Anda di halaman 1dari 38

RANCANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR ____ TAHUN ____
TENTANG
PELAPORAN KEUANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa produktivitas ekonomi nasional yang stabil dan


berdaya saing internasional memerlukan laporan
keuangan yang berintegritas dan kredibel dalam rangka
mewujudkan distribusi informasi yang berdasarkan atas
prinsip keadilan dan akuntabilitas publik dalam
demokrasi ekonomi sesuai dengan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945;
b. bahwa pengaturan yang berkaitan dengan penyampaian
laporan keuangan masih tersebar di berbagai sektor,
sehingga diperlukan suatu regulasi mengenai sistem
pelaporan keuangan yang terintegrasi dengan seluruh
pemangku kepentingan yang lebih komprehensif, efektif
dan efisien;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk
Undang-Undang tentang Pelaporan Keuangan;

Mengingat : Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PELAPORAN KEUANGAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pelaporan Keuangan adalah segala aspek yang berkaitan dengan
penyusunan, pertanggungjawaban, penyampaian, penggunaan,
penyaluran dan distribusi, serta penyimpanan Laporan Keuangan.
2. Laporan Keuangan adalah suatu dokumen lengkap hasil penyajian
terstruktur yang menyediakan informasi keuangan yang disusun
berdasarkan Standar.
3. Standar Laporan Keuangan, yang selanjutnya disebut Standar, adalah
acuan yang digunakan dalam penyusunan dan penyajian Laporan
Keuangan yang ditetapkan oleh Komite Standar dalam Undang-Undang
ini.
4. Komite Standar Laporan Keuangan, yang selanjutnya disebut Komite
Standar, adalah Lembaga independen yang dibentuk dan diberikan
kewenangan untuk menyusun dan menetapkan Standar.
5. Entitas Pelapor adalah seluruh entitas yang diwajibkan oleh Undang-
Undang ini untuk menyusun Laporan Keuangan.
6. Entitas Pelapor Tertentu adalah Entitas Pelapor yang Laporan
Keuangannya wajib diaudit berdasarkan Undang-Undang ini.
7. Sistem Pelaporan adalah suatu sistem informasi elektronik yang
digunakan sebagai sarana penyampaian Laporan Keuangan yang
dilakukan secara terpadu melalui satu pintu oleh Penyelenggara Sistem.
8. Penyelenggara Sistem Pelaporan Keuangan Terpadu, yang selanjutnya
disebut Penyelenggara Sistem, adalah suatu lembaga atau instansi di
bawah Kementerian Keuangan yang mendapat pendelegasian atau
pelimpahan wewenang dari Menteri untuk menyelenggarakan Sistem
Pelaporan.
9. Kementerian dan/atau Lembaga adalah kementerian atau lembaga selain
Kementerian Keuangan yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang,
yang memiliki kewenangan pengaturan Pelaporan Keuangan untuk suatu
Entitas Pelapor.
10. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang keuangan.
BAB II
ASAS, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP
Bagian Kesatu
Asas

Pasal 2
Penyelenggaraan Pelaporan Keuangan dilaksanakan berdasarkan asas:
a. kemanfaatan;
b. transparansi;
c. keutuhan;
d. kehandalan;
e. kemudahan; dan
f. akuntabilitas.

Bagian Kedua
Tujuan

Pasal 3
Tujuan Pelaporan Keuangan dalam Undang-Undang ini adalah:
a. meningkatkan kualitas Laporan Keuangan;
b. menyederhanakan sistem penyampaian Laporan Keuangan;
c. mewujudkan ekosistem Pelaporan Keuangan yang mendukung
penerapan tata kelola perusahaan yang baik;
d. mewujudkan pengelolaan data dan informasi Laporan Keuangan yang
terintegrasi dan terpercaya; dan
e. terselenggaranya Pelaporan Keuangan secara teratur, transparan,
akuntabel, dan dapat diandalkan.

Bagian Ketiga
Ruang Lingkup

Pasal 4
(1) Ruang lingkup Pelaporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang ini meliputi Pelaporan Keuangan seluruh entitas di luar
instansi pemerintahan.
(2) Pelaksanaan Pelaporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri dari:
a. penyusunan Laporan Keuangan;
b. pertanggungjawaban Laporan Keuangan;
c. penyampaian Laporan Keuangan;
d. penggunaan Laporan Keuangan;
e. penyaluran dan distribusi Laporan Keuangan; dan
f. penyimpanan Laporan Keuangan.

BAB III
ENTITAS PELAPOR DAN ENTITAS PELAPOR TERTENTU
Bagian Kesatu
Umum

Pasal 5
Entitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) terdiri dari:
a. Entitas Pelapor; dan
b. Entitas Pelapor Tertentu.

Bagian Kedua
Entitas Pelapor

Pasal 6
(1) Entitas Pelapor terdiri dari:
a. badan usaha berbadan hukum;
b. badan usaha tidak berbadan hukum;
c. yayasan;
d. perusahaan perseorangan dengan kriteria tertentu;
e. entitas lainnya yang diwajibkan untuk menyusun dan menyampaikan
Laporan Keuangan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
(2) Kriteria tertentu perusahaan perseorangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga
Entitas Pelapor Tertentu

