MALARIA Lapkas
MALARIA Lapkas
I. PENDAHULUAN
Malaria berasal dari bahasa Italia, “mala” dan “aria”, yang berarti udara yang jelek/salah.
Charles Louis Alphonse Laveran tahun 1880 membuktikan bahwa malaria disebabkan
oleh parasit di dalam eritrosit, Ronald Ross membuktikan siklus hidup plasmodium dan
oleh P.falciparum, namun dapat juga disebabkan oleh spesies yang lain. Komplikasi
Malaria berat didefinisikan sebagai adanya gejala klinis dan hasil laboratorium
yang menunjukkan adanya disfungsi organ vital. Gejala klinis dari malaria berat berupa
gangguan kesadaran, kejang, gagal ginjal akut, edema paru akut, syok, perdarahan
metabolik, anemia berat, dan hemoglobinuria. Malaria Berat merupakan keadaan yang
emergensi. Terapi yang tepat dan cepat diharapkan dapat mengurangi mortalitas akibat
penyakit ini. 3,4 Malaria secara klinis ditandai dengan serangan paroksismal dan periodik,
seperti ikterus, diare, black water fever, acute tubular necrosis dan malaria cerebral.5
karena se- ringkali menimbulkan kejadian luar biasa (KLB), berdampak luas terhadap
1
kualitas kehidupan dan ekonomi, serta dapat menyebabkan kematian. Penurunan angka
infeksi malaria menjadi salah satu komitmen global pada Millenium Development Goals
(MDGs). WHO memperkirakan jumlah kasus malaria setiap tahunnya berkisar antara
300- 500 juta dengan angka kematian mencapai 1 juta kasus. World Malaria Report 2015
penduduknya tinggal di daerah berisiko malaria dan dilaporkan sebanyak 38 ribu orang
Infeksi malaria mengenai sekitar 5% populasi dunia dan menimbulkan 0,5 – 2,5
juta kematian setiap tahun. Malaria masih sering dijumpai di daerah endemik di
Indonesia, misalnya di Jepara (Jawa Tengah), Sulawesi Utara, Maluku dan Irian Jaya.
Secara sporadik juga ditemui pada beberapa kota besar di Indonesia, umumnya sebagai
kasus impor. Malaria berat terjadi pada 5-10% dari seluruh penderita malaria dan sekitar
Morbiditas malaria pada suatu wilayah ditentukan oleh Annual Parasite Incidence
(API) per tahun. API merupakan jumlah kasus positif malaria per 1.000 penduduk dalam
satu tahun. Indonesia memiliki prevalensi malaria sebesar 1,4% dengan angka API tahun
Indonesia merupakan salah satu negara endemis malaria dengan tingkat kejadian
morbiditas dan mortalitas yang tinggi, hingga tahun 2011, terdapat 374 kabupaten
endemis malaria, dengan jumlah kasus malaria pada tahun 2011 sebanyak 256.592 orang
dari 1.322.451 kasus suspek malaria yang diperiksa sediaan darahnya, dengan Annual
parasite Insidence (API) 1,75 per seribu penduduk, hal ini berarti setiap 1000 penduduk
terdapat 2 orang terkena malaria.7,8 Pada tahun 2017 di Indonesia, dari jumlah 514
2
kabupaten/kota (33%) endemis rendah, 37 kabupaten/kota (7%) endemis menengah, dan
rendah.9
2. LAPORAN KASUS
Seorang wanita, Ny.A. umur 26 tahun, agama Islam, suku Bugis, status menikah,
Pekerjaan Bidan. Alamat rumah jln Toddopuli VI/Borong Indah no.26 Makassar. Dirujuk
2018. Lama Perawatan 9 hari. No. Rekam Medis : 862290. Pasien dengan keluhan utama
: Demam.
