Anda di halaman 1dari 4

PENCEGAHAN PENYEBARAN HOAKS DENGAN LITERASI DIGITAL

Patriot Ade Susilo Lio Nandra Saputra Siti Huda Dienina


Prodi Pendidikan Prodi Pendidikan Pancasila Prodi Pendidikan
Pancasila dan dan Kewarganegaraan, Faku Matematika, Fakultas
Kewarganegaraan, Fakulta ltas Ilmu Sosial, Universitas Matematika dan Ilmu
s Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang Pengetahuan Alam, Univers
Negeri Semarang No HP 085602911747 itas Negeri Semarang
No HP 089683041404 Email: No HP 082324831699
Email: lnandra30@students.unnes Email:
patriotade@gmail.com .ac.id sitihudadienina@students.
unnes.ac.id

ABSTRAK

Salah satu fenomena besar yang sedang terjadi adalah penyebaran hoaks yang sangat
cepat. Media sosial merupakan alat yang paling banyak digunakan sebagai penyebaran
berita hoaks. Penyebaran hoaks yang pesat ini diakibatkan karena mudahnya
menyebarkan hoaks dan kurangnya literasi digital masyarakat Indonesia. Penelitian ini
bertujuan untuk menjabarkan penggunaan literasi digital sebagai upaya mencegah
penyebaran hoaks dalam era disrupsi. Ciri dari era disrupsi adalah banyaknya informasi
yang beredar, dinamika yang relatif cepat, dan tingginya penggunaan teknologi internet.
Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini adalah kajian literatur. Kesimpulan
penelitian ini adalah hoax/hoaks dapat dicegah dengan cara mengembangkan
kemampuan literasi digital pada setiap lapisan masyarakat umum. Dalam dunia literasi
digital terdapat sembilan elemen penting, yaitu jaringan sosial, transliterasi, maintaining
privasi, manajemen identitas, membuat konten, mengorganisasi dan mensharing konten,
reusing content, menyaring dan memilah konten, dan self broadcasting. Pengembangan
serta penguatan literasi digital dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan di lingkungan
masyarakat terutama di lembaga-lembaga pendidikan. Dari penelitian ini diharapkan
dapat menambah pengetahuan terkait pencegahan hoaks melalui literasi digital.
Kata Kunci: hoaks, mencegah, literasi digital, media sosial, era disrupsi

