Anda di halaman 1dari 6

Jurnal Akuakultur Indonesia, 6(1): 103–108 (2007) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.

php/jai 103
http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id
Bulan Ke-2

SEKS REVERSAL IKAN NILA MERAH (Oreochromis sp.) MELALUI PERENDAMAN


LARVA MENGGUNAKAN AROMATASE INHIBITOR

Sex Reversal of Red Tilapia (Oreochromis sp.) by Larval Immersion using Aromatase
Inhibitor

Agus O. Sudrajat, I. D. Astutik dan H. Arfah


Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor, Kampus Darmaga, Bogor 16680

ABSTRACT

This study was performed to verify the effect of red Nile tilapia (Oreochromis sp.) larval immersion using
aromatase inhibitor (1,3-Diaza-2,4-Cyclopentadience) on percentage of male fish. Nine-day-old of Nile tilapia
larva was immersed in aromatase inhibitor at the dose of 0, 10, 20 and 30 mg/L water for 10 hours. Number of
larva immersed was 100 fish per treatment. The results of study indicated that immersing of 9-day-old larva
for 10 hours was ineffective in producing male fish. The highest male percentage was 59.5% at the dose of 20
mg/L, and statistically similar with other treatments including control. However, this treatment has possibility
to produce hermaphrodite, and had no effect on survival of fish.

Keywords: red Nile tilapia, Oreochromis, Aromatase Inhibitor, immersion

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek perendaman ikan nila merah (Oreochromis sp.)
menggunakan aromatase inhibitor (1,3-Diaza-2,4-Cyclopentadience) terhadap persentase ikan jantan. Larva
ikan nila umur 9 hari direndam dengan aromatase inhibitor dengan dosis 0, 10, 20 dan 30 mg/L air selama 10
jam. Jumlah larva yang direndam sebanyak 100 ekor per perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
perendaman pada fase larva umur 9 hari selama 10 jam terbukti kurang efektif untuk menghasilkan ikan
jantan. Persentase jantan tertinggi hanya mencapai 59,5% dengan dosis 20 mg/L aromatase inhibitor dan tidak
berbeda nyata dengan perlakuan lainnya termasuk kontrol. Namun perlakuan tersebut berpeluang
menghasilkan individu hermaprodit, dan tidak berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan.

Kata kunci: ikan nila merah, Oreochromis, Aromatase Inhibitor, perendaman

PENDAHULUAN melalui perendaman, penyuntikan atau


melalui pakan. Namun peredaran beberapa
Produksi ikan nila (Oreochromis sp.) di hormon mulai dibatasi karena bersifat
Indonesia menduduki urutan ketiga terbesar karsinogenik dan limbahnya berpotensi
untuk ikan kolam air tawar setelah ikan mas menimbulkan polusi pada lingkungan.
dan ikan tawes. Laju pertumbuhan ikan nila Aromatase inhibitor sebagai alternatif
berkelamin jantan sekitar 20% lebih cepat merupakan bahan kimia bukan hormon yang
daripada betina dan rendemen daging ikan bersifat nonsteroid (imidazole) dan telah
nila jantan dengan system monosex culture digunakan untuk terapi penyembuhan dan
(tunggal kelamin) sangat menguntungkan. pengobatan kanker pada manusia (Higa dan
Monosex culture juga dapat mencegah Alkouri, 1998) serta mudah terurai sehingga
pemijahan liar sehingga dihasilkan ikan yang tidak mencemari lingkungan perairan.
berukuran besar dan seragam. Aromatase inhibitor berfungsi menghambat
Pada umumnya, untuk memproduksi kerja aromatase dalam sintesa estrogen
monoseks jantan dilakukan melalui teknik sehingga mengakibatkan terjadinya
sex reversal dengan menggunakan hormon penurunan konsentrasi estrogen yang
104

