1. Deskripsi
Penggunaan obat secara rasional menurut WHO (1985) adalah jika pasien menerima obat
yang sesuai dengan kebutuhannya untuk periode yang adekuat dengan harga yang
terjangkau untuknya dan masyarakat. Penggunaan obat yang tidak rasional merupakan
masalah penting yang dapat menimbulkan dampak cukup besar dalam penurunan
mutu pelayanan kesehatan, misalnya peningkatan resistensi akibat penggunaan
antibiotik yang tidak rasional. Penggunaan obat dikatakan tidak rasional jika tidak dapat
dipertanggungjawabkan secara medik (medically inappropriate), baik menyangkut
ketepatan jenis, dosis, dan cara pemberian obat.
Pemantauan merupakan proses kegiatan untuk melakukan identifikasi masalah dan
pengukuran besarnya masalah, dan penilaian terhadap keberhasilan dalam
penggunaan obat rasional. Pemantauan merupakan metode yang digunakan untuk
keperluan pengawasan/pengendalian serta bimbingan dan pembinaan.
Melakukan pemantauan penggunaan obat mempunyai dua komponen aktif, yaitu :
1. Pengawasan dan pengendalian terhadap mutu penggunaan obat, pencatatan, serta
pelaporannya.
2. Tujuan Pembelajaran
Peserta latih mampu :
- menjelaskan pengertian penggunaan obat yang rasional.
- menjelaskan kriteria penggunaan obat yang rasional.
- mengidentifikasi penggunaan obat yang tidak rasional.
- menjelaskan dampak ketidakrasionalan penggunaan obat.
- Melakukan pemantauan pengobatan secara langsung maupun tidak langsung dengan
menggunakan perangkat pemantauan yang ada.
- Melakukan pencatatan dan pelaporan secara benar dengan menggunakan instrument
yang ada.
3. Sasaran
1
Apoteker, dokter, dan pemegang kebijakan obat di Dinas Kesehatan
propinsi/kabupaten/kota dan puskesmas.
4. Kurikulum Pelatihan
1) Materi : Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Rasional
2) Waktu : 8 JPL
3) Pokok Bahasan/Sub pokok bahasan
6. Uraian Materi
A. Penggunaan Obat Rasional
Penggunaan obat dikatakan rasional jika tepat secara medik dan memenuhi
persyaratan tertentu. Masing-masing persyaratan mempunyai konsekuensi yang
berbeda-beda. Sebagai contoh, kekeliruan dalam menegakkan diagnosis akan
memberi konsekuensi berupa kekeliruan dalam menentukan jenis pengobatan.
2
- Disertai gejala tenesmus
Bukan Amoebiasis
Bukan Metronidazol
Pada contoh II, jika pemeriksa tidak jeli untuk menanyakan adanya darah dalam
feses, maka bisa saja diagnosis yang dibuat menjadi kolera. Untuk yang terakhir ini
obat yang diperlukan adalah tetrasiklin. Akibatnya penderita amoebiasis di atas
terpaksa mendapat tetrasiklin yang sama sekalibukan antibiotik pilihan untuk
amoebiasis.
4) Tepat Dosis
Agar suatu obat dapat memberikan efek terapi yang maksimal diperlukan
penentuan dosis, cara dan lama pemberian yang tepat. Besar dosis, cara dan
frekuensi pemberian umumnya didasarkan pada umur dan/atau berat badan pasien.
Contoh :
Pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat dengan rentang terapi yang
sempit misalnya Teofilin, Digitalis dan Aminoglikosida akan sangat berisiko
timbulnya efek samping. Sebaliknya dosis yang terlalu kecil tidak akan menjamin
tercapainya kadar terapi yang diharapkan.
3
Obat Antasida seharusnya dikunyah dulu baru ditelan untuk mempercepat
munculnya efek lokal di lambung. Demikian pula tetrasiklin tidak boleh diminum
bersama susu karena akan membentuk ikatan sehingga tidak dapat diabsorpsi
dan menurunkan efektivitasnya.
6) Tepat Pasien
Mengingat respon individu terhadap efek obat sangat beragam maka diperlukan
pertimbangan yang seksama, mencakup kemungkinan adanya kontraindikasi,
terjadinya efek samping, atau adanya penyakit lain yang menyertai. Hal ini lebih jelas
terlihat pada beberapa jenis obat seperti teofilin dan aminoglikosida. Pada penderita
dengan kelainan ginjal, pemberian aminoglikosida sebaiknya dihindarkan karena
risiko terjadinya nefrotoksik pada kelompok ini meningkat secara bermakna.
