Anda di halaman 1dari 22

TUGAS PENELITIAN

COHORT

Nama : Dewi Rizki Nurmala


NIM : K013181022

PROGRAM STUDI DOKTOR


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2018

1
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Upaya pelayanan kesehatan terus ditingkatkan kualitas dan
ketersediannya guna memperbaiki cakupan pelayanan kesehatan. Untuk itu
diperlukan suatu sarana, sistem, dan aturan sehingga menghasilkan fasilitas
pelayanan kesehatan yang baik. Fasilitas pelayanan kesehatan menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 001 Tahun 2012 adalah tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik
promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat. Upaya pelayanan
kesehatan dibagi menjadi dua, yaitu pelayanan kesehatan masyarakat dan
perorangan. Sedangkan pelayanan kesehatan perorangan masih dibagi lagi
menjadi tiga tingkatan yaitu: tingkat pertama, tingkat kedua, dan tingkat
ketiga. Tingkatan inilah yang menjadi dasar dalam sistem rujukan pelayanan
kesehatan.
Sistem Rujukan pelayanan kesehatan dalam Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 1 Tahun 2012 Tentang sistem Rujukan Pelayanan
Kesehatan Perorangan merupakan penyelenggaraan pelayanan kesehatan
yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan
secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal. Pelayanan kesehatan
dilaksanakan secara berjenjang, sesuai kebutuhan medis dimulai dari
pelayanan kesehatan tingkat pertama, Pelayanan kesehatan tingkat kedua
hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat
pertama, serta Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan
atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama.
Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter
gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama. Tetapi pada keadaan
gawat darurat, bencana, kekhususan permasalahan kesehatan pasien, dan
pertimbangan geografis, hal-hal tersebut tidak lagi menjadi pertimbangan.
Sejak tanggal 1 Januari 2014, PT. ASKES (Persero) dan PT.
JAMSOSTEK (Persero) resmi berubah menjadi BPJS Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan sesuai dengan amanat UU nomor 40 tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU nomor 24 tahun 2011

3
tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). BPJS Kesehatan
merupakan badan pelaksana yang dibentuk untuk menyelenggarakan
program jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia. Undang-undang
SJSN dan BPJS mengamanatkan kepada kita semua komunitas kesehatan
untuk dapat menyediakan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan
terjangkau bagi seluruh masyarakat. Selain itu, pemerintah juga harus dapat
menjamin tersedianya pelayanan kesehatan sampai ke daerah terpencil dan
penduduk miskin.
Sejak diberlakukannya Sistem Jaminan Kesehatan sampai dengan
Tahun 2017 Pemanfaatan Jaminan Kesehatan Nasional dapat dilihat pada
table dibawah ini :

TAHUN (dalam jutaan)


No. LAYANAN
2014 2015 2016 2017
1. Pemanfaatan di FKTP 66,8 100,6 134,9 150,5
2. Pemanfaatan Poliklinik Rawat Jalan 21,3 39,8 50,4 64,4
RS
3. Pemanfaatan Rawat Inap 4,2 63 7,6 8,7

Namun demikian, pro dan kontra pelaksanaan Jaminan


Kesehatan masih sangat banyak, khususnya implementasi pelayanan
kesehatan di rumah sakit. Persepsi masyarakat masih banyak penolakan-
penolakan RS terhadap pasien-pasien pengguna layanan yang
menggunakan Jaminan Kesehatan Nasional. Tak hanya itu, rumah sakit
sebagai penyedia layanan kesehatan juga mendapatkan komplain dari
pasien dari berbagai arah baik itu komplain langsung, LSM maupun
Media Massa.
Salah satu upaya peningkatan kualitas mutu pelayanan yang
menjadi tuntutan Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional adalah
pembenahan sistem rujukan layanan kesehatan perorangan yang masih
belum berjalan dengan baik. Sistem rujukan layanan kesehatan di tiga
tingkatan fasilitas kesehatan hanya terbagi atas dua yaitu, rawat jalan dan
gawat darurat.
Pelaksanaan sistem rujukan mengacu pada tiga pilar utama
program Indonesia sehat yaitu pilar 2 adalah penguatan pelayanan
kesehatan dilakukan dengan strategi peningkatan akses pelayanan

