Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

(HUKUM ADAT)

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Pengantar Hukum
Indonesia

Dosen Pengampu :

Dwi Afrimetty Timoera, S.H., M.H.

Disusun oleh :

Kelompok 7

Sela Faztiara Zahra (1401620021) Muhamad Rayhan (1401620072)

Audy Valerina (1401620009) Mahardika Mulas M (1401620027)

Indah Atarika Rembune (1401620066) Mia Rasyida Razaq (1401620088)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN


KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan
pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Hukum Adat dengan tepat waktu.

Makalah Hukum Adat disusun guna memenuhi tugas dosen pada mata kuliah
Pengantar Hukum Indonesia di Universitas Negeri Jakarta. Selain itu, penulis juga berharap
agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang materi yang disajikan.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Dwi Afrimetty Timoera,


S.H., M.H. selaku dosen Pengantar Hukum Indonesia. Tugas yang telah diberikan ini dapat
menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang sedang ditekuni penulis. Penulis
juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan
makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 10 Maret 2021

Kelompok 7

- Sela Faztiara Zahra (1401620021)


- Muhamad Rayhan (1401620072)
- Audy Valerina (1401620009)
- Mahardika Mulas Maulana (1401620027)
- Indah Atarika Rembune (1401620066)
- Mia Rasyida Razaq (1401620088)

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.................................................................................................................3

BAB I.............................................................................................................................5

PENDAHULUAN.........................................................................................................5

Latar Belakang...........................................................................................................5

Rumusan Masalah......................................................................................................5

Maksud dan Tujuan...................................................................................................5

Peta Konsep Materi...................................................................................................6

Kompetensi Materi....................................................................................................6

BAB II...........................................................................................................................7

PEMBAHASAN............................................................................................................7

A. Pengertian Hukum Adat.......................................................................................7

B. Dasar Hukum Adat...............................................................................................7

C. Ruang Lingkup Hukum Adat................................................................................8

D. Unsur-Unsur Hukum Adat..................................................................................10

E. Perkembangan Hukum Adat...............................................................................11

F. Sistem Hukum Adat............................................................................................13

G. Persekutuan Hukum Adat...................................................................................17

3
H. Contoh Kasus......................................................................................................23

BAB III........................................................................................................................25

PENUTUP...................................................................................................................25

Kesimpulan..............................................................................................................25

Saran........................................................................................................................26

Soal Pilihan Ganda..................................................................................................26

Soal Essay................................................................................................................29

Kunci Jawaban.........................................................................................................29

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................32

4
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hukum adat merupakan hukum tradisional masyarakat yang merupakan perwujudan


dari suatu kebutuhan hidup yang nyata serta merupakan salah satu cara pandangan hidup
yang secara keseluruhannya merupakan kebudayaan masyarakat tempat hukum adat
tersebut berlaku. Hukum adat juga merupakan nilai-nilai yang hidup dan berkembang di
dalam masyarakat suatu daerah. Walaupun sebagian besar hukum adat tidak tertulis, namun
ia mempunyai daya ikat yang kuat dalam masyarakat. Ada sanksi tersendiri dari masyarakat
jika melanggar aturan hukum adat. Hukum adat yang hidup dalam masyarakat ini bagi
masyarakat yang masih kental budaya aslinya akan sangat terasa. Penerapan hukum adat
dalam kehidupan sehari-hari juga sering diterapkan oleh masyarakat.

Rumusan Masalah

Berdasarkan topik yang diambil maka tim penulis membuat perumusan masalah,
sebagai berikut :

1. Apa itu Hukum Adat?


2. Apa saja Unsur-unsur Hukum Adat?
3. Bagaimana Perkembangan Hukum Adat?
4. Bagaimana Sistem Hukum Adat?
5. Bagaimana Persekutuan Hukum Adat?

Maksud dan Tujuan

Penulisan dari makalah ini bermaksud untuk mengetahui dari :

1. Mengetahui apa itu Hukum Adat.


2. Memahami sistem dari Hukum Adat.

5
3. Mengetahui bagaimana perkembangan hukum adat.

Peta Konsep Materi

Kompetensi Materi

Dari materi yang disampaikan diharapkan para pembaca dapat mampu untuk :

1. Mampu untuk menjelaskan pengertian Hukum Adat.


2. Mampu untuk memahami Sistem Hukum Adat di Indonesia.
3. Mampu untuk menganalisa Perkembangan Hukum Adat di Indonesia.
4. Mampu untuk mengetahui Unsur-unsur Hukum Adat.

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Adat

Hukum adat adalah aturan yang tidak tertulis dan merupakan pedoman untuk
sebagian besar orang-orang Indonesia dan dipertahankan dalam pergaulan hidup sehari-
hari, baik di kota maupun di desa. Adapun pengertian tentang hukum adat yang
dikemukakan oleh beberapa ahli, yaitu :

1. Menurut B. Ter Haar Bzn

Hukum adat adalah keseluruhan aturan yang menjelma dari keputusan-keputusan para
fungsionaris hukum (dalam arti luas) yang memiliki kewibaan serta pengaruh dan yang
dalam pelaksanaannya berlaku serta merta dan ditaati dengan sepenuh hati.

2. Menurut Hardjito Notopuro

Bahwa hukum adat adalah hukum tak tertulis, hukum kebiasaan dengan ciri khas
yang merupakan pedoman kehidupan rakyat dalam meyelenggarakan tata dan keadilan dan
kesejahteraan masyarakat yang bersifat kekeluargaan.

B. Dasar Hukum Adat

Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaanya pada tanggal 17 Agustus 1945,


ada banyak peraturan hukum yang menjadi dasar berlakunya hukum adat, yaitu sebagai
berikut :

1. UUD NKRI Tahun 1945 mengakui adanya hukum adat. Yakni yang termaksud
dalam pasal 18 B ayat 2, yaitu : Negara mengakui dan menghormati kesatuan-
kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih

7
hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI, yang diatur
dalam undang-undang.

