Anda di halaman 1dari 35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Banjir

Banjir merupakan permasalahan yang kompleks, yang harus segera

ditangani agar akibat yang timbulkannya tidak banyak merusak dan merugikan

masyarakat sekitarnya. Mengingat Palembang merupakan kota dari provinsi

Sumatera Selatan, usaha-usaha untuk mencegah dan mengurangi akibat terjadiya

banjir harus segera dilakukan.

2.1.1 Pengertian Banjir

Banjir biasanya dianggap sebagai kenaikan permukaan air sungai yang

melebihi ketika normalnya atau dalam pengertian umum adalah meluapnya air

melewati batas kapasitas saluran normal. Banjir juga didefinsikan sebagai aliran

air yang besar, yaitu air yang menggenangi dan meluapi daratan yang biasanya

kering. Banjir luapan terjadi apabila air meluap dan melewati tanggul sungai,

sementara banjir genangan terjadi akibat air hujan yang turun tidak memiliki

saluran pembuang atau tertahan air untuk langsung meresap cepat kedalam tanah.

2.1.2 Penyebab dan Akibat Banjir

Banjir timbul karena alur sungai tidak memiliki kapasitas cukup tinggi

debit aliran yang lewat, timbul luapan-luapan ke daerah dikanan atau kiri sungai

dibeberapa tempat. Selain disebabkan dari sungai banjir dapat ditimbulkan oleh

hujan yang intensitasnya tinggi dengan durasi yang lama, yang alur drainasenya

tidak mampu mengalirkan air tersebut.

6
7

Banjir bukan masalah baru, tapi dampaknya selalu berkembang sesuai

tingkat peradaban manusia dan pemanfaatan bentang alam. Banjir akan

mengakibatkan kerugian yang secara kuantitatif jauh lebih besar dari masa lalu.

Rusaknya jalan dan infrastruktur serta terhalangnya arus lalu lintas berpotensi

untuk memperlambat aktifitas ekonomi. Sehingga banjir dimasa kini yang akan

perlu dicermati karakteristiknya.

2.1.3 Faktor Yang Mempengaruhi Banjir

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi banjir pada suatu wilayah atau

kawasan yaitu :

1. Tata letak geografis dan prasarana umum seperti jalan, jembatan, industri,

dan sebagainya.

2. Besar dan durasi debit sungai yang dipengaruhi oleh intensitas hujan.

3. Pasang surut air laut serta muara sungai.

4. Gangguan terhadap kelancran air pada sistem drainase (samapah, lumpur

atau sedimen lainnya), bangunan liar dan lain-lain.

5. Operasi bangunan pengendali/pengatur pola aliran (pintu air serta pompa).

2.1.4 Debit Banjir Rencana

Debit rencana (QT) adalah debit dengan periode ulang tertentu (T) yang

diperkirakan akan melalui suatu sungai atau bangunan air. Periode ulang sendiri

adalah waktu hipotetik dimana suatu kejadian dengan nilai tertentu, debit rencana

misalnya, akan disamai atau dilampaui 1 kali dalam jangka waktu hipotetik

tersebut. Curah hujan itu sesuatu yang bersifat tidak pasti (probabilitas), otomatis

kejadian (debit) yang terjadi pada kurun waktu tertentu bukan berarti akan
8

berulang secara teratur setiap periode ulang tersebut. Misalnya, debit rencana

dengan periode ulang 5 tahun (Q5) = 10 m3/detik, tidak berarti debit sebesar 10

m3/detik akan terjadi secara periodik 1 kali dalam setiap 5 tahun. Dalam 5 tahun

ada kemungkinan 1 kali terjadi debit yang besarnya sama atau lebih dari 10

m3/detik. Dalam 10 tahun ada kemungkinan 2 kali terjadi debit yang besarnya

sama atau lebih dari 10 m3/detik.

Perhitungan debit rencana menjadi bagian yang sangat penting dalam

perencanaan teknis bangunan sungai, karena nilai (besar-kecilnya) debit rencana

akan menentukan besar kecilnya dimensi hidrolis suatu bangunan air. Dimensi

hidrolis suatu bangunan air yang lebih besar akan lebih aman dalam mengalirkan

debit tertentu, namun dimensi yang lebih besar akan berdampak pada

pembengkakan biaya. Sebaliknya dimensi hidrolis bangunan air yang lebih kecil

akan menjadi kurang aman dalam mengalirkan debit tertentu. Muara dari

perhitungan debit rencana adalah mendapatkan dimensi hidrolis (kapasitas) yang

ideal dan terbaik, terbaik dari segi teknis maupun ekonomi.

Dalam melakukan perhitungan debit rencana, data atau informasi dasar

yang minimal harus ada dan sangat dibutuhkan adalah sebagai berikut :

a.   Data klimatologi yang terdiri dari data hujan, angin, kelembapan dan

temperatur dari stasiun BMKG terdekat. Data tersebut minimal data dalan

kurun waktu 10 tahun terakhir.

b. Data hidrologi, seperti karakteristik daerah aliran, debit sungai, laju

sedimentasi, frekuensi banjir, dll.


9

c.  Peta-peta yang representatif, seperti peta tata guna lahan, peta topografi, peta

sistem jaringan jalan, peta sistem drainase, dll.