Beberapa kondisi berikut harus dipertimbangkan sebelum memutuskan pemberian
obat.
7) Tepat Informasi
Kejelasan informasi tentang obat yang harus diminum atau digunakan pasien akan
sangat mempengaruhi ketaatan pasien dan keberhasilan pengobatan. Tenaga
kefarmasian harus mampu menyediakan dan memberikan informasi kepada pasien
dan tenaga kesehatan lain untuk menunjang penggunaan obat yang rasional dalam
rangka mencapai keberhasilan terapi. Informasi yang diberikan meliputi nama obat,
aturan pakai, lama pemakaian, efek samping yang ditimbulkan oleh obat tertentu,
dan interaksi obat tertentu dengan makanan.
Contoh :
- Peresepan rifampisin akan mengakibatkan urin penderita berwarna merah. Jika
hal ini tidak diinformasikan, penderita kemungkinan besar akan menghentikan
minum obat karena menduga obat tersebut menyebabkan kencing disertai darah.
Padahal untuk penderita tuberkulosis terapi dengan rifampisin harus diberikan dalam
jangka panjang.
4
- Peresepan antibiotik harus disertai informasi bahwa obat tersebut harus diminum
sampai habis selama satu kurun waktu pengobatan (1 course of treatment),
meskipun gejala-gejala klinik sudah mereda atau hilang sama sekali. Interval
waktu minum obat juga harus tepat, bila 4 kali sehari berarti tiap 6 jam.
Untuk antibiotik hal ini sangat penting agar kadar obat dalam darah berada diatas
kadar minimal yang dapat membunuh bakteri penyebab penyakit.
9) Cost effectiveness
Penggunaan obat tanpa indikasi yang jelas, atau pemberian obat untuk keadaan yang
sama sekali tidak memerlukan terapi obat, jelas merupakan pemborosan dan
sangat membebani pasien.
Disini termasuk pula peresepan obat y ang mahal padahal alternatif obat yang lain
dengan manfaat dan keamanan sama dan harga lebih murah tersedia.
Contoh :
Pemberian antibiotik pada pasien ISPA non pneumonia dan diare non spesifik,
serta penggunaan injeksi pada pasien myalgia.
Hal ini merupakan pemborosan karena sebenarnya pasien tidak memerlukan
antibiotik dan injeksi.
5
Indonesia atau buku standar lainnya untuk zat berkhasiat yang
dikandungnya. Obat generik merupakan obat yang telah terjamin
mutu, keamanan dan khasiat serta harga yang terjangkau oleh
masyarakat. Dengan penggunaan obat generik akan mencapai
penggunaan obat secara rasional.
3) Promosi penggunaan obat rasional.
Dengan promosi penggunaan obat rasional akan meningkatkan
pemahaman masyarakat terhadap penggunaan obat secara tepat
dan benar .
Penggunaan obat dikatakan tidak rasional jika kemungkinan dampak negatif yang
diterima oleh pasien lebih besar dibanding manfaatnya.
Dampak negatif dapat berupa :
a. Dampak klinis (misal nya terjadi efek samping dan resistensi kuman).
b. Dampak ekonomi (biaya tak te rjangkau karena penggunaan obat yang
tidak rasional dan waktu perawatan yang lebih lama).
c. Dampak sosial (keter gantungan pasien terhadap intervensi obat).
6
d. Peresepan salah ( incorrect prescribing)
• Pemberian obat yang tidak sesuai dengan indikasi penyakit.
Contoh : pemberian in jeksi vi tamin B12 untuk keluhan pegal linu, sebenarnya
pasien bukan karena defisiensi vitamin B12.
• Pemberian obat untuk kondisi yang sebenarnya merupakan kontraindikasi pada
pasien.
Contoh : pemberian antibiotik golongan kuinolon (misalnya siprofloksasin dan
ofloksasin) untuk wanita hamil.
• Pemberian obat yang memberikan kemungkinan risiko efek samping yang lebih
besar .
Contoh : pasien ISPA non pneumonia tidak memerlukan antibiotik tetapi diberikan
antibiotik yang dapat meningk atkan resistensi pasien terhadap antibiotik.
