2015, p. 92) E.
Komplikasi Komplikasi Benign Prostat Hyperlasia terkadang dapat mengarah pada komplikasi yang di akibat
ketidak mampuan kandung kemih dalam mengosongkan urin. Beberapa komplikasi yang mungkin muncul
antara lain : 1. Retensi kronik dapat menyebabkan reluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal.
2. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksi. Karena produksi urin terjadi, maka
satu saat vesiko urinaria tidak lagi mampu menampung urin, sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari
tekanan sfingter dan obstruksi sehingga terjadi inkontinensia paradox (overflow incontinence ). Retensi kronik
menyebabkan refluk vesiko ureter dan dilatasi. Ureter dan ginjal, maka ginjal akan rusak. 3. Hernia atau
hemoroid. Hal ini dapat terjadi karena kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang meningkatkan pada tekanan intraabdomen yang akan
menimbulkan hernia dan hemoroid.Kerena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya
batu(Putri, 2013, p. 102) B. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Identitas BPH(benigna prostat
hiperplasia)biasanya terjadi pada pasien laki-laki usia lebih dari 50 tahun, hanya dialami oleh pasien laki-laki,
pada semua suku bangsa (Prabowo & Pranata, 2014, p. 131) b. Status Kesehatan saat ini 1. Keluhan Utama
Biasanya pasien mengeluh nyeri pada saat miksi, penderita juga mengeluh sering buang air berulang
ulang(anyang-anyangan), terbangun untuk miksi pada malam hari, perasaan ingin miksi yang sangat mendesak,
kalau mau miksi harus menunggu lama, harus mengedan, kencing terputus-putus(Wijaya A. , 2013, p. 103) 2.
Alasan Masuk Rumah Sakit Pasien mengeluh nyeri saat miksi,pasien merasakan jika ingin miksi harus
menunggu lama,harus mengedan dan kencing terputus-putus(Wijaya A. , 2013,
p. 103). 3. Riwayat Sekarang Pasien mengeluh sakit ketika buang air besar dan juga harus menunggu lama
sering juga BAK berulang ulang yang membuat pasien terganggung dalam beraktifitas. Pasien juga sering
bangun pada saat malam hari. (wijaya A., 2013, p. 103) c. Riwayat Kesehatan Terdahulu 1. Riwayat Penyakit
Sebelum Klien pernah menderita BPH dan apakah klien pernah dirawat dirumah sakit sebelumnya(Wijaya A. ,
2013, p. 103) 2. Riwayat Keluarga Mungkin diantara keluarga pasien sebelumnya ada yang menderita penyakit
yang sama dengan penyakit pasien sekarang(Wijaya A. , 2013, p. 103) 3. Riwayat Pengobatan Pemberian obat
golongan reseptor alfa-adrenergik inhibitor mampu merelaksasikan otot polos kelenjar prostat dan saluran
kemih akan lebih longgar.obat golongan 5-alfa-reduktase inhibitor mampu menurunkan kadar
dehidrotestosteron intraprostat, sehingga dengan turunya kadar testosteron dalam plasma maka prostat akan
mengecil/kembali ke ukuran normal(Prabowo & Pranata, 2014, p. 136) d. Pemeriksaan Fisik 1. . Keadaan
Umum a. Kesadaran Pada pasien Benigna Prostat Hyperplasia, keluhan yang sering dialami dikenal dengan
istilah LUTS (lower urunary tract symtoms) merupakan semburan urin lemah, intermitensi,ada sisa urin pasca
miksi, urgensi, frekuensi dan disuria(Prabowo & Pranata, 2014, p. 137) b. Tanda-Tanda Vital 1) Tekanan darah :
mengalami peningkatan pada tekanan darah dan MAP darah 2) Nadi : adanya peningkatan nadi. Hal ini
merupakan bentuk kompensasi dari nyeri yang tibul akibat opstruksi meatus uretalis dan adanya distensi
bladder. 3) Respirasi : terjadi peningkatan frekuensi nafas akibat nyeri yang dirasakan penderita. 4) Suhu :
terjadi peningkatan suhu akibat retensi urin berlangsung lama seiring ditemukan adanya tanda gejala urosepsis
pada penderita(Prabowo & Pranata, 2014, p. 137) 2. Body Sistem a. Sistem Pernafasan a. Inspeksi : biasanya
klien terjadi sesak

nafas,frekuensi pernafasan menurun (kurang dari 16 dalam 1 detik) b. Palpasi : pada palpasi supra simfisis
akan terasa distensi badder. c. Auskultasi : biasanya terdengar suara nafas tambahan seperti
ronchi,wheezing/ngikkk,suara nafas menurun, dan perubahan bunyi nafas(Prabowo & Pranata, 2014, p. 137) b.
Sistem Kardiovaskular a. Inspeksi : tidak terdapat sianosis , tidak terdapat perubahan letak maupun
pemeriksaan pada insfeksius. b. Palpasi : biasanya denyut nadi cepat. c. Perkusi : pada pemeriksaan manusia
normal pemeriksaan perkusi/bunyi yang didapatkan pada thorax adalah redup(Prabowo