2.2 Perhitungan Data Curah Hujan

Cara yang dipakai dalam menghitung hujan rata-rata adalah dengan Rata-

rata Aljabar, Polygon Thiessen dan Ishohyet, biasa digunakan untuk daerah-

daerah dimana titik-titik dari pengamat hujan tersebar merata dan hasilnya pun

lebih teliti. Adapun caranya, yaitu :

1. Cara Rerata Aljabar

Cara yang paling sederhana adalah adalah dengan melakukan perhitungan

rata – rata arimatik (aljabar) dari rerata presipitasi yang diperoleh dari seluruh alat

penakar hujan yang digunakan. Cara ini dianggap cukup memadai sepanjang

digunakan di daerah yang relative landai dengan variasi curah hujan yang tidak

terlalu besar serta penyebaran alat penakar hujan diusahakan seragam. Keadaan

seperti ini sering tidak dapat dijumpai sehingga perlu cara lain yang lebih

memadai.

1
R=   ¿1 + R2 + R3 +¿ ..... Rn ¿ .......................................................................(2.1)
n

Keterangan :
R                                 = Curah hujan rerata tahunan ( mm )
n                                  = Jumlah stasiun yang digunakan
R1 + R2 + R3 +Rn     = Curah hujan rerata tahunan di tiap titik pengamatan (mm)

2. Cara Poligon Thiessen

Metode ini digunakan secara luas karena dapat memberikan data

memberikan data presipitasi yang lebih akurat, karena setiap bagian wilayah

tangkapan hujan diwakili secara proposional oleh suatu alat penakar hujan.
10

Dengan cara ini, pembuatan gambar polygon dilakukan sekali saja, sementara

perubahan data hujan per titik dapat diproses secara cepat tanpa menghitung lagi

luas perbagian poligon.

A1 R1 + A 2 R 2+ … … .+ A n R n
R=
A 1+ A 2 +… … .+ An

A 1 R1 A 2 R 2+ … … .+ A n R n
¿ .................................................................................
A

(2.2)

R=W 1 R1 +W 2 R2 +… … .+W n Rn

Keterangan :
R = Curah hujan rerata tahunan (mm)
R1,R2,R3 = Curah hujan rerata tahunan di tiap titik pengamatan (mm)
Rn = Jumlah titik pengamatan
A1,A2 = Luas wilayah yang dibatasi polygon
A = Luas daerah penelitian

A1 A2 A3
W 1 ,W 2= + + ................................................................................(2.3)
A A A

Cara membuat Polygon Thiessen

a. Mengambil peta lokasi stasiun hujan di suatu DAS

b. Menghubungkan garis antar stasiun 1 dan lainnya hingga membentuk segitiga

c. Mencari garis berat kedua garis, yaitu garis yang membagi dua sama persis dan

tegak lurus garis

d. Menguhubungkan ketiga garis berat dari segi tiga sehingga membuat titik berat

yang akan membentuk polygon.

3. Cara Garis Isohyet

Peta Isohyet digambarkan pada peta topografi berdasarkan data curah

hujan (interval 10 – 20 mm) pada titik pengamatan di dalam dan sekitar daerah
11

yang dimaksud. Luas bagian daerah antara dua garis isohyets yang berdekatan

diukur dengan planimeter. Harga rata – rata dari garis – garis isohyets yang

berdekatan yang termasuk bagian – bagian daerah itu dapat dihitung. Curah hujan

daerah dihitung menurut persamaan seperti dibawah ini.

A1 R1 + A 2 R 2+ … … .+ A n R n
R= ..............................................................................
A 1+ A 2 +… … .+ An

(2.4)

Keterangan :
R = Curah hujan rerata tahunan
A1, A2 = Luas bagian antar dua garis isohyets
R1, R2, Rn = Curah hujan rata – rata tahunan pada bagian A1, A2, …. , An

Cara ini adalah cara rasoinal yang terbaik jika garis – garis isohyets dapat

digambarkan dengan teliti. Akan tetapi jika titik – titik pengamatan itu banyak

sekali dan variasi curah hujan di daerah bersangkutan besar, maka pada

pembuatan peta isohyets ini akan terdapat kesalahn – kesalahn si pembuat

( individual error). Namun teknik perhitungan curah hujan dengan menggunakan

metode ini menguntungkan karena memungkinkan dipertimbangkannya bentuk

bentang lahan dan tipe hujan yang terjadi, sehingga dapat menunjukkan besarnya

curah hujan total secara realistis.

4. Cara Garis Potongan Antara (Intersection line method)

Merupakan penyederhanaan dari cara isohyets. Garis – garis potong

(biasanya dengan jarak 2 – 5 km) berupa kotak digambar pada peta isohyets.

Curah hujan pada titik perpotongan dihitung dari perbandingan jarak titik ke garis

–garis isohyet yang terdekat. Rata–rata jarak curah hujan titik–titik perpotongan
12

diambil sebagai curah hujan daerah. Ketelitian cara ini agak kurang apabila

dibandingkan dengan isohyet.

5. Cara Dalam Elevasi (Depth elevation method)

Teori yang menyatakan curah hujan semakin besar seiring kenaikan

elevasi, sehingga dapat dibuat diagram mengenai hubungan elevasi titik – titik

pengamatan dan curah hujan. Kurva ini (biasanya berbentuk garis lurus) dapat

dibuat dengan cara kuadrat terkecil ( Least square method) skala 1/50.000 atau

yang lainnya, luas bagian antara garis kontur selang 100m sampai 200m dapat

diukur. Curah hujan untuk setiap elevasi rata – rata dapat diperoleh dari diagram

tersebut, sehingga pada daerah yang bersangkutan dapat dihitung menurut

persamaan sebagai berikut

A1 R1 + A 2 R 2+ … … .+ A n R n
R= ...............................................................................
A 1+ A 2 +… … .+ An

(2.5)

Keterangan :
R = Curah hujan rerata tahunan
A1, A2 = Luas bagian antar dua garis isohyets
R1, R2, Rn = Curah hujan rata – rata tahunan pada bagian A1, A2, …. , An

Cara ini adalah cara rasional yang terbaik jika garis-garis Isohyet dapat

digambar dengan teliti. Akan tetapi jika titik-titik pengamatan itu banyak sekali

dan variasi curah hujan didaerah bersangkutan besar, maka pada pembuatan peta

Isohyet ini akan terdapat kesalahan-kesalahan si pembuat (individual error).

