Anda di halaman 1dari 5

ARTIKEL ILMIAH : ABSORPSI PERKUTAN

Karya : syarifah lindra citra (1601054)

Abstrak

Penggunaan produk kosmetik untuk mencegah penuaan dini semakin meningkat


seiring dengan perkembangan teknologi dan kesadaran individu untuk tampil lebih
menarik. Namun penggunaan produk kosmetik dari bahan kimia menimbulkan banyak
efek samping, seperti terjadinya iritasi kulit, flek hitam dan pemakaian jangka panjang
menyebabkan kanker kulit. Oleh karena itu, diperlukan produk kosmetik dari bahan
herbal yang mengandung zat aktif sebagai antioksidan. Beberapa bentuk sediaan
kosmetik yang banyak tersedia di pasaran adalah bentuk sediaan krim dan gel. sehingga
turut meningkatkan absorpsi perkutan.

Keywords : absorpsi subkutan, kulit, kosmetik.

Pendahuluan

Absorpsi subkutan merupakan salah satu dari sediaan obat melibatkan proses
pelarutan obat dalam pembawa, difusi obat yang terlarut dari pembawa kepermukaan
kulit dan penetrasi obat melalui lapisan kulit. Pada kulit terjadi absorpsi subkutan ketika
masuknya molekul obat dari luar kulit ke dalam jaringan di bawah kulit, kemudian
masuk ke dalam sirkulasi darah dengan mekanisme difusi pasif. Absorpsi perkutan
dapat didefenisikan sebagai absorpsi obat ke dalam stratum korneum (lapisan tanduk)
dan selanjutnya obat menembus lapisan dibawahnya dan akhirnya obat masuk dalam
sirkulasi darah. Istilah ‘perkutan’ menunjukkan bahwa proses penembusan terjadi pada
lapisan epidermis dan penyerapan terjadi pada lapisan epidermis yang berbeda (Shad,
2012).
Penyerapan perkutan merupakan proses penggabungan suatu senyawa dari
lingkungan luar ke bagian kulit sebelah dalam. Dan penyerapan dari struktur kulit
kebagian peredaran darah. Kulit merupakan perintang yang efektif terhadap penetrasi
perkutan obat atau senyawa eksternal. Absorpsi obat perkutan dipengaruhi oleh sifat
fisikokimia obat dan pembawa serta kondisi kulit. Pada pemakaian obat secara topikal,
obat berdifusi dalam pembawanya dan kontak dengan permukaan kulit (stratum
korneum dan sebum) selanjutnya menembus epidermis (Grassi, Mario, et al 2007: 59-
60, Shad, 2012).

Pada dasarnya absorpsi secara perkutan dapat mengalami beberapa kesulitan


yaitu : tergantung pada daerah kulit yang diberikan, kerusakan kulit, umur dan
perbedaan spesies. Pada peberian obat yang ditujukan secara sistemik. Tujuan
digunakan obat yang berpenetrasi melalui kulit dengan cara absorpsi perkutan yaitu :
untuk tujuan penggunaan secara sistemik , mengurangi efek samping yang diberikan
kepada pasien, memberikan kenyamanan kepada pasien ketika digunakan, peningkatan
kepatuhan pasien terhadap penggunaan obat . Pada beberapa jurnal atau pecobaan
penggunaan obat melalui penetrasi kulit seperti penggunaan bahan alam untuk penuaan
dini (Sumantri dkk, 2017) yang di aplikasikan dalam bentuk sediaan krim dengan bahan
dasar ektrak etanol daun kopi arabika. Diharapkan pada uji daya sebar dan daya lekat
dapat mengetahui tingkat penetrasi kulit selama obat di absorpsi hingga memberikan
efek .

Pada jurnal (yuwono dkk, 2013) sediaan gel teofilin selain dapat sebagai
antiselulit yang efektif menghasilkan efek di perifir, sangat mungkin dapat digunakan
sebagai antiasma dengan mengatur menaikkan konsentrasi DMSO agar kadar teofilin
dalam plasma dapat mencapai terapeutic plasma level pada pengobatan asma.
Pemberian teofilin rute transdermal selain lebih aman juga lebih nyaman digunakan
dibanding pemberian melalui rute yang lain. Pada jurnal ini dilakukan beberapa uji yang
menyatakan penetrasi obat dan absorpsi perkutan obat yang baik. Pada jurnal ini juga
menyatakan DMSO memiliki kemampuan memodifikasi membran atau berpengaruh
terhadap ketebalan membran, terutama sel-sel mati stratum corneum yang menjadi
barrier utama, dan ini yang menjadi dasar mengapa fluks dan koefisien difusinya
meningkat.

pada jurnal pengaruh penambahan tween 80 sebagai enhancer dalam sediaan


transdermal Teknik peningkatan permeasi perkutan dibagi menjadi 2 kategori yakni
secara fisika dan kimia (Potts, 1997). Secara kimia, digunakan senyawa enhancer, yakni
senyawa yang dapat menembus stratum corneum dengan menyerupai sifat membran
lipid bilayer pada struktur protein di korneosit. Enhancer dapat menyebabkan iritasi
pada beberapa kasus. Namun, surfaktan nonionik tidak menunjukkan kejadian tersebut
(Roberts, 2008). Salah satu surfaktan nonionik yakni Tween 80.