& Pranata, 2014, p. 137) c. Sistem Persyarafan a. Inspeksi : klient menggigil kedinginan, kesadaran menurun
dengan adanya infeksi dapat terjadi urosepsis berat sampai pada syok septik(Prabowo & Pranata, 2014, p. 137) d.
Sistem Perkemihan a.
Inspeksi : terdapat beban padat dibawah abdomen bawah (distensi kandung kemih) b. Palpasi : pada palpasi
bimanual ditemukan adanya rangsangan pada ginjal. Dan pada palpasi supra simfisis akan teraba distensi
bladder dan akan terasa nyeri jika di tekan. c. Perkusi :dilakukan untuk mengetahui adatidaknya residual urin
terdapat suara redup di saluran kemih karena terdapat residual(Prabowo & Pranata, 2014, p. 137) e. Sistem
Pencernaan a. Mulut dan tenggorokan : Nafsu makan menurun mual dan muntah. b. Abdomen : datar
(simetris) c. Inspeksi : bentuk abdomen datar , tidak terdapat massa dan odema. d. Auskultasi : suara bising
usus normal. e. dapat nyeri tekan dan tidak terdapat pembesaran permukaan halus. f. Perkusi ; tympani.
(Wijaya A. , 2013, p. 100) f. Sistem Integumen a. Palpasi : kulit terasa panas karena peningkatan suhu tubuh
karena adanya tanda gejala urosepsis klien menggigil kedinginan , kesadaran menurun(Prabowo & Pranata,
2014, p. 137) g. Sistem Muskuloskeletal a. Selang kateter direkatkan di bagian paha klien. Pada paha yang
direkatkan kateter tidak boleh fleksi selama traksi masih diperlukan.(Wijaya A. , 2013, p. 106)

Sources Similarity

Asuhan Keperawatan Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) | ompuhesoCompare text

perubahan struktur pada buli – buli dirasakan klien sebagai keluhan pada saluran kemih bagian bawah 4%
atau lower urinary tract symptom / luts (basukic. etiologi penyebab yang pasti dari terjadinya bph sampai
sekarang belum diketahui. namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada...

https://ompuheso.wordpress.com/2012/11/05/asuhan-keperawatan-benigna-prostat-hiperplasi-bph/
PLAGIARISM SCAN
REPORT

