cukong. Itu temuan KPK dan ditegaskan Menko Polhukam, Mahfud MD. Mahfud
menyebutkan, berdasarkan data dari KPK, 82 persen calon kepala daerah dibiayai cukong.
Akibatnya, menurut Mahfud, kepala daerah akan terjebak pada korupsi kebijakan yang
menyusahkan negeri. Pada sisi lain, harian ini, 26 Oktober 2020, melaporkan belasan
kandidat bermodal nekat. Dengan kekayaan mines (lebih banyak utang daripada harta),
Temuan harian ini berdasarkan analisisa dari laporan harta kekayaan penyelenggaraan
negara terdapat 1.472 calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. Laporan harta kekayaan
itu bersifat self assessment. Laporan berdasarkan pada kejujuran calon kepala daerah.
Data kuantitatif KPK menunjukkan 82 persen dibiayai cukong. Sayang, data itu tidak
ditelusuri lebih jauh, siapa mereka. Padahal, transparansi dan akuntabilitas penting agar
bangsa ini mendapat pemimpin uang punya asketisme politik. Untuk itulah, pemantauan oleh
Pilkada butuh biaya politik. Masalahnya, berapa besar biaya politik yang pantas?
Biaya yang besar bisa juga dipertanyakan bagaimana pengembaliannya. Calon tanpa punya
kwalitas seseorang bukanlah dari sisi kekayaan. Orang harus dilihat pada saat dia tidak
menjabat dan pada saat menjabat. Sebelum kontestasi, calon dipandang prorakyat. Namun, ia
bisa berubah ketika kekuasaan ada di tangan. Kekuasaan itu mempesona. Kekuasaan itu
memperluas kekuasaan.
Kembali kepada soal pilkada, terlebih di era pandemi, kita mendorong publik untuk
kritis menghadapi data kekayaan calon. Kritislah terhadap calon yang tiba-tiba pro terhadap
rakyat. Calon yang tiba-tiba menjanjikan ini dan itu, sementara dukungan anggarannya tidak
memungkinkan. Lihatlah rekam jejak semasa menjabat. Betulkah semua kebijakan yang
diambilnya untuk kepentingan rakyat? Tak perlu terbuai oleh retorika tak berdasar. Melihat
rekam jejak dan melacak komitmen menjadi penting dalam memilih pemimpin.
Sejauh belum terjadi reformasi partai politik dan sistem pemilihan, sungguh menjadi
pemilih yang rasional dan kritis adalah keharusan. Tak perlu menjadi pemuja berlebihan. Tak
perlu juga menjadi pembenci berlebihan. Tak perlu silau dengan kekayaan berlimpah yang
dimiliki calon. Tak perlu juga bersimpati dengan calon yang tak punya kekayaan. Sikapi
perbedaan politik dengan biasa-biasa saja. Sebab, kenyataannya, politik Indonesia masih
dipahami sebagai siapa mendapat apa, kapan, dan bagaimana mendapatkannya. Reformasi
partai penting.
3. Temukan konjungsi!
4. Temukan kata populer!
JAWAB:
Paragraf 4 – Paragraf 6
Pilkada butuh biaya politik. Masalahnya, berapa besar biaya politik yang pantas?
Biaya yang besar bisa juga dipertanyakan bagaimana pengembaliannya. Calon tanpa
punya dana juga sebenarnya tidak masuk akal dalam politik Indonesia.
Sejarah politik Indonesia menunjukkan bahwa orang bisa berubah. Mengukur
kwalitas seseorang bukanlah dari sisi kekayaan. Orang harus dilihat pada saat dia tidak
menjabat dan pada saat menjabat. Sebelum kontestasi, calon dipandang prorakyat.
Namun, ia bisa berubah ketika kekuasaan ada di tangan. Kekuasaan itu mempesona.
Kekuasaan itu menggetarkan. Akibatnya, banyak orang mau membeli kekuasaan,
mempertahankan, atau memperluas kekuasaan.
Kembali kepada soal pilkada, terlebih di era pandemi, kita mendorong publik
untuk kritis menghadapi data kekayaan calon. Kritislah terhadap calon yang tiba-tiba pro
terhadap rakyat. Calon yang tiba-tiba menjanjikan ini dan itu, sementara dukungan
anggarannya tidak memungkinkan. Lihatlah rekam jejak semasa menjabat. Betulkah
semua kebijakan yang diambilnya untuk kepentingan rakyat? Tak perlu terbuai oleh
retorika tak berdasar. Melihat rekam jejak dan melacak komitmen menjadi penting
dalam memilih pemimpin.
Paragraf 7
Sejauh belum terjadi reformasi partai politik dan sistem pemilihan, sungguh
menjadi pemilih yang rasional dan kritis adalah keharusan. Tak perlu menjadi pemuja
berlebihan. Tak perlu juga menjadi pembenci berlebihan. Tak perlu silau dengan
kekayaan berlimpah yang dimiliki calon. Tak perlu juga bersimpati dengan calon yang tak
punya kekayaan. Sikapi perbedaan politik dengan biasa-biasa saja. Sebab, kenyataannya,
politik Indonesia masih dipahami sebagai siapa mendapat apa, kapan, dan bagaimana
mendapatkannya. Reformasi partai penting.
3. Temukan konjungsi!
- Padahal, transparansi dan akuntabilitas penting agar bangsa ini mendapat pemimpin
uang punya asketisme politik.
- Dengan kekayaan mines (lebih banyak utang daripada harta),mereka ikut kontestasi
pilkada.
- Calon yang tiba-tiba menjanjikan ini dan itu, sementara dukungan anggarannya tidak
memungkinkan.
- Dengan kekayaan mines (lebih banyak utang daripada harta),mereka ikut kontestasi
pilkada.
- Laporan harta kekayaan itu bersifat self assessment.
- Kembali kepada soal pilkada, terlebih di era pandemi, kita mendorong publik untuk
kritis menghadapi data kekayaan calon.
- Calon yang tiba-tiba menjanjikan ini dan itu, sementara dukungan anggarannya tidak
memungkinkan.
5. Temukan pronomina penegas!
- Dengan kekayaan mines (lebih banyak utang daripada harta),mereka ikut kontestasi
pilkada.
- Untuk itulah, pemantauan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
(PPATK) menjadi penting.
= Untuk itulah, pemantauan oleh Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan
(PPATK) menjadi penting.
- Temuan harian ini berdasarkan analisisa dari laporan harta kekayaan penyelenggaraan
negara terdapat 1.472 calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.
= Temuan harian ini berdasarkan analisa dari laporan harta kekayaan penyelenggaraan
negara terdapat 1.472 calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.
- Data kuantitatif KPK menunjukkan 82 persen dibiayai cukong.
= Data kwantitatif KPK menunjukkan 82 persen dibiayai cukong.
- Mengukur kwalitas seseorang bukanlah dari sisi kekayaan.
= Mengukur kualitas seseorang bukanlah dari sisi kekayaan.
- Temuan harian ini berdasarkan analisisa dari laporan harta kekayaan penyelenggaraan
negara terdapat 1.472 calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.
-Calon tanpa punya dana juga sebenarnya tidak masuk akal dalam politik Indonesia.
- Kembali kepada soal pilkada, terlebih di era pandemi, kita mendorong publik untuk
kritis menghadapi data kekayaan calon.
- Sebab, kenyataannya, politik Indonesia masih dipahami sebagai siapa mendapat apa,
kapan, dan bagaimana mendapatkannya. Reformasi partai penting.