A. Ikhtisar Kasus
Perjanjian adalah kesepakatan antara subjek hukum (orang atau badan hukum)
mengenai sesuatu perbuatan hukum yang memberikan suatu akibat hukum yang
sebagaimana dimaksud pada pasal 1313 KUHPerdata. Pasal 1313 KUHPerdata
menjelaskan bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau
lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Sehubungan dengan hal
tersebut diatas terdapat syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana dimaksud pada
pasal 1320 KUHPerdata, sebagai berikut:
Selain syarat sah perjanjian dimaksud terdapat juga syarat-syarat yang harus
dipenuhi didalam suatu perjanjian kerjasama yakni;
1
pelanggaran kewajiban kontraktual.
Pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya disebabkan oleh dua hal,
yaitu: karena kesalahan pihak debitur), baik dengan sengaja tidak dipenuhi
kewajibannya oleh debitur maupun karena kelalaian dan karena keadaan terpaksa
(overmacht atau force majeure) di luar kemampuan debitur. Salah satu pihak yang
tidak bisa memenuhi prestasi maka yang tidak bisa memenuhi prestasi tersebut bisa
dibilang wanprestasi. Dengan begitu seorang debitur disebutkan dan berada dalam
keadaan wanprestasi, apabila debitur dalam melakukan pelaksanaan prestasi tidak
menurut sepatutnya atau selayanya. Pelaksanaan janji sesuai yang diatur dalam
perikatan atau perjanjian adalah prestasi, sedang wanprestasi adalah ketiadaan
pelaksanaan janji.
B. Kasus
PT. GPU salah satu perusahaan peralatan yang menyediakan peralatan kebutuhan
perkebunan tersandung masalah dengan PT. KSE. Kasus ini muncul saat keduanya
menjalin kerjasama pada bulan maret 2012. Kala itu, PT. KSE memesan peralatan
mesin traktor dan peralatan kebun lainnya dari PT. GPU, kemudian pada bulan mei
tahun 2012 peralatan mesin perkebunan itu datang secara bertahap dan pada bulan
juni 2012 pemesan peralatan mesin perkebunan itu usai atau telah tuntas.
Tak berselang lama dari itu, tepatnya tanggal 23 september 2012 peralatan mesin
perkebunan itu telah rusak setelah dipakai beberapa bulan. PT. KSE menuding
perusahaan PT. GPU ini mengingkari kontrak perbaikan mesin perkebunan mereka
yang menurut perjanjian memiliki garansi perbaikan hingga 1 tahun. Saat itu PT.
KSE meminta mesin tersebut diservis kembali lantaran baru dipakai selama 3 bulan,
akan tetapi PT. GPU menolak. Alasannya, kerusakan itu di luar yang diperjanjikan.
Dalam kontrak, garansi diberikan jika kerusakan karena kesalahan pengerjaan. Ini
yang membuat pihak PT. KSE naik pitam. Pada bulan desember 2012 PT. KSE pun
menggugat ke PT. GPU dengan ganti rugi sebesar sekitar Rp 76 miliar ke Pengadilan
Negeri Tangerang. Mediasi memang sempat dilakukan, tapi menemui jalan buntu.
2
Pada maret 2013 PT.KSE mengalihkan gugatannya ke Pengadilan Niaga pada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. TIba-tiba ditengah transaksi perjanjian
tersebut PT.GPU memutuskan secara sepihak beberapa kontrak perjanjian perbaikan
dan pembelian peralatan perkebunan, padahal peralatatan perkebunan itu sudah siap
untuk diserahkan sehingga kerugian di pihak PT.KSE mencapai ratusan juta rupiah
disebabkan pengingkaran atas perjanjian secara sepihak tersebut dan atas ini yang
kemudian masuk hutangnya, dan sudah jatuh tempo sejak awal 2012. Tapi tak
kunjung dilunasi oleh PT.GPU hingga pertengahan tahun 2012.