mengarah pada tidak aktifnya transkripsi dari Perendaman dan pemeliharaan larva
gen aromatase sebagai feedbacknya (Sever et Perendaman di dalam air yang
al., 1999). Penurunan rasio estrogen terhadap mengandung aromatase inhibitor (1,3-Diaza-
androgen mengakibatkan terjadinya 2,4-Cyclopentadience), dilakukan pada ikan
perubahan penampakan hormonal dari betina nila merah setelah berumur 9 hari dengan
menjadi menyerupai jantan, dengan kata lain dosis 0 (kontrol), 10, 20 dan 30 mg/L selama
terjadi maskulinisasi karakteristik seksual 10 jam dan kepadatan 100 ekor/perlakuan.
sekunder (Davis et al., 1999). Pemberian pakan dilakukan setelah larva
Aromatase inhibitor (fadrozole) telah berumur 3 hari menggunakan Artemia
terbukti dapat menimbulkan efek sampai 7 hari dan selanjutnya menggunakan
maskulinisasi dengan meningkatkan Daphnia sampai hari ke-14. Cacing sutera
persentase jantan pada ikan nila diberikan setelah larva berumur 15 hari
(Oreochromis sp.) mencapai 96% melalui
sampai 60 hari yang dikombinasikan dengan
pakan (Kwon et al., 2000). Pada ikan salmon pakan udang yang berkadar protein 40% dan
(Onchorhyncus tsahawytscha) aromatase berbentuk crumble 1, 2 dan MS 3.
inhibitor (imidazole) telah menghasilkan Pemeliharaan selanjutnya dilakukan pada bak
jantan fungsional sebesar 20% melalui semen dengan menggunakan jaring ukuran
perendaman telur (Piferrer et al., 1994). Pada 200×200×100 cm menggunakan pakan
ikan nila merah (Oreochromis sp.) dengan komersil berkadar protein 32% yang
perendaman telur fase bintik mata dapat
berdiameter 2 mm sampai ikan berumur 90
memaskulinisasi ikan sampai 82,22% hari. Frekuensi pemberian pakan sebanyak 3
(Nurlaela, 2002). Pada penelitian ini kali/hari secara at libitum untuk pakan alami
dilakukan perendaman menggunakan dan at satiation untuk pakan buatan.
aromatase inhibitor pada larva umur 9 hari
selama 10 jam.
Pengamatan
Parameter yang diamati meliputi
BAHAN & METODE persentase jenis kelamin jantan, tingkat
kelangsungan hidup larva setelah
Pemijahan induk dan inkubasi larva perendaman dan akhir penelitian, ciri
Penelitian dilakukan di Kolam Percobaan morfologi ikan seperti bobot dan panjang
dan Laboratorium Pengembangbiakan dan tubuh. Penentuan jenis kelamin dilakukan
Genetika ikan, Jurusan Budidaya Perairan, dengan pewarnaan asetokarmin pada gonad
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. yang telah dicacah dan diletakkan diatas
Larva ikan nila merah (Oreochromis sp.) gelas objek. Preparasi histologis juga
yang digunakan berumur 9 hari dari hasil dilakukan dengan menggunakan pewarnaan
pemijahan secara alami. Untuk memperoleh hematoksilin-eosin yang kemudian diamati
larva ikan tersebut dilakukan pemijahan menggunakan mikroskop.
induk ikan nila merah pada bak semen
ukuran 250×200×100 cm dengan
perbandingan jantan dan betina 1:3. Selama HASIL & PEMBAHASAN
pemeliharaan, induk diberi pakan berupa
pelet dengan frekuensi 3 kali perhari dan Pemberian aromatase inhibitor tidak
dilakukan sampling telur setiap 7 hari berpengaruh terhadap persentase kelamin
sehingga didapatkan telur dari hasil jantan ikan nila merah (Oreochromis sp.)
pemijahan tersebut. Telur yang didapat pada taraf kepercayaan 95% yang diduga
diinkubasi pada akuarium ukuran 30×20×20 akibat kurang efektifnya dosis yang
cm dengan aerasi kuat dan penambahan biru digunakan melalui perendaman larva umur 9
metilen untuk mencegah jamur. hari selama 10 jam. Persentase kelamin
jantan tertinggi sebesar 59,51% tercatat pada
hasil perendaman dengan dosis 20 mg/l
105

