Lukman
LIPI Press
© 2013 Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
Pusat Penelitian Limnologi
Danau Toba: Karakteristik Limnologis dan Mitigasi Ancaman Lingkungan dari Pengembangan
Karamba Jaring Apung /Lukman.―Jakarta: LIPI Press, 2013.
xvi + 106 hlm.; 14,8 x 21 cm
ISBN 978-979-799-745-8
1. Danau 2. Indonesia
599.35
Diterbitkan oleh:
LIPI Press, anggota Ikapi
Jln. Gondangdia Lama 39, Menteng, Jakarta 10350
Telp. (021) 314 0228, 314 6942. Faks. (021) 314 4591
E-mail: bmrlipi@centrin.net.id
lipipress@centrin.net.id
press@mail.lipi.go.id
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN .............................................................................................................1
v|
PEMINTAKATAN WILAYAH PERAIRAN DANAU TOBA UNTUK
PENGEMBANGAN KARAMBA JARING APUNG .................................................57
Penetapan Daya Dukung ......................................................................................59
Kriteria Pertimbangan Penetapan Zonasi Karamba Jaring Apung .............62
Wilayah Litoral Danau .....................................................................................62
Kondisi Hidromorfometri dan Pola Aliran Massa Air ................................62
Panjang Garis Pantai ........................................................................................63
Pertimbangan Luas Lahan Pertanian .............................................................63
Wilayah Air Minum .........................................................................................64
Wilayah/Kawasan Wisata, Bisnis, Pelabuhan dan Penduduk Lokal ..........65
Wilayah Suaka ...................................................................................................66
Fasilitas Penting ................................................................................................70
PENUTUP .......................................................................................................................87
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................91
LAMPIRAN ....................................................................................................................97
DAFTAR ISTILAH ..................................................................................................... 101
BIODATA PENULIS ................................................................................................... 105
vii |
Gambar 18. Status trofik wilayah tepian Danau Toba berdasarkan
kecerahan dan klorofil a ........................................................................28
Gambar 19. Pola distribusi kelimpahan vertikal kelimpahan
fitoplankton di Danau Toba ...................................................................30
Gambar 20. Ikan Neolissochilus thienemanni ............................................................31
Gambar 21. Aktivitas penyeberangan ke Pulau Samosir dengan feri di Ajibata
(kiri) dan kapal penumpang di Tiga Raja (kanan) .............................35
Gambar 22. Peta sebaran kawasan wisata dan potensi wisata di Danau Toba .....37
Gambar 23. Bagan jaring angkat alat tangkap ikan bilih di Danau Toba..............38
Gambar 24. Peta sebaran KJA di Danau Toba ..........................................................39
Gambar 25. Titik pengambilan (intake) air baku PDAM di Kota Balige ..............40
Gambar 26. Peta sebaran intake pemanfaatan air Danau Toba sebagai
sumber air oleh PDAM ..........................................................................41
Gambar 27. Marak (blooming) fitoplankton yang sering terjadi di
Danau Maninjau sebagai dampak penyuburan perairan...................44
Gambar 28. Fluktuasi harian oksigen terlarut di Teluk Bongas, Waduk
Saguling Mewakili muka air tinggi (Juni 1995) dan Mewakili
muka air rendah (Desember 1995) .......................................................48
Gambar 29. Distribusi vertikal kadar oksigen terlarut di Danau Toba
bagian utara .............................................................................................49
Gambar 30. Kerangka analitik potensi pengembangan budi daya ikan sistem
KJA ............................................................................................................59
Gambar 31. Habitat burung air di Simanindo, Samosir .........................................67
Gambar 32. Peta lokasi suaka perikanan di Danau Toba ........................................69
Gambar 33. Realisasi penebaran (restoking) ikan pada 2008 di Danau Toba .......69
Gambar 34. Suaka perikanan Panahatan yang dimanfaatkan untuk
pengembangan KJA ...............................................................................70
Gambar 35. Peta Pelabuhan dan Pelayanan Feri di Danau Toba ...........................71
Gambar 36. Fasilitas penting yang perlu dilindungi dari aktivitas KJA. PLTA
Renun dan pelabuhan penyeberangan ................................................72
DAFTAR TABEL
ix |
Tabel 20. Faktor koreksi penetapan prosentasi (%) jumlah KJA di setiap
wilayah kabupaten di kawasan Danau Toba..............................................73
Tabel 21. Perhitungan alokasi jumlah KJA (unit) untuk setiap kabupaten di
kawasan Danau Toba berdasarkan berbagai kriteria ..............................74
Tabel 22. Perhitungan alokasi jumlah KJA untuk setiap kabupaten di kawasan
Danau Toba berdasarkan berbagai kriteria dengan faktor koreksi
dari luas lahan pertanian ............................................................................75
xi |
Harapan kami, semoga buku ini dapat memperkaya khazanah
ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pengelolaan ekosistem
perairan darat khususnya ekosistem danau di Indonesia. Akhir kata,
kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu proses penerbitan buku ini.
LIPI Press
xiii |
konsep-konsep yang lebih baru, terutama terkait di dalam pengelo-
laan danau yang menjadi fokus kajian penulis. Akhir kata, semoga
buku ini dapat menjadi bahan rujukan, baik bagi masyarakat maupun
pemangku kepentingan di Danau Toba untuk pengelolaannya di masa
yang akan datang.
xv |
Isu utama yang diangkat dalam buku ini terkait dengan kebu-
tuhan utama manusia, yaitu pangan. Dalam hal ini, Danau Toba
menyediakan pangan dalam bentuk protein hewani yang berasal dari
ikan, baik ikan yang hidup bebas di danau maupun ikan yang sengaja
dibudidayakan di dalam karamba jaring apung (KJA). Kelayakan
kualitas air danau sebagai tempat hidup ikan membuat kegiatan budi
daya di perairan Danau Toba meningkat sehingga jumlah KJA yang
diusahakan mencapai ribuan unit. Hal ini yang sering menjadi sumber
konflik kepentingan dalam pemanfaatan ruang Danau Toba.
Dalam buku ini ditawarkan solusi berbasis pendekatan ilmiah agar
pemanfaatan Danau Toba di sektor perikanan dapat tetap berlangsung
dengan meminimalkan dampak negatif dengan mengatur zona-zona
pemanfaatan dan sekaligus memberikan peluang sektor-sektor lain
untuk tetap dapat memanfaatkan Danau Toba. Dengan demikian,
buku ini patut dibaca dan dimanfaatkan sebagai informasi serta solusi
yang diberikan agar Danau Toba dapat tetap didayagunakan untuk
kemaslahatan umat dan ekosistem sepanjang masa.
Sebagai penutup, kami mengucapkan selamat dan penghargaan
yang tinggi kepada Ir. Lukman, M.Si., yang telah menulis buku ini ber-
dasarkan hasil-hasil penelitiannya, semoga buku ini dapat memperkaya
khazanah ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pengelolaan
ekosistem perairan darat khususnya ekosistem danau di Indonesia.