C. Putusan Hakim
Perseteruan yang terjadi antara PT.GPU milik perusahaan ternama di bidang
peralatan perkebunan dengan PT.KSE tidak kunjung usai, hal ini disebabkan karena:
1. Kerjasama yang dilakukan oleh pihak PT.GPU dengan PT.KSE dilakukan
dengan transaksi bisnis berlandaskan i’tikad buruk.
2. Pihak PT.GPU tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan, dalam hal
ini PT.GPU sebagai debitur dinyatakan “ingkar janji” (wanprestassi).
3. Pihak PT.GPU telah mengadakan pembatalan pembelian atas pemesanan
peralatan mesin perkebunan, padahal peralatan perkebunan sudah selesai
dikerjakan dan siap untuk diserahkan, hal ini menyebabkan kerugian ratusan juta
(tak terhingga) oleh PT.KSE.
Dalam hal ketentuan diatas maka PT.GPU dikenakan beberapa pasal, antara lain:
Pasal 1243 B.W, Pasal 1246 B.W, Pasal 1247 B.W, Pasal 1249 B.W, dan Pasal 1250
B.W.
D. Dasar Keputusan
I’tikad baik diwaktu membuat perjanjian berarti kejujuran, maka i’tikad baik
ketika dalam tahap pelaksanaan perjanjian adalah kepatuhan, yaitu suatu penilaian
baik terhadap tindakan suatu pihak dalam hal melaksanakan apa yang telah
diperjanjikan, pernyataan ini sesuai dengan Pasal 1338 B.W yang berbunyi, “Suatu
perjanjian harus dilaksanakan dengan I’tikad baik. Disebutkan dalam Pasal 1338 (2)
B.W bahwa, “Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakat
3
kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan
cukup untuk itu.” sehingga dengan adanya perjanjian/ikatan kontrak tersebut maka
pihak PT GPU dan PT KSE mempunyai keterikatan untuk memberikan atau berbuat
sesuatu sesuai dengan isi perjanjian.
E. Komentar Mahasiswa
Saya menyetujui apa yang menjadi putusan hakim tersebut. Pada dasarnya,
sebelum mengadakan perjanjian diwajibkan atas pihak-pihak yang mengadakan
perjanjian untuk mengetahui dengan seksama akan pentingnya asas-asas perjanjian,
yang mana hal ini dapat mencegah adanya permasalahan yang akan terjadi diantara
kedua belah pihak, antara lain asas kebebasan berkontrak, asas pacta sunt servanda,
dan asas konsesualisme. Asas ketiga diatas merupakan sektor utama yang harus
ditonjolkan. Karena asas ini merupakan syarat mutlak bagi hukum perikatan yang
modern dan bagi terciptanya kepastian hukum. Dalam pengenaan pasal terhadap PT.
GPU tersebut dapat menjadikan efek jera bahkan dapat juga memberikan pedoman
bagi PT yang ingin mengadakan suatu perjanjian agar lebih memperhatikan berbagai
aspek demi terciptanya perjanjian yang pasti tanpa adanya sengketa perjanjian.
4
PERJANJIAN WARALABA INDOMARET
A. Ikhtisar Kasus
Perjanjian adalah kesepakatan antara subjek hukum (orang atau badan hukum)
mengenai sesuatu perbuatan hukum yang memberikan suatu akibat hukum yang
sebagaimana dimaksud pada pasal 1313 KUHperdata. Pasal 1313 KUHPerdata
menjelaskan bahwa Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau
lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
Asas keseimbangan adalah asas yang menghendaki kedua belah pihak memenuhi
dan melaksanakan perjanjian. Asas ini menghendaki kedua belah pihak memenuhi
dan melaksanakan perjanjian itu.
