Anda di halaman 1dari 13

JOURNAL READING

ALLERGIC RHINITIS

Paper ini dibuat sebagai salah satu persyaratan mengikuti Kepaniteraan Klinis
Senior SMF Ilmu Kedokteran THT di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam

PEMBIMBING :

dr. Zuraidah Nasution, Sp.THT-KL


DISUSUN OLEH :

Nugraha Ilhamsyah (2008320057)

Muhammad Salim Hafizh (2008320075)

Dwi Nurul Rahmadhani (2008320042)

Khofifah Indrawati Tanjung (2008320050)

Khairatul Fithriyah (2008320062)

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR SMF ILMU KEDOKTERAN THT

RSUD DELI SERDANG LUBUK PAKAM

2021

1
ii

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan pembuatan journal reading dengan judul “Allergic Rhinitis”
dengan tepat waktu. Penulisan journal reading ini di kerjakan untuk melengkapi tugas persyaratan
kepaniteraan klinik stase (KKS) Ilmu Kesehatan THT RSUD Deli Serdang, selain itu tulisan ini
juga bertujuan agar pembaca dapat mengetahui dan memahami secara jelas mengenai Allergic
Rhinitis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian tulisan ini terkhusus nya dr. Zuraidah Nasution, Sp.THT-KL yang telah
memberikan bimbingan sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas Journal reading ini dengan
baik. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa journal reading ini tidak mungkin dapat terselesaikan
dengan baik tanpa adanya dorongan dan bimbingan dari beberapa pihak.
Demikian tugas ini disusun, semoga dapat bermanfaat bagi penulis dan juga pembaca pada
umumnya. Saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tulisan
ini.

Medan, 01 Mei 2021

PENULIS

ii
iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................................. ii


DAFTAR ISI................................................................................................................................................ iii
BAB I ............................................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................................................ 1
1.1 Metode Pencarian Literature ......................................................................................................... 1
1.2 Abstract ......................................................................................................................................... 1
BAB II........................................................................................................................................................... 3
DESKRIPSI JURNAL .................................................................................................................................. 3
2.1 Deskripsi Umum ........................................................................................................................... 3
2.2 Deskripsi Konten .......................................................................................................................... 3
BAB III ......................................................................................................................................................... 4
TELAAH JURNAL ...................................................................................................................................... 4
3.1 Fokus Penelitian ................................................................................................................................ 4
3.2 Gaya dan Sistematika Penulisan ....................................................................................................... 4
3.3 Penulis ............................................................................................................................................... 4
3.4 Judul .................................................................................................................................................. 4
3.5 Abstrak .............................................................................................................................................. 4
3.6 Pendahuluan ...................................................................................................................................... 4
3.7 Patofisiologi ...................................................................................................................................... 5
3.8 Klasifikasi ......................................................................................................................................... 5
3.9 Diagnosis........................................................................................................................................... 6
3.10 Treatmen ........................................................................................................................................... 7
BAB IV ......................................................................................................................................................... 9
KESIMPULAN ............................................................................................................................................. 9
REFERENSI ............................................................................................................................................... 10

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Metode Pencarian Literature
Pencarian literatur dalam telaah jurnal ini dilakukan menggunakan search engine google
melalui Internasional Journal of Scientific Study dengan kata kunci yang digunakan untuk
penelusuran jurnal yang akan ditelaah ini adalah “Allergic rhinitis”, dengan rentang waktu 2017-
2021.

1.2 Abstract
Latar Belakang

Rinitis alergi adalah kelainan umum yang sangat berhubungan dengan asma dan
konjungtivitis, merupakan kondisi yang sering tidak terdeteksi di pusat perawatan primer. Gejala
klasik gangguan ini adalah hidung tersumbat, hidung gatal, rinore dan bersin. Riwayat
menyeluruh, pemeriksaan fisik, dan pengujian kulit alergen penting untuk menegakkan diagnosis
rinitis alergi. Antihistamin oral generasi kedua dan kortikosteroid intranasal adalah pengobatan
yang efektif. Imunoterapi alergen adalah pengobatan modulasi kekebalan yang efektif yang harus
direkomendasikan jika terapi farmakologis untuk rinitis alergi tidak efektif atau tidak dapat
ditoleransi, atau jika dipilih oleh pasien. Studi ini meninjau cara mendiagnosa kasus rinitis guna
mendapatkan managemen yang tepat dalam mengatasi kasus ini.

