Anda di halaman 1dari 15

Masalah Penegakan Hukum Yang Berkeadilan

Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Pancasila

Dosen :

Bu Dini Amalia Fitri, SH., MH

Disusun Oleh :

Awalin Mar’atus Solehah (31402000273)

Dwi Putri Wulandari (31402000277)

Gilang Nugraha (31402000283)

Kacung Alim Darmawan (31402000287)

Muhamad Lutfi Alfarizi (31402000289)

Diani Sukma (31402000300)

Kelas : A2E4

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2021

1
Kata Pengantar

Assalamualaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh. Pertama – tama kami panjatkan puja


dan puji syukur atas rahmat & ridho yang diberikan oleh Allah SWT, karena dengan rahmat &
ridho – Nya kita mampu menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Pancasila yang berjudul
“Masalah Penegakan Hukum yang Berkeadilan” dengan baik dan selesai tepat pada waktu yang
telah ditentukan. Sholawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada junjungan dan
panutan kita , manusia yang telah dimuliakan oleh Yang Maha Mulia, pembawa cahaya terang
benderang dari kegelapan zaman jahiliah , kepada panutan kita Nabi Muhammad SAW, kepada
keluarganya, para sahabatnya, dan seluruh umat yang selalu istiqomah menjalankan ajarannya.

Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Dini Amalia Fitri, SH., MH selaku
dosen pengampu mata kuliah Pancasila yang membimbing kami dalam menyelesaikan makalah
ini.Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman – teman kami yang selalu setia
membantu dalam hal mengumpulkan data – data yang diperlukan dalam proses pembuatan
makalah.Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pancasila.Dalam makalah ini
membahas tentang masalah penegakan hukum yang berkeadilan yang memuat tentang
bagaimana penegakan hukum di Indonesia serta kasus – kasus yang kerap terjadi, hal – hal yang
melatar belakangi kasus – kasus tersebut, dan mengetahui faktor apa saja yang menghambat
dalam penyelesaikan masalah.

Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini akan
jauh lebih sempurna apabila kami menerima kritik serta saran yang sifatnya membangun guna
perbaikan di masa yang akan datang.Akhir kata dari kami berharap semoga penyusunan makalah
ini dapat bermanfaat bagi kami sendiri maupun pihak – pihak yang lain untuk masa yang akan
datang sebagai bahan acuan atau referensi dalam hal membuat makalah.

2
Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 4

A. Latar Belakang Masalah ................................................................................................... 4

B. Rumusan Masalah ............................................................................................................. 5

C. Tujuan ................................................................................................................................. 5

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................... 6

a) Penegakan Hukum di Indonesia dan Kasus – Kasus yang kerap terjadi di Indonesia6

b) Hal – Hal yang Melatarbelakangi Kasus ......................................................................... 8

c) Hukum (Pasal – Pasal) Apa yang Terlibat dalam Kasus dan Bagaimana Upaya
Pemerintah dalam Menangani Kasus ................................................................................... 11

d) Tanggapan kelompok kami mengenai penegakan hukum di Indonesia .................... 13

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 15

3
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penegakan hukum yang berkeadilan adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya
atau berfungsinya norma – norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu
lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara tanpa
membeda – bedakan antargolongan. Penegakan hukum itu kurang lebih merupakan upaya yang
dilakukan untuk menjadikan hukum, baik dalam arti formil yang sempit maupun dalam arti
materiel yang luas, sebagai pedoman perilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh para
subjek hukum yang bersangkutan maupun oleh aparatur penegakan hukum yang resmi diberi
tugas dan kewenangan oleh undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma – norma
hukum yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Negara Indonesia adalah negara hukum, artinya semua warga negara dan penyelenggara
harus tunduk pada aturan hukum yang berlaku. Tetapi kenyataannya, aturan hukum seringkali
dilanggar, bahkan oleh aparat penegak hukum dan pembentuk hukum itu sendiri. Penegakan
hukum di Indonesia masih tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas. Untuk itu perlu dilakukan
perbaikan terhadap penegakan hukum. Perbaikan penegakan hukum dapat dilakukan dengan
memperbaiki sistem hukum yang meliputi substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum.
Selain itu, dengan konsep negara hukum yang demokratis, penegakan hukum tidak hanya
terpaku pada aturan hukum tertulis. Apabila aturan hukum tertulis tidak memberikan keadilan,
maka aturan hukum tertulis dapat disimpangi. Penegakan hukum juga didukung oleh lahirnya
teori hukum progresif dan teori hukum integratif.[1]