Asas kebebasan berkontrak yang berarti setiap orang bebas untuk mengadakan
suatu perjanjian yang memuat syarat-syarat perjanjian macam apapun, sepanjang
perjanjian itu dibuat secara sah dan beritikad baik, serta tidak melanggar ketertiban
umum dan kesusilaan. Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak bebas,
pancaran hak dan hak asasi manusia. Pemahaman terhadap asas ini membawa
pengertian bahwa setiap orang mempunyai kebebasan untuk mengikatkan dirinya
pada orang lain. Asas ini mengasumsikan ada posisi tawar yang seimbang diantara
para pembuat kontrak. Asas kebebasan berkontrak ini diakui dalam hukum perjanjian
di Indonesia, sehingga hukum perjanjian di indonesia menganut sistem terbuka.
B. Kasus
Perjanjian waralaba INDOMARET merupakan perjanjian waralaba atas
pengoperasian untuk cara kegiatan usaha dan jaringan distribusi penjualan eceran
dengan nama atau merk dagang INDOMARET. Pada intinya, perjanjian itu masih
belum pada suatu keseimbangan pertanggungjawaban bagi penerima waralaba bila
pemberi waralaba melakukan kelalaian. Perjanjian Waralaba INDOMARET menurut
sistem kontrak yang berlaku dalam kerangka yuridis sebagaimana menurut ketentuan
5
Burgelijke Wetboek dimaksud dan telah memenuhi syarat peraturan perundang-
undangan, masih belum memberikan kebebasan bagi pihak-pihak yang bersangkutan.
Asas keseimbangan didalam substansi perjanjian waralaba terhadap Perjanjian
Waralaba INDOMARET telah memberikan perlindungan sesuai dengan aturan yang
berlaku. Ada beberapa klausula yang masih beban sepihak bagi pihak penerima
waralaba INDOMARET tersebut, yaitu dengan adanya bagi pemberi untuk hal
menguasai pemasokan barang; pembebanan biaya yang tinggi; pengelolaan barang
dagangan; serta ketiadaan sanksi yang berimbang bagi pemberi waralaba bila lalai
terhadap kewajibannya. Meskipun perjanjian waralaba INDOMARET tersebut bukan
berbentuk model suatu perjanjian yang dibuat secara standar (baku), namun dilihat
dari posisi seimbang belum tercapainya secara aspirasi bagi pihak penerima hak
eksklusif itu dalam menciptakan keadaan yang selaras. Oleh karena perjanjian harus
memuat pertukaran yang adil agar suatu prestasi diimbangi pula oleh kontra prestasi
sehingga menimbulkan keadaan berimbang.
Franchise (Waralaba) sebagai suatu perjanjian dalam pemberian hak yang
eksklusif itu baru memberikan hak dan kewajiban dalam menjalankan kegiatan usaha
sesuai dengan sistem yang diberikan oleh pemilik hak eksklusif tersebut kepada
penerimanya secara berkesinambungan. Berdasarkan aturan dalam ketentuan tata cara
pendaftaran usaha waralaba, disebutkan juga bahwa sebelum membuat perjanjian
pemberi waralaba wajib memberikan keterangan tertulis atau propektus mengenai
data atau informasi tentang waralaba itu, terutama tentang apa yang menjadi hak
maupun kewajiban diantara pihak-pihak yang bersangkutan. Adanya aturan tersebut,
secara kepatutan franchise telah ditentukan oleh rasa keadilan dengan terlebih dahulu
mengetahui apa yang menjadi bagian penerima (hak) maupun bagian yang harus
diberikan (kewajiban) yang tertuang dalam perjanjian waralaba tersebut.
C. Putusan Hakim
Pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian franchise tidak dapat menarik kembali
secara sepihak atas perjanjian yang telah dibuatnya dan perjanjian ini harus
dilaksanakan dengan itikad baik, sebagai mana asas yang terkandung di dalam hukum
6
perjanjian yang berlaku di indonesia. Perjanjian ini dapat ditarik apabila adanya
kesepakatan atau dengan alasan yang menurut undang-undang dapat dibatalkan.