Tujuan Studi

Tujuan dalam studi ini adalah mempelajari cara yang tepat mendiagnosa, cara mengatasi
kejadian rinitis.

Materi dan Metode

Penelitian dilakukan dengan melakukan review komprehensif pada literatur yang berkaitan
dengan rinitis.

1
2

Observasi dan Hasil

Rinitis diklasifikasikan dalam beberapa kategori berdasarkan etiologinya antara lain Ige-
mediated, autonomic, infeksi, dan alergi. Secara awam rinitis dianggap sebagai masalah yang
terjadi berdasarkan perubahan musim. Rinitis sendiri juga diklasifikasikan berdasarkan tingkat
durasi gejala yang muncul dan tingkat keparahan keluhan. Penderita rinitis umumya tidak
menyadari dampak yang mempengaruhi kualitas hidupnya sehingga jarang memutuskan untuk
berobat. Pengobatan yang diberikan kepada penderita umunya sudah effektif namun pengendalian
dan pengawasan penggunaan obat juga perlu dilakukan guna menghindari masalah baru pada
kasus rinitis.

Kesimpulan

Rinitis alergi merupakan masalah Kesehatan yang umum terjadi dan dapat mempengaruhi
kualitas hidup pasien. Diagnosa kasus ini meliput skin-prick yang berguna untuk menentukan jenis
allergen pasien serta obat obatan yang menjadi pilihan dalam mengatasi kasus ini efektif dalam
menanggulangi keluhan dan secara umum aman dan dapat ditolerir dalam pemakaiannya.
BAB II

DESKRIPSI JURNAL
2.1 Deskripsi Umum
Judul : “Allergic rhinitis”

Penulis : Peter Small, Paul K. Keith, dan Harold Kim

Penelaah : Nugraha Ilhamsyah


Muhammad Salim Hafiz
Dwi Nurul Rahmadani
Khofifah Indrawati Tanjung
Khairatul Fithriyah
Tanggal telaah : 30 April 2021
2.2 Deskripsi Konten
Rinitis secara luas didefinisikan sebagai peradangan pada mukosa hidung. Ini adalah
kelainan umum yang mempengaruhi hingga 40% populasi. Rinitis alergi adalah jenis rinitis kronis
yang paling umum, mempengaruhi 10-20% populasi. Pada rhinitis alergi sel inflamasi, sel mast,
sel T CD$, sel B, makrofag, dan eosinophil menyusup kedalam lapisan hidung saat ada paparan
dari allergen yang memicu alergi. Rinitis alergi dapat dikalsifikasikan berdasarkan durasi gejala,
dan tingkat keparahan.
Penderita rinitis didiagnosa dengan keluhan dan skrining yang tepat pada pasien. 95%
pendertia rinitis memiliki keluhan astma yang dapat digunakan sebagai salah satu kriteria
diagnose. Hidung tersumbat, hidung gatal, rinore, dan bersin serta konjungtivitis alergi juga
termasuk dalam gejala yang umunya dikeluhkan oleh penderita.
Dalam studi ini klasifikasi, penatalaksanaan dan patofisiologi rinitis serta cara
mendiagnosa dikumpulkan dari literatur yang ditelaah secara komprehensif dan dimuat dalam
bentuk tulisan artikel

3
BAB III

TELAAH JURNAL

3.1 Fokus Penelitian


Fokus utama dalam Jurnal ini adalah untuk memberikan gambaran umum dari
patofisiologi, diagnosis, dan tatalaksana yang tepat untuk penyakit rhinitis alergi.

3.2 Gaya dan Sistematika Penulisan


Sistematika pada penulisan jurnal disusun dengan rapi. Komponen dari jurnal ini terdiri
dari abstrak, pendahuluan, patofisiologi, klasifikasi, diagnosis dan investigasi, dan kesimpulan.
Tata bahasa dalam jurnal ini mudah dipahami.

3.3 Penulis
Peter Small, Paul K, Keith and Harold Kim

3.4 Judul
Allergic rhinitis

3.5 Abstrak
Abstrak merupakan ringkasan singkat tentang isi dari artikel ilmiah, tanpa penambahan
tafsiran atau tanggapan penulis. Abstrak dalam jurnal ini sudah mencakup masalah utama yang
diteliti serta tujuan atau fokus pada artikel penelitian.