2.2.1 Analisa Frekuensi (Curah Hujan Rencana)


13

Dalam statistik terdapat beberapa jenis sebaran (distribusi), diantaranya

yang sering digunakan dalam hidrologi adalah :

1. Distribusi Normal

2. Distribusi Log-Person tipe III

3. Distribusi Gumbel

Untuk menentukan metode yang diikuti terlebih dahulu menentukan

parameter statistik, seperti rata-rata hitung data curah hujan (Ri), Standar deviasi

(s), Koefisien kemiringan (Cs), Koefisien ketajaman (Ck).

1. Hujan maksimum rata-rata ( Ŕi) menggunakan persamaan :

1
Ŕi = Σ Ri ………..………………………………………………………(2.6)
n

2. Standar deviasi atau simpangan baku (S) menggunakan persamaan :

1 2
S2 = Σ ( Ri − Ŕi ) …………………………………………….…(2.7)
n−1

Besarnya nilai Sx (standar deviasi)

Sx =
√(Xi−Xa) ² ……………………………………………………………....
n−1

(2.8)

3. Koefisien kemiringan (Cs) menggunakan persamaan :

n( Ri− Ŕi)3
Cs= ………………………………………………………..
( n−1 ) ( n−2 ) S3

(2.9)

4. Koefisien kemiringan (Ck) menggunakan persamaan :


14

n2 ( Ri− Ŕi)4
Ck = ………………………………………………...
( n−1 ) ( n−2 ) (n−3)S 3

(2.10)

5. Koefisien variasi (Cv)

S
Ck = ……………………………………………………..…......……...
Ŕi

(2.11)

Keterangan :
Ri = Nilai curah hujan maksimum (mm)
Ŕi = Nilai curah hujan maksimum rata-rata (mm)
s = Standar deviasi
n = Jumlah data pengamatan

1. Distribusi Normal

.........................................................Dalam analisis hidrologi distribusi normal sering digunak

menganalisis frekuensi curah hujan, analisis statistik dari distribusi curah

hujan tahunan, debit rata-rata tahunan.

Rumus yang digunakan dalam perhitungan :

Rix= Ŕi+SxK ……………………………………………………......(2.12)

Keterangan :
Ri = Nilai curah hujan maksimum (mm)
Ŕi = Nilai curah hujan maksimum rata-rata (mm)
s = Standar deviasi
n = Jumlah data pengamatan

2. Distribusi Log Pearson Type III


15

Distribusi log pearson type III digunakan untuk analisis variabel hidrologi

dengan varian minimum misalnya, analisis frekuensi distribusi dari debit

minimum (low flow).

Langkah-langkah menggunakan log person III :

a. Ubah data dalam bentuk logaritmis, R = Log Ri

b. Hitung harga Rata-rata :


n
∑ LogRi
Log { R̄= i=1 ¿
n
.................................................................... (2.13)
c. Hitung harga standar deviasi :

n −0,5

S= [ ∑ ( LogRi−Log { R̄i )2 ¿
i=1
n−1 ] .................................................. (2.14)

d. Hitung koefisien kemiringan


i
∑ (LogRi−LogR { ī )3
Cs= i=1 ¿
(n−1 )(n−2 )S3
.........................................................(2.15)
e. Hitung koefisien Logaritma hujan atau banjir dengan periode T tahun :

Log RT = Log R̄ + K. S .............................................................(2.16)

2. Distribusi Gumbel

Umumnya digunakan untuk analisis data maksimum, misalnya analisis

frekuensi banjir. Rumus-rumus yang digunakan dalam menghitung curah

hujan rancangan dengan metode Gumbell adalah sebagai berikut :

S
Rix= Ŕi+ (Ytr-Yn) ………………………………………………...
Sn

(2.17)
16

Keterangan :
Rix = Nilai curah hujan untuk periode ulang (tahun)
Ytr = Nilai Reduced Variete
Yn = Nilai Reduced Mean
Sn = Nilai Reduced Standard Deviation
n = Jumlah data pengamatan

Xtr= Xa + (K.Sx) ………………………………………………..…...(2.18)

Keterangan :
Xtr = Besarnya curah hujan untuk periode tahun tahun berulang, T
tahun (mm)
Xa = Curah hujan maksimum rata-rata selama tahunpengamatan (mm)
Sa = Standar devisi
K = Faktor frekuensi

Besarnya Faktor Frekuensi (K) adalah :

(Ytr−Yn)
K= ……………………………….................…......................
Sn
(2.19)

Keterangan :
Ytr = Fungsi dari periode ulang (untuk kolam retensi dengan
Periode ulang 10 Tahun)
Yn = Fungsi dari banyakanya data pengamatan
Sn = Fungsi dari banyaknya data pengamata

2.2.2 Intensitas Hujan

Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalam air hujan per satuan waktu.

Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung, intensitasnya

cenderung makin tinggi dan makin besar periode ulangnya, makin tinggi pula

intensitasnya. Dengan kata lain intensitas hujan merupakan tinggi curah hujan
17

yang terjadi pada suatu kurun waktu dimana air tersebut berkonsentrasi.

Perhitungan curah hujan sebagai berikut:

1. Rumus Mononobe
2/ 3
R 24 24
I =
24 ( )
tc
........................................................................................

