Anda di halaman 1dari 3

Denpasar (ANTARA) - Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali dr Ketut Suarjaya mengatakan berdasarkan

sistem pencatatan dan pelaporan gizi berbasis masyarakat (e-PPGBM) secara daring bahwa kasus
stunting/kekerdilan di Pulau Dewata itu mengalami penurunan 7,6 persen selama masa pandemi COVID-
19.

"Kalau dibilang berpengaruh pasti ada pengaruhnya karena sebanding dengan pertumbuhan ekonomi.
Sedangkan kalau diambil data e-PPGBM malah stunting turun dari sebelum pandemi di angka 12 persen
menjadi 7 persenan saat ini," kata dr Ketut Surjaya saat dihubungi di Denpasar, Jumat.

Ia mengatakan ada tiga kabupaten di Bali yang menjadi fokus penurunan kasus stunting/kekerdilan saat
ini, di antaranya Kabupaten Bangli, Kabupaten Karangasem dan Kabupaten Buleleng.

Tiga kabupaten tersebut memiliki persentase kasus stunting/kekerdilan cukup tinggi dibandingkan
dengan wilayah lain, dengan rincian Kabupaten Bangli ada 11,0 persen, Kabupaten Karangasem ada 11,9
persen dan Kabupaten Buleleng ada 10,9 persen.

Baca juga: Nihil "stunting", Puskesmas I Densel-Bali tetap layani ibu hamil saat pandemi

Sementara itu, untuk persentase stunting/kekerdilan di wilayah Provinsi Bali selama tiga tahun terakhir
menurun terus yaitu pada tahun 2018 tercatat sebesar 14,2 persen, tahun 2019 turun menjadi 10,8
persen dan tahun 2020 turun menjadi 7,6 persen.

"Penanggulangan stunting/kekerdilan pada masa pandemi masih terus dilaksanakan diambil dari siklus
hidup pasangan pra nikah, kemudian kami konseling melalui program catin, bumil mendapatkan
pelayanan sama seperti sebelumnya dengan tambahan protokol COVID-19, bayi baru lahir dan balita
juga sama, menyesuaikan pedoman yang ada," ucapnya.

Ia mengatakan untuk kasus yang berat seperti gizi buruk atau bumil harus diprioritaskan. Dari petugas
kesehatan melakukan dengan cara jemput bola dan melakukan monitoring lewat jejaring sosial.
Untuk menekan angka kasus stunting/kekerdilan di Bali, pihaknya tetap melakukan delapan aksi
konvergensi, yakni menganalisa situasi, merencanakan kegiatan, rembuk stunting/kekerdilan, penguatan
melalui pergub atau perwali dan sebagainya, kader pembangunan manusia, manajemen data,
pengukuran dan publikasi dan me-review kinerja tahunan.

Baca juga: Pakar Unair: Anemia saat hamil dan asap rokok picu "stunting" bayi

Menurutnya, delapan aksi tersebut tidak hanya dilakukan oleh Dinas Kesehatan, tetapi lintas sektor
berperan dalam proses ini, sehingga Bali bisa menurunkan angka stunting/kekerdilan.

"PR kita hari ini adalah menajemen data bagaimana data harus bisa seriil mungkin dan gerak masih
terbatas akibat pandemi, harapan kami masyarakat selalu mentaati protokol dan memantau
pertumbuhan dan perkembangan balita dan bumil (ibu hamil)," jelas dr Ketut Suarjaya.

Bagi ibu-ibu hamil yang takut memeriksakan kehamilannya karena COVID-19 ini, kata dr Ketut Suarjaya
bisa melalui konsultasi secara daring.

Ia menambahkan untuk menjaga kehamilan agar tetap sehat, dianjurkan mengonsumsi makan-makanan
bergizi selama 1.000 hari pertama kehidupan, yaitu sembilan bulan hamil ditambah dua tahun setelah
lahir.

Baca juga: Wapres: ASI pada anak turunkan prevalensi kekerdilan

000

Kasus stunting di 5 Kabupaten di Bali mencapai taraf memprihatinkan. Menurut Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi Bali, dr. Ketut Suarjaya, rata-rata diatas 20% sampai 25%. Kabupaten tersebut adalah Bangli,
Gianyar, Karangasem, Singaraja dan Jembrane.

"Jika dilihat sampai saat ini, di Provinsi Bali masih ada 5 Kabupaten yang persentase terkait kasus
stunting masih tinggi. Jika dipersentasekan jumlahnya, bisa di atas 20% sampai 25%," jelasnya di
Denpasar, Bali, Rabu (24/4).
Suarjaya menargetkan, dalam setiap tahun setidaknya akan ada penurunan jumlah stunting. Bahkan,
bisa di bawah 20% targetnya untuk di 5 Kabupaten tersebut.

"Meski demikian, kami berupaya agar mampu menekan jumlahnya. Setidaknya, jika bisa di bawah 20%
di 5 Kabupaten tersebut. Akan tetapi, jika dilihat secara keseluruhan kasus stunting di Bali jumlahnya
mencapai 19,1% . Jumlah tersebut masih dibawah setandar jumlah dati WHO yaitu sebesar 20%,"
ujarnya.

Ketut Suarjaya memaparkan, adapun beberanyapa penyebab stunting tersebut, mulai dari terjadi infeksi
pada ibu, kehamilan remaja, gangguan mental pada ibu, jarak kelahiran anak yang pendek sampai pada
hipertensi.

Menurut Suarjaya, guna menekan angka tersebut, Pemda akan melakukan sosialiasi kepada masyarakat
sebagai bentuk pencegahan. Misalnya mensosialisasikan dan mendorong masyarakat memperbanyak
makan-makanan bergizi yang berasal dari buah dan sayur lokal sejak dalam kandungan.

“Diperlukan pula kecukupan gizi remaja perempuan agar ketika dia mengandung ketika dewasa tidak
kekurangan gizi. Selain itu butuh perhatian pada lingkungan guna menciptakan akses sanitasi dan air
bersih,” ujarnya.

Anda mungkin juga menyukai