3.6 Pendahuluan
Rhinitis secara umum didefinisikan inflmaasi pada mukosa. Ini merupakan penyakit yang
umum pada populasi dunia hingga 40%. Allergic rhinitis merupakan tipe kronik rhinitis paling
banyak ditemukan 10-20% dari seluruh populasi dan bukti ilmiah juga menyatakan adanya
peningkatan prevelanasi penyakit. Severe allergic rhinitis sangat berpengaruh dalam kualitas tidur,
tidur, dan peforma pekerjaan.
Di masa lalu, rinitis alergi dianggap gangguan terlokalisasi pada hidung dan saluran
hidung, tetapi bukti saat ini menunjukkan bahwa rhinitis merupakan penyakit yang berhubungan
dengan seluruh sistem pernafasan. Ada hubungan antara fisiologis, fungsional dan imunologis
4
5

antara saluran pernapasan atas (hidung, rongga hidung, sinus paranasal, tuba eustachius, faring
dan laring) dan saluran pernapasan bawah (trakea, saluran bronkial, bronkiolus, dan paru-paru).
Misalnya, kedua saluran mengandung epitel bersilia yang terdiri dari sel goblet yang mengeluarkan
mukus, yang berfungsi untuk memfilter udara yang masuk dan melindungi struktur di dalam
saluran udara. Selanjutnya, submukosa dari saluran udara atas dan bawah mencakup kumpulan
pembuluh darah, kelenjar mukosa, sel pendukung, saraf dan sel radang. Bukti menunjukkan bahwa
provokasi alergen pada saluran pernafasan bagian atas tidak hanya mengarah pada respons
peradangan lokal, tetapi juga dapat menyebabkan proses peradangan di saluran pernafasan bagian
bawah, dan ini didukung oleh fakta bahwa rinitis dan asma sering terjadi bersamaan. Oleh karena
itu, perlu mempertimbangkan untuk memastikan penilaian dan tata laksana yang optimal dari
pasien dengan rhinitis alergi.

3.7 Patofisiologi
Pada pasien alergi, T sel menginfiltrasi mukosa hidung dan Sebagian besar merupakan T
helper 2 (Th2) dan melepaskan sitokin (interleukin [IL]-3, IL-4, IL-5, and IL-13) yang memicu
Immunoglobulin E (igE) yang diproduksi oleh sel plasma. Saat igE yang terikat dengan mast sel
mengalami crosslinking dengan allergen, akan mencetus perilisian mediator seperti histamin dan
leukotrienes, yang bertanggung jawab terjadinya arteriolar dilatasi, peningkatan permeabilitas
vascular, rhinnorea, sekret mucus, gatal, dan kontraksi otot polos di paru-paru. Mediator dan
sitokin dilepaskan saat fase awal terjadinya respon imun terhadap alergen yang memicu respons
peradangan seluler lebih lanjut selama 4–8 jam berikutnya (late-phase inflammatory response)
yang menghasilkan gejala berulang (biasanya hidung tersumbat).

3.8 Klasifikasi
Klasifikasi rhinitis berdasarkan etiologi:
• Alergi yaitu suatu peradangan mukosa hidung yang dimediasi oleh Ig E menyebabkan
infiltrasi sel eosinofil dan sel th2 pada lapisan hidung.
• Otonom yaitu kondisi yang terjadi akibat penggunaan obat, hipotiroid,
hormonal,maupun kondisi vasomotor
• Menular yaitu kondisi yang dipicu oleh infeksi virus, bakteri atau jamur
• Idiopatik
6