7
Pemantauan secara tidak langsung dapat dilakukan melalui :
a. Dari kartu status pasien :
Kecocokan dan ketepatan antara :
- Gejala dan tanda yang ditemukan selama anamnesis dan pemeriksaan, dengan
8
Target kinerja merupakan penilaian dari pencapaian program yang diukur secara
berkala dan dievaluasi pada akhir tahun 2019. Sasaran kinerja dihitung secara kumulatif
selama lima tahun dan berakhir pada tahun 2019.
Sasaran, Indikator dan Target Kinerja Sub Direktorat Penggunaan Obat Rasional,
Direktorat Pelayanan Kefarmasian dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini:
Tabel 1
Sasaran, Indikator dan Target Kinerja Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian
Periode Tahun 2017 – 2019
PROGRAM/
KEGIATAN TARGET (%)
INDIKATOR TARGET (%) INDIKATOR
SASARAN
2015-2016 2017-2019
2015 2016 2017 2018 2019
Peningkatan Meningkatnya Persentase
Persentase
Pelayanan pelayanan Kabupaten/Kot
penggunaan obat
Kefarmasian kefarmasian 62 64 a yang
rasional di
dan menerapkan 30 35
Puskesmas 40
penggunaan penggunaan
obat rasional obat rasional di
di fasilitas Puskesmas
kesehatan
INDIKATOR
NO DEFINISI OPERASIONAL
2015-2016
Persentase
Definisi Operasional :
penggunaan
obat rasional di Persentase penggunaan antibiotik pada penatalaksanaan kasus ISPA non-
Puskesmas pneumonia, diare non-spesifik, penggunaan injeksi pada penatalaksanaan
kasus myalgia, dan rerata item obat perlembar resep di Puskesmas,
terhadap seluruh kasus ISPA non-pneumonia, diare non-spesifik dan
9
Myalgia di sarana yang sama
Cara Perhitungan:
Indikator kinerja POR dinyatakan dalam persentase, dengan formula
sebagai berikut :
Jumlah persentase capaianmasing−masing indikator Peresepan
¿
Jumlah komponen indikator Peresepan
Keterangan :
a = Persentase Penggunaan antibiotik pada ISPA non pneumonia (angka
riil)
b = Persentase Penggunaan antibiotik pada Diare non Spesifik (angka
riil)
c = Persentase Penggunaan injeksi pada Myalgia (angka riil)
d = Rerata item obat per lembar resep X 100 %
4
INDIKATOR
NO DEFINISI OPERASIONAL
2017-2019
Persentase
Definisi Operasional :
Kabupaten/Kota
yang Persentase Kabupaten/Kota yang menerapkan Penggunaan Obat Rasional
menerapkan
di Puskesmas adalah Kabupaten/Kota yang 20 % Puskesmasnya memiliki
penggunaan
obat rasional di nilai rerata Penggunaan Obat Rasional minimal 60 %.
Puskesmas
Penghitungan Persentase Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas
menggunakan Formulir Pelaporan Indikator Peresepan dengan mengacu
pada 4 (empat) parameter, yaitu : Persentase penggunaan antibiotik pada
penatalaksanaan kasus ISPA non-pneumonia, diare non-spesifik,
10
penggunaan injeksi pada penatalaksanaan kasus myalgia, dan rerata item
obat perlembar resep di Puskesmas, terhadap seluruh kasus ISPA non-
pneumonia, diare non-spesifik dan Myalgia di sarana yang sama
Cara Perhitungan:
Jumlah Kabupaten/Kota yang menerapkan Penggunaan Obat Rasional di
Puskesmas dibagi jumlah Kabupaten/Kota keseluruhan x 100 %.
Indikator kinerja POR di Puskesmas dinyatakan dalam persentase, dengan
formula sebagai berikut :
Jumlah persentase capaianmasing−masing indikator Peresepan
¿
Jumlah komponen indikator Peresepan
Keterangan :
a = Persentase Penggunaan antibiotik pada ISPA non pneumonia
(angka riil)
b = Persentase Penggunaan antibiotik pada Diare non Spesifik (angka
riil)
c = Persentase Penggunaan injeksi pada Myalgia (angka riil)
d = Rerata item obat per lembar resep X 100 %
4
1. Tujuan
11
bertujuan untuk menilai apakah praktek penggunaan obat yang dilakukan telah
sesuai dengan pedoman pengobatan yang berlaku.