4
kesehatan, optimalisasi sistem rujukan dan peningkatan mutu pelayanan
kesehatan, menggunakan pendekatan continum of care dan intervensi
berbasis risiko kesehatan, Permenkes RI No. 001 thn 2012 tentang
Sistem Rujukan pelayanan kesehatan perorangan dan di Tingkat Provinsi
Sulawesi Selatan berdasarkan Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan No.
15 Tahun 2008 tentang Regionalisasi sistem rujukan, serta penguatan
sistem prahospital/prafayankes dalam rangka rujukan pasien ke RS perlu
dioptimalkan koordinasinya dimana Public Safety Center (PSC) 119
merupakan salah satu ujung tombak pelayanan gawat darurat
prahospital/prafayankes dalam masyarakat dan berhubungan dengan
Pusat Komando Nasional (National Command Center).
Di pertengahan tahun 2016, RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo
Makassar sebagai Pusat Rujukan mempelopori Sistem Rujukan
Terintegrasi dalam bentuk aplikasi. Sistem rujukan terintegrasi
(SISRUTE) pelayanan kesehatan adalah merupakan penyelenggaraan
pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung
jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun
horizontal, dimana seluruh proses rujukan dilakukan secara terintegrasi.
Pelaksanaan sistem rujukan di Indonesia telah diatur dengan bentuk
bertingkat atau berjenjang, yaitu pelayanan kesehatan tingkat pertama,
kedua dan ketiga, di mana dalam pelaksanaannya tidak berdiri sendiri-
sendiri namun berada di suatu sistem dan saling berhubungan. Apabila
pelayanan kesehatan primer tidak dapat melakukan tindakan medis
tingkat primer maka dia menyerahkan tanggung jawab tersebut ketingkat
pelayanan diatasnya, demikian seterusnya.
Pola rujukan berjenjang saat itu sudah berjalan tetapi pelayanan
sistem rujukan yang diharapkan adalah adanya pola komunikasi dan
informasi awal sebelum pasien dirujuk ke Rumah Sakit yang dituju terkait
dengan (1) Komunikasi ke RS yang dirujuk terkait kondisi pasien, (2)
Informasi feedback dari RS dirujuk terkait kesediaan untuk menerima, (3)
Informasi kelengkapan sarana dan prasarana (baik terkait ketersediaan
sarana kamar inap apalagi jika pasien memerlukan penanganan intensif,
sarana peralatan medis, tenaga SDM dokter yang akan menangani, dan
lain-lain), dimana pada saat itu kondisi pasien dapat diketahui setelah

5
sampai di tujuan, sehingga petugas baru menyiapkan kebutuhan pasien,
jika membutuhkan ruang perawatan khusus dan kebetulan penuh jadi
muncul masalah serta untuk pasien rawat jalan butuh antri lagi lama di
poli hanya untuk pendaftaran padahal pasien dari daerah.
Fakta dan informasi dari berbagai pihak terkait pelayanan rujukan
bahwa masih adanya penolakan pasien di rumah sakit, pelayanan yang
tidak optimal di IGD (relatif lambat), kesulitan mengakses ruangan /
kamar perawatan khususnya ruangan intensif, masalah administrasi yang
rumit, pelayanan di RS tidak transparan, masih adanya diskomunikasi
antara pasien/keluarga dengan petugas RS. Kesemuanya ini memberikan
pemahaman kita bagimana sulitnya pelayanan di rumah sakit yang pada
akhirnya akan memberikan dampak terhadap pelayanan kepada pasien,
sehingga saat itu solusi yang dibuat adalah menyediakan media
komunikasi dan informasi yang selalu update untuk dapat memberikan
informasi yang dibutuhkan dalam bentuk aplikasi Sistem Rujukan
Terintegrasi yang disingkat SISRUTE.
Dalam SISRUTE terdapat informasi terkait pasien yang akan
dirujuk, asal rujukan, feedback dari yang akan menerima rujukan,
informasi umum rumah sakit terkait sarana prasarana yang ada, SDM
dokter, ketersediaan tempat tidur. Petugas bisa melakukan transaksi atau
kegiatan dengan beberapa media baik melalui computer, laptop ataupun
android yang terhubung melalui web.
Penyediaan sistem ini merupakan proses antara dimana yang
diharapkan adanya kesadaran dari semua stakeholder khususnya antar
RS untuk memanfaatkan SISRUTE, yang akan merujuk pasien dapat
melakukan komunikasi dan informasi awal terkait pasien yang akan di
rujuk. Prinsip SISRUTE adalah untuk kemudahan akses dan peningkatan
mutu pelayanan kesehatan. Melihat SISRUTE memberikan dampak yang
luar biasa terhadap peningkatan sistem rujukan, Kementerian Kesehatan
mengambil alih SISRUTE menjadi Program Nasional serta menghimbau
seluruh rumah sakit di seluruh Indonesia untuk menggunakan aplikasi
SISRUTE dalam melakukan proses rujukan pasien antar RS.
Di tahun ketiga ini, per tanggal 25 Oktober 2018, sudah terdapat
2.169 Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang tersebar di seluruh provinsi

