Kohort
Kohort
COHORT
1
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Upaya pelayanan kesehatan terus ditingkatkan kualitas dan
ketersediannya guna memperbaiki cakupan pelayanan kesehatan. Untuk itu
diperlukan suatu sarana, sistem, dan aturan sehingga menghasilkan fasilitas
pelayanan kesehatan yang baik. Fasilitas pelayanan kesehatan menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 001 Tahun 2012 adalah tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik
promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat. Upaya pelayanan
kesehatan dibagi menjadi dua, yaitu pelayanan kesehatan masyarakat dan
perorangan. Sedangkan pelayanan kesehatan perorangan masih dibagi lagi
menjadi tiga tingkatan yaitu: tingkat pertama, tingkat kedua, dan tingkat
ketiga. Tingkatan inilah yang menjadi dasar dalam sistem rujukan pelayanan
kesehatan.
Sistem Rujukan pelayanan kesehatan dalam Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 1 Tahun 2012 Tentang sistem Rujukan Pelayanan
Kesehatan Perorangan merupakan penyelenggaraan pelayanan kesehatan
yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan
secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal. Pelayanan kesehatan
dilaksanakan secara berjenjang, sesuai kebutuhan medis dimulai dari
pelayanan kesehatan tingkat pertama, Pelayanan kesehatan tingkat kedua
hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat
pertama, serta Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan
atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama.
Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter
gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama. Tetapi pada keadaan
gawat darurat, bencana, kekhususan permasalahan kesehatan pasien, dan
pertimbangan geografis, hal-hal tersebut tidak lagi menjadi pertimbangan.
Sejak tanggal 1 Januari 2014, PT. ASKES (Persero) dan PT.
JAMSOSTEK (Persero) resmi berubah menjadi BPJS Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan sesuai dengan amanat UU nomor 40 tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU nomor 24 tahun 2011
3
tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). BPJS Kesehatan
merupakan badan pelaksana yang dibentuk untuk menyelenggarakan
program jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia. Undang-undang
SJSN dan BPJS mengamanatkan kepada kita semua komunitas kesehatan
untuk dapat menyediakan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan
terjangkau bagi seluruh masyarakat. Selain itu, pemerintah juga harus dapat
menjamin tersedianya pelayanan kesehatan sampai ke daerah terpencil dan
penduduk miskin.
Sejak diberlakukannya Sistem Jaminan Kesehatan sampai dengan
Tahun 2017 Pemanfaatan Jaminan Kesehatan Nasional dapat dilihat pada
table dibawah ini :
4
kesehatan, optimalisasi sistem rujukan dan peningkatan mutu pelayanan
kesehatan, menggunakan pendekatan continum of care dan intervensi
berbasis risiko kesehatan, Permenkes RI No. 001 thn 2012 tentang
Sistem Rujukan pelayanan kesehatan perorangan dan di Tingkat Provinsi
Sulawesi Selatan berdasarkan Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan No.
15 Tahun 2008 tentang Regionalisasi sistem rujukan, serta penguatan
sistem prahospital/prafayankes dalam rangka rujukan pasien ke RS perlu
dioptimalkan koordinasinya dimana Public Safety Center (PSC) 119
merupakan salah satu ujung tombak pelayanan gawat darurat
prahospital/prafayankes dalam masyarakat dan berhubungan dengan
Pusat Komando Nasional (National Command Center).
Di pertengahan tahun 2016, RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo
Makassar sebagai Pusat Rujukan mempelopori Sistem Rujukan
Terintegrasi dalam bentuk aplikasi. Sistem rujukan terintegrasi
(SISRUTE) pelayanan kesehatan adalah merupakan penyelenggaraan
pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung
jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun
horizontal, dimana seluruh proses rujukan dilakukan secara terintegrasi.
Pelaksanaan sistem rujukan di Indonesia telah diatur dengan bentuk
bertingkat atau berjenjang, yaitu pelayanan kesehatan tingkat pertama,
kedua dan ketiga, di mana dalam pelaksanaannya tidak berdiri sendiri-
sendiri namun berada di suatu sistem dan saling berhubungan. Apabila
pelayanan kesehatan primer tidak dapat melakukan tindakan medis
tingkat primer maka dia menyerahkan tanggung jawab tersebut ketingkat
pelayanan diatasnya, demikian seterusnya.
