Draf Ruu PK Publik Hearing 3 Desember 2020
Draf Ruu PK Publik Hearing 3 Desember 2020
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PELAPORAN KEUANGAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pelaporan Keuangan adalah segala aspek yang berkaitan dengan
penyusunan, pertanggungjawaban, penyampaian, penggunaan,
penyaluran dan distribusi, serta penyimpanan Laporan Keuangan.
2. Laporan Keuangan adalah suatu dokumen lengkap hasil penyajian
terstruktur yang menyediakan informasi keuangan yang disusun
berdasarkan Standar.
3. Standar Laporan Keuangan, yang selanjutnya disebut Standar, adalah
acuan yang digunakan dalam penyusunan dan penyajian Laporan
Keuangan yang ditetapkan oleh Komite Standar dalam Undang-Undang
ini.
4. Komite Standar Laporan Keuangan, yang selanjutnya disebut Komite
Standar, adalah Lembaga independen yang dibentuk dan diberikan
kewenangan untuk menyusun dan menetapkan Standar.
5. Entitas Pelapor adalah seluruh entitas yang diwajibkan oleh Undang-
Undang ini untuk menyusun Laporan Keuangan.
6. Entitas Pelapor Tertentu adalah Entitas Pelapor yang Laporan
Keuangannya wajib diaudit berdasarkan Undang-Undang ini.
7. Sistem Pelaporan adalah suatu sistem informasi elektronik yang
digunakan sebagai sarana penyampaian Laporan Keuangan yang
dilakukan secara terpadu melalui satu pintu oleh Penyelenggara Sistem.
8. Penyelenggara Sistem Pelaporan Keuangan Terpadu, yang selanjutnya
disebut Penyelenggara Sistem, adalah suatu lembaga atau instansi di
bawah Kementerian Keuangan yang mendapat pendelegasian atau
pelimpahan wewenang dari Menteri untuk menyelenggarakan Sistem
Pelaporan.
9. Kementerian dan/atau Lembaga adalah kementerian atau lembaga selain
Kementerian Keuangan yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang,
yang memiliki kewenangan pengaturan Pelaporan Keuangan untuk suatu
Entitas Pelapor.
10. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang keuangan.
BAB II
ASAS, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP
Bagian Kesatu
Asas
Pasal 2
Penyelenggaraan Pelaporan Keuangan dilaksanakan berdasarkan asas:
a. kemanfaatan;
b. transparansi;
c. keutuhan;
d. kehandalan;
e. kemudahan; dan
f. akuntabilitas.
Bagian Kedua
Tujuan
Pasal 3
Tujuan Pelaporan Keuangan dalam Undang-Undang ini adalah:
a. meningkatkan kualitas Laporan Keuangan;
b. menyederhanakan sistem penyampaian Laporan Keuangan;
c. mewujudkan ekosistem Pelaporan Keuangan yang mendukung
penerapan tata kelola perusahaan yang baik;
d. mewujudkan pengelolaan data dan informasi Laporan Keuangan yang
terintegrasi dan terpercaya; dan
e. terselenggaranya Pelaporan Keuangan secara teratur, transparan,
akuntabel, dan dapat diandalkan.
Bagian Ketiga
Ruang Lingkup
Pasal 4
(1) Ruang lingkup Pelaporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang ini meliputi Pelaporan Keuangan seluruh entitas di luar
instansi pemerintahan.
(2) Pelaksanaan Pelaporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri dari:
a. penyusunan Laporan Keuangan;
b. pertanggungjawaban Laporan Keuangan;
c. penyampaian Laporan Keuangan;
d. penggunaan Laporan Keuangan;
e. penyaluran dan distribusi Laporan Keuangan; dan
f. penyimpanan Laporan Keuangan.
BAB III
ENTITAS PELAPOR DAN ENTITAS PELAPOR TERTENTU
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 5
Entitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) terdiri dari:
a. Entitas Pelapor; dan
b. Entitas Pelapor Tertentu.
