Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) merupakan salah satu penyakit yang
tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Penyebabnya antara lain meningkatnya usia harapan hidup dan semakin tingginya
pajanan faktor risiko, seperti faktor pejamu yang diduga berhubungan dengan
kejadian PPOK, semakin banyaknya jumlah perokok khususnya pada kelompok
usia muda, serta pencamaran udara di dalam ruangan maupun di luar ruangan dan
di tempat kerja.1

Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih penting


dari faktor penyebab lainnya. Faktor resiko genetik yang paling sering dijumpai
adalah defisiensi alfa-1 antitripsin, yang merupakan inhibitor sirkulasi utama dari
protease serin.1,2

PPOK merupakan penyebab morbiditas dan kematian ke-4 terbesar di dunia.


WHO memprediksi pada tahun 2020, PPOK akan meningkat dari peringkat 12
menjadi peringkat 5 penyakit terbanyak dan dari peringkat 6 menjadi peringkat 3
penyebab kematian di seluruh dunia.1

Di Indonesia belum ada data yang akurat tentang prevalens PPOK. PadaSurvei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Depkes RI 1992 menunjukkan angka kematian
karena asma, bronchitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke-6 dari 10
penyebab tersering kematian di Indonesia.1

Di Indonesia PPOK meningkat dikarenakan oleh bertambahnya usia harapan


hidup, tingginya kekerapan merokok pada laki-laki dan tingginya kejadian polusi
udara. Oleh sebab itu perlu pengetahuan yang tepat dan menyeluruh dalam
patofisiologi, diagnosis dan penatalaksanaan PPOK ini. Meskipun penyakit ini
tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dicegah dan dapat diobati sehingga bisa
menurunkan angka kematian dan memperbaiki kualitas hidup pasien.1,2

1
1.2. Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk melengkapi syarat


menyelesaikan program internship di RSUD TAIS.

1.2.2 Tujuan Khusus

Mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan PPOK mulai dari definisi


hingga penatalaksanaan.

1.3. Manfaat

1.3.1 Bagi Penulis

Sebagai bahan acuan dalam mempelajari, memahami dan mengembangkan


teori mengenai PPOK.

1.3.2 Bagi Instusi Pendidikan

Dapat dijadikan sumber referensi atau bahan perbandingan bagi kegiatan


yang ada kaitannya dengan pelayanan kesehatan, khususnya yang berkaitan
dengan PPOK.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyakit Paru Obstrutif Kronik (PPOK)


2.1.1. Definisi
Penyakit Paru Obstrutif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat
dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak
sepenuhnya reversibel, bersifat progresif dan berhubungan dengan respons
inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun / berbahaya, disertai
efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat berat penyakit.1
2.1.2 Faktor Resiko
Identifikasi faktor risiko merupakan langkah penting dalam pencegahan
dan penatalaksanaan PPOK. Beberapa hal yang berkaitan dengan risiko
timbulnya PPOK adalah :1
1) Asap rokok
Kebiasaan merokok adalah satu-satunya penyebab kausal yang
terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Risiko PPOK
pada perokok tergantung dari dosis rokok yang dihisap, usia mulai
merokok, jumlah batang rokok pertahun dan lamanya merokok (Indeks
Brinkman). Tidak semua perokok berkembang menjadi PPOK secara
klinis, karena dipengaruhi oleh faktor risiko genetik setiap
individu.Perokok pasif atau dikenal sebagain Environmental Tobacco
Smoke (ETS) dapat juga memberi kontribusi terjadinya gejala respirasi dan
PPOK, karena terjadi peningkatan jumlah inhalasi partikel dan gas.
Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :
a) Riwayat merokok
 Perokok aktif
 Perokok pasif
 Bekas perokok

3
b) Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu
perkalian jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap sehari
dikalikan lama merokok dalam tahun :
 Ringan : 0-200
 Sedang : 200-600
 Berat : >600