(Gambar 1). Dosis aromatase inhibitor yang (2000), masa diferensiasi ikan terjadi hingga
digunakan ini mengacu pada penelitian 30 hari setelah menetas, dan waktu yang
sebelumnya, yaitu pada dosis yang sama (20 paling efektif melalui pemberian pakan
mg/l) dapat menghasilkan persentase kelamin karena daya serapnya lebih tinggi dan dapat
jantan sebesar 82,22% melalui perendaman langsung digunakan untuk diferensiasi
pada embrio fase bintik mata (Nurlaela, kelamin pada organ target yang dibandingkan
2002). Pemberian aromatase inhibitor dengan perendaman larva pada umur yang
melalui perendaman pada fase larva kurang sama.
efektif karena terlalu jauh untuk mencapai Walaupun hasil yang diperoleh tidak
organ target, yaitu otak. Perlakuan berbeda nyata tetapi indikasi seks reversal
pengarahan kelamin dengan cara pada ikan nila merah melalui perendaman
perendaman, hormon akan masuk ke dalam larva umur 9 hari, yaitu peningkatan
tubuh ikan melalui insang, kulit, dan gurat persentase kelamin jantan sebesar 16,48%
sisi (Zairin, 2002) sehingga dengan cara ini, dari kontrol (Gambar 1). Ditemukannya ikan
tidak semua hormon masuk ke dalam tubuh hermaprodit pada semua perlakuan kecuali
ikan. Aromatase inhibitor masuk ke dalam pada kontrol diduga disebabkan oleh dosis
tubuh larva melalui proses difusi karena inhibitor yang rendah dan waktu perlakuan
perbedaan konsentrasi antara media yang kurang lama untuk mempengaruhi
perendaman dengan larva. Seperti halnya proses diferensiasi kelamin jantan pada saat
hormon (Misnawati, 1997), aromatase otak dalam keadaan labil sehingga proses
inhibitor diduga masuk secara difusi. diferensiasi kelamin tidak berjalan sempurna.
Aromatase inhibitor yang masuk ke dalam Munculnya ikan hermaprodit pada umumnya
sel akan langsung berhubungan dengan sisi disebabkan oleh penggunaan dosis hormon
aktif dari enzim dan mengikatnya sehingga yang rendah (sub-oprimum) (Pandian dan
sisi aktif tersebut tidak ditempati oleh Sheela, 1995). Tidak ditemukannya ikan
substrat alami (testoteron) (Brodie, 1991). hermaprodit pada kontrol berhubungan
Fungsi aromatase dalam penentuan dengan tidak diberikannya aromatase
kelamin telah diamati, bahwa enzim yang inhibitor, sehingga perkembangan gonad
mengkonvensi androgen menjadi estrogen berlangsung secara alamiah. Menurut Brodie
adalah aromatase (cytochorome p-450 (1991) keberhasilan pengarahan kelamin
aromatase) (Callard et al., 1995). Dan melalui penghambatan aromatisasi dengan
menurut Jeyasuria et al. (1996 dalam Kwon, menggunakan aromatase inhibitor
(2000) peranan cytochorome p-450 dipengaruhi oleh dosis yang digunakan, lama
aromatase pada determinasi jenis kelamin perlakuan, dan waktu perlakuan.
telah diuji dan berpengaruh terhadap Pada saat ini belum diketahui dosis yang
aromatase androstenedione menjadi estrone dapat menyebabkan kematian pada ikan.
dan testostrone menjadi estradiol-17β. Pada Namun, perlu diperhatikan hormon streoid,
beberapa spesies, sifat penghambatan dari misalnya 17α-metiltestosteron terdapat
enzim ini mengakibatkan maskulinisasi, kecendrungan pemberian dosis yang terlalu
serupa dengan efek yang ditimbulkan oleh rendah menyebabkan proses pengarahan
androgen (contoh, bullfrog Rana jenis kelamin kurang sempurna dan
catesbriana, Yu et al., 1993: pada ayam sebaliknya dapat menyebabkan ikan menjadi
Gallus domesticus, Elbrecth dan Smith, steril, abnormalitas, dan bahkan dapat
1992, Wartenburg et al., 1992; pada ikan menyebabkan kematian ikan (Zairin, 2002).
chinook salmon Onchorhyncus Untuk perendaman yang efektif, perlu
tsahawytscha, Pieferrer et al., 1994). diperhatikan hubungan konsentrasi dan lama
Pemberian aromatase inhibitor perendaman. Umumnya perendaman dengan
(imadazole) pada periode waktu 9-13 hari dosis yang tinggi membutuhkan waktu
setelah menetas melalui pemberian pakan perendaman yang singkat dan sebaliknya
dengan dosis 500 mg/kg dapat menghasilkan (Hunter dan Donaldson, 1983).
persentase kelamin jantan sebesar 74 % Selain karena dosis aromatase inhibitor
(Suhanti, 2003). Dan menurut Kwon et al., dan waktu perlakuan yang kurang tepat,
106

