Anda di halaman 1dari 13

Jurnal Penelitian Hukum

Supremasi Hukum, ISSN: 1693-766X, Vol. 24, No. 2, Agustus 2015

KONSEP DEEP ECOLOGY DALAM PENGATURAN


HUKUM LINGKUNGAN

Edra Satmaidi
Fakultas Hukum Universitas Bengkulu
Jl. WR. Supratman Kandang Limun Kota Bengkulu
Email: edra_fhunib@yahoo.com

Abstract
Damage and pollution of the environment is driven by the dominance of
anthropocentric concepts in environmental and natural resources management that are
backed-up by the sectoral and partial regulations more to prioritize aspects of economic
development but ignoring the sustainability of the environment. The concept of Deep
Ecology’s Arne Naess fight for the sustainability of ecological communities. In the
concept of Deep Ecology, protection and saving the environment by humans basically
moved from the awareness that humans are part of nature and environmental
sustainability intended for the entire ecological community.Law No. 32 of 2009 on the
Protection and Management of the Environment (UUPPLH 2009) which establishes the
obligation of the planning of the Protection and Environmental Management (RPPLH), the
Strategic Environmental Assessment (SEA), Spatial Planning (RTRW) at the policy level
and Environmental Impact Assessment (EIA) within the framework of the licensing
system for environmental management at the project level or activity must be
understood as an effort to protect and maintain environmental carrying capacity as the
implementation of the concept of Deep Ecology in the regulation of Indonesian
environmental law.
Keywords: Deep ecology concept, Environmental law, Regulation

Abstrak
Kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup didorong oleh masih
dominannya konsep antroposentris dalam pengelolaan lingkungan hidup dan sumber
daya alam yang diback-up oleh peraturan yang bersifat sektoral dan parsial yang lebih
memprioritas aspek pembangunan ekonomi tetapi mengabaikan keberlanjutan fungsi
lingkungan hidup.Konsep Deep Ecology dari Arne Naess memperjuangkan
keberlanjutan komunitas ekologis. Dalam konsep Deep Ecology, perlindungan dan
penyelamatan lingkungan hidup yang dilakukan manusia pada dasarnya beranjak
dari kesadaran bahwa manusia merupakan bagian dari alam dan keberlanjutan
lingkungan hidup diperuntukan bagi seluruh komunitas ekologis.Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(UUPPLH 2009) yang menetapkan kewajiban penyusunan Rencana Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH), Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS),
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di level kebijakan dan Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) dalam kerangka sistem perizinan pengelolaan
lingkungan hidup di level proyek atau kegiatan harus dipahami sebagai upaya untuk
melindungi dan memelihara daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup
(DDDTLH) sebagai implementasi konsep Deep Ecology dalam pengaturan hukum
lingkungan Indonesia.
Kata Kunci: Konsep deep ecology, Hukum lingkungan, Pengaturan

PENDAHULUAN manusia. Masalah lingkungan


hidup bukan Hanya masalah
Dewasa ini telah mulai biologis manusia. Tetapi juga
Disadari bahwa masalah masalah moral. Kerusakan alam
Lingkungan hidup bukan hanya seperti erosi, banjir, longsor,
Masalah lingkungan fisik kerusakan dan kebakaran hutan
Jurnal Penelitian Hukum
Supremasi Hukum, ISSN: 1693-766X, Vol. 24, No. 2, Agustus 2015

