Anda di halaman 1dari 18

SEKTE SYI’AH

MAKALAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas


Mata Kuliah : Ilmu Kalam
Dosen Pengampu : Nasirudin, M. Ag.

Disusun Oleh :
PAI 4D Kelompok 4
1. Afthon Fikrul Hasan (1903016135)
2. Eva Choridatul Aini (1903016151)
3. Rike mif farokah (1903016153)

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2021
BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Syiah menurut bahasa berarti pengikut, pendukung, partai, atau kelompok, sedangkan
secara terminologis adalah sebagian kaum muslimin yang dalam bidang spiritual dan
keagamaannya selalu merujuk pada keturunan Nabi Muhammad SAW. Atau orang yang
disebut sebagai Ahl Al-bait.

Menurut sejarah, aliran syiah mulai muncul di akhir masa kekhalifaan Utsman bin
Affan. Syiah sendiri merupakan salah satu dari sekte perpecahan Islam. Di dalam
keyakinan mereka meyakini bahwa Rasulullah menunjuk Ali bin Abi Yhalib sebagai
pengganti kekhalifahan selanjutnya. Mereka juga meyakini bahwa Ahl Al-bait adalah
sumber pengetahuan terbaik tentang Quran dan Islam, guru terbaik tentang Islam setelah
Nabi Muhammad, dan pembawa serta penjaga terpercaya dan tradisi Sunnah.

Dalam penyebaran ajarannya pun Syiah terbagi dalam jumlah yang banyak, namun
menurut Al-Baghdadi, pengarang kitab Al-Farqu baina Al-Firaq secara umum Syiah
terbagi menjadi empat kelompok, yang mana setiap kelompok terdiri atas beberapa
kelompok kecil didalamnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja Sekte-sekte dalam ajaran Syiah?
2. Siapa sajakah Imam-imam dalam Syiah?

C. Tujuan
1. Menjelaskan sekte-sekte dalam ajaran Syiah.
2. Menyebutkan Imam-imam dalam Syiah.

2
BAB II

Pembahasan

A. Sekte- Sekte Syiah

Sebagai sebuah aliran Islam, Syi'ah-pun memiliki aliran-aliran. Perselisihan yang


berujung perpecahan Syi'ah kedalam sekte-sekte yang berjumlah ratusan ini, saling
mengklaim merekalah yang paling memiliki otoritas kepemimpinan. Hal pokok yang
menjadi persoalan krusial sehingga muncul perselisihan diantara mereka adalah problem
imamah setelelah kepemimpinan Ali bin Abi Thalib, Hasan serta Husein. Karena sejak
wafatnya Husein, para pengikut ‘Ali (Syi'ah) berbeda pendapat tentang siapa yang akan
mereka jadikan anutan serta pimpinan.

Terjadinya perpecahan di dalam tubuh syi'ah dikarenakan dua hal; a) Perbedaan di


dalam ajaran-ajarannya. Dimana diantara mereka ada yang mendewakan para imam seraya
mengkafirkan pihak lain, tetapi ada pula yang moderat dan hanya menganggap keliru
pandangan lain, b) karena banyaknya keturunan Ali. Dari sini sering terjadi perbedaan
dalam menentukan mana yang menjadi imam dan mana yang tidak.1 Pandangan itu
diperkuat pula oleh analisa sejarawan muslim Ibnu Khaldun dalam Muqaddimahnya. Ia
menyebutkan munculnya sekte-sekte dalam aliran syi'ah dimulai sejak siapakah yang akan
menggantikan kekhilafahan sesudah Ali wafat. Sebagian diantara mereka mengatakan
bahwa ia harus diberikan kepada keturunan Fatimah secara tetap satu demi satu secara
bergantian (mereka disebut golongan Imamah), atau dilakukan dengan pertimbangan para
pakar agama (ahlul hill wa al aqdi) berdasarkan kealiman, ketaatan, pemurah, serta
pemberani dan keluar memplokamirkan keimamahannya (mereka disebut dengan
kelompok Zaidiyah). Sebagian lagi mengatakan bahwa setelah Ali dan kedua puteranya
(Hasan dan Husein) kepemimpinan diserahkan kepada putera Ali yang lain (dari ibu lain)
yang bernama Muhammad bin Hanafiyah, dan kedua putera-puteranya (mereka disebut
Kaisaniyah yang dinisbahkan kepada Kaisan maulanya).2

Karena banyaknya sekte-sekte dalam Syi'ah, maka perpecahan dalam tubuh syi'ah dapat
dikelompokkan kedalam empat aliran pokok diantaranya; Imamiyah, Zaidiyah, Sab’iah

1
H.M. Rasjidi, Apa aitu Syi’ah, (Jakarta: Media Dakwah, 1999), Hlm. 7
2
Ibnu Khaldun, Muqoddimah, terj. Ahmadie Thoha, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), Hlm. 245

3
dan Ghulat. Dari lima kelompok besar inilah muncul beragam sekte-sekte lain yang
diantaranya condong kepada ushul Mu'tazilah, Sunnah dan Tasybiyah.3

a. Syi’ah Imamiah

Secara garis besar, sekte Imamiyah adalah golongan yang meyakini bahwa Nabi
Muhammad telah melakukan penunjukkan yang tegas atas kepemimpinan Ali setelah
beliau wafat. Oleh karena itu, mereka betul-betul menolak kepemimpinan Abu Bakar,
Umar dan Utsman.