2. Ketetapan MPRS No.II/MPRS/1960, dapat dilihat dalam lampiran A Paragraf 402


Ketetapan MPRS/No.II/MPRS/1960 : a) Azas-azas pembinaan hukum nasional
supaya sesuai dengan haluan negara dan berlandaskan pada hukum adat yang tidak
menghambat perkembangan masyarakat adil dan Makmur. b) Di dalam usaha kea
rah homogenitas dalam bidang hukum supaya diperhatikan kenyataan-kenyataan
yang hidup di Indonesia. c) Dalam penyempurnaan undang-undang hukum
perkawinan dan hukum waris supaya diperhatikan adanya faktor agama, adat dan
lainnya.

3. UU No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, undang-


undang yang biasa disebut UUPA ini pun mengakui adanya hukum adat. Pasal yang
mengaturnya adalah pasal 3 sampai pasal 5 UUPA. Contohnya : Pasal 3 UUPA;
dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat
dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang
menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan
kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak
boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih
tinggi.

C. Ruang Lingkup Hukum Adat

Seperti yang kita tahu bahwa hukum adat merupakan hukum yang tak tertulis dan
dianut oleh masyarakat dalam wilayah tertentu. Hukum adat juga bisa dikatakan sebagai
hukum kebiasaan. Dalam hukum adat, biasanya hal-hal yang termuka di dalamnya adalah
hal yang masih ada kaitan erat dengan norma-norma agama dan budaya setempat. Hukum
adat selalu sarat akan hal-hal yang tabu untuk dilakukan karena akan mendapatkan balasan
berupa dosa ataupun kualat. Apabila hukum adat secara turun temurun diwariskan oleh

8
generasi ke generasi tersebut ditinjau dari ruang lingkupnya, sebenarnya ruang lingkup dari
hukm adat tersebut terbahas dalam sebuah lingkungan hukum perdata.

Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven membagi Indonesia menjadi 19 lingkungan


hukum adat (rechtsringen). Satu daerah yang garis-garis besar, corak dan sifat hukum
adatnya seragam disebutnya sebagai rechtskring. Setiap lingkungan hukum adat tersebut
dibagi lagi dalam beberapa bagian yang disebut kukuban hukum (Rechtsgouw).
Lingkungan hukum adat tersebut adalah sebagai berikut.

1. Aceh (Aceh Besar, Pantai Barat, Singkel, Semeuleu),

2. Tanah Gayo, Alas dan Batak beserta Nias,

3. Daerah Minangkabau (Padang, Agam, Tanah Datar, Limapuluh Kota, tanah Kampar,
Kerinci) beserta Mentawai (Orang Pagai),

4. Sumatera Selatan,

5. Daerah Melayu (Lingga-Riau, Indragiri, Sumatera Timur, Orang Banjar),

6. Bangka dan Belitung,

7. Kalimantan (Dayak Kalimantan Barat, Kapuas, Hulu, Pasir, Dayak, Kenya, Dayak
Klemanten, Dayak Landak, Dayak Tayan, Dayak Lawangan, Lepo Alim, Lepo Timei,
Long Glatt, Dayat Maanyan, Dayak Maanyan Siung, Dayak Ngaju, Dayak Ot Danum,
Dayak Penyambung Punan),

8. Minahasa,

9. Gorontalo (Bolaang Mongondow, Suwawa, Boilohuto, Paguyaman)

10. Daerah Toraja (Sulawesi Tengah, Toraja, Toraja Baree, Toraja Barat, Sigi, Kaili,
Tawali, Toraja Sadan, To Mori, To Lainang, Kep. Banggai),

9
11. Sulawesi Selatan (Orang Bugis, Bone, Goa, Laikang, Ponre, Mandar, Makasar, Selayar,
Muna),

12. Kepulauan Ternate (Ternate, Tidore, Halmahera, Kao, Tobelo, Kep. Sula),

13. Maluku, Ambon (Ambon, Hitu, Banda, Kep. Uliasar, Saparua, Buru, Seram, Kep. Kei,
Kep. Aru, Kisar)

14. Irian,

15. Kep. Timor (Kepulauan Timor, Timor, Timor Tengah, Mollo, Sumba, Sumba Tengah,
Sumba Timur, Kodi, Flores, Ngada, Roti, Sayu Bima),

16. Bali dan Lombok (Bali Tanganan-Pagrisingan, Kastala, Karrang Asem, Buleleng,
Jembrana, Lombok, Sumbawa),

17. Jawa Tengah, Jawa Timur serta Madura (Jawa Pusat, Kedu, Purworejo, Tulungagung,
Jawa Timur, Surabaya, Madura),

18. Daerah Kerajaan (Surakarta, Yogyakarta),

19. Jawa Barat (Priangan, Sunda, Jakarta, Banten)

D. Unsur-Unsur Hukum Adat

Pada awalnya untuk menyebut hukum adat diantaranya digunakan istilah hukum
agama. Ini merupakan suatu bukti adanya bentuk kesalah pahaman, dimana hukum adat itu
dianggap sama dengan hukum agama. Menurut Snock Hurgronye, tidak semua bagian
hukum agama diterima atau digunakan dalam hukum adat. Akan tetapi, hanya beberapa
bagian tertentu dari hukum adat saja yang dipengaruhi hukum agama terutama bagian
hukum keluarga, perkawinan, dan warisan yang mendapat pengaruh dari hukum agama.
Namun, dilain sisi, Ter Haar membantah sebagian argument dari Snock Hurgronye,
menurutnya bahwa hukum waris tidak dipengaruhi oleh hukum Islam. Tetapi hukum adat
yang asli.

10
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hukum adat sebagian besar terdiri dari
unsur-unsur hukum asli, dan sebagian kecil terdiri dari unsur-unsur hukum agama. Dari
batasan-batasan definisi yang telah dikemukakan di atas, maka terlihat unsur-unsur dari
pada hukum adat, yakni sebagai berikut :

1. Adanya tingkah laku yang terus menerus dilakukan oleh masyarakat

2. Tingkah laku tersebut teratur dan sistematis

3. Tingkah laku tersebut mempunyai nilai yang sakral

4. Adanya keputusan dari kepala adat

5. Adanya sanksi akibat hukum

6. Hukum tidak tertulis

7. Ditaati dalam masyarakat

Adapun menurut ahli lainnya, yakni Soerdjo Wignjodipoero, bahwa hukum adat
memiliki dua unsur, yaitu :

1. Unsur kenyataan; bahwa adat itu dalam keadaan yang sama selalu diindahkan oleh
rakyat.

2. Unsur psikologis; bahwa terdapat adanya keyakinan pada rakyat, bahwa adat
dimaksud mempunyai kekuatan hukum.

Maka unsur inilah yang akan menimbulkan adanya kewajiban hukum di suatu
wilayah.