Pasal 7
(1) Laporan Keuangan beberapa Entitas Pelapor sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (1) wajib diaudit, sehingga Entitas Pelapor dimaksud
dikategorikan sebagai Entitas Pelapor Tertentu.
(2) Entitas Pelapor Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. badan usaha milik negara;
b. badan usaha milik daerah;
c. entitas dengan akuntabilitas publik;
d. entitas perbankan dengan kategori bank umum dan bank
perkreditan rakyat;
e. lembaga keuangan bukan bank;
f. yayasan, koperasi;
g. entitas dengan kriteria peredaran bruto atau total aset tertentu; dan
h. entitas lainnya yang Laporan Keuangannya diwajibkan untuk
diaudit oleh peraturan perundang-undangan.
(3) Entitas Pelapor Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selain
wajib diaudit, juga wajib:
a. menerapkan sistem pengendalian internal dalam proses penyusunan
Laporan Keuangan sesuai prinsip-prinsip tata kelola perusahaan
yang baik;
b. membatasi perikatan dengan kantor akuntan publik yang sama
secara berturut-turut dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan
peraturan perundang-undangan;
c. memperhatikan laporan transparansi kantor akuntan publik
sebelum memberikan perikatan dengan kantor akuntan publik; dan
d. menjaga independensi dan tidak memberikan intervensi selama
proses pelaksanaan audit oleh akuntan publik sampai dengan
terbitnya opini audit atas Laporan Keuangan.
(4) Entitas dengan akuntabilitas publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf c, selain wajib memenuhi ketentuan pada ayat (3), juga wajib
memiliki fungsi yang mendukung terlaksananya tata kelola perusahaan
yang baik, paling sedikit:
a. auditor internal;
b. komite audit; dan
c. dewan komisaris atau organ yang setara untuk badan hukum selain
perseroan terbatas.
(5) Kriteria peredaran bruto atau total aset tertentu sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf g diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban Entitas Pelapor Tertentu dan
entitas dengan akuntabilitas publik sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dan (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB IV
PELAKSANAAN PELAPORAN KEUANGAN
Bagian Kesatu
Laporan Keuangan

Pasal 8
Laporan Keuangan terdiri atas:
a. Laporan Keuangan tahunan, yaitu Laporan Keuangan dengan periode
pelaporan 1 (satu) tahun; dan/atau
b. Laporan Keuangan interim, yaitu Laporan Keuangan dengan periode
pelaporan 6 (enam) bulan.

Bagian Kedua
Penyusunan Laporan Keuangan

Pasal 9
(1) Entitas Pelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 wajib menyusun
Laporan Keuangan.
(2) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disusun
berdasarkan Standar yang sesuai dengan jenis usaha, kompleksitas
usaha, ukuran perusahaan, karakteristik, dan akuntabilitas publik dari
Entitas Pelapor.
(3) Entitas Pelapor dapat menyusun Laporan Keuangan dengan mengacu
kepada standar, ketentuan akuntansi, atau format laporan yang
ditetapkan oleh Kementerian dan/atau Lembaga sepanjang tidak
bertentangan dengan Undang-Undang ini.
(4) Entitas Pelapor dibebaskan dari kewajiban penyusunan Laporan
Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila dalam 2 (dua)
tahun berturut-turut memenuhi salah satu kondisi berikut:
a. memperoleh putusan penundaan kewajiban pembayaran utang;
b. dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap;
c. Entitas Pelapor tidak memiliki pengurus; atau
d. Entitas Pelapor tidak beroperasi.
(5) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 wajib disusun
oleh penyusun Laporan Keuangan dengan jabatan:
a. direksi atau karyawan senior, bagi Entitas Pelapor berbentuk
perseroan terbatas; atau
b. pengurus, pemilik atau karyawan senior bagi Entitas Pelapor dengan
bentuk selain perseroan terbatas;
(6) Penyusun Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib
memiliki pengetahuan di bidang akuntansi sebelum menyusun Laporan
Keuangan.
(7) Dalam hal direksi, pengurus, pemilik, atau karyawan senior tidak
memiliki pengetahuan di bidang akuntansi sebagaimana dimaksud pada
ayat (6), Laporan Keuangan wajib disusun oleh akuntan publik atau
akuntan berpraktik yang memperoleh penugasan dari Entitas Pelapor.

Pasal 10
(1) Penyusun Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(5) bagi Entitas Pelapor Tertentu, wajib terlebih dahulu terdaftar pada
register yang diselenggarakan oleh Menteri.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran pada register
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

Bagian Ketiga
Pertanggungjawaban Laporan Keuangan

Pasal 11
Direksi, pengurus, pemilik dan/atau manajemen pada entitas bertanggung
jawab atas kebenaran isi Laporan Keuangan.

Pasal 12
(1) Pernyataan tanggung jawab atas Laporan Keuangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 wajib dibuat dalam bentuk surat pernyataan
yang ditandatangani oleh direksi, pengurus, pemilik dan/atau
manajemen.
(2) Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat pada
lembaran terpisah dalam Laporan Keuangan.
(3) Dalam hal terdapat direksi, pengurus, pemilik dan/atau manajemen
tidak bersedia menandatangani surat pernyataan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), yang bersangkutan dan/atau anggota lainnya wajib
menyampaikan alasan secara tertulis dalam lembaran terpisah yang
dilekatkan pada Laporan Keuangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan format surat pernyataan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Pemerintah.
Bagian Keempat
Penyampaian Laporan Keuangan

Pasal 13
(1) Penyampaian Laporan Keuangan tahunan dan interim sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 wajib dilakukan melalui Sistem Pelaporan.
(2) Penyampaian Laporan Keuangan tahunan oleh Entitas Pelapor Tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) adalah Laporan Keuangan
yang telah diaudit.
(3) Penyampaian Laporan Keuangan interim Entitas Pelapor Tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dilakukan berdasarkan
ketentuan dengan peraturan perundangan-undangan.
(4) Dalam hal Sistem Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengalami kendala, penyampaian Laporan Keuangan dapat dilakukan
secara tertulis kepada Penyelenggara Sistem.
(5) Entitas Pelapor dianggap telah menyampaikan Laporan Keuangan setelah
menerima tanda bukti penerimaan secara elektronik melalui Sistem
Pelaporan atau tertulis dari Penyelenggara Sistem.
(6) Kewajiban penyampaian Laporan Keuangan melalui Sistem Pelaporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghilangkan kewenangan
Kementerian dan/atau Lembaga untuk meminta Laporan Keuangan
secara langsung kepada Entitas Pelapor dalam kondisi tertentu.