Pola rujukan berjenjang saat itu sudah berjalan tetapi pelayanan
sistem rujukan yang diharapkan adalah adanya pola komunikasi dan
informasi awal sebelum pasien dirujuk ke Rumah Sakit yang dituju terkait
dengan (1) Komunikasi ke RS yang dirujuk terkait kondisi pasien, (2)
Informasi feedback dari RS dirujuk terkait kesediaan untuk menerima, (3)
Informasi kelengkapan sarana dan prasarana (baik terkait ketersediaan
sarana kamar inap apalagi jika pasien memerlukan penanganan intensif,
sarana peralatan medis, tenaga SDM dokter yang akan menangani, dan
lain-lain), dimana pada saat itu kondisi pasien dapat diketahui setelah
5
sampai di tujuan, sehingga petugas baru menyiapkan kebutuhan pasien,
jika membutuhkan ruang perawatan khusus dan kebetulan penuh jadi
muncul masalah serta untuk pasien rawat jalan butuh antri lagi lama di
poli hanya untuk pendaftaran padahal pasien dari daerah.
Fakta dan informasi dari berbagai pihak terkait pelayanan rujukan
bahwa masih adanya penolakan pasien di rumah sakit, pelayanan yang
tidak optimal di IGD (relatif lambat), kesulitan mengakses ruangan /
kamar perawatan khususnya ruangan intensif, masalah administrasi yang
rumit, pelayanan di RS tidak transparan, masih adanya diskomunikasi
antara pasien/keluarga dengan petugas RS. Kesemuanya ini memberikan
pemahaman kita bagimana sulitnya pelayanan di rumah sakit yang pada
akhirnya akan memberikan dampak terhadap pelayanan kepada pasien,
sehingga saat itu solusi yang dibuat adalah menyediakan media
komunikasi dan informasi yang selalu update untuk dapat memberikan
informasi yang dibutuhkan dalam bentuk aplikasi Sistem Rujukan
Terintegrasi yang disingkat SISRUTE.
Dalam SISRUTE terdapat informasi terkait pasien yang akan
dirujuk, asal rujukan, feedback dari yang akan menerima rujukan,
informasi umum rumah sakit terkait sarana prasarana yang ada, SDM
dokter, ketersediaan tempat tidur. Petugas bisa melakukan transaksi atau
kegiatan dengan beberapa media baik melalui computer, laptop ataupun
android yang terhubung melalui web.
Penyediaan sistem ini merupakan proses antara dimana yang
diharapkan adanya kesadaran dari semua stakeholder khususnya antar
RS untuk memanfaatkan SISRUTE, yang akan merujuk pasien dapat
melakukan komunikasi dan informasi awal terkait pasien yang akan di
rujuk. Prinsip SISRUTE adalah untuk kemudahan akses dan peningkatan
mutu pelayanan kesehatan. Melihat SISRUTE memberikan dampak yang
luar biasa terhadap peningkatan sistem rujukan, Kementerian Kesehatan
mengambil alih SISRUTE menjadi Program Nasional serta menghimbau
seluruh rumah sakit di seluruh Indonesia untuk menggunakan aplikasi
SISRUTE dalam melakukan proses rujukan pasien antar RS.
Di tahun ketiga ini, per tanggal 25 Oktober 2018, sudah terdapat
2.169 Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang tersebar di seluruh provinsi
6
yang ada di Indonesia. Namun demikian masih terdapat beberapa kendala
sehingga masih banyak fasilitas pelayanan kesehatan yang sudah terdaftar
ddalam SISRUTE tetapi belum menggunakan aplikasi SISRUTE dalam
melakukan pelayanan rujukan. Persentasi fasilitas kesehatan yang aktif
hanya mencapai 19% dari 2169, sisanya tergolong tidak aktif dan pernah
menggunakan SISRUTE.