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 1 ayat (3)
menyatakan bahwa “negara Indonesia adalah negara hukum”, artinya setiap warga negara
maupun penyelenggara negara harus tunduk pada aturan hukum yang berlaku. Dalam konsep
negara hukum di dunia, dikenal adanya konsep rechtstaat dan konsep rule of law. Negara hukum
Indonesia berdasarkan Pasal 28I ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 merupakan negara hukum yang demokratis, artinya negara hukum Indonesia
memadukan antara konsep rechtstaat dan konsep rule of law. Negara Indonesia sebagai sebuah
negara hukum, seharusnya hukum ditegakkan. Berbagai aturan hukum dibuat, untuk ditaati dan
diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Akan tetapi pada
kenyataannya, aturan hukum tersebut seringkali dilanggar, bahkan oleh aparat penegak hukum
dan pembentuk hukum itu sendiri. Kita dapat menyaksikan berapa banyak aparat penegak hukum
(polisi, hakim, jaksa, advokad) dalam menangani perkara melakukan perbuatan tercela seperti
penyuapan, transaksi perkara, calo perkara, jual beli putusan, makelar kasus, dan sebagainya.

4
Begitu juga dengan anggota DPR sebagai pembentuk hukum ada beberapa yang terjerat kasus
korupsi ataupun melakukan pelanggaran hukum yang lain.

Adanya aparat penegak hukum dan pembentuk hukum yang melakukan pelanggaran
hukum mengakibatkan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat kepada aparat penegak
hukum dan pembentuk hukum itu sendiri. Salah satu implikasinya adalah terjadinya tindakan
main hakim sendiri oleh masyarakat dalam menghadapi suatu tindak pidana. Hukum yang pada
mulanya diharapkan menjadi tiang penyangga dan alat untuk membangun kehidupan yang
memberikan rasa keadilan dan kepastian di dalam kehidupan masyarakat, masih dirasakan
tumpul dalam meneyelesaikan kasuskasus hukum yang terjadi, termasuk kasus korupsi. Pada
kenyataannya sampai saat ini, pembangunan hukum negara kita terjebak pada ironi, yaitu
pertama, Indonesia diketahui secara internasional merupakan salah satu negara paling korup di
dunia, tetapi kenyataannya jarang koruptor yang dapat dijerat dengan hukum. Kedua, secara
konstitusional Indonesia telah menetapkan sebagai negara hukum, tetapi dalam kenyataannya
hukum tidak dapat ditegakkan dengan baik atau tidak pernah supreme sebagaimana yang
diharapkan. Peran hukum dalam reformasi saat ini masih sangat lemah dan tidak menunjukkan
kinerjanya yang efektif. (Moh. Mahfud MD, 2010: 178) Oleh karena itu, kita harus melakukan
pembenahan terhadap sistem hukum kita, terutama pembenahan pada aspek penegakan
hukumnya.[2]

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka penulis merumuskan permasalahan
yang akan dibahas adalah sebagai berikut :
a. Bagaimana penegakan hukum di Indonesia dan Kasus – kasus apa saja yang kerap terjadi di
Indonesia ?
b. Hal apa saja yang melatarbelakangi kasus – kasus tersebut ?
c. Hukum (Pasal-pasal) apa yang terlibat dalam kasus dan bagaimana upaya pemerintah dalam
menangani kasus tersebut ?
d. Tanggapan kelompok kami mengenai penegakan hukum di Indonesia terkhusus pada
masalah yang akan di bahas.

C. Tujuan

Tujuan yang diharapkan dari pembahasan masalah ini adalah :


a. Dapat mengetahui bagaimana penegakan hukum di Indonesia serta Kasus – kasus yang kerap
terjadi di Indonesia.
b. Dapat mengetahui hal – hal apa saja yang melatarbelakangi kasus – kasus tersebut.
c. Dapat mengetahui faktor apa saja yang menghambat dalam penyeselaian kasus tersebut dan
upaya pemerintah dalam menangani kasus tersebut.