bukan hanya menimbulkan fundamental dan radikal.3 Krisis


kecemasan bagi nasib hidup lingkungan global dewasa ini
manusia, tetapi menimbulkan sebenarnya bersumber pada
keprihatinan betapa perilaku kesalahan fundamental-filosofis
manusia telah melampaui dalam pemahaman atau cara
khittah-nya1 sebagai manusia pandang manusia mengenai
yang seharusnya mengelola alam dirinya, alam dan tempat
ini dengan bijak. manusia dalam keseluruhan
ekosistem. Pada gilirannya,
Masalah sumber daya kekeliruan cara pandang ini
alam dan lingkungan hidup telah melahirkan perilaku yang keliru
berkembang menjadi krisis terhadap alam. Manusia keliru
lingkungan global yang memandang alam dan keliru
berdampak serius bagi menempatkan diri dalam
keberlanjutan kehidupan konteks alam semesta
manusia dan pembangunan. seluruhnya. Inilah awal dari
Sebagai reaksi terhadap krisis seluruh bencana lingkungan
ini, sejak memasuki abad ke-20 hidup yang kita alami sekarang.4
telah tumbuh dan berkembang Dalam konteks
pergerakan lingkungan yang pengelolaan lingkungan hidup,
dilandasi dengan pendekatan kekeliruan cara pandang
ecosophy dimana filosofi manusia yang menganggap
penyelamatan bumi dirinya bukan merupakan
memasukkan dimensi ekologi bagian dari alam atau bagian
dan dimensi spritual. Filsafat dari keseluruhan ekosistem
ecosophy atau deep ecology ini menyebabkan manusia tidak
diperkenalkan pertama kalinya menyadari bahwa kerusakan
pada tahun 1972 oleh Arne ekologi akibat pengelolaan
Naess, filsuf dari Norwegia.2 lingkungan hidup yang terlalu
bertumpu pada kepentingan
Arne Naess menyatakan manusia (antroposentris) pada
bahwa krisis lingkungan dewasa akhirnya berhadapan dengan
ini hanya dapat diatasi dengan diri manusia itu sendiri.5
melakukan perubahan cara
pandang dan perilaku manusia TINJAUAN PUSTAKA
terhadap alam secara
Ekosentrisme adalahh
suatu teori etika lingkungan
yang memusatkan etika pada
1Deni Bram, Hukum Lingkungan
Hidup: dari Homo Ethic ke Homo Ethic, 3Arne Naess dalam Sonny Keraf,
Gramata Publishing, Bekasi, 2014, Etika Lingkungan, PT. Kompas Media
hlm. 3 Nusantara, Jakarta, 2006, hlm. XIV
2Sinopsis Buku Hadi S.
Alikodra, Konservasi Sumber Daya 4Ibid., hlm. XIV-XV
Alam dan Lingkungan Hidup: 5 Koesnadi Hardjasoemantri,
Pendekatan Ecosophy bagi Hukum Tata Lingkungan, Edisi VIII,
Penyelamatan Bumi, Gadjah Mada Cetakan Kesembilan Belas, Gadjah
University Press, Yogyakarta, 2012, Mada University Press, Yogyakarta,
www.wwf.or.id/?26300/WWF 2006, Hlm. 4
Jurnal Penelitian Hukum
Supremasi Hukum, ISSN: 1693-766X, Vol. 24, No. 2, Agustus 2015

seluruh komunitas ekologi, baik kelangsungan hidupnya sangat


yang hidup maupun yang tidak tergantung pada manusia lain
hidup. Secara ekologis, makluk dan lingkungan sekitarnya serta
hidup dan benda-benda abiotis sanggup mengorbankan dirinya
lainnya saling terkait satu sama untuk mencapai tujuan
lain. Oleh karena itu, kewajiban ideologisnya (misalnya hidup
dan tanggung jawab moral tidak selaras dengan alam) yang
hanya dibatasi pada makluk biasanya melampui batas-batas
hidup tetapi juga berlaku kepentingan-kepentingan
terhadap semua realitas dirinya.9
ekologis.6
Krisis lingkungan
Salah satu versi teori dianggap terjadi karena perilaku
ekosentrisme adalah "deep manusia yang dipengaruhi oleh
ecology". Deep ecology (DE) cara pandang antroposentris.
menuntut suatu etika baru yang Pola perilaku yang eksploitatif,
tidak berpusat pada manusia, destruktif dan tidak peduli
tetapi berpusat pada makhluk terhadap alam tersebut dianggap
hidup seluruhnya dalam kaitan berakar pada cara pandang yang
dengan upaya mengatasi hanya mementingkan
persoalan lingkungan hidup.7 DE kepentingan manusia. Apa saja
mempersoalkan secara boleh dilakukan manusia
mendasar cara pandang dan terhadap alam, sejauh tidak
pemahaman etika antroposentris merugikan kepentingan
dalam melihat hubungan manusia, sejauh tidak
manusia dengan alam. mempunyai dampak yang
merugikan kepentingan manusia
Etika antroposentris (dalam arti kepentingan jangka
mendapatkan banyak kritikan pendek).10 Kewajiban dan
dan kecaman karena lebih tanggung jawab moral manusia
menempatkan manusia sebagai terhadap lingkungan - kalaupun
manusia biologis yang memiliki itu ada semata-mata demi
cara pandang “hidup untuk memenuhi kepentingan sesama
hidup” bahkan lebih sempit lagi manusia.11
“hidup untuk manusia”.8 Etika
antroposentris menjauhkan Ditinjau dari perspektif
manusia sebagai manusia ajaran Islam, yang tertuang
ekologis dan manusia idealis dalam Al-Qur’an Surah Al-
yang memiliki kesadaran bahwa Baqarah ayat 30 paradigma
antroposentris bertentangan
dengan tugas manusia sebagai
6 Ibid., hlm. 75-76 khalifah fil ardhi dimana Allah
7 A. Sonny Keraf, Etika
SWT mengamanahkan tugas
Lingkungan, PT. Kompas Media
Nusantara, Jakarta, 2006, hlm. 76
kepada manusia sebagai
8 Sunardi, Perlindungan khalifah untuk mengelola atau
Lingkungan: Sebuah Perspektif dan
Spritualitas Islam, Program Studi 9Ibid., hlm. 41-43
Magister Ilmu Lingkungan – 10 Ibid., hlm. 35
Universitas Padjadjaran, Bandung, 11 Sonny Keraf, Op.cit., hlm.
2008, hlm. 41 34
Jurnal Penelitian Hukum
Supremasi Hukum, ISSN: 1693-766X, Vol. 24, No. 2, Agustus 2015