1|
Gambar 1. Kota Parapat, pusat pariwisata di Danau Toba. (Foto: Lukman)
Pendahuluan | 3
menjadi 55.375 unit (Arifin, 2004). Pengembangan KJA di suatu
perairan akan bernilai positif jika memperhatikan aspek keseim-
bangan ekologi, berada dalam batas kapasitas daya dukung, dan
memperhatikan kepentingan-kepentingan masyarakat.
Dalam pemanfaatan perairan Danau Toba, perlu berbagai per-
timbangan yang saksama demi keseimbangan pemanfaatan perairan
yang mengacu pada pembangunan berkelanjutan (sustainable develop-
ment). Kawasan Danau Toba yang berada di tujuh kabupaten (Gambar
3) perlu menerapkan suatu kebijakan pengelolaan satu tangan (One
lake one management), untuk mengakomodasi berbagai kepentingan dan
menjaga keberlangsungan sistem ekologis danau itu sendiri.
Pendahuluan | 5
6 | Danau Toba: Karakteristik Limnologis ...
KONDISI LINGKUNGAN PERAIRAN
DANAU TOBA
7|
Sumber: Lukman et al. 2010
Gambar 4. Peta kemiringan lereng DTA Toba.
KONDISI HIDROLOGI
Kondisi hidrologi Danau Toba ditandai dengan air masuk yang
berasal dari hujan dan langsung jatuh di perairan danau; serta air
dari sungai-sungai yang mengalir ke danau. Di sekeliling danau
terdapat 19 Sub DTA utama dari 19 sungai yang mengalir ke dalam
danau (Gambar 6).
Pola aliran air di Danau Toba didominasi oleh inlet berupa sungai-
sungai kecil berjumlah 289 buah. Namun, hanya 71 sungai yang per-
manen dan sisanya bersifat musiman (intermitten). Dari Pulau Samosir
mengalir 122 buah sungai, sedangkan dari daratan Sumatera 177
buah (Soedarsono, 1989). Sementara itu, menurut Meigh et al. (1990),
Tabel 5. Perhitungan luasan dan volume cekungan utara dan selatan Danau Toba
Wilayah Proporsi Luas Volume ** Proporsi
Luas (km2)*
Cekungan (%) (x 109 m3) Volume (%)
Utara 586,16 52,15 155,67 60,8
Selatan 537,84 47,85 100,52 39,2
Total 1.124, 00 100 256,19 100
Sumber: Lukman & Ridwansyah (2010)
Keterangan: *) Pengukuran berdasarkan Citra Landsat, **) Pengukuran berdasarkan data ba-
timetri
WILAYAH LITORAL
Berdasarkan tingkat kecerahan perairan Danau Toba yang berkisar
antara 7,5–14,9 m dan rumusan Koenings & Edmunson (1991)
bahwa rasio kedalaman wilayah eufotik (EZD; Euphotic Zone Depth)
dengan kedalaman keping Sechi (SD; Sechi Depth) pada perairan
jernih mencapai 2,4 maka EZD perairan Danau Toba antara 18–36
m atau rata-rata 27 m. Tingkat kecerahan tersebut akan menentukan
EZD di daerah tepian danau yang dikenal sebagai wilayah litoral,
dengan penetrasi cahaya hingga sampai ke dasar (Odum, 1971).
Wetzel (1983) mengemukakan bahwa di wilayah litoral dapat di-
temukan tumbuhan tipe tenggelam (submerged). Meskipun demikian,
jenis-jenis Angiosperma vaskuler hanya terdapat di kedalaman sam-
pai 10 m (tekanan hidrostatik 1 atm) di wilayah litoral yang lebih
dangkal (infralitoral), dan tumbuhan nonvascular (seperti makroalga)
terdapat di wilayah yang lebih dalam dari fotik (littoriprofundal).
Jika dibandingkan dengan kedalaman maksimumnya (508 m),
proporsi kedalaman eufotik Danau Toba sangat rendah, sedangkan
luasan wilayah litoral, tepian dengan kedalaman hingga 30 m diper-
kirakan mencapai 10,64 km2 atau 0,95% dari seluruh luasan (1.124
km2) perairan Danau Toba (Lukman & Ridwansyah, 2010). Luas
wilayah litoral Danau Toba yang relatif sempit terkait dengan kondisi
batimetri yang cenderung curam. Wilayah litoral yang cukup lebar
tampak tersebar di tepian landai, seperti di utara Pulau Samosir dan
di sisi tenggara danau (Gambar 9).
Tingginya kecerahan, selain menunjukkan kondisi oligotrofik dan
kelimpahan fitoplankton yang rendah, juga terkait dengan kondisi
morfometri Danau Toba yang cukup dalam dapat mengurangi terjadinya
difusi serta suspensi kembali material yang sudah mengendap.
Pada umumnya, kedalaman eufotik adalah wilayah produktif
yang menunjang pertumbuhan fitoplankton di perairan terbuka dan
KOMUNITAS BIOTA
Plankton
Komunitas fitoplankton disusun oleh kelas-kelas Chlorophyceae (11
jenis), Chrysophyceae (9 jenis), Cyanophyceae (4 jenis), dan Phyrrophyceae
(1 jenis) (Tabel 7), dengan kelimpahan berkisar antara 20–400 ind/l.
Jumlah jenis rendah dan tidak ada jenis dominan yang menunjukkan
kondisi perairan tidak subur (Sulawesty, 2011).
Kelas Chlorophyceae didominasi oleh desmid, seperti Cosmarium
contractum dan jenis-jenis Staurastrum, sedangkan Chrysophyceae jenis
yang banyak dijumpai adalah Synedra ulna dan Melosira granulate. Pola
distribusi vertikal fitoplankton pada umumnya menunjukkan kelim-
pahan rendah pada permukaan dan maksimum pada kedalaman 20
m (Gambar 19).
Profil vertikal kelimpahan fitoplankton tersebut merupakan pola
yang umum di perairan. Hal ini berhubungan dengan intensitas
cahaya yang berlebih di permukaan yang menghambat proses foto-
síntesis (photoinhibition) (Wetzel, 1983).
28 | Danau Toba: Karakteristik Limnologis ...
Tabel 7. Komposisi fitoplankton di Danau Toba, April 2009
Klas CHLOROPHYCEAE
Famili Chlorococcales Zygnematales Ulothrichales
Jenis Coelastrum microporum Cosmarium contractum Ulothrix variabilis
Dictyosphaerium sp. Staurastrum acanthastrum Ulothrix zonata
Pediastrum duplex Staurastrum brachiatum
Scenedesmus quadricauda Staurastrum multispiniceps
Staurastrum prionotum
Klas CYANOPHYCEAE
Famili Chroococcales Nostocales Oscillatoriales
Jenis Gloeocapsa sp.* Anabaena vigueri Oscillatoria bornetii
Microcystis aeruginosa*
Klas CHRYSOPHYCEAE PYRROPHYCEAE
Famili Pennales Centrales Dinocontae
Jenis Cymbella tumida Melosira granulata Peridinium sp.