Keluhan demam dialami sejak 12 hari yang lalu, demam dialami terus menerus, demam
turun dengan obat penurun demam, menggigil ada, berkeringat ada. Nyeri kepala tidak
ada, riwayat nyeri kepala sebelumya ada. Pusing tidak ada. Riwayat penurunan kesadaran
sebelumnya tidak ada. Riwayat trauma tidak ada. Tampak wajah pucat yang dialami sejak
12 hari terakhir. Riwayat kuning sebelumnya disangkal. Riwayat haid 9 hari yang lalu,
namun saat ini haid sudah berhenti. Tidak ada riwayat perdarahan aktif sebelumnya
seperti mimisan dan gusi berdarah. Sesak napas ada dan batuk tidak ada. Mual tidak ada,
muntah tidak ada. Riwayat muntah tidak ada. Intake oral berkurang sejak 14 hari terakhir,
makan hanya 4 sendok tiap kali makan. Penurunan berat badan disangkal. Riwayat
malaria sebelumnya tidak ada. Riwayat ke daerah endemis malaria sebelumnya tidak ada.
Riwayat kontak dengan penderita malaria ada yaitu teman samping kontrakan rumah.
Riwayat transfusi darah sebelumya tidak ada. Buang air kecil berwarna kuning kesan
cukup. BAK berdarah tidak ada. Riwayat BAK kuning pekat disangkal. BAB warna
3
kuning kecoklatan. darah dan lendir tidak ada. Riwayat BAB hitam/darah tidak ada.
Pasien di rujuk dari Rumah Sakit Hermina Makassar ke UGD RS.Wahidin Sudirohusodo
Makassar dengan Dengue Syndrome dan Anemia. Perawatan inap sebelumnya selama 5
- Kebiasaan Keluar Rumah : Pasien sering keluar duduk-duduk pada malam hari di depan
- Pemakaian Kelambu : Tidak pernah menggunakan kelambu saat tidur malam hari.
- Pemakaian obat anti nyamuk : Pasien menggunakan anti nyamuk kadang-kadang. Jenis
- Kontak dengan penderita yang mempunyai riwayat sakit malaria ada yaitu tetangga
pasien.
Pada pemerikasaan fisis didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, gizi
cukup, sadar. Tekanan darah 110/70 mHg, nadi 105x/menit, reguler kuat angkat,
frekuensi pernapasan 24x/menit, suhu 38,5 0C. Berat Badan 55 kg, dan tinggi badan 155
Pada pemeriksaan mata didapatkan konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, bibir
tampak pucat. Pada pemeriksaan leher tidak ada pembesaran kelenjar limfe dan tiroid,
tidak ada deviasi trakea dan desakan vena sentral R-1 cmH2O. Pada pemeriksaan toraks
tampak simetris, vokal fremitus kanan dan kiri sama, perkusi sonor kanan dan kiri, batas
paru-hepar ICS V kanan depan, bunyi pernapasan vesikuler, tidak didapatkan ronki dan
wheezing pada kedua paru. Pada pemeriksaan jantung iktus kordis tidak tampak dan tidak
4
teraba, batas jantung kesan normal. Bunyi jantung I/II murni regular, tidak didapatkan
bunyi tambahan.
Pada pemeriksaan abdomen, perut tampak cembung, ikut gerak napas. Peristaltik
kesan normal, hepar dan lien tidak teraba. Pada pemeriksaan ekstremitas tidak ditemukan
petechie/hematom, kedua telapak pada ekstremitas atas dan ekstremitas bawah tampak
pucat.
5
Tabel 1. Hasil Laboratorium RS. Wahidin Sudirohusodo (November 2018) :
6
PT 11,8 10-14 detik
APTT 24,0 22-30 detik
INR 1,14 -
Fe 18 L(59-148) P(37-
148)ng/dl
Hematologi Hasil
Eritrosit Normositik Normokrom,anisositosis,ovalosit(+), ditemukan benda
inklusi plasmodium falciparum stadium trofozoid bentuk cincin,
normoblast (+).
Leukosit Jumlah menurun,PMN >Limfosit, morfologi normal,sel muda (-)
Trombosit Jumlah menurun, morfologi normal
Kesan/Saran - - Pansitopenia kemungkinan akibat bone marrow failure.