mengatur bumi. Konsep khalifah tidak memisahkan segala


bermakna responsibility yakni sesuatunya dari lingkungan
hanya akan bermakna jika alam. Deep Ecology tidak
manusia mampu mengelola dan melihat dunia sebagai suatu
melindungi bumi sehingga kumpulan objek-objek yang
seluruh peribadatan dan amal- terisolasi tetapi sebagai suatu
amal sosialnya dapat dengan jaringan fenomena yang saling
tenang ditunaikan.12 terhubung dan saling
ketergantungan secara
Fritjof Capra dalam fundamental. Deep ecology
artikelnya yang berjudul Deep mengakui nilai-nilai
Ecology: A New Paradigm instrinsik dari semua
menyatakan bahwa makluk hidup dan
antroposentris adalah ekologi memandang manusia hanya
dangkal (shallow ecology) yang sebagai salah satu bagian
mempunyai cara pandang khusus dalam jaringan
berbeda dengan ekologi dalam kehidupan (the web of life).
(deep ecology), dengan uraian Paradigma ekologi baru ini
sebagai berikut:13 (deep ecology) menyiratkan
“Ekologi dangkal (shallow sebagai suatu etika
ecology) adalah berorientasi ekologi yang
antroposentris yang melihat sesuai. Kerangka etika yang
manusia berada di atas atau terkait dengan paradigma
di luar alam, sebagai sumber lama tidak lagi memadai
dari semua nilai, dan untuk menangani beberapa
menganggap alam hanya masalah etika utama saat
sebagai suatu instrumen, ini, yang sebagian besar
atau menggunakan nilai menyebabkan ancaman
kepada alam. Ekologi dalam terhadap bentuk-bentuk
(deep ecology) tidak kehidupan selain manusia.”
memisahkan manusia dari
lingkungan alam, maupun Deep ecology yang oleh
Capra disebut sebagai paradigma
12 Mudhofir Abdullah, Al-
ekologi baru merupakan gagasan
Quran & Konservasi Lingkungan Arne Naess seorang filsuf
(Argumen Konservasi Lingkungan Norwegia pada tahun 1973.
Sebagai Tujuan Tertinggi Syariah, Menurut Naess dalam mengatasi
Dian Rakyat, Jakarta, 2010, hlm. kondisi darurat ekologis (The
13-14 dan Fachruddin M. Emergency of Ecologists) dapat
Mangunjaya dkk, Menanam dibedakan dua gerakan
Sebelum Kiamat, Islam, Ekologi, dan penyelamatan lingkungan yaitu
Gerakan Lingkungan Hidup, Yayasan shallow ecological movement
Obor Indonesia, Jakarta, 2007, hlm.
(SEM) dan deep ecological
5
13 Fritjop Capra dalam George
movement (DEM).14 DEM perlu
Sessions (Ed), Deep Ecology for dipahami dalam latar belakang
Twenty-First Century, SHAMBHALA kritiknya terhadap
Boston & London, 1995, hlm. 20. antroposentrisme atau lebih luas
Lihat juga dalam Fritjop Capra, The
Web of Life: A New Scientific 14 George Sessions (Ed),
Understanding of Living Systems, Op.cit., hlm.
Doubleday, New York, 1996, hlm. 7 151
Jurnal Penelitian Hukum
Supremasi Hukum, ISSN: 1693-766X, Vol. 24, No. 2, Agustus 2015