Navicula radiasa
Navicula falaisiensis
Navicula lacustris
Nitzschia linearis
Pinnularia nobila
Synedra acus
Synedra ulna
Keterangan: *koloni
Sumber: Sulawesty (2011)
Ikan
Berdasarkan berbagai publikasi, komunitas ikan Danau Toba yang
terdata mencapai 18 jenis (Soerjani et al. 1979), sedangkan yang
ditemukan Kartamihardja (1987) sebanyak 13 jenis dan beberapa
ikan introduksi baru (Tabel 8). Jenis-jenis introduksi seperti ikan
mujair dan ikan mas dimasukkan ke Danau Toba, masing-masing
pada 1940 dan 1937 (Sarnita, 1999).
Saat ini, ikan yang cukup melimpah adalah ikan bilih, yang
merupakan ikan introduksi dan berasal dari Danau Singkarak. Ikan ini
ditebarkan pertama kali pada 2003 oleh Kementerian Kelautan dan
Perikanan (Kartamihardja & Sarnita, 2008). Introduksi ini dilakukan
sebagai upaya pemulihan populasi ikan karena terjadi krisis populasi
Kondisi Lingkungan ... | 29
Sumber: Sulawesty (2011).
Gambar 19. Pola distribusi kelimpahan vertikal kelimpahan fito-
plankton di Danau Toba
Hewan Bentik
Komunitas hewan bentik di Danau Toba, terutama dari jenis-jenis
moluska air tawar, yang terdata keberadaannya ada sembilan jenis
(Tabel 9). Di antara jenis moluska, terdapat jenis endemik Danau
Toba, yaitu remis Corbiculla tobae Von Matens, 1900 (Djajasasmita,
1977).
Tumbuhan Air
Berdasarkan pengamatan Kartamihardja (1987), tumbuhan air yang
ditemukan di perairan Danau Toba sebanyak 14 jenis, terdiri dari
jenis-jenis tenggelam berakar di dasar, mencuat berakar di dasar,
dan tipe mengapung (Tabel 10).
35 |
Di seputar tepian Danau Toba tercatat ada 147 desa/dusun,
dengan kepadatan penduduk mencapai 25.087 kepala keluarga
(KK) (Sitompul et al. 2007). Berbagai aktivitas penduduk berpotensi
mengancam kelestarian ekosistem danau, baik dari limbah domestik
maupun aktivitas yang tidak memperhatikan lingkungan.
Kegiatan masyarakat di DTA Danau Toba sebagian besar adalah
pertanian yang memanfaatkan lereng-lereng bukit. Komoditas yang
dibudidayakan adalah tanaman tahunan seperti kemiri, kopi, kelapa,
mangga, serta tanaman palawija seperti bawang, jagung, dan cabe.
Kegiatan lain adalah pemanfaatan dataran yang berada di lembah-
lembah sungai dengan komoditas padi di lahan pesawahan.
Saat ini, wilayah Danau Toba merupakan pusat pariwisata di
Sumatera Utara. Daya tarik utamanya adalah panorama hamparan
air yang biru, yang menjadikan danau ini sebagai objek wisata danau
terbesar di Indonesia. Data kunjungan wisata antara 1990–1995
sekitar 500 ribu orang per tahun, dan 20 persen di antaranya adalah
wisatawan mancanegara (Dinas Pariwisata DT II Simalungun, 1996,
tidak diterbitkan). Sekarang ini, kunjungan wisata, khususnya dari
mancanegara, disinyalir mengalami penurunan.
Terkait dengan pengembangan kepariwisataan, dari 147 dusun/
desa yang tersebar di seputar Danau Toba, 15 di antaranya merupakan
kawasan wisata dan bisnis yang juga menunjang pariwisata seperti
Parapat, Balige, dan Panguruan; 12 lokasi memiliki potensi wisata
yang belum dikembangkan; dan lainnya adalah desa/dusun tidak
terkait dengan kepariwisataan (Tabel 11). Secara keseluruhan, ada 27
lokasi yang perlu diberikan perhatian dalam pemanfaatan kawasannya,
terutama wilayah perairan, untuk menjaga agar kondisinya tetap alami.
Dengan demikian, kegiatan pariwisata dan pengembangannya dapat
terus didukung (Gambar 22).
Pemanfaatan perairan Danau Toba yang juga sudah berjalan
adalah usaha perikanan tangkap, telah tercatat sejak 1950-an (Soerjani
et al. 1979). Tingkat tangkapan ikan dominan sebelum introduksi ikan
bilih adalah mujaer (69,1%), diikuti oleh ikan nila (22,4%), nilem
Gambar 23. Bagan jaring angkat alat tangkap ikan bilih di Danau Toba
Tabel 13. Data produksi ikan dari KJA di perairan Danau Toba, 2010
No. Kabupaten Nila (ton) Mas (ton) Total (ton)
1 Samosir 24.110,3 309,7 24.420,0
2 Toba Samosir 9.894,7 477,5 10.372,2
3 Simalungun 9.017,5 789,2 9.806,7
4 Karo 1.176,5 392,2 1.568,6
5 Humbang Hasundutan 1.092,8 52,5 1.145,3
6 Dairi 62,6* 2,1** 84,7
7 Tapanuli Utara 59,5 16,3 75,8
Total 45.437,0 2.040,9 47.477,9
Sumber: Anonim (2011); *) termasuk produksi ikan mujair; **) termasuk produksi ikan lele
Gambar 25. Titik pengambilan (intake) air baku PDAM di Kota Balige. (Foto: Lukman)
43 |
utama melimpahnya fitoplankton adalah terhadap jenis-jenis Cyano-
phyceae, seperti Mycrocystis. Cyanophyceae umumnya berlendir sehingga
cenderung mengapung dan menutup permukaan perairan, dan pada
saat terjadi kematian menciptakan kondisi anoksik. Di sisi lain,
Cyanophyceae pada umumnya tidak disukai oleh ikan sebagai sumber
pakannya. Kasus yang menonjol proses eutrofikasi yang diduga ter-
kait dengan pengembangan KJA adalah di Danau Maninjau. Kasus
ini mengakibatkan terjadinya marak jenis Mycrocystis (Gambar 27)
(Sulastri, 2002). Marak fitoplankton di perairan Danau Toba akan
sangat rawan, karena akan mengganggu kepentingan pariwisata.
51 |
LEBIH JAUH MENGENAL LTEMP
Dokumen LTEMP merupakan pedoman dan proposal sebagai
panduan upaya pengelolaan EKDT bagi para pemangku amanah,
karena disadari bahwa upaya tersebut tidak dapat dilakukan sendiri-
sendiri. Secara formal, dokumen LTEMP disebut dengan Pedo-
man Pengelolaan Ekosistem Kawasan Danau Toba (PPEKDT).