Pasal 14
(1) Penyampaian Laporan Keuangan tahunan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 paling lambat 4 (empat) bulan setelah tanggal akhir periode
Laporan Keuangan, kecuali diatur lain dalam peraturan perundangan-
undangan dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.
(2) Penyampaian Laporan Keuangan interim sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 paling lambat:
a. 3 (tiga) bulan setelah tanggal Laporan Keuangan interim, apabila
Laporan Keuangan interim diaudit oleh akuntan publik;
b. 2 (dua) bulan setelah tanggal Laporan Keuangan interim, apabila
Laporan Keuangan ditelaah secara terbatas oleh akuntan publik;
c. 1 (satu) bulan setelah tanggal Laporan Keuangan interim, apabila
Laporan Keuangan tidak diaudit oleh akuntan publik.
(3) Dalam hal batas waktu penyampaian Laporan Keuangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) jatuh pada hari libur, maka batas
waktu penyampaian Laporan Keuangan adalah hari kerja pertama
berikutnya

Pasal 15
(1) Dalam hal Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
adalah Laporan Keuangan konsolidasi, Entitas Pelapor wajib
menyampaikan Laporan Keuangan konsolidasi dan Laporan Keuangan
tersendiri untuk masing-masing entitas pada grup usaha.
(2) Dalam hal Entitas Pelapor melakukan perubahan Laporan Keuangan,
maka Entitas Pelapor wajib menyampaikan kembali Laporan Keuangan
yang telah diubah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyampaian Laporan
Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

Pasal 16
(1) Laporan Keuangan yang disampaikan melalui Sistem Pelaporan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) wajib memuat informasi
yang sama dengan informasi yang dimuat dalam Laporan Keuangan yang
disimpan oleh Entitas Pelapor.
(2) Dalam hal terdapat perbedaan informasi dalam Laporan Keuangan yang
tersimpan dalam Sistem Pelaporan dengan informasi dalam Laporan
Keuangan yang disimpan oleh Entitas Pelapor, maka informasi yang
digunakan sebagai acuan adalah Laporan Keuangan yang tersimpan
dalam Sistem Pelaporan.

Bagian Kelima
Distribusi dan Akses terhadap Laporan Keuangan

Pasal 17
(1) Sistem Pelaporan terhubung secara secara langsung dan otomatis kepada
Kementerian dan/atau Lembaga yang memiliki kewenangan menerima
Laporan Keuangan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
(2) Masyarakat dapat memperoleh akses secara langsung atas Laporan
Keuangan Entitas Pelapor yang telah mengajukan pernyataan
pendaftaran pada otoritas pasar modal atau regulator lain untuk tujuan
penerbitan efek di pasar modal.
(3) Masyarakat dapat memperoleh informasi dalam Laporan Keuangan
dalam bentuk agregat per jenis industri, dalam hal Entitas Pelapor tidak
termasuk dalam kategori sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Entitas perbankan dan lembaga pembiayaan dapat mengajukan
permohonan tertulis kepada Penyelenggara Sistem untuk memperoleh
informasi dalam Laporan Keuangan dalam rangka verifikasi calon debitur
yang telah mengajukan proposal kredit.
(5) Pemberian informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4)
memperhatikan prinsip-prinsip keterbukaan informasi publik sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(6) Permintaan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4)
dikenakan biaya yang merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak.
(7) Ketentuan lebih lebih lanjut mengenai biaya, tata cara permintaan dan
pemberian informasi dalam Laporan Keuangan diatur dengan Peraturan
Pemerintah

Bagian Keenam
Penggunaan Laporan Keuangan

Pasal 18
(1) Penggunaan Laporan Keuangan oleh Entitas Pelapor, Kementerian
dan/atau Lembaga, masyarakat, atau pihak berwenang lainnya mengacu
kepada Laporan Keuangan yang tersimpan dalam Sistem Pelaporan.
(2) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar
untuk:
a. pelaporan perpajakan;
b. pendukung pengambilan keputusan dalam pemberian pembiayaan;
c. pengambilan keputusan dalam hal terjadi perselisihan hukum;
d. pengambilan kebijakan pemerintah atau Lembaga;
e. pengambilan kebijakan fiskal dan moneter; dan/atau
f. pengambilan keputusan lainnya yang sah.

Bagian Ketujuh
Penyimpanan Laporan Keuangan

Pasal 19
(1) Laporan Keuangan dan bukti pendukung terkait Laporan Keuangan wajib
disimpan di tempat kedudukan Entitas Pelapor paling singkat 10
(sepuluh) tahun sejak dilaporkan.
(2) Laporan Keuangan dalam Sistem Pelaporan merupakan data aktif yang
dikelola oleh Penyelenggara Sistem paling singkat 10 (sepuluh) tahun
sejak dilaporkan oleh Entitas Pelapor.
(3) Dalam hal terjadi pembubaran, penutupan, penggabungan, peleburan,
pengambilalihan, atau pemisahan terhadap Entitas Pelapor dalam jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Laporan Keuangan dan
bukti pendukung terkait Laporan Keuangan wajib disimpan oleh salah
satu direksi, pengurus, atau pemilik yang ditunjuk.

BAB V
PENYELENGGARA SISTEM

Pasal 20
(1) Sistem Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini
diselenggarakan oleh Penyelenggara Sistem.
(2) Penyelenggara Sistem sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki
kewenangan sebagai berikut:
a. menyelenggarakan Sistem Pelaporan;
b. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Entitas Pelapor
melalui koordinasi dengan Kementerian dan/atau Lembaga yang
memiliki kewenangan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
c. menerima, menelaah, dan mengelola data Laporan Keuangan;
d. mengusulkan keanggotaan Komite Standar;
e. mengevaluasi penyusunan dan keberlakuan Standar;
f. melaksanakan kajian mengenai perkembangan dan penerapan
Standar;
g. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap profesi penunjang
pelaporan keuangan;
h. melakukan sosialisasi dan pembinaan terkait Pelaporan Keuangan
dan penerapan Standar; dan
i. wewenang lainnya yang diberikan oleh Menteri.
(3) Penyelenggara Sistem wajib menjaga kerahasiaan informasi dalam
Laporan Keuangan Entitas Pelapor.
(4) Penyelenggara Sistem dilarang menggunakan atau mengungkapkan
informasi apa pun dalam Laporan Keuangan yang bersifat rahasia kepada
pihak lain, kecuali dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas dan
wewenangnya berdasarkan Undang-Undang ini dan peraturan
pelaksanaannya.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai wewenang Penyelenggara Sistem
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