PENDAHULUAN
Hoaks merupakan permasalahan yang sering dijumpai saat ini dan mempunyai
dampak yang besar. Berdasarkan data pada Masyarakat Anti Fitnah Indonesia
(Mafindo), jumlah hoaks terklarifikasi pada paruh pertama tahun 2020 meningkat
sebesar 53,5% dari 603 kasus pada tahun 2019 menjadi 926 kasus pada tahun 2020.
Rata-rata hoaks bulanan meningkat dari 101/bulan pada tahun 2019 menjadi 154/bulan
pada tahun 2020. Hal ini tentu menjadi peringatan bagi setiap orang akan masifnya
penyebaran hoaks serta dampak yang ditimbulkan.
Pada awal tahun 2020 hoaks bertema kesehatan mendominasi sebanyak 519
(56%). Peringkat kedua ditempati oleh hoaks bertema politik sebanyak 172 (18,6%),
serta hoaks bertema kriminal sebanyak 79 kasus (8,6%). Masa pandemi menyumbang
jumlah hoaks kesehatan dalam periode ini.
Salah satu penyebab masifnya penyebaran hoaks adalah penggunaan internet
yang relatif tinggi terutama pada penggunaan media sosial. Selain memiliki dampak
positif, media sosial tentu juga membawa dampak negatif. Sebagian individu
menganggap media sosial adalah tempatnya kebebasan dan tidak ada batasnya. Tidak
dapat dipungkiri jika beberapa individu menyebarkan hoaks di media sosial dengan
mudah.
Tidak mudah untuk mengatasi hoaks dan membutuhkan proses yang panjang.
Hoaks tidak bisa langsung dihilangkan tetapi dapat ditekan untuk mengurangi angka
penyebarannya. Tidak bisa dipungkiri hoaks yang berkembang selama ini adalah
dampak dari perkembangan teknologi komunikasi. Mengatasi hoaks dengan menjerat
pelaku memanglah penting, tetapi meletiti dan mengkaji faktor penyebab meningkatnya
hoaks tak kalah pentingnya. Hal ini sama saja dengan mengatasi tindak kekerasan bukan
hanya pada pelaku kekerasan tetapi mengapa dan siapa yang menjadi penyebab tindak
kekerasan itu. Meskipun tidak populer tetapi cara ini adalah hal yang paling mendasar
untuk mengatasi masifnya penyebaran hoaks.
Hoaks memberikan dampak negatif bagi setiap lapisan masyarakat, biasanya
konten hoaks berisi hal negatif, yang bersifat menghasut dan fitnah. Hoaks akan
menyulut emosi masyarakat, dan menimbulkan opini negatif sehingga terjadi
disintegrasi masyarakat bangsa. Hoaks juga merupakan propaganda negatif, dimana
upaya yang disengaja dan sistematis untuk membentuk persepsi, memanipulasi alam
pikiran dan mempengaruhi langsung perilaku agar memberikan respon sesuai yang
dikehendaki oleh pelaku propaganda.
Masalah penyebaran hoaks ini telah dikaji oleh beberapa sumber terkemuka,
seperti dalam FGD (focus group discussion) yang diselenggarakan oleh badan cyber dan
sandi negara (BSSN) bersama 40 perwakilan dari kementerian/ lembaga lainnya di
Jakarta pada tanggal 17-12-2018. Selain untuk melaksanakan fungsi BSSN sebagai
keamanan siber, kajian ini juga dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran upaya yang
telah dilakukan oleh masing-masing lembaga serta pelaksanaan koordinasi agar BSSN
dapat turut serta dalam mengendalikan penyebaran hoaks di Indonesia.
Dari dampak yang ditimbulkan, penyebaran hoaks dapat merambah berbagai
aspek kehidupan dan berbagai generasi. Kemungkinan terburuknya, dampak penyebaran
berita hoaks dapat mempengaruhi keharmonisan bangsa Indonesia. Sebagai upaya
penanggulangan adanya penyebaran berita hoaks, literasi digital berperan penting dalam
menumbuhkan peningkatan pengetahuan tentang berbagai bidang kehidupan. Literasi
digital didefinisikan sebagai pemahaman, analisa, penilaian terhadap suatu informasi
dengan akses teknologi digital. Dalam hal ini literasi digital mengarahkan pada
pengguna internet untuk benar-benar paham akan informasi yang didapat, serta
menganalisa kebenaran dari informasi yang diterima, dan kemudian menilai apakah
berita tersebut benar atau hanya pemalsuan berita (hoaks).
Lalu, bagaimana cara kita untuk meningkatkan kecakapan literasi digital? Secara
teoritis, individu yang mempunyai tingkat literasi tinggi harus mendapatkan asupan info
rmasi yang baik, kemudian dapat mengaturnya menjadi struktur pengetahuan yang berg
una. Namun dalam praktiknya, meningkatkan kecakapan literasi digital perlu dilakukan
sedini mungkin.
Pengenalan literasi digital pada dunia pendidikan dapat dimulai dari sosialisasi k
urikulum literasi. Seperti peta kurikulum UNESCO, perlu adanya literasi akademik yan
g menjurus pada guru, salah satunya agar guru dapat secara kritis mengevaluasi konten
media dan mengevaluasi informasi yang beredar.
Selain upaya tersebut, strategi personal yang dapat diterapkan untuk meningkatk
an literasi digital dari pemikiran Potter juga dapat diterapkan. Pertama, pengembangan k
esadaran yang lebih akurat akan paparan informasi dengan memilah sumber yang kredib
el. Kedua, memperkaya diri dengan ilmu pengetahuan agar struktur pengetahuan yang k
ita bangun menjadi lebih kuat. Ketiga, membandingkan informasi yang sama dari
berbagai sumber untuk memperoleh berbagai sudut pandang. Keempat, melihat kembali
pada opini pribadi, apakah opini tersebut rasional dengan segala sumber informasi yang
kita punya. Terakhir, menumbuhkan budaya sharing konten (verifikasi) dan aktif mengo
reksi informasi palsu yang beredar.
Literasi digital ini dapat digunakan sebagai filter manual pada peredaran informa
si di media sosial. Ketika permasalahan sistem dan algoritma digital tidak mampu m
enyaring informasi sehat pada lalu lintas informasi media sosial, peran akun yang kita
jalankan mau tidak mau harus bekerja secara aktif. Dengan adanya fitur report, setiap ak
un pada media sosial memiliki otoritas dalam melaporkan adanya berita palsu yang kita
temukan. Sehingga, sistem dalam media sosial bisa menindaklanjuti temuan tersebut de
ngan secara otomatis memblokir akun ataupun menyematkan simbol konten sensitif.
Fokus penelitian ini ditujukan pada pemanfaatan literasi digital guna mencegah
penyebaran hoaks di era disrupsi. Diharapkan penelitian ini dapat menambah
pengetahuan tentang literasi digital dan hoaks.

Anda mungkin juga menyukai