Keberadaannya sebagai prime capital untuk meningkatkan kualitas
kehidupan masyarakat berbasis daya dukung ekosistem.
Dokumen LTEMP memuat visi, tujuan, dan sasaran pengelolaan
EKDT yang disepakati bersama para pemangku amanah. Dokumen
LTEMP juga memuat identifikasi permasalahan, pilihan pemulihan,
dan langkah pengaturan implementasinya yang simultan dan terinte-
grasi. Maksud dan tujuan keberadaan LTEMP adalah memulihkan
dan memelihara integritas fisik, biologis, dan kimia. EKDT juga
menjadi pedoman dalam meletakkan landasan pendekatan pengelo-
laan ekosistem Danau Toba saat ini dan masa depan.
Menurut LTEMP, Ekosistem Kawasan Danau Toba didefinisi-
kan sebagai wilayah yang dikategorikan sebagai Daerah Tangkapan
Air (DTA) Danau Toba dan wilayah yang dikategorikan sebagai
Daerah Aliran Sungai (DAS) Asahan. Luas DTA Danau Toba lebih
kurang 369.854 Ha, terdiri dari 190.314 Ha daratan di Pulau Sumatera
(keliling luar danau), 69.280 Ha daratan Pulau Samosir, dan 110.260
Ha perairan Danau Toba.
Berdasarkan wilayah administrasi, kawasan ini berada di tujuh
kabupaten, yaitu Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Samosir,
Toba Samosir, Simalungun, Karo, dan Dairi. Secara geografis terletak
di koordinat 2°10’ LU–3°0’ LU dan 98°20’ BT–99°50’ BT.
LTEMP dikembangkan dengan prinsip-prinsip:
1. Upaya dan Konsensus Bersama. Implementasi LTEMP adalah
upaya bersama mencapai konsensus atas visi, tujuan, sasaran
prioritas, dan tata laksana pengelolaan EKDT.
Pasal 5
1. Dengan memperhatikan hajat hidup orang banyak, baku mutu
air Danau Toba ditetapkan kelas satu.
Pasal 11 ayat 2
1. Setiap program dan atau kegiatan yang diperkirakan berdampak
terhadap parairan Danau Toba wajib berkoordinasi dengan
Bapedalda Provinsi Sumatera Utara dan Badan Koordinasi
Pengelolaan Ekosistem Kawasan Danau Toba (BKPEKDT).
57 |
Perairan danau, sebagaimana perairan umum lainnya, memiliki
karakteristik yang menyangkut sifat milik bersama (common property),
kepentingan multisektoral, serta adanya beragam wilayah administrasi.
Karakteristik lain adalah faktor sensitivitas terhadap beban masukan
hara dan mineral sebagai dampak kegiatan manusia, terkait tipe badan
air dan komunitas plasma nutfah yang sangat bervariasi.
Danau hanya dapat memberikan keuntungan sosial yang opti-
mal jika kebijakan pengelolaannya terintegrasi dengan pemanfaatan
sumber daya yang seimbang pada setiap potensi yang dapat danau
berikan. Selain kontribusinya terhadap lingkungan, danau memiliki
nilai-nilai terkait aspek estetika, pendidikan, peluang ekonomi,
keamanan emosional, budaya, kebebasan individu, dan spiritual.
Dengan demikian, untuk memperluas konseptualisasi nilai-nilai danau
dan implementasi perencanaan pengelolaan yang terintegrasi, penting
sekali melibatkan aspek dan kepentingan penduduk di dalamnya.
Berdasarkan tinjauan analitik, kesinambungan dan optimalisasi
budi daya ikan KJA tergantung pada daya dukung perairan, dengan
memperhatikan dampak penambahan hara dan bahan organik
dari proses budi daya yang tidak menimbulkan proses eutrofikasi
serta penurunan kualitas air yang dapat mengganggu aktivitas lain.
Sementara itu, pengembangan KJA di perairan multifungsi dibatasi
oleh pemanfaatan lain. Daya dukung perairan akan sangat ditentukan
oleh karakteristik fisik perairan yang sangat spesifik untuk setiap
danau (Gambar 30).
Dengan demikian, selain memperhatikan aspek daya dukung,
penetapan mintakat (zonasi) KJA di Danau Toba perlu mem-
pertimbangkan beberapa hal yang dapat menjadi kriteria:
1. Faktor hidromorfometri dan pola aliran massa air di perairan
Danau Toba;
2. Berlokasi di luar wilayah litoral danau;
3. Pertimbangan panjang garis pantai setiap kabupaten;
4. Luas lahan pertanian setiap kabupaten;
5. Mempertimbangkan jumlah penduduk lokal;
6. Berlokasi di luar wilayah in take air minum utama;
8. Beban TP yang dapat diterima 288,6 μg/ 865,9 μg/ 1.154,6 μg/
dari aktivitas budi daya (Lfish) m3/th m3/th m3/th
0,289 mg/ 0,866 mg/ 0.856 mg/
m3/th m3/th m3/th
9. TP yang dapat diterima Danau 324,44 973,32 1.297,76
Toba ([P]a = Lfish x A ) (ton/ (ton/tahun) (ton/tahun)
tahun)
10. Estimasi produksi ikan yang dapat 35.282 101.932,7 141.130,21
dicapai** (ton/ (ton/tahun) (ton/tahun)
tahun)
11. Produksi ikan yang masih dapat -12.195,3 54.454,8 93.652,3
dicapai*** (ton/ (ton/tahun) (ton/tahun)
tahun)
Sumber: Lukman & Hamdani (2011)
Keterangan:
Skenario I : [P]f pada kondisi oligotrofik;
Skenario II : [P]f pada kondisi oligo-mesotrofik
Skenario III : [P]f pada kondisi TP rata-rata pengukuran 2009
*) Data fosfor 1929 (Ruttner, 1930)
**) Nilai [P]a yang dikonversi kepada produksi ikan mengacu pada Tabel 14
***) Berdasarkan tingkat produksi yang sudah dicapai pada 2010 untuk skenario I (Tabel 13)
Tabel 16. Panjang garis pantai perairan danau dari setiap kabupaten di Sepu-
tar Danau Toba
Garis pantai
No. Kabupaten
Panjang (km) Proporsi (%)
1. Samosir 200,3 42,8
2. Toba Samosir 115,8 24,7
3. Simalungun 76,0 16,2
4. Tapanuli Utara 24,2 5,2
5. Humbang Hasundutan 8,4 1,7
6. Karo 13,7 2,9
7. Dairi 29,6 6,3
Jumlah 468,0 100
Tabel 17. Luas dan proporsi lahan pertanian di setiap kabupaten di wilayah
Danau Toba
Persentase jumlah KJA
Lahan Pertanian yang dapat ditanam
Kabupaten dari alokasi tota*l
Luas (ha) % %
Toba Samosir 56.138,41 43,4 56,6
Samosir 48.970,95 37,8 62,2
Simalungun 12.698,60 9,8 90,2
Humbang Hasundutan 7.907,73 6,1 93,9
Dairi 2.062,15 1,6 98,4
Karo 1.670,50 1,3 98,7
Jumlah 129,447, 94 100,0
Keterangan: *) Proporsi total (100%) - Proporsi (%) lahan pertanian
Tabel 18. Proporsi dusun/desa dan jumlah penduduk di Danau Toba yang
tidak memiliki potensi dan aktivitas bisnis, wisata, dan pelabuhan
Jumlah Dusun/ Jumlah Rata-rata
No. Kabupaten
Desa (%) Penduduk (%) (%)
1. Samosir 52,50 59,77 56,14
2. Simalungun 14,17 10,17 12,17
3. Toba Samosir 16,67 9,58 13,12
4. Tapanuli Utara 8,33 8,47 8,40
5. Hbg. Hasundutan 3,33 7,49 5,41
6. Karo 3,33 3,24 3,29
7. Dairi 1,67 1,27 1,47
Sumber: Diolah dari data Sitompul et al (2007).