BAB VI
KOORDINASI DENGAN KEMENTERIAN DAN/ATAU LEMBAGA

Pasal 21
(1) Dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang ini, Penyelenggara Sistem
melakukan koordinasi dengan Kementerian dan/atau Lembaga yang
memiliki kewenangan pembinaan dan pengawasan atas Entitas Pelapor
berdasarkan Undang-Undang.
(2) Koordinasi pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. penyusunan regulasi dan kebijakan terkait Pelaporan Keuangan;
b. pemeriksaan atas kepatuhan Entitas Pelapor dalam Pelaporan
Keuangan;
c. pemeriksaan atas kepatuhan penyusunan Laporan Keuangan sesuai
dengan Standar;
d. pemberian sanksi bagi Entitas Pelapor atas pelanggaran terhadap
Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya; dan
e. pembinaan dan pengawasan lainnya dalam rangka pelaksanaan
fungsi, tugas dan wewenang berdasarkan Undang-Undang ini.
(3) Dalam hal terjadi pelanggaran kepatuhan Entitas Pelapor dalam
Pelaporan Keuangan, Penyelenggara Sistem:
a. menyampaikan informasi pelanggaran kepada Kementerian
dan/atau Lembaga yang berwenang dalam pemberian sanksi
terhadap Entitas Pelapor; atau
b. mengenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dalam
hal tidak terdapat Kementerian dan/atau Lembaga yang berwenang
dalam pemberian sanksi terhadap Entitas Pelapor.
(4) Dalam hal ditemukan adanya indikasi pelanggaran dalam penyusunan
Laporan Keuangan, Penyelenggara Sistem:
a. menyampaikan indikasi pelanggaran Standar kepada Kementerian
dan/atau Lembaga yang berwenang dalam pemeriksaan terhadap
Entitas Pelapor; atau
b. melakukan pemeriksaan atas indikasi pelanggaran Standar dalam
hal tidak terdapat Kementerian dan/atau Lembaga yang berwenang
dalam pemeriksaan penyusunan Laporan Keuangan.
(5) Pemeriksaan atas indikasi pelanggaran Standar dalam penyusunan
Laporan Keuangan standar sebagaimana dimaksud pada (4) huruf b
dapat dilakukan secara mandiri oleh Penyelenggara Sistem atau bekerja
sama dengan Kementerian dan/atau Lembaga.
(6) Mekanisme dan tata cara koordinasi dengan Kementerian dan/atau
Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Pemerintah

BAB VII
STANDAR LAPORAN KEUANGAN
Bagian Kesatu
Umum

Pasal 22
(1) Dalam rangka penyusunan Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9, diperlukan adanya Standar.
(2) Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib digunakan dalam
penyusunan, penyajian dan pengungkapan informasi dalam Laporan
Keuangan.
(3) Penggunaan Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disesuaikan
dengan jenis usaha, kompleksitas usaha, karakteristik, dan akuntabilitas
publik.

Bagian Kedua
Komite Standar Laporan Keuangan

Pasal 23
(1) Pemerintah membentuk Komite Standar melalui Keputusan Presiden
berdasarkan usulan dari Menteri.
(2) Komite Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas menyusun
dan menetapkan Standar, serta tugas lainnya yang berkaitan dengan
perumusan dan implementasi Standar.
(3) Komite Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari 9
(sembilan) orang anggota yang memiliki kompetensi teknis dan analitis
dalam pelaporan keuangan serta memiliki pengetahuan yang memadai
tentang standar pelaporan keuangan internasional.
(4) Anggota Komite Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling
sedikit mencakup unsur sebagai berikut:
a. 2 (dua) orang anggota berasal dari pengguna standar;
b. 2 (dua) orang anggota berasal dari akademisi di bidang akuntansi;
dan
c. 3 (tiga) orang anggota berasal dari profesi penunjang pelaporan
keuangan;
(5) Komite Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diangkat untuk
jangka waktu 3 (tiga) tahun dan berhak diangkat kembali untuk 1 (satu)
masa periode berikutnya.
(6) Dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), Komite Standar dapat membentuk tim teknis dan
sekretariat.

Pasal 24
(1) Dalam rangka menjaga independensi Komite Standar, Menteri
membentuk komite konsultatif dan pengawas yang bertugas memberi
konsultasi, pendapat, dan melakukan pengawasan terhadap penyusunan
dan penetapan Standar.
(2) Komite konsultatif dan pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri dari 7 (tujuh) orang anggota sebagai berikut:
a. 1 (satu) orang anggota dari Kementerian Keuangan;
b. 3 (tiga) orang anggota dari Kementerian dan/atau Lembaga;
c. 1 (satu) orang anggota dari pengguna standar;
d. 1 (satu) orang anggota dari akademisi; dan
e. 1 (satu) orang anggota dari profesi penunjang pelaporan keuangan.
(3) Komite konsultatif dan pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diangkat untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun dan berhak untuk diangkat
kembali untuk 1 (satu) masa periode berikutnya.

Pasal 25
Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan keanggotaan, wewenang, dan masa
kerja Komite Standar dan komite konsultatif dan pengawas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 dan Pasal 23 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VIII
PROFESI PENUNJANG PELAPORAN KEUANGAN

Pasal 26
(1) Profesi penunjang pelaporan keuangan terdiri dari:
a. akuntan beregister;
b. akuntan berpraktik;
c. akuntan publik;
d. auditor internal;
e. penilai publik;
f. aktuaris publik; dan
g. profesi penunjang pelaporan keuangan lainnya.
(2) Profesi penunjang pelaporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dibina dan diawasi oleh Menteri.
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang profesi penunjang pelaporan keuangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB IX
PARTISIPASI MASYARAKAT
Pasal 27
(1) Masyarakat berhak memperoleh akses dan informasi dalam Laporan
Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Masyarakat dapat melakukan pengaduan kepada Penyelenggara Sistem
apabila menemukan indikasi pelanggaran atas Pelaporan Keuangan yang
dilakukan oleh Entitas Pelapor dan/atau profesi penunjang pelaporan
keuangan.
(3) Penyelenggara Sistem menjamin kerahasiaan pengaduan yang dilakukan
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengaduan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.

