ALLERGIC RHINITIS
Paper ini dibuat sebagai salah satu persyaratan mengikuti Kepaniteraan Klinis
Senior SMF Ilmu Kedokteran THT di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam
PEMBIMBING :
2021
1
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan pembuatan journal reading dengan judul “Allergic Rhinitis”
dengan tepat waktu. Penulisan journal reading ini di kerjakan untuk melengkapi tugas persyaratan
kepaniteraan klinik stase (KKS) Ilmu Kesehatan THT RSUD Deli Serdang, selain itu tulisan ini
juga bertujuan agar pembaca dapat mengetahui dan memahami secara jelas mengenai Allergic
Rhinitis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian tulisan ini terkhusus nya dr. Zuraidah Nasution, Sp.THT-KL yang telah
memberikan bimbingan sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas Journal reading ini dengan
baik. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa journal reading ini tidak mungkin dapat terselesaikan
dengan baik tanpa adanya dorongan dan bimbingan dari beberapa pihak.
Demikian tugas ini disusun, semoga dapat bermanfaat bagi penulis dan juga pembaca pada
umumnya. Saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tulisan
ini.
PENULIS
ii
iii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Metode Pencarian Literature
Pencarian literatur dalam telaah jurnal ini dilakukan menggunakan search engine google
melalui Internasional Journal of Scientific Study dengan kata kunci yang digunakan untuk
penelusuran jurnal yang akan ditelaah ini adalah “Allergic rhinitis”, dengan rentang waktu 2017-
2021.
1.2 Abstract
Latar Belakang
Rinitis alergi adalah kelainan umum yang sangat berhubungan dengan asma dan
konjungtivitis, merupakan kondisi yang sering tidak terdeteksi di pusat perawatan primer. Gejala
klasik gangguan ini adalah hidung tersumbat, hidung gatal, rinore dan bersin. Riwayat
menyeluruh, pemeriksaan fisik, dan pengujian kulit alergen penting untuk menegakkan diagnosis
rinitis alergi. Antihistamin oral generasi kedua dan kortikosteroid intranasal adalah pengobatan
yang efektif. Imunoterapi alergen adalah pengobatan modulasi kekebalan yang efektif yang harus
direkomendasikan jika terapi farmakologis untuk rinitis alergi tidak efektif atau tidak dapat
ditoleransi, atau jika dipilih oleh pasien. Studi ini meninjau cara mendiagnosa kasus rinitis guna
mendapatkan managemen yang tepat dalam mengatasi kasus ini.
Tujuan Studi
Tujuan dalam studi ini adalah mempelajari cara yang tepat mendiagnosa, cara mengatasi
kejadian rinitis.
Penelitian dilakukan dengan melakukan review komprehensif pada literatur yang berkaitan
dengan rinitis.
1
2
Rinitis diklasifikasikan dalam beberapa kategori berdasarkan etiologinya antara lain Ige-
mediated, autonomic, infeksi, dan alergi. Secara awam rinitis dianggap sebagai masalah yang
terjadi berdasarkan perubahan musim. Rinitis sendiri juga diklasifikasikan berdasarkan tingkat
durasi gejala yang muncul dan tingkat keparahan keluhan. Penderita rinitis umumya tidak
menyadari dampak yang mempengaruhi kualitas hidupnya sehingga jarang memutuskan untuk
berobat. Pengobatan yang diberikan kepada penderita umunya sudah effektif namun pengendalian
dan pengawasan penggunaan obat juga perlu dilakukan guna menghindari masalah baru pada
kasus rinitis.
Kesimpulan
Rinitis alergi merupakan masalah Kesehatan yang umum terjadi dan dapat mempengaruhi
kualitas hidup pasien. Diagnosa kasus ini meliput skin-prick yang berguna untuk menentukan jenis
allergen pasien serta obat obatan yang menjadi pilihan dalam mengatasi kasus ini efektif dalam
menanggulangi keluhan dan secara umum aman dan dapat ditolerir dalam pemakaiannya.