Wilayah Suaka
Wilayah suaka atau zona lindung, baik untuk ikan (suaka perikanan),
biota endemik, maupun habitat burung air (Gambar 31) harus
diberi ruang dan terbebas dari pengembangan KJA, untuk menjaga
kelestarian keragaman hayati perairan. Pentingnya wilayah suaka di
Danau Toba karena terdapat beberapa jenis biota yang perlu dilin-
dungi, yaitu biota endemis seperti ikan ihan/batak N. thienemanni
dan L. (Tor) soro, serta remis toba (C. tobae). Juga jenis ikan lokal
yang keberadaannya sudah sangat menurun seperti ikan pora-pora
(P. binotatus).
Wilayah lindung harus ditetapkan oleh pemerintah dan didukung
serta dipahami oleh segenap pengguna perairan. Sebagaimana dik-
etahui bahwa beberapa kriteria reservat di antaranya membutuhkan
kondisi lingkungan yang optimal dan membatasinya dari gangguan
manusia.
Berdasarkan informasi dari Krismono & Sarnita (2003), terdapat
19 lokasi suaka perikanan yang tersebar di seluruh kabupaten di
wilayah Danau Toba (Tabel 19; Gambar 32).
Sumber: BBI ikan Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. Sumatera Utara di Simanindo, Kab. Samosir.
Gambar 33. Realisasi penebaran (restoking) ikan pada 2008 di Danau Toba
Fasilitas Penting
Fasilitas penting yang harus dihindari untuk pengembangan KJA
adalah sarana pendukung transportasi, yaitu pelabuhan penye-
berangan feri dan pelabuhan-pelabuhan yang tersebar di seluruh
tepian danau. Terdapat pelabuhan penyeberangan feri menuju Pulau
Samosir, yaitu di Ajibata dan Tiga Ras, serta terdapat 11 pelabuhan
(Gambar 35).
Tabel 20. Faktor koreksi penetapan prosentasi (%) jumlah KJA di setiap wilayah
kabupaten di kawasan Danau Toba
Faktor koreksi untuk prosentasi (%)
penetapan jumlah KJA di setiap wilayah
Wilayah
Kabupaten Desa/
Danau Hidro- Garis Lahan
Dusun &
morfologi Pantai Pertanian
Penduduk***
Ceruk Karo 2,9 98,7 3,29
Utara Dairi 6,3 98,4 1,47
40
Simalungun 16,2 90,2 12,17
Samosir Utara 17,1*)
62,2 56,14
Ceruk Samosir Selatan 25,7**)
Selatan Toba Samosir 24,7 56,6 13,12
60
Hbg. Hasundutan 1,7 93,9 5,41
Tapanuli Utara 5,2 100 8,40
Total 100 100 100
Keterangan: *) 40% dari proporsi panjang garis pantai Kabupaten Samosir (42,8%); **) 60%
dari proporsi panjang garis pantai Kabupaten Samosir (42,8%); ***) Rataan % jumlah desa/
dusun dan % jumlah penduduk
73 |
Dengan mempertimbangkan kondisi hidromorfologi ceruk
Danau Tona, dari seluruh KJA yang dapat dioperasionalkan, proporsi
jumlah KJA di ceruk selatan adalah 60% dan di ceruk utara 40%.
Dengan demikian, jika dapat ditetapkan jumlah KJA untuk seluruh
perairan danau 11.000 unit maka di ceruk utara 4.400 unit dan di
ceruk selatan adalah 6.600 unit.
Dengan memperhatikan rasio panjang garis pantai maka
proporsi tertinggi jumlah KJA untuk setiap kabupaten terdapat di
Kabupaten Samosir (4.712 unit), diikuti Toba Samosir (2.720 unit),
dan (1.785 unit). Sementara itu, dengan mempertimbangkan proporsi
jumlah penduduk dan desa/dusun yang tidak memiliki aktivitas wi-
sata/bisnis, maka jumlah KJA di Kabupaten Samosir adalah 6.175
unit, Simalungun dan Toba Samosir masing-masing adalah 1.339 unit
dan 1.443 unit. Dengan memperhatikan kedua pertimbangan tersebut
maka diperoleh jumlah rata-rata KJA yang dapat dikembangkan
(Tabel 21).
Tabel 21. Perhitungan alokasi jumlah KJA (unit) untuk setiap kabupaten di
kawasan Danau Toba berdasarkan berbagai kriteria
Berdasarkan
Berdasarkan
proporsi jumlah Jumlah
Kabupaten proporsi panjang
desa/dusun dan Rata-rata
garis pantai
penduduk
Karo 322 362 342
Dairi 696 162 429
Simalungun 1.785 1.339 1.562
Samosir Utara (40%) 1.883 2.470 2.177
Samosir Selatan 60%) 2.829 3.705 3.267
Toba Samosir 2.720 1.443 2.082
Humbang 190 595 393
Tapanuli Utara 575 924 750
11.000 11.000 11.000
Tabel 22. Perhitungan alokasi jumlah KJA untuk setiap kabupaten di kawasan
Danau Toba berdasarkan berbagai kriteria dengan faktor koreksi dari luas
lahan pertanian
Jumlah KJA yang dapat ditanam dengan
Kabupaten
memperhatikan luas lahan pertanian (unit)
Karo 338
Dairi 422
Simalungun 1.409
Samosir Utara (40%) 1.354
Samosir Selatan (60%) 2.032
Toba Samosir 1.178
Humbang 369
Tapanuli Utara 750
7.851
KONVENSI INTERNASIONAL
Konvensi/instrumen internasional dapat digunakan secara lang-
sung dan tidak langsung untuk pemanfaatan serta pengelolaan
sumber daya perairan danau dan pelestariannya, seperti Agenda 21,
Konvensi Keragaman Hayati dan Konvensi Ramsar.