Dalam pelaksanaannya jika di lihat dari asas hukum perikatan (asas keseimbangan)
belum memberikan keseimbangan diantara pemberi dan penerima franchise , dimana
penerima masih harus mengikuti syarat-syarat yang ditentukan secara sepihak oleh
pemberi franchise. Maka hakim memutuskan bahwa perjanjian franchise
dilaksanakan untuk waktu yang cukup lama dengan perjanjian dalam bentuk
kerjasama tidak seperti perjanjian jual beli. Eksistensinya dalam Perjanjian Franchise
harus terbentuknya suatu perjanjian yang berprinsip pada kebebasan berkontrak sesuai
dengan ketentuan syarat sahnya perjanjian. Lebih lanjut ketentuan petunjuk yang
pertama-tama dapat dijadikan pedoman untuk menentukan keabsahan perjanjian
franchise baik yang mempunyai suatu nama tertentu maupun tidak terkenal dengan
suatu nama tertentu, tetap harus tunduk pada undang-undang yang berlaku secara
umum.
D. Dasar Keputusan
Pasal 1338 Burgelijke Wetboek yang pada intinya menyatakan bahwa “Perjanjian
itu merupakan undang-undang bagi mereka yang membuatnya, dan perjanjian itu
tidak dapat ditarik kembali berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak, serta harus
dilaksanakan dengan itikad baik ”. Perikatan tersebut berdasarkan dalam buku ke-tiga
tentang perikatan Burgelijke Wetboek dan peraturan khusus yang ditetapkan
pemerintah dimana peraturan tersebut bersifat perlindungan yuridis terhadap hal
tersebut.
E. Komentar Mahasiswa
Saya sangat setuju dengan keputusan hakim tersebut. Sangatlah perlu adanya
suatu perjanjian yang berprinsip pada kebebasan berkontrak sesuai dengan ketentuan
syarat sahnya perjanjian untuk menentukan keabsahan perjanjian franchise baik yang
mempunyai suatu nama tertentu maupun tidak terkenal dengan suatu nama tertentu,
tetap harus tunduk pada undang-undang yang berlaku secara umum sehingga tidak
adanya sengketa yang akan timbul antara pihak satu dengan pihak lainnya. Sehingga
7
pemerintah Indonesia dengan adanya pengeluaran beberapa regulasi dapat
memberikan jaminan kepastian hukum dalam menjalankan bisnis franchise ini.
8
DL tidak dilaksanakan, Tuan HS mempertanyakan keberadaan sertifikat induk kepada
Notaris, dari pihak Notaris ternyata sertifikat induk telah diserahkan kepada Tuan DL
tanpa sepengetahuan Tuan HS. Dan pada tanggal 20 Juli 2010 Tuan HS melaporkan
Tuan DL ke Kepolisian Daerah Sumatera Utara atas dugaan melakukan tindakan
pidana penipuan dan penggelapan. Ketika diproses di Kepolisian Tuan DL mengakui
telah mengalihkan tanah tersebut kepada pihak lain. Jual beli tersebut dibuat secara
dibawah tangan, yang telah dilegalisir oleh Notaris, dengan Nomor : 1442/Leg/2010,
dan berkaitan dengan surat kuasa jual Nomor: 15 tanggal 21 juni 2010, yang dibuat
dihadapan Notaris dan peralihan tersebut tanpa sepengetahuan Tuan HS.
C. Putusan Hakim
Tanggung Jawab para pihak dalam kasus jual beli dibawah tangan berdasarkan
putusan pengadilan nomor: 467/Pdt.G/2010/PN.Mdn, pihak Tergugat I dan pihak
Tergugat II (para pihak yang melakukan jual beli dibawah tangan yang dilegalisasi)
mengembalikan asli sertifikat kepada pihak penggugat tanpa pembebanan dalam
bentuk apapun juga kepada penggugat.
D. Dasar Keputusan
-Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
-Undang-undang Pokok Agraria.
-Perjanjian jual beli diatur dalam Bab V pasal 1457-1540 KUHPerdata.