2. Manfaat
3. Perhitungan
Keterangan :
a = Persentase Penggunaan antibiotik pada ISPA non pneumonia (angka riil)
b = Persentase Penggunaan antibiotik pada Diare non Spesifik (angka riil)
12
c = Persentase Penggunaan injeksi pada Myalgia (angka riil)
Rerata item obat per lembar resep
d = x 100 %
4
Jika d ≤ 2,6 item, maka persentase capaian indikator kinerja POR adalah
100 %
Jika d ≥ 4 item, maka persentase capaian indikator kinerja POR adalah 0 %
13
ditetapkan sehingga didapat 25 data untuk setiap kasus per bulan. Di tingkat
Kabupaten/Kota data dari setiap Puskesmas di wilayahnya di rekapitulasi per
triwulan untuk dikirimkan ke tingkat Provinsi.
5. Formulir Pelaporan
6. Cara Pengisian
14
7. Istilah antibiotik termasuk kemoterapi dan antiamoeba.
8. Kolom “kesesuaian dengan pedoman” dikosongkan. Kolom ini akan diisi oleh
pembina pada saat kunjungan supervisi (diambil 10 sampel peresepan
secara acak untuk diskusi).
8. Daftar Pustaka
a. Undang-Undang Kesehatan RI Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
b. Peraturan Pemerintah RI Nomor 51 T ahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
c. Departemen Kesehatan R.I, Ditjen Binfar dan Alkes, Dit. Bina Obat Publik dan Perbekkes,
Materi Pelatihan Pengelolaan Obat Kabupaten/Kota, 2003.
d. Departemen Kesehatan R.I, Ditjen Binfar dan Alkes, Dit. Bina Obat Publik dan perbekkes,
Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2005.
e. Departemen Kesehatan R.I, Ditjen Binfar dan Alkes, Dit. Bina Farmasi Komunitas dan
Klinik, Pedoman Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, 2006.
f. Departemen Kesehatan R.I, Ditjen Binfar dan Alkes, Dit. Bina Farmasi Komunitas dan
Klinik, Modul TOT Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, 2008.
g. Departemen Kesehatan R.I, Ditjen Binfar dan Alkes, Dit. Bina Farmasi Komunitas dan
Klinik, Pedoman Pelayanan Informasi Obat di Rumah Sakit, 2006.
h. Departemen Kesehatan R.I, Ditjen Binfar dan Alkes, Dit. Bina Farmasi Komunitas dan
Klinik, Pedoman Konseling Pelayanan Kefarmasian di Sarana Kesehatan, 2007.
i. Departemen Kesehatan R.I, Ditjen Binfar dan Alkes, Dit. Bina Farmasi Komunitas dan
Klinik, Pedoman Pelayanan Kefarmasian di Rumah (Home Pharmacy Care), 2007.
j. Departemen Kesehatan R.I, Ditjen Binfar dan Alkes, Dit. Bina Farmasi Komunitas dan
Klinik, Petunjuk T eknis Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, 2008.
k. Departemen Kesehatan R.I, Ditjen Binfar dan Alkes, Dit. Bina Penggunaan Obat Rasional,
Modul Pelatihan Peggunaan Obat Rasional, 2006.
l. Management Sciences for Health Managing Drug Supply, Kumarian Press,
Connectitut, 1991.
m. World Health Organization, National Drug Policy and Rational Drug Use : A Model
Curriculum. Report DAP/85.6 Geneva.
15
7. Contoh perhitungan
Tabel 1 Contoh Perhitungan Pada Formulir Pelaporan Indikator Peresepan ISPA NON
PNEUMONIA
Tgl No. Nama Umur Jumlah Antibiotik Nama Dosis Lama Sesuai
Item Ya/Tidak Obat Obat Pemak Pedoman
Obat aian Ya/Tidak
(hari)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
1 1 Ny. A 33 th 4 Ya a. Amox 3x1 3-4
b. PCT 3x1 3-4
c. GG 3x1 3-4
d. CTM 3x1 3-4
2 2 Tn. B 37 th 4 Ya a. Amox 3x1 3-4
b. GG 3x1 3-4
c. CTM 3x1 3-4
d. Asmef 3x1 3-4
3 3 Ny. C 35 th 4 Tidak a. PCT 3x1 3-4
b. Ambro 3x1 3-4
c. Deksa 2x1 3-4
d. Vit. C 1x1 10
4 4 D 7 th 3 Ya a. Amox 3x1/2 4
b. PCT 3x1/2 4
c. Deksa 3x1/2 4
Total Item Obat A = 15 B=3
N = 4 lembar Rerata Item Obat/
resep Lembar Resep
A/N=
15/4 =
3,75
16
B/Nx
Persentase AB 100% =
3/4 x
100% =
75%
Petugas,
…………………………………………
NIP.