6
yang ada di Indonesia. Namun demikian masih terdapat beberapa kendala
sehingga masih banyak fasilitas pelayanan kesehatan yang sudah terdaftar
ddalam SISRUTE tetapi belum menggunakan aplikasi SISRUTE dalam
melakukan pelayanan rujukan. Persentasi fasilitas kesehatan yang aktif
hanya mencapai 19% dari 2169, sisanya tergolong tidak aktif dan pernah
menggunakan SISRUTE.
Untuk itu, peneliti ingin melihat pengaruh penggunaan aplikasi
SISRUTE terhadap sistem pelayanan rujukan di Indonesia.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah ada pengaruh penggunaan aplikasi SISRUTE terhadap sistem
pelayanan rujukan?
2. Apakah ada pengaruh kemudahan akses aplikasi SISRUTE terhadap
sistem pelayanan rujukan?
3. Apakah ada pengaruh kelengkapan modul aplikasi SISRUTE terhadap
sistem pelayanan rujukan?
4. Apakah ada pengaruh tampilan aplikasi SISRUTE terhadap sistem
pelayanan rujukan?
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan umum
Memperoleh pengaruh penggunaan aplikasi SISRUTE terhadap
sistem pelayanan rujukan
2. Tujuan Khusus
a) Mengidentifikasi pengaruh penggunaan aplikasi SISRUTE terhadap
sistem pelayanan rujukan
b) Mengidentifikasi pengaruh kemudahan akses aplikasi SISRUTE
terhadap sistem pelayanan rujukan?
c) Mengidentifikasi pengaruh kelengkapan modul aplikasi SISRUTE
terhadap sistem pelayanan rujukan?
d) Mengidentifikasi pengaruh tampilan aplikasi SISRUTE terhadap
sistem pelayanan rujukan?

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI SISTEM RUJUKAN


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sistem rujukan ialah sistem
yang memungkinkan pengalihan tanggung jawab satu kasus dari pusat
pelayanan ke pusat pelayanan lain yg berbeda kemampuannya
(Departemen Pendidikan Nasional, 2002). Sistem rujukan (referral system)
adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur dan
melaksanakan pelimpahan tanggung jawab pengelolaan suatu kasus
penyakit dan ataupun masalah kesehatan secara timbal balik secara vertikal,
dalam arti antar sarana pelayanan kesehatan yang berbeda stratanya, atau
secara horizontal dalam arti antar sarana pelayanan kesehatan yang sama
stratanya (Permenkes, 2012). Sistem Rujukan pelayanan kesehatan adalah
penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas
dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal
maupun horizontal yang wajib dilaksanakan oleh peserta jaminan kesehatan
atau asuransi kesehatan sosial, dan seluruh fasilitas kesehatan (Idris, 2014).
Sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang melaksanakan pelimpahan wewenang dan tanggung jawab
atas kasus penyakit atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara
timbal balik, baik vertical dalam arti dari satu strata sarana pelayanan
kesehatan ke strata sarana pelayanan kesehatan lainnya, maupun horizontal
dalam arti antara strata sarana pelayanan kesehatan yang sama (Pohan,
2006).