2) Polusi Udara
Ukuran dan macam partikel akan memberikan efek yang berbeda
terhadap timbulnya dan beratnya PPOK. Agar lebih mudah
mengidentifkasi partikel peyebab, polusi udara terbagi menjadi:
a) Polusi di dalam ruangan
 Asap rokok
 Asap kompor
Kayu, serbuk gergaji, batu bara, dan minyak tanah yang
merupakan bahan bakar kompor menjadi penyebab tertinggi
polusi di dalam ruangan.
b) Polusi di luar ruangan
 Gas buang kendaraan bermotor
 Debu jalanan
c) Polusi di tempat kerja
 Bahan kimia
 Zat iritasi
 Gas beracun

3) Stres oksidatif
Paru selalu terpajan oleh oksidan endogen dan eksogen. Oksidan
endogen timbul dari sel fagosit dan tipe sel lainnya sedangkan oksidan
eksogen dari polutan dan asap rokok. Oksidan intraseluler (endogen)
seperti derivat elektron mitokondria transpor termasuk dalam mekanisme
seluler signaling pathway.Sel par dilindungi oleh oxydative chalange yang
berkembang secara sistem enzimatik atau non enzimatik. Ketika

4
keseimbangan antara oksidan dan antioksidan berubah bentuk, maka akan
menimbulkan stress oksidatif. Stress oksidatif tidak hanya menimbulkan
efek kerusakan pada paru tetapi juga menimbulkan aktifitas molekuler
sebagai awal inflamasi paru. Jadi, ketidakseimbangan antara oksidan dan
antioksidan memegang peranan penting pada PPOK.

4) Infeksi saluran napas bawah berulang


Infeksi virus dan bakteri berperan dalam patogenesis dan progresifitas
PPOK.Kolonisasi bakteri menyebabkan inflamasi jalan napas, berperan
secara bermakna menimbulkan eksaserbasi. Infeksi saluran napas berat
pada anak akan menyebabkan penurunan fungsi paru dan meningkatkan
gejala respirasi pada saat dewasa.

5) Sosial ekonomi
Sosial ekonomi sebagai faktor risiko terjadinya PPOK belum dapat
dijelaskan secara pasti.Pajanan polusi di dalam dan di luar ruangan,
pemukiman yang padat, nutrisi yang buruk dan faktor lain yang
berhubungan dengan status sosial dan ekonomi kemungkinan dapat
menjelaskan hal ini. Malnutrisi dan penurunan berat badan dapat
menurunkan kekuatan dan ketahanan otot respirasi, karena penurunan
massa otot dan kekuatan serabut otot.

6) Tumbuh kembang paru


Pertumbuhan paru berhubungan dengan proses selama kehamilan,
kelahiran dan pajanan waktu kecil. Kecepatan maksimal penurunan fungsi
paru seseorang adalah risiko untuk terjadinya PPOK.Studi menyatakan
bahwa berat lahir mempengaruhi nilai VEP1 pada masa anak.

7) Asma
Asma kemungkinan sebagai faktor risiko terjadinyan PPOK, walaupun
belum dapat disimpulkan.Pada laporan The Tucson Epidemiological Study
didapatkan bahwa orang dengan asma 12 kali lebih tinggi risiko terkena

5
PPOK dari pada bukan asma meskipun telah berhenti merokok. Penelitian
lain 20% dari asma akan berkembang menjadi PPOK dengan
ditemukannya obstruksi jalan napas ireversibel.

8) Gen
PPOK adalah penyakit poligenik dan contoh klasik dari interaksi gen-
ligkungan.Faktor risiko genetik yang paling sering terjadi adalah
kekurangan α-1 antitrypsin sebagai inhibitor dari protease serin.Sifat
resesif ini jarang, paling sering dijumpai pada individu yang berasal dari
Eropa Utara.