Tabel 2 Contoh perhitungan pada formulir Pelaporan Indikator Peresepan Diare Non
Spesifik
17
resep B/Nx
100% =
Persentas 4/4 x
e AB 100% =
100%
Petugas,
………………………………………….
NIP.
18
Rerata
Item Obat/
A/N=
Lembar
15/4 =
Resep
3,75
N = 4 lembar resep
B/Nx
100% =
Persentase
0/4 x
AB
100% =
0
Petugas,
……………………………………
NIP.
19
Tabel 4
LAPORAN INDIKATOR POR
DI PUSKESMAS
Nama Puskesmas : Puskesmas
Bulan: Juli
Jenis Puskesmas : Perawatan/Bukan Perawatan Tahun: 2016
Jumlah Apoteker :1
Jumlah AA/D3 :2
Farmasi :3
Jumlah Dokter :3
Kabupaten/Kota : Jakarta Selatan
Provinsi : DKI Jakarta
Petugas,
……………………………………………………………..
NIP.
20
Tabel 5 Contoh Perhitungan Indikator POR pada Rekapitulasi Dinas Kesehatan
Persentase
AB ISPA Non- 56,80
pneumonia
Kab/Kota
Persentase
AB Diare Non 58,79
spesifik
Kab/Kota
Persentase
injeksi 0,8
Kab/Kota 1
Rerata Item
Obat 3,3
Kab/Kota 6
*) Berdasarkan data pada laporan bulanan puskesmas yang dikirim ke Dinkes Kab/Kota, laporan puskesmas terlampir
............, .................. 20 ....
Petugas, Mengetahui Pejabat/Penanggungjawab Farmasi
21
................................. .........................................................
22
Tabel 6. Contoh Perhitungan pada Rekapitulasi Dinas Kesehatan Provinsi Laporan
Triwulan Indikator Peresepan di Kabupaten /Kota
% Rerata
%
Penggunaan % Item
Penggunaan
Antibiotik Penggunaan Jenis
Jumlah Puskesmas Jumlah Tenaga Antibiotik
pada ISPA Injeksi pada Obat/ Ket
pada Diare
Non- Myalgia Lembar
No. Kabupaten/Kota Non-Spesifik
Pneumonia Resep
Perawata Non AA / D3
Apoteker Dokter
n Perawatan Farmasi
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
1 Jakarta Selatan 20 15 75 35 80 56,80 58,79 0,81 3,36
2 Jakarta Utara 20 25 90 45 90 67,89 60,08 2,31 3,54
3 Jakarta Pusat 17 30 94 47 95 45,01 48,98 0,24 3,12
4 Jakarta Barat 25 25 100 50 100 48,90 54,31 1,21 3,23
5 Jakarta Timur 27 31 110 55 100 56,67 50,90 0,98 3,30
6 Kep. Seribu 7 15 22 10 22 78,09 65,51 3,59 3,56
7
8
9
10
11
12
dst
Persentase AB
ISPA Non- 58,89
pneumonia
Kab/Kota
Persentase AB
Diare Non 56,43
spesifik
Kab/Kota
Persentase
Injeksi 1,52
Kab/Kota
Rerata Item
3,35
Obat Kab/Kota
*) Berdasarkan data pada laporan triwulan Dinkes Kab/Kota yang dikirim ke Dinkes Provinsi, laporan Dinkes Kab/Kota terlampir
Petugas ……….,
……………………20..