E. Perkembangan Hukum Adat

Istilah hukum adat pertama kali diperkenalkan secara ilmiah oleh C. Snouck
Hurgronje, Kemudian pada tahun 1893, C. Snouck Hurgronje dalam bukunya yang berjudul

11
"De Atjehers" menyebutkan istilah hukum adat sebagai adat recht (bahasa Belanda) yaitu
untuk memberi nama pada satu sistem pengendalian sosial (social control) yang hidup
dalam Masyarakat Indonesia. Istilah ini kemudian dikembangkan secara ilmiah oleh
Cornelis van Vollenhoven yang dikenal sebagai pakar Hukum Adat di Hindia Belanda
(sebelum menjadi Indonesia).

Cornelis van Vollenhoven adalah yang pertama mencanangkan gagasan pembagian


hukum adat. Menurutnya daerah di Nusantara menurut hukum adat dapat dibagi menjadi 23
lingkungan adat berikut: Aceh, Gayo dan Batak, Nias dan sekitarnya, Minangkabau,
Mentawai, Sumatra Selatan, Enggano, Melayu, Bangka dan Belitung, Kalimantan (Dayak),
Sangihe-Talaud, Gorontalo, Toraja, Sulawesi Selatan (Bugis/Makassar), Maluku Utara,
Maluku Ambon, Maluku Tenggara, Papua, Nusa Tenggara dan Timor, Bali dan Lombok,
Jawa dan Madura (Jawa Pesisiran), Jawa Mataraman, dan Jawa Barat (Sunda), sedangkan
menurut Gerzt orang Amerika menyatakan bahwa masyarakat Indonesia memiliki 350
budaya, 250 bahasa dan seluruh keyakinan dan Agama di dunia ada di Indonesia.

Hukum adat ini didasarkan pada nilai-nilai yang hidup dalam setiap masyarakat
hukum adat, apabila didasarkan pada perwilayahan lingkungan masyarakat adat,
sebagaimana dikemukakan oleh Cornelis van Vollenhoven maka akan memiliki nilai-nilai
hukum adat pada setiap masyarakat adat di 23 (dua puluh tiga) lingkungan wilayah adat,
sedangkan menurut Gezt maka akan memiliki nilai-nilai hukum adat pada setiap
masyarakat adat di 350 lingkungan wilayah adat beserta budayanya. Hukum adat
berkembang mengikuti perkembangan masyarakat dan tradisi rakyat. Dalam
perkembangannya, praktek yang terjadi dalam masyarakat hukum adat, keberadaan hukum
adat sering menimbulkan pertanyaan-pertanyaan apakah aturan hukum adat ini tetap dapat
digunakan untuk mengatur kegiatan sehari-hari masyarakat dan menyelesaikan suatu
permasalahan-permasalahan yang timbul di masyarakat hukum adat. Sementara itu, negara
kita juga mempunyai aturan hukum yang dibuat oleh badan atau lembaga pembuat undang-
undang dan peraturan perundang-undangan lainnya. Antara hukum adat dengan hukum
negara mempunyai daya pengikat yang berbeda secara konstituional bersifat sama tetapi
terdapat perbedaan pada bentuk dan aspeknya.

12
Keberadaan hukum adat ini secara resmi telah diakui oleh negara keberadaannya
tetapi penggunanya pun terbatas. Merujuk pada pasal 18B ayat (2) UUD 1945 dimana
menyebutkan “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum
adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip “Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur
dalam undang-undang” yang berarti bahwa negara mengakui keberadaan hukum adat serta
konstitusional haknya dalam sistem hukum Indonesia. Disamping itu juga diatur dalam
Pasal 3 UUPA “Pelaksanaan Hak Ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-
masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian
rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, berdasarkan atas persatuan
bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan lain yang lebih
tinggi

• Sejarah Perkembangan Hukum Adat di Indonesia

Peraturan adat istiadat kita ini merupakan adat-adat melayu-polinesia yang sudah
terdapat pada zaman pra-hindu. Lambat laun terjadi akulturasi antara kultur hindu, islam
dan Kristen yang kemudian mempengaruhi kultur asli tersebut. Saat ini menurut kenyataan
hukum adat yang hidup pada rakyat adalah merupakan peraturan-peraturan adat-istiadat
yang ada pada zaman pra-hindu dan hasil akulturasi antar agama tersebut.

Setelah terjadi akulturasi itu, maka hukum adat atau hukum pribumi atau
“Inladsrecht” menurut Van Vaollenhoven di jelaskan bahwa hukum adat terdiri atas dua
bagian yaitu :

1. hukum yang tidak tertulis ( ius non scriptum ) : merupakan bagian yang terbesar
yang bersumber pada hukum asli penduduk.

2. hukum yang di tulis ( ius scriptum ) : merupakan bagian kecil saja yang
bersumber dari ketentuan hukum agama.

13
F. Sistem Hukum Adat

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Sistem adalah susunan yang teratur dari
berbagai unsur yang saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas atau kesatuan
pengertian. Menurut Soepomo, tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem, yaitu peraturan-
peraturannya merupakan suatu kesatuan begitu pun dengan Hukum Adat. Hukum Adat
adalah hukum asli masyarakat yang mencerminkan budaya bangsa Indonesia, mempunyai
corak yang khas yang berbeda dengan negara-negara lain. Sebagaimana telah diuraikan di
atas tentang sifat Hukum Adat yang selalu mengutamakan kepentingan kebersamaan
dibanding kepentingan individu, gotong royong, dan kekeluargaan, yang memberikan
warna dan kepribadian yang khas. Sistem Hukum Adat berdasar pada alam pikiran dan
budaya bangsa Indonesia yang berbeda dengan cara berpikir sistem hukum Barat. Untuk
dapat memahami sistem Hukum Adat harus memahami cara berpikir masyarakat Indonesia.
Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa sifat Hukum Adat adalah
sederhana, kontan, dan konkret. Menurut Hukum Adat, semua hubungan-hubungan hukum
adalah bersifat konkret atau nyata dapat dilihat dalam jual beli tanah di mana persetujuan
(kesepakatan) dan penyerahan hak (levering) sebagai satu kesatuan yang tidak terpisah. Di
dalam sistem Hukum Eropa pemindahan hak milik akan terjadi apabila barangnya sudah
diserahkan kepada si pembeli, artinya antara persetujuan dengan penyerahan (levering)
merupakan sesuatu perbuatan yang terpisah. Sistem Hukum Adat mencakup hal-hal sebagai
berikut:

1. Tidak membedakan Hukum Publik dan Hukum Privat

Berbeda dengan Hukum Eropa yang membedakan antara hukum yang bersifat Publik
dan hukum yang bersifat Privat. Di mana Hukum Publik yang menyangkut kepentingan
umum dan Hukum Privat yang mengatur kepentingan perorangan atau mengatur hubungan
antara masyarakat satu dengan yang lainnya. Di dalam Hukum Adat tidak mengenal
pembedaan seperti itu.

2. Tidak membedakan hak kebendaan (zakelijke rechten) dan hak

14
perseorangan (personlijke rechten) menurut Hukum Barat (Eropa) setiap orang yang
mempunyai hak atas suatu benda ia berkuasa atau bebas untuk berbuat terhadap benda
miliknya itu karena mempunyai hak perseorangan atas hak miliknya tersebut, tetapi
menurut Hukum Adat, hak kebendaan dan hak perseorangan itu tidak bersifat mutlak
sebagai hak pribadi oleh karena berkaitan dengan hubungan kekeluargaan dan
kekerabatannya.

3. Tidak membedakan pelanggaran perdata dan pidana.

Di dalam Hukum Adat apabila terjadi pelanggaran hukum perdata dan pelanggaran
hukum pidana diputuskan sekaligus oleh fungsionaris hukum (ketua adat atau kepala desa).
Hal ini berbeda dengan hukum barat di mana pelanggaran perdata diperiksa dan diputuskan
oleh hakim perdata sementara pelanggaran yang bersifat pidana diperiksa dan diputuskan
oleh hakim pidana.

Perbedaan sistem hukum tersebut disebabkan karena hal-hal sebagai berikut:

1. Corak serta sifat yang berlainan antara Hukum Adat dengan Hukum Barat
(Eropa);

2. Pandangan hidup yang mendukung kedua macam hukum itu pun berbeda (Tolib
Setiady, Intisari Hukum Adat Indonesia, 2008: 42-44).

Djojodinegoro (dalam Soerjono Soekanto, 2012: 127-128) menulis bahwa Hukum


Adat memandang masyarakat sebagai paguyuban, artinya sebagai satu kesatuan hidup
bersama, di mana manusia memandang sesamanya sebagai tujuan, interaksi manusia
dengan sesamanya dengan segala perasaannya, sebagai cinta, benci, simpati, antipati, dan
sebagainya yang baik dan yang kurang baik. Sebagai manusia yang sangat menghargai
hubungan damai dengan sesama manusia, oleh karenanya berusaha menyelesaikan secara
damai setiap perbedaan pendapat yang terjadi, secara kompromi, tidak hanya melihat benar
salah, tetapi lebih pada keberlanjutan hubungan baik di masa datang. Pada dasarnya,
masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang menginginkan hidup yang damai/tenang

15
dengan susunan yang harmonis, sebagaimana yang ada dalam alam pikiran tradisional yang
bersifat kosmis, yang beranggapan bahwa manusia merupakan bagian dari alam, yang
dalam kehidupannya tidak mengalami proses pemisahan antara berbagai bidang kehidupan
(politik, ekonomi, sosial, hukum dan sebagainya). Alam pikiran tersebut tergambar dalam
hukum adat, sehingga unsur-unsur pokok alam pikiran tradisional tersebut menjadi bagian
dalam sistem hukum adat.

Sistem hukum Adat, terdiri atas unsur-unsur pokok:

1. kepercayaan,

2. perasaan,

3. tujuan,

4. kaidah,

5. kedudukan, peranan dan pelaksanaan peranan,

6. tingkatan atau jenjang,

7. sanksi,

8. kekuasaan, dan

9. fasilitas (Soerjono Soekanto, 2012: 132).

Unsur-unsur pokok sebagaimana diuraikan Soerjono Soekanto tersebut, tercermin


dalam empat corak hukum Adat sebagaimana dikemukakan Holleman. Sistem Hukum
suatu negara merupakan cerminan dari kebudayaan suatu bangsa, budaya yang berbeda,
sistem hukum yang berlaku berbeda pula. Menurut Sunaryati Hartono (Dari Hukum Antar
Golongan ke Hukum Antar Adat, 1991:15) bahwa pendekatan dalam sistem hukum Inggris
yang bersifat konkrit, empiris pragmatis, dan tidak membeda-bedakan secara tajam antara
lapangan hukum perdata dan lapangan hukum publik, seperti pendekatan yang terdapat

16
dalam hukum adat. Sistem common law tak lain dari sistem hukum adat, hanya berbeda
sumbernya. Sistem hukum adat bahan atau sumbernya berasal dari hukum Indonesia asli,
sistem common law sumbernya banyak unsur-unsur hukum Romawi kuno, yang telah
mengalami reception in complexu. Common law di Inggris berkembang sejak permulaan
Abad ke XI, di mana Raja (William The Qonqueror) memberlakukan peradilan yang
menyelesaikan kasus-kasus perselisihan dengan cara damai, menggunakan Justice of the
peace (juru damai). Jika dibandingkan dengan kondisi di Indonesia, hampir sama dengan
yang dilakukan oleh sistem hukum adat, di mana penyelesaian persoalan dilakukan oleh
‘peradilan adat’ atau ‘peradilan desa’ yang dipimpin oleh ketua adat atau kepala desa. Jika
di bandingkan dengan Civil law di Eropa Barat dan wilayah-wilayah yang pernah dikuasai
bangsa Eropa, sistem hukum pada dasarnya berinduk pada Hukum Romawi. Sementara
sistem Common Law (Anglo Saxon) dan wilayah yang pernah menjadi jajahan Inggris,
bersumber dari peradilan yang pada umumnya berasal dari keputusan-keputusan hakim.
Istilah Common Law merupakan hukum yang disebut sebagai Judge Made law, yang
berbeda dengan Civil law yang merupakan statury law.