(2.20)

Dimana :

I = intensitas curah hujan (mm/jam)


tc = lamanya hujan atau waktu konsentrasi (jam)
R = curah hujan harian rancangan setempat (mm)

2. Rumus Talbot (1881)

a
I = ..................................................................................................
t+b

(2.21)

Dimana:

I = intensitas curah hujan (mm/jam)


t = lamanya hujan atau waktu konsentrasi (jam)
a,b = konstanta yang tergantung pada lamanya hujan yang terjadi

3. Rumus Sherman (1905)

a
I= ....................................................................................................(2.22)
tn

Dimana:

I = intensitas curah hujan (mm/jam)


t = lamanya hujan atau waktu konsentrasi (jam)
n = konstanta

4. Rumus Ishiguro (1953)


18

a
I = ................................................................................................
√ t +b
(2.23)

Dimana:

I = intensitas curah hujan (mm/jam)


t = lamanya curah hujan atau waktu konsentrasi
a,b = konstanta
[] = jumlah angka dalam tiap suku, dan N adalah banyaknya data

2.2.3 Koefisien Pengaliran

Pada peristiwa hujan, bilamana curah hujan yang turun itu mencapai

permukaan tanah, maka seluruh atau sebagian akan diaborsi ke dalam tanah.

Bagaimana yang tidak diaborsi akan menjadi limpasan permukaan (surfacerum

off). Air yang mengalami insfiltrasi itu pertama-tama diaborsi untuk

meningkatkan kelembaban tanah, selebihnya akan turun ke permukaan air dan

akan mengalir ke samping.

Dalam beberapa hal tertentu, infiltrasi itu berubah sesuai intensitas curah

hujan. Akan tetapi sesudah mencapai limitnya, banyaknya infiltrasi akan

berlangsung terus dengan kecepatan absorbs maksimum setiap tanah yang

bersangkutan. Kecepatan infiltrasi yang berubah-ubah sesuai dengan variasi

intensitas curah hujan umumnya disebut laju infiltrasi. Laju infiltrasi maksimum

yang terjadi pada suatu lokasi tertentu disebut kapasitas infiltrasi. Kapasitas

infiltrasi dari curah hujan dari permukaan tanah ke dalam sangat berbeda-beda

tergantung pada kondisi tanah ditempat bersangkutan. Permeabelitas ditentukan

oleh tekstur dan struktur butir-butir tanah.


19

Untuk memperkirakan besarnya limpasan permukaan yang terjadi pada

suatu daerah dapat diambil salah satu pendekatan yang paling sederhana dengan

menggunakan koefisien rum off atau koefisien pengaliran, yaitu rasio besarnya

aliran permukaan terhadap besarnya curah hujan.

Koefisien pengaliran ini mencerminkan keadaan permukaan daerah aliran.


n

∑ Ci . Ai
C= l=1 n ........................................................................................
∑ Ai
i=1

(2.24)

Untuk besarnya nilai koefisien aliran permukaan dapat dilihat pada tabel 2.2

sebagai berikut:
20

Tabel 2.2 Koefisien Pengaliran C

Kawasan Tata Guna Lahan C


Perkotaan Kawasan permukiman

1. Kepadatan rendah 0,25-0,40

2. Kepadatan sedang 0,40-0,70

3. Kepadatan tinggi 0,70-0,80

4. Dengan sumur resapan 0,20-0,30

Kawasan perdagangan 0,90-0,95

Kawasan industry 0,80-0,90

Taman, jalur hijau, kebun, dll 0,20-0,30

Perbukitan, kemiringan <20% 0,40-0,60

Perdesaan Kawasan Jurang, kemiringan >20% 0,50-0,60

Lahan dengan terasering 0,25-0,35

Persawahan 0,45-0,55
Sumber : Syarifudin, Drainase Perkotaan

2.2.4 Pengertian Debit

Dalam merencanakan debit maksimum pada suatu saluran dimana ada

menyangkut hidrologi didalamnya, sering dijumpai dalam perkiraan puncak

banjirnya dihitung dengan metode yang sederhana dan praktis, dimana dalam

debit perhitungannya dengan memasukan faktor curah hujan, keadaan fisik dan

sifat hidrolika daerah aliran, pertumbuhan penduduk yang mempengaaruhi jumlah

buangan limbah domestik, dan kapasitas saluran. Debit yang dihitung dalam

perencanaan, antara lain :


21

a. Debit Aliran Perumakaan (Debit Hujan)

Debit aliran dicari dengan menggunakan metode rasional, karena daerah

pengaliran yang ditinjau tidak luas dan curah hujan dianggap seragam untuk suatu

luas daerah pengaliran yang kecil. Metode rasional mempunyai persamaan dasar.

Q=0,278.C . I . A.................................................................................(2.25)

Dimana:

C = koefisien run off (koefisien pengaliran)


I = intensitas maksimum selama waktu konsentrasi (mm/jam)
A = luas daerah aliran (km2)
Q = debit maksimum (m3/det)

b. Debit Alir Limbah Domestik

Untuk mengetahui debit air kotor atau limbah rumah tangga diperkirakan

berdasarkan jumlah air bersih yang digunakan. Standar pemakaian air bersih

untuk kota-kota di Indonesia ditentukan 165 liter/jiwa/hari. Dengan demikian,

perlu diperhatikan jumlah kepadatan penduduk dengan memperhatikan dengan

perkembangan dimasa yang akan datang. Debit air limbah rumah tangga/domestic

dapat dihitung dengan rumus :

Q limbah = 80% x p x q .........................................................................(2.26)

Dimana:

Q = debit air limbah rumah tangga (m3/det)


P = jumlah penduduk (jiwa)
q = minimal kebutuhan pengguna air (liter/jiwa/hari)

c. Debit Saluran / Kapasitas Saluran

Kapasitas saluran di dapat setelah melakukan penhukuran dimensi saluran

lapangan. Penaksiran kapasatisa tamping saluran pada sebagian tampang

melintang adalah dengan mengandaikan bahwa aliran saluran dalam kondisi


22

seragam. Rumusan yang digunakan secara umum untuk perhitungan hidrolika

pada penampang saluran yang seragam digunakan persamaan manning, dengan

mengalikan kecepatan aliran dengan luas penampang basah.