……………………………………. ……………………………………………
NIP NIP
Keterangan :
A : Persentase Penggunaan Antibiotik pada ISPA Non-Pneumonia di Provinsi
B : Persentase Penggunaan Antibiotik pada Diare Non-spesifik di Provinsi
C : Persentase Penggunaan Injeksi pada Myalgia di Provinsi
D : Rerata Item Obat per lembar resep di Provinsi
23
8. Mekanisme pelaporan
24
Formulir yang digunakan pada tahun 2016 - 2019
Tgl No. Nama Umur Jumlah Antibioti Nama Dosis Lama Sesuai
Item k Obat Obat Pemakaian Pedoman
Obat Ya/Tidak (hari) Ya/Tidak
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
1 a.
b.
c.
d.
2 a.
b.
c.
d.
3 a.
b.
c.
d.
Dst a.
b.
c.
d.
Total Item Obat A B
N= Rerata Item Obat/ A/N
Lembar Resep
Persentase AB B/N x
100 %
Petugas,
…………………………………………
NIP.
Keterangan:
Kolom 1 : diisi dengan tanggal-bulan-tahun yang tertulis pada resep
Kolom 2 : diisi sesuai dengan nomor urut data resep
Kolom 3 : diisi sesuai dengan inisial nama pasien
Kolom 4 : diisi sesuai dengan umur pasien dalam tahun atau bulan (untuk bayi)
Kolom 5 : diisi sesuai dengan jumlah zat aktif obat yang tercantum pada setiap lembar resep
Kolom 6 : diisi dengan ya atau tidak untuk menyatakan penggunaan antibiotic pada lembar resep
Kolom 7 : diisi sesuai dengan nama obat yang tertulis dalam setiap lembar resep
Kolom 8 : diisi sesuai dengan dosis pemakaian yang tercantum pada lembar resep
Kolom 9 : diisi sesuai dengan lama pemakaian yang tercantum dalalm lembar resep/hari, misal 3 x1
Kolom 10 : diisi oleh petugas supervisor pada saat kunjungan supervisi dengan mengacu pada standar pengobatan
N : Jumlah lembar resep
A : Jumlah Item Obat pada semua lembar resep
B : Jumlah pasien yang mendapatkan Antibiotik
25
AB : Antibiotik
Catatan:
- Pemberian Sulfa + kotrimoksazol dan metronidazol dianggap sebagai pemberian antibiotik
- Pemberian injeksi antibiotik dicatat sebagai antibiotik
Lampiran 2 Formulir Pelaporan Indikator Peresepan Diare Non Spesifik
26
B : Jumlah pasien yang mendapatkan Antibiotik
AB : Antibiotik
Catatan:
- Pemberian Sulfa + kotrimoksazol dan metronidazol dianggap sebagai pemberian antibiotik
- Pemberian injeksi antibiotik dicatat sebagai antibiotik
Lampiran 3 Formulir Pelaporan Indikator Peresepan Myalgia
…………………………………
NIP.
Keterangan :
Kolom 1 : diisi dengan tanggal-bulan-tahun yang tertulis pada resep
Kolom 2 : diisi sesuai dengan nomor urut data resep
Kolom 3 : diisi sesuai dengan inisial nama pasien
Kolom 4 : diisi sesuai dengan umur pasien dalam tahun atau bulan (untuk bayi)
Kolom 5 : diisi sesuai dengan jumlah zat aktif obat yang tercantum pada setiap lembar resep
Kolom 6 : diisi dengan ya atau tidak untuk menyatakan penggunaan injeksi pada lembar resep
Kolom 7 : diisi sesuai dengan nama obat yang tertulis dalam setiap lembar resep
Kolom 8 : diisi sesuai dengan dosis pemakaian yang tercantum pada lembar resep
Kolom 9 : diisi sesuai dengan lama pemakaian yang tercantum dalam lembar resep/ hari, misal 3 x1
27
Kolom 10 : diisi oleh petugas supervisor pada saat kunjungan supervisi dengan mengacu pada standar
pengobatan
N : Jumlah lembar resep
A : Jumlah Item Obat pada semua lembar resep
28
Lampiran 4 Formulir Laporan Indikator POR di Puskesmas
Petugas,
……………………………………………………………..
NIP.