Untuk itu, peneliti ingin melihat pengaruh penggunaan aplikasi
SISRUTE terhadap sistem pelayanan rujukan di Indonesia.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah ada pengaruh penggunaan aplikasi SISRUTE terhadap sistem
pelayanan rujukan?
2. Apakah ada pengaruh kemudahan akses aplikasi SISRUTE terhadap
sistem pelayanan rujukan?
3. Apakah ada pengaruh kelengkapan modul aplikasi SISRUTE terhadap
sistem pelayanan rujukan?
4. Apakah ada pengaruh tampilan aplikasi SISRUTE terhadap sistem
pelayanan rujukan?
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan umum
Memperoleh pengaruh penggunaan aplikasi SISRUTE terhadap
sistem pelayanan rujukan
2. Tujuan Khusus
a) Mengidentifikasi pengaruh penggunaan aplikasi SISRUTE terhadap
sistem pelayanan rujukan
b) Mengidentifikasi pengaruh kemudahan akses aplikasi SISRUTE
terhadap sistem pelayanan rujukan?
c) Mengidentifikasi pengaruh kelengkapan modul aplikasi SISRUTE
terhadap sistem pelayanan rujukan?
d) Mengidentifikasi pengaruh tampilan aplikasi SISRUTE terhadap
sistem pelayanan rujukan?
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
8
aspek pendukung pelayanan termasuk diantaranya adalah rujukan.
Mengenai sistem rujukan sendiri pemerintah telah mengeluarkan suatu
aturan yang tertuang dalam perundang-undangan sebagaimana yang diatur
dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI)
Nomor 001 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan
Perseorangan. Peraturan ini dibuat dan diharapkan dapat sejalan dengan
perundang-undangan yang telah ada sebelumnya yaitu UU RI No. 36 Th.
2009 tentang Kesehatan dan UU RI No. 44 Th. 2009 tentang Rumah Sakit.
C. MACAM & JENIS RUJUKAN
Menurut (Hatmoko, 2000) rujukan ada dua: rujukan medik dan
rujukan kesehatan yang dijelaskan sebagai berikut.
1. Rujukan medik yang berkaitan dengan pengobatan dan pemulihan
berupa pengiriman pasien (kasus), spesimen, dan pengetahuan tentang
penyakit, meliputi:
a. Konsultasi penderita untuk keperluan diagnostik, pengobatan,
tindakan operatif.
b. Pengiriman bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium
yang lebih lengkap.
c. Mendatangkan atau mengirim tenaga yang lebih kompeten atau
ahli untuk mutu pelayanan pengobatan.
2. Rujukan kesehatan menyangkut masalah kesehatan masyarakat yang
bersifat preventif dan promotif yang antara lain meliputi bantuan:
a) Survey epidemiologi dan pemberantasan penyakit atas kejadian
luar biasa atau terjangkitnya penyakit menular.
b) Pemberian pangan atas terjadinya kelaparan di suatu wilayah.
c) Pendidikan penyebab keracunan, bantuan teknologi
penanggulangan keracunan dan bantuan obat-obatan atas
terjadinya keracunan masal.
d) Saran dan teknologi untuk penyediaan air bersih atas masalah
kekurangan air bersih bagi masyarakat umum.
e) Pemeriksaan spesimen air di laboratorium kesehatan dan lain-lain.
9
Sementara menurut Pohan (2006), sesuai dengan jenis upaya
kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas, ada dua macam rujukan
yang dikenal yakni :
1. Rujukan upaya kesehatan perorangan
Cakupan rujukan pelayanan kesehatan perorangan adalah
kasus penyakit. Apabila suatu puskesmas tidak mampu
menanggulangi satu kasus penyakit tertentu, maka puskesmas
tersebut wajib merujuknya ke sarana pelayanan kesehatan yang
lebih mampu (baik hotizontal maupun vertical). Sebaliknya pasien
pasca rawat inap yang hanya memerlukan rawat jalan sederhana,
bisa dirujuk kembali ke puskesmas.