1
Q= A . V = A . . R2 /3 . S1 /2..................................................................(2.27)
n

Dimana:

Q = debit saluran (m3/det)


V = kecepatan aliran (m/det)
n = angka kekasaran saluran
R = jari-jari hidrolis saluran (m)
S = kemiringan dasar saluran
A = luas penampang saluran (m¿¿ 2)¿

Aliran dasar (Base Flow) aliran dalam suatu saluran dapat berupa aliran-

aliran terbuka (open channel flow), maupun aliran pipa (pipe flow). Kedua jenis

aliran tersebut sama dalam banyak hal, namun berbeda dalam satu hal yang

penting. Aliran saluran terbuka harus memiliki permukaan bebas (free syrface),

sedangkan saluran pipa tidak demikian, karena air harus mengisi seluruh saluran.

Aliran bebas dipengaruhi oleh tekanan udara. Aliran pipa yang terkurung dalam

saluran tertutup, tidak terpengaruh langsung oleh tekanan udara, kecuali oleh

tekanan hidrolik. Pada saluran terbuka, aliran yang terjadi adalah :

a. Aliran Laminer

Gaya kekentalan (visocity) relative rendah dibandingkan dengan gaya

inersia. Butir-butir air bergerak menurut lintasan yang tidak teratur, tidak

lancer, dan tidak tetap. Aliran saluran terbuka dapat digolongkan menjadi

berbagai tipe, yaitu :


23

1) Aliran tetap (steady flow)

Aliran dalam saluran terbuka dikatakan tetap (steady) bila

kedalaman aliran tidak berubah atau dianggap konstan selama satu jangka

waktu tertentu. Aliran tetap terbagi menjadi dua, yaitu :

a. Aliran seragam (unifrom flow)

Aliran saluran terbuka dikatakan seragam (uniform) apabila kedalaman

aliran sama pada setiap penampung saluran. Suatu seragam aliran

dapat bersifat tetap maupun tidak tetap, tergantung dari kedalamannya

(berubah sesuai dengan perubahan waktu).

b. Aliran berubah (varied flow)

Aliran disebut berubah (varied), apabila kedalaman aliran berubah

disepanjang saluran. Aliran berubah dapat bersifat tetap maupun tidak

tetap.

2) Aliran tidak tetap (unsteady flow)

Aliran dikatakan tidak tetap (unsteady), apabila kedalamannya

berubah sesuai dengan waktu. Sebagian besar personal tentang saluran

terbuka umumnya hanya memerlukan penelitian mengenai sifat aliran

dalam keadaan tetap, misalnya banjir dan gelombang yang merupakan

contoh khas untuk aliran tidak tetap. Aliran tidak tetap terbagi menjadi dua

macam, yaitu:
24

a. Aliran tak tetap berubah lambat laun (unsteady gradually varied flow),

yaitu aliran yang kedalamannya berubah pada jarak yang cukup

panjang.

b. Aliran tak tetap berubah tiba-tiba (unsteady rapidly varied flow), yaitu

aliran yang kedalamannya mendadak berubah pada jarak yang cukup

pendek.

Aliran seragam tak tetap (unsteady uniform flow) dapat dikatakan

apabila kedalaman aliran berubah selama waktu tertentu yang telah

diperhitungkan. Penetapannya harus dengan syarat bahwa permukaan air

befluktuasi sepanjang waktu dan tetap sejajar dasar saluran.

2.3 Drainase

Drainase berasal dari bahasa inggris Drainage. Mempunyai arti

mengalirkan, menguras, membuang atau mengalirkan air. Dalam bidang teknik

sipil, drainase secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan teknis

untuk mengurangi kelebihan air hujan, rembesan, maupun kelebihan air irigasi

dari suatu kawasan/lahan, sehingga fungsi kawasan/lahan tidak terganggu (Surpin,

2003).

Secara umum sistem drainase dapat didefinisikan sebagai saringan

bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi atau membuang kelebihan air dari

suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal.

Tujuan saluran drainae adalah mengalirkan air, baik air hujan maupun limbah

rumah tangga melalui satu jaringan dan secepat mungkin disalurkan, dibuang atau
25

dikeringkan. Sehingga air tidak tergenang dan dapat menyebabkan banjir yang

tentunya dapat menimbulkan kerugian.

2.4 Jenis-jenis Drainase

2.4.1 Menurut Sejarah Terbenuknya

Menurut sejarah terbentuknya saluran drainase terbagi menjadi :

a. Saluran Alamiah (Natural Drainase)

Drainase yang terbentuk secara alami dan tidak terdapat bangunan-

bangunan penunjang seperti bangunan pelimpah, pasangan batu/beton,

gorong-gorong dan lain-lain.Saluran ini terbentuk oleh gerusan air yang

bergerak karena grafitasi yang lambat laun membentuk jalan air yang

permanen seperti sungai.

b. Saluran Buatan (Arficial Bridge)

Drainase yang dibuat dengan maksud dan tujuan tertentu sehingga

memerlukan bangunan – bangunan khusus seperti selokan pasangan

batu/beton, gorong-gorong, pipa-pipa dan sebagainya.