2.1.3 Patogenesis
Inhalasi asap rokok dan partikel berbahaya lainnya menyebabkan
inflamasi di saluran napas dan paru seperti yang terlihat pada pasien PPOK.
Respons inflamasi abnormal ini menyebabkan kerusakan jaringan parenkim
yang mengakibatkan emfisema, dan mengganggu mekanisme pertahanan yang
mengakibatkan fibrosis saluran napas kecil. Perubahan patologis
menyebabkan udara terperangkap dan keterbatasan aliran udara yang bersifat
progresif.1,4
Inflamasi saluran napas pasien PPOK merupakan amplifikasi dari respons
inflamasi normal akibat iritasi kronik seperti asap rokok. Mekanisme untuk
amplifikasi ini belum diketahui, kemungkinan disebabkan faktor genetik.
Inflamasi paru diperberat oleh stres oksidatif dan kelebihan proteinase.1
Sel inflamasi PPOK ditandai dengan pola tertentu peradangan yang
melibatkan neutrofil, makrofag dan limfosit. Neutrofil meningkat dalam
sputum perokok, dan berhubungan dengan hipersekresi dan pelepasan
protease; makrofag meningkatkan mediator inflamasi dan protease pada
pasien PPOK sebagai respons terhadap asap rokok; limfosit T (sel CD4 + dan
CD8+) meningkat pada dinding saluran napas dan parenkim paru dan mungkin
merupakan sel sitotoksik untul sel-sel alveolar yang berkontribusi terhadap
kerusakan alveolar; limfosit B meningkat dalam saluran napas perifer dan
folikel limfoid sebagai respons terhadap kolonisasi kuman dan infeksi saluran

6
napas; eosinofil meningkat di dalam sputum dan dinding saluran napas selama
eksaserbasi; sel epitel mungkin diaktifkan oleh asap rokok sehingga
menghasilkan mediator inflamasi.1
Stres oksidatif memiliki beberapa konsekuensi yang merugikan di paru,
termasuk aktivasi gen inflamasi, inaktivasi antiprotease, stimulasi sekresi
mukus dan stimulasi eksudasi plasma meningkat.1
Ada bukti kuat mengenai ketidakseimbangan protease dan antiprotease
pasien PPOK, yaitu protease yang memecah komponen jaringan ikat dan
antiprotease yang melindunginya. Beberapa protease berasal dari sel inflamasi
dan sel epitel yang meningkat pada pasien PPOK. Protease-mediated perusak
elastin, yang merupakan komponen jaringan ikat utama parenkim paru, adalah
gambaran penting pada emfisema dan bersifat ireversibel.1,2
Perubahan patologis karakteristik PPOK ditemukan di saluran napas
proksimal, saluran napas perifer, parenkim dan vaskular paru.Perubahan
patologis akibat inflamasi terjadi karena peningkatan sel inflamasi di berbagai
bagian paru yang menimbulkan kerusakan dan perubahan struktural akibat
cedera dan perbaikan berulang.1
Saat ini telah diketahui dengan jelas tentang mekanisme patofisiologi yang
mendasari PPOK sampai terjadinya gejala yang khas :1

1) Keterbatasan aliran udara dan air trapping


Tingkat peradangan, fibrosis, dan cairan eksudat di lumen saluran napas
kecil berkorelasi dengan penurunan VEP1 dan rasio VEP1 / KVP. Penurunan
VEP1 merupakan gejala yang khas pada PPOK, obstruksi jalan napas perifer
ini menyebabkan udara terperangkap dan mengakibatkan hiperinflasi.
Hiperinflamasi mengurangi kapasitas inspirasi seperti peningkatan kapasitas
residual fungsional, khususnya selama latihan (hiperinflamasi dinamis) yang
terlihat sebagai sesak napas dan keterbatasan kapasitas latihan. Hiperinflamasi
yang berkembang di awal penyakit merupakan mekanisme utama timbulnya
sesak napas pada aktivitas. Bronkodilator yang bekerja pada saluran napas
perifer mengurangi air trapping, sehingga mengurangi volume residu.

7
2) Mekanisme pertukaran gas
Ketidakseimbangan pertukaran gas menyebabkan kelainan hipoksemia dan
hiperkapnea yang terjadi karena beberapa mekansime. Secara umum,
pertukaran gas memburuk selama penyakit berlangsung. Tingkat keparahan
emfisema berkorelasi dengan PaO2 arteri dan ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi (VA/Q).

3) Hipersekresi
Beberapa mediator dan protease merangsang hipersekresi mukus.
Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan sel-sel silia ini
mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan
mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran nafas.
Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab
infeksi dan menjadi sangat purulen.

4) Gambaran sistemik
Dari beberapa laporan penelitian, pasien PPOK memberikan beberapa
gambaran sistemik, khususnya pada penyakit yang berat. Kakeksia umumnya
terlihat pada pasien dengan PPOK berat, disebabkan oleh hilangnya massa
otot rangka dan kelemahan otor sebagai akibat dari apoptosis yang meningkat
dan atau tidak digunakannya otot-otot tersebut. Pasien PPOK juga memiliki
risiko penyakit kardiovaskuler, berkorelasi dengan peningkatan protein C-
Reaktif (CRP.

