Anda di halaman 1dari 6

Korektor 1 Korektor 2

PEMERIKSAAN
HIV
METODE: ICT dan ELISA

PROBANDUS

Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :

1. TUJUAN : Untuk mendeteksi antibodi dari semua isotipe (IgG, IgM, IgA) secara
kualitatif
yang spesifik terhadap HIV-1 dan HIV-2 dalam serum, plasma, atau darah
manusia.

2. PRINSIP/REAKSI : Metode ICT


Immunokromatografi dimana membrane dilapisi oleh antigen HIV
rekombinan pada garis tes. Pada saat serum diteteskan pada salah satu
ruang membrane, sampel akan bereaksi dengan partikel yang telah dilapisi
dengan protein A yang terdapat pada bantalan specimen. Selanjutnya
campuran ini akan bergerak secara kromatografi keujung lain membrane
dan
bereaksi dengan antigen HIV rekombinan yang terdapat pada garis tes.
Jika
serum atau plasma mengandung antibody HIV-1 atau HIV-2 maka akan
timbul warna pada garis tes.

Metode ELISA
Untuk deteksi HIV menggunakan metode ELISA "sandwich" antibodi
ganda,
di mana strip mikrowel polistiren dilapisi dengan antibodi monoclonal
khusus
untuk HIV. Sampel serum atau plasma pasien ditambahkan ke microwell
bersama dengan satu set antibody kedua yang dikonjugasikan ke enzim
horseradish peroksidase (HRP-Conjugate) dan diarahkan ke epitope HIV
yang berbeda. Selama inkubasi, imunokompleks spesifik yang terbentuk
jika
terdapat HbsAg dalam sampel, ditangkap pada fase padat. Setelah
pencucian untuk menghilangkan protein serum dan HRP-Conjugate yang
tidak terikat, larutan Chromogen yang mengandung tetramethyl- benzidine
(TMB) dan urea peroxide ditambahkan ke dalam sumur. Dengan adanya
kompleks imun "sandwich" antibodi-antigen-antibodi (HRP), kromogen tak

Imunoserologi II D-IV TLM


berwarna dihidrolisis oleh konjugat-HRP yang terikat menjadi produk
berwarna biru. Warna biru berubah menjadi kuning setelah reaksi
dihentikan
dengan asam sulfat. Intensitas warna dapat diukur dan sebanding dengan
jumlah antigen yang ditangkap di dalam sumur, dan dengan sampel
masing-
masing. Sumur yang mengandung sampel negatif untuk HIV tetap tidak
berwarna.

3. ALAT DAN BAHAN : Alat : Perangkat tes dari kantong foil, Pipet kapiler, mikropipet, yellow tip,
stopwatch/timer, inkubator kering, microshaker, pembaca pelat microwell,
aspirasi microwell.
Bahan : Kontrol positif, kontrol negatif, Kromogen A dan B, HRP Konjugat,
STOP Solution
Sampel : Serum atau plasma

4. CARA KERJA : Metode ICT


1. Keluarkan perangkat tes dari kantong foil, letakkan di permukaan yang
datar dan kering. (Gunakan pipet kapiler)
2. Tambahkan 20 ul dari spesimen darah yang telah diambil dengan pipet
kapiler 20 ul ke dalam sumur sampel (s), (menggunakan mikropipet).
3. Bila menggunakan specimen plasma atau serum digunakan 10 ul dari
plasma atau serum spesimen (20ul dari spesimen darah) ke dalam
sampel sumur (s)
4. Tambahkan 4 tetes (sekitar 120 ul) dari larutan uji ke dalam sumur
sampel (s).
5. Saat tes mulai bereaksi, maka akan melihat warna ungu bergerak
melintas di kolom hasil. Hasil tes muncul pada 5-20 menit.
Perhatian: tidak membaca hasil tes setelah 20 menit. Pembacaan
terlambat dapat memberikan hasil yang palsu.

Metode ELISA
1. Preparasi reagen: Biarkan reagen dan sampel seimbang pada suhu
kamar (18-30oC) setidaknya selama 15-30 menit. Periksa konsentrat
Wash Buffer untuk mengetahui keberadaan kristal garam. Jika kristal
sudah terbentuk, selesaikan dengan pemanasan pada 37oC sampai
kristal larut. Encerkan buffer pencuci 1 sampai 20 dengan air suling
atau
deionisasi. Gunakan hanya bejana bersih untuk mengencerkan buffer
2. Penomoran sumur: Atur strip yang diperlukan di pemegang strip dan
jumlah sumur yang cukup termasuk tiga untuk kontrol Negatif (misalnya
B1, C1, D1), dua untuk kontrol Positif (misalnya E1, F1) dan satu Blank
(misalnya A1, baik sampel bukan HRP, konjugasi harus ditambahkan
ke
dalam lubang kosong). Jika hasil akan ditentukan dengan
menggunakan
pembaca pelat panjang gelombang ganda, persyaratan untuk
penggunaan sumur kosong dapat dihilangkan. Gunakan strip
secukupnya yang dibutuhkan untuk pengujian.
3. Penambahan sampel dan HRP-Conjugate: Tambahkan 50 ul kontrol
positif, kontrol negatif, dan spesimen ke dalam sumur masing-masing.
(Catatan: Gunakan ujung pipet sekali pakai yang terpisah untuk setiap
spesimen, kontrol negatif dan positif untuk menghindari kontaminasi
silang) tambahkan 50 ul HRP-Konjugasi ke setiap sumur kecuali yang

Imunoserologi II D-IV TLM


kosong dan campur dengan mengetuk pelat dengan lembut
4. Inkubasi: tutup pelat dengan penutup pelat dan inkubasi selama 60
menit
pada suhu 37oC. Disarankan untuk menggunakan tangki air yang
dikontrol termostat untuk memastikan stabilitas suhu dan kelembaban
selama inkubasi. Jika menggunakan inkubator kering, jangan sering-
sering membuka pintu.
5. Pencucian: Di akhir inkubasi, lepas dan buang penutup pelat. Cuci
setiap
sumur 5 kali dengan waktu Wash Buffer yang diencerkan, biarkan
microwave terendam selama 30-60 detik. Setelah siklus pencucian
terakhir, turunkan pelat ke kertas minyak atau handuk bersih, dan ketuk
untuk menghilangkan residu.
6. Pewarnaan: Keluarkan 50 ul larutan chromogen A dan chromogen B ke
masing-masing sumur termasuk blanko (Catatan: Chromogen A harus
ditambahkan sebelum Chromogen B). Campur dengan mengetuk pelat
dengan lembut. Inkubasi pelat pada suhu 37oC selama 15 menit hindari
cahaya. Reaksi enzimatis antara larutan kromogen dan konjugat HRP
menghasilkan warna biru pada kontrol positif dan sampel sumur HIV
positif
7. Menghentikan reaksi: Menggunakan pipet multisaluran atau secara
manual, tambahkan 50 ul Stop Solution ke setiap sumur dan aduk
perlahan. Warna kuning intensif harus muncul dalam kontrol positif dan
sumur sampel positif HIV
8. Mengukur Absorbansi: Kalibrasi pembaca pelat dengan sumur kosong
dan baca absorbansi pada 450 nm. Jika menggunakan instrumen filter
ganda, setel panjang gelombang referensi pada 600-650 nm. Hitung
nilai
batas dan evaluasi hasilnya. (Catatan: baca absorbansi dalam 10 menit
setelah menghentikan reaksi)

Interpretasi hasil :
Metode ICT
a. Pita berwarna akan muncul di bagian kiri zona hasil untuk
menunjukkan
bahwa tes tersebut bekerja dengan benar. Pita ini disebut garis
kontrol.
b. Warna pita akan muncul di bagian tengah dan kanan dari zona hasil.
Garis ini adalah garis tes 2 dan garis tes 1.
Hasil positif:
a. Jika terdapat dua garis yang muncul pada garis kontrol (C) dan garis
tes 1 pada zona hasil maka mengindikasikan hasil yang positif untuk
HIV -1
b. Jika terdapat dua garis yang muncul pada garis kontrol (C) dan garis
tes 2 dalam zona hasil mengindikasikan hasil yang positif untuk HIV -2
c. Kemunculan tiga garis, yaitu garis kontrol, garis tes 1 dan garis tes 2
dalam zona hasil menunjukkan hasil yang positif untuk HIV-1 dan HIV-
2 atau
- Jika intensitas warna dari garis tes 1 lebih gelap dari garis tes 2
pada zona hasil, maka dapat diinterpretasikan sebagai hasil positif
untuk HIV-1.
- Jika intensitas warna dari garis tes 2 lebih gelap dari garis tes 1
pada zona hasil, dapat diinterpretasikan sebagai hasil positif HIV-
2.

Imunoserologi II D-IV TLM


Hasil Negatif: muncul satu garis merah pada bagian control dan garis test
Hasil Invalid: tidak nampak garis merah sama sekali atau hanya nampak
pada bagian tes (T)

Metode ELISA
Hasil negatif (S / C.O <1): sampel yang memberikan absorbansi kurang
dari
nilai Cut-off dianggap negatif, yang menunjukkan bahwa tidak ada antigen
permukaan virus hepatitis B yang terdeteksi dengan kit ELISA HIV
Skrining Wantai.
Hasil positif (S / C.O >1): Sampel yang memberikan absorbansi lebih
besar
dari, atau sama dengan nilai Cut-Off dianggap awalnya reaktif, yang
menunjukkan bahwa antigen permukaan HBV mungkin telah terdeteksi
dengan kit ELISA HIV Skrining Wantai.
Garis Batas (S / C.O = 0,9-1,0): Sampel dengan rasio densitas optic
terhadap Cut-off antara 0,9 dan 1,0 dianggap sampel garis batas dan
direkomendasikan untuk mengulang sampel tersebut dalam duplikat.

5. Nilai normal : -

6. HASIL : Metode ICT


Metode ELISA

7. KESIMPULAN : Dalam sampel laboratorium tersebut yang diperiksa, test HIV metode ICT
di dapatkan hasil…… sedangkan test HIV metode ELISA didapatkan hasil
…..

Imunoserologi II D-IV TLM


8. PEMBAHASAN
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala atau penyakit yang
diakibatkan menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Gold Standar pada pemeriksaan skrining yang digunakan adalah Enzyme Linked Immunosorbent Assay
(ELISA). Pemeriksaan ELISA membutuhkan waktu lebih lama, maka dari itu terjadi pergeseran
penggunaan ELISA ke Rapid Test.

Diagnosis infeksi HIV dapat dilakukan dengan deteksi antibodi. Antibodi yang paling banyak
ditemukan adalah antibodi anti HIV-1. Antibodi akan terbentuk 3 – 6 bulan sesudah infeksi HIV. Sebelum
periode itu antibodi belum dapat dideteksi, namun pasien dapat menularkan virus ke orang lain. Periode
tanpa antibodi tersebut dinamakan periode jendela. Dengan menggunakan uji enzyme immune assay
(EIA) generasi ketiga periode jendela dapat dipersingkat menjadi tiga minggu.

Hasil pemeriksaan serologi pada HIV sangat dipengaruhi oleh sensitifitas dan spesifisitas perangkat
yang digunakan. Cara pemeriksaan yang mempunyai sensifisitas yang tinggi akan memberikan hasil
positif pada orang terinfeksi HIV namun dapat memberikan hasil positif palsu, sedangkan pemeriksaan
yang mempunyai spesifisitas tinggi akan memberikan hasil negatif pada orang yang tidak terinfeksi HIV
dan hanya sedikit memberikan hasil positif palsu.

ELISA merupakan metode pilihan untuk diagnosis HIV. Namun, metode ini memiliki beberapa
kelemahan antara lain memerlukan tenaga lebih, waktu lebih lama, peralatan lebih banyak, dan personil
berpengalaman; halhal ini memicu peralihan dari metode ELISA ke uji cepat. Lien, et al, melaporkan
bahwa kemampuan rapid test dan ELISA kurang lebih sama. Penelitian lain menyebutkan adanya
kelemahan rapid assay terutama sensitivitas dan spesifisitas uji. Hasil negatif palsu dapat terjadi karena
rendahnya titer antibodi atau akibat terapi immunosupresi. Hasil positif palsu dapat terjadi karena
kesalahan teknik pemeriksaan (pencucian yang salah, suhu yang tidak tepat atau sampel terkontaminasi),
sampel mengalami hemolisis atau lipemik atau terjadi reaksi silang dengan retrovirus lain.Setiap hasil
pemeriksaan EIA harus dikonfirmasikan dengan pemeriksaan WB karena lebih spesifik.
Pemeriksaan rapid test dilakukan untuk uji tapis. Saat ini rapid tes cukup sensitive dan juga
memilliki spesifisitas yang tinggi. Pada hasil rapid test jika dirasa kurang akurat akan dilakukan
pemeriksaan selanjutnya yaitu ELISA. Enzym linked immunosorbent assay bereaksi terhadap adanya
antibody dalam serum dengan memperlihatkan warna yang lebih jelas apabila terdeteksi jumlah virus
yang lebih besar. Biasanya hasil uji ELISA mungkin akan negative 6 sampai 12 minggu setelah pasien
terinfeksi.

Rapid test untuk deteksi antibodi anti HIV telah banyak digunakan selama dekade terakhir. Dasar rapid
test adalah immunokromatografi untuk deteksi antibodi HIV-1 dan antibodi HIV-2 secara kualitatif.
Pemeriksaan di atas mudah dilakukan, tidak memerlukan peralatan khusus serta tidak memerlukan tenaga
terlatih. Hasilnya dapat dibaca dalam waktu kurang dari 30 menit. Karena itu rapidtest sangat berguna
untuk membantu menetapkan status medis pada orang yang diduga terinfeksi HIV sehingga dapat

Imunoserologi II D-IV TLM


mengurangi penularan infeksi karena hasil pemeriksaan diperoleh dalam waktu yang singkat dan pasien
dapat segera ditangani.

9. Daftar Pustaka
Dewi Ika Puspita. 2018. Antigen untuk Metode Serologi Deteksi Antibodi Anti-HIV. CDK-268/ vol. 45 no.
9.
Dewi T I A S, Dkk. 2020. Perbandingan Hasil Antara Metode Pemeriksaan Elisa Dan Rapid Test Untuk Skrining
Hiv/Aids. Jurnal Medika Udayana, Vol. 9 No.9.
Durman Edyana. 2012. Diagnosis Serologis Infeksi Human Immunodeficiency Virus. Majalah Kedokteran FK UKI
2012 Vol XXVIII No.3.

Imunoserologi II D-IV TLM

Anda mungkin juga menyukai