dikenal sebagai shallow menyangkut sebuah gerakan,


ecological movement (SEM) yang gerakan dari semua penghuni
dapat dikemukakan sebagai rumah tangga, penghuni alam
berikut: 15 semesta untuk menjaga secara
“SEM berasumsi bahwa arif lingkungannya sebagai
krisis lingkungan rumah tangga.16
merupakan persoalan teknis,
yang tidak membutuhkan
perubahan dalam kesadaran Dalam filsafat ecosophy
manusia dan sistem terdapat suatu pendekatan yang
ekonomi. DEM justru mengintegrasikan dimensi
sebaliknya, melihat intelektual, spritual dan
permasalahan lingkungan emosional. Dimensi intelektual
dalam suatu perspektif berarti umat manusia diminta
relasional yang lebih luas dan secara terus menerus
holistik. DEM lebih berusaha mempelajari, meneliti,
untuk melihat akar memahami dan menghargai
permasalahan kerusakan alam lingkungannya. Dimensi
dan pencemaran lingkungan spritual berarti mempercayai
secara lebih komprehensif bahwa SDA diciptakan oleh
dan holistik, untuk Tuhan Yang Maha Esa, perlu
kemudian mengatasinya dilindungi dan dijaga
secara lebih mendalam. kelestariannya karena berfungsi
Aspek sosial dan manusia untuk mendukung kehidupan
juga menjadi perhatian manusia. Sementara, dimensi
utama DEM. Sementara, emusional bermakna dalam
SEM lebih cenderung membentuk manusia beretika
mengatasi simptom atau dan bermoral bagi terjaminnya
gejala dari sebuah isu kualitas hidup manusia dari
lingkungan dan bukan akar generasi ke generasi.17
permasalahan (yang
terutama dilihat adalah Filsafat ecosophy ini
dampak langsung dari menurut Naess harus dapat
lingkungan, dan bukan berfungsi sebagai landasan
sebab utama dampak itu). filosofis dalam rangka
penerimaan prinsip-prinsip Deep
Filsafat pokok DE disebut Ecology, di antaranya: (a) sikap
Naess sebagai ecosophy yang hormat terhadap semua cara
berarti kearifan mengatur hidup dan bentuk kehidupan di alam
selaras dengan alam sebagai semesta (biospheric
sebuah rumah tangga dalam arti egalitarianism—in principle); (b)
luas. Dalam arti ini, lingkungan
hidup tidak sekadar sebuah ilmu 16
Ibid., hlm. 78
(science) melainkan sebuah
17 Sinopsis Buku Hadi S.
kearifan (wisdom), sebuah cara Alikodra, Konservasi Sumber Daya
hidup, sebuah pola hidup Alam dan Lingkungan Hidup:
selaras dengan alam. Ini Pendekatan Ecosophy bagi
Penyelamatan Bumi, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta, 2012,
15
Sonny Keraf, Op.cit., hlm.90-92 www.wwf.or.id/?26300/WWF
Jurnal Penelitian Hukum
Supremasi Hukum, ISSN: 1693-766X, Vol. 24, No. 2, Agustus 2015

manusia hanya salah satu Hukum yang berpihak


spesies di tengah begitu banyak kepada keberlanjutan lingkungan
spesies lain. Semua spesies ini atau ekologi menurut
mempunyai nilai yang sama Munadjat Danusaputro
(prinsip non-antroposentrisme); merupakan hukum lingkungan
(c) prinsip realisasi diri yang moderen, yaitu: 19
memandang manusia tidak “Hukum yang berorientasi
hanya sebatas sebagai makhluk kepada lingkungan
sosial (social animal), tetapi juga (environmental-oriented law),
makhluk ekologis (ecological dengan tujuan melindungi
animal); dan (d) Pengakuan dan lingkungan dari kerusakan
penghargaanterhadap dan kemerosotan mutunya.
keanekaragaman dan Hukum lingkungan moderen
kompleksitas ekologis dalam merupakan antitesa hukum
suatu hubungan simbiosis.18 lingkungan klasik yang lebih
berorientasi kepada
penggunaan lingkungan (use-
oriented law), dalam arti
PEMBAHASAN menjamin penggunaan dan
eksploitasi sumber-sumber
Konsep Deep Ecology yang daya lingkungan.”
dilandasi filsafat ecosophy yang
menghendaki adanya perubahan Menurut Munadjat dalam
kebijakan dalam mengatasi perspektif hukum lingkungan
krisis atau darurat lingkungan moderen, hukum lingkungan
akibat eksploitasi sumber daya berguru kepada ekologi, yang
lingkungan yang mengabaikan banyak mengungkapkan dan
aspek kelestarian dan daya menampilkan sifat-sifat dan
dukung lingkungan (didasarkan hakikat lingkungan sebagai
pada etika antroposentris), ekosistem.20 Dari pemahaman
memerlukan adanya hukum makna ekosistem dan
lingkungan sebagai wadah lingkungan hidup, maka hukum
kebijakan pengelolaan lingkungan memiliki sifat utuh
lingkungan yang memuat kaidah menyeluruh atau komprehensif
-kaidah hukum yang sesuai integral.21
dengan prinsip-prinsip DE
sebagai etika ekosentrisme. Hyronimus Rhiti
Hukum lingkungan yang berpendapat bahwa hukum
dimaksud memuat paradigma lingkungan berorientasi pada
hukum yang berpihak kepada penataan atau pengaturan
keberlanjutan lingkungan atau perilaku manusia. Perilaku
ekologi. manusia yang harus diatur
terlebih dahulu, bukan perilaku

19St. Munadjat Danusaputro,


18 Arne Naess, Ecology, Hukum Lingkungan, Buku I,
Community and Lifestyle, Cambridge Binacipta, Bandung, 1981, hlm. 35-
University Press, United Kingdom, 36
1989, hlm. 38 dan Sonny Keraf, 20Ibid.,hlm. 36

Op.cit., hlm. 91-96 21Ibid.