Syi'ah Isma'iliyah misalnya, kelompok ini berhasil mendirikan dinasti Fathimiyah di


Mesir dan Pemimpinnya menyatakan diri sebagai Khalifah tandingan Abbasiyah setelah
berhasil mengadakan beberapa pemberontakan. Beberapa doktrin bermasalah yang dibawa
gerakan ini diantaranya; perintah syari'at Islam hanya berlaku bagi orang awam saja, para
Nabi dan Rasul hanyalah seorang mujaddid, para filsuf mampu mencapai kedudukan yang
sejajar dengan Nabi dan Rasul, al Qur'an hanya dapat dimengerti oleh orang-orang tertentu
karena memiliki arti lahir dan arti batin, serta hanya berfungsi sebagai pensucian jiwa saja.
Keyakinan gerakan Isma'iliyah yang aneh ini berakar dari perpaduan ajaran syi'ah dengan
filsafat neo Platonisme, dan sufistik ala Ikhwan as Shafa.

Dalam catatan Dr. Yusuf Al Isy' dalam "Tarîkh Ashr al Khalifah al Abbasiyah"
menyebutkan bahwa Abdullah As Shi'i merupakan kepanjangan tangan untuk propaganda
Syi'ah dari seorang Syi'ah kharismatik yang bernama Maimun Al Qaddah. Maimun Al
Qaddah adalah seorang Syi'ah yang menyebarkan isu tentang kemunculan Al Mahdi
menggantikan Isma'il bin Ja'far. Demikian halnya dengan Ubaidillah, ia juga merupakan
kepanjangan tangan propaganda syi'ah dari Maimun Al Qaddah yang mendompleng
keberhasilan gerakan As Si'i di Maroko.

Semua golongan yang bernaung dalam nama Imamiyah sebenarnya sepakat dengan
keimaman; Ali bin Abi Thalib, kemudian Hasan, Husein, Ali bin Husein, Muhammad al
Baqir dan Ja'far As Shaddiq. Setelah wafatnya Ja'far As Shadiq rahimahullah, barulah
mereka berselisih pendapat tentang siapa penggantinya. Diantara mereka ada yang
berpendapat bahwa jabatan Imam pindah kepada anaknya, Musa al Kazhim. Keyakinan
inilah yang melahirkan sekte Syi'ah 12. Mereka berpandangan bahwa Nabi Muhammad

3
Arief Halim, Op Cit., Hlm. 239

4
telah menetapkan 12 orang Imam sebagai penerus Risalah diantaranya; Ali bin Abi Thalib,
Hasan, Husein, Ali bin Husein Zainal Abidin, Muhammad bin Ali al Baqir, Ja'far bin
Muhammad as Shadiq, Musa bin Ja'far Al Kadzim, Ali bin Musa ar Ridha, Muhammad bin
Ali al Jawwad, Ali bin Muhammad al Hadi, Hasan bin Ali al Askari, dan Muhammad bin
Hasan al Mahdi.4

b. Syi'ah Zaidiyah

Sekte Zaidiyah adalah para pengikut Zaid bin Ali Zainal Abidin (Zaid bin Ali bin
Husein Zainal Abidin / Zaid bin Ali As Sajjad). Zaid merupakan saudara kandung Abu
Ja'far Muhammad Al Baqir putera dari Ali bin Husein Zainal Abidin. Beliau merupakan
tokoh alhul biat yang terkenal memiliki keilmuan, kefaqihan dan kewara'an yang tinggi.
Dimasa Zaid inilah, sekte Syi'ah yang dikenal dengan Syi'ah Rafidhah mulai dikenal. Al
Hafidz Ibnu Katsir di dalam Al Bidayah menceritakan sebuah riwayat tentang penolakan
sebagian pengikut Ali di Kuffah untuk menerima kepemimpinan Abu Bakar dan
Umar radhiyallahu'anhuma. Al Hafidz menyebutkan kedatangan para penganut syi'ah dari
penduduk kota Kuffah kepada Zaid bin Ali Zainal Abidin seraya bertanya; "Apa
pendapatmu yarhamukallâh tantang Abu Bakar dan Umar ?. Zaid berkata; "Semoga Allah
mengampuni keduanya, aku tidak pernah mendengar seorangpun dari Ahlul Baitku yang
berlepas diri kepada keduanya. Adapun aku, tidaklah aku katakan mengenai keduanya
melainkan kebaikan (keduanya baik)." Setelah mereka tidak mendapatkan jawaban yang
menyenangkan hati mereka, mereka kemudian berpaling dan menolak keyakinan Zaid.
Mereka ini menurut Ibnu Katsir dikenal dengan sebutan kelompok rafidhah.

Setelah wafatnya Zaid bin Ali Zainal Abidin para pengikutnya mengklaim
beliau sebagai imam Syi'ah yang kelima. Setelah ia syahid, putranya yang bernama Yahya
menggantikan keududukannya. Yahya sempat mengadakan pemberontakan terhadap
Walid bin Yazid. Setelah ia meninggal dunia, Muhammad bin Abdullah (dijuluki; An Nafs
Az Azzakiyah) diangkat sebagai Imam. Juga setelah ia wafat, Ibrahim bin Abdullah
menggantikan kedudukannya sebagai Imam. Mereka sempat mengadakan pemberontakan
terhadap Manshur Dawaniqi, salah seorang khalifah dinasti Bani Abbasiyah dan terbunuh
dalam sebuah peperangan. Setelah mereka terbunuh, Zaidiyah menjalani masa-masa kritis

4
Yusuf Al ‘Isy, Tarikh Ashr al Khalifah al Abbasiyyah, terj. Arif Munandar, (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2007), Hlm. 223-225

