Anda di halaman 1dari 16

Referat

ANEMIA APLASTIK

Disusun Oleh:
Berliana Malau, S. Ked
H1AP15015

Pembimbing:
dr. Galuh Setyorini, Sp. PD, FINASIM

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD DR. M. YUNUS BENGKULU
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Berliana Malau

NPM : H1AP15015

Fakultas : Kedokteran

Judul : Anemia Aplastik

Bagian : Ilmu Penyakit Dalam

Pembimbing : dr. Galuh Setyorini, Sp. PD, FINASIM

Bengkulu, 25 Februari 2020

Pembimbing

dr. Galuh Setyorini, Sp. PD, FINASIM

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat ini.

Referat ini disusun untuk memenuhi salah satu komponen penilaian


Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. M. Yunus,
Fakultas Kedokteran Universitas Bengkulu, Bengkulu.

Pada kesempatan ini Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Galuh Setyorini, Sp. PD, FINASIM sebagai
pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu dan telah memberikan
masukan-masukan, petunjuk serta bantuan dalam penyusunan tugas ini.
2. Teman–teman yang telah memberikan bantuan baik
material maupun spiritual kepada penulis dalam menyusun referat ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan


referat ini, maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak.
Penulis sangat berharap agar referat ini dapat bermanfaat bagi semua.

Bengkulu, 25 Februari 2020

Penulis
Berliana Malau

3
DAFTAR ISI

1
2
3
4
5
6
6
6
6
7
8
9
9
10
11
12
12
14
15
16

4
BAB I
PENDAHULUAN

Anemia aplastik adalah anemia yang ditandai oleh yang merupakan suatu
keadaan yang ditandai oleh adanya anemia, leukopenia, dan trombositopenia
pada darah tepi. Anemia aplastik terjadi akibat kegagalan hemopoiesis akibat
hiposelular dari sumsum tulang. Penyakit ini pertama kali dilaporkan oleh Ehrlich
pada tahun 1888 pada seorang perempuan muda yang meninggal setelah
menderita penyakit dengan gejala anemia berat, perdarahan, dan hiperpireksia.
Pemeriksaan postmortem menunjukkan sumsum tulang yang hiposeluler.1
Penyakit anemia aplastik jarang ditemukan namun berpotensi
mengancam jiwa. Insidensi anemia aplastik bervariasi pada seluruh dunia dan
berkisar antara 2 sampai 6 kasus per 1 juta penduduk per tahun dengan variasi
geografis. Insiden anemia aplastik derajat sedang hingga berat dilaporkan pada
33,33% dan 57,14% kasus masing-masing dari utara distrik Bengal Barat. Salah
satu pusat di India juga melaporkan bahwa anemia aplastik menyumbang 20-30%
kasus dengan pansitopenia. Frekuensi dari anemia aplastik yang terlihat di rumah
sakit di negara Asia jauh lebih tinggi daripada yang dilaporkan dari Barat.1,2
Anemia aplastik dapat diwariskan atau didapat. Perbedaan antara
keduanya bukan pada usia pasien, tetapi berdasarkan pemeriksaan klinis dan
laboratorium. Anemia aplastik merupakan penyakit yang akan diderita seumur
hidup, sehingga diperlukan kerjasama tim medis, pasien, serta keluarga dan
lingkungan dalam pengelolaan penyakit ini.2,

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Anemia (berasal dari bahasa Yunani, anaimia yang berarti kekurangan
darah) didefinisikan oleh penurunan jumlah total hemoglobin atau jumlah sel
darah merah. Aplastik menunjukkan gangguan perkembangan, perhentian
produksi atau tidak adanya suatu jaringan tertentu. Anemia aplastik bukan hanya
terjadi anemia, tetapi juga pansitopenia yang hampir selalu ditemukan berupa
leukopenia dan trombositopenia sebagai akibat hiposelular dari sumsum tulang
sehingga tidak dapat melakukan hemopoiesis.1,2,4