5
BAB II PEMBAHASAN

a) Penegakan Hukum di Indonesia dan Kasus – Kasus yang kerap terjadi di Indonesia

Masalah penegakan hukum merupakan masalah yang tidak sederhana, bukan saja karena
kompleksitas sistem hukum itu sendiri, tetapi juga rumitnya jalinan hubungan antara sistem
hukum dengan sistem sosial, politik, ekonomi dan budaya masyarakat. Sebagai suatu proses,
penegakan hukum pada hakekatnya merupakan variabel yang mempunyai korelasi dan
interdepedensi dengan faktor – faktor lain. Faktor yang terkait yang menentukan proses
penegakan hukum sebagaimana diungkapkan oleh Lawrence M. Friedman, yaitu komponen
subtansi, struktur dan kultur. Beberapa komponen tersebut termasuk ruang lingkup bekerjanya
hukum sebagai suatu sistem ke semua faktor tersebut akan sangat menentukan proses
penegakan hukum dalam masyarakat dan tidak dapat dinafikan satu dengan yang lainnya.
Kegagalan pada salah satu komponen akan berimbas pada faktor yang lain. Penegakan hukum
pada hakekatnya mengandung supremasi nilai substansial, yaitu keadilan. Namun, semenjak
hukum modern digunakan, pengadilan bukan lagi tempat untuk mencari keadilan (searching
of justice). Pengadilan tidak lebih hanya menjadi lembaga yang berkutat pada aturan main dan
prosedur. Hukum kemudian tidak lagi dapat menyediakan keadilan sebagai trade mark-nya
selama ini. Keadilan telah mati secara dramatis di lembaga-lembaga peradilan di bawah rezim
hukum modern. Tidak hanya itu, hukum kemudian dipahami semata sebagai produk dari
negara dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Lembaga peradilan yang semula sebagai
house of justice harus berubah menjadi tempat untuk menerapkan peraturan.[3]

Sistem hukum Indonesia mengalami keterpurukan yang luar biasa, karena setelah sepuluh
tahun, masyarakat mandambakan adanya supremasi hukum dan keadilan dapat ditegakkan
dengan baik, tetapi hal itu hanya merupakan sebuah wacana yang tak kunjung datang bahkan
keterpurukan hukum di Indonesia semakin semrawut. Indonesia adalah salah salah satu
negara yang paling korup di dunia, tetapi dalam realitasnya belum banyak koruptornya. Oleh
karena dalam pandangan legistik-normatif, seseorang barulah dapat dianggap sebagai seorang
koruptor jika sudah ada keputusan dari pengadilan yang berkekuatan tetap yang dinyatakan
terbukti bersalah. Kemudian dalam realitasnya juga “para koruptor” ramai-ramai di SP3-kan,
dituntut bebas, divonis bebas atau dikabulkan permohonan PK-nya. Negara Indonesia adalah
sebuah negara yang dapat dikatakan aneh di dunia, karena ia termasuk diantara beberapa
negara terkorup di dunia, tetapi justru mereka yang paling banyak menggunakan uang negara
atau rakyat untuk kepentingan pribadinya (koruptor) sangat sedikit jumlahnya yang sempat
dijebloskan ke penjara dan bahkan mereka yang sementara diproses kasus korupsinya adalah
mereka yang hanya para koruptor yang berada di level kelas teri (penggunaan uang negara

6
hanya miliaran rupiah) sementara yang triliunan tidak dapat diungkap dan diproses dengam
atura hukum yang ada. Salah satu sebab sulitnya kasus korupsi sulit diberantas di Indonesia
adalah karena berbagai putusan hakim yang menangani dan mengadili berbagai kasus korupsi
adalah jauh dari rasa keadilan yang hidup dalam masyarakatnya. Fenomena law enforcement
kita seperti itu adalah karena kita terpenjara oleh paradigm legalistic, formalistic, dan
procedural semata. Citra pengadilan dan hakim kita di mata rakyat sudah sangat buruk. Suap-
menyuap masih tetap jalan dengan model dan cara yang bervariasi di lingkungan peradilan
(sebagai institusi hukum), apalagi jajaran birokrasi pemerintahan baik pusat maupun daerah.
Buktinya sekarang banyak pejabat daerah baik di lingkungan eksekutif maupun di lingkungan
legislatif yang terkena kasus korupsi.[3]

