Anda di halaman 1dari 11

Peranan Hiperventilasi terhadap Penurunan Tekanan Intrakranial dalam Kasus Bedah

Saraf

M Sofyan Harahap, Irwan Wibowo


Departemen Anestesiologi & Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro-RSUP Kariadi
Semarang

Abstrak

Hiperventilasi telah ditemukan sebagai salah satu cara untuk menurunkan aliran darah otak (cerebral blood flow)
(CBF) sejak tahun 1920-an. Pada saat itu telah dilaporkan bahwa penggunaan hiperventilasi dapat mengurangi
peningkatan tekanan intrakranial (intracranial pressure/ICP) dengan vasokonstriksi serebral sehingga mampu
menurunkan volume darah di daerah serebral. Secara teoritis, manfaat hiperventilasi mungkin lebih khusus
diharapkan pada pasien di mana peningkatan ICP terjadi terutama karena peningkatan volume darah otak akibat
mekanisme vasodilatasi. Efek vasokonstriksi tersebut akan menghilang setelah pH pada ruang perivaskular
kembali normal setelah 24 jam. Yang menjadi perhatian utama dalam metode ini adalah tindakan tersebut mampu
menginduksi terjadinya iskemia serebral baik secara regional maupun global. Risiko kerusakan iskemik tersebut
bergantung pada sejauh mana dan seberapa lama otak mengalami aliran darah yang rendah. Masih terdapat data
yang kontroversial antara yang mendukung ataupun menentang penggunaan terapi hiperventilasi, namun menurut
penelitian yang telah dilakukan, tindakan ini mampu menurunkan ICP jika dilakukan dalam jangka pendek.
Pemantauan multimodalitas terhadap pasien tetap diperlukan untuk memantau keberhasilan dalam tindakan ini.

Kata kunci: Hiperventilasi; tekanan intrakranial; bedah saraf

JNI 2020; 9 (1): 60–70

Hyperventilation Management for Decrease Intracranial Pressure in Neurosurgery


Cases

Abstract

Hyperventilation has been found as a way to reduce cerebral blood flow (CBF) since 1920s. At that time it was
reported that the use of hyperventilation can reduce the increase in intracranial pressure (ICP) by causing cerebral
vasoconstriction and decreasing cerebral blood volume. Theoretically, the benefits of hyperventilation may be
more specifically expected in patients which has increasing ICP because of an increasing in blood volume and
vasodilation mechanism. The vasoconstriction effect disappears after the pH in the perivascular space returns
to normal after 24 hours. The main concern in treating patients with increased ICP using hyperventilation is to
induce cerebral ischemia both regionally and globally. As with a stroke, the risk of ischemic damage depends on
the extent and how long the brain experiences low blood flow. Controversial data still exists between those that
support or oppose the use of hyperventilation therapy, but if hypocapnia monitoring is done to control the increase
in ICP in the short term, hyperventilation therapy remains beneficial. Multimodality monitoring is needed so that
hyperventilation therapy can be used safely in certain patients who may need this therapy.

Key words: Hyperventilation; intracranial pressure; neurosurgery

JNI 2020; 9 (1): 60–70

60
Peranan Hiperventilasi terhadap Penurunan Tekanan Intrakranial 61
dalam Kasus Bedah Saraf

I. Pendahuluan Perdebatan yang paling menonjol dalam


penatalakanaan ini adalah kejadian iskemia otak
Peneliti mulai mempelajari bahwa hiperventilasi dan hipoksia jaringan. Dalam hal ini pemantauan
merupakan salah satu cara untuk menurunkan oksigenasi otak diperlukan untuk mengurangi
aliran darah otak (cerebral blood flow/CBF) pada bahaya yang dapat terjadi akibat terapi ini
tahun 1920-an. Salah satu deskripsi paling awal dikarenakan banyak bukti dari hasil penelitian
yang mempelajari perawatan ini terdokumentasi yang menunjukkan bahwa terdapat potensial
pada tahun 1959 dimana dilaporkan bahwa efek buruk yang berkaitan dengan hiperventilasi
penggunaan hiperventilasi dapat mengurangi sehingga terapi ini harus dihentikan. Akan tetapi,
peningkatan tekanan intrakranial (intracranial hal ini tetap merupakan topik yang kontroversial
pressure/ICP). Hiperventilasi menginduksi diantara banyak peneliti. Ulasan ini akan menyoroti
vasokonstriksi arteriol, yang kemudian akan berbagai isu seputar penggunaan hiperventilasi
menurunkan CBF dan akhirnya terjadi penurunan sebagai terapi yang dapat mengendalikan
tekanan intrakranial (intracranial pressure/ICP).1 peningkatan ICP pasca trauma intracerebral
Seiring berjalannya waktu, tatalaksana terapi ini hematoma (ICH), termasuk indikasi untuk
banyak digunakan untuk penanganan peningkatan pengobatan, potensi risiko, manfaat, dan diskusi
ICP pada cedera otak sekunder (secondary tentang teknik apa yang dapat dapat diterapkan
traumatic brain injury/sTBI). . Pada pertengahan untuk menghindari komplikasi yang merugikan.4
tahun 1990-an, di pusat-pusat bedah saraf yang
berlokasi di Amerika Serikat dan Inggris, tingkat II. Definisi Hiperventilasi
pemanfaatan hiperventilasi masing-masing
adalah sebesar 83% dan 97%. Analisis pusat data Terdapat kontroversi pada terminologi, dimana
Eropa yang dirilis pada tahun 2008 menunjukkan hiperventilasi sebenarnya adalah hipokapnia.
bahwa penggunaan profilaksis hiperventilasi Sejak ditemukan bahwa penurunan nilai PaCO2
selama 24 jam pertama setelah cedera otak di bawah kadar normal (40 mmHg) dapat
traumatik (traumatic brain injury/TBI) ini meningkatkan ventilasi alveolar, hiperventilasi
digunakan lebih dari setengah kasus cedera menjadi identik dengan kondisi hipokapnia.
otak traumatik.1,2 Selama cedera otak traumatik Dalam ulasan ini, kami akan menggunakan
berlangsung, hipertensi intrakranial dapat istilah hiperventilasi yang kurang tepat (tapi jauh
menjadi suatu kondisi yang dapat mengancam lebih umum). Hiperventilasi dapat didefinisikan
jiwa jika tidak dikelola secara cepat dan adekuat. sebagai “induksi dan atau pemeliharaan level
Peneliti menggunakan terapi hiperventilasi untuk tekanan CO2 dalam darah arterial di bawah
menurunkan peningkatan tekanan intrakranial kisaran normal.” Dalam hal ini, level normal
dengan memanipulasi fungsi autoregulasi PaCO2 harus dikoreksi untuk tekanan barometrik
yang berhubungan dengan reaktivitas CO2. pada ketinggian yang berbeda.1,2

