Anda di halaman 1dari 22

MODUL PENINGKATAN PRODUKSI PADI

PERKUMPULAN KABAHILL CENTRE

a. LATAR BELAKANG MASALAH

Padi merupakan salah satu komoditas pangan yang paling dominan bagi sebagian besar
masyarakat Indonesia dimana padi merupakan bahan makanan yang mudah diubah
menjadi energi, di samping mengandung gizi dan penguat yang cukup bagi tubuh. Untuk
menuju kecukupan pangan yang berasal dari beras/padi, pemerintah baik sejak masa
kolonial Belanda maupun setelah kemerdekaan dan hingga saat ini, menerapkan
berbagai kebijakan seiring dengan pertumbuhan penduduk. Beberapa hal yang terus
menjadi perhatian dalam meningkatkan produksi adalah meningkatkan produktivitas
melalui berbagai teknologi baru mulai dari penyediaan benih, pengolahan lahan hingga
pascapanen, juga menambah luas tanam dan luas panen melalui peningkatan indeks
pertanaman padi.

Sepanjang sejarah Indonesia, peran ekonomi, sosial, dan geopolitik mempengaruhi


pertumbuhan produksi padi. Sistem produksi padi ini pun sangat rentan terhadap
penyimpangan iklim. Berdasarkan hal tersebut, beberapa hal yang mendasar dari
perkembangan sejarah pertanaman padi memberikan tantangan dan arah produksi serta
sistem yang mempengaruhinya. Jumlah penduduk yang sangat besar, saat ini sudah
berkisar 250 juta jiwa, tentunya tidak mudah untuk memenuhi kecukupan pangan beras
yang saat ini semakin terdesentralisasi serta membutuhkan dana besar. Koordinasi yang
melibatkan institusi lintas kementerian dan lintas daerah tidaklah cukup, peran petani
dan kelembagaan petani yang telah ada perlu diberdayakan dan terus dikembangkan.
Pemerintah perlu mendukung dengan regulasi dan petunjuk operasional sesuai
persyaratan teknis standar. Dengan demikian, pemerintah terus berupaya memberi
keyakinan dan perhatian akan pentingnya sektor pertanian melalui penyediaan sarana
dan prasarana, kemudahan bagi petani seperti subsidi dan penyediaan teknologi baru
bagi petani.

Penerapan teknologi tidak lepas dari perkembangan jumlah penduduk di Indonesia.


Jawa merupakan pulau yang memiliki jumlah penduduk yang cukup padat dimana pada
tahun 1900 berkisar 28 juta jiwa dan pada tahun 1920 mencapai 34 juta jiwa (Breman
1971). Tingginya jumlah penduduk ini mengakibatkan rentan terhadap krisis pangan.
Sejak masa Vereenigde OostIndische Compagnie (VOC), yaitu tahun 1602, hingga
pemerintahan Hindia Belanda, pola kebijakan tanaman pangan lebih banyak difokuskan
pada jenis tanaman pangan utama seperti beras, jagung, dan beberapa jenis tanaman
perkebunan yang lebih laku untuk diperdagangkan.

Teknologi pertanian di Indonesia diawali dengan kehadiran kolonial Inggris yang


membawa sejarah baru bagi Indonesia yaitu pendirian Kebun Raya Bogor oleh
Gubernur Jenderal Reindward pada tahun 1817 atas prakarsa Raffles. Hal ini diikuti
dengan pembangunan Kebun Tanaman Dagang atau Cultuurtuin (1876), dan beragam
lembaga penyelidikan pada tahun 1880, serta Sekolah Pertanian (Landen Tuinbouw
Cursus) pada tahun 1903 oleh Melchior Treub (Mardikanto 2007). Di samping itu, seiring
dengan pelaksanaan politik etis yang dipelopori oleh Conrad Theodor van Deventer,
pada tahun 1910 dibentuk Departemen Pertanian, Kerajinan dan Perdagangan
(Landbouw, Nijverheid en Handel) dan Dinas Penyuluhan Pertanian (Landbouw-
voorlichtingsdienst/LVD).

Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, pemerintah kolonial Belanda


mengupayakan pangan secara maksimal agar tidak terjadi krisis pangan (Mufti 2009).
Intensifikasi pertanian adalah salah satu upaya yang dipilih pemerintah kolonial Belanda.
Pada tahun 1885, Pemerintah Hindia Belanda membangun irigasi Brantas (Jawa Timur)
dan Demak (Jawa Tengah) sekitar 76.800 ha dan pada 1902 diperluas menjadi 138.400
ha. Di samping itu, pemerintah Hindia Belanda membangun lumbung desa yang
berfungsi menyediakan bibit secara murah. Pada 1902, di wilayah Cirebon terdapat 994
lumbung. Pada 1904, Pemerintah kolonial Belanda mendirikan Volkscrediet Bank (Bank
Kredit Rakyat) yang meminjamkan padi untuk digunakan sebagai bibit. Pemerintah
kolonial Belanda menargetkan dengan intensifikasi pertanian ini adalah panen dua kali
dalam setahun. Awalnya berhasil, namun kurangnya dukungan teknologi, bahan organik
dalam tanah terus berkurang, yang mengakibatkan kesuburan tanah turun dari waktu ke
waktu, serta rentan terserang hama. Krisis pangan dan bahaya kelaparan menjadi makin
sering terjadi.