Matinya hukum bukan berarti bahwa tidak ada hukum, matinya hukum adalah hukum
dipaksakan untuk berlaku. Undang-undang menjadi pembenar sebuah kejahatan dan
pelaksanaan undang-undang berubah menjadi mayat hidup, robot dan mesin dengan
pengendali jarak jauh. Hukum harusnya tidak semata-mata mengandaikan legalitas formal
yang sarat dengan proses proseduralnya yang selalu mengejar kepastian hukum. Akan tetapi
juga harus mampu melihat secara holistik terhadap berbagai persoalan-persoalan yang muncul
di tengah-tengah kehidupan. Artinya, bahwa hukum tidak hanya sebatas sebagai suatu sistem
aturan tetapi juga hukum sebagai suatu sistem nilai. Sehingga di samping adanya kepastian
hukum, juga tidak terlepas dari nilai keadilan yang ada dalam masyarakat. Dalam
menegakkan hukum ini ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu kepastian hukum,
kemanfaatan dan keadilan. Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-
ide tentang keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan. Proses
perwujudan ide – ide itulah yang merupakan hakekat dari penegakan hukum.[3]

Masih dalam penegakan hukum, Mukthie Fadjar menambahkan kondisi hukum dan
penegakan hukum kita memang sudah dalam keadaan gawat darurat yang sudah harus masuk
ICCU seperti kondisi pada menjelang reformasi 1998 sebagaimana hasil studi diagnosis
Bappenas – Bank Dunia 1996 dengan ungkapan bahwa kondisi hukum Indonesia “desperate
but not hopeless”, namun tidak mampu merawatnya, bahkan lebih memperparahnya.
Beberapa indikator dapat dikemukakan antara lain:

a. Hasil reformasi konstitusi dampak atau belum mampu untuk melahirkan suatu sistem
ketatanegaraan yang demokratis, mengedepankan supremasi hukum, menghormati HAM,
dan berkeadilan sosial.

b. Pembentukan hukum, baik melalui proses legislasi maupun melalui yurisprudensi belum
mampu menghasilkan hukum yang berparadima Indonesia.

7
c. Institusi-institusi penegak hukum, seperti lembaga peradilan, kejaksaan, kepolisian, dan
organisasi advokat kehilangan kredibilitasnya. Bahkan institusi- institusi baru yang tadinya
sangat diandalkan seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Mahkamah
Konstitusi (MK) mulai dilanda penyakit degeneratif.

d. Masyarakat penggapai keadilan mulai frustasi, sehingga lebih suka mengembangkan


budaya kekerasan dan main hakim sendiri.

e. Manajemen penegakan hukum kacau balau karena arogansi sektoral yang melahirkan
konflik kelembagaan.

f. Lembaga-lembaga pendidikan tinggi hukum yang menjadi pemasok utama sumber daya
manusia (SDM) penegak hukum memang produktif dari sudut kuantitas, tetapi belum dari
segi kualitas dan integritas.

g. Pengaruh kekuatan dan kekuasaan politik masih sangat kental dalam penegakan hukum,
sehingga sering membuat mandul hukum dan penegakannya.

Jadi, dari sinilah kita bisa menyimpulkan bahwa penegakan hukum Indonesia dapat
mensejahterakan mereka yang mempunyai kekuasaan dan akan menyengsarakan mereka yang
tidak punya kekuasaan jika penegakan hukum ini tidak dilakukan secara adil serta tidak ada
suap menyuap. Hukum di Indonesia masih bisa dikatakan tidak adil karena masih banyak
oknum yang menyalahgunakan kekuasaan dan kekayaan yang dimiliki demi keuntungan
pribadi dan justru dengan mudahnya mereka mengkhianati sumpah dan janji yg dibuatnya
sendiri demi memikirkan duniawi.

Adapun kasus – kasus yang kerap terjadi di Indonesia seperti kasus pidana, perdata,
ataupun tindak asusila. Kasus – kasus tersebut bisa saja terjadi karena dorongan ekonomi,
hasrat, paksaan dari orang lain ataupun memang murni dari dalam dirinya yang ingin
bertindak kejahatan. Alasan mengapa mereka melakukan tindak kejahatan karena kurang
mendekatkan diri kepada Tuhan, pengaruh lingkungan, kurangnya tingkat pendidikan, kondisi
social, pengaruh obat – obatan terlarang, kebutuhan yang mendesak serta alasan personal.
Kasus yang marak akhir – akhir ini yaitu mengenai korupsi dan tindak pencurian.