29
Keterangan :
Bulan : bulan periode waktu pengambilan data
Tahun : tahun pengambilan data
Kolom 1 : diisi dari hasil perhitungan Persentase Penggunaan Antibiotik pada
diagnosis ISPA Non-Pneumonia (Form.1)
Kolom 2 : diisi dari hasil perhitungan Persentase Penggunaan Antibiotik pada
Diagnosis Diare Non-pesifik (Form.2)
Kolom 3 : diisi dari hasil perhitungan Persentase Penggunaan Antibiotik pada
diagnosis Myalgia (Form.3)
Kolom 4 : diisi dari hasil perhitungan Rerata Item Obat per lembar Resep pada
diagnosis ISPA Non-Pneumonia (Form.1)
Kolom 5 : diisi dari hasil perhitungan Rerata Item Obat per lembar Resep pada
diagnosis Diare Non-Spesifik (Form. 2)
Kolom 6 : diisi dari hasil perhitungan Rerata Item Obat per lembar Resep pada
diagnosis Myalgia (Form. 3)
Kolom 7 : merupakan nilai rerata item obat/lembar resep dari ke 3 diagnosis yang
diisi dengan rumus sebagai berikut :
30
UNTUK TAHUN 2016
Lampiran 5. Formulir Rekapitulasi Dinas Kesehatan untuk Indikator POR
dst
Persentase AB
ISPA Non-
pneumonia
A
Kab/Kota
Persentase AB
Diare Non spesifik
Kab/Kota
B
Persentase injeksi
Kab/Kota
C
Rerata Item Obat
Kab/Kota
D
*)Berdasarkan data pada laporan bulanan puskesmas yang dikirim ke Dinkes Kab/Kota, laporan puskesmas terlampir
31
Lampiran 6. Formulir Rekapitulasi DinasKesehatan Provinsi Laporan Triwulan Indikator Peresepan di Kabupaten Kota
REKAPITULASI DINAS KESEHATAN PROVINSI
LAPORAN TRIWULAN INDIKATOR PERSEPAN DI KABUPATEN KOTA
Provinsi: .................................. Periode Bulan : ………
Tahun : ……………..
……………………………………. ……………………………………………
NIP NIP
Keterangan :
A : Persentase Penggunaan Antibiotik pada ISPA Non-Pneumonia di Provinsi
B : Persentase Penggunaan Antibiotik pada Diare Non-Spesifik di Provinsi
C : Persentase Penggunaan Injeksi pada Myalgia di Provinsi
D : Rerata Item Obat per lembar resep di Provinsi
32
UNTUK TAHUN 2017
Lampiran 5. Formulir Rekapitulasi Dinas Kesehatan untuk Indikator POR
dst
Keterangan :
*) Berdasarkan data pada laporan bulanan puskesmas yang dikirim ke Dinkes Kab/Kota, laporan puskesmas terlampir
**) Jumlah Puskemas dengan capaian POR minimal 60% adalah ......dari.....total Puskesmas di Kabuapten/Kota.
33
Lampiran 6. Formulir Rekapitulasi DinasKesehatan Provinsi Laporan Triwulan Indikator
Peresepan di Kabupaten Kota
.
REKAPITULASI DINAS KESEHATAN PROVINSI
LAPORAN TRIWULAN INDIKATOR PERSEPAN DI KABUPATEN KOTA
Provinsi: .................................. Periode Bulan : ...............
Tahun : ..............
Persentase
Jumlah Puskesmas Jumlah Tenaga Jumlah Puskesmas dengan
Puskesmas Capaian POR minimal Persentase
No Kabupaten/ AA / D3 Apoteker Dokter dengan 60 % ≥ 20 % atau
. Kota Non Total Capaian POR tidak
Perawatan Farmasi
Perawatan Puskesmas minimal 60 % Kolom 9 x 100%
Kolom 5
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (9) (10)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
ds
t
Jumlah Kabupaten/Kota yang 20% Puskesmasnya dengan capaian POR minimal 60%: .............. dari total .... ....
Kabupaten/Kota
Keterangan :
*) Berdasarkan data pada laporan triwulan Dinkes Kab/Kota yang dikirim ke Dinkes Provinsi, laporan Dinkes
Kab/Kota terlampir
Petugas ……….,
……………………20..
Mengetahui Pejabat/Penanggung Jawab
Farmasi Dinas Prov
……………………………………. .........................................................
NIP NIP
Keterangan :
A : Persentase Penggunaan Antibiotik pada ISPA Non-Pneumonia di Provinsi
B : Persentase Penggunaan Antibiotik pada Diare Non-spesifik di Provinsi
C : Persentase Penggunaan Injeksi pada Myalgia di Provinsi
D : Rerata Item Obat per lembar resep di Provinsi