Ekstensifikasi juga dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda pada 1870-1900 untuk
mengatasi permasalahan pangan. Ekstensifikasi pertanian membuat luas sawah makin
bertambah berkat adanya pembangunan irigasi secara besar-besaran dan juga
melakukan impor beras dari semenanjung Indocina, Birma dan Thailand. Namun krisis
pangan sulit dikendalikan dengan terjadinya kegagalan panen di Asia pada 1911-1912.
Krisis pangan terus terjadi hingga perang dunia I (1914-1918) dimana Inggris
memblokade pelabuhan milik Belanda untuk melemahkan kekuatan Jerman yang
memiliki banyak investasi di Belanda, sehingga terjadi kesulitan mendapat kapal
angkutan bahan pangan. Krisis pangan dilanjutkan dengan terjadinya masa kering yang
panjang pada akhir 1918 sehingga mengakibatkan keterlambatan panen 1,5 bulan dan
tidak diperbolehkannya ekspor beras di seluruh daerah Asia Tenggara. Kekurangan
beras pada 1914-1917 rata-rata per tahun sekitar 400.000 ton atau 13% dari hasil beras
di Jawa serta impor beras dari luar negeri tidak tetap mengakibatkan kepanikan dari
berbagai pihak.

Adanya penghapusan sebagian industri tebu berakibat Jawa dan Madura sebenarnya
sudah dapat mencapai swasembada pangan pada 1935. Pada tahun 1937 pemerintah
kolonial menerapkan intensifikasi pertanian yang dikenal dengan Verbeterde Cultuur
Technieken (pembudidayaan penanaman yang diperbaiki). Namun karena terjadinya
defisit beras di luar Jawa, tetap saja Jawa dan Madura sulit mengalami swasembada.
Pada 1939 dibentuk Stichting Van Het Voedingsmidelfonds (VMF) atau Yayasan Dana
Bahan Makanan (yang menjadi cikal bakal BULOG) sebagai upaya pemerintah kolonial
dalam mengatur perdagangan beras sehingga sering melakukan intervensi langsung di
pasar. Lembaga tersebut belum sempat disempurnakan ketika masuknya pendudukan
Jepang pada tahun 1943. Kemudian pemerintah pendudukan Jepang mengeluarkan
beberapa program yang disebut dengan Kinkyu Shokuryo Taisaku. Program-program
tersebut difokuskan pada peningkatan produksi dengan cara seperti pengenalan jenis
padi baru (horai dari Taiwan), inovasi teknik-teknik penanaman (melakukan pemindahan
bibit tanaman dengan jarak tanam sekitar 20 cm dengan pola tandur (tanam mundur),
peningkatan infrastruktur pertanian dan perluasan sawah (pembangunan irigasi dan
drainase). Selain itu, propaganda para petani yang dalam hal ini para pegawai
pemerintah memperoleh pendidikan di sekolah pertanian Nomin dojo lalu ditugaskan
melakukan penyuluhanpenyuluhan dan propaganda pertanian kepada petani terutama
dalam hal teknik-teknik pertanian yang baik.

Penurunan produksi padi pada masa pendudukan Jepang diakibatkan oleh: (a) pada
tahun 1944 hampir seluruh negara di Asia Tenggara mengalami musim kemarau yang
panjang, (b) waktu dan tenaga harus disisihkan untuk pembangunan proyek-proyek
pertahanan seperti benteng, lubang perlindungan dipegunungan, dan (c) hama tikus
yang meningkat. Jaman pendudukan Jepang (1942-1945) merupakan kehancuran
pembangunan pertanian di Indonesia. Meskipun aparat pertanian diperluas sampai
tingkat Mantri Tani (Son Sidoing) dan Koperasi Pertanian (Nogya Komisi) di setiap
kecamatan, tetapi lebih banyak ditugaskan untuk memperlancar produksi dan
pengumpulan hasilnya untuk keperluan angkatan perang Jepang.

Memasuki masa kemerdekaan, pada 1947 pemerintah menetapkan Plan Kasimo yang
merupakan rencana produksi pertanian selama 3 tahun (1948-1950) dengan mendirikan
Balai Pendidikan Masyarakat Desa (BPMD, Hafsah dan Sudaryanto 2004). Isi dari Plan
Kasimo adalah anjuran untuk memperbanyak kebun bibit padi unggul dan pencegahan
penyembelihan hewan pertanian, serta menanami lahan-lahan kosong dengan tanaman
pangan (Mufti 2009). Tetapi rencana ini tidak terlaksana sebagaimana yang diharapkan,
karena terjadinya agresi Belanda I dan II. Kebijakan ini kemudian digabung dengan
Rencana Wicaksono menjadi Rencana Kesejahteraan Istimewa (RKI) tahap I (1950-
1955) dan Tahap II (1955-1960). Untuk mewujudkan rencana ini dilaksanakan
perbanyakan benih unggul, perbaikan dan perluasan pengairan, penggunakan pupuk
fosfat dan nitrogen pada padi, pemberantasan hama tanaman, pengendalian bahaya
erosi, intensifikasi tanah kering, serta pendidikan masyarakat desa.

b. TUJUAN PROGRAM

Kabupaten Lebong sudah lama dikenal sebagai sentra penghasil beras di Provinsi
Bengkulu, namun kultur bertanam padi masyarakat Lebong masuh belum banyak
berubah, hal ini dikarenakan upaya peningkatan produksi padi belum di ikuti dengan
pola tanam yang produktif sebagaimana daerah lainnya dimana di daerah lain sudah
menarapkan pola tanam dua kali bahkan tiga kali dalam satu musin tanam setiap tahun.

Hal itulah yang mendorong kami dari Perkumpulan Kabahil Centrel Bengkulu untuk
meminta tempat kepada Pemerintah Lebong untuk menguji program peningkatan
produktivitas lahan padi dengan harapan dengan uji petik yang akan kami lakukan ini
dapat berhasil meningkatkan potensi produksi padi paling tidak dalam kisaran angka
sepuluh ton hingga 12 ton gabah kering giling.

Pola yang akan kami terapkan ini sudah banyak di uji coba di daerah lain termasuk di
kami sendiri, dimana di muko muko kami pernah menerapkan hal serupa dan berhasil.
Kami contohkan Pak Surahman selaku petani padi Di Mukomuko, beliau berhasil
mengingkatkan produksi padi hingga 11, 5 Ton per hektarnya dengan pendekatan
teknologi. Memang pendekatan teknologi ini selalu oran bayangkan bakan menyedot
banyak modal padahal tidak musti juga hal itu terjadi. Pendekatan teknologi hanya soal
merupah pola kebiasaan lama ke kebiasaan baru yang lebih berorientasi pada produksi
dan juga meminimalisir modal.