- Infeksi Plasmodium Falciparum.
Saran: DDR.
7
Gambar 2. Pemeriksaan Mikroskopik Darah Tipis : Malaria Falcifarum
Stadium Trofozoit.
8
Gambar 5. Kondisi Lingkungan Sekitar Pemukiman
(Genangan Air)
leukosit: 4860 /ul, trombosit : 71,000 /ul, hematokrit : 17,1 %, SGOT 37, SGPT 40, gula
darah sewaktu 110 mg/dl, ureum 36 mg/dl, kreatinin 0,66 mg/dl, natrium 139 mmol/L,
melakukan kontrol Darah Rutin, Hb pasien awalnya: 6,0 gr/dl, kemudian dikontrol
keesokan harinya turun menjadi 4,8 gr/dl, leukosit turun menjadi 3.450 /ul, trombosit
turun menajdi 69.000 /ul, hematokrit turun menjadi 14,3%, tanpa disertai perdarahan aktif
bag,1 bag per hari. Pada hari 2 keluar hasil Fe 18, TIBC: 236, Ferritine >1200, Saturasi
Pemeriksaan imunoserologi antigen P.Vivax positif. Urinalisa: warna kuning tua, protein
9
negatif, bilirubin negatif, blood negatif, sedimen eritrosit 1,leukosit 4, bakteri 1. Hasil
pemeriksaan darah tepi: Pansitopenia kemungkinan akibat bone marrow failure. Infeksi
Plasmodium Falciparum. Jumlah parasit 42343/ul darah dan indeks parasitemia 4%.
Kerja Kami : Severe Mixed Malaria, anemia et causa infeksi malaria DD/ anemia
Terapi yang diberikan : tirah baring, artesunate injeksi intravena 2,4 mg/KgBB
pada jam 0,12,24 jam, dilanlanjut dengan pemberian DHP 3 tablet/24 jam oral selama 3
hari, parasetamol 1 gr/8 jam intravena (bila demam), primaquin 1 tablet/24 jam oral
hari ke 6-9 kondisi pasien membaik. GCS E4M6V5 (15), tekanan darah 120/80 mmHg,
nadi 90x/menit, klinis pasien : pada hari ke 6 perawatan pasien bebas demam, menggigil
dan berkeringat tidak ada, lemas berkurang. Hasil laboratorium setelah transfusi 4 bag
PRC : Hb : 9,0 gr/dl, leukosit 7.810, trombosit : 273.000, hematokrit : 26,6%, Kemudian
jam oral selama 3 hari dan primakuin tablet 15 mg/24 jam oral untuk 14 hari pemberian,
pada hari ke-9, pasien meminta rawat jalan dengan terapi yang diberikan primakuin tab
15 mg diberikan hingga 14 hari pemberian dan tablet Sulfas Ferrosus (SF) 2x1.