Agenda 21
Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Lingkungan dan
Pembangunan (UNCED; United Nation on Environment and Develop-
ment) yang berlangsung pada Juni 1992 di Rio de Janeiro, Brazil,
menetapkan lima dokumen, di antaranya Agenda 21. Pasal 18 dari
Agenda 21 menetapkan bahwa sumber daya air tawar merupakan
komponen penting Hidrosfir Bumi dan tidak dapat diabaikan seba-
gai bagian dari sistem daratan secara keseluruhan. Hal ini mengha-
ruskan untuk melindungi lingkungan perairan darat, di antaranya
77 |
dengan perhatian pada program Perlindungan Sumber Daya Air,
Kualitas Air, dan Ekosistem Perairan. Tiga aktivitas yang dapat
diimplementasikan meliputi:
1. Konservasi dan perlindungan sumber daya air;
2. Perlindungan ekosistem perairan; dan
3. Perlindungan sumber daya hayati perairan darat, yang meliputi:
• Pemantauan dan pengendalian kualitas air yang memung-
kinkan pengembangan perikanan yang berkelanjutan;
• Perlindungan ekosistem dari pencemaran dan kerusakan
dari pembangunan proyek budi daya perikanan.
PERATURAN/PERUNDANGAN NASIONAL
Dalam kebijakan nasional, upaya konservasi danau dapat mengacu
pada beberapa peraturan/perundangan dan beberapa konvensi, di
antaranya menyangkut pengaturan ruang, perlindungan lingkun-
gan, perlindungan sumber daya air, dan perlindungan sumber daya
hayati.
Undang-Undang Pariwisata
Undang-undang ini ditetapkan melalui UU No. 10 Tahun 2009.
Selain mengatur penyelenggaraan kepariwisataan, juga mengatur
pembangunan kepariwisataan yang komprehensif dan berkelanjutan.
Pada UU ini dikemukakan bahwa daya tarik wisata adalah segala
sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa
keanekaragaman kekayaan alam, budaya, serta hasil buatan manusia.
87 |
ruang danau untuk budi daya ikan dalam KJA dengan memperhatikan
kepentingan kabupaten di sekitarnya, dan mengalokasikan sebagian
wilayah danau untuk kepentingan lain.
Arahan ini bukanlah suatu yang baku, namun perlu dikritisi
untuk mendapatkan kebijakan yang optimal, baik untuk kepentingan
Danau Toba maupun danau lain. Suatu hal yang perlu diupayakan
dalam pengembangan KJA di perairan danau adalah meminimalkan
konflik kepentingan, stabilitas ekologis terjaga, dan usaha budi daya
ikan dapat berlanjut.
REKOMENDASI
Beberapa hal perlu ditindaklanjuti dalam tatanan implementasi dari
naskah dan pemikiran yang terangkum dalam buku, yaitu:
1. Perlu penyadaran pemahaman kepada masyarakat bahwa ke-
pentingan perairan Danau Toba tidak hanya untuk kelompok
pembudidaya ikan, tetapi juga berbagai kebutuhan kehidupan
masyarakat lain;
2. Para pemangku kepentingan (stakeholders) seperti dinas-dinas
terkait di Provinsi Sumatera, Kepala Daerah Tingkat II, di
kabupaten seputar Danau Toba, Lembaga Riset, dan Perguruan
Tinggi terkait, perlu berpartisipasi aktif dalam peningkatan
pemahaman perlindungan ekosistem perairan Danau Toba;
3. Penetapan kawasan KJA harus dimusyawarahkan bersama
semua kabupaten di kawasan Danau Toba, dengan menetapkan
secara jelas wilayah-wilayah aktivitas yang membutuhkan kondisi
air dengan kualitas yang tinggi, seperti intake air minum dan
sumber air masyarakat setempat, wilayah suaka, dan wilayah
pariwisata perairan;
4. Melaksanakan pemantauan kualitas air secara rutin dengan
parameter baku mutu yang ditetapkan, di lokasi yang mewakili
aktivitas di perairan Danau Toba;
Penutup | 89
90 | Danau Toba: Karakteristik Limnologis ...
DAFTAR PUSTAKA
91 |
Babler, A., C.T. Solomon & P.R. Schilke. 2008. Depth-specific Pattern of Ben-
thic Secondary Production in An Oligotrophic Lake. J. N. Am. Benthol.
Soc., 27(1): 108–119.
Beveridge. 1984. Cage Aquaculture. Fishing News Books, Ltd. Fornham Survey,
352 p.
Cornett, R.J & F.H. Rigler. 1987. Decomposition of Seston in the Hipolimnion.
Can. J. Fish. Aquat. Sci., 44: 146–151.
Danakusumah, E. & H. Herawan. 2000. Kematian Massal Ikan Budi aya di
Perairan Waduk dan Kemungkinan Penanggulangannya. Prosiding Semiloka
Nasional Pengelolaan dan Pemanfaatan Danau dan Waduk. Universitas Padjad-
jaran. I: 306–314.
Dharma, L. 1988. Percobaan Pemeliharaan Ikan Mas dalam Jaring Terapung
di Ambarita-Danau Toba, Sumatera Utara. Bull. Penel. Perik. Darat, 7(2):
32–40.
Djajasamita, M. 1977. An Annotated list of the Species of the Genus Corbicula
from Indonesia (Mollusca: Corbiculidae). Bull. Zool. Museum. Univ. van
Amsterdam, 6(1): 1–8.
Fakhrudin, M., H. Wibowo, L. Subehi, dan I. Ridwansyah. 2002. Karakterisasi
Hidrologi Danau Maninjau Sumatera Barat. Prosiding Seminar Nasional Lim-
nologi 2002. Pusat Penelitian Limnologi–LIPI, 65–75.
Frisk, T. 1982. An Oxygen Model for Lake Haukivesi. Hydrobiologia 86: 133–139.
Garno, Y. S. dan T. A. Adibroto. 1999. Dampak Penggemukan Ikan di Badan
Air Waduk Multiguna pada Kualitas Air dan Potensi Waduk. Prosiding
Semiloka Nasional Pengelolaan dan Pemanfaatan Danau dan Waduk. IPB-Dep.
PU–Men LH. XVII: 1–10.
Garno, Y. S. 2002. Beban Pencemaran Limbah Perikanan Budi Daya dan Yutro-
fikasi di Perairan Waduk pada DAS Citarum. Jurnal Teknologi Lingkungan,
3(2): 112–120.
Haeruman, H.J. 1999. Kebijakan Pengelolaan Danau dan Waduk Ditinjau dari
Aspek Tata Ruang. Prosiding Semiloka Nasional Pengelolaan dan Pemanfaatan
Danau dan Waduk. PPLH-IPB, Ditjen Bangda Depdagri, Ditjen Pengairan,
Kantor Meneg. Lingkungan Hidup. Hlm. I: 1–9.
Harris, G. P. 1986. Phytoplankton Ecology. Structure, Function and Fluctuation.
Chapman & Hall. London. 384 p.