b) Hal – Hal yang Melatarbelakangi Kasus

a. Latar Belakang Kasus Korupsi Oknum Pengurus Koni, Jawa Barat

8
Empat orang pengurus KONI Jawa Barat dijatuhi hukuman satu tahun penjara
akibat kasus korupsi. Kasus ini awalnya ditangani oleh Polda Jawa Barat. Berdasarkan
laman SIPP PN Bandung, ada empat terdakwa dalam kasus itu. Keempatnya yakni
Dadang Syarif Hidayat selaku anggota bidang pemeliharaan dan perawatan, Eman
Suyono ketua Bidang Pengendalian dan Anggaran, Yeyen Rusmana Dian dan Prina
Nugraha selaku anggota bidang pelayanan umum dan urusan dalam KONI Jabar.[4]

Keempat mantan pengurus KONI Jabar itu tersangkut kasus korupsi anggaran
perawatan dan pembangunan Lapangan Tembak Cisangkan di Kota Cimahi. Dalam
persidangan di Pengadilan Tinggi Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kota
Bandung, Rabu (24/6/2020), majelis hakim memvonis mereka satu tahun penjara.
Namun, eksekusinya baru dilakukan Rabu (12/8/2020). Sebelumnya, keempat mantan
pengurus KONI Jabar tersebut menjalani tahanan kota.[5] Adapun pembacaan sidang
dilakukan pada Rabu, 24 Juni 2020 dengan M. Razzad selaku ketua Majelis, Rifandu
Eriambodo Setiawan dan Djodjo selaku hakim anggota. Kasus ini awalnya ditangani oleh
Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jabar. Kasus ini bermula dari dugaan korupsi
dalam kegiatan perawatan dan pembangunan lapangan tembak Cisangkan, Kota Cimahi
menggunakan APBD Pemkot Cimahi. “Sudah selesai ditangani. Modusnya dengan cara
merekayasa seolah-olah menunjuk penyedia barang jasa, namun faktanya kegiatan
tersebut dikerjakan oleh pihak sendiri,” kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda
Jabar Kombes Yaved Duma Parembang kepada wartawan, Kamis (2/7/2020).[4]

b. Latar Belakang Kasus Pencurian di Bun, Kalimantan Tengah

9
Kejahatan merupakan suatu bentuk dari perilaku menyimpang yang selalu ada dan
melekat pada masyarakat, perilaku menyimpang itu merupakan suatu ancaman yang
nyata atau ancaman terhadap norma-norma sosial yang mendasari kehidupan atau
keteraturan sosial dapat menimbulkan ketegangan individual maupun ketegangan –
ketegangan sosial yang merupakan ancaman riil atau potensial bagi berlangsungya
ketertiban social. Salah satu bentuk kejahatan yang merugikan masyarakat adalah
pencurian kendaraan bermotor. Tindak pidana curanmor adalah tindak pidana pencurian
dengan obyek khusus kendaraan bermotor. Dikatakan merugikan masyarakat karena
tindak pidana curanmor yang obyek sasarannya adalah kendaraan bermotor yang
mempunyai mobilitas tinggi dan nilai ekonomis.[6]

Tindak pidana pencurian kendaraan bermotor di Indonesia setiap tahunnya


semakin meningkat. Demikian halnya dengan kasus pencurian motor yang dilakukan oleh
terdakwa Sugeng Widodo dan dijatuhi hukuman penjara selama 1 tahun 6 Bulan oleh
Majelis Hakim dalam sidang virtual di Pengadilan Negeri Pangkalan Bun, Senin, 8
Februari 2021. Majelis Hakim Mantiko Sumanda Moechtar, sepakat dengan tuntutan
jaksa penuntut umum. Menetapkan terdakwa tetap dalam tahanan lantaran telah terbukti
secara sah melakukan tindak pidana pencurian. Hal yang melatar belakangi terdakwa
melakukan pencurian motor senilai Rp4.000.000,00 (Empat Juta Rupiah) adalah untuk
dipergunakan sendiri.