Indonesia adalah pewaris hukum yang berasal dari Belanda yang menganut sistem
Eropa Kontinental. Karena itu di Indonesia perundang-undangan menjadi sendi utama
dalam pembentukan hukum (merupakan hasil rumusan dalam Pembinaan Hukum
Nasional).

Pada umumnya negara-negara sedang berkembang, sistem hukum yang berlaku


adalah hukum tradisional dan hukum modern. Negara berkembang pada umumnya sistem
hukum yang berlaku bersifat pluralistis, di mana sistem hukum tradisional modern berjalan
berdampingan dengan sistem hukum modern. Para pakar mengartikan pluralistis adalah
paham yang menegaskan bahwa hanya ada satu fakta kemanusiaan, yaitu keragaman,
heterogenitas, dan kemajemukan.

G. Persekutuan Hukum Adat

a. Pengertian

17
Persekutuan adat Merupakan kesatuan-kesatuan yang mempunyai tata susunan yang
teratur dan kekal serta memiliki pengurus sendiri dan kekayaan sendiri baik kekayaan
materiil maupun imateriil. (Soeroyo W.P.).

Djaren Saragih mengatakan Persekutuan hukum adalah Sekelompok orang-orang


sebagai satu kesatuan dalam susunan yang teratur yang bersifat abadi dan memiliki
pimpinan serta kekayaan baik berwujud maupun tidak berwujud dan mendiami alam hidup
diatas wilayah tertentu. Van Vollenhoven mengartikan persekutuan hukum sebagai suatu
masyarakat hukum yang menunjukkan pengertian-pengertian kesatuan-kesatuan manusia
yang mempunyai :

1. Tata susunan yang teratur

2. Daerah yang tetap

3. Penguasa-penguasa atau pengurus

4. Harta kekayaan

Beberapa contoh persekutuan hukum adalah Famili di Minangkabau :

Tata susunan yang tetap yang disebut rumah Jurai

- Pengurus sendiri yaitu yang diketuai oleh Penghulu Andiko, sedangkan Jurai
dikepalai oleh seorang Tungganai atau Mamak kepala waris.
- Harta pusaka sendiri

Terbentuknya Persekutuan Hukum ada tiga asas atau macam, yaitu :

1. Persekutuan Hukum Geneologis.

Yaitu persekutuan yang berlandaskan kepada pertalian darah, keturunan.

Persekutuan Hukum Geneologis dibagi tiga macam :

18
a) Pertalian darah menurut garis Bapak (Patrilineal) seperti Batak, Nias, Sumba.
b) Pertalian darah menrut garis Ibu (Matrilineal) seperti Minangkabau.
c) Pertalian darah menurut garis Bapak dan Ibu (Unilateral) seperti di Pulau Jawa,
Aceh, Dayak.

2. Persekutuan Hukum Territorial

Yaitu persekutuan yang berdasarkan pada daerah tertentu atau wilayah. Ada tiga
macam persekutuan territorial yaitu :

a. Persekutuan Desa

Yaitu orang-orang yang terikat dalam satu desa

b. Persekutuan Daerah

Dimana didalamnya terdapat beberapa desa yang masing-masing mempunyai tata


susunan sendiri.

c. Perserikatan

Yaitu apabila beberapa persekutuan hukum yang berdekatan mengadakan


kesepakatan untuk memelihara kepentingan bersama, seperti saluran air, pengairan,
membentuk pengurus bersama. Misalnya : Perserikatan huta-huta di Batak.

3. Persekutuan Hukum Geneologis dan Territorial

Yaitu gabungan antara persekutuan geneologis dan territorial, misalnya di Sumba,


Seram. Buru, Minangkabau dan Renjang. Setiap persekutuan hukum dipmpin oleh kepala
persektuan, oleh karena itu kepala persekutuan mempunyai tugas antara lain :

1. Tindakan-tindakan mengenai tanah, seperti mengatur penggunaan tanah, menjual,


gadai, perjanjian-perjanjian mengenai tanah, agar sesuai dengan hukum adat.

2. Penyelenggaraan hukum yaitu pengawasan dan pembinaan hukum.

19
3. Sebagai hakim perdamaian desa.

4. Memelihara keseimbangan lahir dan batin

5. Campur tangan dalam bidang perkawinan

6. Menjalankan tugasnya pemerintahannya secara demokrasi dan kekeluargaan

7. dan lain-lain

Pada dasarnya orang luar tidak diperkenankan masuk dalam persekutuan. Masuknya
orang luar dalam persekutuan ada beberapa macam, yaitu :

1. Atas izin atau persetujuan kepala persekutuan

2. Masuknya sebagai hamba

3. Karena pertalian perkawinan

4. Karena pengambilan anak

Istilah adat dalam persekutuan :

- Negeri = Persekutuan daerah (Tapanuli)

- Kuria = Persekutuan daerah (Tapanuli Selatan)

- Huta = Persekutuan kampong

- Nagari (Minangkabau) dikepalai oleh seorang yang disebut “Penghulu Andiko”


laki-laki tertua, bagian dari Nagari disebut Jurai yang diketuai oleh mamak kepala
adat atau Tungganai.

- Urusan Pamongpraja disebut Manti

- Urusan Polisi disebut Dubalang

20
- Urusan Agama disebut Malim.

Di Sumatera Selatan :

- Persekutuan daerah disebut Marga, yang dikepalai oleh “Pasirah” dengan gelar
depati/ Pangeran.

- Marga terdiri dari dusun-dusun yang dikepalai oleh Proati, Kria, Mangku dan
dibantu “Panggawa”.

Daerah Banten :

- Persektuan terdiri atas beberapa ampian.

- Kepala Kampung disebut Kokolot/ Tua-tua.

- Desa dikepalai oleh kepala desa yang disebut Jaro.