Hartoto, D. I., A. Sarnita, D. S. Safei, A. Satya, Y. Syawal, Sulastri, M.M. Kamal
& Y. Siddik. 1998. Kriteria Evaluasi Suaka Perikanan Perairan Darat. Puslit
Limnologi-LIPI. 51 hlm.
Hartoto, D.I. 2002. Peran Pengembangan Sistem Reservat dalam Pengelolaan
Berkelanjutan Perikanan Darat. Prosiding Seminar Nasional Limnologi 2002.
Puslit Limnologi-LIPI. Hlm. 273–296.
Daftar Pustaka | 93
Lukman. 2010. Faktor-faktor Pertimbangan dalam Penetapan Tata Ruang Per-
airan Danau. Studi Kasus Danau Toba. Prosiding Seminar Nasional Limnologi
V, tahun 2010. Pusat Penelitian Limnologi-LIPI. Hlm. 354–369.
Lukman. 2011. Ciri Wilayah Eufotik Perairan Danau Toba. Prosiding Seminar
Nasional Hari Lingkungan Hidup 2011. “Pengelolaan Sumber Daya Alam
dan Lingkungan Hidup Berbasis Kearifan Lokal. PPLH–LPPM Unsoed,
Ikatan Ahli Lingkungan Hidup Indonesia. Tema II. Konser vasi Sumber
Daya Alam dan Lingkungan. Hlm. 130–139.
Lukman & I. Ridwansyah. 2009. Telaah Kondisi Fisik Danau Poso dan Prediksi
Ciri Ekosistem Perairannya. Limnotek, Perairan Darat Tropis di Indonesia, 16
(2): 64–73.
Lukman & I. Ridwansyah. 2010. Kajian Morfometri dan Beberapa Paramaeter
Stratifikasi Perairan Danau Toba. Limnotek, Perairan Darat Tropis di Indonesia,
17 (2): 158–170.
Lukman, M. Badjoeri, S.H. Nasution. 2010. Antisipasi Bencana Lingkungan
Perairan Danau Toba Melalui Penetapan Daya Dukung dan Pemintakatan
Wilayah Budi Daya. Laporan Akhir Tahun 2010 Kegiatan Program Kompetitif–
LIPI. Puslit Limnologi-LIPI. 70 hlm.
Lukman. 2011. Pengembangan Karamba Jaring Apung, Pertimbangan Daya
Dukung dan Ancamannya terhadap Lingkungan Perairan Danau. Bagian
dari buku. Dalam: H. Z. Anwar & H. Harjono (Editor). Perspektif terha-
dap Kebencanaan dan Lingkungan di Indonesia: Studi Kasus dan Pengu-
rangan Dampak Risikonya. Sub Kegiatan Kompetitif Kebencanaan dan
Lingkungan-LIPI. Hlm. 173–193.
Lukman. 2011. Hydrology and Morphometry Characteristic Consideration on
Determining Lake Toba Carrying Capacity for Cage Aquaculture. Prosiding
Simposium Nasional Ekohidrologi. “Integrity Ecohydrological Principles for Good
Water Governance” APCE. UNESCO–LIPI. Jakarta 25 September 2011.
p. 185–187.
Lukman & A. Hamdani. 2011. Estimasi Daya Dukung Perairan Danau Toba
Sumatera Utara untuk Pengembangan Budidaya Ikan dengan Karamba
Jaring Apung. Limnotek, Perairan Darat Tropis di Indonesia, 18(2): 59–67.
Mason 1988. Biology of Freshwater Pollution. Longman Sci & Technical.
Singapore. 250 p.
Meigh, J., M. Acreman, K. Sene & J. Purba. 1990. The wáter balance of Lake
Toba. International Conference on Lake Toba, May 1990. Jakarta, Indonesia.
Miranda L.E., Hargreaves J.A., & Raborn S.W. 2001. Predicting and Managing
Risk of Unsuitable Dissolved Oxygen in a Eutrophic Lake. Hydrobiologia,
457: 177–185.
Daftar Pustaka | 95
Stevens C.L., & Lawrence G.A. 1997. Estimation of Wind-forced Internal
Seiche Amplitudes in Lakes and Reservoirs, with Data from British Co-
lumbia, Can. Aquat.Sci. 59: 115–134.
Sudarsono, U. 1989. Toba Lake and Its Problems. Directorate of Environmental
Geology. Bandung Indonesia. P. 16.
Sulastri. 2002. Komposisi, Kelimpahan dan Distribusi Fitoplankton sebagai
Dasar Analisis Kondisi Pencemaran Danau Maninjau, Sumatera Barat.
Prosiding Seminar Nasional Limnologi 2002. Puslit Limnologi–LIPI. Hlm.
255–271.
Sulawesty, F. 2011. Komunitas Fitoplankton di Danau Toba. Limnotek, Perairan
Darat Tropis di Indonesia, 18(2): 40–489.
Suwelo, I. S., S. Supangat & C. Yunita. 1986. Pelestarian Rawa, Danau dan
Sungai Habitat Biota Langka. Limnologi dan Konservasi Lingkungan
Hidup. Dalam: A. Nontji, C. Muluk, & F. Sabar (Editor). Prosiding Ekspose
Limnologi dan Pembangunan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Limnologi-
LIPI. Hlm. 87–95.
Syandri, H. 2000. Karamba Jaring Apung dan Permasalahannya di Danau
Maninjau. Prosiding Semiloka Nasional Pengelolaan dan Pemanfaatan Danau
dan Waduk. Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran.
Hlm. 2: 16–25.
Tjahjo D. W., A. S. Nastiti, K. Purnomo, E. S. Kartamihardja & A. Sarnita.
1998. Potensi Sumberdaya Perikanan di Danau Toba, Sumatera Utara.
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, IV(1): 1–12.
Vollenweider, R.A & J. Kerekes. 1980. The Loading Concept as Basis for
Controlling Eutrophication Phylosophy and Preliminary Result of the
OECD Programme on Eutrophication. Eutrophication of Deep Lakes.
Proceedings of a Seminar held in Gjovic, Norway, June 1978. Pergamon Press,
Oxford, New York. p. 5–38.
Welch P.S. 1952. Limnology. Mc Graw-Hill Book Company, Inc. 538 pp.
Welsh B.L. & C.F. Eller. 1991. Mechanisms Controlling Summertime Oxygen
Depletion in Western Long Island Sound. Estuaries, 14(3): 265–278.
Wetzel, R.G. 2001. Limnology: Lake and River Ecosystem. 3rd Edition. Acad.
Press, San Diego.
Wetzel, R.G. 1983. Limnology. W. B. Saunders College Publ., Philadelphia.
743 pp.