Kedepan pola yang akan kami terapkan ini, jika kemudian berhasil akan menjadi
percontohan pada petani lainnya dan tentu melalui peran serta Dinas Pertanian DI
Kabupaten Lebong kegiatan ini akan semakin massif. Kami mendorong agar kegiatan ini
dapat diikuti oleh seluruh masyarakat tani di Lebong dengan mengikat kerjasama
dengan Perkumpulan Kabahill Centere Bengkulu dengan pola kemitraan sehingga
dengan begitu terdapat hubungan simbiosis mutualisme atau saling menguntungkan
dimana petani pemilik lahan akan dimudahkan akan akses modal dan pendampingan
sementara hasil panen di kelola dengan system bagi hasil yaitu dengan ratio 40%
pengelola program dan 60 % pemilik lahan dimana pemilik lahan juga mendapatkan
upah jika bekerja di lahannya sendiri di luar bagi hasil sebagai bentuk upah jasa
professional.
Kami Merasa tertantang dengan modal awal kontrak Rp 27.491.250,- Akan Peroleh
Keuntungan Total Rp 45.000.000 dimana setelah dikurangi keuntungan total dengan
modal (Rp 17.508.750) dan dengan harga gabah Rp 4.500 saja, maka dengan asumsi
potensi panen 10 Ton Per Hektar Bagi hasil Bersih 60% ke petani setelah di Kurangi
Biaya Produksi adalah sebesar Rp 10.505.250,- Dalam 100 hari dan pengelola 40 % dari
keuntungan bersih tersebut sebesar Rp 7.003.500,- dalam 100 hari.

Pada intinya sembari pemerintah daerah mengupayakan instrument teknologi untuk


mengupayakan Lebong bisa menanam padi dua atau tiga kali dalam semusim, maka
sementara konpensasi ekonomi yang kami tawarkan adalah dalam rangka mensiasati
produksinya yang sama dengan potensi panen dua atau tiga kali panen dalam semusim
yang hanya diterapkan didalam satu musim saja, dengan pendekatan patokan produksi
rata rata biasa 4 ton per hekar dalam satu musim.

SEKILAS TENTANG BENTANG ALAM KABUPATEN LEBONG

Kabupaten Lebong adalah kabupaten di Provinsi Bengkulu yang


terbentuk berdasarkan UndangUndang Nomor 39 Tahun 2003
sebagai kabupaten pemekaran dari Kabupaten Rejang Lebong.
Wilayah yang pemukimannya padat dan menjadi pusat aktivitas
ekonomi adalah Muara Aman. Namun yang dijadikan ibukota
kabupaten atau pusat pemerintahan adalah Tubei yang berjarak
sekitar 120 km dari Kota Bengkulu.

Topografi Kabupaten Lebong didominasi oleh perbukitan. Meski dengan luas yang lebih
sempit, pusat permukiman atau lahan budidaya di Kabupaten Lebong mirip dengan
cekungan di wilayah Bandung, Jawa Barat, yaitu berupa Dataran tinggi yang dikelilingi
oleh pegunungan di sekitarnya (plateau). Pegunungan yang mengelilingi Kabupaten
Lebong adalah Pegunungan Bukit Barisan yang memiliki ketinggian 500-1.000 meter di
atas permukaan laut (mdpl). Jika dipersentasekan, sebesar 58,80 persen wilayah
Kabupaten Lebong berada pada ketinggian 500-1000 mdpl, 33,44 persen berada pada
1000- 1500 mdpl, dan sisanya 7,76 kurang dari 500 mdpl.

Wilayah Kabupaten Lebong terletak pada posisi sekitar 101o 55’ - 102o 30’ Bujur Timur
dan 02o 65’- 03o 60’ Lintang Selatan. Kabupaten Lebong hampir setengahnya (40,58 %)
berada pada kemiringan lahan lebih dari 40 % yang berarti banyak yang masuk wilayah
pegunungan. Kondisi tersebut membuat aktivitas ekonomi, perumahan dan pertanian
hanya terkonsentrasi di wilayah datar di Kecamatan Amen, Lebong Utara dan
sekitarnya. Termasuk di dalamnya wilayah persawahan produktif dan beririgasi. Wilayah
yang masuk kategori berbukit dan pegunungan tersebut secara legal hampir seluruhnya
masuk dalam kawasan hutan lindung Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).
Sebagaimana ditunjukkan dalam peta berikut ini.

Di Lebong komoditas andalan dari tanaman pangan adalah padi. Sekitar 20.000 tenaga
kerja menghabiskan sebagian besar waktu mereka di lahan persawahan. Dari luas
panen sedikitnya 8.455 hektare, diperoleh 41.113 ton gabah kering giling pada tahun
2018. Selain untuk konsumsi lokal, padi juga dipasarkan ke Curup dan Kota Bengkulu.
Sebagai produk unggulan, pertanian memberi kontribusi bagi pendapatan asli daerah
(PAD) melalui retribusi. Namum Produktivitas padi sawah Kabupaten Lebong masih
dibawah rata-rata nasional, salah satunya disebabkan oleh ketersediaan varietas unggul
yang terbatas dan adaptasi teknologi pertanian yang lambat termasuk didalamnya
Upaya peningkatan produktivitas, penerapan teknologi, peningkatan luas areal panen
melalui peningkatan intensitas tanam dan pembukaan areal baru dan peningkatan
penangan panen dan pasca panen untuk menekan kehilangan hasil dan meningkatkan
nilai tambah.

Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bengkulu dalam update terbarunya mencatat
produksi padi Kabupaten Lebong pada 2019 mencapai 58.244 ton. Kepala Bidang
Statistik Produksi BPS Provinsi Bengkulu Fatihuddin mengatakan produksi padi jenis
batet varietas lokal Kabupaten Lebong, Bengkulu tertinggi di Provinsi Bengkulu. "Padi
lokal Kabupaten Lebong, varietas batet hanya dapat dipanen setiap enam bulan sekali,
tapi petani mampu melipatgandakan capaian gabah untuk digiling menjadi beras," ujar
Fatihuddin. Produksi padi varietas lokal tersebut, lanjutnya, terus naik. "Pada 2018 lalu,
produksi hanya mencapai 41.113 ton. Lalu pada 2019 naik menjadi 58.244 ton," tukas
Fatihuddin. Produksi ini menjadi capaian paling tinggi dari 10 kabupaten/kota di
Bengkulu yang juga menanam padi sawah dan ladang. Ternyata panen varietas lokal
asal Lebong, antara lain padi batet mampu memberikan produksi melimpah.

Berbagai masalah teknis dan non teknis dijumpai dalam pengembangan padi sawah di
Kabupaten Lebong oleh karena penanaman padi hanya dilakukan sekali setahun.
Kondisi ini disebabkan antara lain oleh: (1) tingginya serangan hama tikus, (2) kultur
budaya masyarakat yang kurang produktif, dan (3) kekurangan air pada sebagian lahan
persawahan.

Berikut adalah data BPS dalam menggambarkan proykesi capaian panen padi di
Kabupaten Lebong terhadap pencapaian panen padi di seluruh Kabupaten di seluruh
wilayah Provinsi Bengkulu.

Sumber : bengkulu.bps.go.id/indicator/53/106/1/luas-panen-produktivitas-dan-produksi-
padi.html

Dalam pencapaian yang tertera terlihat bahwa dengan tanam satu kali setahun angka
produksi menunjukkan angka yang produktif apalagi jika dilakukan dua kali atau tiga kali
tanam dalam setahun kita optimis Lebong bias menjadi lumbeng beras provinsi
Bengkulu.
SEJARAH PADI

Padi termasuk genus oryza l yang meliputi lebih kurang 25 spesies, terbesar
di daerah tropik dan daerah sub tropic seperti asia, afrika, amerika dan australia.
padi berasal dari dua benua ; oriyza fatua koening dan oryza sativa berasal dari
benua asia, sedangkan jenis padi lainnya yaitu oryza stafii roschev dan oryza
glaberima steund berasal dari afrika barat.

Padi yang ada sekarang ini merupakan hasil persilangan antara oryza
officinalis dan oryza sativa f spontania. di indonesia pada mulanya tanaman padi
diusahakan didaerah tanah kering dengan system ladang, akhirnya orang berusaha
memantapkan basis usahannya dengan cara mengairi daerah yang curah hujannya
kurang. tanaman padi yang dapat tumbuh dengan baik didaerah tropis di indicia,
sedangkan japocica banyak diusahakan di daerah sub tropik. (anonymous. 2007).

Dalam perjalanan evolusi padi, oryza sativa telah mengalami perubahan-


perubahan morfologik dan fisiologik selama proses pembudidayaan. perubahan-
perubahan tersebut meliputi ukuran daun yang menjadi lebih besar, lebih panjang,
dan lebih tebal. jumlah daun juga menjadi lebih banyak dan laju pertumbuhan
tanaman lebih cepat. jumlah cabang-cabang sekunder pada malai juga lebih banyak,
bobot gabah lebih tinggi,laju pertumbuhan bibit lebih cepat, anakan lebih banyak,
dan pembentukan malai lebih singkron dengan perkembangan anakan. disamping itu
pengisian gabah menjadi lebih lama, tetapi kemampuan untuk membentuk rizoma
berkurang, dormansi lebih pendek, dan kurang peka terhadap panjang hari
(manurung dan ismunadji, 1998).

Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Padi

Hasil suatu jenis tanaman bergantung pada interaksi antara faktor genetis
dan lingkungan seperti tanah, topografi pengelolaan, pola iklim dan teknologi.
keadaan tanah sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur iklim, yaitu hujan, suhu dan
kelembaban. pengaruh itu kadang menguntunkan tetapi tidak jarang pula merugikan.

Untuk pertumbuhannya, padi memerlukan hara, air dan energy. hara dan air
diperoleh tanaman padi dari tanah, sedangkan energy diperoleh langsung dari
cahaya matahari. oleh karena itu tanah dan iklim merupakan faktor lingkungan
tumbuh tanaman padi.

Pengolahan Lahan Padi

Pelumpuran tanah sawah merusak struktur tanah dan mengubah pori-pori


makro menjadi pori-pori mikro sehingga permeabelitas tanah menjadi renah.
penggenangan air setelah pelumpuran menghentikan difusi oksigen ke dalam tanah.
akibatnya aktivitas mikroba aerob terhenti, tatapi sebaliknya aktivitas mikroba
anaerob menjadi aktif.reaksi tanah di lahan sawah mendekati netral.

Meningkatnya ph tanah terjadi karena reaksi reduksi-oksidasi. menurunnya


ph tanah alkalis terjadi karena perombakan bahan organic oleh mikroba tanah.
tercapainnya tingkat ph setelah penggenangan tergantung kepada nisbah h+/oh-
dalam reaksi reduksi-oksidasi. kondisi demikian jelas menujukan bahwa system
sawah meningkatkan kesuburan tanah.oeleh karena itu, produktivitas padi di lahan
sawah lebih tinggi dari lahan kering. namun tingkat kesuburan tanah setelah
disawahkan tergantung tingkat kesuburan asal tanah (fagi dan las, 1988).
Peranan Cahaya Matahari, Iklmi, Suhu Udara Dan Tanah Dalam Usaha
Budidaya Padi

Radiasi matahari yang tertangkap klorofil pada tanaman yang mempunyai


hijau daun merupakan energy dalam proses fotosisntesis. hasil fotosintesis ini
menjadi bahan utama dalam pertumbuhan dan produksi tanaman pangan. selain
meningkatkan laju fotosintesis, peningkatan cahaya matahari biasannya
mempercepat proses pembungaan dan pembuahan. sebaliknya, penurunan
intensitas radiasi matahari akan memperpanjang masa pertumbuhan tanaman. jika
air cukup maka pertumbuhan dan produksi padi hamper seluruhnya ditentukan oleh
suhu dan radiasi matahari.