2.2. Epidemiologi
Penyakit anemia aplastik jarang ditemukan. Insidensi anemia aplastik
berkisar antara 2 sampai 6 kasus per 1 juta penduduk per tahun dengan variasi
geografis. Pada penelitian The International Aplastik Anemia and Agranulolytosis
Study memperkirakan ada 2 kasus per 1 juta penduduk pertahun. Frekuensi dari
anemia aplastik yang terlihat di rumah sakit di negara Asia jauh lebih tinggi
daripada yang dilaporkan dari Barat. Anemia aplastik didapat umumnya muncul
pada usia 15-25 tahun dan insiden tertinggi kedua adalah pada usia lebih dari 60
tahun. Berdasarkan jenis kelamin bervariasi secara geografis. Di Amerika Serikat
dan Eropa umur sebagian besar pasien berkisar 15-24 tahun.2,3
Perjalanan penyakit pada pria lebih berat dibandingkan pada perempuan.
Perbedaan umur dan jenis kelamin mungkin disebabkan oleh risiko pekerjaan,
sedangkan perbedaan geografis mungkin disebabkan oleh lingkungan.2

2.3. Klasifikasi
Berdasarkan derajat pansitopenia darah tepi, anemia aplastik didapat
diklasifikasikan menjadi tidak berat, berat, dan sangat berat. Klasifikasi anemia
aplastik didasarkan pada kriteria pada tabel berikut.
Tabel 2.1 Klasifikasi derajat berat anemia aplastik3

6
Klasifikasi Kriteria
Anemia aplastik berat
 Selularitas sumsum tulang <25%
 Sitopenia sedikitnya dua  Hitung neutrofil <500/ul
dari tiga seri sel darah  Hitung trombosit <20.000/ul
 Hitung retikulosit absolut
<60.000/ul
Anemia aplastik sangat berat Sama seperti kriteria anemia aplastik berat
namun hitung neutrofil <200/ul
Anemia aplastik tidak berat Sumsum tulang hiposeluler namun
sitopenia tidak memenuhi kriteria berat

2.4. Etiologi dan Faktor Resiko


Penyebab penyakit anemia aplastik sebagian besar adalah idiopatik (50-
70%). Beberapa penyebab lain yang sering dikaitkan dengan anemia aplastik
adalah toksisitas langsung dan penyebab yang diperantarai oleh imunitas seluler.
Penyebab anemia dibedakan menjadi 2, yaitu primer dan sekunder seperti pada
tabel berikut.3,4
Tabel 2.2 Klasifikasi etiologi anemia aplastik5
Primer Sekunder
Kongenital (jenis Fanconi dan non- Radiasi pengion, seperti radioterapi
Fanconi)
Idiopatik didapat Zat kimia, seperti benzene dan pelarut
organik, TNT, insektisida, dll.
Obat, yang menyebabkan depresi
sumsum tulang
Infeksi: Hepatitis viral

Resiko mortalitas dan morbiditas berkorelasi dengan derajat keparahan


sitopenia. Semakin berat derajat sitopenia tersebut, maka prognosis penyakit
semakin buruk. Sebagian besar kasus kematian pada anemia aplastik disebabkan
oleh infeksi jamur, sepsis bakterial atau pendarahan.

2.5. Patofisiologi
Defek yang mendasari pada semua kasus adalah pengurangan yang
bermakna dalam jumlah sel induk pluripotensial hemopoietik dan kelainan sel
induk yang ada atau reaksi imun terhadap sel induk tersebut, yang membuat sel

7
induk tidak mampu membelah dan berdiferensiasi secukupnya untuk mengisi
sumsum tulang.2

Gambar 2.1. Destruksi imun pada sel hematopoeitik

Sel target hematopoeitik dipengaruhi oleh interaksi ligan-reseptor, sinyal


intrasesuler dan aktivasi gen. Aktivasi sitotoksik T-limfosit berperan penting
dalam kerusakan jaringan melalui sekresi IFN-γ dan TNF. Keduanya dapat saling
meregulasi selular reseptor masing-masing dan Fas reseptor. Aktivasi
tersebut\enyebabkan terjadinya apoptosis pada sel target. Beberapa efek dari IFN-
γ dimediasi melalui IRF-1 yang menghambat transkripsi selular gen dan proses
siklus sel sehingga regulasi sel-sel darah tidak dapat terjadi. IFN-γ juga memicu
produksi gas NO yang bersifat toksik terhadap sel-sel lain. Selain itu, peningkatan
IL-2 menyebabkan meningkatnya jumlah T sel sehingga semakin mempercepat
terjadinya kerusakan jaringan pada sel.2,3