5
yang hampir menyebabkan kelompok ini punah. Pada tahun 250-320 H., Nashir Uthrush,
salah seorang anak cucu saudara Zaid bin Ali, mengadakan pemberontakan terhadap
penguasa Khurasan. Karena dikejar-kejar oleh pihak penguasa yang berusaha untuk
membunuhnya, ia melarikan diri ke Mazandaran yang hingga saat itu penduduknya belum
memeluk agama Islam. Setelah 13 tahun bertabligh, ia akhirnya dapat mengislamkan
mayoritas penduduk Mazandaran dan menjadikan mereka penganut mazhab Syi'ah
Zaidiyah. Dengan bantuan mereka, ia dapat menaklukkan Thabaristan dan daerah itu
menjadi pusat bagi kegiatan Syi'ah Zaidiyah. Menurut keyakinan mazhab Zaidiyah, setiap
orang yang berasal dari keturunan Fathimah Az-Zahra` a.s., alim, zahid, dermawan dan
pemberani untuk menentang segala manifetasi kelaliman, bisa menjadi imam. Ibnu
Khaldun menyebutkan, bahwa penentuan keimamahan dalam sekte Zaidiyah dapat pula
melalui musyawarah ahlul halli wa al aqdi, dan bukan berdasarkan nash. Mereka juga tidak
menolak prinsip Imamah al mafdhul ma'a wujud al afdhal (menerima keimamahan yang
lebih rendah derajatnya, sekalipun yang lebih baik dizamannya masih ada). Dalam
perkembangannya Syi'ah Zaidiyah berpandangan lebih mengunggulkan kekhilafahan Ali
dari khalifah Abu Bakar dan Umar meskipun kehilafahan mereka tetap diterima. Zaidiyah
telah menggabungkan dua ajaran dalam mazhabnya. Dalam bidang ushuluddin ia
menganut paham Mu'tazilah dan dalam bidang furu' ia menganut paham Hanafiyah. Hal
ini jelas menyelisihi pandangan Zaid bin Ali dimana ia tidak mendahulukan Ali dari Abu
Bakar dan Umar, serta tidak terpengaruh dengan Mazhab Mu'tazilah. Bahkan Ibnu Katsir
menyebutkan perihal Zaid bin Ali yang sangat berpegang teguh dengan al Qur'an dan
sunnah Nabi.

Sekte-sekte yang lahir dari rahim Zaidiyah ini dikemudin hari adalah; Jarudiyah,
Sulaimaniyah, dan Batriyah atau as Salihiyah. Sekte Jarudiyah adalah pengikut Abi Jarud
Zuyad bin al Mundziry al 'Abdi. Sekte ini menganggap Nabi Muhammad telah menentukan
Ali sebagai imam setalahnya, namun tidak dalam bentuk yang tegas melainkan hanya
dengan Isyarat (secara tidak langsung) atau dengan al washf (menyebut-nyebut keunggulan
Ali dibandingkan lainnya). Kitab Tahdizib at Tahdzib (hlm. 386) menyebutkan dirinya
sebagai al kadzâb laisa bi tsiqah dikarenakan ia termasuk dalam kelompok Rafidhah
(menolak Abu Bakar dan Umar), dan termasuk orang-orang ghuluw yang melampaui batas.

6
Sekte ini kemudian berselisih faham mengenai kepemimpinan setelah Ali dalam jumlah
yang banyak.5

Sementara itu, sekte Sulaimaniyah adalah pengikut Sulaiman bin Jarir. Sekte ini
beranggapan bahwa masalah imamah dapat ditentukan dengan syura. Namun dalam hal ini
ummat telah melakukan kesalahan dalam berbai'at kepada Abu Bakar dan Umar, karena
sesungguhnya ada yang lebih baik dari mereka yaitu Ali. Akan tetapi bai'at mereka tetap
sah karena mereka menerima al mafdhul ma'a wujud al afdhal. Akan tetapi kelompok ini
telah mengkufurkan Amirul Mu'minin Utsman bin Affan karena dianggap telah
menyimpang dari Islam. Mereka juga mengkufurkan Ummul Mu'minin A'isyah, Zaid, dan
Thalhah karena talah berperang terhadap Ali. Sekte ini juga dikenal dengan al Jaririyah.

Pecahan lain dari sekte Zaidiyah adalah Batriyah atau as Salihiyah. Nama sekte tersebut
dinisbatkan kepada pendirinya yaitu Al Hasan bin Shalih Hayy atau Batriyah, dan Katsir
an Nu'man al Akhtar. Mereka berdua sependapat dalam keyakinan. Secara umum,
pandapat-pendapat mereka juga sama dengan sekte Sulaimaniyah, hanya saja mereka
bertawaquf (tidak berkomentar) terhadap kehilafahan Utsman bin Affan. Menurut Al
Baghdadi, sekte ini adalah sekte yang paling dekat dengan Sunni. Oleh karenanya Imam
Muslim meriwayatkan beberapa hadits darinya dalam kitab Sahih Muslim-nya. Sementara
itu kitab Tahdzib at Tahdzib menyebut Al Hasan sebagai orang yang memiliki kezuhudan,
ketaqwaan dan ahli ibadah, faqih dan ahli kalam serta pembesar Syi'ah Zaidiyah yang
memiliki beberapa kitab diantaranya; Kitab at Tauhîd, al Jâmi' fî al Fiqh. Sekte Zaydiyah
ini lebih mirip dengan aliran Sunni.6

c. Sabi’ah

Syi’ah sab’iyah atau syi’ah tujuh dikenal seringkali menimbulkan pemahaman yang
kurang tepat. Persona aliran ini tidak terletak pada elemennya yang dasar, melainkan
terletak pada metafisiknya yang karakteristik. Dalam hal ini, menurut sebagian pengamat
bahwa sekte ini merupakan perwujudan sistem keagamaan bangsa persia ke dalam Islam.
Dengan demikian, sekte ini memberikan bentuk luarnya yakni teknis dan peristilahan,
namun inti atau sentral aliran ini bersumber dari ajaran keagamaan kuno bangsa Persia.