Jurnal Penelitian Hukum
Supremasi Hukum, ISSN: 1693-766X, Vol. 24, No. 2, Agustus 2015

alam atau lingkungan hidup. mempertimbangkan dan


Alam atau lingkungan hidup mengintegrasikan prinsip-prinsip
mempunyai hukum-hukumnya pembangunan berkelanjutan.
sendiri yang bersifat
deterministik. Perilaku manusia Anne Daniel menyatakan
harus diatur, sebab dari perilaku bahwa pendekatan perundang-
manusia-lah segala beban undangan di masa yang akan
(umweltbelastung) atau masalah datang perlu memberikan
bagi lingkungan hidup itu perhatian kepada pelaksanaan
muncul. Kalau perilaku manusia substantif dari pembangunan
terhadap lingkungan hidupnya berkelanjutan melalui konsep
baik, maka akan baik pula daya dukung ekosistem dan
lingkungan hidupnya.22 Dengan metode-metode lain yang
kata lain, perilaku manusia memadukan kepedulian
dalam interaksinya dengan alam lingkungan dengan kebutuhan
dan lingkungan harus diatur sosial-ekonomi. Hukum dapat
dalam hukum lingkungan menyediakan instrumen yang
sehingga perilaku manusia akan berguna sebagai pedoman
tersebut selaras dengan alam bagi perilaku manusia, dan di
dan lingkungan. Agar perilaku mana perlu, memaksakannya.
manusia yang diatur dalam Dengan jalan ini, hukum dapat
hukum lingkungan itu selaras memberikan landasan bagi
dengan alam dan lingkungan perubahan perilaku yang
maka sumber hukum diperlukan bagi pengembangan
lingkungan itu terutama berasal masyarakat yang benar-benar
dari hukum alam (the rule of berkelanjutan.24
nature), seperti: hukum
termodinamika terhadap World Commission on
pencemaran dari penggunaan Environment and Development
energi, hukum gravitasi terhadap (WCED) tahun 1991
terjadinya longsor, banjir, dan menerbitkan suatu laporan yang
sebagainya) dan ilmu yang berjudul Caring for the Earth: A
menjadi alat ukur dampaknya, Strategy for Sustainable Living
seperti: penerapan AMDAL yang menegaskan arti penting
sebagai analisis ongkos dan hukum lingkungan sebagai
manfaat suatu rencana sarana untuk mengupayakan
kegiatan,23 dan pelaksanaan keberlanjutan lingkungan dalam
KLHS dalam penyusunan atau rangka mewujudkan
evaluasi kebijakan, rencana dan pembangunan berkelanjutan,
program pembangunan. yang menyatakan sebagai
Sehingga kebijakan, rencana dan berikut :25
program pembangunan “Untuk menetapkan dan
melaksanakan
22 Hyronimus Rhiti, Hukum pembangunan
Penyelesaian Sengketa Lingkungan,
Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, 24 Koesnadi
2006, hlm. 1-2 Hardjasoemantri, Op.cit., hlm. 35-36
23 Daud Silalahi, Pelatihan 25 R.M. Gatot P.
Hukum Pidana Khusus Bagi Hakim Soemartono, Hukum Lingkungan Indonesia,
Tinggi – Medan, hlm. 191 Sinar Grafika, Jakarta, 2004, hlm. 36-37
Jurnal Penelitian Hukum
Supremasi Hukum, ISSN: 1693-766X, Vol. 24, No. 2, Agustus 2015

berkelanjutan, hukum harus memperlihatkan 3 (tiga)