faktor lingkungan sangat berpengaruh temperatur 34 C dihasilkan jenis kelamin


terutama faktor suhu air pemeliharaan. Dari jantan dan betina 1: 1,68 (Patino et al.,
studi terbaru telah diketahui bahwa suhu 1996).
merupakan faktor lingkungan yang berperan Pemberian aromatase inhibitor melalui
cukup besar terhadap jenis kelamin pada ikan perendaman larva selama 10 hari tidak
(Strussman dan Patino, 1995), namun berpengaruh terhadap tingkat kelangsungan
responnya bervariasi tergantung pada jenis larva umur 9 hari setelah menetas pada taraf
ikan. Pengaruh suhu terhadap jenis kelamin kepercayaan 95% (Gambar 2). Demikian
ikan Poeilipsis lucida berbeda untuk tiap juga pada akhir penelitian, pemberian
strain. Pada ikan Carassius auratus diketahui aromatase inhibitor tidak berpengaruh
bahwa pemeliharaan pada temperatur yang terhadap tingkat kelangsungan hidup ikan
rendah akan menghasilkan persentase betina nila merah pada taraf kepercayaan 95%.
antara 80-100%, sedangkan pada suhu Tingkat kelangsungan hidup ikan nila merah
normal (25-27 C) akan dihasilkan jenis selama penelitian berkisar antara 72-87%.
kelamin jantan lebih tinggi, berkisar antara Tingkat kelangsungan hidup yang lebih
60-70% (Oshiro et al.,1998). Pada ikan tinggi menggambarkan kondisi pemeliharaan
Channel catfish (Ictalurus punctatus), dan kondisi fisiologi yang baik, serta kualitas
pemeliharaan yang dilakukan pada suhu 20 - air yang mendukung pertumbuhan ikan.
27 C tidak berpengaruh terhadap jenis
kelamin, sedangkan pada pemeliharaan pada

100

80
Jenis kelamin (%)

56.97 59.51 57.97


60 54.88

43.03 43.61
38.76 39.93
40

20
0.00 1.51 1.73 2.10
0
0 10 20 30
Dosis aromatase inhibitor (mg/L)

Jantan Betina Hermp

Gambar 1. Persentase rata-rata jenis kelamin ikan nila merah (Oreochromis sp.).
107

100
87.00
78.67
Kelangsungan hidup (%)
80 72.00 75.00

60

40

20

0
0 10 20 30
Dosis aromatase inhibitor (mg/L)

Gambar 2. Tigkat kelangsungan hidup ikan nila merah (Oreochromis sp.) pada akhir penelitian.