B. SEJARAH SINGKAT SISTEM RUJUKAN DI INDONESIA


Program sistem rujukan sudah mulai diperkenalkan oleh pemerintah
sejak tahun 1976 untuk memperbaiki pelayanan obstetri/kebidanan,
terutama bagi kelompok resiko tinggi. Harapannya adalah dengan sistem ini
akan lebih efisien, efektif, affordable dan mudah diakses oleh mayoritas
masyarakat. Namun pelayanan ini bukan hanya sekedar aktivitas dalam
sistem rujukan, namun juga mencakup pelatihan dan penelitian.
Untuk menjalankan suatu pelayanan kesehatan yang ideal maka tiap
upaya kesehatan perlu didukung. Dukungan ini meliputi seluruh bagian dari

8
aspek pendukung pelayanan termasuk diantaranya adalah rujukan.
Mengenai sistem rujukan sendiri pemerintah telah mengeluarkan suatu
aturan yang tertuang dalam perundang-undangan sebagaimana yang diatur
dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI)
Nomor 001 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan
Perseorangan. Peraturan ini dibuat dan diharapkan dapat sejalan dengan
perundang-undangan yang telah ada sebelumnya yaitu UU RI No. 36 Th.
2009 tentang Kesehatan dan UU RI No. 44 Th. 2009 tentang Rumah Sakit.
C. MACAM & JENIS RUJUKAN
Menurut (Hatmoko, 2000) rujukan ada dua: rujukan medik dan
rujukan kesehatan yang dijelaskan sebagai berikut.
1. Rujukan medik yang berkaitan dengan pengobatan dan pemulihan
berupa pengiriman pasien (kasus), spesimen, dan pengetahuan tentang
penyakit, meliputi:
a. Konsultasi penderita untuk keperluan diagnostik, pengobatan,
tindakan operatif.
b. Pengiriman bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium
yang lebih lengkap.
c. Mendatangkan atau mengirim tenaga yang lebih kompeten atau
ahli untuk mutu pelayanan pengobatan.
2. Rujukan kesehatan menyangkut masalah kesehatan masyarakat yang
bersifat preventif dan promotif yang antara lain meliputi bantuan:
a) Survey epidemiologi dan pemberantasan penyakit atas kejadian
luar biasa atau terjangkitnya penyakit menular.
b) Pemberian pangan atas terjadinya kelaparan di suatu wilayah.
c) Pendidikan penyebab keracunan, bantuan teknologi
penanggulangan keracunan dan bantuan obat-obatan atas
terjadinya keracunan masal.
d) Saran dan teknologi untuk penyediaan air bersih atas masalah
kekurangan air bersih bagi masyarakat umum.
e) Pemeriksaan spesimen air di laboratorium kesehatan dan lain-lain.

9
Sementara menurut Pohan (2006), sesuai dengan jenis upaya
kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas, ada dua macam rujukan
yang dikenal yakni :
1. Rujukan upaya kesehatan perorangan
Cakupan rujukan pelayanan kesehatan perorangan adalah
kasus penyakit. Apabila suatu puskesmas tidak mampu
menanggulangi satu kasus penyakit tertentu, maka puskesmas
tersebut wajib merujuknya ke sarana pelayanan kesehatan yang
lebih mampu (baik hotizontal maupun vertical). Sebaliknya pasien
pasca rawat inap yang hanya memerlukan rawat jalan sederhana,
bisa dirujuk kembali ke puskesmas.

Rujukan upaya kesehatan perorangan dibedakan atas tiga macam :