5) Eksaserbasi
Eksaserbasi merupakan peningkatan lebih lanjut respons inflamasi dalam
saluran napas pasien PPOK. Keadaan ini dapat dipicu oleh infeksi bakteri atau
virus atau polusi lingkungan. Selama eksaserbasi terlihat peningkatan
hiperinflas dan terperangkapnya udara, dengan pengurangan aliran ekspirasi,
sehingga terjadi peningkatan sesak napas.

8
Gambar 1. Patogenesis PPOK

2.1.4 Klasifikasi

Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease


(GOLD) 2010, dibagi atas 4 derajat :1

1) Derajat I: PPOK ringan


Gejala batuk kronik dan produksi sputum ada tetapi tidak sering.Pada
derajat ini pasien sering tidak menyadari bahwa faal paru mulai
menurun.Keterbatasan aliran udara ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1≥
80% prediksi).

2) Derajat II: PPOK sedang


Gejala sesak mulai dirasakan saat aktivitas dan kadang ditemukan
gejala batuk dan produksi sputum. Pada derajat ini pasien biasanya mulai
memeriksa kesehatannya.Semakin memburuknya hambatan aliran udara
(VEP1 / KVP < 70%; 50% < VEP1< 80% prediksi).

3) Derajat III: PPOK berat


Gejala sesak lebih berat, penurunan akitivitas, rasa lelah dan serangan
eksaserbasi semakin sering dan berdampak pada kualitas hidup pasien.
Hambatan aliran udara yang semakin memburuk (VEP1 / KVP < 70%;
30% < VEP1 < 50% prediksi).

9
4) Derajat IV: PPOK sangat berat
Gejala di atas ditambah tanda-tanda gagal napas atau gagal jantung
kanan dan ketergantungan oksigen. Pada derajat ini kualitas hidup pasien
memburuk dan jika eksaserbasi dapat mengancam jiwa. Hambatan aliran
udara yang berat (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 < 30% prediksi atau VEP1 <
50% prediksi disertai gagal nafas kronik.

2.1.5 Diagnosis
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala
ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan sampai
ditemukan kelainan yang jelas dan tanda inflasi paru.1
Diagnosis PPOK ditegakkan berdasarkan :
a) Anamnesis
 Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala
pernapasan
 Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
 Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
 Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misal berat
badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang,
lingkungan asap rokok dan polusi udara
 Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
 Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

b) Pemeriksaan Fisik
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
 Inspeksi
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup / mencucu)
- Barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal
sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga

10
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena
jugularis leher dan edema tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
 Palpasi
- Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar.
 Perkusi
- Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak
diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah.
 Auskultasi
- Suara napas vesikuler normal, atau melemah
- Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa
atau pada ekspirasi paksa
- Ekspirasi memanjang
- Bunyi jantung terdengar jauh.

Ciri khas yang mungkin ditemui pada penderita PPOK :


 Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit
kemerahan dan pernapasan pursed – lips breathing
 Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis,
terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis
sentral dan perifer.
 Pursed - lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan
ekspirasi yang memanjang.Sikap ini terjadi sebagai mekanisme
tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal
napas kronik.

Dinyatakan PPOK (secara klinis) apabila sekurang-kurangnya pada


anamnesis ditemukan adanya riwayat pajanan faktor risiko disertai batuk

11
kronik dan berdahak dengan sesak nafas terutama pada saat melakukan
aktivitas pada seseorang yang berusia pertengahan atau yang lebih tua.

c) Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Spirometri
Pasien yang dicurigai PPOK harus ditegakkan diagnosisnya
menggunakan spirometri.The National Heart, Lung, dan Darah
Institute merekomendasikan spirometri untuk semua perokok 45 tahun
atau lebih tua, terutama mereka yang dengan sesak napas, batuk,
mengi, atau dahak persisten. Meskipun spirometri merupakan gold
standard dengan prosedur sederhana yang dapat dilakukan di tempat,
tetapi itu kurang dimanfaatkan oleh praktisikesehatan.
Kunci pada pemeriksaan spirometri ialah rasio FEV 1 (Forced
Expiratory Volume in 1 s) dan FVC (Forced Vital Capacity). FEV1
adalah volume udara yang pasien dapat keluarkan secara paksa dalam
satu detik pertama setelah inspirasi penuh. FEV 1 pada pasien dapat
diprediksi dari usia, jenis kelamin dan tinggi badan. FVC adalah
volume maksimum total udara yang pasien dapat hembuskan secara
paksa setelah inspirasi penuh.