Klasifikasi menurut durasi dan tingkat keparahan gejala


• Intermittent: gejala muncul kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu
berturut-turut.
• Persisten: gejala muncul lebih banyak dari 4 hari/minggu dan selama lebih dari 4
minggu berturut-turut.
Gejala tergolong ringan bila pasien tidak mengalami gangguan tidur dan mampu
melakukan aktivitas normal. Gejala dikategorikan sebagai sedang parah apabila mempengaruhi
tidur atau aktivitas kehidupan sehari-hari dan dianggap mengganggu.
Rhinitis akibat kerja
Rinitis akibat kerja didefinisikan sebagai suatu penyakit radang pada hidung yang ditandai
dengan gejala intermitten dan atau persisten meliputi hidung tersumbat, hipersekresi, bersin dan
pruritus yang disebabkan oleh lingkungan kerja tertentu bukan karena rangsangan yang ditemui di
luar tempat kerja. Beberapa pekerjaan yang memiliki resiko tinggi salah satunya adalah pekerja
laboratorium, pengolah makanan, dokter hewan, petani dan pekerja di berbagai industri
manufaktur. Kondisi ini dapat terjadi ataupun berkembang dalam 2 tahun pertama kerja.
Rhinitia alergi lokal
Rhinitis alergi lokal adalah kondisi yang ditandai dengan respon alergi lokal pada mukosa
hidung tanpa adanya bukti atopi sistemik.

3.9 Diagnosis
Riwayat pasien
Pasien rhinitis alergi sering datang dengan keluhan hidung tersumbat, terasa gatal, rinore
dan bersin. Pada kondisi ini jugaa memilki kaitan dengan adanya konjungtivitis alergi, perubahan
musim, riwayat alergi (debu, serbuk sari, bulu hewan). Kondisi lingkungan rumah dan penggunaan
obat jangka panjang seperti NSAID, ACE, beta bloker jiga menjadi resiko terjadinya rhinits alergi.
Riwayat batuk dan pilek juga harus ditanyakan lebih lanjut dan sudah berapa lama.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai pernapasan melalui mulut yang terus-menerus,
sering menggosok-gosok hidung, sering mengendus, dijumpai lingkaran hitam dibawah mata. Bila
dilakukan rinoskopi anterior dijumpai mukosa bengkak berdarah pucat sekresi yang tipis ataupun
kelainan seperti polip dan lain-lain. Pada pemeriksaan telinga biasanya tampak normal namun
7

sering dilakukan manuver valsava untuk menilai cairan di belakang gendang telinga. Sedangkan
pada pemeriksaan sinus dilakukan palpasi sinus untuk melihat nyeri tekan ataupun ketukan gigi
rahang atas dan penekanan lidah. Pemeriksaan orofaring posterior dijumpai adanya postnasal drip.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan skin patch dilakukan untuk menguji alergi yang dialami oleh pasien, namun
dapat dilakukan juga tes Ig E serum.

3.10 Treatment
• Menghindari alergen
Pasien yang alergi terhadap tungau debu rumah dapat menggunakan penutup yang tahan
alergen sebagai alas tidur dan menjaga kelembaban relatif di dalam rumah dibawah 50%. Bila
alergi terhadap paparan serbuk sari dan jamur di luar ruangan dapat dikurangi dengan menutup
jendela, menggunakan filter layar jendela, menggunakan AC dan membatasi jumlah waktu selama
Puncak musim serbuk sari. Untuk pasien yang alergi terhadap bulu binatang dianjurkan
mengeluarkan hewan dari rumah dan akan mengalami pengurangan gejala dalam waktu 4 sampai
6 bulan.
• Antihistamin
Antihistamin oral generasi kedua seperti desloratadine fexofenadine loratadine Cetirizine
merupakan pengobatan farmakologi klinik pertama yang direkomendasikan untuk pasien rhinitis
alergi. Ada 2 antihistamin generasi kedua yang baru diperkenalkan yaitu bilastine dan rupatadine.
• Kortikosteroid intranasal
Pemberian kortikosteroid intranasal merupakan pilihan lini pertama untuk pasien dengan
gejala persisten ringan atau sedang berat dimana pemberiannya dimulai sebelum terpapar alergen
yang relevan.
Beberapa kortikosteroid intranasal yang dapat menjadi pilihan yaitu beclomethasone,
budesonide, flutikason mometasone dan triamcinolone. Efek samping yang paling umum dari
kortikosteroid intranasal adalah terjadinya iritasi hidung dan rasa perih
Untuk lebih efektif berdasarkan penelitian di Kanada bahwa kombinasi kortikosteroid
intranasal dan antihistamin terbukti lebih efektif daripada hanya penggunaan kortikosteroid
intranasal saja.
• Antagonis Reseptor Leukotrin (LTRA)
8