KESIMPULAN (Eds). Fish Physiology, Vol. IX B.


Academic Press. New York.
Perendaman larva ikan nila merah
(Oreochromis sp.) umur 9 hari selama 10 jam Higa, G. M. and M. D. Alkouri. 1998.
pada aromatase inhibitor (Imidozole) tidak Anastrozole: A selective aromatase
berpengaruh terhadap persentase kelamin inhibitor for treatment of breast cancer.
jantan, namun berpeluang menghasilkan ikan J. Health-Syst Pharm. 55: 445-452.
hermaprodit. Perendaman tersebut tidak
berpengaruh terhadap tingkat kelangsungan Kwon, J. Y., V. Haghnapah, L. M. Hurtado,
hidup ikan sampai hari ke-90 masa B. McAdrew, and D. Penman. 2000.
pemeliharaan. Masculinozation of genetic female Nile
tilapia (Oreochromis sp.) by dietary
administration of an aromatase inhibitor
DAFTAR PUSTAKA during sexual differentiation. Journal of
Experimental Zoology, 287: 46-53.
Brodie, B. 1991. Androgen and its inhibitor:
An Overview. J. Steroid Biochemistry Misnawati, H. 1997. Pengaruh Pemberian
Moleculer Biol., 40:255-261. Hormon 17α-Metiltestosteron Kepada
Larva Ikan Mas (Cyprinus carpio)
Callard, G., B. Schlinger and M. Pasmanik. Terhadap Nisbah Kelaminnya. Skripsi.
1990. Nonmammalian vertebrate models Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
in studies of brain-steroid interaction. IPB.
Journal of Experimental Zoology
Supplement, 4: 6-16. Nurlaela. 2002. Pengaruh Aromatase
Inhibitor Pada Perendaman Embrio
Hunter, G.A., and E. M. Donaldson. 1983. Terhadap Nisbah Kelamin Ikan Nila
Hormonal sex control and application to Merah (Oreochromis sp.). Skripsi.
fish culture. P: 223-291. In: W.S. Hoar, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
D.J. Randall, and E. M. Donaldson IPB.
108

Oshiro, T. 1987. Sex Ratio ao Diploid the Fifth International Symposium on


Ginogenetic Progeny Derived from Five the Reproductive Physiology of Fish.
Different Females of old Fish. Nippon Fish Symp., Austin, Texas.
Suisan Gakkaishi, 53 :1899.
Sever, D. M., T. Halliday, V. Waight, J.
Pandian, T. J., and S. G. Shella. 1995. Brown, H. A. Davies, and C. Moriaty.
Hormonal induction of sex reversal in 1999. Sperm storage in females of the
fish. Aquaculture, 138: 1-22. Smooth Newt (Triturus V. Vulgaris L.)
I: Ultrastructure of the spermathecal
Pieferrer, F. S. Zanuy, M. Carillo, I. I. Solar, during the breeding season. Journal of
R. H. Devlin and E. M. Donaldson. Experimental Zoology, 283: 51-70.
1994. Brief treatment with an aromatase
inhibitor during sex differentiation cause Suhanti, I. Y. 2003. Sensitivitas Periode
chromosomally female salmon to Waktu Pemberian Aromatase Inhibitor
develop as normal, function males. melalui Pakan untuk Sex Reversal pada
Journal of Experimental Zoology, 270: Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.).
255-262. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. IPB.
Strussman, C. A. and R. Patino. 1995.
Temperature manipulation of sex Zairin, M. 2002. Sex Reversal Memproduksi
differentiation in fish. In: F. W. Goetz Benih Ikan Jantan atau Betina. Penebar
and P. Thomas, (Eds.), Proceeding of Swadaya. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai