Anda di halaman 1dari 3

PERJANJIAN DALAM PERKAWINAN DAN PERKAWINAN WANITA HAMIL

A. PERJANJIAN DALAM PERKAWINAN

Perjanjian dalam perkawinan diatur dalam Pasal 29 UU No. 1 Tahun 1974 yang intinya
bahwa :
(1) Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua belah pihak atas
persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh
Pegawai Pencatat Perkawinan, isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga
sepanjang pihak ketiga tersangkut..
(2) Perjanjian tidak dapat disahkan apabila melanggar batas agama dan kesusilaan
(3) Berlaku sejak perkawinan dilangsungkan
(4) Selama perkawinan berlangsung perjanjian tidak dapat diubah, kecuali atas
persetujuan kedua belah pihak dan tidak merugikan pihak ketiga.
Sedangkan dalam Pasal 11 Peraturan Menteri Agama No 3 Tahun 1975 mengatur bahwa :
(1) calon suami istri dapat mengadakan perjanjian asal tidak bertentangan dengan
hukum Islam
(2) perjanjian taklik talak dianggap sah apabila perjanjian itu diucapkan dan
ditandatangani oleh suami setelah akad nikah
(3) isi taklik talak ditentukan oleh Menteri Agama

Pasal 11 ini dirinci dalam Pasal 45 s/d Pasal 52 Kompilasi Hukum Islam :
Pasal 45 : Kedua calon mempelai dapat mengadakan perjanjian kawin dalam bentuk :
a) Taklik Talak, b). perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan hukum
Islam
Pasal 46 :
- Isi taklik talak tidak boleh bertentangan dengan hukum Islam
- Apabila isi taklik talak benar-benar terjadi , tidak dengan sendirinya talak
jatuh, istri harus mengajukan permohonan ke pengadilan agama
- Perjanjian taklik talak bukan salah satu yang wajib diadakan pada setiap
perkawinan, akan tetapi sekali taklik talak sudah diperjanjikan tidak
dapat dicabut lagi.
Pasal 47 :
- Pada waktu atau sebelum perkawinan dialngsungkan , calon suami istri
dapat membuat perjanjian tertulis mengenai kedudukan harta dalam
perkawinan yang disahkan Pegawai Pencatat Nikah
- Perjanjian tersebut meliputi percampuran harta pribadi dan pemisahan
harta pencaharian masing-masing sepanjang tidak bertentangan dengan
Islam
- Isi perjanjian boleh juga menetapkan kewenangan masing-masing untuk
mengadakan ikatan hipotik (?) atas harta pribadi dan harta bersama atau
harta syarikat.
Pasal 48 intinya :
- Apabila dibuat perjanjian mengenai pemisahan hata bersama atau harta syarikat,
maka perjanjian tsb tdk boleh menghilangkan kewajiban suami untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangga
Pasal 49 intinya :
- Perjanjian percampuran harta pribadi dapat meliputi semua harta, baik harta
bawaan maupun harta yang diperoleh masing-masing selama perkawinan
- Dengan tidak mengurangi ketentuan tersebut di atas , dapat juga diperjanjikan
bahwa percampuran harta pribadi yang dibawa pada saat perkawinan
dilangsungkan, ehingga percampuran ini tidak meliputi harta pribadi yang
diperoleh selama perkawinan atau sebaliknya
Pasal 50 intinya :
- Perjanjian mengenai harta mengikat para pihak dan pihak ketiga sejak
dilangsungkan perkawinan dihadapan Pegawai Pencatat Nikah
- Perjanjian mengenai harta dapat dicabut atas persetujuan para pihak dan
didaftarkan di Kantor Pegawai Pencatat Nikah tempat perkawinan berlangsung
- Sejak pendaftaran, pencabutan mengikat suami istri kecuali kepada pihak ketiga,
pencabutan baru mengikat sejak tanggal pendaftaran itu diumumkan suami istri di
surat kabar.
- Apabila dalam tempo 6 bulan pengumuman tidak dilakukan , pendaftaran
pencabutan dengan sendirinya gugur dan tidak mengikat ke pihak ketiga
- Pencabutan tidak boleh merugikan perjanjian yang telah dibuat sebelumnya denga
pihak ketiga
Pasal 51 :
“ Pelanggaran perjanjian perkawinan memberi hak kepada istri untuk meminta
pembatalan nikah atau mengajukannya sebagai alasan gugatan perceraian di
Pengadilan agama”
Pasal 52 :
“ Pada saat dilangsungkan perkawinan dengan istri kedua, ketiga dan keempat
boleh diperjanjikan mengenai tempat kediaman, waktu dan biaya rumah tangga
bagi istri yang akan dinikahinya “
Sighat taklik talak mempunyai tujuan baik yaitu melindungi perempuan dari kesewenangan
suami dalam memenuhi kewajibannya yang merupakan hak istri.

B. PERKAWINAN WANITA HAMIL

Dalam Pasal 53 KHI mengatur perkawinan wanita hamil ini sbb :


Pasal 53 :
(1) Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang
menghamilinya
(2) Perkawinan dengan wanita hamil dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih
dahulu kelahiran anaknya
(3) Dengan dilangsungkan perkawinan , tidak diperlukan perkawinan ulang setelah
anak yang dikandung lahir
Pasal 53 ini didasarkan Surah An-Nur ayat 3 , Surah Al Baqarah ayat 221.

Permasalahan , apabila pewrempuan yang hamil akibat zina yang dinikahi oleh bukan laki-
laki yang menghamilinya ------ tidak diatur dalam UU Perkawinan maupun KHI.
Berdasarkan sebab turunnya Surah An Nisa ayat 3 , bahwa Allah mengharamkan seorang
laki-laki yang bukan menghamilinya mengawini wanita yang hamil karena zina. Hal ini
bertujuan untuk menjaga kehormatan laki-laki yang beriman, selain itu untuk mengetahui
status hukum anak yang lahir sebagai akibat perzinaan, yaitu hanya diakui oleh hukum Islam
mempunyai hubungan kekerabatan dengan ibu yang melahirkan dan keluarga ibunya
sedangkan ayah biologisnya tidak diakui mempunyai hubungan kekerabatan.

Anda mungkin juga menyukai