10
c) Hukum (Pasal – Pasal) Apa yang Terlibat dalam Kasus dan Bagaimana Upaya
Pemerintah dalam Menangani Kasus

a. Kasus Korupsi Oknum Pengurus Koni, Jawa Barat


Yaved mengatakan dalam kasus ini, kerugian negara mencapai Rp 1,1 miliar.
Adapun keempat terdakwa itu saat ditangani Polda Jabar dikenakan Pasal 2 ayat 1 UU RI
No 31 Th 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yang berbunyi “Setiap
orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau Pidana penjara
paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling
sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)”sebagaimana telah diubah dgn UU RI No 20 Th
2001 tentang perubahan atas UU RI no 31 Th 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana
korupsi.

Lalu bagaimana upaya pemerintah dalam menangani kasus ini?

Kasus ini sendiri awalnya ditangani oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus
Polda Jabar. Kasus ini bermula dari dugaan korupsi dalam kegiatan perawatan dan
pembangunan lapangan tembak Cisangkan, Kota Cimahi menggunakan APBD Pemkot
Cimahi.

Dalam situs resmi Pengadilan Negeri (PN) Bandung itu, keempat terdakwa
divonis sama satu tahun penjara. Terdakwa Yeyen Rusmana dihukum satu tahun penjara
dengan denda Rp 50 juta. Eman Suyono divonis satu tahun penjara denda Rp 50 juta,
Dadang Syarif Hidayat dihukum satu tahun dan denda Rp 50 juta dan Prina Nugraha
dihukum satu tahun dan denda Rp 50 juta. Adapun pembacaan sidang dilakukan pada
Rabu 24 Juni 2020 dengan M. Razzad selaku ketua majelis, Rifandu Eriambodo Setiawan
dan Djodjo Johari selaku hakim anggota

b. Kasus Pencurian di Bun, Kalimantan Tengah


Hukum yang terlibat ialah Pasal 362 KUHP yang berbunyi “Barangsiapa
mengambil sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan
maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana
penjara paling lama lima tahun, atau pidana denda paling banyak sembilan ratus
rupiah.”[7]
Bagian Ini berarti :
1. Barangsiapa;

11
2. Mengambil;
Kata mengambil dalam arti sempit terbatas pada menggerakkan tangan
dan jari-jari, memegang barangnya, dan mengalihkannya ke lain
tempat.Perbuatan mengambil juga diartikan perbuatan yang mengakibatkan
barang dibawah kekuasaan yang melakukan atau yang mengakibatkan barang
berada di luar kekuasaan pemiliknya. Menurut Arrest Hoge Raad (HR) tanggal
12 Nopember 1894 pengambilan telah selesai jika barang berada pada pelaku,
sekalipun ia kemudian melepaskan karena diketahui.
3. Sesuatu barang
Dalam pengertian sesuatu barang, tidak hanya yang mempunyai nilai
ekonomis akan tetapi termasuk juga yang mempunyai nilai non ekononomis
seperti karcis kereta api yang telah terpakai (HR 28 April 1930) dan sebuah kunci
sehingga pelaku dapat memasuki rumah orang lain (HR 25 Juli 1933).
4. Barang itu seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain;
Barang yang diambil oleh pelaku tidak perlu kepunyaan orang lain pada
keseluruhannya, barang itu bisa saja merupkan milik atau kepunyaan bersama
antara korban dan pelaku.
5. Dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum.
Perbuatan mengambil barang orang lain itu dilakukan oleh pelaku untuk
memilikinya yang dikendaki tanpa hak atau kekuasaan pelaku. Dalam hal ini
pelaku harus menyadari bahwa barang yang diambilnya ialah milik orang lain.

Lalu bagaimana upaya pemerintah dalam menangani kasus ini?


Kasus pencurian motor yang dilakukan oleh terdakwa Sugeng Widodo sudah
dijatuhi hukuman penjara selama 1 tahun 6 Bulan oleh Majelis Hakim dalam sidang
virtual di Pengadilan Negeri Pangkalan Bun, Senin, 8 Februari 2021. Majelis Hakim
Mantiko Sumanda Moechtar, sepakat dengan tuntutan jaksa penuntut umum. Menetapkan
terdakwa tetap dalam tahanan lantaran telah terbukti secara sah melakukan tindak pidana
pencurian. Sebagaimana dalam dakwaan tunggal Pasal 362 KUHP.