a) Rujukan kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan
medik (misal operasi) dan lain lain.
b) Rujukan bahan pemeriksaan (spesimen) untuk pemeriksaan
laboratorium yang lebih lengkap.
c) Rujukan ilmu pengetahuan antara lain mendatangkan tenaga yang
lebih kompeten atau melakukan bimbingan tenaga puskesmas dan
atau menyelenggarakan pelayanan medik spesialis di puskesmas.
2. Rujukan upaya kesehatan masyarakat
Cakupan rujukan pelayanan kesehatan masyarakat adalah
masalah kesehatan masyarakat, misalnya kejadian luar biasa,
pencemaran lingkungan dan bencana. Rujukan pelayanan kesehatan
masyarakat juga dilakukan apabila satu puskesmas tidak mampu
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat wajib dan
pengembangan, padahal upaya kesehatan masyarakat tersebut telah
menjadi kebutuhan masyarakat. Apabila suatu puskesmas tidak mampu
menanggulangi masalah kesehatan masyarakat dan atau tidak mampu
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat, maka puskesmas
wajib merujuknya ke dinas kesehatan kabupaten atau kota.
Rujukan upaya kesehatan masyarakat dibedakan atas tiga macam
(Widoyono, 2013):

10
a) Rujukan sarana dan logistik, antara lain peminjaman peralatan
fogging, peminjaman alat laboratorium kesehatan, peminjaman alat
audio visual, bantuan obat, vaksin, dan bahan bahan habis pakai
dan bahan makanan.
b) Rujukan tenaga, antara lain dukungan tenanga ahli untuk
penyidikan kejadian luar biasa, bantuan penyelesaian masalah
hokum kesehatan, penanggulangan gangguan kesehatan karena
bencana alam
c) Rujukan operasional, yakni menyerahkan sepenuhnya kewenangan
dan tanggungjawab penyelesaian masalah kesehatan masyarakat
(antara lain usaha kesehatan sekolah, usaha kesehatan kerja,
usaha kesehatan jiwa, pemeriksaan contoh air bersih) kepada dinas
kesehatan kabupaten/kota. Rujukan operasional diselenggarakan
apabila puskesmas tidak mampu.

D. KEUNTUNGAN SISTEM RUJUKAN


Keuntungan sistem rujukan menurut Pranoko & Dhanabhalan (2012) adalah:
1. Pelayanan yang diberikan sedekat mungkin ke tempat pasien, berarti
bahwa pertolongan dapat diberikan lebih cepat, murah dan secara
psikologis memberi rasa aman pada pasien dan keluarga.
2. Penataran yang teratur diharapkan pengetahuan dan keterampilan
petugas daerah makin meningkat sehingga makin banyak kasus yang
dapat dikelola di daerahnya masing– masing.
3. Memudahkan masyarakat di daerah terpencil atau desa dapat
memperoleh dan menikmati tenaga ahli dan fasilitas kesehatan dari
jenjang yang lebih tinggi.
E. KRITERIA PASIEN DIRUJUK
Adapun kriteria pasien yang dirujuk menurut Pranoko & Dhanabhalan (2012)
adalah apabila memenuhi salah satu dari:
1. Hasil pemeriksaan fisik sudah dapat dipastikan tidak mampu diatasi.
2. Hasil pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan penunjang medis ternyata
tidak mampu diatasi.
3. Memerlukan pemeriksaan penunjang medis yang lebih lengkap, tetapi
pemeriksaan harus disertai pasien yang bersangkutan.

11
4. Apabila telah diobati dan dirawat ternyata memerlukan pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan di sarana kesehatan yang lebih mampu.
F. ALUR RUJUKAN
Untuk memahami tentang alur rujukan dan ketentuannya, perlu
diketahui tentang tahapan pelayanan kesehatan. Ada tiga tahapan dalam
pelaksanaan pelayanan kesehatan, yaitu sebagai berikut :

Gambar 2. Sistem Rujukan Berjenjang


1. Pelayanan tingkat primer
Pelayanan di sini diselenggarakan oleh Dokter Praktek Umum
(DPU). Tahap ini disebut tahap awal atau kontak pertama pasien dengan
dokter yang biasanya bertempat di klinik pribadi, klinik dokter bersama,
Puskesmas, balai pengobatan, klinik perusahaan, atau poliklinik umum di
rumah sakit. Setiap pasien semestinya harus ke DPU dulu kecuali bila
terjadi kasus gawat darurat.
2. Pelayanan tingkat sekunder
Jika dianggap perlu, pasien akan dirujuk ke pelayanan tingkat
sekunder. Untuk itu DPU akan menulis surat konsultasi atau rujukan yang
menjelaskan masalah medis dan kendala yang dihadapi pada pasien
yang bersangkutan. Di sini pasien akan dilayani oleh dokter spesialis