BAB X
SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 28
(1) Menteri mengenakan sanksi administratif kepada Entitas Pelapor dan
Entitas Pelapor Tertentu atas pelanggaran ketentuan administratif dalam
Undang-Undang ini.
(2) Pelanggaran ketentuan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berupa pelanggaran terhadap Pasal 7 ayat (3), Pasal 7 ayat (4), Pasal
9, Pasal 10 ayat (1), Pasal 12 ayat (1), Pasal 13 ayat (1), dan/atau Pasal
14 ayat (1), Pasal 14 ayat (2).
(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. peringatan tertulis; dan/atau
b. denda.
(4) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dapat diserahkan kepada Kementerian dan/atau Lembaga yang memiliki
kewenangan pemberian sanksi administratif terhadap Entitas Pelapor
berdasarkan Undang-Undang.
(5) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat disertai
dengan pengumuman kepada masyarakat.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi
administratif dan besaran denda diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 29

(1) Direksi, pengurus, pemilik, dan/atau manajemen pada Entitas Pelapor,


baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama, yang dengan sengaja
memberikan laporan, informasi, data, atau dokumen yang tidak benar,
palsu, atau menyesatkan kepada Sistem Pelaporan, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling
banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
(2) Setiap orang yang dengan sengaja:
a. membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam
pembukuan atau dalam proses penyusunan dan penyampaian
laporan keuangan;
b. menghilangkan, tidak memasukkan, atau menyebabkan tidak
dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau laporan
keuangan;
c. mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus,
merusak, atau menghilangkan suatu pencatatan dalam pembukuan
atau laporan keuangan;
d. memberikan informasi, data, atau dokumen yang tidak benar, palsu,
atau menyesatkan;
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 30
(1) Standar Akuntansi Keuangan yang telah ada sebelum ditetapkannya
Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku sampai ditetapkannya
Standar oleh Komite Standar berdasarkan Undang-Undang ini.
(2) Entitas Pelapor menyampaikan Laporan Keuangan kepada Kementerian
dan/atau Lembaga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan, sampai dibentuknya Sistem Pelaporan berdasarkan Undang-
Undang ini.
(3) Kewajiban terdaftar dalam register bagi penyusun Laporan Keuangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) mulai berlaku 3 (tiga)
tahun sejak diundangkannya Undang-Undang ini.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 31
Pada saat Undang-Undang ini berlaku:
a. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1954 tentang Pemakaian Gelar
“Akuntan” (“Accountant”) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1954 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 705) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku;
b. Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1954
tentang Pemakaian Gelar “Akuntan” (“Accountant”) (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1954 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 705) dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan Undang-Undang ini dan belum ditetapkan
peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.

Pasal 32
Pada saat Undang-Undang ini berlaku:
a. seluruh pelaporan dan penyampaian Laporan Keuangan kepada
Kementerian dan/atau Lembaga sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam
Undang-Undang ini.
b. seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai Pelaporan Keuangan dinyatakan masih tetap berlaku
sepanjang belum dicabut dan tidak bertentangan dengan ketentuan
dalam Undang-Undang ini.
Pasal 33
(1) Semua Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksanaan Undang-
Undang ini ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang
ini diundangkan.
(2) Semua Peraturan Menteri sebagai peraturan pelaksanaan Undang-
Undang ini ditetapkan paling lama 3 (tiga) tahun sejak Undang-Undang
ini diundangkan.

Pasal 34
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang
Undang ini dengan penempatannya pada Lembaran Negara Republik
Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

JOKO WIDODO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA

YASONNA LAOLY
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN… NOMOR…
RANCANGAN
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG
PELAPORAN KEUANGAN

I. UMUM
Prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) yang terdiri
dari transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran
dan kesetaraan diperlukan untuk mencapai kesinambungan usaha
(sustainability) dengan memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholder).
Dalam rangka menerapkan prinsip tersebut, pelaporan keuangan yang berkualitas
menjadi kebutuhan utama perusahaan dan pemangku kepentingan Hal ini karena
Laporan Keuangan merupakan salah satu sumber informasi penting bagi kinerja
perusahaan, yang digunakan oleh pemangku kepentingan dalam proses
pengambilan keputusan. Laporan Keuangan harus disusun sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan menjadi panduan dalam penyusunan laporan keuangan.
Standar dapat meningkatkan kualitas penyusunan dan informasi yang disajikan
serta meningkatkan keterbandingan antara laporan keuangan baik untuk level
nasional maupun level internasional.

Untuk mewujudkan suatu laporan keuangan yang berkualitas, tentu tidak


hanya dilakukan dengan melihat pada wujud bentuk fisik ataupun format
laporan keuangannya semata. Segala sesuatu yang terkait dengan proses
penyusunan laporan keuangan dari awal hingga akhir juga harus
diperhatikan sebagai satu ekosistem pelaporan keuangan. Manajemen,
direksi, atau pengurus suatu entitas dalam suatu perusahaan serta profesi-
profesi yang terlibat dalam pelaporan keuangan, merupakan beberapa
faktor kunci yang berperan penting dalam mewujudkan laporan keuangan
yang berkualitas. Manajemen memiliki peran untuk menyusun laporan
keuangan yang dapat diandalkan dan tepat waktu sesuai dengan standar
yang berlaku. Direksi dan Dewan Komisaris melalui komite audit
melakukan pengawasan terhadap seluruh proses penyusunan laporan
keuangan. Sedangkan Akuntan Publik sebagai salah satu Profesi
Penunjang Pelaporan Keuangan, menyediakan jasa audit yang berkualitas
secara independen dan menerapkan skeptisisme profesional pada
pelaksanaan audit tersebut.
Dalam rangka menciptakan ekosistem pelaporan keuangan yang baik di
Indonesia, diperlukan agar segera membentuk regulasi berupa undang-
undang yang mengatur tentang pelaporan keuangan, mengingat
pengaturan terkait pelaporan keuangan di Indonesia masih belum
dilakukan secara komprehensif dan bersifat multi-sektoral. Dengan kondisi
saat ini dimana satu entitas melakukan penyampaian laporan keuangan ke
beberapa sektor instansi atau lembaga, bisa dipastikan begitu besar
sumber daya yang harus dikorbankan oleh entitas usaha tersebut untuk
memenuhi kepatuhan pelaporan keuangan dalam ketentuan peraturan
perundangan. Kondisi ini perlu segara diperbaiki untuk mewujudkan
efisiensi ekonomi yang dimulai dari efisiensi biaya pelaporan keuangan.
Kondisi idealnya adalah perusahaan cukup menyampaikan satu laporan
keuangan kepada satu unit instansi pemerintah yang bertindak sebagai
pusat data pelaporan keuangan yang selanjutnya dapat digunakan oleh
instansi atau lembaga untuk berbagai macam kepentingan (one report for
multipurposes). Dampak positif lainnya, pemerintah akan memiliki pusat
data laporan keuangan yang kuat dan tentu dapat dimanfaatkan dalam
pengembangan penelitian di bidang perekonomian dan keuangan serta
mendukung pengambilan keputusan untuk investasi dan bisnis. Dengan
demikian, keberadaan regulasi tentang pelaporan keuangan, terutama
dalam bentuk undang-undang, diperlukan bukan hanya untuk mendorong
terwujudnya penerapan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik,
tetapi juga pada akhirnya akan mendukung terciptanya public trust dan
iklim investasi yang baik melalui pengelolaan laporan keuangan yang
terintegrasi di Indonesia.

II. PASAL DEMI PASAL


Pasal 1
Angka 1

Aspek dalam Pelaporan Keuangan terbatas pada Laporan


Keuangan sebagaimana definisi dalam Undang-Undang ini.
Informasi keuangan lainnya yang mungkin dibutuhkan oleh
pengguna dan regulator dengan menggunakan standar lain
berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku tidak
termasuk dalam ruang lingkup Pelaporan Keuangan pada
Undang-Undang ini.

Angka 2
Cukup jelas.

Angka 3

Cukup jelas.

Angka 4

Cukup jelas.

Angka 5

Cukup jelas.

Angka 6

Cukup jelas.

Angka 7

Cukup jelas.

Angka 8

Cukup jelas.

Angka 9

Kewenangan yang dimaksud meliputi pendaftaran,


pengawasan dan/atau pemberian sanksi kepada Entitas
Pelapor yang diatur berdasarkan Undang-Undang.

Angka 10

Cukup jelas.
Pasal 2
Huruf a

Yang dimaksud dengan "asas kemanfaatan" adalah


pengaturan pelaporan keuangan dapat memberikan manfaat
secara luas bagi kepentingan masyarakat, bangsa, dan
negara.

Huruf b

Yang dimaksud dengan "asas transparansi" adalah dengan


pelaporan keuangan, pemangku kepentingan dan
masyarakat dapat memperoleh informasi yang benar, jujur,
dan tidak diskriminatif.

Huruf c
Yang dimaksud dengan “asas keutuhan” adalah
penyelenggaraan pelaporan keuangan harus menjaga
kelengkapan laporan keuangan dari upaya pengurangan,
penambahan, dan pengubahan informasi maupun fisiknya
yang dapat mengganggu integritas Laporan Keuangan.

Huruf d

Yang dimaksud dengan asas “kehandalan” adalah informasi


dalam Laporan Keuangan, yang akan digunakan dalam
pengambilan keputusan, dapat dihandalkan karena
mengacu kepada satu pusat data yaitu Pusat Dapat
Pelaporan Keuangan Terpadu Satu Pintu.

Huruf e

Yang dimaksud dengan asas "kemudahan" adalah


penyelenggaraan pelaporan keuangan memberikan
kemudahan pelayanan sistem pelaporan kepada entitas
usaha serta kemudahan dan ketersediaan laporan keuangan
bagi pemangku kepentingan dan masyarakat.

Huruf f

Yang dimaksud dengan “asas akuntabilitas” adalah


bahwa Laporan Keuangan harus dapat merefleksikan
kondisi entitas dan dapat dipertanggungjawabkan.

Pasal 3
Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Yang dimaksud dengan tata kelola perusahaan yang baik


adalah struktur dan proses yang digunakan dan diterapkan
organ Perusahaan untuk meningkatkan pencapaian sasaran
hasil usaha dan mengoptimalkan nilai perusahaan bagi
seluruh pemangku kepentingan dan/atau pihak yang berhak
memperoleh manfaat, secara akuntabel dan berlandaskan
peraturan perundang-undangan serta nilai-nilai etika.

Huruf d
Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Pasal 4
Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.

Pasal 6
Ayat (1)

Huruf a

Badan usaha berbadan hukum yang dimaksud terdiri


dari perseroan terbatas dan koperasi.

Huruf b

Badan usaha tidak berbadan hukum yang dimaksud


terdiri dari persekutuan komanditer, firma dan
persekutuan perdata.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Ayat (2)

Kriteria tertentu yang diatur lebih lanjut adalah minimal


jumlah aset atau nilai peredaran usaha per tahun.

Pasal 7
Ayat (1)
Pada dasarnya, Entitas Pelapor Tertentu adalah bagian dari
Entitas Pelapor.

Ayat (2)

Huruf a

Yang dimaksud dengan badan usaha milik negara


adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian
besar modalnya dimiliki oleh negara melalui
penyertaan secara langsung yang berasal dari
kekayaan negara yang dipisahkan.

Huruf b

Yang dimaksud dengan badan usaha milik daerah


adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian
besar modalnya dimiliki oleh daerah.