Iklim adalah abstaksi dari keadaan cuaca dari suatu wilayah dalam jangka
panjang. oleh karena itu iklim hanya member gambaran umum tentang lingkungan
diatas permukaan unit lahan pertanian. curah hujan, radiasi matahari dan lama
penyinaran, suhu udara, kelembaban nisbi dan angin adalan unsure cuaca yang
menentukan pertumbuhan tanaman padi. sedangkan tingkat produksi padi
ditentukan oleh kemempuan petani dalam memanipulasi lingkungan tanah dan air
sehingga proses biokimia tanaman berlangsung efisien dan efektif. usaha
memenipulasi tanaman ini disebut budidaya tanaman.

Suhu udara merupakan faktor lingkungan yang penting karena berpengaruh


pada pertumbuhan tanaman dan berperan hamper pada semua proses
pertumbuhan. suhu udara merupakan factor penting dalam menentukan tempat dan
waktu penanaman yang cocok, bahkan suhu udara dapat juga sebagai factor
penentu dari pusat-pusat produksi tanaman. ditinjau dari klimatologi pertanian, suhu
udara di indonesia dapat berperan sebagai kendali pada usaha pengembangan
tanaman padi di daerah-daerah yang mempunyai dataran tinggi. sebagian besar padi
unggul dapat berproduksi dengan baik sampai dengan ketinggian 700 mdpl (wiyono,
2007).

Menurut teori heat unit atau degree day concept, umur tanaman atau tingkat
kematangan gabah ditentukan oleh total panas yang diterima tanaman padi,
sehingga umur umur padi akan makin pendek dengan makin tingginya suhu udara
(fagi dan las, 1998).

Berbeda dengan faktor tanah yang telah banyak dipelajari dan difahami,
cuaca dan iklim merupakan salah satu peubah dalam produksi pangan yang paling
sukar dikendalikan.oleh karena itu dalam usaha pertanian, umumnya disesuaikan
dengan kondisi iklim setempat.

Kisaran kelembaban nisbi optimum untuk tanaman padi adalah 50% - 90%. di
indonesia dengan kondisi nisbi tidak merupakan kendala usaha peningkatan
produksi padi di dataran rendah, tetapi di dataran tinggi. kelembaban > 95% dapat
menyembabkan agregasi tepung sari, dan ini dapat mengganggu penyerbukan.
kelembaban tinggi secara tidak langsung menurunkan produksi padi, karena
serangan penyakit helminthosporium dan pyriculariae orizae.

Angin berpengaruh pada laju evapotranpirasi, disamping itu angin dengan


kecepatan tinggi dapat mengganggu proses penyerbukan karena merusak
endosperm akibat bergesekan (fagi dan las, 1998).

Hingga saat ini belum ada penelitian komprehensif tentang hubungan perubahan
iklim dan hama penyakit di lapangan. namun, tanda-tanda di lapangan menunjukan
kaitan kuat antara masalah hama dan penyakit dengan perubahan iklim yang terjadi.
dalam tiga tahun terahir belakangan (2004-2007), terjadi beberapa perubahan
persoalan hama dan penyakit di indonesia, terkait peningkatan dan penurunan
serangan hama/penyakit.

Padi Dan Hama Penyakit

pada kondisi ini hama-penyakit menjadi makin merusak, atau tingkat


kerusakannya menjadi lebih besar. penyakit yang meningkat tajam dalam tiga tahun
terahir adalah penyakit kresek pada padi yang disebabkan oleh bakteri xanthomonas
oryzae pv. oryzae (wiyono, 2007)

secara garis besar, besarnya pendapatan usaha tani diperhitungkan dari


pengurangan besarnya penerimaan dengan besarnya biaya usaha tani tersebut.
penerimaan suatu usahatani akan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti luasnya
usaha tani, jenis dan harga komoditi usaha tani yang diusahakan, sedang besarnya
biaya suatu usahatani akan dipengaruhi oleh topografi, struktur tanah, jenis dan
varietas komoditi yang diusahakan, teknis budidaya serta tingkat teknologi yang
digunakan.

Unsur silika bagi tanaman padi dibutuhkan sebanyak Si = 5% dari total


kebutuhannya akan seluruh unsur hara (tanaka dan yosihida, 1970) lebih besar bila
di bandingkan dengan
N = 2,5%,
P = 0,1%,
K = 1,0%.
namun demikian, manfaat unsur si pada tanaman-tanaman graminea, terutama
padi dan tebu cukup penting dan telah diketahui sejak lama si diperlukan untuk
1. menjadikan tanaman tampak lebih tegak, sehingga daun lebih efektif menangkap
radiasi matahari dan efisien dalam penggunaan hara n yang menentukan
tinggi/rnedahnya hasil tanaman.
2. tanaman cukup si memiliki daun yang terlapisi silika dengan baik, menjadikannya
lebih tahan terhadap serangan berbagai penyakit yang diakibatkan oleh fungi
maupun bakteri seperti blas, hdb.
3. dengan si, batang tanaman menjadi lebih kuat dan kekar, sehingga lebih tahan
terhadap serangan penggerek batang, wereng coklat, dan tanaman menjadi tidak
mudah rebah.
4. si juga menyebabkan perakaran tanaman lebih kuat, intensif dan menaikkan root
oxidizing power, yaitu kemampuan akar mengosidasi lingkungan seperti ion fero
(fe++) menjadi feri (fe+++) sehingga pada lahan yang banyak mengandung besi
tanaman tidak mengalami keracunan atau lebih tahan. demikian (mn++) yang
biasannya dalam jumlah banyak meracuni tanaman menjadi berkurang karena
teroksidasi menjadi (mn++++).
5. tanaman kekurangan si banyak kehilangan air dari tanaman (tranpirasi tinggi),
karena permukaan daunnya kurang terlindungi silika, sehingga tanaman mudah
kekeringan. pemberian si menyebabkan tanaman lebih tahan kekeringan.