5
Abi al Fath Muhammad bin Abdul Karim As Syahrastani, Al Milal wa an Nihal, Jilid l, Hlm. 225
6
Ibid, Hlm. 261

7
Cabang syi’ah tujuah antara lain adalah Qaramithah dan Fathimiyah. Qaramithah
mengamalkan pokok-pokok ajaran antara lain tata cara berdakwah, tentang Ilahiyat,
Nubuah, Imamah Syari’at dan Kiamat. Sedangkan pada kelompok Fatimiyah yang
berkembang di Afrika Utara dan Barat, juga berkembang di Mesir, Persia dan Pakistan.
Kelompok Fatimiyah ini banyak dipengaruhi oleh pemikiran Filsafat Yunanti.

d. Ghulat

Syi'ah Ghulat adalah sebutan untuk kelompok syi'ah yang ekstrim. Mereka adalah
pengikut Ali yang terlampau jauh melakukan pemujaan terhadap sosok dan kepemimpinan
beliau. Tidak hanya itu, merek juga meyakini para imam-imam pengganti setelahnya bukan
sebagai manusia biasa, melebihi kedudukan nabi, bahkan hingga ketingkat sesembahan.
Menurut Al Baghdadi, Syi'ah Ghulat telah ada sejak zaman kehilafahan sahabat Ali. Saat
itu mereka memanggil beliau dengan sebutan; "Anta, Anta" yang merujuk kepada makna
Tuhan. Sebagian dari mereka mendapatkan eksekusi mati dengan cara dibakar oleh
Khalifah Ali, sementara itu pemimpin mereka yang bernama Abdullah bin Saba' dibuang
ke Mada'in. Pada perkembangannya, diantara mereka bahkan ada yang menyalahkan sikap
Ali, mengutuk dan mendurhakakannya karena dianggap tidak menuntut kehilafahannya
sepeninggalan Rasulullah.

Kelompok Ghulat dapat dikelompokkan kedalam dua golongan yaitu Saba'iyah dan al
Ghurabiyah. Golongan Saba'iyah berasal dari pencetus ide-ide Syi'ah awal yaitu Abdullah
bin Saba'. Nama Abdullah bin Saba' diakui oleh pembesar Syi'ah seperti Al Qummi di
dalam kitabnya Al Maqâlat wa al Firâq (hlm. 10-21), sebagai seseorang yang pertama kali
menobatkan keimamahan Ali dan mencela Abu Bakar, Umar dan Utsman serta para
sahabat lainnya. Sebagaimana hal itu juga diakui oleh Al Kasyi dalam kitabnya yang
terkenal Rijalul Kasyi (hlm. 170-174). Menurut Al Bagdadi sekte As Saba'iyah
menganggap Ali sebagai Tuhan. Padahal Abdullah bin Saba' sendiri merupakan tokoh
penyusup dari kalangan Yahudi dari penduduk Hirrah yang mengaku-ngaku sebagai
muslim. Kelompok saba'iyah juga beranggapan bahwa Ali tidak dibunuh oleh
Abdurrahman Ibn Muljam melainkan seseorang yang diserupakan wajahnya seperti Ali.
Menurut mereka Ali telah naik kelangit dan disanalah tempatnya. Petir adalah suaranya
dan Kilat adalah senyumnya.

8
Kelompok lainnya adalah al Ghurabiyah. Prof. Dr. Ali Abdul Wahid Wafi
menyebutkan, meski tak seekstrim saba'iyah dalam memposisikan Ali bin Abi Thalib
hingga ke tingkat Tuhan, akan tetapi kelompok ini telah menganggap Malaikat Jibril salah
alamat dalam memberikan risalah Allah kepada Muhammad. Seharusnya yang menerima
kerasulan itu adalah Ali bin Abi Thalib. Oleh sebab itulah Allah terpaksa mengakui
Muhammad sebagai utusan-Nya.7

B. Imam-imam dalam Syi’ah

Ajaran imamah para Imam Dua belas merupakan salah satu fondasi keyakinan Syiah
Dua Belas Imam. Keyakinan ini didukung oleh banyak nash dari Rasulullah saw dan para
Imam as yang dapat dijumpai dalam beberapa literatur. Para ahli tafsir dan teolog Syiah
meyakini bahwa dalam Alquran juga disinggung tentang masalah imamah para Imam.

Di antara ayat-ayat Al-Quran yang menyinggung masalah imamah adalah Ayat Ulil
Amri, Ayat Tathir, Ayat Wilayah, Ayat Ikmal, Ayat Tabligh, dan Ayat Shadiqin. Sesuai
dengan keyakinan Syiah Duabelas Imam, masa keimamahan Dua Belas Imam bermula
semenjak wafatnya Nabi Muhammad saw pada tahun 11 H/632 dan ketika Imam Ali as
menjadi Imam dan terus berlangsung hingga sekarang ini tanpa terputus. Berikut 12 orang
Imam sebagai penerus Risalah Rasulullah diantaranya;

1. Imam Ali bin Abi Thalib As

Imam Ali as adalah putra Abu Thalib paman Nabi Muhammad saw dan salah seorang
pemimpin Bani Hasyim. Abu Thalib menjadi wali Nabi Muhammad saw semasa kecil dan
membesarkan kemenakannnya itu di rumahnya. Ia hidup hingga setelah awal misi kenabian
dan mendukung Nabi Muhammad saw. Abu Thalib menjaga Rasulullah saw dari ancaman
orang-orang musyrik Arab khususnya kaum Quraisy. Amirul Mukminin Ali as lahir 10
tahun sebelum Bi'tsah. Setelah 6 tahun akibat kekeringan yang melanda kota Mekkah dan
sekitarnya, sesuai dengan permintaan Nabi Muhammad saw, Imam Ali as pindah dari
rumahnya ke kediaman saudara sepupunya yaitu Nabi saw dan berada di bawah bimbingan
dan gemblengan langsung Nabi Muhammad saw. Sepanjang hidupnya Imam Ali as sekali
pun tidak pernah menyembah selain Allah swt. Imam Ali as senantiasa berada di samping

7
Ali Abdul Wahid Wafi, Ghurbatul Islam, terj. Rifyal Ka’bah, (Jakarta: Penerbit Minaret, 1987), Hlm.
25

9
Rasulullah saw hingga Sang Nabi melakukan hijrah ke Madinah. Imam Ali as tidak pernah
menentang Nabi Muhammad saw sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi saw sendiri.