2.6. Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis pada anemia aplastik tergantung pada hitung jenis
darah. Anemia menyebabkan fatigue, dispnea, pusing, dan pucat. Neutropenia
meningkatkan kerentanan terhadap infeksi yang mengakibatkan keluhan dan
gejala infeksi baik bersifat lokal maupun bersifat sistemik. Pasien juga mungkin
akan mengeluh sakit kepala dan demam. Trombositopenia tentu dapat

8
mengakibatkan pendarahan di kulit, selaput lendir atau pendarahan di organ-
organ. Manifestasi klinis pada pasien dengan anemia aplastik dapat berupa: 2,3,5
2.6.1 Sindrom anemia :
a. Sistem kardiovaskuler: rasa lesu, cepat lelah, palpitasi, sesak napas
intoleransi terhadap aktivitas fisik, angina pektoris hingga gejala payah
jantung.
b. Susunan saraf: sakit kepala, pusing, mata berkunang – kunang, iritabel,
lesu dan perasaan dingin pada ekstremitas.
c. Sistem pencernaan: anoreksia, mual dan muntah, flaturensi, perut
kembung, enek di hulu hati, diare atau obstipasi.
d. Sistem urogeniatal : gangguan haid dan libido menurun.
e. Epitel dan kulit: kelihatan pucat, kulit tidak elastis atau kurang cerah,
rambut tipis dan kekuning kuningan.
2.6.2 Gejala perdarahan : ptekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan subkonjungtiva,
perdarahan gusi, hematemesis/melena atau menorhagia pada wanita.
Perdarahan organ dalam lebih jarang dijumpai, namun jika terjadi
perdarahan otak sering bersifat fatal.
2.6.3 Tanda-tanda infeksi: ulserasi mulut atau tenggorokan, selulitis leher, febris,
sepsis atau syok septik.

2.7. Pemeriksaan Fisik


Hasil pemeriksaan fisik pada penderita anemia aplastik sangat bervariasi
dan pucana adalah pemeriksaan fisik yang selalu ditemukan pada penderita
anemia aplastik. Berikut tabel persentase hasil pemeriksaan fisik pada penderita
anemia aplastik (Salonder, 1983).2
Tabel 2.3 Persentase temuan hasil pemeriksaan fisik pada penderita anemia
aplastik2
Jenis Pemeriksaan Fisik Persentase (%)
Pucat 100
Perdarahan 63
 Kulit 34
 Gusi 26
 Retina 20

9
 Hidung 7
 Saluran cerna 6
 Vagina 3
Demam 16
Hepatomegali 7
Splenomegali 0

2.8. Pemeriksaan Penunjang


Darah Tepi
Pada stadium awal, pansitopenia tidak selalu ditemukan. Jenis anemia
adalah normokrom normositik, namun terkadang juga ditemukan makrositosis,
anisossitosis, dan poikilositosis. Granulosit dan trombosit ditemukan rendah
sedangkan retikulosit normal atau rendah.1,2

Gambar 2.2 Gambaran apusan darah tepi1


Laju Endap darah
Ditemukan bahwa 62 dari 70 kasus 989%) terjadi peningkatan laju endap
darah yang lebih dari 100 mm pada 1 jam pertama.2
Faal Hemostatis
Pemanjangan waktu perdarahan dan retraksi bekuan buruk yang
disebabkan oleh trombositopenia.2
Sumsum Tulang
Gambaran partikel ditemukan hipoplasia sampai aplasia dan ditemukan
penuh dengan sel lemak. International Aplastik Study Group mendefinisikan
anemia aplastik berat bila selularitas sumsum tulang kurang dari 25% atau kurang

10
dari 50% dengan kurang dari 30% sel hematopoiesis terlihat pada sumsum
tulang.2,5