Bagian Kedua
Entitas Pelapor
Pasal 6
(1) Entitas Pelapor terdiri dari:
a. badan usaha berbadan hukum;
b. badan usaha tidak berbadan hukum;
c. yayasan;
d. perusahaan perseorangan dengan kriteria tertentu;
e. entitas lainnya yang diwajibkan untuk menyusun dan menyampaikan
Laporan Keuangan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
(2) Kriteria tertentu perusahaan perseorangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Entitas Pelapor Tertentu
Pasal 7
(1) Laporan Keuangan beberapa Entitas Pelapor sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (1) wajib diaudit, sehingga Entitas Pelapor dimaksud
dikategorikan sebagai Entitas Pelapor Tertentu.
(2) Entitas Pelapor Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. badan usaha milik negara;
b. badan usaha milik daerah;
c. entitas dengan akuntabilitas publik;
d. entitas perbankan dengan kategori bank umum dan bank
perkreditan rakyat;
e. lembaga keuangan bukan bank;
f. yayasan, koperasi;
g. entitas dengan kriteria peredaran bruto atau total aset tertentu; dan
h. entitas lainnya yang Laporan Keuangannya diwajibkan untuk
diaudit oleh peraturan perundang-undangan.
(3) Entitas Pelapor Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selain
wajib diaudit, juga wajib:
a. menerapkan sistem pengendalian internal dalam proses penyusunan
Laporan Keuangan sesuai prinsip-prinsip tata kelola perusahaan
yang baik;
b. membatasi perikatan dengan kantor akuntan publik yang sama
secara berturut-turut dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan
peraturan perundang-undangan;
c. memperhatikan laporan transparansi kantor akuntan publik
sebelum memberikan perikatan dengan kantor akuntan publik; dan
d. menjaga independensi dan tidak memberikan intervensi selama
proses pelaksanaan audit oleh akuntan publik sampai dengan
terbitnya opini audit atas Laporan Keuangan.
(4) Entitas dengan akuntabilitas publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf c, selain wajib memenuhi ketentuan pada ayat (3), juga wajib
memiliki fungsi yang mendukung terlaksananya tata kelola perusahaan
yang baik, paling sedikit:
a. auditor internal;
b. komite audit; dan
c. dewan komisaris atau organ yang setara untuk badan hukum selain
perseroan terbatas.
(5) Kriteria peredaran bruto atau total aset tertentu sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf g diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban Entitas Pelapor Tertentu dan
entitas dengan akuntabilitas publik sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dan (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IV
PELAKSANAAN PELAPORAN KEUANGAN
Bagian Kesatu
Laporan Keuangan
Pasal 8
Laporan Keuangan terdiri atas:
a. Laporan Keuangan tahunan, yaitu Laporan Keuangan dengan periode
pelaporan 1 (satu) tahun; dan/atau
b. Laporan Keuangan interim, yaitu Laporan Keuangan dengan periode
pelaporan 6 (enam) bulan.
Bagian Kedua
Penyusunan Laporan Keuangan
Pasal 9
(1) Entitas Pelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 wajib menyusun
Laporan Keuangan.
(2) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disusun
berdasarkan Standar yang sesuai dengan jenis usaha, kompleksitas
usaha, ukuran perusahaan, karakteristik, dan akuntabilitas publik dari
Entitas Pelapor.
(3) Entitas Pelapor dapat menyusun Laporan Keuangan dengan mengacu
kepada standar, ketentuan akuntansi, atau format laporan yang
ditetapkan oleh Kementerian dan/atau Lembaga sepanjang tidak
bertentangan dengan Undang-Undang ini.
(4) Entitas Pelapor dibebaskan dari kewajiban penyusunan Laporan
Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila dalam 2 (dua)
tahun berturut-turut memenuhi salah satu kondisi berikut:
a. memperoleh putusan penundaan kewajiban pembayaran utang;
b. dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap;
c. Entitas Pelapor tidak memiliki pengurus; atau
d. Entitas Pelapor tidak beroperasi.
(5) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 wajib disusun
oleh penyusun Laporan Keuangan dengan jabatan:
a. direksi atau karyawan senior, bagi Entitas Pelapor berbentuk
perseroan terbatas; atau
b. pengurus, pemilik atau karyawan senior bagi Entitas Pelapor dengan
bentuk selain perseroan terbatas;
(6) Penyusun Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib
memiliki pengetahuan di bidang akuntansi sebelum menyusun Laporan
Keuangan.