Sesuai dengan kesaksian sejarah, Amirul Mukminin Ali as tidak memiliki cela dan
kekurangan dalam kesempurnaan. Imam Ali as adalah teladan sempurna sebagai murid dan
hasil gemblengan Rasulullah saw. Imam Ali as dalam masalah ilmu dan pengetahuan
merupakan sahabat Nabi Muhammad saw yang paling cerdas dan pandai. Ia adalah orang
yang paling fasih dalam Islam, dalam mengekspresikan penjelasan-penjelasan ilmiah,
dalam argumentasi dan dalil. Ia mengemukakan pembahasan-pembahasan filosofis dalam
masalah-masalah teologi dan berbicara tentang batin Al-Quran. Imam Ali as adalah orang
yang paling fasih dalam bahasa Arab dan menetapkan sastra Arab untuk menjaga lafadz-
lafadznya. Ia adalah orang yang paling fasih di kalangan Arab dalam berpidato. Banyak
cerita dan kisah tentang Imam Ali as dalam urusan takwa dan ibadah, sikap pengasih
kepada orang-orang yang ada di bawahnya dan peduli kepada orang-orang yang kurang
mampu, pemurah kepada orang-orang miskin.

2. Imam Hasan Al-Mujtaba As

Imam Hasan Mujtaba as dan saudaranya Imam Husain as adalah dua putra Imam Ali
as dari Sayidah Fatimah Zahra sa. Berulang kali Rasulullah saw bersabda, "Hasan dan
Husain adalah putraku". Berdasarkan pernyataan Nabi saw ini, Imam Ali as berkata kepada
anak-anaknya yang lain, "Kalian adalah anak-anakku. Hasan dan Husain adalah anak-anak
Rasulullah. "Imam Hasan lahir di Madinah pada tahun 3 H/624. Pada usia 7 tahun, Imam
Hasan as kehilangan datuknya Rasulullah saw dan kemudian dalam waktu yang tidak
terlalu lama, Imam Hasan berduka atas kepergian ibundanya Fatimah Zahra sa. Setelah
kesyahidan sang ayah, berdasarkan perintah Allah swt dan sesuai dengan wasiat Imam Ali
as, Imam Hasan as menduduki pos imamah dan selama hampir 6 bulan menjadi khalifah
mengatur urusan umat. Dalam masa ini, Imam Hasan as berperang melawan Muawiyah
yang merupakan musuh bebuyutan Imam Ali as dan keluarganya sudah sekian lama
mendambakan khilafah menjadi miliknya (mula-mula dengan dalih ingin menuntut darah
Khalifah Ketiga dan kemudian secara tegas menyatakan ingin mengambil alih khilafah).
Muawiyah membawa pasukannya ke Irak yang menjadi pusat pemerintahan Imam Hasan
as dan memulai perang. Para panglima pasukan Imam Hasan as juga secara perlahan terbeli
dengan uang Muawiyah diiming-imingi janji-janji muluk sehingga mereka melawan dan
menentang Imam Hasan as sedemikian rupa, sehingga memaksa Imam Hasan untuk

10
berdamai dengan Muawiyah. Akhirnya Imam Hasan menyerahkan pemerintahannya
kepada Muawiyah dengan beberapa syarat (di antaranya dengan syarat bahwa apabila
Muawiyah mangkat, khilafah harus dikembalikan kepada Imam Hasan as dan keluarganya
dan syarat yang kedua adalah keluarga dan para Syiahnya tidak boleh didzalimi).
Muawiyah sejak masa-masa awal pemerintahannya telah melanggar syarat-syarat
perdamaian. Kehidupan Imam Hasan as selama masa imamahnya yang berlangsung selama
10 tahun senantiasa dibawah tekanan. Selama itu, Imam Hasan as bahkan dalam rumahnya
saja tidak pernah merasa aman. Pada akhirnya pada tahun 50 H/670 atas provokasi dan
perintah Muawiyah, Imam Hasan gugur sebagai syahid akibat racun yang dibubuhi oleh
istrinya.

3. Imam Husain As

Imam Husain as (Sayid al-Syuhada) putra kedua Imam Ali as dari Fatimah Zahra binti
Rasulullah saw lahir pada tahun 4 H/625. Setelah kesyahidan saudara tuanya, Imam Hasan
as, berdasarkan perintah Allah swt dan wasiat saudaranya, Imam Husain as menjabat
sebagai imam. Periode keimamahan Imam Husain as berlangsung selama 10 tahun kecuali
6 bulan terakhir semasa dengan khilafah Muawiyah. Pada masa itu, Imam Husain as hidup
di bawah tekanan. Muawiyah berusaha mengukuhkan fondasi khilafahnya dengan
mengangkat putranya yaitu Yazid sebagai khalifah, dimana ia adalah orang yang tidak
mengenal etika dan agama. Pada pertengahan tahun 60 H/679, Muawiyah meninggal dunia
dan putranya Yazid yang menggantikannya sebagai khalifah. Segera setelah ayahnya
wafat, Yazid menginstruksikan kepada gubernur Madinah untuk mengambil baiat dari
Imam Husain as dan kalau ia menolak untuk memberikan baiat, maka kepalanya harus
dikirim ke Syam (Suriah). Imam Husain as meminta pertolongan kepada umat Muslim
untuk membantunya dan mempersembahkan diri mereka di jalan Allah swt. Keesokan
harinya Imam Husain as disertai dengan keluarga dan sekelompok sahabatnya bertolak
menuju Irak. Sekelompok orang terkemuka mengingatkan akan bahaya yang akan
menimpa Imam Husain as dan keluarganya dalam perjalanan dan perjuangan ini. Mereka
menyampaikan itu demi kebaikan Imam Husain as sendiri. Namun Imam Husain
menyatakan bahwa ia tidak akan berbaiat dan tidak akan menyetujui pemerintahan dzalim
dan tiran. Imam Husain as menyadari bahwa kemanapun ia pergi dan dimanapun ia berada,
mereka akan membunuhnya. Dan kini ia meninggalkan kota Mekkah demi untuk menjaga
kehormatan Baitullah supaya tidak ternodai dengan pertumpahan darah.