BAB II
DESKRIPSI JURNAL
2.1 Deskripsi Umum
Judul : “Allergic rhinitis”
3
BAB III
TELAAH JURNAL
3.3 Penulis
Peter Small, Paul K, Keith and Harold Kim
3.4 Judul
Allergic rhinitis
3.5 Abstrak
Abstrak merupakan ringkasan singkat tentang isi dari artikel ilmiah, tanpa penambahan
tafsiran atau tanggapan penulis. Abstrak dalam jurnal ini sudah mencakup masalah utama yang
diteliti serta tujuan atau fokus pada artikel penelitian.
3.6 Pendahuluan
Rhinitis secara umum didefinisikan inflmaasi pada mukosa. Ini merupakan penyakit yang
umum pada populasi dunia hingga 40%. Allergic rhinitis merupakan tipe kronik rhinitis paling
banyak ditemukan 10-20% dari seluruh populasi dan bukti ilmiah juga menyatakan adanya
peningkatan prevelanasi penyakit. Severe allergic rhinitis sangat berpengaruh dalam kualitas tidur,
tidur, dan peforma pekerjaan.
Di masa lalu, rinitis alergi dianggap gangguan terlokalisasi pada hidung dan saluran
hidung, tetapi bukti saat ini menunjukkan bahwa rhinitis merupakan penyakit yang berhubungan
dengan seluruh sistem pernafasan. Ada hubungan antara fisiologis, fungsional dan imunologis
4
5
antara saluran pernapasan atas (hidung, rongga hidung, sinus paranasal, tuba eustachius, faring
dan laring) dan saluran pernapasan bawah (trakea, saluran bronkial, bronkiolus, dan paru-paru).
Misalnya, kedua saluran mengandung epitel bersilia yang terdiri dari sel goblet yang mengeluarkan
mukus, yang berfungsi untuk memfilter udara yang masuk dan melindungi struktur di dalam
saluran udara. Selanjutnya, submukosa dari saluran udara atas dan bawah mencakup kumpulan
pembuluh darah, kelenjar mukosa, sel pendukung, saraf dan sel radang. Bukti menunjukkan bahwa
provokasi alergen pada saluran pernafasan bagian atas tidak hanya mengarah pada respons
peradangan lokal, tetapi juga dapat menyebabkan proses peradangan di saluran pernafasan bagian
bawah, dan ini didukung oleh fakta bahwa rinitis dan asma sering terjadi bersamaan. Oleh karena
itu, perlu mempertimbangkan untuk memastikan penilaian dan tata laksana yang optimal dari
pasien dengan rhinitis alergi.
3.7 Patofisiologi
Pada pasien alergi, T sel menginfiltrasi mukosa hidung dan Sebagian besar merupakan T
helper 2 (Th2) dan melepaskan sitokin (interleukin [IL]-3, IL-4, IL-5, and IL-13) yang memicu
Immunoglobulin E (igE) yang diproduksi oleh sel plasma. Saat igE yang terikat dengan mast sel
mengalami crosslinking dengan allergen, akan mencetus perilisian mediator seperti histamin dan
leukotrienes, yang bertanggung jawab terjadinya arteriolar dilatasi, peningkatan permeabilitas
vascular, rhinnorea, sekret mucus, gatal, dan kontraksi otot polos di paru-paru. Mediator dan
sitokin dilepaskan saat fase awal terjadinya respon imun terhadap alergen yang memicu respons
peradangan seluler lebih lanjut selama 4–8 jam berikutnya (late-phase inflammatory response)
yang menghasilkan gejala berulang (biasanya hidung tersumbat).
3.8 Klasifikasi
Klasifikasi rhinitis berdasarkan etiologi:
• Alergi yaitu suatu peradangan mukosa hidung yang dimediasi oleh Ig E menyebabkan
infiltrasi sel eosinofil dan sel th2 pada lapisan hidung.