Pada jurnal ini penggunaan tween 80 digunakan sebagai peningkat permeabilitas


membran fosfolipid, yang menyebabkan pemecahan senyawa dengan massa molekul
rendah. Diharapkan dapat memberikan efek yang sesuai dengan yang di inginkan. Pada
percobaan yang dilakukan didapatkan hasil Hasil uji in vitro menunjukkan bahwa patch
transdermal carvedilol yang diformulasi dengan Tween 80 sebagai enhancer memiliki
karakteristik pelepasan yang lebih baik. Carvedilol dapat diformulasi menjadi patch
transdermal untuk meningkatkan waktu pelepasannya. Pada jurnal ini juga menyatakan
bahwa Tween 80 dapat meningkatkan penetrasi asam askorbat. Makin tinggi
konsentrasi tween 80, maka permeabilitas asam askorbat makin tinggi. Peningkatan
permeasi asam askorbat dapat dicapai dengan konsentrasi enhancer setara 1%. Setelah
dilakukan perbandingan antara sediaan dalam bentuk gel dan patch di simpulkan bahwa
penggunaan Tween 80 yang termasuk dalam golongan surfaktan nonionik dapat
meningkatkan permeasi berbagai macam zat aktif yang diformulasikan dalam sediaan
gel. Sedangkan dalam sediaan patch, tidak terdapat peningkatan permeasi yang
signifikan dengan penambahan Tween 80.

Kelebihan dari beberapa jurnal terkait absoprsi perkutan yaitu : Durasi yang
lama sehingga mengakibatkan penurunan frekuensi dosis. Pada tenaga medis dapat
meningkatkan kenyamanan untuk mengelola obat-obatan, yang tidak akan
membutuhkan dosis sering. Obat yang diberikan melalui transdermal dengan absorpsi
perkutan juga dapat meningkatkan bioavailabilitas dan konsentrasi lebih seragam
didalam plasma . Mengurangi efek samping dan terapi karena pemeliharaan kadar
plasma sampai akhir interval pemeberian dosis.

Pada pasien dapat meningkatkan kepatuhan pasien dan kenyamanan melalui


invasif, tanpa rasa sakit dan aplikasi yang dilakukan sederhana. Serta meminimalisasi
ketidakteraturan absorbsi dibandingkan dengan jalur oral yang dipengaruhi oleh pH,
makanan, kecepatan pengosongan lambung, waktu ransit usus, dll. Pada pemberian obat
melalui transdermal yang di absorpsi secara perkutan dapat membuat  obat terhindar
dari first passed effect dan terhindar dari degradasi oleh saluran GI. Dan jika terjadi efek
samping yang tidak diinginkan (misal reaksi alergi, dll) pemakaian dengan mudah
dihentikan. Absorbsi obat relatif konstan dan kontinyu. Input obat ke sirkulasi sistemik
terkontrol serta dapat meghindari lonjakan obat sistemik.  Relatif mudah digunakan dan
dapat didesain sebagai sediaan lepas terkotrol yang digunakan dalam waktu relatif lama
(misalnya dalam bentuk transdermal patch atau semacam plester) sehingga dapat
meningkatkan patient compliance.
Kerugian dari absorpsi secara perkutan dapat disimpulkan : pada sediaan yang
diabsorpsi secara perkutan  memiliki bobot molekul relatif kecil (kurang dari 500 Da).
Hal ini karena pada dasarnya stratum corneum pada kulit merupakan barrier yang cukup
efektif untuk menghalangi molekul asing masuk ketubuh sehingga hanya molekul-
molekul yang berukuran sangat kecil sajalah yang dapat menembusnya. Memiliki
koefisien partisi sedang (larut baik dalam lipid maupun air).     Memiliki titik lebur yang
relatif rendah. Hal ini karena untuk dapat berpenetrasi ke dalam kulit, obat harus dalam
bentuk cair.   Memiliki efektif dosis yang relatif rendah.   Range obat terbatas (terutama
terkait ukuran molekulnya).  Dosisnya harus kecil.     Kemungkinan terjadinya iritasi dan
sensitivitas kulit. Tidak semua bagian tubuh dapat menjadi tempat aplikasi obat-obat
transdermal. Misalnya telapak kaki. Harus diwaspadai pre-systemic metabolisme
mengingat kulit juga memiliki banyak enzim permetabolisme.

Anda mungkin juga menyukai