Selanjutnya, menetapkan agar barang bukti Honda Kharisma warna hitam tahun
2003, dikembalikan kepada saksi korban Muhammad Rizal. Membebankan biaya perkara
kepada terdakwa sebesar Rp5.000,00 (Lima Ribu Rupiah). Atas putusan tersebut,
terdakwa mempunyai hak untuk menyampaikan tanggapan. Terdakwa pun
menyampaikan permohonan keringanan dengan alasan menyesali perbuatannya dan
berjanji tidak mengulangi lagi serta ini juga kali pertama terdakwa berbuat kriminal.
Terlepas dari itu, terdakwa juga tulang punggung keluarga dan mempunyai dua anak.[8]
Kemudian pada sidang virtual di Pengadilan Negeri Pangkalan Bun, Senin, 15 Februari

12
2021 permohonan terdakwa dikabulkan dan resmi dijatuhi hukuman 1 tahun penjara, oleh
majelis hakim. Jika dalam waktu 7 hari tidak tidak menyatakan sikap, maka dianggap
menerima putusan. Hal yang melatarbelakangi terdakwa melakukan pencurian motor
senilai Empat Juta Rupiah adalah untuk dipergunakan sendiri. [9]

d) Tanggapan kelompok kami mengenai penegakan hukum di Indonesia

Dari fenomena kasus tersebut, terlihat jelas bahwasannya ketidakadilan di Indonesia


masih ada dan mungkin akan selalu ada setiap harinya. Kasus korupsi yang bahkan dapat
merugikan negara sebesar 1,1 milliar itu hanya dijatuhi hukuman BUI selama satu tahun
dengan denda 50 juta rupiah. Bahkan kasus terseput bukan hanya dilakukan satu oknum
melainkan ada empat oknum yang terjaring kasus korupsi KONI Jabar. Sedangkan jika
dibandingkan dengan Kasus Pencurian di Bun, kerugian yang dialami korban sekitar 4 juta
rupiah dengan masa tahanan satu tahun penjara. Hukum yang berkeadilan itu bukan masalah
seberapa berat hukum yang dilanggar tetapi seberapa tinggi status sosial yang mereka miliki.
Hukum yang diterima pun tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati dalam negeri ini,
tetapi ditentukan dengan seberapa harta yang dimiliki. Sangat disayangkan di era seperti
sekarang ini hukum di Indonesia masih tumpul ke atas dan tajam ke bawah.

Hukum bisa dibeli dengan kekayaan dan juga kekuasaan, para terdakwa bisa dengan
mudahnya menyuap agar setidaknya hukuman mereka diringankan, bahkan pernah terjadi
juga di Indonesia menyuap agar sel tahanannya bak kamar hotel yang mewah dan megah,
berbeda dengan rakyat kecil biasa yang mencuri motor dengan seharga Rp4 juta yang hanya
tidur dalam sel beralaskan tikar. Padahal kalau disamakan, kedua kasus tersebut sama, yaitu
pencurian. Yang membedakannya adalah petinggi negara mencuri uang rakyat yang
mengakibatkan bertambahnya kerugian negara bahkan ekonomi negara pun turut menyusut,
tapi dengan mudahnya keadilan penegakan hukum hanya memberinya hukuman selama 1
tahun dan denda 50 juta rupiah per orangnya, apakah dengan begitu uang rakyat bisa kembali
lagi? Tentu saja hanya 20% dari yang “dicurinya”. Hukuman 1 tahun penjara sebanding
dengan yang diberikan kepada pencuri sepeda motor senilai 4 juta, yang bahkan itu tidak
merugikan masyarakat luas dan tidak ada kejahatan lainnya selain mencuri motor itu sendiri.
sungguh miris bukan? Sebenarnya masalah utama negara kita bukan terdapat pada pasal –
pasal dan doktrin tetapi pada akhlak mereka yang mempunyai kekuasaan di negara ini. Jika
kita takut kepada Tuhan dan selalu ingat pada sumpah yang sudah dikumandangkan pasti
mereka tidak akan melakukan perbuatan yang kotor tersebut ( suap menyuap, korupsi).

