Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
NAMA ANGGOTA
KELAS G AKUNTANSI
PRODI AKUNTANSI
TAHUN 2020/2021
1.1. Pembangunan Koperasi dan Perundang-Undangan
Koperasi sesuai dengan watak sosialnya adalah wadah ekonomi untuk menanggulangi
kemiskinan dan keterbelakangan dalam upaya untuk menciptakan pembangunan yang
berkeadilan. Selain itu, koperasi juga merupakan organisasi ekonomi yang paling banyak
melibatkan peran serta rakyat. Oleh karena itu, koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat perlu
lebih banyak diikutsertakan dalam upaya pembangunan, untuk mewujudkan pembangunan
yang lebih merata, tumbuh dari bawah, berakar di masyarakat dan mendapat dukungan luas
dari rakyat. Pembangunan koperasi dalam Pembangunan Jangka Panjang Pertama (PJP I)
telah menunjukkan berbagai keberhasilan yang sangat berarti, baik ditinjau dari jumlah
koperasi, jumlah anggota koperasi, maupun nilai usaha koperasi.
Koperasi juga telah berperan aktif dalam kegiatan ekonomi rakyat dan sekaligus mulai
dapat meningkatkan kesejahteraan para anggotanya. Keadaan tersebut tercermin, antara lain
dari peningkatan jumlah dan ragam koperasi, jumlah dan ragam dalam bidang koperasi,
jumlah simpanan anggota, jumlah modal usaha, serta jumlah nilai usaha koperasi. Kemajuan
pembangunan koperasi ini cukup menggembirakan karena telah menunjukkan bahwa
koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat dan badan usaha semakin berperan aktif dan terlibat
lebih luas dalam berbagai kegiatan ekonomi serta sekaligus telah meningkatkan kesejahteraan
para anggotanya yang pada umumnya masih terbatas kemampuan ekonominya.
Sesuai dengan tahapan pembangunan nasional dalam PJP I, peranan pemerintah dalam
pembangunan koperasi pada masa itu masih besar, terutama ada kegiatan yang bersifat
perintis dan kegiatan perekonomian lainnya yang belum sepenuhnya mampu dilaksanakan
sendiri oleh gerakan koperasi. Kebijaksanaan pembinaan usaha koperasi sejak Rencana
Pembangunan Lima Tahun Pertama, yang diprioritaskan untuk mendukung keberhasilan
program pengadaan pangan nasional melalui Koperasi Unit Desa (KUD), didukung dengan
pemberian kredit pengadaan pangan beserta penyediaan jaminan kreditnya yang kemudian
telah memberikan sumbangan besar bagi tercapainya swasembada beras sejak tahun 1984.
Sejalan dengan perkembangan pembangunan nasional yang ditandai oleh kemajuan yang
pesat di berbagai sektor di luar sektor pertanian, bidang usaha koperasi juga turut
berkembang. Dewasa ini, lingkup bidang usaha koperasi mencakup baik usaha pertanian
maupun usaha non-pertanian, seperti industri pangan, penyaluran pupuk, pemasaran kopra,
pemasaran cengkeh, pemasaran susu, pemasaran hasil perikanan, peternakan, pertambangan
rakyat, kerajinan rakyat, penyaluran BBM, penyaluran semen, usaha pakaian jadi, usaha
industri logam dan tambang rakyat, pemasaran jasa telekomunikasi, pemasaran jasa
kelistrikan pedesaan, penyaluran Kredit Candak Kulak (KCK) dan sebagainya. Sumbangan
koperasi secara nasional dalam pengadaan maupun penyaluran beberapa komoditas penting
cukup besar. Gerakan koperasi Indonesia juga telah memiliki organisasi tunggal, yaitu Dewan
Koperasi Indonesia (Dekopin) yang berfungsi sebagai wadah perjuangan dan membawa
aspirasi bagi kepentingan gerakan koperasi. Selain itu, selama PJP I juga telah terbentuk
prasarana penunjang bagi PJP II. Prasarana penunjang tersebut di antaranya adalah Institut