dari fase anakan hingga fase inisiasi malai, batas kritik kandungan si pada daun
<5%. pada fase pemasakan gabah tanaman yang kahat si, jeraminnya menandung
si <5%. nilai optimal konsentrasi si dalam jerami adalah 8% - 10%. bahkan menurut
tisdale et.al. (1993) tanaman padi tanggap terhadap pemberian si apabila jerami padi
mengandung si kurang dari 11%.
si banyak terdapat pada lapisan epidermis di daun, pelepah daun dan batang
(takahasi 1995). silika diserap oleh akar, di translokasikan ke daun sehingga jaringan
tersebut mengeras akibat si. serapan silika pada tanaman padi sebanyak :
1. enam (6) kali serapan k
2. sepuluh (10) kali serapan n
3. dua puluh (20) kali serapan p
4. tiga puluh (30) kali serapan ca

secara umum pemberian silika dapat memperbaiki fungsi fisiologi tanaman dan
meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan hama, penyakit dan
kerebahan. penggunaan silika paling nyata bila diberikan pada stadia generatif
(perpanjangan bakal bunga). pemberian si pada stadia vegetatif pengaruhnya tidak
begitu besar terhadap komponen hasil padi (takahashi 1995).

penambahan silika pada tanaman padi dapat meningkatkan jumlah gabah per
malai dan bobot gabah isi per rumpun (takahashi 1995). peningkatan serapan silika
dapat menjaga daun tetap tegak sehingga fotosintesis dari kanopi dapat meningkat
10% (cock and yoshida 1970 dalam yoshida 1981).

dalam meningkatkan kualitas gabah/beras, silika melindungi kulit gabah sejak


perkembangnnya (fase bunga, matang susu, hingga matang beras) dari hama
penghisap dan jamur jelaga sehingga gabah tetap bersih dan berisi.

penyakit blas yang disebabkan oleh cendawan pyricularia graea (cooke) sacc.
(rossman et. al 1990) merupakan salah satu masalah utama dalam budidaya padi,
terutama pada pertanaman padi gogo. penyakit blas menyerang tanaman padi mulai
dari tanaman muda sampai pada pengisian bulir padi.

gejala penyakit blas dapat muncul pada :


1. daun
2. buku batang dan
3. leher malai

secara umum ada dua jenis serangan blas yaitu :


1. blas daun yang menyerang tanaman pada fase vegetatif dan serangan serius
pada vase vegetatif dapat menyebabkan matinnya tanaman

2. blas leher malai yang menyerang pada awal pembungaan (bosnman 1992).
serangan serius pada vase generatif dapat menyebabkan patahnya leher malai
dan bulir padi yang hampa (ou 1985).

tanaman padi pada kondisi lahan kering (gogo) memiliki kandungan silika lebih
rendah dibanding kondisi lahan sawah, karena ketersediaan silika pada lahan kering
relatif lebih rendah dibandingkan pada lahan sawah. akibatnya tanaman padi gogo
lebih sering terkena blas dan penyakit tanaman lainnya.

munculnya blas di lahan sawah, diduga disebabkan oleh kandungan silika pada
lahan sawah sudah mulai menurun, karena pengelolaan yang intensif sehingga
kehilangan silika tinggi (terdegradasi). hal ini menyebabkan tanaman padi sawah
dapat terkena penyakit blas, sebegitu pula penyakit-penyakit tanaman lainnya. untuk
mengantisipasi meluasnnya penyebaran penyakit blas pada padi sawah, maka perlu
mendeteksi kemungkinan kahat silika pada tanaman padi.

serangan penyakit blas daun dan blas leher meningkat dengan pemberian pupuk
n apabila silika tidak diberikan. dengan pemberian silika, serangan blast menurun
drastis, ini membuktikan bahwa hara n membuat daun lebih lemah (secculent)
sehingga rentan terhadap serangan penyakit blast, sedangkan pemberian silika
dapat meningkat konsentrasi silika pada daun atau melindungi daun sehingga lebih
kuat dan serangan blast menurun. penyakit lainnya seperti busuk batang pada padi
berkurang dengan pemberian silika sudah lama dilaporkan (yoshii et. al. 1958).
pertanaman padi di lapangan selalu diserang oleh berbagai hama, diantarannya
yang utama adalah penggerek batang padi (pbp). ada empat jenis pbp yang ditemui
di lapangan dan yang terbanyak yaitu penggerek batang padi kuning (pbpk).
1. larva pbpk menyerang tunas muda,
2. serangan pada stadia tanaman vegetatif disebut sundep
3. serangan pada stadia tanaman generatif disebut beluk

hasil penelitian membuktikan bahwa pemberian silika dapat menekan serangan


hama seperti:
1. penggerek batang
2. wereng coklat,
3. wereng hijau dan
4. hama punggung putih (ma dan takashi 2002)

larva yang memakan tanaman yang mengandung sio2 kadar tinggi


mengakibatkan alat mulutnya aus, sehingga tanaman terhindar dari serangannya
(sasamoto, 1961)

Peranan Nutrisi

Peranan nutrisi dalam budidaya tanaman padi tidak dapat dipisahkan dalam upaya
peningkatan produktifitas termasuk dengan pendekatan kemitraan, sehingga masyarakat
teredukasi untuk memahami bahwa nutrisi tanaman perlu ditakar dan diketahui secara
mendalam sehingga pilihan asupan nutrisi pending menjadi lebih terukur untuk diadakan
petani dalam proses budidaya.