• Otonom yaitu kondisi yang terjadi akibat penggunaan obat, hipotiroid,
hormonal,maupun kondisi vasomotor
• Menular yaitu kondisi yang dipicu oleh infeksi virus, bakteri atau jamur
• Idiopatik
6
3.9 Diagnosis
Riwayat pasien
Pasien rhinitis alergi sering datang dengan keluhan hidung tersumbat, terasa gatal, rinore
dan bersin. Pada kondisi ini jugaa memilki kaitan dengan adanya konjungtivitis alergi, perubahan
musim, riwayat alergi (debu, serbuk sari, bulu hewan). Kondisi lingkungan rumah dan penggunaan
obat jangka panjang seperti NSAID, ACE, beta bloker jiga menjadi resiko terjadinya rhinits alergi.
Riwayat batuk dan pilek juga harus ditanyakan lebih lanjut dan sudah berapa lama.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai pernapasan melalui mulut yang terus-menerus,
sering menggosok-gosok hidung, sering mengendus, dijumpai lingkaran hitam dibawah mata. Bila
dilakukan rinoskopi anterior dijumpai mukosa bengkak berdarah pucat sekresi yang tipis ataupun
kelainan seperti polip dan lain-lain. Pada pemeriksaan telinga biasanya tampak normal namun
7
sering dilakukan manuver valsava untuk menilai cairan di belakang gendang telinga. Sedangkan
pada pemeriksaan sinus dilakukan palpasi sinus untuk melihat nyeri tekan ataupun ketukan gigi
rahang atas dan penekanan lidah. Pemeriksaan orofaring posterior dijumpai adanya postnasal drip.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan skin patch dilakukan untuk menguji alergi yang dialami oleh pasien, namun
dapat dilakukan juga tes Ig E serum.
3.10 Treatment
• Menghindari alergen
Pasien yang alergi terhadap tungau debu rumah dapat menggunakan penutup yang tahan
alergen sebagai alas tidur dan menjaga kelembaban relatif di dalam rumah dibawah 50%. Bila
alergi terhadap paparan serbuk sari dan jamur di luar ruangan dapat dikurangi dengan menutup
jendela, menggunakan filter layar jendela, menggunakan AC dan membatasi jumlah waktu selama
Puncak musim serbuk sari. Untuk pasien yang alergi terhadap bulu binatang dianjurkan
mengeluarkan hewan dari rumah dan akan mengalami pengurangan gejala dalam waktu 4 sampai
6 bulan.
• Antihistamin
Antihistamin oral generasi kedua seperti desloratadine fexofenadine loratadine Cetirizine
merupakan pengobatan farmakologi klinik pertama yang direkomendasikan untuk pasien rhinitis
alergi. Ada 2 antihistamin generasi kedua yang baru diperkenalkan yaitu bilastine dan rupatadine.
• Kortikosteroid intranasal
Pemberian kortikosteroid intranasal merupakan pilihan lini pertama untuk pasien dengan
gejala persisten ringan atau sedang berat dimana pemberiannya dimulai sebelum terpapar alergen
yang relevan.
Beberapa kortikosteroid intranasal yang dapat menjadi pilihan yaitu beclomethasone,
budesonide, flutikason mometasone dan triamcinolone. Efek samping yang paling umum dari
kortikosteroid intranasal adalah terjadinya iritasi hidung dan rasa perih
Untuk lebih efektif berdasarkan penelitian di Kanada bahwa kombinasi kortikosteroid
intranasal dan antihistamin terbukti lebih efektif daripada hanya penggunaan kortikosteroid
intranasal saja.
• Antagonis Reseptor Leukotrin (LTRA)
8
Montelukast dan zafirlukast LTRA juga efektif namun tidak seefektif kortikosteroid
intranasal. Dimana pemberian LTRA harus dipertimbangkan bila antihistamin oral, kortikosteroid
intranasal atau kombinasi kortikosteroid intranasal dan antihistamin tidak dapat ditoleransi dengan
baik atau tidak efektif dalam mengendalikan gejala rhinitis alergi.