lingkungan dalam pengertian karakter atau corak
yang luas adalah sebuah kebijaksanaan hukum, yaitu:27
sarana esensial bagi
mencapai keberlanjutan, 1. Regulasi bersifat
karena hukum lingkungan environmental policy yaitu
menentukan standar regulasi yang Ditujukan
perilaku sosial dan khusus untuk menata
memberikan ukuran satuan-satuan
kepastian pada lingkungan/ekosistem.
kebijaksanaan. Hukum 2. Regulasi bersifat integral
lingkungan yang pada policy. Dalam corak regulasi
gilirannya didasarkan atas ini, sektor non-lingkungan
pemahaman ilmiah dan hidup menjadi porsi utama
analisis yang jelas mengenai dari tujuan pembuatan
tujuan sosial, perlu peraturan perundang-
menetapkan peraturan undangan tetapi tetap
tentang tindakan manusia, diperhatikan dan dirumuskan
yang apabila diikuti, akan beberapa pasal konservasi
mengarah kepada dan perlindungan lingkungan.
masyarakat yang hidup Setiap peraturan perundang-
dalam batas kemampuan undangan yang dibuat saling
bumi.” menunjang dan
sejalan,tidakakan
Pembangunan bertentangan dengan
berkelanjutan tentunya tidak kebijaksanaan-
sulit dapat diwujudkan apabila kebijaksanaan lingkungan
karakter hukum lingkungan yang telah ditempuh. Setiap
masih bersifat insidental, peraturanperundangan
komensalis (menempatkan harus mencerminkan
hukum lingkungan sebagai integralisasi atas berbagai
minority regulation), parsial dan pola kebijaksanaan
sektoral (mengedepankan lingkungan yang ditetapkan.
hukum sektoral yang seringkali 3. Regulasi bersifat supporting
tidak sinkron dengan peraturan policy/beyond policy, dalam
hukum terkait), serta bersifat arti regulasi hukum di
jalan pintas (seharusnya diatur semua sektor, sepanjang
dengan peraturan yang lebih masih mampu dilibatkan
tinggi tetapi diatur dengan untuk mendorong
peraturan yang lebih rendah ditingkatkannya partisipasi
(misalnya dengan Peraturan pembinaan lingkungan.
Menteri).26 Oleh karena itu, sifat
dan wawasan peraturan Peraturan perundang-
perundang- undangan undangan dalam perspektif
lingkungan yang akan ditata hukum lingkungan moderen
menempatkan asas
26 keberlanjutan sebagai suatu
N.H.T. Siahaan, Hukum
Lingkungan dan Ekologi Pembangunan, asas penting yang mendasari
Edisi Kedua, Erlangga, Jakarta, 2004, hlm.
27
381-385 Ibid., hlm. 389-392
Jurnal Penelitian Hukum
Supremasi Hukum, ISSN: 1693-766X, Vol. 24, No. 2, Agustus 2015

kaidah-kaidah pengaturan
dalam perundang-undangan Bila dipahami UUPPLH,
tersebut. Hal ini disebabkan penyusunan Rencana
sustainabilitas (keberlanjutan) Perlindungan dan Pengendalian
telah menjadi isu penting dalam Lingkungan Hidup (RPPLH),
pembangunan ekonomi dunia, penyusunan Kajian Lingkungan
karena masyarakat dunia sudah Hidup Strategis (KLHS), dan
menyadari bahwa eksploitasi penyusunan Analisis Mengenai
sumber daya alam dapat Dampak Lingkungan Hidup
mengakibatkan kelangkaan (AMDAL) dalam kerangka sistem
sumberdaya, degradasi perizinan lingkungan bagi usaha
lingkungan, dan penurunan dan/atau kegiatan yang
kualitas lingkungan. Oleh berdampak penting bagi
karenanya, pembangunan lingkungan hidup bertujuan
ekonomi harus mengarah ke untuk memastikan agar DDDTLH
pembangunan yang berwawasan tetap terjaga sehingga dapat
lingkungan atau pembangunan mendukung pembangunan19
berkelanjutan.28 Pembangunan berkelanjutan. RPPLH dan KLHS
berkelanjutan menempatkan berada pada tataran hulu atau
lingkungan hidup dan sumber berada pada level Kebijakan,
daya alam tidak saja sebagai Rencana dan Program (KRP),
modal pertumbuhan ekonomi sementara AMDAL berada pada
(resource based economy ), tetapi tataran hilir yaitu pada level
juga sebagai penopang sistem kegiatan atau proyek.
kehidupan (life supporting
system), sehingga fungsi dan Menurut UUPPLH,
daya dukung lingkungan hidup pemanfaatan sumber daya alam
perlu dilestarikan.29 dan penyusunan rencana
pembangunan jangka panjang
Pelestarian fungsi (RPJP) dan rencana
lingkungan hidup dan pembangunan jangka menengah
pembangunan berkelanjutan (RPJM) harus berdasarkan
merupakan tujuan utama yang RPPLH karena melalui RPPLH
hendak dicapai dengan telah ditentukan rencana
ditetapkannya Undang -Undang mengenai pemanfaatan,
Nomor 32 Tahun 2009 tentang pencadangan, pengendalian, dan
perlindungan dan pengelolaan pelestarian sumber daya alam;
lingkungan hidup (UUPPLH). pemeliharaan dan perlindungan
Tercapainya pelestarian fungsi fungsi lingkungan hidup, dan
lingkungan hidup dan adaptasi dan mitigasi terhadap
pembangunan berkelanjutan perubahan iklim. Dalam hal
diukur dari terjaganya daya RPPLH belum tersusun,
dukung dan daya tampung pemanfaatan sumber daya alam
lingkungan hidup (DDDTLH). dilaksanakan berdasarkan
DDDTLH.
28Ibid., hlm. 18
29 Ida Nurlinda, Prinsip-Prinsip Begitu pula, kewajiban
Pembaruan Agraria Perspektif Pemerintah dan Pemerintah
Hukum. Rajawali Pers, Jakarta, Daerah menyusun dan
2009 , hlm. 191.
Jurnal Penelitian Hukum
Supremasi Hukum, ISSN: 1693-766X, Vol. 24, No. 2, Agustus 2015