Gambar 2.3 Gambaran sumsum tulang belakang pada orang normal (kiri) dan
pada anemia aplastik (kanan)1

2.9. Diagnosis
Kriteria diagnosis anemia aplastik berdasarkan International
Agranulocytosisand Aplastik Anemia Study Group (IAASG) adalah sebagai
berikut:1
1. Satu dari tiga sebagai berikut :
 Hb <10 g/dl atau Hct < 30%
 Trombosit < 50x109/L
 Leukosit < 3,5x109 /L
2. Retikulosit <30x109/L
3. Gambaran sumsum tulang :
a. Penurunan selularitas dengan hilangnya atau menurunnya semua sel
hematopoeitik atau selularitas normal oleh hiperplasia eritroid fokal
dengan deplesi seri granulosit dan megakariosit.
b. Tidak adanya fibrosis yang bermakna atau infiltrasi neoplastik
4. Pansitopenia karena obat sitostakita atau radiasi terapeutik harus
dieksklusi.

2.10. Diagnosis Banding

11
Anemia aplastik perlu dibedakan dengan kelainan yang disertai
pansitopenia atau bisitopenia pada darah tepi, antara lain1,2:
1. Leukemia Limfositik Granuar Besar
2. Myeloplasia Hiposelular
3. Paroxysmal nocturnal hemoglobinuria
4. Pansitopenia karena penyebab lain

2.11. Tatalaksana
Terapi Imunosupresif
Terapi imonosupresif adalah modalitas terapi terpenting pada sebagian
pasien anemia aplastik. Obat yang digunakan adalah antithymocyte globulin
(ATG) atau antilymphocyte globulin (ALG) dan siklosporin A (CsA). Mekanisme
kerja ATG atau ALG masih belum diketahui namun kemungkinan melalui koreksi
terhadap destruksi T-cell immunomediated pada sel asal dan stimulasi
langsung/tidak langsung terhadap hemopoiesis.1,2
Regimen yang sering dipakai adalah ATG kuda (ATGam dosis
20mg/kgBB perhari selama 4 hari) atau ATG kelinci (thymoglobin dosis3,5 mg/kg
BB perhari selama 5 hari) ditambah CsA (12-15mg/kgBB) umumnya selama 6
bulan. Untuk mencegah reaksi alergi, selalu diberikan kortikosteroid yaitu 1
mg/kgBB selama 2 minggu pertama pemberian ATG.2

Anemia Aplastik Berat


Usia < 35 tahun
Usia < 35 tahun dengan HLA
dengan HLA matched sibling
matched sibling

Transplantasi Terapi
sumsum tulang imunosupresif

Tidak ada respon

Turunkan CSA dalam 6 bulan Ulangi pemberian ATG/ALG

Tidak ada respon

12
Ada respon Faktor pertumbuhan
hematopoietik atau
Tidak
Kambuh androgen atau matched
kambuh
unrelared transplant

Ulangi terapi Follow up


imunosupresif teratur

Bagan 2.1 Algoritma penatalaksanaan pasien anemia berat2

Terapi Penyelamatan (Salvage Therapies)


a. Faktor-faktor Pertumbuhan Hemopoietik
Pemberian granulocyte-colony stimulating factor (G-CSF, Filgrastim
dosis 5ìg/kgBB/hari) atau GM-CSF (Sargramostin dosis 250 ìg/kgBB/hari)
bermanfaat untuk meningkatkan neutrofil.2
b. Steroid Anabolik
Steroid anabolik digunakan untuk terapi anemia aplasik yang terbukti
bermanfaat pada pasien dengan anemia aplastik ringan. Oxymethylone dan
danazol adalah androgen yang akan merangsang produksi eritropoietin dan sel-sel
induk sumsum tulang.2

Transplantasi Sumsum Tulang


Transplantasi sumsum tulang merupakan terapi definitif yang
memberikan harapan kesembuhan, tetapi biayanya sangat mahal, memerlukan
peralatan yang canggih, serta adanya kesulitan tersendiri dalam mencari donor
yang kompatibel. Makin meningkat umur, makin meningkat pula kejadian dan
beratnya reaksi penolakan sumsum tulang donor yang disebut graft-versus-host
disease (GVHD).1,2
Terapi Suportif
a. Dengan keluhan anemia, dilakukan pemberian transfusi sampai Hb 7-9
gr/dl atau lebih pada orang tua dan penyakit kardiovaskular.