Words 521 Date September 12,2019

Characters 3872 Exclude Url

0
0% 100% 25
Plagiarized Sentences
Plagiarism Unique Unique Sentences

Content Checked For Plagiarism

h. Sistem Endokrin a. Inspeksi : adanya perubahan keseimbangan hormon testosteron dan hormon esterogen
pada usia lanjut(Nuarif & Kusuma, 2015, p. 91) i. Sistem Reproduksi a. Pada pemeriksaan penis, uretra, dan
skrotum tidak ditemukan adanya kelainan, kecuali adanya penyakit penyerta seperti stenosis meatusis.
Pemeriksaan RC (rectal toucher) merupakan pemeriksaan sederhana yangpaling mudah untuk menegakan BPH.
Tujuannya yaitu untuk menentukan konsistensi sistem persarafan unut vesiko uretra dan besarnya
prostate(Wijaya A. , 2013, p. 137) j. Sistem Pengindraan a. Inspeksi : pada pasien BPH biasanya pada sistem ini
tidak mengalami gangguan apapun(Prabowo & Pranata, 2014, p. 137) k. Sistem Imun a. Tidak terjadi kelainan
sistemik imunitas pada penderita BPH(Prabowo & Pranata, 2014, p. 137) 3. Pemeriksaan Penunjang
Menurut(Prabowo & Pranata, 2014, p. 100)Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnyakekuatan semprotan
urin. Secara obyektif pancaran urin dapat diperiksa: Uroflowmeter dengan penilaian : 1. Flow rate maksimal
lebih dari 15 ml / dtk= non obstruktif. 2. Flow rate maksimal 10 sampai 15 ml / dtk=border line. 3. Flow rate
maksimal kurang dari 10 ml / dtk=obstruktif. Urinalisa untuk /melihat adanya infeksi, hematuria. Ureum,
creatinin, elektrolit untuk melihat gambaran fungsi dari ginjal. 1. Pemeriksaan laboratorium a. Analisis urin
dan pemeriksaan mikroskopik urin, elektrolit, kadar urium kreatin dalam kemih. b. Prostate spesific antigen
(PSA), untuk dasar penentuan biopsi rencana. 2. USG a. Pembesaran kelenjar pada bagian sentral b. Nodul
hipoechoid atau campuran echogeni c. Klasifikasi antara bagian sentral d. Volume prostat lebih dari 30ml 8 4.
Penata Laksanaan a. Observasi Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan/biasa, yang diberikan
yaitu mengurangi nafsu minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia, mengurangi minum kopi
dan tidak diperbolehkan minum alkohol supaya tidak selalu sering miksi/bak. Setiap tiga bulan dilakukan
kontrol keluhan, sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur/anus. b. Mengurangi volume prostat sebagai
komponen static dengan cara menurunkan kadar hormon testosteron atau dihidrotestosteron(DHT) melalui
penghambat 5a-reductase. c. Penghambat enzim Obat yang dipakai adalah Fiasteride dengan dosis 1X5 mg/hari,
obat golongan ini dapat menghambat pembentukan dehate sehingga prostat yang membesar akan mengecil.
Tetapi obat ini bekerja lebih lambat daripada golongan bloker dan manfaatnya hanya jelas pada prostat yang
lebih besar. Salah satu efek samping obat ini adalah melemahkan libido, ginekomastio, dan dapat menurunkan
nilai PSA. b. Filoterapi Pengobatan filoterapi yang ada di Indonesia yaitu Eviprostat. Efeknya diharapkan terjadi
setelah pemberian selama 1-2bulan. c. Terapi bedah Waktu penanganan untuk tiap klien berfariasi tergantung
berat gejala dan komplikasi, indikasi untuk terapi bedah yaitu retensio urin berulang, batu saluran kemih.
(Wijaya, 2013, hal. 101) d. TUR-P (Transuretral Resection Prostatectomy) Tindakan ini merupakan tindakan
pembedahan non insisi, yaitu pemotongan secara elektriks prostat melalui meatus uretralis. Jaringan prostat
yang membesar dan menghalangi jalannya urineakan dibuang melalui elektrokauter, yaitu meminimalisir
tindakan pembedahan terbuka, sehingga masa penyembuhan lebih cepat dan tingkat resiko infeksi sedikit.
Adapun komplikasi dari tindakan ini yaitu terjadinya perdarahan, infeksi, hiponatremia, retensi urine akut.
(Prabowo & Pranata, 2014, hal. 136) 5. Pembedahan terbuka (prostatectomy) Tindakan ini dilakukan jika
prostat sudah terlalu besar dan di ikuti penyakit penyerta lainnya, misalnya tumor saluran vesika urinaria,
vesikolothiasis dan adanya adenoma yang membesar ada beberapa prostatektomi yaitu Prostatektomi Supra
pubis, prostatektomi perineal, prostatektomi redropubik dan sebagainya.(Pranata E. P., 2014, hal. 136)