Montelukast dan zafirlukast LTRA juga efektif namun tidak seefektif kortikosteroid
intranasal. Dimana pemberian LTRA harus dipertimbangkan bila antihistamin oral, kortikosteroid
intranasal atau kombinasi kortikosteroid intranasal dan antihistamin tidak dapat ditoleransi dengan
baik atau tidak efektif dalam mengendalikan gejala rhinitis alergi.
• Imunoterapi Alergen
Imunoterapi allergen merupakan pemberian jumlah alergen secara subkutan dan bertahap
hingga mencapai dosis efektif agar terjadi toleransi imunologis terhadap alergen. Imunoterapi ini
biasa dilakukan pada pasien dengan rhinitis alergi intermittent baik disebabkan oleh serbuk sari,
tungau debu rumah, buluk kucing dan anjing. Dalam memberikan imunoterapi alergen harus
diberikan secara bertahap dan dilakukan oleh dokter yang berpengalaman di mana akan dilakukan
peningkatan dosis mingguan selama 6 sampai 8 bulan dan dilakukan suntikan pemeliharaan
dengan dosis maksimum yang ditoleransi setiap 3 sampai 4 minggu selama 3 sampai 5 tahun.
Setelah dilakukan hal tersebut maka didapatkan banyak hasil bahwa pasien mengalami efek
perlindungan yang berkepanjangan.
Imunoterapi sublingual adalah cara untuk menghilangkan kepekaan pasien dan melibatkan
penempatan tablet ekstrak alergen dibawah lidah sampai larut.
• Pilihan terapi lain dapat diberikan dekongestan intranasal yang berfungsi meredakan
hidung tersumbat. Namun pemberian jangka panjang dapat mengakibatkan rinisitis
medikamentosa dan tidak dianjurkan untuk penderita hipertensi yang tidak terkontrol dan penyakit
arteri koroner.
Terapi bedah berguna bagi pasien yang emilki kelainan pada rongga hidunya seperti polip.
BAB IV

KESIMPULAN

Rinitis alergi adalah kelainan umum yang dapat memengaruhi kualitas hidup pasien secara
signifikan. Diagnosis dibuat melalui anamnesis yang komprehensif dan pemeriksaan fisik, pada
pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik pasien yang dicurigai menderita rinitis alergi harus mencakup
pemeriksaan tanda-tanda luar, hidung, telinga, sinus, orofaring posterior (area tenggorokan yang
berada di bagian belakang mulut), dada dan kulit. Tanda-tanda luar yang mungkin menandakan
rinitis alergi meliputi: pernapasan mulut yang terus-menerus, gesekan di hidung atau lipatan
hidung melintang yang jelas, sering mengendus atau membersihkan tenggorokan, dan kilau alergi
(lingkaran hitam di bawah mata yang disebabkan oleh hidung tersumbat). Pemeriksaan hidung
biasanya menunjukkan pembengkakan pada mukosa hidung dan pucat, sekresi tipis. Pemeriksaan
endoskopi internal hidung juga harus dipertimbangkan untuk menilai kelainan struktural termasuk
deviasi septum, ulserasi hidung, dan polip hidung Tes diagnostik lebih lanjut menggunakan tes
tusuk kulit atau tes IgE khusus alergen biasanya diperlukan untuk memastikan bahwa alergi yang
mendasari menyebabkan rinitis. Pilihan terapi tersedia. untuk pengobatan rinitis alergi efektif
dalam mengelola gejala dan umumnya aman dan dapat ditoleransi dengan baik. Tujuan pengobatan
untuk rinitis alergi adalah meredakannya gejala. Pilihan terapeutik tersedia untuk dicapai tujuan
ini termasuk tindakan penghindaran, saline hidung irigasi, antihistamin oral, kortikosteroid
intranasal, kombinasi kortikosteroid/antihistamin intranasal semprotan; antagonis reseptor
leukotrien (LTRA), dan imunoterapi alergen . Antihistamin oral generasi kedua dan kortikosteroid
intranasal adalah pengobatan andalan untuk gangguan ini. Imunoterapi alergen serta obat lain
seperti dekongestan dan kortikosteroid oral mungkin berguna dalam kasus tertentu1

9
10

REFERENSI

1. Small P, Keith PK, Kim H. Allergic rhinitis. Allergy, Asthma Clin Immunol.
2018;14(s2):1-11. doi:10.1186/s13223-018-0280-7

Anda mungkin juga menyukai