Suasana masyarakat desa yang damai, tentram dan penuh rasa kebersamaan
mengalami perubahan yang mengganggu ketentraman, kedamaian antara lain :

1. Zaman Kerajaan :

- Kerajaan dan familinya menguasai desa

- Penggantian kepala desa oleh keluarga kerajaan

- Tanah diambil oleh keluarga Raja

- Pemungutan pajak yang tinggi

- Batas-batas desa sudah tidak diperhatikan

- Wajib menyerahkan tenaga kerja untuk kepentingan kerajaan.

2. Zaman Pemerintahan Koneal Belanda :

21
- Penggantian tata administrasi desa

- Persekutuan menjadi lenyap

- Kewajiban membayar pajak yang tinggi

- Kewajiban menyerahkan tenaga kerja

- Melakukan politik hukum dengan berbagai peraturan.

3. Zaman Republik :

- Pengaruh Modernisasi masyarakat

b. Lingkungan Hukum Adat

Menurut Van Vollen Hoven lingkungan Hukum adat di Indonesia dibaginya ke dalam
19 lingkungan hukum (lingkaran Hukum) yang dapat di bagi lagi di dalam beberapa daerah
yang lebih kecil yang diberinya nama Rechtskringan yang terdiri dari beberapa
Rechtsgouwen.

Masyarakat hukum adat dari segi bentuknya dibagi menjadi tiga golongan yaitu :

1. Masyarakat hukum adat tunggal

Masyarakat Hukum Adat dengan bentuk tunggal, adalah suatu masyarakat hukum
adat atasan dan tidak ada masyarakat hukum adat bawahan. Dengan demikian masyarakat
hukum adat ini merupakan suatu kesatuan yang tunggal.

2. Masyarakat hukum adat bertingkat

Masyarakat Hukum Adat dengan bentuk bertingkat adalah suatu masyarakat hukum
adat, dimana didalamnya terdapat masyarakat hukum adat atasan dan beberapa masyarakat
hukum adat bawahan, yang tunduk pada hukum adat atasan tersebut.

3. Masyarakat hukum adat berangkai

22
Masyarakat Hukum Adat berangkai, terdiri dari gabungan atas federasi dari
masyarakat-masyarakat hukum adat yang setara. Gabungan atau federasi tersebut dibentuk
untuk melakukan pekerjaan tertentu, seperti misalnya menanggulangi kejahatan, pengaturan
penggunaan air untuk kepentingan pertanian seperti di Subak Bali.

c. Struktur Sosial Masyarakat Indonesia

Struktur sosial masyarakat Indonesia menurut Selo Soemardjan menekankan pada


faktor perbedaan “culture” dari setiap suku bangsa, yang menjadi titik tolak adanya suatu
masyarakat majemuk. Konsepsi tersebut di atas, kemudian diperhalus dan diperluas dengan
mengambil kriteria ciri-ciri struktur sosial dan kebudayaan, sehingga menimbulkan
klasifikasi tiga bentuk masyarakat sebagai berikut :

1. Masyarakat dengan struktur sosial dan kebudayaan sederhana,

2. Masyarakat dengan struktur sosial dan kebudayaan madya,

3. Masyarakat dengan struktur sosial dan kebudayaan pra modern atau modern.

H. Contoh Kasus

Sebagaimana kita ketahui, hukum adat tidak memisahkan antara hukum perdata dan
hukum pidana. Yang biasanya diselesaikan secara langsung oleh hakim adat melalui
mekanisme hukum adat. Namun, begitu system peradilan kita dibagi antara sistem
peradilan pidana dan sistem peradilan perdata, maka pelanggaran hukum adat
sesungguhnya dapat diselesaikan melalui keduanya. Hal ini nampak misalkan dalam
gugatan perdata pelanggaran hukum adat “Pualaeu Manleu” di Babaki Timur Timor. Yaitu
kasus dimana seorang pemuda di Amanuban Barat, Kabupaten Kefamenanu menjalin
hubungan cinta dengan seorang gadis di Kecamatan Biboki, Timor Timur. Ketika bertemu,
si pemuda meminta hubungan seks dengan janji akan segera mengawininya. Karena janji
tersebut, si gadis lalu bersedia untuk digauli karena ia percaya akan dijadikan istrinya.
Ketika si gadis hamil dan menuntut untuk segera dikawini, si pemuda menolak dengan
berbagai alasan. Orangtua si gadis menghubungi orangtua pemuda untuk bermusyawarah

23
menyelesaikan permasalahan kehamilan. Namun, pada waktu hari musyawarah yang
ditentukan yang dihadiri oleh Kepala Desa dan Kepala Kecamatan, pemuda dan
orangtuanya tidak datang. Keluarga si gadis mengajukan gugatan perdata pelanggaran
hukum adat “Pualaeu Manleu” dan meminta hakim menjatuhkan sanksi adat. “Pualaeu
Manleu” adalah suatu acara dimana dibicarakan tentang besarnya belis/mas kawin yang
harus dibayar calon penggantin laki-laki yang ditentukan oleh belis yang diterima oleh ibu
calon pengantin perempuan. Ketidakhadiran pemuda dan keluarganya merupakan
pelanggaran adat Pualaeu Manleu yang mempermalukan si gadis dan keluargnya. Hakim
Kasasi mengadili dan menyatakan si pemuda telah melakukan perbuatan atau melanggar
hukum adat Pualaeu Manleu dan menjatuhkan sanksi membayar sanksi adat secara
tanggung renteng bersama orangtuanya berupa 5 ekor sapi dan uang Rp. 1.000.000. Kasus
serupa terjadi di Kafamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara,NTT dimana seorang
pemuda melakukan ingkar janji kawin yang oleh Hakim Pertama dan Hakim Kasasi
dinyatakan sebagai Perbuatan Melawan Hukum Adat, dan para tergugat dihukum untuk
membayar sanksi adat secara tanggung renteng.

Dari putusan tersebut, disimpulkan bahwa dalam menghadapi kasus gugatan perdata
yang fundamentum petendi dan petitumnya berdasar pada pelanggaran hukum adat dan
penegakan ‘sanksi adatnya’ bila dalam persidangan Pengugat dapat membuktikan dalil
gugatannya, maka Hakim harus menerapkan hukum adat mengenai masalah tersebut yang
masih berlaku di daerah yang bersangkutan setelah mendengar Tetua Adat setempat
(Putusan MA RI No. 3898 K/Pdt/1989 tanggal 19 Nopember 1992 dan Putusan MA RI No.
772 K/Pdt/1992 tanggal 17 Juni 1993).