Sources Similarity

PLAGIARISM SCAN
REPORT

Words 799 Date September 12,2019

Characters 5703 Exclude Url


0
0% 100% 28
Plagiarized Sentences
Plagiarism Unique Unique Sentences

Content Checked For Plagiarism

Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang biasanya muncul pada klien dengan benigna prostat
hyperplasia BPH menurut (Madjid, 2013, p. 23)adalah : a. Pre Operasi 1. Retensi Urine Definisi : pengosongan
kandung kemih tidak semua. Batasan karakteristik : 1. Tidak ada urin keluar 2. Distensi kandung kemih naik 3.
Urine menetes sedikit 4. Disuria 5. Sering berkemih 6. Inkontinensia aliran berlebih 7. Residu urine 8. Sensasi
kandung kemih penuh 9. Berkemih sedikit Faktor yang berhubungan : 1. Sumbatan 2. Tekanan ureter tinggi
Nyeri Akut (Wilkinson, Buku saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9, 2015, pp. 530-531) Definisi : Pengalaman
sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau
digambarkan dengan istilah seperti (International Association For the Study of Pain), yang tiba – tiba atau
perlahan dengan intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dan
durasinya kurang dari enam bulan. Batasan Karakteristik : Subjektif :Mengungkapkan secara verbal atau
melaporkan (nyeri) dengan isyara/sugest. Objektif : 1) Posisi untuk menghindari nyeri . 2) Perubahan tonus
otot (dengan rentang dari lemas tidak bertenaga sampai kaku) . 3) Respon autonomic (misalnya, diaphoresis,
perubahan tekanan darah, pernapasan atau nadi, dilatasi pupil) . 4) Perubahan selera makan . 5) Perilaku
distraksi (misalnya : mondar – mndir, mencari orang dan aktivitas lain, aktivitas berulang) . 6) Perilaku
ekspresif (misalnya : gelisah, merintih, menangis, kewaspadaan berlebihan, peka terhadap rangsang, dan
menghela nafas panjang) . 7) Wajah topeng (nyeri) . 8) Perilaku menjaga atau sikap melindungi . 9) Fokus
menyempit (misalnya gangguan persepsi waktu, gangguan proses pikir, interaksi dengan orang lain atau
lingkungan menurun) . 10) Bukti nyeri yang dapat diamati.Berfokus pada diri sendiri . 11) Gangguan tidur
(mata terlihat kuyu, gerakan tidak teratur, atau tidak menentu, dan menyeringai) . Faktor yang berhubungan :
Agen – agen penyebab cedera/luka (misalnya biologis, kimia, fisik, dan psikologis). a. Ansietas (Wilkinson, Buku
saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9, 2015, pp. 42-43) Definisi : Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang
samar disertai respon autonomy ( sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu maupun
kelompok) perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Perasaan ini merupakan isyarat
kewaspadaan yang meringatkan bahaya yang akan terjadi dan memampukan individu melakukan tindakan
untuk menghadapi ancaman/kecelakaan. Batasan Karakteristik : 1) Penurunan produktivitas. 2)
Mengekspresikan kekhawatiran akibat perubahan dalam peristiwa hidup. 3) Gerakan yang tidak relevan 4)
Gelisah 5) Memandang sekilas 6) Insomnia 7) Kontak mata buruk 8) Resah 9) Menyelidiki dan tidak waspada.
Faktor yang berhubungan : 1) Terpasang toksin 2) Hubungan keluarga 3) Transmisi dan penularan interpersonal
4) Krisis situasi dan maturasi 5) Stress 6) Kebutuhan yang tidak terpenuhi. b. Disfungsi seksual (Wilkinson,
Buku saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9, 2015, pp. 696-697) Definisi Kondisi ketika individu mengalami
perubahan fungsi seksual selama fase respons gairah seksual, rangsang seksual, atau orgasme, yang dipandang
tidak memuaskan, tidak ada penghargaan, atau tidak adekuat. Batasan karakteristik : Subyektif : 1) Perubahan
dalam penerimaan kepuasan seksual. 2) Perubahan minat terhadap diri sendiri dan orang lain. 3)
Ketidakmampuan untuk mencapai kepuasan yang diharapkan. 4) Persepsi perubahan rangsang seksual. 5)
Persepsi defisiensi gairah seksual. 6) Persepsi keterbatasan akibat penyakit atau terapi. 7) Menyatakan masalah.
Obyektif : 1) Pembatasan aktual akibat penyakit atau terapi 2) Perubahan dalam pencapaian persepsi peran seks.
3) Mencari penegasan tentang kemampuan respons gairah seksual. Faktor yang berhubungan : 1) Ketiadaan
model peran atau model peran tidak berpengaruh. 2) Perubahan struktur atau fungsi tubuh (misalnya obat –
obatan, pembedahan, proses penyakit, trauma, dan radiasi). 3) Perubahan biopsikososial seksualitas. 4) Kurang
privasi . 5) Kurangnya orang terdekat. 6) Salah informasi atau kurang pengetahuan. 7) Penganiayaan fisik. 8)
Penganiayaan psikososial (misalnya hubungan yang menyakitkan dan trauma) 2. Post Operasi a. Kerusakan
integritas kulit(Wilkinson, Buku saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9, 2015, pp. 803-804) Definisi : kerusakan
pada bagian integument dan subkutan kulit. Batasan karakteristik : Objektif : Kerusakan atau kehancuran
jaringan (misalnya integument dan subkutan).
Faktor yang berhubungan : 1) Perubahan sirkulasi . 2) Iritan kimia (misalnya ekskresi atau sekresi tubuh, obat) .
3) Faktor mekanis (misalnya, tekanan, friksi, gesekan) . 4) Kekurangan atau kelebihan nutrisi . 5) Radiasi

Sources Similarity

(termasuk radiasi terapeutik) . 6) Faktor suhu (misalnya suhu yang ekstrem) . 3. Inkontinensia urine fungsional
(Wilkinson, Buku saku Diagnosis Keperawatan