Menginduksi hipokapnia melalui mekanisme III. Fisiologi dan Patofisiologi


hiperventilasi dengan cara menurunkan tekanan
parsial arteri karbon dioksida (PaCO2), yang Hiperventilasi menyebabkan peningkatan
kemudian menginduksi proses vasokonstriksi ventilasi alveolar (AV), volume udara per menit
di dalam otak sehingga menghasilkan resistensi yang memasuki zona pernapasan (bronkiolus,
arteriol. Penyempitan pembuluh darah otak alveoli, dll.) yang juga berguna untuk pertukaran
menurunkan aliran darah otak, yang kemudian gas. Karena sebagian dari volume itu tetap
mengurangi volume darah otak, dan pada berada di area di mana gas tidak berdifusi
akhirnya akan menurunkan ICP pasien. Efek dari ke dalam aliran darah, AV dapat ditentukan
terapi hiperventilasi bersifat sementara, akan dengan persamaan berikut (rumus. 1). Produksi
tetapi, resiko yang menyertai tindakan ini baik CO2 seluler pasien bergantung pada beberapa
dalam hal fisiologi otak dan perubahan sistemik variabel, termasuk diet, olahraga, suhu, dan
harus dipertimbangkan dalam penggunaannya. aktivitas hormon (tiroid). Produksi CO2 tetap
62 Jurnal Neuroanestesi Indonesia

relatif stabil dan konstan, kecuali selama mencerminkan keseimbangan antara produksi
keadaan hipermetabolik berat. Jika transpor CO2 dan eliminasi CO2.2 Sistem saraf pusat memiliki
dan curah jantung tetap tidak berubah, kadar porsi 2% dari berat badan (rata-rata berat otak
PaCO2 akan ditentukan secara terbalik oleh sebesar 1.300 gr hingga 1.500 gr), dan sistem
laju eliminasi CO2 melalui AV.6 CO2 adalah gas saraf pusat memiliki kebutuhan energi yang
yang larut dan dapat terdifusi, yang ditransfer ke tinggi. Konsumsi oksigen otak adalah 3,5 mL
dalam tubuh dalam tiga cara berbeda: 10–15% per 100 g/menit, yang sesuai dengan 20% dari
volume CO2 dilarutkan menurut PaCO2 (Hukum total konsumsi oksigen dalam tubuh. Dalam
Henry); 20–30% volume tersebut terikat dengan kondisi normal, CBF dipertahankan konstan
protein plasma dan hemoglobin yang membentuk dengan besar aliran dari 50 ke 60 mL per 100
kompleks karbamin, dan 65–70% kemudian g/menit, dimana 50 mL oksigen diambil setiap
dikonversi menjadi asam bikarbonat/karbonat menitnya dari 700–800 ml darah (Tabel 1).2
dalam sel darah merah dan plasma.5,6 Reaksi
kompleks dari ketiga mekanisme ini membantu Tingkat ekstraksi oksigen tinggi, dan rata-rata
menjaga keseimbangan antara ion bikarbonat perbedaan O2 arteriovenousa untuk sistem saraf
(HCO3-) )-dan hidrogen (H+) (Gambar 1).5 pusat adalah 6,3 mL per 100 mL darah. CBF
Nilai PaCO2 normal berfluktuasi antara 35 tergantung pada tekanan diferensial antara arteri
hingga 45 mmHg (4,7–6 kPa) pada suhu tubuh dan vena pada sirkulasi serebral, dan berbanding
normal dan berada di permukaan laut, dengan terbalik dengan resistensi pembuluh darah otak.–
tekanan barometrik 760 mmHg. Jika suhu Tekanan pada vena kapiler tidak dapat diukur,
tubuh menurun, kelarutan CO2 dan PaCO2 dan ICP, yang sangat dekat dengan tekanan vena,
meningkat, akibatnya, nilai CO2 dan PaCO2 digunakan untuk memperkirakan tekanan perfusi
otak/CPP. CPP dihitung sebagai perbedaan
AV=RR(respiratory rate) x[VT (volume tidal)-
antara tekanan arteri rerata dan ICP. Nilai ICP
VDS (volume dead space)].1
normal pada orang dewasa adalah <10 mmHg,
PaCO2 = CO2 production – CO2 elimination1 dan ambang batas 20 mmHg biasanya diterima
untuk memulai pengobatan aktif. CPP sebesar
akan menurun. PaCO2 berkurang sebesar 60 mmHg umumnya diterima sebagai yang
4,5% untuk setiap penurunan 10 Celcius.1-3 minimum nilai yang diperlukan sebagai nilai
Ventilasi alveolar memiliki hubungan terbalik perfusi serebral yang adekuat.1,2 Dua konsep
dengan kadar CO2 alveolar; ketika AV meningkat, penting adalah doktrin Monro-Kellie dan kurva
kadar CO2 alveolar menurun. Namun, CO2 Volume-Tekanan.
alveolar memiliki hubungan langsung dengan
tekanan parsial CO2 arterial (PaCO2), yang Doktrin Monro-Kellie menyatakan bahwa volume
total isi intrakranial (yaitu, jaringan otak, darah,
dan cairan serebrospinal/CSF) tetap konstan