Huruf c

Yang dimaksud dengan entitas dengan akuntabilitas


publik adalah entitas yang terdaftar di pasar modal.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Yang dimaksud dengan lembaga keuangan bukan


bank adalah entitas yang melakukan kegiatan dalam
hal keuangan baik secara langsung maupun tidak
langsung, menghimpun dana dari masyarakat
dengan mengeluarkan surat-surat berharga,
selanjutnya menyalurkannya untuk pembiayaan
investasi perusahaan yang membutuhkan pinjaman.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Yang dimaksud dengan kriteria peredaran bruto atau


total aset tertentu adalah nilai minimum total
peredaran bruto atau total aset dalam satu tahun.

Huruf h

Cukup jelas.
Ayat (3)

Huruf a

Sistem pengendalian internal dapat diatur oleh


Kementerian dan/atau Lembaga sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Yang dimaksud laporan transparansi kantor akuntan


publik adalah laporan yang diterbitkan oleh suatu
kantor akuntan publik sebagai sarana untuk
mengkomunikasikan pemenuhan indikator kualitas
audit kepada para pemangku kepentingan seperti
pengguna jasa, regulator profesi, dan pihak lain yang
relevan.

Huruf d

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Pasal 8
Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Periode pelaporan 6 (enam) bulan disebut juga 1 (satu)


semester.

Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)

Entitas Pelapor menggunakan Standar yang sesuai dengan


jenis usaha, kompleksitas usaha, ukuran perusahaan,
karakteristik serta akuntabilitas publik Entitas Pelapor
tersebut.

Contohnya Laporan Keuangan interim disajikan sesuai


dengan Standar terkait penyajian laporan keuangan interim.

Namun demikian, Laporan Keuangan dengan periode


tertentu yang tidak mengacu kepada Standar namun
bertujuan khusus dan mengacu pada format tertentu yang
diatur oleh Kementerian dan/atau Lembaga selaku regulator
atau organ perusahaan, tidak menjadi ruang lingkup definisi
Laporan Keuangan pada Undang-Undang ini.

Ayat (3)

Contohnya adalah Entitas Pelapor yang berada di bawah


pengawasan Kementerian dan/atau Lembaga di bidang
pasar modal dapat menggunakan standar atau ketentuan
akuntansi yang ditetapkan oleh Kementerian dan/atau
Lembaga tersebut.

Ayat (4)

Huruf a

Yang dimaksud dengan penundaan kewajiban


pembayaran utang adalah suatu masa yang
diberikan oleh Undang-Undang melalui putusan
hukum niaga dimana dalam masa tersebut kepada
pihak kreditur dan debitur diberikan kesempatan
untuk memusyarahkan cara-cara pembayaran
seluruh atau sebagian utangnya, termasuk apabila
perlu untuk merestrukturisasi utangnya tersebut.

Huruf b

Yang dimaksud dengan dinyatakan pailit dalam hal


memenuh ketentuan kepailitan sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang tentang kepailitan dan
penundaan kewajiban pembayaran utang.

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d

Cukup jelas

Ayat (5)

Yang dimaksud dengan karyawan senior adalah karyawan


sampai level kedua di bawah pimpinan tertinggi pada entitas
yang bersangkutan.

Ayat (6)

Pengetahuan di bidang akuntansi antara lain dibuktikan


melalui sertifikat keikutsertaan dalam pelatihan tentang
akuntansi atau pelaporan keuangan.

Ayat (7)

Dalam hal Entitas Pelapor menugaskan penyusunan


Laporan Keuangan kepada akuntan publik atau akuntan
berpraktik, tanggung jawab Laporan Keuangan tetap berada
pada Entitas Pelapor.

Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)

Surat pernyataan tanggung jawab atas Laporan Keuangan


menyatakan antara lain bahwa direksi, pengurus, pemilik
dan/atau manajemen bertanggung jawab atas penyusunan
dan penyajian Laporan Keuangan, serta kesesuaian dengan
Standar.

Direksi, pengurus, pemilik dan/atau manajemen yang


menandatangani surat pernyataan adalah direksi, pengurus,
pemilik dan/atau manajemen yang menjabat pada saat
penyusunan Laporan Keuangan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.
Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 13
Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Tanda bukti penerimaan diterbitkan dalam hal penyampaian


Laporan Keuangan dinyatakan lengkap, yaitu telah memuat
unsur-unsur Laporan Keuangan sesuai Standar, misalnya
mencakup informasi tentang posisi keuangan, laba rugi, dan
laporan lainnya. Untuk Entitas Pelapor Tertentu, Laporan
Keuangan dinyatakan lengkap bila sudah dilampirkan
dengan suatu bentuk laporan hasil pelaksanaan audit oleh
akuntan publik.

Ayat (6)

Kondisi tertentu misalnya entitas sedang dalam proses


pemeriksaan oleh Kementerian/Lembaga.

Pasal 14
Ayat (1)

Kewajiban penyampaian Laporan Keuangan tahunan yang


diatur lain dalam peraturan perundang-undangan
dinyatakan tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini
apabila batas waktu penyampaiannya lebih singkat dari 4
(empat) bulan setelah tanggal akhir periode Laporan
Keuangan.

Dalam hal terdapat kondisi kahar (force majeure), batas


waktu penyampaian Laporan Keuangan dapat diperpanjang
dengan persetujuan Menteri.
Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 15
Ayat (1)

Laporan Keuangan konsolidasi adalah laporan keuangan


suatu kelompok usaha yang di dalamnya aset, liabilitas,
ekuitas, penghasilan, beban, dan arus kas entitas induk dan
entitas anaknya disajikan sebagai suatu entitas ekonomi
tunggal.

Kewajiban penyusunan Laporan Keuangan konsolidasi bagi


suatu kelompok usaha mengacu kepada Standar Laporan
Keuangan.

Penyampaian Laporan Keuangan tersendiri dari masing-


masing entitas pada grup usaha berlaku bila memenuhi
kriteria sebagai Entitas Pelapor dan disampaikan oleh
masing-masing Entitas Pelapor pada pada grup usaha
tersebut.