Edisi 9, 2015, pp. 834-835) Definisi Ketidakmampuan individu yang biasanya kontinen untuk mencapai toilet
tepat waktu guna menghindari pengeluaran urine yang tidak sengaja. Batasan Karakteristik : 1) Mampu
mengosongkan kandung kemih secara tuntas. 2) Lama waktu yang diperlukan untuk mencapai toilet lebih
panjang dari waktu antara merasakan dorongan ingin berkemih dan berkemih tanpa kendali. 3) Mengeluarkan
urine sebelum mencapai toilet . 4) Kemungkinan hanya inkontinensia di pagi hari . 5) Merasakan dorongan
ingin berkemih . Faktor yang berhubungan : 1) Perubahan faktor lingkungan . 2)

Gangguan kognisi . 3) Gangguan penglihatan . 4) Keterbasan neuromuscular . 5) Faktor psikologi . 6) Kelemahan


struktur penyokongan panggul.
PLAGIARISM SCAN
REPORT

3. Intervensi Berikut ini adalah intervensi yang dirumuskan untuk mengatasi masalah keperawatan pada klien
dengan Benign Prostat Hiperplasia (BPH) (Wilkinson, Buku saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9, 2015, p. 470) a.
Retensi Urine Tujuan: menunjukan eliminasi urine, yang dibuktika oleh indikator berikut (sebutkan 1-5: selalu,
sering, kadang-kadang, jarang, atau tidak mengalami gangguan) pola eliminasi, mengosongkan kandung kemih
secara menyeluruh. Kriteria hasil: 1. Residu pasca perkemih kurrsng lebih dari 100-200 ml. 2. Mendeskripsikan
rencana perawat dirumah. 3. Tetap bebas dari infeksi saluran kemih/kencing. 4. Melaporkan penurunan spasme
di kandung kemih. 5. Mempunyai keseimbangan asupan dan haularan 24 jam. 6. Mengosongkan kandung kemih
secara menyelruh. Aktivitas keperawatan : Pengkajian : 1. Identifikasi dan dokumentasi pola pengosongan
kantong kemih. 2. Perawatan retensi urine (NIC) : Pantauan pengunaan agens non-resep dengan anti kolinergik
atau agonis alfa, pantau efek obat resep, pantau asupan dan haluaran dan pantau derajat distensi kandung kemih
melalui pemeriksaan palpasi dan perkusi Penyuluhan untuk pasien atau keluarga : 1) Ajarkan pasien tentang
tanda dan gejala infeksi saluran kemih yang harus dilaporkan(misalnya, demam menggigil kedinginan , nyeri
pinggang, hematuria, serta perubahan konsistensi dan bau urine) 2) Perawatan retensi urine(NIC): instruksikan
pasien dan keluarga untuk mencatat haluaran urine. Aktivitas kolaboratif : 1) rujuk ke perawat terapi
enterostoma untuk instruksi kateterisasi intermiten mandiri menggunakan prosedur bersih setiap 4-6jam pada
saat terjaga. 2) Perawatan retensi urine(NIC) : rujuk pada spesialis kontinensia urine jika diperlukan dalam
tindakan medis. Aktivitas lain : 1) lakukan program pelatihan pengosongan kandung kemih . 2) bagi cairan
dalam sehari untuk menjamin asupan adekuat tanpa menyebabkan kandung kemih kelebihan distensi .
3) anjurkan pasien mengonsumsi cairan obat oral perawatan retensi urine (NIC) : 1) berikan privasi untuk