10
a) Rujukan sarana dan logistik, antara lain peminjaman peralatan
fogging, peminjaman alat laboratorium kesehatan, peminjaman alat
audio visual, bantuan obat, vaksin, dan bahan bahan habis pakai
dan bahan makanan.
b) Rujukan tenaga, antara lain dukungan tenanga ahli untuk
penyidikan kejadian luar biasa, bantuan penyelesaian masalah
hokum kesehatan, penanggulangan gangguan kesehatan karena
bencana alam
c) Rujukan operasional, yakni menyerahkan sepenuhnya kewenangan
dan tanggungjawab penyelesaian masalah kesehatan masyarakat
(antara lain usaha kesehatan sekolah, usaha kesehatan kerja,
usaha kesehatan jiwa, pemeriksaan contoh air bersih) kepada dinas
kesehatan kabupaten/kota. Rujukan operasional diselenggarakan
apabila puskesmas tidak mampu.
11
4. Apabila telah diobati dan dirawat ternyata memerlukan pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan di sarana kesehatan yang lebih mampu.
F. ALUR RUJUKAN
Untuk memahami tentang alur rujukan dan ketentuannya, perlu
diketahui tentang tahapan pelayanan kesehatan. Ada tiga tahapan dalam
pelaksanaan pelayanan kesehatan, yaitu sebagai berikut :
12
(DSp) di rumah sakit (kelas C atau B1), klinik spesialis atau klinik pribadi.
Jika masalah kesehatan yang sulit telah diselesaikan pasien akan dikirim
balik ke DPU yang mengirimnya dengan bekal surat rujuk balik yang
berisi anjuran kelanjutan pengobatannya.
3. Pelayanan tingkat tersier
Jika masalahnya juga tidak dapat atau tidak mungkin diselesaikan
oleh DSp di tingkat sekunder maka pasien yang bersangkutan akan
dikirim ke pelayanan tingkat tersier (top referral). Di sini pasien akan
dilayani oleh para dokter super/sub spesialis atau Spesialis Konsultan
(DSpK) di rumah sakit pendidikan atau rumah sakit besar yang
mempunyai berbagai pusat riset yang mapan (kelas B2 atau A).
Pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan primer yang dapat dirujuk
langsung ke fasilitas kesehatan tersier hanya untuk kasus yang sudah
ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya, merupakan pelayanan
berulang dan hanya tersedia di faskes tersier. Rujuk balik pun tetap
berlaku di sini dan bukan tidak mungkin berisi anjuran untuk kembali ke
DPU-nya jika masalah telah diatasi. Jika masalahnya tidak mungkin dapat
diatasi lagi (stadium terminal), sehingga diputuskan untuk dilanjutkan
dengan perawatan di rumah, maka yang terakhir ini pun menjadi tugas
DPU.
Pengecualian rujukan berjenjang:
a. Terjadi keadaan gawat darurat;
Kondisi kegawatdaruratan mengikuti ketentuan yang berlaku
b. Bencana;
Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau
Pemerintah Daerah
c. Kekhususan permasalahan kesehatan pasien; untuk kasus yang
sudah ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat
dilakukan di fasilitas kesehatan lanjutan
d. Pertimbangan geografis; dan
e. Pertimbangan ketersediaan fasilitas
Selain tiga tahapan di atas masih ada tahapan pelayanan kesehatan
yang kedudukannya lebih rendah dari pelayanan tingkat primer, seperti
pelayanan tingkat rumah tangga dan tingkat masyarakat yang secara
13
swadana, misalnya: Bidan, Perawat, Posyandu, Polindes, POD, Sakabhakti
Husada, dan lain-lain.
Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan
pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan
ke dokter dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama
kecuali dalam kondisi gawat darurat dan kekhususan permasalahan
kesehatan pasien.
Secara skematis tahapan pelayanan kesehatan tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut:
Posyandu Posyandu
Polindes Masyarakat Masyarakat sakabhakti
Gambar 3. Tahapan Rujukan
Yankes
Individu Individu Individu Sakabhakti
Gambar 3. Tahapan Rujukan
14
kemampuan pelayanan medis, penunjang dan fasilitas pelayanan
kesehatan yang terstuktur sesuai dengan kemampuan, kecuali dalam
kondisi emergensi (Kemenkes, 2014).