10
3. DISKUSI
Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang
menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam darah.10
Penyakit ini secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Malaria
yang klasik yaitu terjadinya “Trias Malaria” secara berurutan: periode dingin (15-60
menit): mulai menggigil, penderita sering membungkus diri dengan selimut atau sarung
dan pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi-geligi saling terantuk,
diikuti dengan meningkatnya temperatur; diikuti dengan periode panas: muka penderita
tampak merah, nadi cepat, dan suhu badan tetap tinggi beberapa jam, diikuti dengan
temperatur turun.1 Pada kasus ini didapatkan keluhan yang sesuai untuk "Trias Malaria",
melalui pemeriksaan mikroskopik sebagai standar baku dan bila tidak dimungkinkan
dapat dibantu dengan tes diagnosa cepat. Pemeriksaan tetesan preparat darah tebal untuk
identifikasi jenis plasmodium. Pada kasus ini, pada pemeriksaan apusan darah tebal dan
Plasmodium Falcifarum : Jumlah Parasit 42.343/ul darah, dan indeks parasitemia 4%.1,11
Malaria berat adalah penyakit malaria disertai dengan satu atau lebih komplikasi
sebagai berikut; 1). Perubahan kesadaran; 2). Anemia berat (pada dewasa Hb < 7 gr%
atau hematokrit < 15%); 3). Gagal ginjal akut (urin < 400 ml/24 jam pada orang dewasa
11
dan kreatinin >3 mg%); 4). Distress pernafasan; 5). Hipoglikemi: gula darah < 40 mg%;
6). Gagal sirkulasi atau Syok: tekanan sistolik < 80 mmHg; 7). Perdarahan spontan dari
hidung, gusi, traktus digestivus atau disertai kelainan laboratorik adanya gangguan
koagulasi intravaskuler; 8). Asidosis metabolik (pH < 7.25 atau plasma bikarbonat < 15
mmol/L); 9). Makroskopik hemoglobinuri (black water fever); 10). Diagnosa post-
mortem ditemukan adanya parasit yang padat pada pembuluh kapiler pada jaringan otak;
11). Edema Paru.1,11 Beberapa keadaan lain yang juga digolongkan sebagai malaria berat
sesuai dengan gambaran klinik daerah setempat ialah; 1). Gangguan kesadaran ringan
berupa delirium atau somnolen, 2). Kelemahan otot, 3). Hiperparasitemia > 2% (>
100.000 parasit/uL) pada daerah transmisi rendah, atau > 5% (250.000/uL) pada daerah
transmisi tinggi malaria, 4). Ikterik (bilirubin total > 3 mg%), 5). Kejang berulang lebih
dari dua episode dalam 24 jam, 6). hiperlaktatemia (asam laktat > 5 mmol/L), 7).
Hemoglobinuria, 8). Gangguan Fungsi Ginjal (kreatinin serum > 3 mg/dl).1,7,11 Pada
kasus ini pasien didiagnosa dengan malaria berat karena adanya komplikasi dari malaria
berat yaitu adanya anemia berat Hb <7 gr/dl. Pada kasus ini Hb pasien turun menjadi 4,8
gr/dl, atau hematokrit <15% sedangkan pada pasien ini didapatkan hematokrit 14,3%, dan
hiperparasitemia > 2% (> 100.000 parasit/uL) pada daerah transmisi rendah, sedangkan
pada kasus ini didapatkan indeks parasitemia 4%, yang sesuai dengan komplikasi malaria
berat.
Falsiparum, jarang disebabkan oleh Plasmodium Vivax. Di Indian tahun 2007 ditemukan
3 kasus malaria berat yang disebabkan oleh Plasmodium Vivax dengan komplikasi kejang
dan keluhan meningoencepalitis difus, setelah 2 hari diterapi dengan Artesunat pasien
sadar dan dipindahkan keruang prawatan biasa dan dari slide darah tepi tidak ditemukan
12
parasit lagi, kemudian diberikan Primakuin selama 14 hari, setelah 1 bulan follow up
antara lain : penurunan produksi sum-sum tulang karena proses destruksi jaringan sum-
disebabkan oleh meningkatnya kadar sitokin pro inflamasi TNF-alfa, IL-1, IL-2,IL-6
yang menyebabkan depresi pada sel induk progenitor di sum-sum tulang. Depresi ini
Di India tahun 2003 terdapat 11 kasus malaria berat yang disebabkan oleh
P.Vivax dan tidak ditemukan P.Falsiparum. Semua pasien diterapi dengan kina intra-
vena, 8 orang dinyakan sembuh, 1 orang sembuh dengan dilakukan hemodialisa karena
terjadi gagal ginjal, 2 orang meninggal, sedangkan 2 orang ibu hamil, 1 orang melahirkan
bayi prematur dan 1 orang lagi bayinya meninggal pada hari ke 14.15 Pada kasus ini pasien
mengalami anemia, yang merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria.