melaksanakan KLHS adalah Semangat mengedepankan


untuk memastikan DDDTLH DDDTLH pun terlihat dalam
tidak terlampaui. Dibuktikan kerangka sistem perizinan
dari kewajiban membuat dan pengelolaan lingkungan hidup
melaksanakan KLHS hanya dan pemanfaatan sumber daya
dalam penyusunan atau evaluasi alam dimana UUPPLH
Rencana Tata Ruang Wilayah menempatkan AMDAL sebagai
(RTRW), RPJP/RPJM dan KRP instrumen wajib (mandatory
yang berpotensi menimbulkan instrument), prasyarat untuk
dampak/risiko lingkungan memperoleh izin lingkungan dan
hidup. Kewajiban KLHS tersebut izin lingkungan sebagai
untuk memastikan bahwa prasyarat untuk mendapatkan
prinsip pembangunan izin usaha atau kegiatan. Fungi
berkelanjutan dengan AMDAL ditempatkan secara vital
mengedepankan DDDTLH telah untuk menganalisa secara
menjadi dasar dan terintegrasi komprehensif seluruh komponen
dalam pembangunan suatu lingkungan dan kegiatan serta
wilayah dan/atau KRP dampaknya dalam rangka
pembangunan. Oleh karena itu, internalisasi pertimbangan
menurut UUPPLH pemerintah lingkungan dalam proses
atau pemerintah daerah dalam perencanaan, pembuatan
melakukan penyusunan KLHS program dan pengambilan
harus memuat kajian: (a). keputusan.
kapasitas daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup UUPPLH menempatkan
untuk pembangunan; (b). AMDAL sebagai scientific
perkiraan mengenai dampak dan prediction yang memberikan
risiko lingkungan hidup; (c). gambaran yang jelas secara
kinerja layanan/jasa ekosistem; alamiah tentang analisis
(d). efisiensi pemanfaatan kegiatan dan dampak yang
sumber daya alam; (e). tingkat mungkin akan ditimbulkan oleh
kerentanan dan kapasitas sebuah kegiatan. Begitu pula
adaptasi terhadap perubahan AMDAL merupakan scientific
iklim; dan (f). tingkat ketahanan evidence yang memberikan
dan potensi keanekaragaman deskripsi tentang kegiatan
hayati. Dengan demikian, hasil dan/usaha yang layak dan tidak
KLHS harus dijadikan dasar bagi layak secara ekologis. UUPPLH
KRP pembangunan dalam suatu menempatkan Amdal sebagai
wilayah. Apabila hasil KLHS bagian dari sistem perizinan
menyatakan bahwa DDDTLH dimana AMDAL sebagai teknis
sudah terlampaui, KRP analisa lingkungan dengan izin
pembangunan tersebut wajib sebagai legalitasnya. Dalam
diperbaiki sesuai dengan rangka menjamin AMDAL suatu
rekomendasi KLHS dan segala rencana usaha/ kegiatan sesuai
usaha dan/atau kegiatan yang dengan DDDTLH, Peraturan
telah melampaui DDDTLH tidak Pemerintah Nomor 27 Tahun
diperbolehkan lagi. 2012 Tentang Izin Lingkungan
mewajibkan lokasi rencana
Usaha dan/atau kegiatan sesuai
Jurnal Penelitian Hukum
Supremasi Hukum, ISSN: 1693-766X, Vol. 24, No. 2, Agustus 2015

dengan rencana tata ruang DDDTLH dalam menentukan


(RTRW), yang mengacu pada kegiatan mana yang dapat
Undang-Undang Nomor 26 dilakukan pada kawasan lindung
Tahun 2007 tentang Penataan atau pada kawasan budidaya,
Ruang. Dalam hal lokasi rencana maka rencana usaha/kegiatan
usaha dan/atau kegiatan tidak yang telah dilengkapi dokumen
sesuai dengan RTRW, dokumen AMDAL tersebut tidak dapat
Amdal tidak dapat dinilai. diproses perizinannya.