12
(DSp) di rumah sakit (kelas C atau B1), klinik spesialis atau klinik pribadi.
Jika masalah kesehatan yang sulit telah diselesaikan pasien akan dikirim
balik ke DPU yang mengirimnya dengan bekal surat rujuk balik yang
berisi anjuran kelanjutan pengobatannya.
3. Pelayanan tingkat tersier
Jika masalahnya juga tidak dapat atau tidak mungkin diselesaikan
oleh DSp di tingkat sekunder maka pasien yang bersangkutan akan
dikirim ke pelayanan tingkat tersier (top referral). Di sini pasien akan
dilayani oleh para dokter super/sub spesialis atau Spesialis Konsultan
(DSpK) di rumah sakit pendidikan atau rumah sakit besar yang
mempunyai berbagai pusat riset yang mapan (kelas B2 atau A).
Pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan primer yang dapat dirujuk
langsung ke fasilitas kesehatan tersier hanya untuk kasus yang sudah
ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya, merupakan pelayanan
berulang dan hanya tersedia di faskes tersier. Rujuk balik pun tetap
berlaku di sini dan bukan tidak mungkin berisi anjuran untuk kembali ke
DPU-nya jika masalah telah diatasi. Jika masalahnya tidak mungkin dapat
diatasi lagi (stadium terminal), sehingga diputuskan untuk dilanjutkan
dengan perawatan di rumah, maka yang terakhir ini pun menjadi tugas
DPU.
Pengecualian rujukan berjenjang:
a. Terjadi keadaan gawat darurat;
Kondisi kegawatdaruratan mengikuti ketentuan yang berlaku
b. Bencana;
Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau
Pemerintah Daerah
c. Kekhususan permasalahan kesehatan pasien; untuk kasus yang
sudah ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat
dilakukan di fasilitas kesehatan lanjutan
d. Pertimbangan geografis; dan
e. Pertimbangan ketersediaan fasilitas
Selain tiga tahapan di atas masih ada tahapan pelayanan kesehatan
yang kedudukannya lebih rendah dari pelayanan tingkat primer, seperti
pelayanan tingkat rumah tangga dan tingkat masyarakat yang secara

13
swadana, misalnya: Bidan, Perawat, Posyandu, Polindes, POD, Sakabhakti
Husada, dan lain-lain.
Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan
pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan
ke dokter dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama
kecuali dalam kondisi gawat darurat dan kekhususan permasalahan
kesehatan pasien.
Secara skematis tahapan pelayanan kesehatan tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut:

Rujukan Medis Rujukan Kes. Masyarakat

RSUD Propinsi/Pusat Depkes/Dinkes Propinsi


Tingkat 3

RSUD Kab/Kota, BP4, Dinkes kab/Kota


BKMM, BKKM. BP4, BKMM, BKKM
Tingkat 2 Tingkat 2
Sentra P3T, Sentra P3T
Klinik Swasta

Puskesmas. Dokter Tingkat 1 Tingkat 1 Puskesmas. Dokter


Umum/Keluarga Umum/Keluarga

Posyandu Posyandu
Polindes Masyarakat Masyarakat sakabhakti
Gambar 3. Tahapan Rujukan
Yankes
Individu Individu Individu Sakabhakti
Gambar 3. Tahapan Rujukan

G. REGIONALISASI SISTEM RUJUKAN


Kabupaten/kota dibagi dalam beberapa wilayah rujukan/region,
berdasarkan hasil mapping sarana prasarana, SDM dan kondisi geografis,
setiap wilayah mempunyai pusat rujukan.
1. Definisi
Regionalisasi sistem rujukan adalah pengaturan sistem rujukan
dengan penetapan batas wilayah administrasi daerah berdasarkan