24
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Adat merupakan suatu peraturan, kebiasaan-kebiasaan yang tumbuh dan terbentuk


dari suatu masyarakat atau daerah yang dianggap memiliki nilai dan dijunjung serta
dipatuhi masyarakat atau daerah yang dianggap memiliki nilai dan dijunjung serta dipatuhi
masyarakat pendukungnya. Biasanya hal-hal yang termuka di dalamnya adalah hal yang
masih ada kaitan erat dengan norma-norma agama dan budaya setempat. Hukum adat selalu
sarat akan hal-hal yang tabu untuk dilakukan karena akan mendapatkan balasan berupa
dosa ataupun kualat.

Hukum adat sebagian besar terdiri dari unsur-unsur hukum asli, dan sebagian kecil
terdiri dari unsur-unsur hukum agama. Dalam perkembangannya, praktek yang terjadi
dalam masyarakat hukum adat, keberadaan hukum adat sering menimbulkan pertanyaan-
pertanyaan apakah aturan hukum adat ini tetap dapat digunakan untuk mengatur kegiatan
sehari-hari masyarakat dan menyelesaikan suatu permasalahan-permasalahan yang timbul
di masyarakat hukum adat. Sementara itu, negara kita juga mempunyai aturan hukum yang
dibuat oleh badan atau lembaga pembuat undang-undang dan peraturan perundang-
undangan lainnya. Antara hukum adat dengan hukum negara mempunyai daya pengikat
yang berbeda secara konstituional bersifat sama tetapi terdapat perbedaan pada bentuk dan
aspeknya.

Sifat Hukum Adat yang selalu mengutamakan kepentingan kebersamaan dibanding


kepentingan individu, gotong royong, dan kekeluargaan, yang memberikan warna dan
kepribadian yang khas. Sistem Hukum Adat berdasar pada alam pikiran dan budaya bangsa
Indonesia yang berbeda dengan cara berpikir sistem hukum Barat.

25
Saran

Hukum adat diciptakan sesuai dengan keadaan dimasing-masing daerahnya sendiri,


tidak bisa disamakan antara satu dengan yang lainya, yang harus kita lakukan sebagai
warga Negara yang baik adalah dengan mematuhi hukum sesuai tempat dimana kita berada.
Karena hukum itu diciptakan supaya tercipta kesinambungan yang baik antara satu dengan
lainnya.

Kita sebagai warga Negara Indonesia juga harus menghargai hukum adat yang
berlaku tidak membandingkan dengan yang lain supaya terciptanya masyarakat yang
harmonis untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik
Indonesia ini.

Soal Pilihan Ganda

1. aturan yang tidak tertulis dan merupakan pedoman untuk sebagian besar orang-orang
Indonesia dan dipertahankan dalam pergaulan hidup sehari-hari, baik di kota maupun di
desa merupakan pengertian dari hukum?

a. Hukum dagang

b. Hukum adat

c. Hukum pajak

d. Hukum agraria

2. berikut ini merupakan dasar hukum berlakunya hukum adat yaitu…

a. Pasal 27 ayat 1 UUD NKRI Tahun 1945

b. Pasal 31 ayat 2 UUD NKRI Tahun 1945

26
c. lampiran A Paragraf 402 Ketetapan MPRS/No.II/MPRS/1960

d. Ketetapan MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 Tahun 1966

3. berikut ini merupakan unsur-unsur dari pada hukum adat, kecuali…

a. Tidak adanya keputusan dari kepala adat

b. Adanya sanksi akibat hukum

c. Tingkah laku tersebut mempunyai nilai yang sakral

d. Adanya tingkah laku yang terus menerus dilakukan oleh masyarakat

4. istilah persekutuan daerah di Tapanuli selatan adalah…

a. Marga

b. Kuria

c. Huta

d. Negeri

5. sistem pemerintahan di dalam hukum adat minangkabau dikenal dengan istilah…

a. Kasepuhan

b. Nusantara

c. Pribumi

d. Kerapatan anak nagari

6. pada masa kolonial setelah inggris kedudukan hukum adat adalah…

a. Untuk seluruh warga yang berada di indonesia

27
b. Tidak dapat diberlakukan

c. Hanya untuk kalangan pribumi

d. Disamakan derajatnya dengan hukum barat

7. bentuk perkawinan parental pada umumnya dapat ditemui di…

a. Ambon

b. Jawa

c. Minangkabau

d. Sulawesi selatan

8. sifat umum hukum adat indonesia adalah Religio-magis yaitu…

a. Pembulatan atau perpaduan kata yang mengandung unsur animisme, pantangan,


ilmu gaib, dan lain-lain

b. Selalu ada bukti nyata

c. Didasarkan rasa kebersamaan, kekeluargaan, dan gotong-royong

d. Mendahulukan kepentingan umum dari pada kepentingan sendiri

9. jika perselisihan perkara adat tidak dapat didamaikan oleh kepala desa/kepala adat, maka
perkara tersebut dapat dibawa ke…

a. Pengadilan agama

b. Pengadilan negeri

c. Kepolisian

d. Mediator

28
10. sistem hukum adat mencakup hal-hal sebagai berikut, kecuali…

a. Tidak membedakan Hukum Publik dan Hukum Privat

b. Tidak membedakan pelanggaran perdata dan pidana

c. Tidak membedakan hak kebendaan (zakelijke rechten) dan hak

d. Membedakan hak kebendaan (zakelijke rechten) dan hak

Soal Essay

1. Sebutkan dan jelaskan 4 sifat penting Hukum adat dan kapan suatu adat dikatakan
sebagai hukum adat?

2. Reza merupakan warga Desa Pujud dari persukuan Majo Lelo Provinsi Riau. Daffa
merupakan warga Desa Pujud dari persukuan Kandang Kopuh Provinsi Riau. Reza adalah
siswa kelas 3 SMA, dia memiliki teman bernama Daffa, Daffa adalah anak dari pak Rian,
Reza adalah Anak yang nakal disekolahnya. ia sangat berteman akrab dengan Daffa. pada
saat upacara hari senin tanggal 18 maret 2021, Reza berniat bercanda dengan Daffa dengan
memegang kepala Daffa hingga Daffa merasa sakit, karena hal tersebut daffa melaporkan
kepada ayahnya hingga ayahnya langsung mencari Reza. Saat itu Reza sedang bermain
dengan teman-temannya, pak Rian menghampiri Reza dan memukul kepala Reza serta
menampar bagian telinga Reza hingga mengeluarkan darah dari telinga, maka dalam hal
ini, bagaimana penyelesaian yang dapat dilakukan untuk permasalahan ini menurut adat
melayu kecamatan pujud?