Persyaratan penyusunan KESIMPULAN


AMDAL suatu rencana usaha/
kegiatan sesuai dengan RTRW Konsep deep ecology yang
adalah sudah tepat karena menjadikan teori ekosentrisme
RTRW menentukan alokasi sebagai basis nilai-nilai dan
peruntukan ruang untuk moral gerakannya telah
berbagai kegiatan pembangunan membawa perubahan yang
berdasarkan pertimbangan radikal terhadap cara pandang
DDDTLH dengan pendekatan manusia terhadap alam dan
sistem kawasan yang dibedakan memperlakukan alam sebagai
dalam kawasan lindung dan sesuatu yang mempunyai nilai
kawasan budidaya. Kawasan instrinsik yang perlu dihormati
lindung menekankan pada daya dan dijaga oleh manusia sebagai
dukung lingkungan bagi sistem bagian dari alam dalam rangka
penyangga kehidupan yang terselenggaranya kehidupan
harus dipertahankan, sementara dalam suatu tatanan ekologis.
kawasan budidaya Keberadaan hukum lingkungan
mengakamodir berbagai kegiatan menjadi instrumen untuk
pembangunan yang dapat memelihara keberlanjutan
ditampung sesuai dengan ekologis tersebut dengan kaidah-
kemampuan lingkungan. Dengan kaidah pengaturannya yang
kata lain, walaupun dokumen berorientasi pada lingkungan
AMDAL sudah mengambarkan sebagai suatu kesatuan
kelayakan lingkungan suatu ekosistem.
rencana usaha/ kegiatan,
namun jika lokasinya tidak
sesuai dengan RTRW yang
menekankan pertimbangan
Jurnal Penelitian Hukum
Supremasi Hukum, ISSN: 1693-766X, Vol. 24, No. 2, Agustus 2015

DAFTAR PUSTAKA

Arne Naess, 1989., Ecology, Lingkungan (Argumen


Community and Lifestyle, Konservasi Lingkungan
United Kingdom.,Cambridge Sebagai Tujuan Tertinggi
University Press. Syariah, Jakarta: Dian
Rakyat.
Deni Bram, 2014., Hukum
Lingkungan Hidup: dari N.H.T. Siahaan, , 2004, Hukum
Homo Ethic ke Homo Ethic, Lingkungan dan Ekologi
Bekasi: Gramata Pembangunan, Jakarta:
Publishing. Erlangga, Edisi Kedua.

Fachruddin M. Mangunjaya dkk, R.M. Gatot P. Soemartono, .


2007. Menanam Sebelum 2004. Indonesia, Jakarta:
Kiamat, Islam, Ekologi, dan Sinar Grafika.
Gerakan Lingkungan Hidup,
Jakarta: Yayasan Obor Sonny Keraf, 2006 Etika
Indonesia, Lingkungan, Jakarta: PT.
Kompas Media Nusantara,
Fritjop Capra, 1996. The Web of
Life: A New Scientific St. Munadjat Danusaputro,
Understanding of Living 1981. Hukum Lingkungan,
Systems, Doubleday, New Bandung: Binacipta, Buku
York. I.

George Sessions (Ed), 1995. Sunardi, 2008. Perlindungan


Deep Ecology for Twenty- Lingkungan: Sebuah
First Century, Boston & Perspektif dan Spritualitas
London : SHAMBHALA. Islam, Bandung: Program
Studi Magister Ilmu
Hyronimus Rhiti, 2006: Hukum Lingkungan – Universitas
Penyelesaian Sengketa Padjadjaran.
Lingkungan, Yogyakarta:
Universitas atma Jaya. Internet

Ida Nurlinda, 2009. Prinsip- Daud Silalahi, Tindak Pidana


Prinsip Pembaruan Agraria Lingkungan Dalam Sistem
Perspektif Hukum. Jakarta: Hukum Lingkungan
Rajawali Pers. Indonesia,http://www.pkh.k
omisiyudisial.go.id/id/files/
Koesnadi Hardjasoemantri, Materi/TINGGI01/TINGGI01
2006. Hukum _DAUD_TPL.pdf.
Tata
Lingkungan, Yogyakarta: Hadi S. Alikodra, Sinopsis Buku
Gadjah Mada University Konservasi Sumber Daya
Press, Edisi VIII, Cetakan Alam dan Lingkungan Hidup:
Kesembilan Belas. Pendekatan Ecosophy bagi
Mudhofir Abdullah, 2010. Al- Penyelamatan Bumi, Gadjah
Quran & Konservasi
Jurnal Penelitian Hukum
Supremasi Hukum, ISSN: 1693-766X, Vol. 24, No. 2, Agustus 2015

Mada University Press,


Yogyakarta, 2012,
www.wwf.or.id/?26300/WW
F

Anda mungkin juga menyukai