14
kemampuan pelayanan medis, penunjang dan fasilitas pelayanan
kesehatan yang terstuktur sesuai dengan kemampuan, kecuali dalam
kondisi emergensi (Kemenkes, 2014).
2. Tujuan
a) Mengembangkan regionalisasi sistem rujukan bejenjang di Provinsi
dan Kabupaten/Kota.
b) Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan rujukan RS.
c) Meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan rujukan sampai ke
daerah terpencil dan daerah miskin.
d) Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
rujukan RS (Kemenkes, 2014).
3. Manfaat
a) Pasien tidak menumpuk di RS besar tertentu.
b) Pengembangan seluruh RS di provinsi dan kabupaten/kota dapat
direncanakan secara sistematis efisien dan efektif.
c) Pelayanan rujukan dapat lebih dekat ke daerah terpencil, miskin,
dan daerah perbatasan karena pusat rujukan lebih dekat.
d) Regionalisasi rujukan dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga
kesehatan terutama pada RS Pusat Rujukan Regional.
4. Alur sistem rujukan regional
a) Pelayanan kesehatan rujukan menerapkan pelayanan berjenjang
yang dimulai dari Puskesmas, kemudian kelas C, kelas D
selanjutnya RS kelas B dan akhirnya ke RS kelas A.
b) Pelayanan kesehatan rujukan dapat berupa rujukan rawat jalan dan
rawat inap yang diberikan berdasarkan indikasi medis dari dokter
disertai surat rujukan, dilakukan atas pertimbangan tertentu atau
kesepakatan antara rumah sakit dengan pasien atau keluarga
pasien.
c) RS kelas C/D dapat melakukan rujukan ke RS kelas B atau RS
kelas A antar atau lintas kabupaten/kota yang telah ditetapkan.
yang dimaksud dengan “antar kabupaten/ kota” adalah pelayanan
ke RS kabupaten/ kota yang masih dalam satu region yang telah
ditetapkan. Sedangkan “lintas kabupaten/kota” adalah pelayanan ke

15
RS kabupaten/kota di luar wilayah region yang telah ditetapkan
(Kemenkes, 2014).

H. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN SISTEM RUJUKAN


BERJENJANG
1. Ka Dinkes Kab/Kota dan organisasi profesi bertanggung jawab atas
pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat
pertama.
2. Ka Dinkes provinsi dan organisasi profesi bertanggung jawab atas
pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat
kedua.
3. Menteri bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan
pada pelayanan kesehatan tingkat ketiga.
(Idris, 2014)

16
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. DASAR PEMIKIRAN
Berdasarkan tinjauan pustaka maka dikemukakan pengaruh

penggunaan aplikasi SISRUTE pada penelitian ini akan mengkaji

variabel-variabel sebagai berikut :

1. Variabel dependen

Sistem Pelayanan Rujukan adalah penyelenggaraan pelayanan

kesehatan yang mengatur dan melaksanakan pelimpahan tanggung

jawab pengelolaan suatu kasus penyakit dan ataupun masalah kesehatan

secara timbal balik secara vertikal, dalam arti antar sarana pelayanan

kesehatan yang berbeda stratanya, atau secara horizontal dalam arti

antar sarana pelayanan kesehatan yang sama stratanya

2. Variabel independen

a. Kemudahan Akses adalah derajat kemudahan dicapai oleh

orang, terhadap suatu objek, pelayanan ataupun lingkungan.

Kemudahan akses aplikasi SISRUTE adalah bagaimana

petugas kesehatan dalam menggunakan aplikasi SISRUTE

b. Kelengkapan modul adalah modul-modul yang ada dalam

aplikasi SISRUTE mampu menjawab permasalahan sistem

pelayanan rujukan

c. Tampilan aplikasi adalah kemudahan penggunaan aplikasi yang

didukung oleh tampilan aplikasi yang memudahkan orang dalam

mengakses aplikasi

17
B. KERANGKA KONSEP

Kemudahan Akses

Sistem
Kelengkapan Modul Pelayanan
Rujukan

Tampilan Aplikasi

Keterangan :

: variabel independen

: variabel dependen

18
BAB IV
METODE PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dengan

pendekatan case control (retrospective) study untuk mengetahui pengaruh

penggunaan aplikasi SISRUTE (kemudahan akses, kelengkapan modul dan

tampilan aplikasi) terhadap sistem pelayanan rujukan

B. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN


1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan yang tergabung

dalam SISRUTE.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Januari – Desember Tahun 2018