Manajemen Koperasi Indonesia (Ikopin) dan Akademi Koperasi (Akop) sebagai lembaga
pendidikan pencetak sarjana dan kader pembangunan koperasi yang ahli di bidang
manajemen koperasi. Pada saat itu, telah berdiri pula Koperasi Jasa Audit (KJA) yang tersebar
di 20 provinsi dan berfungsi sebagai pusat pelayanan jasa audit, jasa bimbingan dan
manajemen, serta jasa pelatihan. Di bidang asuransi, gerakan Koperasi juga telah memiliki
Koperasi Asuransi Indonesia (KAI). Di bidang keuangan, telah dibentuk Perusahaan Umum
Pengembangan Keuangan Koperasi (Perum PKK) yang merupakan penyempurnaan dari
Lembaga Jaminan Kredit Koperasi (LJKK) dan berfungsi memberikan jaminan atas kredit
kepada koperasi yang diberikan oleh bank. Selain itu, juga dibentuk Bank Umum Koperasi
Indonesia (Bank Bukopin) dan lembaga keuangan lainnya, seperti Koperasi Pembiayaan
Indonesia (KPI), Koperasi Bank Perkreditan Rakyat (KBPR), dan Koperasi Simpan Pinjam
(KSP).
Modal penting lainnya dalam pengembangan koperasi pada PJP II adalah UU Nomor 25
Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang memberikan landasan hukum yang kuat bagi
pembangunan koperasi yang maju dan mandiri. Pada prinsipnya, UU perkoperasian yang baru
memberikan keleluasaan yang lebih besar kepada gerakan koperasi untuk menentukan arah
pengembangan usaha agar sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan para anggota.
Disamping itu, pemerintah tetap memberikan bimbingan, kemudahan, dan perlindungan
dalam rangka mendirikan koperasi.
1.2. Tantangan, Kendala, Dan Peluang Dalam Pembangunan Koperasi
Meskipun banyak hasil yang telah dicapai dalam pembangunan koperasi selama PJP I,
namun masih banyak masalah diselesaikan dan ditangani dalam PJP II. Hingga saat ini,
karena berbagai alasan ekonomi dan nonekonomi, koperasi pada umumnya belum dapat
melaksanakan sepenuhnya prinsip koperasi sebagaimana yang telah dicita-citakan,
sehingga koperasi sebagai badan usaha dan gerakan ekonomi rakyat belum dapat
mengembangkan seluruh potensi dan kemampuannya dalam memajukan perekonomian
nasional dan meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Di samping itu, berbagai kondisi
struktural dan sistem yang ada masih menghambat koperasi untuk sepenuhnya dapat
menerapkan kaidah ekonomi guna meraih dan memanfaatkan berbagai kesempatan
ekonomi secara optimal.
1. Tingkat kemampuan dan profesionalisme sumber daya manusia koperasi yang pada
umumnya belum memadai. Kendala ini menjadi faktor yang mempengaruhi
kemampuan koperasi dalam menjalankan fungsi dan peranannya yang berakibat
pada kurang efektif dan efisiennya or¬ganisasi dan manajemen koperasi. Hal ini
tercermin pada pengelolaan koperasi dan tingkat partisipasi anggota yang belum
optimal.
2. Lemahnya struktur permodalan koperasi dan terbatasnya akses koperasi ke sumber
permodalan dari luar.
3. Terbatasnya penyebaran dan penyediaan teknologi secara nasional bagi koperasi,
yang berpengaruh pada rendahnya kemampuan koperasi untuk meningkatkan
efisiensi dan produktivitas usahanya sehingga menyebabkan pula terbatasnya daya
saing koperasi.
4. Mekanisme kelembagaan dan sistem koperasi yang belum berjalan dengan baik. Hal
ini disebabkan oleb kurangnya kesadaran anggota akan hak dan kewajibannya serta
belum berfungsinya mekanisme kerja antar pengurus dan antar pengurus dengan
pengelola koperasi secara menyeluruh.
5. Masih kurangnya kepercayaan dalam bekerja sama bagi terwujudnya jaringan usaha
antara koperasi dengan pelaku ekonomi lainnya.