11
Karbala

Kurang lebih 70 KM dari kota Kufah terdapat sebuah padang bernama Karbala. Imam
Husain as beserta keluarga dan orang-orang yang menyertainya dikepung oleh lasykar
Yazid. Selama 8 hari, Imam Husain as dan rombongan berhenti di tempat itu dan setiap
hari ruang kepungan semakin sempit dan jumlah pasukan musuh semakin bertambah. Pada
akhirnya Imam Husain as, keluarga dan para sahabatnya yang sangat sedikit jumlahnya
berperang melawan 30.000 pasukan musuh. Hari terakhir 9 Muharram, pihak musuh
kepada Imam Husain as tiba. Imam Husain as memanfaatkan malam hari itu untuk
beribadah dan memantapkan tekadnya untuk berperang keesokan harinya. Hari 10
Muharram tahun 61 H/680, Imam dengan jumlah pasukan yang sangat minim
(keseluruhannya sebanyak 90 orang dimana 40 orang dari mereka merupakan sahabat lama
Imam Husain dan 30-an orang lainnya pada malam dan siang hari dari pasukan musuh
bergabung dengan Imam Husain as. Selebihnya adalah kerabat Imam Husain dari Bani
Hasyim, anak-anak, saudara-saudara dan kemenakan, serta sepupu) berhadapan dengan
pasukan musuh dan perang tidak seimbang berkecamuk. Hari itu mereka berperang
semenjak pagi hari hingga matahari tenggelam. Imam Husain as dan para pemuda Bani
Hasyim lainnya serta para sahabat hingga orang terakhir kesemuanya syahid (di antara
mereka yang syahid dua anak kecil Imam Hasan as dan seorang putra Imam Husain as yang
masih belia dan seorang bayi yang masih menyusu gugur sebagai syahid).

Penawanan Keluarga Imam

Setelah perang usai, pasukan musuh mengobrak-abrik dan membakar kemah-kemah


serta memenggal kepala para syahid, lalu membawa kepala-kepala para syahid dan
keluarga Imam Husain as ke Kufah kemudian dibawa ke hadapan Yazid. Peristiwa Karbala
dan para tawanan wanita dan putri-putri Ahlulbait as diarak dan digiring dari kota ke kota.
Pidato dan orasi yang disampaikan oleh Imam Sajjad as dan Sayidah Zainab binti Ali bin
Abi Thalib di Kufah dan Syam berhasil membongkar kedok Bani Umayah. Keduanya
berpidato tentang propaganda Muawiyah selama puluhan tahun sedemikian sehingga
Yazid menyatakan kebencian terhadap para anteknya karena telah membiarkan hal ini
terjadi di hadapan khalayak ramai. Tragedi Karbala sangat berpengaruh dalam sejarah
Islam sehingga dalam rentang waktu yang cukup lama, telah berhasil membongkar kedok
pemerintahan Bani Ummayah dan semakin mengokohkan akar Syiah. Semenjak Peristiwa
Asyura, perlawanan-perlawanan dan pemberontakan terjadi dimana-mana berlangsung

12
hingga 12 tahun. Orang-orang yang terlibat dalam pembunuhan Imam Husain as tidak satu
pun dari mereka yang luput dan selamat dari tindak balas dendam.

4. Imam Ali Zainal Abidin As

Imam Ali as bin Husain as yang bergelar Sajjad dan Zainal Abidin adalah anak dari
Imam Ketiga, Imam Husain as. Ia lahir dari seorang putri raja Iran, Yazdgerd. Tiga orang
lagi saudara Imam Sajjad syahid di Karbala. Namun karena jatuh sakit, Imam Sajjad as
tidak turut berperang. Beliau bersama para tawanan dari Ahlulbait Imam Husain as digiring
ke Syam. Setelah melalui masa penawanan, Imam Sajjad as dikembalikan ke Madinah
secara terhormat sesuai dengan perintah Yazid untuk mencegah kemarahan dan amukan
massa Imam Sajjad as untuk kedua kalinya, sesuai perintah Abdul Malik salah seorang
Khalifah Bani Umayah, dengan tangan dan kaki terantai dibawa dari Madinah ke Syam
dan kemudian kembali ke Madinah. Setelah kembali ke Madinah, Imam Keempat Syi'ah
ini banyak berdiam diri di dalam rumah dan menghabiskan waktunya untuk beribadah
kepada Allah swt. Imam Sajjad as tidak menemui seorang pun kecuali beberapa orang
khusus (khas) Syiah seperti Abu Hamzah Tsumali, Abu Khalid Kabili dan orang-orang
semisalnya. Mereka mempelajari ajaran-ajaran Ilahiyah dari Imam Sajjad as dan
menyebarkannya kepada orang-orang Syiah. Dengan cara seperti ini ajaran Syiah semakin
berkembang luas yang hasilnya dapat dijumpai pada masa keimamahan Imam Kelima,
Imam Baqir as. Shahifah Sajjadiyah yang mencakup 57 doa merupakan salah satu karya
Imam Sajjad as. Setelah 35 tahun menjalani masa keimamahannya, Imam Sajjad as syahid
pada usia 95 tahun akibat racun Walid bin Abdul Malik yang diperintahkan oleh Hisyam
salah seorang Khalifah Bani Umayah.