eliminasi klien 2) gunakan sugesti dengan mengalirkan air atau membilas toilet . 3) berikan cukup waktu untuk
pengosongan kandung kemih(10 menit) 4) gunakan spirtus dari wintergreen pada pispot atau urinal . 5) lakukan
manuver Crede, jika di perlukan. b. Nyeri akut berhubungan dengan tekanan intravesika(Wilkinson, Buku saku
Diagnosis Keperawatan Edisi 9, 2015, pp. 298-299) Tujuan: menunjukan tingkatan nyeri, yang dibuktikan oleh
indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5: sangat berat, berat, sedang, ringan, atau tidak ada) ekspresi nyeri pada
wajah, gelisah atau ketegangan otot, durasi episode nyeri, merintih dan mengangis, dan gelisah . Kriteria hasil :
1) Pasien akan memperlihatkan teknik relaksasi secara individu yang efektif untuk mencapai kenyamanan
sendiri. 2) Mempertahankan tingkat nyeri(dengan skala 0 – 10). 3) Melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologi
klien. 4) Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk memodifikasi faktor penyakit. 5)
Melaporkan nyeri kepada penyediaan layanan kesehatan. 6) Menggunakan tindakan meredakan nyeri dengan
analgesik dan non analgesik tekanan darah atau juga bisa distraksi relaxsasi. 7) Mempertahankan nafsu makan
yang baik. 8) Melaporkan pola tidur yang benar. 9) Melaporkan kemampuan untuk mempertahankan performa
peran dan hubungan interpersonal. Aktivitas keperawatan : Pengkajian : 1) Gunakan laporan dari pasien sendiri
sebagai pilihan pertama mengumpulkan informasi. 2) Gunakan bagan alur nyeri untuk memantau peredaran
nyeri oleh analgesik dan kemungkinan efek samping dari obat. 3) Dalam mengkaji nyeri pasien, gunakan kata –
kata yang sesuai usia dan tingkat perkembangan pasien atau bahasa nasional yang baik. Penyuluhan untuk
pasien atau keluarga : 1) Sertakan dalam instruksi pemulangan pasien obat khusus yang harus diminum,
frekuensi pemberian, kemungkinan efek samping, kemungkinan interaksi obat, kewaspadaan khusus saat
mengonsumsi obat tersebut (misalnya pembatasan aktivitas fisik, pembatasan diet), dan nama orang yang harus
dihubungi bila mengalami nyeri membandel sesuai anjuran. 2) Beri tahu pasien untuk menginformasikan
kepada perawat jika perbedaan nyeri tidak dapat dicapai. 3) Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang
dapat meningkatkan nyeri dan tawarkan strategi koping yang dirasakan. 4) Perbaiki kesalahan persepsi tentang
analgesic narkotik atau opioid (misalnya risiko ketergantungan atau overdosis). Aktivitas kolaboratif : 1) Kelola
nyeri pascabedah awal dengan pemberian opiate yang terjadwal (misalnya setiap 4 jam selama 36 jam). 2)
Manajemen nyeri (NIC) : gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi sangat berat, laporkan
kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika keluhan, saat ini merupakan perubahan yang bermakna dari
pengalaman nyeri pasien di masa lalu maupun masa datang. Aktivitas lain : 1) Sesuaikan

frekuensi dosis sesuai indikasi mengenai pengkajian nyeri dan efek samping obat. 2) Bantu pasien
mengidentifikasi tindakan kenyamanan yang efektif dimasa lalu, seperti distraksi, relaksasi atau kompres hangat
/ dingin dan sebagainnya. 3) Gunakan pendekatan yang positif untuk mengoptimalkan respon pasien terhadap
analgesic (misalnya obat ini akan mengurangi nyeri pada klien). 4) Manajemen nyeri (NIC) : libatkan pasien
dalam modalitas peredaan nyeri jika memungkinkan, pemberian analgesic terapi atau strategi non farmakologi
sebelum melakukan prosedur yang menimbulkan nyeri.

Sources Similarity

Konsep asuhan keperawatan penyakit jantung koronerCompare text

...pemulangan pasien obat khusus yang harus di minum, frekuensi pemberian, kemungkinan efeksamping, 4%
kemungkinan interaksi obat, kewaspadaan khusus saat mengkonsumsi oabat tersebut (misalnya, pembatasan
aktivitas fisik, pembatasan diet), dan nama orang yang harus...

https://samoke2012.wordpress.com/2015/10/23/konsep-asuhan-keperawatan-penyakit-jantung-koroner/
PLAGIARISM SCAN
REPORT
dan gejala infeksi saluran kemih mulai timbul. Aktivitas lain : 1) Beri pakaian perlindung atau pengalas agar
tidak lecet. 2) Modifikasi pakaian yang mudah dan simple yang cepat dilepas. 3) Pelatihan kebiasaan berkemih
(NIC) : tetapkan interval jadwal eliminasi awal berdasarkan pola berkemih dan rutinitas yang biasanya, bantu
pasien untuk eliminasi dan berkemih tepat waktu pada interval yang diprogramkan, gunakan kekuatan sugesti
untuk membantu pasien berkemih, hindari meninggalkan pasien ditoilet selama kurang lebih dari 5 menit,
kurangi interval eliminasi selama setengah jam jika terjadi lebih dari dua episode inkontinensia dalam 24 jam,
tingkatkan interval eliminasi selama setengah jam jika pasien tidak mengalami episode inkontinensia kurang
lebih selama 48 jam hingga interval optimal setiap 4 jam dicapai. d. Disfungsi seksual (Wilkinson, Buku saku
Diagnosis Keperawatan Edisi 9, 2015, pp. 392-393) Tujuan: menunjukan fungsi seksual, yang dibuktikan oleh
indikator (sebutkan 1-5: tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau selalu): 1) Mencapai rangsangan
seksual 2) Mencapai rangsangan seksual melalui orgasme 3) Mengekskresikan kemampuan untuk berhubungan
intim 4) Mengekspresikan penerimaan terhadap pasangan 5) Mengungkapkan keinginan untuk menjadi seksual
Kriteria hasil : 1) Pasien dan pasangan akan menunjukkan keinginan untuk melakukan perubahan fungsi seksual.
2) Meminta informasi yang dibutuhkan tentang perubahan fungsi organ seksual. 3) Mengungkapkan secara
verbal pemahaman tentang pembatasan atas indikasi tindakan medis. 4) Beradaptasi dengan model ekspresi
seksual untuk mengakomodasi perubahan fisik akibat usia atau akibat penyakit(degenerative). 5)
Mengungkapkan secara verbal cara – cara untuk menghindari penyakit menular seksual(PMS). Aktivitas
keperawatan : Pengkajian : 1) Pantau adanya indikator resolusitionDisfungsi Seksual (misalnya, peningkatan
kapasitas organ keintiman). 2) Konseling seksual (NIC) : awali pertanyaan tentang seksualitas dengan suatu
pernyataan pada pasien bahwa banyak orang mengalami masalah pada seksual. Penyuluhan untuk pasien atau
keluarga: 1) Beri informasi yang diperlukan untuk meningkatkan fungsi seksual (misalnya bimbingan antisipasi,
materi pendidikan kesehatan, latihan pereda stress, latihan meningkatkan sensasi, prostetik, konseling terfokus).
2) Konseling seksual (NIC) :diskusikan pentingnya modifikasi dalam aktivitas seksual, jika diperlukan dan
diinformasikan secara dini kepada pasien bahwa seksualitas merupakan bagian penting dari kehidupan dan
bahwa penyakit, obat dan stress (atau masalah lain yang dialami pasien) sering kali mengubah fungsi dari
seksual. Aktivitas kolaboratif : 1) Dukung kelanjutan konseling setelah pengulangan. 2) Konseling seksual (NIC) :
lakukan perujukan atau konsultasikan dengan anggota tim kesehatan lain jika perlu. Dan rujuk pasien kepada
ahli terapi seks jika diperlukan. Aktivitas lain : 1) Anjurkan pengungkapan keluhan seksual melalui peran
pemberi

asuhan yang telah membina hubungan saling percaya dengan pasien dan merasa nyaman mendiskusikan keluhan
seksual. 2) Beri waktu dan privasi untuk membahas permasalahan seksual pasien di ruangan tertentu. 3)
Konseling seksual (NIC) : anjurkan pasien untuk mengungkapkan ketakutan – ketakutan dan menganjurkan
pertanyaan yang dipendmnnya. Dan libatkan pasangan seksual dalam konseling seoptimal mungkin jika
memang di perlukan.
Sources Similarity
Lp Eliminasi Ruang JantungCompare text

Klien akan menggunakan peralatan adaptif untuk membantu memanipulasi pakaian (melepas dan 10%
mengenakan kembali pakaian untuk eliminasi) dan berpindah jika inkontinensia berhubungan dengan
hambatan mobilitas 2. Menunjukan kontinensia urine.2 Intervensi...