Dalam hal teknologi pemupukan secara konvensional petani sudah sangan akrab
dengan pupuk dan cara pemupukan. Paling tidak dalam 19 jenis unsur hara penting
tanaman paling tidak para petani sudah sangat mengenal pupuk-pupuk dasar sebagai
nutrisi makro bagi tanaman, dimana yang dikenal diantarannya adalah Nitrogen (N),
Phospor (P) dan Kalium (K) baik secara tunggal mapun dalam bentuk majemuk pupuk
NPK. hal ini menandakan bahwa petani menyadari betul bahwa posisi pupuk dan
aktivitas pemupukan sangat penting dalam usaha pertanian.

Hara merupakan unsur yang sangat diperlukan oleh tanaman. Hara banyak terdapat
dalam air tanah. Konsentrasi hara dalam air tanah pada (1) Konsentrasi Normal sekitar
1-5 permil. (2) Jenuh air 0,21-1 permil dengan Po 0,1-0,5 atm. (3) Tanah kering
konsentrasi hara dalam air tanah dapat meningkat dan menyebabkan PO tanah menjadi
negatif. Berdasarkan peranannya, hara dibagi menjadi :

A. Hara Esensial
Hara esensial sangat diperlukan tanaman untuk menyelesaikan siklus hidupnya. Hara ini
juga sangat dibutuhkan pada proses biokimia tertentu dan peranannya tidak dapt
digantikan oleh unsur lain. Bila unsur tersebut tidak ada, maka pertumbuhan tanaman
akan terhambat, dan akan tumbuh lebih lanjut jika unsur tersebut ditambahkan.
Hambatan pertumbuhan ini memberikan dambak seperti tanda kahat (defisiensi) yang
khas. Unsur yang termasuk hara esensial berjumlah 16 unsur, dan terletak pada sistem
periodik unsur pada garis Argon (Ar) yaitu garis yang menghubungkan Ar dengan C.
B. Hara Fungsional
Hara fungsional adalah hara yang apabila ada dalam tanah atau medium dapat
memperbaiki pertumbuhan tanaman. Misalnya. Unsur Natrium (Na) dapat menggantikan
peran dari unsur Kalium (K). Unsur lain yang merupakan unsur hara fungsional adalah
Kobalt (Co) yang berperan dalam memperkuat ketahanan tanaman terhadap lingkungan
yang tidak menguntungkan tanaman itu sendiri.

C. Hara Potensial
Hara potensial adalah unsur hara yang sering ditemukan dalam tubuh tanaman, akan
tetapi belum jelas fungsi dari unsur hara ini.

Berdasarkan Jumlah yang dibutuhkan oleh tanaman, hara dapat dibagi menjadi 2 :
A. Unsur Hara Makro
Unsur ini sangat diperlukan oleh tanaman dalam jumlah yang sangat besar. Unsur ini
antara lain : N, P, S (anion) dan K, Ca, Mg (kation).

B. Unsur Hara Mikro


Unsur ini dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang sedikit. Umumnya unsur ini antara lain
: B, Cl, Cu, Fe, Mn, Mo, Zn. Akan tetapi pada tanaman tertentu Co, Se, Si, Na
dibutuhkan juga sebagai unsur hara mikro.

Penyerapan unsur hara pada tanaman bisa melalui daun dan akar. Pada daun biasanya
unsur hara yang dapat diangkut antara lain : CO2, O2, H2O dan sat terlarut. Dan pada
akar unsur hara yang dapat terserap antara lain : O2, H2O, mineral anorganik dan zat
organik terlarut.

Ada 19 unsur makro dan mikro yang dibutuhkan tanaman, yaitu C, H, O, N, P, K, Ca,
Mg, S, Fe, Mn, Cu, Zn, Mo, B, Cl, (Na, Si, dan Co). Unsur hara disebut esensial apabila
memenuhi tiga syarat, yaitu (i) tanpa unsur tersebut tanaman tidak tumbuh, (ii)
mengalami gejala kekahatan yang spesifik, dan (iii) berperan dalam proses metabolik
tanaman. Na, Si, dan So belum digolongkan secara umum sebagai hara esensial untuk
tanaman, karena tidak semua jenis tanaman membutuhkannya. Na dibutuhkan oleh
tanaman chenopodiaceae dan tanaman yang adaptif pada kondisi salin.
Hara Si banyak dibutuhkan oleh tanaman serealia seperti padi, tebu, dan jagung. Hara
Cl merupakan unsur terbaru yang ditambahkan ke dalam daftar unsur esensial (Mengel
and Kirkby 1987)

unsur silika bagi tanaman padi dibutuhkan sebanyak 5% dari total kebutuhannya akan
seluruh unsur hara lebih besar bila di bandingkan dengan N = 2,5%, P = 0,1%, dan K =
1,0%.

Silika (Si) merupakan unsur hara yang memberi banyak manfaat bagi tanaman,
khususnya tanaman akumulator Si seperti padi dan tebu. Unsur hara Si bermanfaat
dalam mendukung pertumbuhan tanaman yang sehat.

Sistem usaha tani yang mengabaikan kelestarian lahan merupakan penyebab utama
degradasi lahan, seperti pembakaran jerami yang merupakan sumber unsur kalium (K)
dan silika (Si) serta unsur hara lainnya. Demikian pula peningkatan intensitas tanam padi
hingga tiga kali dalam setahun tanpa memberikan waktu untuk dekomposisi jerami
menjadi penyebab terkurasnya unsur hara dalam tanah.

Unsur hara N, P, dan K umumnya dikembalikan ke dalam tanah melalui pemupukan,


namun unsur Si dan unsur mikro tidak dikembalikan ke dalam tanah. Oleh karena itu,
lahan sawah intensif dan lahan sawah yang berbahan induk aluvial sangat
membutuhkan tambahan unsur hara Si.