5. Imam Muhammad Al-Baqir As

Imam Muhammad bin Ali as yang lebih dikenal dengan nama Baqir al-'Ulum (Sang
Penyingkap Ilmu). Gelar Bāqir al-'Ulum ini diberikan oleh Rasulullah saw kepadanya.
Imam Baqir as lahir pada tahun 57 H/677 dan ia turut menjadi saksi atas Tragedi Karbala.
Ketika itu usianya baru menginjak 4 tahun. Imam Baqir as mencapai posisi imamah setelah
ayahnya berdasarkan perintah Allah swt dan diperkenalkan oleh pendahulunya. Imam
Baqir as gugur sebagai syahid pada tahun 114 H/732 atau 117 H/735 (sesuai dengan
sebagian riwayat Syiah, Imam Baqir diracun oleh Ibrahim bin Walid bin Abdul Malik
kemenakan Hisyam Khalifah Bani Umayah). Pada masa Imam Baqir as, karena kezaliman

13
Bani Umayah kepada umat, setiap hari terjadi perang dan pemberontakan di mana-mana
yang menyita perhatian, waktu dan tenaga aparat pemerintahan sehingga mereka tidak
punya waktu untuk mengusik Ahlul bait as. Dari sisi lain, terjadinya tragedi Karbala dan
ketertindasan Ahlul bait semakin menyedot perhatian dan membuat umat Islam simpati
terhadap mereka sehingga tersedia kesempatan berharga bagi Imam Baqir as untuk
menyebarkan ajaran-ajaran Islam hakiki dan Ahlulbait as kepada masyarakat. Kondisi
seperti ini tidak alami oleh para Imam sebelumnya.8

6. Imam Ja’far Al-Shadiq As

Nama aslinya ialah Imam Ja’far bin Muhammad al-Shadiq, merupakan putra ke lima
Imam Muhammad Baqir. Lahir tahun 83 H/702 dan syahid pada usia 65 tahun (148 H/765)
akibat diracun oleh Manshur Khalifah Abbasiyah. Selama 34 tahun masa imamahnya,
Imam Shadiq as menghabiskan waktunya untuk menyebarkan ajaran-ajaran agama dan
menggembleng ribuan ulama dalam pelbagai bidang keilmuan
seperti Zurarah, Muhammad bin Muslim, Mukmin Thaq, Hisyam bin Hakam, Aban bin
Tagghlib, Huraiz, Hisyam Kalbi Nisabih, Jabir bin Hayyan, dan lainnya. Bahkan sebagian
ulama sunni seperti Sufyan Tsauri, Abu Hanifah (Imam Mazhab Hanafi), Qadhi Sakuni,
Qadhi Abu al-Bakhtari dan lain sebagianya adalah orang-orang yang menuntut ilmu di
hadapan Imam Shadiq as.

7. Imam Musa Al-Kazhim As

Musa bin Ja’far al-Kazhim as yang merupakan putra imam sebelumnya yakni imam
Ja’far al-Shadiq. Lahir pada tahun 128 H/745 dan gugur syahid tahun 183 H/799 dalam
penjara karena diracun. Imam Ketujuh semasa dengan Khalifah Abbasiyah seperti
Manshur, Hadi, Mahdi dan Harun. Ia hidup pada masa yang sangat mencekik dan pelik
serta banyak mempraktikkan taqiyah. Tatkala dalam perjalanan haji ke Madinah, Khalifah
Abbasiyah pada waktu itu memerintahkan untuk menangkap Imam Kazhim as ketika
sedang salat di masjid nabawi. Imam Kazhim as ditangkap dengan rantai dan dijebloskan
ke dalam penjara. Ia dibawa dari Madina ke Basrah dan dari Basrah ke Baghdad. Beberapa
tahun lamanya ia dipindahkan dari satu penjara ke penjara lainnya hingga akhirnya gugur
syahid di penjara Baghdad akibat diracun oleh Sindi bin Syahik. Imam Musa Kazhim

8
Thabathabai, Syi’ah dar Islam, Hlm. 197-205

14
dimakamkan di sebuah tempat bernama Maqabir Quraisy yang kini bernama
kota Kazhimain, Baghdad, Irak.

8. Imam Ali Ridha As

Ali bin Musa al-Ridha as adalah putra Imam Ketujuh yang lahir pada tahun 148 H/765
(menurut kebanyakan kitab sejarah) dan syahid pada tahun 203 H/818. Pada masa ia
menjabat banyak sekali perdebatan serta perselisihan pada dinasti Abbasiyah yang sangat
menyulitkan pemerintahan Abbasiyah. Para Imam Syiah walaupun mereka tidak membela
para pemberontak dinasti Abbasiyah tp mereka merasa para aparat pemerintahan sebagai
orang-orang berdosa dan sangat jauh berbeda dengan para pemimpin agama. Para khalifah
Abbasyiah merasa terancam kan pemberontakan yang terjadi. Yang kemudian menunjuk
imam Ali al-Ridha sebagai putra mahkota, namun dibalik itu semua ada maksud tersendiri
dari khalifah Abbasyiyah yang mengakibatkan Imam Ali Al-Ridha terbunuh karena
diracun. mam Kedelapan dikebumikan di kota Thusy Iran yang kini terkenal dengan kota
Masyhad.