V C = V otak + V darah + V CSF

karena volume ini berada dalam kompartemen


yang kaku (tengkorak), dengan rumus sebagai
berikut:
Peningkatan volume salah satu komponen ini pada
awalnya dapat dikompensasi dengan perpindahan
bagian-bagian komponen lainnya. Vena serebral
dapat dikompresi, menghasilkan penurunan
volume darah otak, dan volume kompartemen
CSF dapat menurun karena kombinasi
Gambar 1. Fisiologi CO2 dari Sel ke Alveoli.2 peningkatan penyerapan dan perpindahan CSF
Peranan Hiperventilasi terhadap Penurunan Tekanan Intrakranial 63
dalam Kasus Bedah Saraf

Tabel 1. Nilai Normal dan Ambang Iskemia untuk Variabel Serebral Utama.2
Variabel Nilai normal Ambang batas untuk iskemik
Berat otak 1.300-1.500
CBF 50-60 mL/100g/menit <15mL/100g
OEF 30%
AVDO2 6.3mL O2/100mL darah >9mL O2/100mL darah
SjO2 55-75 <50
PbrO2, mm Hg <20 15
ICP, mm Hg ≤10
CPP, mm Hg 60 <55-60
OEF = oxygen extraction fraction

Gambar 3 . Kurva autoregulasi normal CBF vs


Gambar 2 . Kurva tekanan volume, menggambarkan CPP. CPP (cerebral perfusion pressure) dihitung
peningkatan ICP secara eksponensial mengikuti sebagai tekanan arteri rerata (arterial BP
peningkatan volume komponen intrakranial.1 [ABP]- ICP). Dengan meningkatnya ICP, CBF
dipertahankan pada CPP yang lebih rendah
menuju kompartemen tulang belakang. Ketika dengan penurunan ABP.1
volume meningkat, mekanisme kompensasi
habis, dan peningkatan volume secara lebih lanjut sistemik tekanan darah (tekanan autoregulasi),
akan secara tajam meningkatkan nilai ICP, yang viskositas darah (autoregulasi viskositas), dan
dijelaskan seperti dalam kurva tekanan volume kebutuhan metabolik, untuk memenuhi nilai CBF
yang digambarkan pada Gambar 2.1-4 Metabolisme yang berada di luar batas-batas yang tidak sesuai
otak yang tinggi dipadukan dengan tempat yang dan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme.
terbatas untuk tetap mempertahankan tingkat Autoregulasi tekanan ditunjukkan pada Gambar
CBF dalam rentang normal. Dalam keadaan 2 dan 3. 1-4
fisiologis, hal ini dilakukan melalui sejumlah
mekanisme, yang secara umum disebut sebagai IV. Efek Sistemik Hiperventilasi
mekanisme autoregulasi. CBF meningkat dengan
adanya mekanisme vasodilatasi dan menurun Efek sistemik bersifat multifaktorial dan saling
dengan penyempitan dari arteriolae otak, disebut terkait, memengaruhi banyak area tubuh.
cerebralresistance vessels. Perbedaan substansial antara hiperventilasi aktif
(ketika subyek secara sukarela meningkatkan
Pembuluh darah ini merespon perubahan ventilasi-nya) dan hiperventilasi pasif (dengan
64 Jurnal Neuroanestesi Indonesia