2. Tujuan
a) Mengembangkan regionalisasi sistem rujukan bejenjang di Provinsi
dan Kabupaten/Kota.
b) Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan rujukan RS.
c) Meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan rujukan sampai ke
daerah terpencil dan daerah miskin.
d) Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
rujukan RS (Kemenkes, 2014).
3. Manfaat
a) Pasien tidak menumpuk di RS besar tertentu.
b) Pengembangan seluruh RS di provinsi dan kabupaten/kota dapat
direncanakan secara sistematis efisien dan efektif.
c) Pelayanan rujukan dapat lebih dekat ke daerah terpencil, miskin,
dan daerah perbatasan karena pusat rujukan lebih dekat.
d) Regionalisasi rujukan dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga
kesehatan terutama pada RS Pusat Rujukan Regional.
4. Alur sistem rujukan regional
a) Pelayanan kesehatan rujukan menerapkan pelayanan berjenjang
yang dimulai dari Puskesmas, kemudian kelas C, kelas D
selanjutnya RS kelas B dan akhirnya ke RS kelas A.
b) Pelayanan kesehatan rujukan dapat berupa rujukan rawat jalan dan
rawat inap yang diberikan berdasarkan indikasi medis dari dokter
disertai surat rujukan, dilakukan atas pertimbangan tertentu atau
kesepakatan antara rumah sakit dengan pasien atau keluarga
pasien.
c) RS kelas C/D dapat melakukan rujukan ke RS kelas B atau RS
kelas A antar atau lintas kabupaten/kota yang telah ditetapkan.
yang dimaksud dengan “antar kabupaten/ kota” adalah pelayanan
ke RS kabupaten/ kota yang masih dalam satu region yang telah
ditetapkan. Sedangkan “lintas kabupaten/kota” adalah pelayanan ke
15
RS kabupaten/kota di luar wilayah region yang telah ditetapkan
(Kemenkes, 2014).
16
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. DASAR PEMIKIRAN
Berdasarkan tinjauan pustaka maka dikemukakan pengaruh
1. Variabel dependen
secara timbal balik secara vertikal, dalam arti antar sarana pelayanan
2. Variabel independen
pelayanan rujukan
mengakses aplikasi
17
B. KERANGKA KONSEP
Kemudahan Akses
Sistem
Kelengkapan Modul Pelayanan
Rujukan
Tampilan Aplikasi
Keterangan :
: variabel independen
: variabel dependen
18
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dengan
dalam SISRUTE.
2. Waktu Penelitian
2. Sampel
3. Besar Sampel
besar sampel untuk penelitian case control dengan menduga Odd Ratio
19
dengan jarak = 50%, tingkat kepercayaan = 95%. Hipotesis alternatif 2
kelompok kasus dan kontrol sebanyak 110. Sehingga total sampel adalah
rumus :
P2, dan OR, karena nilai P2 dan OR telah diketahui maka untuk
(¿ ) P 2
P1 =
( ¿ ) P 2+(1−P 2)
( 3,267 ) .O , 13
P1 =
( 3,267 ) .0,13+(1−0,13)
0,42
=
0,42+0,87
0,42
= = 0,3
1,3
D. PENGUMPULAN DATA
1. Data Primer adalah data yang dikumpulkan peneliti secara obsevasional
20
2. Data sekunder adalah data dari laporan SISRUTE
E. PENGOLAHAN DATA
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer
F. ANALISIS DATA
1. Analisis Univariat
bentuk tabel.
2. Analisis Bivariat
adalah studi kasus kontrol, maka dilakukan perhitungan Odd Ratio (OR).
tampilan aplikasi
G. PENYAJIAN DATA
Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi disertai
21
DAFTAR PUSTAKA
Tim penyusun bahan sosialisasi dan advokasi JKN (2014). Buku Pegangan
Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan
Sosial Nasional. Jakarta.
22