Ayat (2)

Perubahan atas Laporan Keuangan dapat berupa perbaikan


maupun penyajian kembali Laporan Keuangan.

Dalam hal setelah memperoleh pengesahan dari organ yang


memiliki kekuasaan tertinggi pada Entitas Pelapor terdapat
perubahan pada Laporan Keuangan yang telah disampaikan,
maka Entitas Pelapor wajib menyampaikan kembali Laporan
Keuangan yang telah disetujui.

Contoh organ yang memiliki kekuasaan tertinggi adalah


rapat umum pemegang saham pada perseroan terbatas,
rapat umum anggota pada koperasi, dan rapat pengurus
pada yayasan.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 17
Ayat (1)

Laporan Keuangan yang disampaikan Entitas Pelapor dan


diterima Sistem Pelaporan secara otomatis (real time)
diteruskan kepada Kementerian dan/atau Lembaga
berwenang.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Informasi dalam laporan keuangan yang disajikan secara


agregat misalnya data pertumbuhan penjualan atau
pendapatan per jenis industri.

Masyarakat yang dapat memanfaatkan informasi dalam


laporan keuangan antara lain pihak akademisi untuk tujuan
penelitian, kementerian atau lembaga, atau industri.

Ayat (4)

Yang dimaksud lembaga pembiayaan adalah badan usaha


yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk
penyediaan dana atau barang modal. Lembaga pembiayaan
meliputi perusahaan pembiayaan, perusahaan modal
ventura, dan perusahaan pembiayaan infrastruktur.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Pasal 18
Ayat (1)
Laporan Keuangan yang terdapat dalam pangkalan data
Sistem Pelaporan merupakan acuan utama dalam
penggunaan Laporan Keuangan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 19
Ayat (1)

Laporan Keuangan dan bukti pendukung dapat disimpan


dalam bentuk dokumen cetak atau piranti lunak.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 20
Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Ruang lingkup kewenangan pembinaan dan


pengawasan dilakukan dalam rangka mengisi
kekosongan hukum dan disesuaikan dengan
kewenangan pembinaan dan pengawasan yang telah
ada pada Kementerian dan/atau Lembaga.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f
Cukup jelas.

Huruf h

Cukup jelas.

Huruf i

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 21
Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Pasal 22
Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)
Contoh Standar yang digunakan misalnya Standar untuk
perusahaan dengan akuntabilias publik, Standar untuk
usaha mikro, kecil dan menengah, Standar untuk pelaporan
transaksi syariah.

Pasal 23
Ayat (1)

Komite Standar bersifat independen dalam pelaksanaan


tugasnya dan pengambilan keputusan.
Komite Standar dibentuk untuk meningkatkan transparansi
dan akuntabilitas dalam penyusunan Standar sehingga
melindungi kepentingan masyarakat.

Ayat (2)

Pelaksanaan tugas lainnya yang berkaitan dengan


perumusan dan implementasi Standar yaitu termasuk tugas-
tugas seperti:
a. melakukan penyusunan, pengembangan dan
penetapan kerangka, interpretasi, buletin teknis, atau
dokumen lain yang berkaitan dengan pelaporan
keuangan; dan
b. berpartisipasi pada pengembangan standar laporan
keuangan internasional.
Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Pasal 24
Cukup jelas.

Pasal 25
Cukup jelas.

Pasal 26
Ayat (1)

Huruf a

Akuntan beregister adalah seseorang yang telah


terdaftar pada register yang diselenggarakan oleh
Menteri, sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri yang mengatur tentang akuntan beregister.

Huruf b

Akuntan berpraktik adalah akuntan beregister yang


telah mendapatkan izin dari Menteri untuk
memberikan jasa akuntansi kepada publik melalui
kantor jasa akuntan, sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri yang mengatur tentang akuntan
berpraktik.

Huruf c

Akuntan publik adalah seseorang yang telah


memperoleh izin untuk memberikan jasa
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang dan
peraturan pelaksanaannya yang mengatur tentang
akuntan publik.

Huruf d

Auditor internal adalah pimpinan atau karyawan


yang bertanggung jawab atas kegiatan pemberian
keyakinan dan konsultasi yang bersifat independen
dan objektif, dengan tujuan untuk meningkatkan
nilai dan memperbaiki operasional entitas, melalui
pendekatan yang sistematis, dengan cara
mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas
manajemen risiko, pengendalian, dan proses tata
kelola perusahaan.

Huruf e

Penilai publik adalah penilai yang telah memperoleh


izin dari Menteri untuk memberikan jasa
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri yang
mengatur tentang penilai publik.

Huruf f
Aktuaris publik adalah seseorang yang telah
memperoleh izin dari Menteri untuk memberikan
jasa aktuaria kepada publik sebagaimana diatur
dalam Peraturan Menteri yang mengatur tentang
aktuaris.

Huruf g

Profesi penunjang pelaporan keuangan lainnya


adalah profesi lainnya yang dinilai berkontribusi
langsung dalam penyusunan laporan keuangan dan
ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 27
Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Pengaduan masyarakat dilakukan melalui media


whistleblower yang dikelola oleh Penyelenggara Sistem.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 28
Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Huruf a

Cukup jelas.
Huruf b

Denda administratif dapat dikenakan secara


tersendiri atau bersamaan dengan sanksi peringatan
tertulis.

Ayat (4)

Kementerian dan/atau Lembaga yang berwenang dapat


mengenakan sanksi selain yang diatur dalam Undang-
Undang ini terhadap Entitas Pelapor dan Entitas Pelapor
Tertentu, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Ayat (5)

Pengumuman dapat dilakukan melalui media cetak atau


media elektronik.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Pasal 29
Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 30
Ayat (1)

Yang dimaksud dengan Standar Akuntansi Keuangan dalam


ayat ini mencakup Standar Akuntansi Keuangan Umum;
Standar Akuntansi Keuangan Syariah; Standar Akuntansi
Keuangan Entitas Mikro, Kecil, dan Menengah; Standar
Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.

Pasal 33
Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 34
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ....

Anda mungkin juga menyukai