cara ventilasi buatan). Pada pasien dengan pada pasien dengan penurunan kompliansi.
hiperventilasi aktif, aliran otonom sangat Selanjutnya, efek ICP lebih besar ditemukan
dipengaruhi, sedangkan pada yang hiperventilasi selama kondisi hiperkapnia daripada selama
pasif efek CO2 dikombinasikan dengan hipokapnia. Hasil serupa juga telah dilaporkan
interaksi kompleks antara ventilasi buatan dan dengan menghitung rata-rata (± SD) perubahan
hemodinamik. Selain itu, ketika hiperventilasi volume darah 0,72±0,42 mL untuk setiap
diterapkan untuk mengurangi ICP, biasanya milimeter perubahan merkuri dalam PaCO2.
kondisi ini Pentingnya efek sistemik hiperventilasi Yang mengejutkan, hanya sedikit penelitian yang
tidak diketahui. Selain itu, ketika hiperventilasi membahas apakah efek menguntungkan ICP tetap
diterapkan untuk mengurangi ICP, biasanya terjadi selama mekanisme hiperventilasi yang
kondisi ini dikombinasikan dengan berbagai berkepanjangan terjadi. Penelitian lain juga telah
intervensi, seperti penggunaan obat penenang, menekankan bahwa efek vasokonstriksi akan
paralisis otot, dan peningkatan cairan yang masuk.8 menghilang setelah pH pada ruang perivaskular
kembali normal setelah 24 jam. Mereka dalam
V. Efek Serebral pada Kondisi Hiperventilasi studi eksperimental lebih lanjut menunjukkan
bahwa rebound vasodilatasi dapat terjadi
Hiperventilasi dan ICP bersamaan dengan risiko peningkatan ICP setelah
Hiperventilasi telah digunakan dalam mengelola mekanisme hiperventilasi terjadi.1
cedera otak traumatik berat pada pasien yang
berusia >40 tahun sejak Lundberg melaporkan Hiperventilasi dan CBF
penggunaan hiperventilasi dapat menurunkan Perhatian utama dalam menerapi pasien dengan
peningkatan ICP pada tahun 1959. peningkatan ICP menggunakan mekanisme
Hiperventilasi mengurangi nilai ICP, menyebabkan hiperventilasi adalah terapi ini berisiko
vasokonstriksi serebral dan menurunkan volume menginduksi iskemia serebral, baik secara
darah serebral. Fortune pada tahun 1995 regional maupun global. Seperti pada stroke,
menunjukkan bahwa penurunan arteri PaCO2 risiko kerusakan iskemik bergantung pada sejauh
menjadi 26 mmHg terjadi pada delapan individu mana dan lama otak mengalami aliran rendah
sehat (7,2% pasien), dan volume darah serebral (Gambar 4).1 Pada fase pasca-trauma awal, baik
akan menurunkan CBF pada 30,7% pasien. Obrist CBF global maupun regional menurun secara
pada tahun 1984 menunjukkan bahwa kondisi nyata, dan CBF yang rendah yang terjadi setelah
hiperventilasi akan menurunkan kadar ICP pada cedera otak traumatik secara bermakna dikaitkan
15 dari 31 pasien dengan cedera otak traumatik dengan kematian dini dan hasil yang lebih buruk.
berat, tetapi pada saat yang sama kadar ICP CBF dapat diukur, secara langsung atau tidak
akan menurunkan CBF pada 29 dari 31 pasien. langsung, dengan sejumlah metode, namun tidak
satupun yang dengan mudah tersedia di samping
Beberapa peneliti telah melaporkan hubungan tempat tidur di lingkungan ICU.3 Pengukuran CBF
antara PaCO2 dan ICP tidak bersifat linier, dan dengan radioaktif 131Xe, telah diperkenalkan
efek terbesar ditemukan pada pasien dengan untuk penggunaan klinis pada 1970-an, namun
nilai PaCO2 sebesar 30 hingga 50 mmHg. Dalam teknik ini kemudian dilarang untuk digunakan
studi eksperimental pada rentang luas PaCO2, secara klinis karena bahaya radiasinya. Setelah
hubungan sigmoid antara ICP dan PaCO2 telah pengenalan pemindai CT multislice yang lebih
ditemukan. Dalam sebuah studi klinis pada cepat, pemindaian Xe-CT menjadi teknik standar
94 pasien dengan cedera kepala parah, telah untuk mengukur CBF dengan menggunakan Xe
ditemukan bahwa perubahan volume darah yang stabil dan non-radioaktif selama pemindaian
sebesar 0,5 mL diperlukan untuk menghasilkan CT otak. Xe yang terinhalasi, yang secara bebas
perubahan ICP 1 mmHg. Konsisten dengan terdifusi dari paru-paru ke pembuluh darah, dan
konsep kurva volume tekanan (Gambar 1), dari pembuluh darah otak ke jaringan otak, dapat
volume darah yang lebih rendah diperlukan untuk dideteksi di otak menggunakan pemeriksaan CT
menghasilkan perubahan ICP yang signifikan scan karena meningkatkan pelemahan sinar-x.3
Peranan Hiperventilasi terhadap Penurunan Tekanan Intrakranial 65
dalam Kasus Bedah Saraf

24 jam pertama setelah cedera otak traumatik,


terdapat kekhawatiran khusus bahwa kondisi
hiperventilasi akan meningkatkan risiko iskemia.
Penelitian lain menggambarkan bahwa penurunan
40% nilai CBF selama 30 menit setelah penurunan
PaCO2 sebesar 15 hingga 20 mmHg terjadi pada
sukarelawan sehat. Responnya hanya bersifat
sementara dan setelah 4 jam CBF kembali
menjadi 90% nilai dasar. Studi klinis pada pasien
dengan cedera otak traumatik telah menunjukkan
perubahan 3% di CBF per milimeter perubahan
merkuri di PaCO2 , tapi yang respon lebih rendah
pada pasien dengan tingkat CBF lebih rendah.
Gambar 4. Grafik yang menggambarkan hubungan
antara penurunan CBF, iskemia reversibel dan Berbagai studi klinis telah mengkonfirmasi
infark.1 efek buruk hiperventilasi pada kadar CBF
pada pasien dengan cedera otak traumatik.
Pengukuran langsung CBF selanjutnya dapat McLaughlin dan Marion pada tahun 1995 lanjut
dilakukan dengan pemindai Positron Emission menunjukkan peningkatan vasoresponsivitas
Tomography (PET), yang menawarkan manfaat CO2 pada pasien dengan kontusio pada daerah
tambahan untuk menilai parameter metabolisme. penumbra, dan mereka berhipotesa bahwa
Namun, pemindaian PET hanya tersedia di kondisi hipersensitivitas ini dikombinasikan
beberapa pusat penelitian; menyediakan, seperti dengan hipoperfusi relatif dapat membuat
juga kasus dalam pemindaian Xe-CT stabil, hanya lesi seperti ini rentan terhadap cedera iskemik
informasi sesaat; dan melibatkan transportasi dari sekunder, yang mungkin akan diperburuk oleh
lingkungan ICU untuk periode waktu yang lebih kondisi hiperventilasi. Penelitian yang dilakukan
lama. Pengukuran tidak langsung CBF dapat secara instan, menunjukkan bahwa hiperventilasi
dilakukan dengan teknik ultrasonografi doppler moderat tidak mengganggu metabolisme otak dan
r transkranial, yang memungkinkan pengukuran oksigen ekstraksi global pada pasien dengan TBI
kecepatan aliran darah melalui arteri intrakranial berat, meskipun penurunan yang jelas didapatkan
basal. Kecepatan aliran darah, bagaimanapun, pada CBF umum. Penelitian lain juga berpendapat
tidak secara langsung sesuai dengan CBF, bahwa penurunan nilai CBF akibat hiperventilasi
karena tidak ada informasi yang tersedia tentang dapat ditolerir apabila tidak didapatkan adanya
diameter arteri serebral.11 perubahan parameter metabolik.12