pengaruh sitokin. Pada pasien ini didapatkan kulit yang tampak pucat dan konjungtiva
pucat, dari pemeriksaan laboratorium didapatkan nilai Hb yang menurun yaitu Hb awal
masuk 6,0 gr/dl, kemudian dikontrol keesokan harinya turun menjadi 4,8 gr/dl dengan
kesan anemia normositik normokrom causa infeksi malaria DD/ Anemia Defisiensi Besi,
13
sehingga kami memberikan transfusi PRC 4 kantong secara perlahan. Adapun
penatalaksanaan Malaria berat dengan Anemia yaitu transfusi dengan PRC bila Hb < 7
edema paru. Monitor masukan dan luaran cairan, perhatikan keseimbangan cairan.
vaskular.1 Perlekatan terjadi karena molekul adhesif yang terletak dipermukaan knob
sitoaderen menyebabkan EP matur tidak beredar kembali dalam sirkulasi.1 Parasit dalam
eritrosit matur yang tinggal dalam jaringan mikrovaskular disebut EP matur yang
14
mengalami sekuestrasi.1 Hanya P.falciparum yang mengalami sekuestrasi, proses
Rosetting ialah berkembangnya EP matur yang diselubungi 10 atau lebih eritrosit yang
darah.1
darah organ target sehingga terjadi anoksia pada organ target. Eritrosit yang terinfeksi
7).17
disebut knob, dengan Histidine Rich-Protein-1 (HRP-1) sebagai komponen utama, yang
15
berperan penting dalam proses cytoadherence and rosetting. Cytoadherence adalah
perlekatan antara eritrosit yang terinfeksi parasit matur melalui P.falciparum erythrocyte
sedangkan molekul adhesif di permukaan sel endotel vaskular antara lain CD36,
trombospondin dan vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1). Bentuk rosette adalah
sekelompok eritrosit yang tidak terinfeksi melekat dengan eritrosit yang terinfeksi parasit
matur. Rosetting dapat menyebabkan obstruksi aliran darah dalam jaringan. 17,18
dalam sirkulasi mikro, terutama kapiler dan vena-vena kecil. Hasil otopsi menunjukkan
bahwa sekuestrasi terbesar terdapat di otak, namun dapat juga ditemukan di hepar, ginjal,
usus dan jaringan adiposa. Sekuesterasi dan kekakuan eritrosit menyebabkan penurunan
aliran darah pada sirkulasi mikro organ, terjadi iskemik jaringan, disfungsi organ dan
kematian. 17,18,19
dipantau dengan menggunakan indikator Annual Parasite Incidence (API).20 Hal ini
API, dilakukan stratifikasi wilayah dimana Indonesia bagian Timur masuk dalam
meskipun masih terdapat desa/fokus malaria tinggi API dari tahun 2008 – 2009 menurun
dari 2,47 per 1000 penduduk menjadi 1,85 per 1000 penduduk.
16
Gambar 8. Peta Stratifikasi Malaria 2009. 22
Apabila dilihat per provinsi dari tahun 2008 – 2009 provinsi dengan API yang
tertinggi adalah Papua Barat, NTT dan Papua terdapat 12 provinsi yang diatas angka API
20,21
nasional. Sebaran malaria dibedakan menjadi daerah endemis dan non endemis.
Daerah yang dikatakan non endemis bila di daerah itu tidak terdapat penularan malaria
1. Termasuk daerah non endemis adalah provinsi DKI Jakarta, Bali, dan Kepri
2. Dikatakan Endemis Tinggi bila API-nya lebih besar dari 50 per 1.000 penduduk
yaitu di Provinsi Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, Sumatera Utara
3. Endemis Sedang bila API-nya berkisar antara 1 sampai kurang dari 50 per 1.000
penduduk yaitu di provinsi Aceh (Kab. Siemeulu), Bangka Belitung, Kepri (Kab.
17
Tengah (Kab. Sukamara, Kota waringin barat), Mura), Sulteng (Kab. Toli-toli,
Banggai, Banggai Kepulauan, Poso), Sultra (Kab. Muna), NTB (Sumbawa Barat,
Banyumas, Pekalongan dan Sragen), Jawa Barat (Sukabumi, Garut, dan Ciamis).
Jawa, Kalimantan dan Sulawesi.22 Pada pasien ini walaupun tidak ada riwayat
rendah.21
Pada tahun 2017 di Indonesia, dari jumlah 514 kabupaten/kota di Indonesia 266
(52%) diantaranya wilayah bebas malaria. 172 kabupaten/kota (33%) endemis rendah, 37
Pada pasien ini tidak ada riwayat berpergian ke daerah endemis yang memiliki
indikator API yang tinggi seperti provinsi papua, namun dari referensi dikatakan bahwa
penularan infeksi malaria dapat terjadi secara alamiah maupun tidak alamiah, penularan
secara alamiah terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang telah terinfeksi oleh
Plasmodium. Sebagian besar spesies menggigit pada senja dan menjelang malam hari.
Beberapa vektor mempunyai waktu puncak menggigit pada tengah malam dan menjelang
fajar, setelah nyamuk Anopheles betina mengisap darah yang mengandung parasit pada
stadium seksual (gametosit), gamet jantan dan betina bersatu membentuk ookinet di perut
nyamuk yang kemudian menembus di dinding perut nyamuk dan membentuk kista pada
lapisan luar dimana ribuan sporozoit dibentuk. Sporozoit-sporozoit tersebut siap untuk
ditularkan. Pada saat menggigit manusia, parasit malaria yang ada dalam tubuh nyamuk
masuk ke dalam darah manusia sehingga manusia tersebut terinfeksi lalu menjadi sakit.
18
Sedangkan penularan tidak alamiah dapat berupa, 1.) Malaria bawaan (congenital),
terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita malaria. Penularan terjadi
melalui tali pusat atau plasenta. 2.) Secara mekanik, penularan terjadi melalui transfusi
darah melalui jarum suntik tidak steril. 3.) Secara oral (melalui mulut). Cara penularan
ini pernah dibuktikan pada burung, ayam (P. gallinasium), burung dara (P.relectum) dan
monyet (P.knowlesi). Pada umumnya sumber infeksi bagi malaria pada manusia adalah
manusia lain yang sakit malaria, baik dengan gejala maupun tanpa gejala klinis.20 Pada
pasien ini meskipun tidak ada riwayat berpergian ke daerah endemis namun memiliki
risiko terinfeksi malaria, yaitu adanya kontak dengan orang yang memilik riwayat
terinfeksi malaria yaitu teman kost pasien/tetangga pasien yang termasuk penularan
secara alamiah yaitu penularan yang terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles betina
yang telah terinfeksi oleh Plasmodium, dan adanya faktor epidemiologi yaitu
penggunakan obat anti nyamuk, dan adanya perindukan nyamuk disekitar tempat tinggal
pasien.20
Pada pasien ini, kebiasaan keluar rumah yaitu sering keluar duduk-duduk pada
malam hari di depan kamar kost disebabkan kondisi dalam kamar sangat panas. Pada
umumnya nyamuk Anopheles lebih senang menggigit pada malam hari. Aktifitas
yaitu pukul 18.30 – 22.00. Perilaku nyamuk anopheles lainnya yang merupakan faktor
risiko bagi masyarakat yang mempunyai kebiasaan berada diluar rumah pada malam hari
yaitu adanya golongan eksofilik yaitu golongan nyamuk yang senang tinggal diluar
rumah dan golongan eksofagik yaitu golongan nyamuk yang suka menggigit diluar
rumah.20
19
Pada pasien ini saat dilakukan wawancara secara langsung, yaitu tidak pernah
menggunakan kelambu saat tidur malam hari. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nasir
kelambu yang berinsektisida, maka semakin rendah risiko kejadian malaria dan begitupun
sebaliknya. Pemakaian obat anti nyamuk pada pasien kadang-kadang. Jenis obat anti
nyamuk yaitu semprot (aerosol). Analisis pemakaian obat nyamuk semprot (Aerosol)
dapat membunuh nyamuk pernah dilakukan oleh Damar T.B dkk, (1996) di laboratorium
uji insektisida rumah tangga, Stasiun Penelitian Vektor Penyakit Salatiga dimana
didapatkan bahwa rata-rata kematian nyamuk menggunakan Peet Grady Amber (Ruangan
yang terbuat dari kaca ukuran 180 x 180 x 180 cm yang disemprotkan dengan aerosol)
adalah 100%. Dimana faktor kebiasaan diluar rumah, penggunaan kelambu, penggunaan
obat anti nyamuk merupakan faktor perilaku. Pada hakikatnya faktor perilaku adalah
tindakan atau aktifitas dari manusia itu sendiri yang menghasilkan ketidakseimbangan
antara agent, host, dan lingkungan. Kejadian malaria disebabkan oleh salah satu faktor
Pada pasien ini di sekitar rumah terdapat rawa/genangan air berjarak ± 10 meter.