C. POPULASI DAN SAMPEL


1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh fasilitas pelayanan

kesehatan yang ada dalam SISRUTE

2. Sampel

Sampel dibagi dalam dua kelompok, yaitu :

a. Kasus adalah semua RS yang aktif melakukan rujukan melalui

SISRUTE (kategori hijau)

b. Kontrol adalah semua RS yang tidak aktif melakukan rujukan melalui

SISRUTE (kategori merah dan kuning)

3. Besar Sampel

Penentuan besar sampel dalam penelitian ini menggunakan tabel

besar sampel untuk penelitian case control dengan menduga Odd Ratio

19
dengan jarak = 50%, tingkat kepercayaan = 95%. Hipotesis alternatif 2

sisi, di mana OR = 3,267 dan P2 = 0,13 maka diperoleh sampel untuk

kelompok kasus dan kontrol sebanyak 110. Sehingga total sampel adalah

220 (Lemeshow,et,al, 1997). Untuk mencari jumlah sampel digunakan

rumus :

n = Z 2 1 – α/2{1/P1[1 (1 – P1)] + 1/[P2(1 – P2)]}


[ln (1- ε)]2
Untuk menghitung jumlah sampel maka ada 3 parameter yaitu P1,

P2, dan OR, karena nilai P2 dan OR telah diketahui maka untuk

menentukan nilai P1, dengan rumus :

(¿ ) P 2
P1 =
( ¿ ) P 2+(1−P 2)

( 3,267 ) .O , 13
P1 =
( 3,267 ) .0,13+(1−0,13)

0,42
=
0,42+0,87

0,42
= = 0,3
1,3

Setelah memperoleh nilai P1, selanjutnya bisa dihitung jumlah sampel

n = (1,960)2{1/0,3[1/(1 – 0,3)] + 1/[0,13(1 – 0,13)]}


[ln (1- 0,5)]2
n = 110

D. PENGUMPULAN DATA
1. Data Primer adalah data yang dikumpulkan peneliti secara obsevasional

dengan menggunakan kuesioner dengan melihat kemudahan akses,

kelengkapan modul dan tampilan aplikasi

20
2. Data sekunder adalah data dari laporan SISRUTE

E. PENGOLAHAN DATA
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer

dengan program SPSS (Statistical Package For Social Science).

F. ANALISIS DATA
1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum

dengan cara mendeskripsikan tiap – tiap variabel yang digunakan dalam

penelitian yaitu dengan melihat gambaran distribusi frekuensinya dalam

bentuk tabel.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dialakukan untuk melihat hubungan antara

variabel bebas dan variabel terikat. Karena rancangan penelitian ini

adalah studi kasus kontrol, maka dilakukan perhitungan Odd Ratio (OR).

Dengan mengetahui besarnya OR, dapat diestimasi pengaruh dari setiap

faktor yang diteliti yaitu kemudahan akses, kelengkapan modul dan

tampilan aplikasi

G. PENYAJIAN DATA
Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi disertai

penjelasan dan tabel silang antara variabel.

21
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Nasional (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi


ke-3. Balai Pustaka, Jakarta. Gramedia.

Idris, Fachmi (2014). Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan. Jakarta: BPJS


Kesehatan.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2014). Sistem Rujukan Terstruktur


dan Berjenjang dalam Rangka Menyongsong Jaminan Kesehatan
Nasional (Regionalisasi Sistem Rujukan). Jakarta.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2017). Manual Book Sistem Rujukan


Terintegrasi, Jakarta.

Permenkes. 2012. Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor 001


tahun 2012 tentang sistem rujukan pelayanan kesehatan perorangan.

Pohan Imbalo (2006). Jaminan Mutu Layanan Kesehatan, Dasar –Dasar,


Pengertian, dan Penerapan. Jakarta : EGC; 2006. p.13-27
Pusat Data dan Informasi, 2018. Profil Kesehatan Tahun 2017, Jakarta.
Saleh, Khalid. 2018. Paparan Monitoring dan Evaluasi SISRUTE, Rakorpop,
Jakarta

Tim penyusun bahan sosialisasi dan advokasi JKN (2014). Buku Pegangan
Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan
Sosial Nasional. Jakarta.

22

Anda mungkin juga menyukai