Dengan menggunakan pemindaian Xe-CT untuk Hiperventilasi dan Oksigenasi Serebral


mengukur CBF regional ditemukan bahwa nilai Pemantauan oksigenasi serebral secara signifikan
CBF di bawah nilai ambang batas iskemik, yaitu menunjukkan bahwa hiperventilasi secara
sebesar 18 mL per 100 gram jaringan per menit signifikan berisiko menurunkan kadar CBF
pada 31% pasien dengan cedera otak traumatik.11 dan mungkin menginduksi atau memperburuk
Dalam analisis retrospektif, pasien cedera otak kondisi iskemia. Studi klinis telah berfokus
traumatik dengan hematoma subdural, telah pada oksimetri bulbus jugularis dan pemantauan
diamati bahwa nilai CBF terendah didapatkan tekanan oksigen jaringan otak (PbrO2).3 Dalam
dalam 24 jam pertama setelah cedera hematoma oksimetri bulbus jugularis, SjO2 dipantau baik
pada sisi yang sama. Studi dengan transcranial secara terus-menerus menggunakan teknik
ultrasonography doppler juga telah menunjukkan fiber optik kontinyu atau intermiten disertai
bahwa keadaan kecepatan aliran rendah terjadi dengan pengambilan sampel darah.9 Oleh karena
pada fase awal cedera, terjadi di 63% dari pasien. itu, teknik umum ini memberikan informasi
Karena nilai CBF rendah sering terjadi dalam mengenai ekstraksi oksigen dari drainase vena
cerebral. Namun, kondisi ini tidak mencerminkan
66 Jurnal Neuroanestesi Indonesia

nilai hemisfer karena cross-flow mungkin akan menghasilkan arus listrik antara katoda
terjadi, dengan satu vena jugularis mungkin dan anoda yang sebanding dengan tekanan
lebih dominan. Umumnya pemeriksaan ini lebih oksigen. Selanjutnya, teknologi tambahan untuk
disukai untuk mengukur/sampel dalam vena pemantauan PbrO2 (yaitu, sistem kolorimetri)
dominan.11 telah tersedia. Semua sistem menampilkan nilai
numerik, mengekspresikan oksigen 10 mmHg.
Dalam keadaan normal (misalnya, pada kondisi Nilai normal di otak berbagai spesies, termasuk
terjaga atau konsentrasi hemoglobin yang manusia, adalah >20mmHg. Penurunan yang
normal), nilai SjO2 berkisar antara 55 hingga berkepanjangan dan mendalam harus bersifat
70%. Nilai SjO2 di bawah 50% hingga 55% independent dan menghasilkan hasil keluaran
umumnya dianggap mewakili hipoperfusi yang kurang baik dan menyebabkan kematian.9,10
serebral global dengan peningkatan ekstraksi Beberapa peneliti menunjukkan hubungan linear
oksigen otak. Informasi tambahan dapat antara PbrO2 dan CBF dengan perubahan end-
diperoleh dengan menghitung AVDO2 atau tidal CO2 dan selanjutnya dikonfirmasi dengan
menentukan fraksi ekstraksi oksigen. Beberapa hubungan antara PbrO2 dan end-tidal CO2
penelitian menunjukkan bahwa hiperventilasi sebesar 20 hingga 60 mmHg. Berbagai penelitian
paksa, walaupun menormalkan ICP, dapat eksperimental lainnya telah menunjukkan
menyebabkan penurunan oksigenasi otak. Namun penurunan kadar PbrO2 akibat pemberian
penelitian lain, telah menggambarkan bahwa hiperventilasi. Dalam sebuah studi pada 16
nilai SjO2 >55% secara bersamaan dilakukan babi, hasil penelitian menunjukkan bahwa
bersama dengan penurunan ICP. Dalam situasi penurunan kadar rata-rata (± SD) PbrO2 sebesar
eksperimental, ditemukan bahwa penurunan 40%, dari 36±11 menjadi 20±9 mmHg terjadi
kandungan oksigen vena secara signifikan terjadi setelah hiperventilasi diberikan. Efek negatif
pada dua dari enam hewan yang mendapatkan hiperventilasi pada PbrO2 telah dikonfirmasi
terapi hiperventilasi, disertai dengan penurunan dalam banyak studi klinis. Dalam dua studi,
kadar fosfokreatin, dimana kondisi ini bersifat bagaimanapun, efek deletorius PbrO2 tidak
reversibel setelah pasien kembali mengalami signifikan, dan beberapa studi bahkan telah
normokapnia. Beberapa peneliti menyelidiki melaporkan peningkatan PbrO2 dalam beberapa
kondisi yang disebut flow-metabolism coupling kasus. Hasil yang tampaknya bertentangan
dan menunjukkan bahwa pada sekitar 20% pasien mungkin akan dijelaskan dengan adanya
dengan peningkatan aliran darah ICP melebihi perbedaan patofisiologi antara pasien secara
kebutuhan metabolisme otak. Hiperventilasi individual dan tampaknya akan mendukung
dalam subkelompok ini dapat menurunkan nilai optimalisasi pendekatan hiperventilasi,
CBF dan memperbaiki ICP tanpa mereduksi seperti yang dianjurkanseperti yg dianjurkan
oksigenasi serebral.9 oleh beberapa peneliti. Pada pasien dengan
peningkatan ICP yang terjadi akibat mekanisme
Berbeda dengan pemantauan SjO2, pemantauan vasodilatasi otak (hiperemia), hiperventilasi
PbrO2 (partial pressure of brain tissue oxygen) dapat mengembalikan aliran darah di daerah yang
adalah teknik regional. Sebagian besar rusak. Hal ini juga ditunjukkan dengan adanya
penelitian tentang pemantauan PbrO2 juga perbedaan respon SjO2 ketika dibandingkan
telah menunjukkan efek negatif dari pemberian dengan oksigenasi jaringan otak ketika PbrO2
hiperventilasi oksigenasi otak. Pemantauan kateter ditempatkan dekat dengan area lesi
PbrO2 kontinyu mungkin terjadi ketika miniatur penumbra.1,2
probe terbentuk, yang dapat dimasukkan ke
dalam korteks serebral. Probe pertama adalah III. Hiperventilasi dan Manajemen
polarografi, sensor jenis Clark, di mana katoda dan
anoda yang terkandung dalam membran bersifat Pasien dengan cedera otak traumatik derajat berat
permeabel terhadap oksigen. Ketika oksigen biasanya diintubasi dan mendapatkan ventilasi
berdifusi dari jaringan ke probe, mekanisme ini mekanis. Hipoksia, yang didefinisikan sebagai
Peranan Hiperventilasi terhadap Penurunan Tekanan Intrakranial 67
dalam Kasus Bedah Saraf