Kunci Jawaban

Pilihan Ganda

1. b. Hukum adat
2. c. Lampiran A Paragraf 402 Ketetapan MPRS/No.II/MPRS/1960
3. a. Tidak adanya keputusan dari kepala adat
4. b. Kuria

29
5. d. Kerapatan anak nagari
6. c. Hanya untuk kalangan pribumi
7. b. Jawa
8. a. Pembulatan atau perpaduan kata yang mengandung unsur animisme, pantangan,
ilmu gaib, dan lain-lain
9. b. Pengadilan negeri
10. d. Membedakan hak kebendaan (zakelijke rechten) dan hak

Essay

1. empat sifat hukum adat Indonesia, yaitu:

a. Sifat Religio-magis, yaitu pembulatan atau perpaduan kata yang mengandung unsur
animisme, pantangan, ilmu gaib, dan lain-lain.
b. Sifat Commuun, yaitu mendahulukan kepentingan umum dari pada kepentingan
sendiri.
c. Sifat Contant, mempunyai arti logis terhadap satu sama lain.
d. Sifat Konkrit (visual), pada umumnya ketika masyarakat melakukan perbuatan
hukum itu selalu ada bukti nyata. Misalnya transaksi perjanjian jual beli, yang
dilampiri dengan sebuah perjanjian.

Suatu adat akan menjadi hukum adat, apabila ada keputusan dari kepala adat dan apabila
tidak ada keputusan maka itu tetap merupakan tingkah laku/adat. Suatu kebiasaan/adat
akan menjadi hukum adat, apabila kebiasaan itu diberi sanksi.

2. Penyelesaian yang dapat dilakukan sesuai dengan hukum adat kecamatan pujud terdiri
dari tiga tahapan utama, yaitu :

1. Persiapan Penyelesaian

a. Penentuan Masalah Pokok atau Duduk Masalah


b. Penentuan Ninik Mamak
c. Penentuan waktu dan tempat

2. Pelaksanaan penyelesaian

a. Pembukaan
b. Penyamaan persepsi
c. Pemaparan oleh masing masing pihak

30
d. Penyampaian pendapat
e. Pengumpulan pendapat
f. Negosiasi

3. Akhir dari penyelesaian

Kegiatan akhir dari penyelesaian melalui hukum adat berdasarkan kesepakatan dan
kehendak dari para pihak melakukan penyelesaian melalui Ninik Mamak dalam
pemberian sanksi yang berupa denda. Denda yang dikenakan dapat berupa
penyediaan hidangan, penyembelihan hewan maupun pemberian sebidang tanah yang
telah disepakati oleh pihak yang melakukan tindak pidana yang disesuaikan dengan
akibat yang ditimbulkan pada penganiayaan. Khusus untuk denda berupa hewan, akan
dimasak untuk membuat hidangan makan bersama oleh Ninik Mamak suku yang
berperkara dalam tindak pidana penganiayaan.

Dengan demikian penyelesaian tindak pidana penganiayaan menurut hukum adat


Melayu Kecamatan Pujud masih dipertahankan karena pada prinsipnya bersifat
kekeluargaan dengan cara musyawarah dalam mencapai suatu keputusan yang
dilakukan dengan perantara Ninik Mamak. penyelesaian perkara pidana dimana pihak
luar (Ninik Mamak) tidak memihak dan bersifat netral. Hanya membantu pihak pihak
yang berperkara guna memperoleh penyelesaian tindak pidana penganiayaan yang
disepakati kedua belah pihak agar dapat berdamai kembali.

31
DAFTAR PUSTAKA

Dr. I Ketut Wirawan, S. M. (2017). PENGANTAR HUKUM INDONESIA (PHI).


Denpasar: Universitas Udayana.

MimbarHukum. (2020, February 19). Pengertian dan Unsur-Unsur Hukum Adat.


Retrieved from mimbarhukum.com: http://mimbarhukum.com/pengertian-dan-unsur-unsur-
hukumadat/#:~:text=Dari%20batasan%2Dbatasan%20definisi%20yang,laku%20tersebut
%20teratur%20dan%20sistematis.&text=Adanya%20sanksi%2F%20akibat%20hukum.

PROF. Dr. C. DEWI WULANSARI, S. M. (2016). HUKUM ADAT INDONESIA.


Bandung: Refika Aditama.

Satu Hukum. (2020, January 17). Apa Dasar Berlakunya Hukum Adat? Retrieved
from satu hukum.com: https://www.satuhukum.com/2020/04/dasar-berlaku-hukum-
adat.html

Aminah, S. (n.d.). Hukum Adat dalam Berbagai Putusan Pengadilan. Retrieved March 13,
2021, from https://bahasan.id/hukum-adat-dalam-berbagai-putusan-pengadilan/

Bewa Ragawino, S.H., M. SI. (2008). Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat
Indonesia (p. 65).

Unja, T., Unja, T., & *, N. (n.d.). Keberadaan Hukum Adat dalam Sistem Hukum
indonesia. Retrieved March 13, 2021, from https://law.unja.ac.id/keberadaan-hukum-
adat-dalam-sistem-hukum-indonesia/

Van Dijk, R. (1964). Pengantar Hukum Adat Indonesia, terjemahan Soehardi. Alumni,
Bandung.

Belajar, B. (2013, November 15). Makalah : Sejarah Hukum Adat di Indonesia. Retrieved
March 13, 2021, from http://blokgurubelajar.blogspot.com/2013/11/makalah-sejarah-
hukum-adat-di-indonesia.html

32

Anda mungkin juga menyukai