13
b. Pemberian tranfusi trombosit bila terdapat perdarahan atau kadar trombosit
< 20.000/mm3
Kriteria respon terapi berdasarkan kelompok European Bone Marrow
Transplantation (EBMT) adalah sebagai berikut1:
 Remisi komplit: bebas transfusi, granulosit minimal 2000/mm 3 dan
trombosit minimal 100.000/mm3
 Remisi sebagian: tidak bergantung pada transfusi, granulosit dibawah
2000/mm3 dan trombosit dibawah 100.000/mm3
 Refrakter: tidak ada perbaikan

2.12. Prognosis
Prognosis atau perjalanan penyakit anemia aplastik sangat bervariasi,
tetapi tanpa pengobatan pada umumnya memberikan prognosis yang buruk.2
Prognosis dapat dibagi tiga, yaitu3:
a. Kasus berat dan progresif, rata-rata meninggal dalam 3 bulan (10-15% kasus)
b. Pasien dengan perjalanan penyakit kronik dengan remisi dan relaps dapat
meninggal dalam 1 tahun (50% kasus)
c. pasien yang mengalami remisi sempurna atau parsial (sebagian kecil pasien)

14
BAB III
KESIMPULAN

Anemia aplastik adalah kelainan hematologik yang disebabkan oleh


kegagalan produksi di sumsum tulang sehingga mengakibatkan penurunan
komponen selular pada darah tepi yaitu berupa keadaan pansitopenia. Anemia
aplastik merupakan penyakit yang jarang ditemukan. Insidensinya bervariasi di
seluruh dunia yaitu berkisar antara 2 sampai 6 kasus persejuta penduduk pertahun.
Frekuensi tertinggi insidensi anemia aplastik adalah pada usia muda.
Penyebab penyakit anemia aplastik sebagian besar adalah idiopatik (50-
70%). Penyebab anemia dibedakan menjadi 2, yaitu primer (kongenital dan
idiopatik) dan sekunder (radiasi pengion, bahan kimia, obat-obatan, dan infeksi).
Manifestasi klinis pada anemia aplastik tergantung pada hitung jenis
darah. Anemia menyebabkan fatigue, dispnea, pusing, dan pucat. Neutropenia
meningkatkan kerentanan terhadap infeksi yang mengakibatkan keluhan dan
gejala infeksi baik bersifat lokal maupun bersifat sistemik. Trombositopenia tentu
dapat mengakibatkan pendarahan di kulit, selaput lendir atau pendarahan di organ-
organ.
Tatalaksana anemia aplastik terdiri dari terapi definitif berupa transplantasi
sumsum tulang, teerapi penyelamatan dengan faktor-faktor pertumbuhan
hematopoietik dan steroid anabolic, serta terapi suportif.
Resiko mortalitas dan morbiditas berkorelasi dengan derajat keparahan
sitopenia. Prognosis penyakit anemia aplastik sangat bervariasi, tetapi tanpa
pengobatan pada umumnya memberikan prognosis yang buruk. Sebagian besar
kasus kematian pada anemia aplastik disebabkan oleh infeksi jamur, sepsis
bakterial atau pendarahan.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Bakhshi, Sameer. 2018. Aplastic Anemia. Medscape: Drug & Disease


Hematology. Available on: Medscape.
2. Widjanarko, A. Anemia Aplastik. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid II Edisi VI. Jakarta: InternaPublishing, 2014. p.2648-2658.
3. Bakta, IM. Hematologi Klinik ringkas. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta:
EGC. 2003. p: 98-109.
4. Young, Neal S. 2018. Aplastic Anemia. US National Library of Medicine.
Available on: NCBI
5. Hoffbrand, A. V, dkk. Kapita Selekta Hematologi. Edisi V. Jakarta: EGC.
2005. p: 83-89.

16

Anda mungkin juga menyukai