2.4.2 Menurut Letak Bangunannya

a. Drainase permukaan tanah (Surface Drainage)

Saluran drainase yang berada di atas permukaan tanah yang

berfungsi mengalirkan air limpasan permukaan. Analisa alirannya

merupakan analisa open chanel flow.

b. Drainase bawah permukaan tanah (Subsurface Drainage)


26

Saluran drainase yang bertujuan mengalirkan air limpasan

permukaan melalui media dibawah permukaan tanah (pipa-pipa),

dikarenakan alasan-alasan tertentu. Alasan itu antara lain Tuntutan artistik,

tuntutan fungsi permukaan tanah yang tidak membolehkan adanya saluran

di permukaan tanah seperti lapangan sepak bola, lapangan terbang, taman

dan lain-lain.

2.4.3 Menurut Fungsinya

a. Single Purpose, yaitu saluran yang berfungsi mengalirkan satu jenis air

buangan, misalnya air hujan saja atau jenis air buangan yang lainnya

seperti limbah domestik, air limbah industri dan lain – lain.

b. Multi Purpose, yaitu saluran yang berfungsi mengalirkan beberapa jenis

air buangan baik secara bercampur maupun bergantian.

2.4.4 Menurut Konstruksinya

a. Saluran Terbuka

Aliran saluran terbuka mempunyai permukaan bebas (free surface

flow) atau aliran saluran terbuka (open chanel flow). Permukaan bebas

mempunyai tekanan sama dengan tekanan atmosfir. Saluran ini berfungsi

mengalirkan air limpasan permukaan atau air hujan yang terletak di daerah

yang mempunyai luasan cukup, ataupun drainase air non-hujan yang tidak

membahayakan kesehatan / mengganggu lingkungan.

b. Saluran Tertutup

Aliran saluran tertutup memungkinkan adanya permukaan bebas

dan aliran dalam pipa (pipe flow) atau aliran tertekan (pressurized flow).
27

Saluran tertutup kemungkinan dapat terjadi aliran bebas maupun aliran

tertekan pada saat yang berbeda. Saluran ini bertujuan mengalirkan air

limpasan permukaan melalui media di bawah permukaan tanah (pipa-

pipa). Hal ini dikarenakan tuntutan artistik atau tuntutan fungsi permukaan

tanah yang tidak membolehkan adanya saluran di permukaan tanah seperti

lapangan sepak bola, lapangan terbang dan lain-lain. Saluran ini umumnya

sering dipakai untuk aliran air kotor (air yang mengganggu kesehatan /

lingkungan) atau untuk saluran yang terletak di tengah kota.

2.4.5 Pola Jaringan

1. Pola Siku

Dibuat pada daerah yang mempunyai topografi sedikit lebih tinggi dari

pada sungai. Sungai sebagai saluran pembuang akhir berada akhir berada

di tengah kota.

Gambar 2.1 Pola Jaringan Siku

2. Pola Paralel

Saluran utama terletak sejajar dengan saluran cabang. Dengan saluran

cabang (sekunder) yang cukup banyak dan pendek-pendek, apabila terjadi

perkembangan kota, saluran-saluran akan dapat menyesuaikan diri.


28

Gambar 2.2 Pola Paralel

3. Pola Grid Iron

Untuk daerah dimana sungainya terletak di pinggir kota, sehingga saluran-

saluran cabang dikumpulkan dulu pada saluran pengumpulan.

Gambar 2.3 Pola Grid Iron

4. Pola Alamiah

Sama seperti pola siku, hanya beban sungai pada pola alamiah lebih besar.

Gambar 2.4 Pola Alamiah


29

5. Pola Radial

Pada daerah berbukit, sehingga pola saluran memencar ke segala arah.

Gambar 2.5 Pola Radial

2.5 Fungsi Drainase Secara Umum

1. Mengeringkan bagian wilayah kota dari genangan sehingga tidak

menimbulkan dampak negatif.

2. Mengalirkan air permukaan ke badan air penerima terdekat secepatnya.

3. Mengendalikan kelebihan air permukaan yang dapat dimanfaatkan untuk

persediaan air dan kehidupan akuatik.

4. Meresapkan air permukaan untuk menjaga kelestarian air tanah

(konservasi air).

5. Melindungi sarana dan prasarana yang sudah terbangun.

2.6 Berdasarkan Fungsi Layanan

1. Sistem Drainase Lokal

Yang termasuk sistem drainase lokal adalah saluran awal yang melayani

suatu kawasan kota tertentu seperti komplek permukiman, areal pasar,

perkantoran, areal industri dan komersial. Sistem ini melayani areal

kurang dari 10 ha. Pengelolaan sistem drainase lokal menjadi tanggung

jawab masyarakat, pengembang atau instansi lainnya.


30

2. Sistem Drainase Utama

Yang termasuk dalam sistem drainase utama adalah saluran drainase

primer, sekunder, tersier beserta bangunan pelengkapnya yang melayani

kepentingan sebagian besar warga masyarakat. Pengelolaan sistem

drainase utama merupakan tanggung jawab pemerintah kota.

3. Pengendalian Banjir (Flood Control)

Sungai yang melalui wilayah kota yang berfungsi mengendalikan air

sungai, sehingga tidak mengganggu dan dapat memberi manfaat bagi

kehidupan masyarakat. Pengelolaan pengendalian menjadi tanggung jawab

Direktorat Jenderal SDA.

2.7 Berdasarkan Fisiknya

1. Sistem Saluran Primer

Adalah saluran utama yang menerima masukan aliran dari saluran

sekunder. Dimensi saluran ini relatif besar. Akhir saluran primer adalah

badan penerima air.

2. Sistem Saluran Sekunder

Adalah saluran terbuka atau tertutup yang berfungsi menerima aliran air

dari saluran tersier dan limpasan air dari permukaan sekitarnya, dan

meneruskan air ke saluran primer. Dimensi saluran tergantung pada debit

yang dialirkan.