• Imunoterapi Alergen
Imunoterapi allergen merupakan pemberian jumlah alergen secara subkutan dan bertahap
hingga mencapai dosis efektif agar terjadi toleransi imunologis terhadap alergen. Imunoterapi ini
biasa dilakukan pada pasien dengan rhinitis alergi intermittent baik disebabkan oleh serbuk sari,
tungau debu rumah, buluk kucing dan anjing. Dalam memberikan imunoterapi alergen harus
diberikan secara bertahap dan dilakukan oleh dokter yang berpengalaman di mana akan dilakukan
peningkatan dosis mingguan selama 6 sampai 8 bulan dan dilakukan suntikan pemeliharaan
dengan dosis maksimum yang ditoleransi setiap 3 sampai 4 minggu selama 3 sampai 5 tahun.
Setelah dilakukan hal tersebut maka didapatkan banyak hasil bahwa pasien mengalami efek
perlindungan yang berkepanjangan.
Imunoterapi sublingual adalah cara untuk menghilangkan kepekaan pasien dan melibatkan
penempatan tablet ekstrak alergen dibawah lidah sampai larut.
• Pilihan terapi lain dapat diberikan dekongestan intranasal yang berfungsi meredakan
hidung tersumbat. Namun pemberian jangka panjang dapat mengakibatkan rinisitis
medikamentosa dan tidak dianjurkan untuk penderita hipertensi yang tidak terkontrol dan penyakit
arteri koroner.
Terapi bedah berguna bagi pasien yang emilki kelainan pada rongga hidunya seperti polip.
BAB IV
KESIMPULAN
Rinitis alergi adalah kelainan umum yang dapat memengaruhi kualitas hidup pasien secara
signifikan. Diagnosis dibuat melalui anamnesis yang komprehensif dan pemeriksaan fisik, pada
pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik pasien yang dicurigai menderita rinitis alergi harus mencakup
pemeriksaan tanda-tanda luar, hidung, telinga, sinus, orofaring posterior (area tenggorokan yang
berada di bagian belakang mulut), dada dan kulit. Tanda-tanda luar yang mungkin menandakan
rinitis alergi meliputi: pernapasan mulut yang terus-menerus, gesekan di hidung atau lipatan
hidung melintang yang jelas, sering mengendus atau membersihkan tenggorokan, dan kilau alergi
(lingkaran hitam di bawah mata yang disebabkan oleh hidung tersumbat). Pemeriksaan hidung
biasanya menunjukkan pembengkakan pada mukosa hidung dan pucat, sekresi tipis. Pemeriksaan
endoskopi internal hidung juga harus dipertimbangkan untuk menilai kelainan struktural termasuk
deviasi septum, ulserasi hidung, dan polip hidung Tes diagnostik lebih lanjut menggunakan tes
tusuk kulit atau tes IgE khusus alergen biasanya diperlukan untuk memastikan bahwa alergi yang
mendasari menyebabkan rinitis. Pilihan terapi tersedia. untuk pengobatan rinitis alergi efektif
dalam mengelola gejala dan umumnya aman dan dapat ditoleransi dengan baik. Tujuan pengobatan
untuk rinitis alergi adalah meredakannya gejala. Pilihan terapeutik tersedia untuk dicapai tujuan
ini termasuk tindakan penghindaran, saline hidung irigasi, antihistamin oral, kortikosteroid
intranasal, kombinasi kortikosteroid/antihistamin intranasal semprotan; antagonis reseptor
leukotrien (LTRA), dan imunoterapi alergen . Antihistamin oral generasi kedua dan kortikosteroid
intranasal adalah pengobatan andalan untuk gangguan ini. Imunoterapi alergen serta obat lain
seperti dekongestan dan kortikosteroid oral mungkin berguna dalam kasus tertentu1
9
10
REFERENSI
1. Small P, Keith PK, Kim H. Allergic rhinitis. Allergy, Asthma Clin Immunol.
2018;14(s2):1-11. doi:10.1186/s13223-018-0280-7