saturasi O2 <90%, atau PaO2 <60 mmHg harus dan peningkatan ICP.9
dihindari. Hiperventilasi profilaksis dengan nilai
PaCO2 <25 mmHg tidak dianjurkan. Dalam 24 Hiperventilasi dan Hasil Klinis
jam pertama setelah cedera otak traumatik berat Meskipun penggunaan hiperventilasi dilakukan
terjadi, hiperventilasi harus dihindari, karena secara luas dalam terapi peningkatan ICP setelah
dapat secara lebih lanjut mengganggu perfusi cedera otak traumatik dan terdapat banyak bukti
otak yang sudah berkurang. Telah dilaporkan yang mengindikasikan bahwa hiperventilasi
bahwa pada pasien dengan cedera otak meningkatkan kadar CBF, oksigenasi,
traumatik, hiperventilasi meningkatkan volume metabolisme, dan hanya satu uji prospektif klinis
jaringan yang sangat hipoperfusi di dalam otak acak yang telah dilaporkan mempelajari hasil
yang mengalami trauma, meskipun terdapat klinis dari pemberian hiperventilasi. Pada suatu
perbaikan pada nilai CPP dan ICP. Penurunan penelitian membandingkan hasil keluaran pasien
perfusi otak regional ini dapat mewakili yang mendapatkan hiperventilasi dengan nilai
daerah-daerah jaringan otak yang berpotensi PaCO2 25 mmHg selama 5 hari dengan pasien
mengalami iskemik. Hiperventilasi yang yang memiliki nilai PaCO2 sebesar 35 mmHg.
berlebihan dan berkepanjangan menyebabkan Setelah 3 dan 6 bulan dari onset cedera, pasien
vasokonstriksi serebral dan iskemia. Jadi, dengan nilai motorik Glasgow Coma Scale 4
hiperventilasi direkomendasikan hanya sebagai atau 5 memiliki hasil yang secara signifikan
tindakan sementara untuk mengurangi ICP yang lebih baik ketika mereka tidak mendapatkan
meningkat. Hiperventilasi dengan periode yang terapi hiperventilasi. Penelitian ini menjadi
singkat (15–30 menit), dengan kecepatan 20 dasar untuk rekomendasi pada tingkat standar
napas per menit pada orang dewasa dan 25 napas (bukti kelas I) dalam pedoman untuk manajemen
per menit pada anak 10 atau PaCO2 sebesar 30– cedera otak traumatik, menyatakan bahwa pada
35 mmHg dianjurkan untuk menerapi kerusakan kondisi dimana peningkatan ICP tidak terjadi,
neurologis akut yang terjadi akibat peningkatan terapi hiperventilasi yang memanjang (PaCO2
ICP.9. <25 mmHg) harus dihindari. Selain itu, pedoman
tersebut menyatakan bahwa “penggunaan terapi
Periode hiperventilasi yang lebih lama mungkin hiperventilasi profilaksis (PaCO2 < 35 umum
diperlukan untuk pasien dengan hipertensi diberikan pada pasien dengan cedera otak
intrakranial refrakter yang mendapatkan traumatik, khususnya jika hiperventilasi perlu
perawatan termasuk terapi sedatif, paralitik, dilakukan.1,3,9
drainase CSF, larutan salin hipertonik (HSS), dan
diuretik osmotik. Namun, ketika hiperventilasi VI. Efek pada Sistem Organ
digunakan, pengukuran SjvO2 atau PbrO2
direkomendasikan untuk memantau oksigenasi Hipokapnia menurunkan perfusi pada sebagian
serebral dan menghindari terjadinya iskemia besar sistem organ tubuh, termasuk jantung, hati,
serebral. Pengaturan ventilasi harus disesuaikan usus, otot rangka, dan kulit. Penurunan perfusi
untuk mempertahankan nilai saturasi oksigen koroner akibat hipokapnia dapat meningkatkan
(SpO2) >95% dan/atau PaO2 >80 mmHg dan untuk risiko iskemia jantung pada pasien yang telah
mencapai normoventilasi (eucapnia) dengan nilai mengalami penyakit arteri koroner sebelumnya.
PaCO2 35 hingga 40 mmHg. Beberapa peneliti Pada penelitian tahun 2017 ditemukan
melaporkan bahwa ventilasi dengan volume tidal peningkatan ringan pada resistensi pembuluh
yang tinggi merupakan prediktor independen dan darah sistemik dan penurunan ringan pada
berhubungan dengan cedera paru akut (ALI) pada indeks jantung ketika hiperventilasi pasif ringan
pasien dengan cedera otak traumatik derajat berat. diberikan pada pasien dengan penyakit arteri
Oleh karena itu, ventilasi protektif dengan volume koroner. Meskipun perubahan tekanan perfusi
tidal yang rendah dan tekanan akhir ekspirasi koroner dan aliran darah miokardium tersebut
positif sedang (PEEP) telah direkomendasikan tidak bersifat signifikan, penurunan dalam mm
untuk mencegah cedera paru terkait ventilator Hg) harus harus dihindari selama 24 jam pertama
68 Jurnal Neuroanestesi Indonesia