9. Imam Muhammad Al-Jawad As

Imam Muhammad bin Ali bin Musa as (yang digelari dengan Ibnu al-Ridha, Taqi,
Jawad) putra Imam Kedelapan lahir pada tahun 195 H/810 di kota Madina. Dan syahid
pada tahun 220 H/835 akibat provokasi Khalifah Mu'tashim salah seorang Khalifah Bani
Abbasiyah.

10. Imam Ali Al-Hadi As

Imam Ali as bin Muhammad as (bergelar Naqi atau Hadi) adalah putra Imam
Kesembilan lahir pada tahun 212 H/827 di kota Madinah. Imam Ali al-Hadi as syahid pada
tahun 254 H/868 akibat diracun oleh Khalifah Abbasiyah, Mu'taz (menurut riwayat-riwayat
Syiah). Imam kesepuluh ini adalah imam yang sangat sabra dalam menghadapi segala
cobaan siksaan serta gangguan yang diberikan mutawakkil kepadanya bahkan sampai
beliau syahid akibat diracun oleh Mu'taz.

11. Imam Hasan Al-Askari As

Hasan bin Ali (digelari Askari) putra Imam Kesepuluh lahir pada tahun 232 H/846 dan
syahid pada tahun 260 H/874 (menurut sebagian riwayat Syiah) akibat diracun oleh

15
Khalifah Abbasiyah, Mu'tamid. Beliau sangat jarang berhubungan dengan banyak orang
secara umum kecuali orang-orang tertentu. Masa hidup Imam banyak dihabiskan didalam
penjara, karena banyaknya peristiwa yang terjadi pada dinasti Abbasyiah, yang mana
sangat bertolak belakang dengan pemikiran dinasti Abbasiyah. Hingga beliau jatuh sakit
dan syahid tetap dengan pengawasan oleh pemerintahan Abbasyiah. Imam Kesebelas
dimakamkan di rumahnya di kota Samarra di dekat kuburan ayahadannya.

12. Imam Mahdi As

Mahdi Mau'ud (yang umumnya dikenal dengan Imam Ashr dan Shahib al-Zaman)
adalah putra Imam Kesebelas. yang dijanjikan lahir pada tahun 255 H/869 di kota Samarra.
keberadaan Imam Mahdi as tidak diketahui oleh masyarakat kecuali beberapa orang-orang
khusus Syiah. Setelah kesyahidan Imam Askari as, periode keimamahan Imam Mahdi as
dimulai. Pada masa Imam Mahdi as, kondisi imamah berubah dari kondisi lahir (zhuhur)
menjadi kondisi ghaib dan masa panjang keimamahan Imam Mahdi as hampir dalam
kondisi ghaibat. Dan atas perintah Allah swt beliau disembunyikan dari pandangan
masyarakat (gaib). Hingga pada saatnya Imam Mahdi as akan muncul dengan membawa
keadilan diseluruh penjuru dunia.9

9
Thabathabai, Syi’ah dar Islam, Hlm. 210-213

16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Berdasarkan makalah diatas dapat disimpulkan :


➢ Syiah menurut bahasa berarti pengikut, pendukung, partai, atau kelompok,
sedangkan secara terminologis adalah sebagian kaum muslimin yang dalam bidang
spiritual dan keagamaannya selalu merujuk pada keturunan Nabi Muhammad
SAW. Atau orang yang disebut sebagai Ahl Al-bait.
➢ Empat aliran pokok sekte diantaranya; Imamiyah, Zaidiyah, Sab’iah dan Ghulat.
Dari lima kelompok besar inilah muncul beragam sekte-sekte lain yang diantaranya
condong kepada ushul Mu'tazilah, Sunnah dan Tasybiyah.
➢ 12 orang Imam sebagai penerus Risalah diantaranya; Ali bin Abi Thalib, Hasan,
Husein, Ali bin Husein Zainal Abidin, Muhammad bin Ali al Baqir, Ja'far bin
Muhammad as Shadiq, Musa bin Ja'far Al Kadzim, Ali bin Musa ar Ridha,
Muhammad bin Ali al Jawwad, Ali bin Muhammad al Hadi, Hasan bin Ali al
Askari, dan Muhammad bin Hasan al Mahdi.

B. Saran
Dengan makalah ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi tentang materi Ilmu
Kalam. Dengan segala keterbatasan dan kemampuan pemakalah, maka untuk
pengembangan lebih lanjut disarankan kepada para pembaca untuk turut mencari di
sumber-sumber yang lain guna menyempurnakan materi serta dapat memberi masukan
kepada penulis guna perbaikan dan penyempurnaan kedepannya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Al ‘Isy Yusuf. 2007. Tarikh Ashr al Khalifah al Abbasiyyah, terj. Arif Munandar. Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar.

Halim, Arief. 2008. Aliran-aliran Ilmu Kalam dan Kontemporer Sejarah Pemikiran
Perkembangan, Suplemen Mahasiswa Universitas Muslim Indonesia, Program Magister
Pengkajian Islam: Makassar.

Khaldun, Ibnu. 2000. Muqaddimah, terj. Ahmadie Thoha. Jakarta: Pustaka Firdaus.

Muhammad bin Abdul Karim As Syahrastani Abi al Fath. 1999. Al Milal wa an nihal, Jilid I.

Rasjidi. 1999. Apa aitu Syi’ah. Jakarta: Media Dakwah.

Thabathabai, Sayid Muhammad Husain. 1383 S. Syi'ah dar Islām, Qum, Daftar Intisyarat
Islami.

Wahid Wafi, Ali Abdul. 1987. Ghurbatul Islam, terj. Rifyal Ka’bah. Jakarta: Penerbit Minaret.

18

Anda mungkin juga menyukai