Hal ini berhungungan dengan lingkungan biologi. Tumbuhan bakau, lumut, dan berbagai
tumbuhan lain dapat mempengaruhi kehidupan larva karena tumbuhan tersebut dapat
menghalangi sinar matahari atau melindungi dari serangan mahluk hidup lainnya. Ada
berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah (Punchax Spp), gambusia,
nila, mujair dan lain-lain akan mempengaruhi populasi nyamuk disuatu wilayah.20
20
Pengobatan infeksi malaria P.falciparum + P.vivaks/P.ovale dapat diberikan
< 5kg 5-6kg >6-10kg 11-17kg 18-30kg 31-40kg 41-59kg 60-80kg ≥80kg
Artesunate ¼ ½ 1 1½ 2 3 4 4
1-3
Amodiakuin ¼ ½ 1 1½ 2 3 4 4
1-14 Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1 1 1
1. Artesunat parenteral tersedia dalam vial yang berisi 60 mg serbuk kering asam
artesunik dan pelarut dalam ampul yang berisi natrium bikarbonat 5%. Keduanya
diberikan dengan dosis 2,4 mg/kgbb intravena sebanyak 3 kali jam ke 0, 12, 24.
Selanjutnya diberikan 2,4 mg/kgbb intravena setiap 24 jam sehari sampai penderita
mampu minum obat. Bila penderita sudah dapat minum obat, maka pengobatan
dilanjutkan dengan regimen DHP atau ACT lainnya (3 hari) + primakuin (sesuai
21
2. Kina drip bukan merupakan obat pilihan utama untuk malaria berat. Obat ini
ini dikemas dalam bentuk ampul kina dihidroklorida 25%. Satu ampul berisi 500
dalam 500 ml (hati-hati overload cairan) dextrose 5% atau NaCl 0,9% diberikan
selama 4 jam pertama. 4 jam kedua hanya diberikan cairan dextrose 5% atau NaCl
0,9%. 4 jam berikutnya berikan kina dengan dosis rumatan 10 mg/kgbb dalam
selanjutnya, hanya diberikan cairan Dextrose 5% atau NaCl 0,9%. Setelah itu
diberikan lagi dosis rumatan seperti di atas sampai penderita dapat minum kina per-
oral. Bila sudah dapat minum obat pemberian kina iv diganti dengan kina tablet
per-oral dengan dosis 10 mg/kgbb/kali diberikan tiap 8 jam. Kina oral diberikan
bersama doksisiklin atau tetrasiklin pada orang dewasa atau klindamisin pada ibu
hamil. Dosis total kina selama 7 hari dihitung sejak pemberian kina perinfus yang
pertama.9
Pada kasus ini, kami memberikan artesunate injeksi intravena 2,4 mg/KgBB pada
jam 0,12,24 jam, dilanjutkan dengan pemberian DHP 3 tablet/24 jam oral selama 3 hari,
primaquin 15 mg/24 jam oral (selama 14 hari). Terapi ini sesuai dengan penatalaksanaan
malaria berat. Pemantauan pengobatan dengan hitung parasit minimal tiap 24 jam, target
hitung parasit pada H1 50% H0 dan H3 < 25% H0.21 Pemeriksaan diulang sampai tidak
Pada hari ke-7 perawatan pasien kami kontrol pemeriksaan Darah Rutin dengan
hasil Hb 9,0 g/dl, hematokrit 26,6%, leukosit 7810/ul, trombosit 273.000 dan DDR
Mikroskopi Malaria dengan hasil yang negatif. Pasien telah dilakukan transfusi darah
22
dengan PRC sebanyak total 4 kantong. Pada hari ke-9 perawatan, kondisi pasien stabil
dan diperbolehkan rawat jalan. Pengobatan Primakuan oral dilanjutkan selama 14 hari,
inbumin cap/12 jam oral, dan tablet Sulfas Ferrosus (SF) 2x1.