Perhitungan daya dukung Perairan Danau Toba untuk produksi ikan di dalam
karamba jaring apung mengikuti rumusan Beveridge (1984)
Rumus untuk menentukan beban Total Phosphor (TP) yang dapat diterima
danau dari aktivitas budi daya ikan (Lfish), yaitu:
Lfish = ∆P zρ/(1-Rfish) (1)
∆P = Kapasitas perairan yang masih tersedia untuk menerima TP dari
aktivitas Budi daya ikan intensif (μg/l)
z = Kedalaman rata-rata danau (m)
ρ = Laju penggelontoran (flushing rate) danau/tahun
∆P = [P]f – [P]i;
[P]f = TP rata-rata yang dapat diterima perairan (μg/l)
[P]i = TP awal (μg/l)
Kedalaman rata-rata danau (z) diperoleh dari membagi volume danau (v)
dengan luas danau (L) (Sumber: Lukman & Ridwansyah, 2010);
v = 256.200.000.000 m3
L = 1.124.000.000 m2
z = 227,9 m
Laju penggelontoran (ρ) adalah pembagian 1 dengan debit air (Q) yang
keluar per tahun.
Debit air yang keluar dari danau per tahun berdasarkan debit per detik
(m3/detik) yang mencapai rata-rata 100 m3/detik. (Kisaran debit di Sungai
Asahan (outlet Danau Toba) di Siruar: Periode 1920–1932 rata-rata 110,4 m3/
detik; Periode 1957–1975 rata-rata 104,4 m3/detik; Periode 1976–1988 rata-rata
90 m3/detik; Sumber: Sastromijoyo, 1990).
Q = 100 m3/detik x 60 dt x 60 menit x 24 jam x 365 hari
3.153.600.000 m3/tahun
97 |
ρ = 1/3.153.600.000
0.0123091334894614
Rata-rata TP yang dapat diterima perairan danau ([P]f) mengacu pada
tingkat kesuburan yang masih memungkinkan, yang ditetapkan dengan berbagai
skenario sesuai yang akan dikehendaki.
Skenario I: TP rata-rata yang dapat diterima [P]f pada kondisi oligotrofik
maksimum (< 10μg/l ≈ 10μg/l) (Peraturan Pemerintah No.28 tahun 2009);
Skenario II: TP rata-rata yang dapat diterima [P]f pada kondisi oligo-
mesotrofik (20 μg/l);
Skenario III: TP rata-rata yang dapat diterima [P]f pada rata-rata peng-
ukuran tahun 2009 (< 24,8 μg/l ≈ 25,0 μg/l) (Nomosatryo & Lukman, 2011).
Penetapan nilai [P]f untuk kepentingan rekreasi/olah raga air (0,005 mg/l
≈ 5,0 μg/l ) dan kebutuhan air minum (0,002 mg/l ≈ 2,0 μg/l) (Beveridge, 1984)
sangat sulit dicapai di perairan Danau Toba.
Penetapan nilai TP pada kondisi awal Danau Toba [P]i mengacu pada
data fosfor 1929, yaitu 5 μg/l (Ruttner, 1930), mengingat data-data TP lain
umumnya sudah cukup tinggi (Lihat: Soerjani et al, 1979, ILEC & UNEF,1989,
& Poernomo et al,2005).
Dengan demikian, kapasitas TP Danau Toba yang masih tersedia untuk
budi daya ikan intensif (∆P) untuk masing-masing skenario adalah:
Skenario I = 10 μg/l - 5 μg/l
5 μg/l
Skenario II = 20 μg/l - 5 μg/l
15 μg/l
Skenario III = 25 μg/l - 5 μg/l
20 μg/l
Kadar TP dari aktivitas budi daya ikan (Rfish) dihitung meng gunakan
rumusan:
Rfish = x + [(1-x)R]; (2)
x = Proporsi TP tertahan di sedimen (0,45-0,55 ≈ 0,5; Beveridge, 1984)
R = Proporsi TP terlarut hilang ke sedimen
Lampiran | 99
100 | Danau Toba: Karakteristik Limnologis ...
DAFTAR ISTILAH
101 |
Eutrofik : Kriteria tingkat kesuburan perairan (danau) tinggi, dicirikan
oleh kadar ketersediaan hara (nitrogen dan fosfor) yang tinggi.
Hambatan Cahaya: Penghambatan proses fotosintesis dari fitoplankton pada
permukaan perairan sebagai akibat berlebihnya ketersediaan
sinar ultraviolet; Photoinhibition.
Hipolimnion : Strata perairan bagian bawah yang lebih rapat, lebih dingin,
dan relatif tenang, terletak di bawah epilimnion.
Hipereutrofik: Kriteria tingkat kesuburan perairan (danau) sangat tinggi,
dicirikan oleh kadar ketersediaan hara (nitrogen dan fosfor)
sangat tinggi.
Oligotrofik : Kriteria tingkat kesuburan perairan (danau) yang rendah, diciri-
kan oleh kadar ketersediaan hara (nitrogen dan fosfor) yang
rendah.
Kecerahan : Tingkat kebeningan perairan untuk menentukan kedalaman
eufotiknya. Kecerahan diukur dengan Keping Sechi (Sechi
disk), sebuah cakram berdiameter 16–20 cm berwarna hitam
dan putih secara berselang, yang ditenggelamkan ke dalam
kolom air dan diukur kedalaman maksimum penampakannya;
Transparency.
Litoral : Wilayah danau, umumnya di tepian, dengan dasar perairan
yang masih mendapatkan penetrasi cahaya matahari yang men-
dukung perkembangan biota fotosintetik autotrof.
Marak : Kerapatan fitoplankton yang sangat tinggi akibat dari penyu-
buran perairan, umumnya didominasi oleh alga hijau biru;
Blooming.
Mesotrofik : Kriteria tingkat kesuburan perairan (danau) sedang, dicirikan
oleh kadar ketersediaan hara (nitrogen dan fosfor) sedang.
Metalimnion : Strata kolom air transisi yang ditandai perubahan panas yang
jelas, terletak antara lapisan epilimnion dan hipolimnion.
Morfometri : Karakteritik bentang alam badan air danau, di antaranya se-
bagai ukuran dimensi fisik danau, yang dibutuhkan dalam
penentuan waktu tinggal air, potensi produksi hayati, dan me-
nentukan tingkat kepekaan danau terhadap beban serta bahan
allochtonous.
Oligomiktik : Klasifikasi tipe danau berdasarkan pola sirkulasi, yaitu danau-
danau yang mengalami percampuran massa air secara vertikal
yang tidak teratur dan jarang.
Pengembangan Garis Pantai: Kriteria kondisi garis pantai suatu danau,
menunjukkan rasio panjang garis pantai terhadap luasan per-
airan (tingkat lekukan tepian). Pengembangan garis pantai
105 |
baik di tingkat provinsi maupun pada tingkat nasional. Karya tulis
dalam bentuk buku yang telah disusun penulis adalah: i) Danau Lindu;
Keteduhan yang Merindu (LIPI Press; 2007); ii) Konsep Pengelolaan
Perikanan Sidat di Perairan Poso Sulawesi Tengah; Timbangan Ilmiah
(Pusat Penelitian Limnologi-LIPI).