(7) Dalam hal direksi, pengurus, pemilik, atau karyawan senior tidak
memiliki pengetahuan di bidang akuntansi sebagaimana dimaksud pada
ayat (6), Laporan Keuangan wajib disusun oleh akuntan publik atau
akuntan berpraktik yang memperoleh penugasan dari Entitas Pelapor.
Pasal 10
(1) Penyusun Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(5) bagi Entitas Pelapor Tertentu, wajib terlebih dahulu terdaftar pada
register yang diselenggarakan oleh Menteri.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran pada register
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Ketiga
Pertanggungjawaban Laporan Keuangan
Pasal 11
Direksi, pengurus, pemilik dan/atau manajemen pada entitas bertanggung
jawab atas kebenaran isi Laporan Keuangan.
Pasal 12
(1) Pernyataan tanggung jawab atas Laporan Keuangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 wajib dibuat dalam bentuk surat pernyataan
yang ditandatangani oleh direksi, pengurus, pemilik dan/atau
manajemen.
(2) Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat pada
lembaran terpisah dalam Laporan Keuangan.
(3) Dalam hal terdapat direksi, pengurus, pemilik dan/atau manajemen
tidak bersedia menandatangani surat pernyataan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), yang bersangkutan dan/atau anggota lainnya wajib
menyampaikan alasan secara tertulis dalam lembaran terpisah yang
dilekatkan pada Laporan Keuangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan format surat pernyataan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Pemerintah.
Bagian Keempat
Penyampaian Laporan Keuangan
Pasal 13
(1) Penyampaian Laporan Keuangan tahunan dan interim sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 wajib dilakukan melalui Sistem Pelaporan.
(2) Penyampaian Laporan Keuangan tahunan oleh Entitas Pelapor Tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) adalah Laporan Keuangan
yang telah diaudit.
(3) Penyampaian Laporan Keuangan interim Entitas Pelapor Tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dilakukan berdasarkan
ketentuan dengan peraturan perundangan-undangan.
(4) Dalam hal Sistem Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengalami kendala, penyampaian Laporan Keuangan dapat dilakukan
secara tertulis kepada Penyelenggara Sistem.
(5) Entitas Pelapor dianggap telah menyampaikan Laporan Keuangan setelah
menerima tanda bukti penerimaan secara elektronik melalui Sistem
Pelaporan atau tertulis dari Penyelenggara Sistem.
(6) Kewajiban penyampaian Laporan Keuangan melalui Sistem Pelaporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghilangkan kewenangan
Kementerian dan/atau Lembaga untuk meminta Laporan Keuangan
secara langsung kepada Entitas Pelapor dalam kondisi tertentu.
Pasal 14
(1) Penyampaian Laporan Keuangan tahunan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 paling lambat 4 (empat) bulan setelah tanggal akhir periode
Laporan Keuangan, kecuali diatur lain dalam peraturan perundangan-
undangan dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.
(2) Penyampaian Laporan Keuangan interim sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 paling lambat:
a. 3 (tiga) bulan setelah tanggal Laporan Keuangan interim, apabila
Laporan Keuangan interim diaudit oleh akuntan publik;
b. 2 (dua) bulan setelah tanggal Laporan Keuangan interim, apabila
Laporan Keuangan ditelaah secara terbatas oleh akuntan publik;
c. 1 (satu) bulan setelah tanggal Laporan Keuangan interim, apabila
Laporan Keuangan tidak diaudit oleh akuntan publik.
(3) Dalam hal batas waktu penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) jatuh pada hari libur, maka batas
waktu penyampaian Laporan Keuangan adalah hari kerja pertama
berikutnya
Pasal 15
(1) Dalam hal Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
adalah Laporan Keuangan konsolidasi, Entitas Pelapor wajib
menyampaikan Laporan Keuangan konsolidasi dan Laporan Keuangan
tersendiri untuk masing-masing entitas pada grup usaha.
(2) Dalam hal Entitas Pelapor melakukan perubahan Laporan Keuangan,
maka Entitas Pelapor wajib menyampaikan kembali Laporan Keuangan
yang telah diubah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyampaian Laporan
Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 16
(1) Laporan Keuangan yang disampaikan melalui Sistem Pelaporan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) wajib memuat informasi
yang sama dengan informasi yang dimuat dalam Laporan Keuangan yang
disimpan oleh Entitas Pelapor.
(2) Dalam hal terdapat perbedaan informasi dalam Laporan Keuangan yang
tersimpan dalam Sistem Pelaporan dengan informasi dalam Laporan
Keuangan yang disimpan oleh Entitas Pelapor, maka informasi yang
digunakan sebagai acuan adalah Laporan Keuangan yang tersimpan
dalam Sistem Pelaporan.
Bagian Kelima
Distribusi dan Akses terhadap Laporan Keuangan
Pasal 17
(1) Sistem Pelaporan terhubung secara secara langsung dan otomatis kepada
Kementerian dan/atau Lembaga yang memiliki kewenangan menerima
Laporan Keuangan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
(2) Masyarakat dapat memperoleh akses secara langsung atas Laporan
Keuangan Entitas Pelapor yang telah mengajukan pernyataan
pendaftaran pada otoritas pasar modal atau regulator lain untuk tujuan
penerbitan efek di pasar modal.
(3) Masyarakat dapat memperoleh informasi dalam Laporan Keuangan
dalam bentuk agregat per jenis industri, dalam hal Entitas Pelapor tidak
termasuk dalam kategori sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Entitas perbankan dan lembaga pembiayaan dapat mengajukan
permohonan tertulis kepada Penyelenggara Sistem untuk memperoleh
informasi dalam Laporan Keuangan dalam rangka verifikasi calon debitur
yang telah mengajukan proposal kredit.
(5) Pemberian informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4)
memperhatikan prinsip-prinsip keterbukaan informasi publik sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(6) Permintaan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4)
dikenakan biaya yang merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak.
(7) Ketentuan lebih lebih lanjut mengenai biaya, tata cara permintaan dan
pemberian informasi dalam Laporan Keuangan diatur dengan Peraturan
Pemerintah
Bagian Keenam
Penggunaan Laporan Keuangan
Pasal 18
(1) Penggunaan Laporan Keuangan oleh Entitas Pelapor, Kementerian
dan/atau Lembaga, masyarakat, atau pihak berwenang lainnya mengacu
kepada Laporan Keuangan yang tersimpan dalam Sistem Pelaporan.
(2) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar
untuk:
a. pelaporan perpajakan;
b. pendukung pengambilan keputusan dalam pemberian pembiayaan;
c. pengambilan keputusan dalam hal terjadi perselisihan hukum;
d. pengambilan kebijakan pemerintah atau Lembaga;
e. pengambilan kebijakan fiskal dan moneter; dan/atau
f. pengambilan keputusan lainnya yang sah.
Bagian Ketujuh
Penyimpanan Laporan Keuangan
Pasal 19
(1) Laporan Keuangan dan bukti pendukung terkait Laporan Keuangan wajib
disimpan di tempat kedudukan Entitas Pelapor paling singkat 10
(sepuluh) tahun sejak dilaporkan.
(2) Laporan Keuangan dalam Sistem Pelaporan merupakan data aktif yang
dikelola oleh Penyelenggara Sistem paling singkat 10 (sepuluh) tahun
sejak dilaporkan oleh Entitas Pelapor.
(3) Dalam hal terjadi pembubaran, penutupan, penggabungan, peleburan,
pengambilalihan, atau pemisahan terhadap Entitas Pelapor dalam jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Laporan Keuangan dan
bukti pendukung terkait Laporan Keuangan wajib disimpan oleh salah
satu direksi, pengurus, atau pemilik yang ditunjuk.
BAB V
PENYELENGGARA SISTEM
Pasal 20
(1) Sistem Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini
diselenggarakan oleh Penyelenggara Sistem.
(2) Penyelenggara Sistem sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki
kewenangan sebagai berikut:
a. menyelenggarakan Sistem Pelaporan;
b. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Entitas Pelapor
melalui koordinasi dengan Kementerian dan/atau Lembaga yang
memiliki kewenangan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
c. menerima, menelaah, dan mengelola data Laporan Keuangan;
d. mengusulkan keanggotaan Komite Standar;
e. mengevaluasi penyusunan dan keberlakuan Standar;
f. melaksanakan kajian mengenai perkembangan dan penerapan
Standar;
g. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap profesi penunjang
pelaporan keuangan;
h. melakukan sosialisasi dan pembinaan terkait Pelaporan Keuangan
dan penerapan Standar; dan
i. wewenang lainnya yang diberikan oleh Menteri.
(3) Penyelenggara Sistem wajib menjaga kerahasiaan informasi dalam
Laporan Keuangan Entitas Pelapor.
(4) Penyelenggara Sistem dilarang menggunakan atau mengungkapkan
informasi apa pun dalam Laporan Keuangan yang bersifat rahasia kepada
pihak lain, kecuali dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas dan
wewenangnya berdasarkan Undang-Undang ini dan peraturan
pelaksanaannya.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai wewenang Penyelenggara Sistem
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB VI
KOORDINASI DENGAN KEMENTERIAN DAN/ATAU LEMBAGA
Pasal 21
(1) Dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang ini, Penyelenggara Sistem
melakukan koordinasi dengan Kementerian dan/atau Lembaga yang
memiliki kewenangan pembinaan dan pengawasan atas Entitas Pelapor
berdasarkan Undang-Undang.
(2) Koordinasi pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. penyusunan regulasi dan kebijakan terkait Pelaporan Keuangan;
b. pemeriksaan atas kepatuhan Entitas Pelapor dalam Pelaporan
Keuangan;
c. pemeriksaan atas kepatuhan penyusunan Laporan Keuangan sesuai
dengan Standar;
d. pemberian sanksi bagi Entitas Pelapor atas pelanggaran terhadap
Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya; dan
e. pembinaan dan pengawasan lainnya dalam rangka pelaksanaan
fungsi, tugas dan wewenang berdasarkan Undang-Undang ini.
(3) Dalam hal terjadi pelanggaran kepatuhan Entitas Pelapor dalam
Pelaporan Keuangan, Penyelenggara Sistem:
a. menyampaikan informasi pelanggaran kepada Kementerian
dan/atau Lembaga yang berwenang dalam pemberian sanksi
terhadap Entitas Pelapor; atau
b. mengenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dalam
hal tidak terdapat Kementerian dan/atau Lembaga yang berwenang
dalam pemberian sanksi terhadap Entitas Pelapor.
(4) Dalam hal ditemukan adanya indikasi pelanggaran dalam penyusunan
Laporan Keuangan, Penyelenggara Sistem:
a. menyampaikan indikasi pelanggaran Standar kepada Kementerian
dan/atau Lembaga yang berwenang dalam pemeriksaan terhadap
Entitas Pelapor; atau
b. melakukan pemeriksaan atas indikasi pelanggaran Standar dalam
hal tidak terdapat Kementerian dan/atau Lembaga yang berwenang
dalam pemeriksaan penyusunan Laporan Keuangan.
(5) Pemeriksaan atas indikasi pelanggaran Standar dalam penyusunan
Laporan Keuangan standar sebagaimana dimaksud pada (4) huruf b
dapat dilakukan secara mandiri oleh Penyelenggara Sistem atau bekerja
sama dengan Kementerian dan/atau Lembaga.
(6) Mekanisme dan tata cara koordinasi dengan Kementerian dan/atau
Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Pemerintah
BAB VII
STANDAR LAPORAN KEUANGAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 22
(1) Dalam rangka penyusunan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9, diperlukan adanya Standar.
(2) Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib digunakan dalam
penyusunan, penyajian dan pengungkapan informasi dalam Laporan
Keuangan.
(3) Penggunaan Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disesuaikan
dengan jenis usaha, kompleksitas usaha, karakteristik, dan akuntabilitas
publik.
Bagian Kedua
Komite Standar Laporan Keuangan
Pasal 23
(1) Pemerintah membentuk Komite Standar melalui Keputusan Presiden
berdasarkan usulan dari Menteri.
(2) Komite Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas menyusun
dan menetapkan Standar, serta tugas lainnya yang berkaitan dengan
perumusan dan implementasi Standar.
(3) Komite Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari 9
(sembilan) orang anggota yang memiliki kompetensi teknis dan analitis
dalam pelaporan keuangan serta memiliki pengetahuan yang memadai
tentang standar pelaporan keuangan internasional.
(4) Anggota Komite Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling
sedikit mencakup unsur sebagai berikut:
a. 2 (dua) orang anggota berasal dari pengguna standar;
b. 2 (dua) orang anggota berasal dari akademisi di bidang akuntansi;
dan
c. 3 (tiga) orang anggota berasal dari profesi penunjang pelaporan
keuangan;
(5) Komite Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diangkat untuk
jangka waktu 3 (tiga) tahun dan berhak diangkat kembali untuk 1 (satu)
masa periode berikutnya.
(6) Dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), Komite Standar dapat membentuk tim teknis dan
sekretariat.
Pasal 24
(1) Dalam rangka menjaga independensi Komite Standar, Menteri
membentuk komite konsultatif dan pengawas yang bertugas memberi
konsultasi, pendapat, dan melakukan pengawasan terhadap penyusunan
dan penetapan Standar.
(2) Komite konsultatif dan pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri dari 7 (tujuh) orang anggota sebagai berikut:
a. 1 (satu) orang anggota dari Kementerian Keuangan;
b. 3 (tiga) orang anggota dari Kementerian dan/atau Lembaga;
c. 1 (satu) orang anggota dari pengguna standar;
d. 1 (satu) orang anggota dari akademisi; dan
e. 1 (satu) orang anggota dari profesi penunjang pelaporan keuangan.
(3) Komite konsultatif dan pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diangkat untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun dan berhak untuk diangkat
kembali untuk 1 (satu) masa periode berikutnya.
Pasal 25
Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan keanggotaan, wewenang, dan masa
kerja Komite Standar dan komite konsultatif dan pengawas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 dan Pasal 23 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
PROFESI PENUNJANG PELAPORAN KEUANGAN
Pasal 26
(1) Profesi penunjang pelaporan keuangan terdiri dari:
a. akuntan beregister;
b. akuntan berpraktik;
c. akuntan publik;
d. auditor internal;
e. penilai publik;
f. aktuaris publik; dan
g. profesi penunjang pelaporan keuangan lainnya.
(2) Profesi penunjang pelaporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dibina dan diawasi oleh Menteri.
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang profesi penunjang pelaporan keuangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB IX
PARTISIPASI MASYARAKAT
Pasal 27
(1) Masyarakat berhak memperoleh akses dan informasi dalam Laporan
Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Masyarakat dapat melakukan pengaduan kepada Penyelenggara Sistem
apabila menemukan indikasi pelanggaran atas Pelaporan Keuangan yang
dilakukan oleh Entitas Pelapor dan/atau profesi penunjang pelaporan
keuangan.
(3) Penyelenggara Sistem menjamin kerahasiaan pengaduan yang dilakukan
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengaduan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.
BAB X
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 28
(1) Menteri mengenakan sanksi administratif kepada Entitas Pelapor dan
Entitas Pelapor Tertentu atas pelanggaran ketentuan administratif dalam
Undang-Undang ini.
(2) Pelanggaran ketentuan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berupa pelanggaran terhadap Pasal 7 ayat (3), Pasal 7 ayat (4), Pasal
9, Pasal 10 ayat (1), Pasal 12 ayat (1), Pasal 13 ayat (1), dan/atau Pasal
14 ayat (1), Pasal 14 ayat (2).
(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. peringatan tertulis; dan/atau
b. denda.
(4) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dapat diserahkan kepada Kementerian dan/atau Lembaga yang memiliki
kewenangan pemberian sanksi administratif terhadap Entitas Pelapor
berdasarkan Undang-Undang.
(5) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat disertai
dengan pengumuman kepada masyarakat.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi
administratif dan besaran denda diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 29
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 30
(1) Standar Akuntansi Keuangan yang telah ada sebelum ditetapkannya
Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku sampai ditetapkannya
Standar oleh Komite Standar berdasarkan Undang-Undang ini.
(2) Entitas Pelapor menyampaikan Laporan Keuangan kepada Kementerian
dan/atau Lembaga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan, sampai dibentuknya Sistem Pelaporan berdasarkan Undang-
Undang ini.
(3) Kewajiban terdaftar dalam register bagi penyusun Laporan Keuangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) mulai berlaku 3 (tiga)
tahun sejak diundangkannya Undang-Undang ini.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 31
Pada saat Undang-Undang ini berlaku:
a. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1954 tentang Pemakaian Gelar
“Akuntan” (“Accountant”) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1954 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 705) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku;
b. Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1954
tentang Pemakaian Gelar “Akuntan” (“Accountant”) (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1954 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 705) dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan Undang-Undang ini dan belum ditetapkan
peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 32
Pada saat Undang-Undang ini berlaku:
a. seluruh pelaporan dan penyampaian Laporan Keuangan kepada
Kementerian dan/atau Lembaga sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam
Undang-Undang ini.
b. seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai Pelaporan Keuangan dinyatakan masih tetap berlaku
sepanjang belum dicabut dan tidak bertentangan dengan ketentuan
dalam Undang-Undang ini.
Pasal 33
(1) Semua Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksanaan Undang-
Undang ini ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang
ini diundangkan.
(2) Semua Peraturan Menteri sebagai peraturan pelaksanaan Undang-
Undang ini ditetapkan paling lama 3 (tiga) tahun sejak Undang-Undang
ini diundangkan.
Pasal 34
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang
Undang ini dengan penempatannya pada Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
YASONNA LAOLY
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN… NOMOR…
RANCANGAN
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG
PELAPORAN KEUANGAN
I. UMUM
Prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) yang terdiri
dari transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran
dan kesetaraan diperlukan untuk mencapai kesinambungan usaha
(sustainability) dengan memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholder).
Dalam rangka menerapkan prinsip tersebut, pelaporan keuangan yang berkualitas
menjadi kebutuhan utama perusahaan dan pemangku kepentingan Hal ini karena
Laporan Keuangan merupakan salah satu sumber informasi penting bagi kinerja
perusahaan, yang digunakan oleh pemangku kepentingan dalam proses
pengambilan keputusan. Laporan Keuangan harus disusun sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan menjadi panduan dalam penyusunan laporan keuangan.
Standar dapat meningkatkan kualitas penyusunan dan informasi yang disajikan
serta meningkatkan keterbandingan antara laporan keuangan baik untuk level
nasional maupun level internasional.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Cukup jelas.
Angka 6
Cukup jelas.
Angka 7
Cukup jelas.
Angka 8
Cukup jelas.
Angka 9
Angka 10
Cukup jelas.
Pasal 2
Huruf a
Huruf b
Huruf c
Yang dimaksud dengan “asas keutuhan” adalah
penyelenggaraan pelaporan keuangan harus menjaga
kelengkapan laporan keuangan dari upaya pengurangan,
penambahan, dan pengubahan informasi maupun fisiknya
yang dapat mengganggu integritas Laporan Keuangan.
Huruf d
Huruf e
Huruf f
Pasal 3
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1)
Huruf a
Huruf b
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pasal 7
Ayat (1)
Pada dasarnya, Entitas Pelapor Tertentu adalah bagian dari
Entitas Pelapor.
Ayat (2)
Huruf a
Huruf b
Huruf c
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Huruf h
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 8
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Ayat (3)
Ayat (4)
Huruf a
Huruf b
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (5)
Ayat (6)
Ayat (7)
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Ayat (6)
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Ayat (2)
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Ayat (4)
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Laporan Keuangan yang terdapat dalam pangkalan data
Sistem Pelaporan merupakan acuan utama dalam
penggunaan Laporan Keuangan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 19
Ayat (1)
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Contoh Standar yang digunakan misalnya Standar untuk
perusahaan dengan akuntabilias publik, Standar untuk
usaha mikro, kecil dan menengah, Standar untuk pelaporan
transaksi syariah.
Pasal 23
Ayat (1)
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Ayat (1)
Huruf a
Huruf b
Huruf c
Huruf d
Huruf e
Huruf f
Aktuaris publik adalah seseorang yang telah
memperoleh izin dari Menteri untuk memberikan
jasa aktuaria kepada publik sebagaimana diatur
dalam Peraturan Menteri yang mengatur tentang
aktuaris.
Huruf g
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Ayat (4)
Ayat (5)
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 30
Ayat (1)
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.