setelah cedera otak traumatik derajat berat karena teknik ini juga memiliki kekuarangan karena
dapat membahayakan perfusi otak selama CBF memerlukan vasopressor dan menyebabkan
yang berkurang. Namun, pada kondisi elektif kondisi hipervolemia, yang kemudian akan
diakui bahwa terapi hiperventilasi mungkin meningkatkan ICP, kelebihan cairan, dan
perlu diberikan dalam periode yang singkat meningkatkan risiko terjadinya ARDS. Kami
ketika kerusakan neurologis akut terjadi atau menyampaikan bahwa kedua pendekatan
untuk periode yang lebih lama jika hipertensi mungkin menjadi tepat jika digunakan dalam
intrakranial refrakter terhadap terapi lain.5 kondisi yang tepat, sesuai dengan kondisi
pasien secara individual. Resiko seperti yang
IV. Sintesis dipaparkan dalam pedoman internasional pada
hiperventilasi, menyatakan bahwa hiperventilasi
Penggunaan hiperventilasi dalam pengobatan berkepanjangan harus dihindari pada pasien
pasien dengan cedera otak traumatik masih cedera otak traumatik yang tidak mengalami
kontroversial. Hasil yang kontroversial telah peningkatan ICP. Sampai saat ini, tidak ada bukti
telah digambarkan oleh berbagai editorial dan dalam literatur yang secara jelas menunjukkan
komentar literatur. Para pendukung hiperventilasi bahwa hiperventilasi yang diberikan pada pasien
mengklaim bahwa teknik hiperventilasi efektif cedera otak traumatik dengan peningkatan
untuk menurunkan ICP dan bahwa, meskipun ICP terkait dengan hasil yang lebih buruk, dan
terapi ini juga dapat menurunkan CBF, tidak juga tidak ada bukti yang menunjukkan efek
ada bukti yang secara signifikan menyatakan menguntungkan pada hasil pemberian terapi
bahwa teknik ini dapat menghasilkan gangguan secara keseluruhan. Risiko sistemik akan tampak
metabolisme secara lebih lanjut, dan dari lebih besar, terutama pada pasien yang telah
bukti-bukti ini mereka menyimpulkan bahwa mengalami penyakit sebelumnya dan pada pasien
risiko iskemia yang terjadi akibat pemberian dengan hipovolemia absolut atau relatif . Dalam
hiperventilasi tidak terbukti. Kontroversi akan hal ini, perlu dicatat bahwa hiperventilasi tidak
penggunaan teknik hiperventilasi menyatakan disengaja sering terjadi pada kondisi pra-rumah
bahwa teknik ini menurunkan CBF, oksigenasi sakit pada saat volume resusitasi optimal belum
otak, dan parameter neurokimia yang diperoleh tercapai.12
dalam studi microdialysis. Selanjutnya, efek
menguntungkan akan hasil keluaran klinis pasien Secara teoritis, manfaat hiperventilasi mungkin
juga telah ditekankan.11,12 lebih khusus diharapkan pada pasien di mana
peningkatan ICP terjadi terutama karena
Bagaimana kedua pandangan dan pendekatan peningkatan volume darah otak akibat mekanisme
yang berbeda tersebut dapat disatukan? Jawaban vasodilatasi. Dalam praktik klinis, bagaimanapun,
untuk pertanyaan ini menghasilkan diskusi umum mungkin sangat sulit, jika bukan tidak mungkin,
tentang manajemen standar dan pendekatan yang untuk membedakan antara kontribusi edema
lebih individual. Tidak jelas mengapa berbagai dan volume darah otak pada kondisi edema otak
modalitas pengobatan harus bersifat eksklusif dan traumatis setelah cedera otak traumatik, tanpa
dapat mencakup semua area dalam manajemen fasilitas untuk pemindaian PET atau pencitraan
trauma neurologis, bahkan pendukung teknik difusi-tertimbang MRI. Dalam penelitian lain
mekanisme hiperventilasi telah menekankan menunjukkan studi 31 pasien dengan cedera
perlunya hiperventilasi yang optimal yang otak traumatik bahwa 2,94% edema otak terjadi
bertujuan memperbaiki ketidaksesuaian antara karena adanya peningkatan volume darah otak
aliran dan metabolisme oksigen, dengan rata-rata dibandingkan dengan rata-rata 9,1%
tujuan pemantauan multimodalitas termasuk pasien yang benar-benar mengalami edema otak.
pemantauan oksimetri jugular.12 Dalam kelompok pasien ini, volume darah otak
meningkat hanya pada lima dari tujuh pasien.
Kelompok yang menentang pemberian Namun, tidak disebutkan pada periode waktu
hiperventilasi, menganjurkan terapi CPP, tetapi mana studi ini dilakukan.12
Peranan Hiperventilasi terhadap Penurunan Tekanan Intrakranial 69
dalam Kasus Bedah Saraf