 Pemeriksaan Penunjang Lainnya


Spirometri adalah tes utama untuk mendiagnosis PPOK, namun
beberapa tes tambahan berguna untuk menyingkirkan penyakit
bersamaan. Radiografi dada harus dilakukan untuk mencari bukti
nodul paru, massa, atau perubahan fibrosis. Radiografi berulang atau
tahunan dan computed tomography untuk memonitor kanker paru-
paru. Hitung darah lengkap harusdilakukan untuk menyingkirkan
anemia atau polisitemia. Hal ini wajar untuk melakukan
elektrokardiografi dan ekokardiografi pada pasien dengan tanda- tanda
cor pulmonale untuk mengevaluasi tekanan sirkulasi paru. Pulse
oksimetri saat istirahat, dengan pengerahan tenaga, dan selama tidur
harus dilakukan untuk mengevaluasi hipoksemia dan kebutuhan
oksigen tambahan.

12
2.1.6 Diagnosa Banding
Diagnosis Banding PPOK adalah:1
1) Asma
2) SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberculososis)
Adalah penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan pada
penderita pascatuberculosis dengan lesi paru yang minimal.
3) Pneumotoraks
4) Gagal jantung kongestif
5) Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal:
bronkiektasis, destroyed lung.
Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering
ditemukan di Indonesia, karena itu diagnosis yang tepat harus ditegakkan
karena terapi dan prognosisnya berbeda.Adapun karakteristik dari Asma,
PPOK, dan SOPT adalah :

Tabel :Perbedaan Asma, PPOK, dan SOPT

(Sumber : PDPI,2010)

2.17. Penatalaksanaan

13
Tujuan penatalaksanaan PPOK mencakup beberapa komponen
yaitu:2
1) Mengurangi gejala
2) Mencegah progresifitas penyakit
3) Meningkatkan toleransi latihan
4) Meningkatkan status kesehatan
5) Mencegah dan menangani komplikasi
6) Mencegah dan menangani eksaserbasi
7) Menurunkan kematian.

Penatalaksanaan pada PPOK dapat dilakukan dengan dua cara yaitu


terapi non-farmakologis dan terapi farmakologis. Terapi non farmakologi
dapat dilakukan dengan cara menghentikan kebiasaan merokok,
meningkatkan toleransi paru dengan olahraga dan latihan pernapasan serta
memperbaiki nutrisi. Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan
jangkan panjang pada PPOK stabil.Edukasi pada PPOK berbeda dengan
edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang bersifat
irreversible dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan
keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan perburukan penyakit.1,5
Pada terapi farmakologis, obat-obatan yang paling sering digunakan
dan merupakan pilihan utama adalah bronkodilator.Penggunaan obat
lainseperti kortikoteroid, antibiotik dan antiinflamasi diberikan pada
beberapa kondisi tertentu. Bronkodilator diberikan secara tunggal atau
kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan
denganklasifikasi derajat berat penyakit.Pemilihan bentuk obat
diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka
panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat
(slow release) atau obat berefek panjang (longacting).1
Macam-macam bronkodilator :
a) Golonganantikolinergik.
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai
bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir (maksimal 4 kali

14
perhari).
b) Golonganβ– 2agonis.
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan
jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnyaeksaserbasi.
Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakanbentuk tablet yang
berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk
mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan
jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi
eksaserbasi berat.
c) Kombinasi antikolinergik danβ– 2agonis.
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek
bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang
berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana
dan mempermudah penderita.
d) Golongan xantin.
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan
jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet
biasa atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas), bentuk
suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut.
Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin
darah.