13
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Jadi, Penegakan hukum di Indonesia masih belum mencerminkan nilai keadilan yang
tertera pada pancasila sila ke-5 yang berbunyi “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”,
bagaikan pisau yang tumpul ke atas dan tajam ke bawah dimana tumpul buat kalangan menengah
ke atas dan tajam bagi kalangan menengah ke bawah dan berlakunya hukum yang berkeadilan
bukan masalah seberapa berat hukum yang dilanggar tetapi seberapa tinggi status sosial dan
harta yang dimiliki. Hukum di Indonesia dinilai belum mampu memberikan keadilan kepada
masyarakat yang tertindas . Justru sebaliknya , hukum menjadi alat bagi pemegang kekuasaan
untuk bertindak semena mena. Saat ini hukum di Indonesia yang menang adalah yang
mempunyai kekuasaan, yang mempunyai uang yang banyak pasti aman dari gangguan hukum
walaupun aturan negara dilanggar. Orang biasa yang ketahuan melakukan tindakan kecil
langsung ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Sedangkan seorang pejabat negara yang
melakukan korupsi uang milyaran rupiah milik negara dapat berkeliaran dengan bebasnya .
Karena hukuman itu cenderung hanya berlaku bagi orang miskin dan tidak berlaku bagi orang
kaya , Sehingga tidak sedikit orang yang menilai bahwa hukum di Indonesia dapat dibeli dengan
uang.

SARAN

Menurut kami, di era Globalisasi ini bangsa Indonesia perlu melakukan berbagai
perbaikan di segala bidang. Adapun bidang dasar yang cukup penting salah satunya yaitu hukum.
Kemudian penting juga bahwasannya kita harus selalu bertakwa kepada Tuhan karena dengan
kita bertakwa kepada Tuhan dan takut kepada Tuhan pastinya hal - hal seperti suap menyuap,
pencurian, bahkan korupsi tidak akan ada. Hal ini perlu dilakukan agar perubahan yang terjadi
nantinya menjadi lebih baik lagi.

Kita juga perlu menanamkan penerapan nilai-nilai UUD 1945 dan Pancasila agar bangsa
Indonesia tetap maju dan ciri khas dari bangsa tersebut tetap terjaga meskipun pengaruh era
Globalisasi tidak dapat dihindarkan. Kami yakin bahwa bangsa ini akan memiliki kehidupan
yang lebih baik jika berpegang teguh pada pedoman yang ada, walaupun jaman dan teknologi
semakin canggih.

14
DAFTAR PUSTAKA

[1] S. Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, “PENEGAKAN HUKUM,” Writer, pp. 1–6, 2008.

[2] Widayati, “Penegakan Hukum Dalam Negara Hukum Indonesia yang Demokratis,” Huk.
Rasendental, vol. 1, no. I, pp. 511–523, 2015.

[3] I. Sukadi, “Matinya Hukum Dalam Proses Penegakan Hukum Di Indonesia (The
Powerless of Law in the Process of Law Enforcement in Indonesia),” 2011. Accessed:
Jun. 19, 2021. [Online]. Available: https://e-
journal.fh.unmul.ac.id/index.php/risalah/article/view/171.

[4] “Terjerat Kasus Korupsi, 4 Pengurus KONI Jabar Divonis 1 Tahun Bui.”
https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-5077081/terjerat-kasus-korupsi-4-pengurus-
koni-jabar-divonis-1-tahun-bui (accessed Jun. 20, 2021).

[5] “Mantan Pengurus KONI Jabar Tersangka Kasus Lapangan Tembak Cisangkan Mencari
Keadilan.” https://www.skor.id/mantan-pengurus-koni-jabar-tersangka-kasus-lapangan-
tembak-cisangkan-mencari-keadilan-01347325 (accessed Jun. 20, 2021).

[6] S. Sadli, P. Sosial, and B. Bintang, “Saparinah Sadli, Pathologi Sosial , Jakarta, Bulan
Bintang, 2013, hlm. 25 1,” pp. 1–13.

[7] T. Yuridis.id, “Mengenal Aturan Hukum Tindak Pidana Pencurian,” 2020.

[8] “Terdakwa Pencurian Motor Dituntut 1,5 Tahun Penjara.”


https://www.borneonews.co.id/berita/204243-terdakwa-pencurian-motor-dituntut-1-5-
tahun-penjara (accessed Jun. 20, 2021).

[9] “Pria Ini Divonis 1 Tahun Penjara Atas Kasus Pencurian Motor.”
https://www.borneonews.co.id/berita/205229-pria-ini-divonis-1-tahun-penjara-atas-kasus-
pencurian-motor (accessed Jun. 19, 2021).

[10] Government of Indonesia (1999) ‘Act of The Republic of Indonesia No. 31 of 1999 on
Corruption Eradication (KPK)’, pp. 1–30.

15

Anda mungkin juga menyukai