Malaria harus terkonfirmasi mikroskop atau Rapid Diagnostic Test (RDT) : Pengobatan
repellent, dan lain-lain. Cara mencegah malaria yaitu dengan menghindari gigitan
nyamuk malaria diantaranya dengan tidur di dalam kelambu, mengolesi badan dengan
dengan menebarkan ikan pemakan jentik; membunuh jentik nyamuk dengan menyempot
obat anti larva (jentik) pada genangan air dan melestarikan hutan bakau di rawa-rawa
sepanjang pantai.22
4.RINGKASAN
Telah dilaporkan satu kasus malaria berat campuran, seorang wanita 26 tahun
yang didiagnosis melalui pemeriksaan darah tepi dengan hasil P.falciparum dan P.vivax
positif, dengan komplikasi malaria berat yaitu anemia, dalam perawatannya mengalami
perbaikan klinis dengan mendapat terapi suportif dan simptomatik serta pemberian
artesunate injeksi intravena dengan dosis 2.4 mg/KgBB sebanyak 3 kali (jam 0,12,24)
dilanjutkan dengan dosis yang sama setiap 24 jam selama 3 hari dilanjutkan dengan DHP
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Harijanto PN. Malaria. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati
S, editors. Ilmu Penyakit Dalam. Ed. ke-6. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
2. Zulkarnain I, Setiawan B, Harijanto PN. Malaria Berat. In: Sudoyo AW, Setiyohadi
B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Ilmu Penyakit Dalam. 6th ed. Jakarta:
3. MENKES RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2013
4. World Health Organization. Severe malaria. Trop Med Int Health 2014; 19 (Suppl
1):7–131.
Am.J.Trop.Med.Hyg 2006:74(3):353-60.
Malaria di Kota Bengkulu. Unnes Journal of Public Health 6 (2). Universitas Negeri
Semarang: 2017.
7. Syahputra A, Siregar ML, Jamil KF. A Succesful therapy for severe malaria
report. IOP Conf. Ser: Earth Environ. Sci. 2018; 125: 1-6.
8. Suwandi JF, Giovani MP, Martua RD. Komplikasi Malaria Berat pada infeksi
24
9. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Wilayah Indonesia Dominan Bebas
10. Roswati E. Laporan Kasus: Malaria Berat. CDK-195. 2012; 7(39): 518-521.
11. Depkes RI. Buku Saku Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Jakarta: Ditjen
13. Kakkilaya BS. Pathology of Malaria, in Malaria Site all about Malaria.2007 : 5.
15. Kochar DK, Saxena V. Plasmodium Vivax Malaria. Emerging Infections Diseases
2005;11:132-134.
16. Kementrian Kesehatan RI. Buku Saku Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia.
2018.
treatment of coma and acute kidney injury complicating falciparum malaria. Current
25
Erythrocyte Ankyrin R is Required For Its Attachment To the Erythrocyte Membrane.
20. Arsin A.A. Malaria di Indonesia Tinjauan Aspek Epidemiologi. Masagena Press.
Makassar: 2012 : 6.
21. Laihad J.F. Epidemiologi Malaria di Indonesia. Vol.1 Triwulan I. 2011. Jakarta : 2.
22. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Bersama Kita Berantas Malaria : 2010 :
1-3.
23. Alwi I. Malaria. Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam Panduan Praktis
26