BAB III

15
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama :Tn.S
Umur :62 tahun
Jenis kelamin :Laki-laki
Tanggal Masuk :21 Januari 2021

II. Anamnesa
 Keluhan Utama : Sesak nafas meningkat sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit.
 Riwayat Penyakit Sekarang :
- Sesak nafas meningkat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak
menciut. Sesak dipengaruhi oleh aktivitas dan tidak dipengaruhi oleh
cuaca, emosi dan makanan. Sesak mengganggu aktivitas dan tidur
malam hari. Sesak sudah dirasakan sejak ± 2 tahun yang lalu dan hilang
timbul. Dalam 3 bulan terakhir sesak dirasakan 3 kali dalam seminggu.
Pada saat serangan sesak, pasien masih bisa berbicara beberapa kata
dan untuk mengurangi sesaknya pasien hanya bisa duduk.
- Batuk (+), meningkat sejak 1 hari SMRS, batuk sudah dirasakan sejak ±
1 minggu yang lalu, hilang timbul, batuk berdahak warna kehijauan dan
terkadang sulit dikeluarkan.
- Riwayat batuk berdarah tidak ada.
- Nyeri dada (+), sejak ± 1 hari SMRS, nyeri dirasakan terutama saat
batuk dan tidak menjalar ke lengan kiri ataupun bahu.
- Demam ada namun dirasakan 3 hari yang lalu sebelum masuk rumah
sakit.
- Keringat malam tidak ada.
- Nafsu makan kurang sejak ± seminggu terakhir , penurunan berat badan
tidak ada.
- BAB dan BAK tidak ada keluhan.

 Riwayat Penyakit Dahulu

16
- Riwayat minum OAT (-)
- Riwayat asma (-)
- Riwayat hipertensi (-)
- Riwayat penyakit jantung (-)
- Riwayat DM (-)

 Riwayat Penyakit Keluarga


- Riwayat minum OAT (-)
- Riwayat asma (-)
- Riwayat hipertensi (-)
- Riwayat penyakit jantung (-)
- Riwayat DM (-)

 Riwayat Pekerjaan dan Kebiasaan :


- Pekerjaan : Petani
- Kebiasaan:
 Merokok : (+)
 Mulai merokok : sejak SMP
 Berhenti merokok : +- 2 tahun yang lalu
 Jumlah batang/hari : 7 batang/hari
 Indeks Brikman : perokok sedang
 Narkoba : (-)
 Alkohol : (-)
III. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : CMC (GCS 15 E4V5M6)
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 66 x/menit
Nafas : 28 x/menit
Suhu : 37,2⁰C
Tinggi Badan : 160 cm
Berat Badan : 52 kg

17
 Kepala
o Mata
 Konjungtiva : anemis (-/-)
 Sklera : ikterik (-/-)

o Leher
 JVP : 5-2 cmH2O
 KGB : tidak ada pembesaran KGB

o Thorax
 Paru:
 Inspeksi : Simetris kiri dan kanan dalam keadaan
statis dan dinamis
 Palpasi : Fremitus taktil kiri dan kanan sama
 Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
 Auskultasi : Kiri : Rhonki (-), Wheezing (+), Ekspirasi
Memanjang (+), Kanan : Rhonki (-), Wheezing (+),
Ekspirasi Memanjang (+)

 Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
 Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
 Auskultasi : Irama reguler, murmur (-), gallop (-)

 Abdomen
 Inspeksi: Perut tidak membuncit, sikatrik (-)
 Palpasi : Supel, Nyeri tekan (-), Nyeri lepas (-).
Hepar dan lien tidak teraba.
 Perkusi : Tympani
 Auskultasi : Bising usus (+) normal

18
 Ekstremitas
o Akral hangat (+/+)
o Edema (-/-)
o Sianosis (-/-)

IV. Laboratorium
Darah Rutin
- Hb :13.8 g/dl
- Leukosit :6.100 /uL
- Trombosit :190.000 /uL

V. Diagnosa Kerja
Susp.PPOK Eksaserbasi Akut

VI. Diagnosa Banding


- Susp. Asma persisten ringan dalam serangan akut sedang
VII. Pemeriksaan Anjuran
- Rontgen Thorax PA
- Laboratorium
VIII. Tatalaksana
Non Farmakologi
- Bed rest
- Kurangi aktivitas dan bicara
- Hindari stress