https://www.scribd.com/document/350387579/Lp-Eliminasi-Ruang-Jantung

PLAGIARISM SCAN
REPORT

Words 586 Date September 12,2019

Characters 4310 Exclude Url

1
3% 97% 28
Plagiarized Sentences
Plagiarism Unique Unique Sentences

Content Checked For Plagiarism

e. Kerusakan integritas kulit (Wilkinson, Buku saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9, 2015, pp. 398-399) Tujuan:
menunjukan integritas jaringan ; kulit dan membran mukosa, yang dibuktikan oleh indikator berikut (sebutkan
1-5: gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak ada gangguan): 1) Suhu, elastisitas, hidrasi, dan sensasi
2) Perfusi jaringan 3) Keutuhan kulit Kriteria hasil : 1) Drainase purulen(atau lainnya) atau bau . 2) Tidak ada
luka bakar atau maserasi pada kulit 3) Nekrosis,selumur lubang, perluasan luka ke jaringan dibawah kulit atau
pembentukan saluran sinus berkurang atau tidak ada
. 4) Eritema kulit dan eritema disekita luka sedikit . Aktivitas keperawatan : 1) Untuk aktivitas keperawatan
yang spesifik, lihat pada diagnosis keperawatan berikut ini : infeksi dan resiko klien. 2) Integritas kulit,
kerusakan kulit . 3) Integritas kulit, resiko kerusakan kulit . Pengkajian : 1) Kaji fungsi alat-alat seperti alat
penurunan tekanan meliputi kasur udara statis, terapi low-air loss, terapi udara yang di cairkan, 2) Perawatan
area insisi (NIC) : infeksi adanya kemerahan, pembengkakan, atau tanda-tanda dehisensi atau eviserasi pada area
insisi klien. Penyuluhan untuk pasien atau keluarga : Ajarkan perawatan luka insisi pembedahan, termasuk
tanda dan gejala infeksi, cara mempertahankan luka insisi tetap kering saat mandi, dan mengurangi penekanan
pada insisi pada luka. Aktivitas kolaborativ : 1) Konsultasikan pada ahli gizi tentang makanan tinggi protein,
mineral, kalori, dan vitamin sesuai kebutuhan. 2) Rujuk ke perawat terapi untuk mendapatkan bantuan dalam
pengkajian, penentuan derajat luka, dan dokumentasi perawatan luka atau kerusakan pada kulit. 3) Perawatan
luka(NIC) : gunakan unit TENS untuk peningkatan proses penyembuhan luka, jika di perlukan. Aktivitas lain :
1) Evaluasi tindakan pengobatan atau pembalutan topikal yang dapat meliputi balutan hidrokoloit, balutan
hidrofilik, balutan absorben, dan lain sebagainya 2) Lakukan perawatan luka kulit secara rutin seperti: ubah
dan atur posisi pasien secara nyaman, pertahankan jaringan sekitar terbebas dari drainase dan kelembapan yang
berlebihan dan lindungi pasien dari kontaminase feses atau urine. f. Ansietas berhubungan dengan perubahan
dalam status kesehatan. Tujuan: menunjukan pengendalian diri terhadap ansietas klien, yang dibuktikan oleh
indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5: tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau selalu): 1)
Merencanakan strategi koping untuk situasi penuh tekanan 2) Mempertahankan performa peran perawat. 3)
Memantau ditorsi, persepsi sensori klien. 4) Memantau manifestasi perilaku ansietas klien. 5) Menggunakan
teknik relaksasi untuk meredakan ansietas klien Kriteria hasil : 1) Pasien akan meneruskan aktivitas yang
dibutuhkan meskipun mengalami kecemasan. 2) Menunjukkan kemampuannya untuk berfokus pada
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. 3) Mengidentifikasi gejala yang merupakan indicator ansietas
pada pasien. 4) Memiliki tanda – tanda vital dalam batas normal.
Aktivitas Keperawatan : Pengkajian : 1) Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien, termasuk reaksi fisik.
2) Kaji untuk faktor budaya yang menjadi penyebab ansietas. 3) Gali bersama pasien tentang teknik yang berhasil
dan tidak berhasil menurunkan ansietas dimasa lalu. 4) Reduksi ansietas (NIC) : menentukan kemampuan
pengambilan keputusan pasien.
Penyuluhan untuk pasien atau keluarga : 1) Membuat rencana penyuluhan dengan tujuan yang realistis,
termasuk kebutuhan untuk pengulangan, dukungan, dan pujian terhadap tugas – tugas yang telah dipelajari. 2)
Informasikan tentang gejala ansietas. 3) Penurunan ansietas (NIC) : sediakan informasi faktual menyangkut
diagnosis, terapi dan prognosis serta instruksikan pasien tentang penggunaan tekhnik relaksasi. Aktivitas
Kolaboratif : Penurunan ansietas (NIC) : berikan obat untuk menurunkan ansietas, jikadi perlukan. Aktivitas
lain : 1) Pada saat ansietas berat, damping pasien, bicara dengan tenang, dan berikan ketenangan serta rasa
nyaman. 2) Beri dorongan kepada pasien untuk mengungkapkan secara lisan pikiran dan perasaan untuk
mengeksternalisasikan ansietas/penyakit. Bantu pasien untuk memfokuskan pada situasi sekarang, sebagai cara
untuk mengidentifikasi cara kerja koping yang dibutuhkan untuk mengurangi ansietas.

Sources Similarity

Askep Pasien Bumil Dengan HIVAIDS.pdf NEWCompare text

d. Kurangi rangsangan yang berlebihan dengan menyediakan lingkungan yang tenang e. Gali bersama pasien 4%

tentang teknik yang berhasil dan tidak berhasil menurunkan ansietas di masa lalu.

https://www.scribd.com/doc/228007459/Askep-Pasien-Bumil-Dengan-HIVAIDS-pdf-NEW

Anda mungkin juga menyukai