-Pasal 1459 KUHPerdata dan Pasal 1491 KUHPerdata.
E. Komentar Mahasiswa
Saya setuju dengan keputusan hakim. Setiap pekerjaan atau profesi dalam
menjalankan tugasnya harus selalu ada tanggung jawab begitu juga dengan notaris,
Dalam kasus ini Notaris bertangung jawab pada saat menerima dan mengembalikan
kembali sertifikat setelah selesai di proses pemecahan pada kantor Badan Pertanahan
kepada para pihak sesuai kesepakatan yang dibuat, dan notaris tidak boleh
memberikan sertifikat kepada salah satu pihak tanpa sepengetahuan pihak lain sesuai
dengan kesepakatan. Sehingga berdasarkan putusan pengadilan dalam kasus ini,
Notaris sebagai pihak turut tergugat harus tunduk pada putusan pengadilan yaitu
9
menghukum tergugat, turut tergugat I, turut tergugat II, turut tergugat III untuk taat
dan patuh terhadap putusan ini.
10
dijatuhkan apabila terjadi keterlambatan pembayaran, tidak diatur dalam perjanjian
Bakso Tengkleng Mas Bambang.
Perbuatan penerima waralaba yang mana melakukan pembelian bahan baku mie
yang bukan berasal dari pemberi waralaba merupakan suatu bentuk wanprestasi
menurut pemberi waralaba karena pemberi waralaba dianggap tidak melakukan apa
yang disanggupi akan dilakukannya.
Pasal 5 ayat (6) perjanjian Waralaba Bakso Tengkleng Mas Bambang
menyebutkan bahwa Pemberi waralaba berkewajiban untuk menyediakan bahan baku
guna memasok bahan baku untuk operasional di setiap gerai Bakso Tengkleng Mas
Bambang. Akan tetapi, dalam perjanjian waralaba Bakso Tengkleng Mas Bambang
tidak tercantum kewajiban bagi penerima waralaba untuk melakukan pembelian
bahan baku mie dari Bakso Tengkleng Mas Bambang.
Peristiwa pembelian bahan baku mie yang bukan berasal dari penerima
walaralaba dan keterlambatan pembayaran bahan baku oleh penerima waralaba tidak
diatur dalam perjanjian waralaba Bakso Tengkleng Mas Bambang dan mengakibatkan
kerugian terhadap pemberi waralaba karena salah satu sumber pendapatan pemberi
waralaba yakni dari penjualan bahan baku.
B. Dasar Hukum
Mengenai para pihak yang melaksanakan waralaba, berdasarkan Pasal 1 angka 2
dan 3 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang franchisor dan
franchisee.
Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba.
Perlindungan hukum secara preventif telah diakomodir pada oleh perjanjian waralaba
Bakso Tengkleng Mas Bambang yakni dengan adanya pengaturan mengenai
kewajiban dari para pihak pada Pasal 5 dan Pasal 6. Perlindungan hukum secara
preventif juga tercantum dalam Pasal 6 ayat (4), Pasal 6 ayat (5), Pasal 6 ayat (6),
Pasal 1 angka 9 dan Pasal 11 Perjanjian Waralaba Bakso Tengkleng Mas Bambang.
C. Putusan Hakim
Terdapat wanprestasi yang dilakukan oleh pemberi waralaba yakni tidak
11
menyelenggarakan program pelatihan untuk Penerima waralaba (penerima waralaba)
secara berkesinambungan dan berkala paling sedikit 2 (dua) kali dalam setahun, dan
tidak memberikan konsultasi gratis kepada Penerima waralaba apabila gerai Penerima
waralaba berada dalam keadaan kritis yang dapat menyebabkan tutupnya atau
berhentinya bisnis milik Penerima waralaba.