Farmakologi:
- IVFD NaCL 0,9 % 8 jam/kolf
- Nebu Farbivent 3x1 mg
- Metilprednisolon 3 x 4 mg (po)
- Ambroxol 3 x 30 mg (po)
- Amoxicilin 3 x 500 mg (po)
- Curcuma 2 x 200 mg (po)

19
FOLLOW UP 22 Januari 2021
ANAMNESIS
- Sesak nafas : (+) sudah berkurang
- Demam : (-)
- Batuk : (+) batuk berdahak, warna kuning, sudah berkurang
- Batuk darah : (-)
- Nyeri dada : (-)
- Nafsu makan : (+) mulai membaik
PEMERIKSAAN FISIK
- KU : sakit sedang
- Kesadaran : CMC
- TD/Nadi : 100/80 mmHg / 88 x/menit
- Nafas : 26 x/menit
PARU
 Inspeksi : Simetris kiri dan kanan dalam keadaan statis dan dinamis
 Palpasi : Fremitus taktil kiri dan kanan sama
 Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
 Auskultasi : Kiri : Rhonki (-), Wheezing (+), Ekspirasi Memanjang
(+), Kanan : Rhonki (-), Wheezing (+), Ekspirasi Memanjang (+)

KESAN
Susp.PPOK Eksaserbasi Akut
ANJURAN
Rontgen Thorax PA dan Laboratorium
Hasil Rontgen :
Jantung : Cor besar dan bentuk normal
Pulmo : Tampak infiltrat di suprahiler kanan kiri dan paracardial kanan kiri, sinus
phrenicocostalis kanan dan kiri tajam, hemidiafragma kiri dan kanan tak tampak
kelainan, tak tampak pelebaran mediastinum, airway paten, trakea di tengah, soft
tissue tak tampak kelainan, tulang tulang yang tervisualisasi tak tampak kelainan.
Kesimpulan : Keradangan Paru dapat merupakan proses spesifik
TERAPI
- IVFD NaCL 0,9 % 8 jam/kolf

20
- Nebu Farbivent 3x1 mg
- Metilprednisolon 2 x 4 mg (po)
- Ambroxol 3 x 30 mg (po)
- Amoxicilin 3 x 500 mg (po)

FOLLOW UP 23 Januari 2021


- Sesak nafas : (-)
- Demam : (-)
- Batuk : (+) batuk berdahak sudah berkurang
- Batuk darah : (-)
- Nyeri dada : (-)
- Nafsu makan : baik
PEMERIKSAAN FISIK
- KU : sakit sedang
- Kesadaran : CMC
- TD/Nadi : 100/90 mmHg / 90 x/menit
- Nafas : 24 x/menit
PARU
 Inspeksi : Simetris kiri dan kanan dalam keadaan statis dan dinamis
 Palpasi : Fremitus taktil kiri dan kanan sama
 Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
 Auskultasi : Kiri : Rhonki (-), Wheezing (+), Ekspirasi Memanjang
(+), Kanan : Rhonki (-), Wheezing (+), Ekspirasi Memanjang (+)

KESAN
Susp.PPOK Eksaserbasi Akut
ANJURAN
Pasien diperbolehkan pulang, kontrol 1 minggu lagi di Poli Penyakit Dalam
TERAPI
- Ambroxol 3 x 30 mg (po)
- Metilprednisolon 1 x 4 mg (po)

21
DAFTAR PUSTAKA

1. PDPI. 2011. PPOK Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.


PDPI: Jakarta
2. PDPI. 2010. PPOK Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.
PDPI: Jakarta
3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. PPOK : penatalaksanaan terapi
PPOK. Editor tim kelompok kerja PPOK. Jakarta, 2006.
4. Antonio et all 2007. Global Strategy for the Diagnosis, Management,
and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. USA, p. 16-19
Didapat dari : http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp

5. Riyanto BS, Hisyam B.2006. Obstruksi Saluran Pernafasan Akut. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD
FKUI, p. 984-5.
6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Penyakit Paru Obstruktif Kronik.
Editor tim kelompok kerja PPOK. Jakarta, 2011.

22

Anda mungkin juga menyukai