3. Sistem Saluran Tersier

Adalah saluran drainase yang menerima air dari saluran drainase lokal.

Dalam perencanaan dan pembangunan suatu drainase perlu strategi yang


31

dapat diandalkan sehingga sitem drainase berjalan dengan lancar tanpa

timbulnya permasalahan dikemudian hari.

2.8 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Konstruksi Saluran Drainase

1. Akibat Curah Hujan

Konatruksi erat sekali hubungannya dengan curah hujan, karena debit

aliran air berdasarkan besar kecilnya dari curah hujan tersebut. Curah

hujan ini adalah curah hujan wilayah atau daerah dinyatakan dalam

milimeter.

2. Bentuk Saluran

Bentuk saluran drainase tidak terlampau jauh dengan saluran irigasi pada

umumnya. Dalam perancangan dimensi saluran harus diusahakan dapat

membentuk dimensi yang ekonomis, sebaliknya dimensi saluran yang

terlaluke kecil akan menimbulkan kerugian yang lebih besar. Bentuk-

bentuk saluran antara lain :


32

Tabel 2.3 Bentuk Saluran

a. Saluran Bentuk Trapesium

Saluran berdimensi trapesium pada umumnya terdapat dari tanah

tapi juga dimungkinkan dari pasangan batu bata. Adapun persamaan dari

bentuk saluran trapesium adalah :

Gambar 2.6 saluran berbentuk trapesium


33

Keterangan :

W = Tinggi Jagaan
h = Tinggi Muka Air
b = Lebar Saluran
m = Kemiringan Dinding

1. Persamaan untuk menghitung luas penampang basah (A)

A..................................................................................................(2.28)
= (B + mh) h

2. Persamaan untuk menghitung keliling basah (P)

P = B + 2h (m2 + 1)0.5
.............................................................................................................(2.29)

3. Persamaan untuk menghitung jari-jari hidrolis (R)

A ......................................................................................(2.30)
R=
P

Dimana :

A = Luas penampang basah (m2)


B = Lebar dasar saluran (m)
h = Tinggi muka air (m)
m = Kemiringan dinding saluran
R = Jari-jari hidrolis
P = Keliling basah saluran

b. Saluran Berbentuk Segi Empat

Saluran bentuk segi empat tidak membutuhkan ruang. Berfungsi

untuk saluran air hujan, air buangan rumah tangga, maupun sebagai

saluran irigasi, saluran bersedimentasi ini dari batu bata namun biasa juga

dibuat dari beton. Adapun persamaan dari bentuk saluran persegi panjang

adalah :
34

Gambar 2.7 saluran berbentuk segi empat

Keterangan :

W = tinggi jagaan
h = tinggi muka air
B = Lebar saluran

1. Persamaan untuk menghitung debit saluran (Q)

Q = V x A.............................................................................................(2.31)

Q
A=
V

Dimana :

Q = debit rencana (m3/det)


A = luas penampang (m2)
V = kecepatan aliran (m/det)

2. Persamaan untuk menghitung luas penampang (A)

A = b x h..............................................................................................(2.32)

Dimana :

A = luas penampang basah (m2)


b = lebar bawah (m)
h = kedalam saluran

3. Persamaan untuk menghitung keliling basah (P)

P = b + 2 x h ........................................................................................(2.33)
35

Dimana :

b = lebar bawah (m)


h = kedalam saluran (m)
p = keliling basah (m)

4. Persamaan untuk menghitung jari-jari hidrolis (R)

A
R= ....................................................................................................
P

(2.34)

Dimana :

R = jari-jari hidrolis (m)


A = luas penampang (m2)
P = keliling basah (m)

5. Persamaan untuk menghitung kecepatan aliran (V)

1
V= (R)2/3(S)1/2 ...................................................................................(2.35)
n

Dimana :

V = kecepatan aliran (m/det)


R = jari-jari hidrolis (m)
S = kemiringan dasar saluran
N = kekerasan meaning

3. Kondisi Tanah Setempat

Kondisi tanah setempat sengat tergantung dari letak geografi areal tanah

tersebut, beberapa letak ketinggian dari permukaan air laut. Dan

sebaliknya, semakin rendah letak suatu areal tanah atau kelembabannya

semakin tinggi dan kemungkinan untuk tergenang oleh air semakin besar.

Beginilah yang sangat memerlukan lebih banyak jaringan-jaringan

drainase, agar areal tanah yang rendah ini dapat selalu kering dan bebas

dari genangan air ataupun banjir.


36

4. Kebersihan Drainase

Kebersihan terhadap drainase ini sangat mempengaruhi jalannya pengairan

air, sebab oleh itu diperlukan sekali kesadaran masyarakat setempat agar

ikut menjaga kebersihan saluran drainase.

5. Ukuran

Ukuran kolam drainase mempunyai dukungan penting dalam perencanaan

suatu drainase. Karena ukuran yang sesuai dengan kondisi lahan akan

mengurangi akibat buruk yang nanti ditimbulkan. Luas kolam drainase

merupakan salah satu dasar dalam analisis perhitungan. Luas drainase

dinyatakan dalam meter/mil kuadrat, luas ini ditentukan dari survey

lapangan, peta-peta atau foto udara.