6. Kurang memadainya sarana dan prasarana yang tersedia di wilayah tertentu,
terutama kelembagaan keuangan baik bank maupun bukan bank, produksi dan
pemasaran, khususnya di daerah tertinggal.
7. Kurang efektifnya koordinasi dan sinkronisasi dalam pelaksanaan program
pembinaan koperasi antarsektor dan antardaerah.
8. Kurangnya kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang koperasi, serta kurangnya
kepedulian dan kepercayaan masyarakat terhadap koperasi, yang tercermin pada
masih rendahnya peran serta dan dukungan masyarakat dalam pembangunan
koperasi.
Fungsi dan peran koperasi juga menjadi tanggung jawab lembaga gerakan koperasi,
dimana lembaga tersebut merupakan wadah perjuangan kepentingan dan pembawa aspirasi
gerakan koperasi yang bekerja sama dengan pemerintah sebagai pembina dan
pelindungnya. Pengembangan koperasi didukung melalui pemberian kesempatan berusaha
seluas-luasnya di segala sektor kegiatan ekonomi, baik di dalam maupun luar negeri yaitu
dengan menciptakan iklim usaha yang mendukung kemudahan memperoleh permodalan.
Potensi koperasi untuk tumbuh menjadi usaha skala besar dapat terus ditingkatkan, salah
satunya melalui perluasaan jaringan usaha koperasi, pemilikan saham, serta keterkaitan
usaha dengan usaha hulu dan usaha hilir, baik dalam usaha negara maupun usaha swasta.
Pelaksanaan pembangunan koperasi dalam era PJP II lebih banyak bertumpu pada
peningkatan produktivitas dan kreativitas sumberdaya manusia, dan pada penciptaan iklim
usaha yang sehat bagi perkembangan koperasi di pihak yang lain. Agar dapat bersifat
proakif, koperasi dituntut untuk memilki rumusan strategi yang jelas. Artinya, selain harus
memiliki tujuan dan sasaran usaha yang berorientasi ke depan, koperasi juga dituntut untuk
merumuskan strategi yang tepat dalam mencapai tujuan dan sasaran tersebut.Sehubungan
dengan hal tersebut maka beberapa sasaran utama pengembangan koperasi yang hendak
ditempuh pemerintah dalam era PJP II ini adalah sebagai berikut:
a. Pengembangan usaha.
Pengembangan usaha koperasi lebih ditekankan pada upaya peningkatan
kemampuan koperasi dalam menciptakan lapangan uasaha dan memanfaatkan peluang
usaha yang ada.
c. Peran pemerintah.
Pemerintah bekerjasama dengan gerakan koperasi selalu berupaya memainkan
peranan yang mendorong pengembangan koperasi. Peran pemerintah diperlukan untuk
menyelenggarakan pembinaan untuk mengembangkan prakarsa dan kreativitas
masyarakat.
d. Kerjasama internasional.
Kerjasama internasional dibidang perkoperasian dilakukan misalkan dalam bentuk
pertukaran tenaga ahli koperasi dengan negara-negara lain.
4. Kerjasama antar koperasi dan antara koperasi dengan usaha negara dan usaha
swasta sebagai mitra usaha dikembangkan seacara lebih nyata untuk mewujudkan
kehidupan perekonomian berdasarkan demokrasi ekonomi yang dijiwai semangat
dan asas kekeluargaan, kebersamaan, kemitraan usaha, dan kesetiakawanan.
DAFTAR PUSTAKA
https://pdfcoffee.com/1-pembangunan-koperasi-dan-perundang-undangan-pdffree.html,
http://hanifahfebrillaa.blogspot.com/2016/10/v-behaviorurldefaultvmlo_13.html,
https://liasetianingsih.wordpress.com/2009/11/24/kebijakan-pemerintah-
dalampembangunankoperasi/, https://prezi.com/hcp37prmu2ez/kebijakan-pemerintah-dalam-
pembangunan-koperasi/ http://septianiputri05.blogspot.com/2016/11/kebijakan-
pembangunankoperasi.html,