Selain tercantum dalam perjanjian waralaba Bakso Tengkleng Mas Bambang,
kewajiban untuk melakukan pembinaan juga tercantum dalam Pasal 8 Peraturan
Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2013 tentang Pengembangan Kemitraan Dalam
Waralaba Untuk Jenis Usaha Makanan dan Minuman. Pasal 8 Peraturan Pemerintah
Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba juga menyatakan bahwa pemberi waralaba
wajib memberikan pembinaan dalam bentuk pelatihan, bimbingan operasional
manajemen, pemasaran, penelitian, dan pengembangan kepada Penerima waralaba
secara berkesinambungan. Berdasarkan Pasal 11 Peraturan Menteri Perdagangan
Republik Indonesia Nomor 58/M-DAG/PER/9/2014 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 07/MDAG/PER/2013 tentang Pengembangan
Kemitraan Dalam Waralaba Untuk Jenis Usaha Makanan dan Minuman, pemberi
waralaba yang melanggar Pasal 8 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 07/M-
DAG/PER/2013 tentang Pengembangan Kemitraan Dalam Waralaba Untuk Jenis
Usaha Makanan dan Minuman dapat dikenakan sanksi administratif secara bertahap
berupa:
a. Peringatan tertulis paling banyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu
2 (dua) minggu sejak tanggal surat peringatan oleh pejabat penerbit Surat Tanda
Pendaftaran Waralaba;
b. Pemberhentian sementara Surat Tanda Pendaftaran Waralaba paling lama 2 (dua)
bulan apabila tidak memenuhi ketentuan dalam peringatan tertulis sebagaimana
dimaksud pada huruf a; dan
c. Pencabutan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba apabila tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada huruf b.
D. Komentar Mahasiswa
12
Saya menyetujui atas keputusan hakim. Perlindungan hukum sangat penting
untuk mengetahui dan memberikan kepastian bahwa seseorang akan mendapatkan apa
yang menjadi hak dan kewajibannya. Dengan adanya perlindungan hukum yang
memadai, akan tercipta rasa aman dan percaya bagi para pihak dalam perjanjian
waralaba serta diharapkan bisnis waralaba akan berkembang lebih pesat dan dapat
terus berkontribusi bagi sektor ekonomi domestik Indonesia sehingga menimimalisir
adanya wanprestasi dalam perjanjian waralaba tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Aidi, Zil. Farida, Hasna. (2019). Perlindungan Hukum Para Pihak dalam Perjanjian
Waralaba Makanan. Jurnal Cendekia Hukum, 4, (2), 207-230
Go UKM. 2018. Apa itu Franchise? Jangan Lakukan Hal Ini, Agar Franchise Anda
Berjalan Lancar!. Diakses pada 12 Desember 2020, melalui
https://goukm.id/apa-itu-franchise/
Gres News. 2015. Hukum Bisnis Waralaba di Indonesia. Diakses pada 12 Desember
2020 dari http://www.gresnews.com/berita/tips/101515-hukum-bisnis-
waralaba-di-indonesi a/
JDIH Provinsi Kepulauan Riau. 2020. Perjanjian Kerjasama. Diakses pada 30
November 2020, melalui
https://jdih.kepriprov.go.id/artikel/tulisanhukum/29-perjanjian-kerjasama
Rahmani, Ronni. 2019. Asas Kebebasan Berkontrak dan Kontrak Baku dalam Akad
Ekonomi Syariah. Diakses pada 29 November 2020, melalui
https://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/publikasi/artikel/asas-kebebasan-ber
kontrak-dan-kontrak-baku-dalam-akad-ekonomi-syariah-oleh-ronni-rahmani-shi-
mh-18-11#:~:text=Salah%20satu%20asas%20hukum%20yang,tidak%20melangg
ar%20ketertiban%20umum%20dan
Selly, Monica. 2019. Asas Keseimbangan Tanggung Jawab Hukum dalam Perjanjian
Kerja antara Perusahaan dengan Karyawan Di UD. Surya Abadi Furniture
13
Sukoharjo. Diakses pada 30 November 2020, melalui
http://eprints.ums.ac.id/70473/1/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf
14