2.9 Daerah Pengaliran (Catchment Area)

Luas Catchment Area didapat melalui peta topografi. Data topografiadalah

informasi yang diperlukan untuk menentukan arah penyaluran dan batas wilayah

tadahannya. Data topografi yang tersedia biasanya adalah peta kontur. Pemetaan

kontur disuatu daerah urban dilakukan pada skala 1:5000 atau skala 1:10000,

dengan beda kontur 0,50 meter pada area datar dan beda kontur 1,00 pada area

curam (Halim Hasmar, 2002). Pemetaan kontur dengan skala 1:50.000 atau

1:100.000 juga mungkin diperlukan untuk menentukan luas DAS (Daerah Aliran

Sungai) dihulu kota, dengan beda kontur 25 meter.


37

Luas daerah tangkap hujan pada perencanaan saluran adalah daerah

pengaliran yang menerima curah hujan selama waktu tertentu, sehingga

menimbulkan debit limpasan yang harus ditampung oleh saluran untuk dialirkan

ke sungai. Luas daerah pengaliran dapat diketahui dengan membagi wilayah

menjadi bagian-bagian kecil (sistem grid) pada peta kontur dengan skala tertentu,

biasanya 1:5000 peta kontur dibagi menjadi bagian-bagian kecil berukuran 2cm x

2cm, didapatkan luas per grid 100m x 100m dilapangan. Luas daerah didapat

dengan menjumlah seluruh kotak-kotak persegi tersebut, sehingga didapat luas

daerah pengaliran yang sebenarnya dan kemudian di skalakan ke ukuran

sebenarnya atau dapat juga dengan cara planimetri. Daerah pengaliran dapat juga

dihitung dengan metode rasional, yaitu dengan mengalikan panjang melintang

daerah pengaliran dengan panjang yang ditinjau sepanjang saluran.

Setelah diketahui luas daerah pengaliran, maka diperlukan data-data

lainnya yang berkaitan dengan daerah pengaliran antara lain kemiringan daerah

pengaliran dan waktu konsentrasi, dengan penjabaran sebagai berikut :

a. Kemiringan lahan

Untuk menentukan kemiringan lahan atau lereng diperlukan peta

kontur. Dari peta kontur dapat diketahui arah aliran pada suatu daerah

pengaliran (catchment area) yang dialirkan melalui titik-titik tertinggi

hingga ke tempat penampung atau pembuangan.

Kemiringan rata-rata daerah pengaliran adalah pembandingan dari

selisih-selisih tinggi antara tempat terjauh dan tempat pengamatan

terhadap jarak (Imam Subrakah, 1980). Kemiringan rata-rata lahan didapat


38

dari perbandingan beda ketinggian titik dan titik terendah pada peta kontur

dengan jarak yang ditempuh dari tempat elevasi tertinggi sampai ketempat

elevasi muka tanah yang terendah. Perhitungan kemiringan lereng didapat

dengan menggunakan persamaan sebagai berikut;

H
S= ……………………………………………………..….(2.36)
L

H=H 1 −H 0………………………………………..……….(2.37)

Dimana :

S = kemiringan lahan (%)


H = selisih ketinggian antara tempat terjatuh dengan tempat
pengamatan
H 1 = elevasi tertinggi muka tanah pada peta kontur (m dpl)
H 0 = elevasi terendah muka tanah pada peta kontur (m dpl)
L = interval dari tempat terjauh di daerah pengaliran sampai
tempat pengamatan banjirnya (m), jarak A ke B pada gambar
sketsa

b. Waktu Konsentrasi

Adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengalirkan air dari titik yang

paling jauh dalam daerah aliran untuk mengalir menuju ke suatu titik

kontrol atau profil melintang saluran tertentu yang ditinjau dibagian hilir

suatu daerah pengaliran setelah tanah menjadi jenuh dan defresi-defresi

kecil terpenuhi (Ir. Suripin, 2003). Pada saat air hujan jatuh pada suatu

daerah pengaliran dan menyentuh permukaan daerah pengaliran yang

paling jauh lokasinya dari titik tinjau, maka waktu konsentrasi mulai

dihitung. Salah satu metode yang digunakan untuk menghitung waktu

pengaliran adalah dengan persamaan yang dikembangkan kirpich (1940),

dapat ditulis sebagai berikut :


39

⊥²
tc= ( 0,87
1.000 . S )
0,385
.....................................................................(2.38)

Dimana :

tc = waktu konsentrasi (jam)


L = panjang lereng (km)
S = kemiringan lereng

Waktu konsentrasi juga dapat dihitung dengan menggunakan metode

rasional. Waktu yang dibutuhkan hujan yang mengalir menuju saluran

yang terdekat disebut waktu limpasan t1. Dari sini air mengalir menuju

pembuangan atau muara daerah aliran dan waktu yang diperukan untuk

mengalir didalam saluran drainase sampai muara daerah aliran disebut

waktu limpas saluran t2. Penjumlahan waktu tersebut merupakan waktu

konsentrasi tc. Besarnya waktu konsentrasi dengan menggunakan metode

rasional dapat dirumuskan sebagai berikut :

t c = t 1 – t 2 ..................................................................................(2.39)

Dimana :

t c = waktu konsentrasi (menit)


t 1 = inlet time (menit)
t 2 = waktu pengaliran (menit)
40

Anda mungkin juga menyukai

  • 6 Bab 3
    6 Bab 3
    Dokumen9 halaman
    6 Bab 3
    Denny Perdana Putra
    Belum ada peringkat
  • 8 Bab 4
    8 Bab 4
    Dokumen18 halaman
    8 Bab 4
    Denny Perdana Putra
    Belum ada peringkat
  • 10 Bab 5
    10 Bab 5
    Dokumen2 halaman
    10 Bab 5
    Denny Perdana Putra
    Belum ada peringkat
  • SURAT_PERNYATAAN_CUTI
    SURAT_PERNYATAAN_CUTI
    Dokumen1 halaman
    SURAT_PERNYATAAN_CUTI
    Denny Perdana Putra
    Belum ada peringkat