Telah diperdebatkan bahwa risiko utama iskemia laboratorium, pengukuran gas darah umumnya
akibat hiperventilasi akan muncul dalam 24 dilakukan pada suhu 37°C, dan hasilnya
jam pertama setelah cedera, karena periode tidak dikoreksi sesuai dengan suhu inti tubuh.
ini merupakan periode di mana kadar menjadi Validitas untuk melakukan koreksi suhu telah
CBF rendah. Kami berpikir bahwa pendapat diperdebatkan. Penelitian yang telah dilakukan
yang diterima secara umum ini dapat ditentang. menunjukkan bahwa kondisi hipotermia dapat
Jika memang fase akut tersebut ditandai dengan menyebabkan penurunan end-tidal CO2 dan
adanya kondisi penyempitan pembuluh darah, PaCO2 karena adanya penurunan metabolisme
efek tambahan akibat mekanisme hiperventilasi sistemik dan otak. Pada kenyataannya, penulis
dapat diharapkan menjadi rendah, dan hal ini tersebut berpendapat bahwa penurunan ICP
telah terbukti dalam berbagai penelitian. Oleh beriringan dengan penurunan PaCO2.5
karena itu, dapat disimpulkan secara tentatif
bahwa terapi hiperventilasi mungkin lebih tepat V. Simpulan
dilakukan selama fase hiperemik relative, yaitu 2
hingga 3 hari setelah onset cedera otak traumatik. Terdapat data-data yang kontroversial, yang
Namun demikian, risiko komplikasi iskemik mendukung ataupun menentang penggunaan
tidak dapat dikesampingkan, dan pemantauan terapi pilihan, baik data yang mendukung
oksigenasi otak secara cermat diperlukan.12 penggunaan terapi hiperventilasi berlebih,
hingga data yang menghindari penggunaan
Bukti saat ini akan mendukung durasi terapi hiperventilasi. Menurut pendapat kami apabila
hiperventilasi yang relatif singkat. Konsensus pemantauan hipokapnia dilakukan untuk
umum menyatakan bahwa teknik hiperventilasi mengontrol peningkatan ICP dalam jangka yang
tidak boleh diberikan pada pasien cedera otak pendek, terapi hiperventilasi tetap bermanfaat.
traumatik dengan nilai PaCO2 kurang dari 30 Pemantauan multimodalitas diperlukan agar
mmHg. Pemantauan oksimetri jugularis dari terapi hiperventilasi dapat digunakan secara aman
ekstraksi oksigen otak dan pemantauan PO2 pada pasien tertentu yang mungkin memerlukan
lokal pada jaringan otak dapat menghasilkan terapi ini.
informasi tambahan pada area penumbra sekitar
otak yang mengalami kontusio. Telah dilaporkan Daftar Pustaka
bahwa peningkatan vasoreaktivitas di zona
penumbra di sekitar kontusio hingga hampir tiga 1. Stocchetti N, Mass AIR, Chieregato A, Van
kali normal dan menunjukkan kecenderungan der Plas AA. Hyperventilation in head injury.
hipersensitivitas area ini terhadap terapi Chest Journal. 2005; 127:1812–27.
hiperventilasi. Studi metabolik dengan MRI
spektroskopi atau PET scan mungkin diperlukan 2. Godoy DA, Seif A, Garza D, Lubillo-
sebelum kemungkinan efek lokal yang merugikan Montenegro S, Murillo-Cabezas F.
terjadi, sehingga semua efek merugikan dapat Hyperventilation therapy for control of
sepenuhnya dievaluasi.5 posttraumatic intracranial hypertension.
Front Neurol J. 2017; 8(250):1–13.
Ketika mempertimbangkan kedalaman terapi
hiperventilasi yang tepat, dua kondisi tertentu 3. Brandi G, Stocchetti N, Pagnamenta A, Stretti
harus diamati. Pertama, pada ketinggian yang F, Steiger P, Klinzing S. Cerebral metabolism
lebih tinggi, kadar PaCO2 normal mungkin jauh is not affected by moderate hyperventilation
di bawah kadar yang diterima secara umum in patients with traumatic brain injury.
yaitu 35 hingga 45 mmHg, yang ditentukan Biomedcentral J. 2019;23(45):1–7.
pada permukaan laut. Koreksi nilai PaCO2 harus
dilakukan sesuai ketinggian permukaan laut. 4. Carney N, Totten AM, O'Relly C, Ullman
Kedua, pengaruh temperatur, terutama ketika JS, Hawryluk G, Bell MJ, et al. Guidelines
terapi hipotermia harus dipertimbangkan. Di for the management of severe traumatic
70 Jurnal Neuroanestesi Indonesia

brain injury, Fourth Edition. Brain Trauma management of severe traumatic brain injury
Foundation TBI Guidelines. 2016;4(8):1–10. in adults. Scand J Trauma Resusc Emerg
Med. 2012; 2(20): 1–15.
5. Guha A. Management of traumatic brain
injury: some current evidence and application. 10. Henry M. Hiperventilation in severe traumatic
Postgrad Med J. 2004;80: 650–53. brain injury. New York State Department of
Health. 2003; SA:97–03.
6. Marhong K, Fan E. Carbon dioxide in
the critically ill: too much or too little 11. Geeraets T, Vlly L, Abdennour L, Asehnoune
of a good thing?. Respiratory Care J. K, Audibert G, Bouzat P, et al. Management
2014;59(10):1597–1605. of severe traumatic brain injury (first 24
hours). Anaesth Crit Care Pain Med. 2018;
7. Dash HH, Chavali S. Management of 37(2): 171–16.
traumatic brain injury patients. Korean
Journal of Anesthesiology. 2018; February 12. Helmy A, Vizcaychipi M, Gupta K. Traumatic
71(1):12–21. brain injury: intensive care management. Br J
Anaesth. 2007;99(1): 32–42.
8. Dinnsmore J. Traumatic brain injury:an
evidence-based review of management. 13. Luo Y, Sun Y, Liu W, Liu T, Liu Z. The
Continuing Education in Anaesthesia, effect of permissive hypercapnia on cerebral
Critical Care and Pain J.2013;2: 1–7. oxygen metabolism and brain function in
patients with craniocerebral trauma surgery.
9. Haddad SH, Arabi YM. Critical care Biomed Research. 2017;28(15): 976–1683.

Anda mungkin juga menyukai