Unsur Si sangat diperlukan tanaman, terutama padi. Namun, pemupukan Si pada tanah
sawah Indonesia belum umum, bahkan belum pernah dilakukan, sehingga belum
banyak informasi hasil-hasil penelitian tentang respons pemupukan Si terhadap
pertumbuhan maupun hasil tanaman. Demikian pula informasi tentang sumber unsur Si
masih terbatas. Baru jerami dan sekam padi yang dikenal sebagai sumber unsur Si,
namun jerami biasanya diangkut ke luar sawah atau dibakar. Alternatif sumber pupuk Si
adalah limbah pabrik baja (slag) dan fly ash. Di Jepang, penggunaan pupuk Si sudah
sangat intensif, ada yang diberikan sebagai kapur yang mengandung Si dan Ca, atau
sebagai pupuk Si komersial seperti gel silika dan fused magnesium silikat. Unsur Si
dalam pupuk komersial umumnya lebih cepat tersedia bagi tanaman.

Peran Hara Si bagi Tanaman Unsur Si dapat menstimulasi fotosintesis dan translokasi
karbon dioksida (CO2). Silika yang terakumulasi pada daun padi berfungsi menjaga daun
tetap tegak sehingga membantu penangkapan cahaya matahari dalam proses
fotosintesis dan translokasi CO2 ke malai. Unsur Si juga dapat mengurangi cekaman
abiotik, seperti suhu, radiasi cahaya, angin, air, dan kekeringan, serta meningkatkan
resistensi tanaman terhadap cekaman biotik, seperti serangan penyakit dan hama. Silika
memperkuat jaringan tanaman sehingga lebih tahan terhadap serangan penyakit dan
hama. Fungsi ini mirip dengan peran K bagi tanaman.

Ketersediaan Si yang cukup dalam tanah juga meningkatkan ketahanan tanaman


terhadap ketidakseimbangan unsur hara, seperti kelebihan N, kekurangan dan kelebihan
P, serta keracunan Na, Fe, Mn, dan Al. Unsur N yang berlebih menyebabkan daun
menjadi lunak sehingga penyerapan cahaya untuk proses fotosintesis kurang optimal.
Dengan menambahkan Si maka proses fotosintesis akan maksimal.

Si juga dapat menggantikan fiksasi P oleh Al dan Fe sehingga P menjadi tersedia bagi
tanaman. Ketersediaan P dalam tanaman dipengaruhi oleh konsentrasi Fe dan Mn.
Ketersediaan P dalam tanaman akan berkurang bila konsentrasi Fe dan Mn tinggi.
Ketersediaan Si yang cukup dapat menekan Fe dan Mn dalam tanaman sehingga P
menjadi lebih tersedia. Selain itu, suplai Si dapat meningkatkan translokasi P ke malai
sehingga peran P lebih optimal bagi tanaman. Toksisitas Na dapat dikurangi dengan
menurunkan laju respirasi bila Si tersedia cukup bagi tanaman sehingga mencegah
keracunan Na pada tanaman.

Dengan fungsi tersebut maka unsur hara Si mutlak dibutuhkan tanaman. Perannya
sebagai unsur hara yang menguntungkan dapat berubah menjadi unsur hara esensial
seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan konsep unsur hara esensial dan
nonesensial berdasarkan hubungan tanah, unsur hara, dan tanaman. Kurangnya
informasi tentang sumber hara Si dan tingkat kelarutannya menyebabkan petani kurang
mengenal pemupukan Si untuk tanaman padi. Belum banyak ahli atau pakar yang fokus
mempelajari unsur hara Si dan juga pemupukan Si. Namun, untuk mencapai pertanian
yang berkelanjutan di Indonesia maka harus dimulai penelitian dan pengkajian
pemupukan Si.

Sumber Unsur Hara Si Sumber unsur Si banyak tersedia di Indonesia, yang dapat
dikelompokkan ke dalam beberapa kategori sebagai berikut.

Bahan Organik

 Jerami, mengandung SiO2 hingga 20% atau lebih dan merupakan sumber utama
Si yang mudah tersedia. Aplikasi jerami ke dalam tanah sawah meningkatkan
kandungan Si tersedia menjadi dua kali lipat dibanding tanpa jerami.
 Sekam padi, umumnya proporsinya 20% dari bobot gabah. Sekam mengandung
20% SiO2 sehingga merupakan salah satu sumber Si yang potensial. Abu sekam
padi merupakan sumber unsur Si yang lebih baik dibandingkan dengan sekam.
Namun, abu sekam padi yang dapat menjadi sumber Si adalah yang dibakar
pada suhu rendah dan waktu pembakaran yang lama. Pembakaran sekam padi
pada suhu tinggi akan mengubah bentuk Si dalam tanaman menjadi kristal
kristobalit yang sulit tersedia bagi tanaman.
 Kompos, merupakan sumber unsur hara termasuk Si karena mengandung sisa-
sisa tanaman yang mengandung Si. Kompos jerami merupakan sumber utama Si
yang mengandung kurang lebih 20% SiO2.
 Phytolith atau disebut pula biogenic Si. Unsur hara Si dalam larutan tanah yang
diserap tanaman langsung ditranslokasi ke bagian-bagian tanaman yang
membutuhkan dan mengakumulasi Si, yang selanjutnya akan menumpuk pada
bagian tersebut sampai tanaman mati. Setelah tanaman mati, bagian tanaman
tersebut akan kembali ke dalam tanah sebagai sumber stok Si.

Pupuk Silikat

Beberapa pupuk Si telah dijual secara komersial di luar negeri, terutama di Jepang dan
Rusia seperti kalsium silikat slag, fuse magnesium fosfat, kalium silikat, porous hydrate
kalsium silikat, dan silika gel. Sumber-sumber pupuk Si tersebut belum banyak dikenal
dan tersedia di Indonesia.

Beberapa sumber pupuk Si dari limbah pabrik di Indonesia adalah:

 Fly ash batu bara dan slag pabrik baja. Limbah PLTU yang berupa fly ash
selama ini hanya menumpuk dan belum dimanfaatkan. Pada tahun 2006, limbah
fly ash ini mencapai 2 juta ton. Fly ash batu bara mengandung Si sekitar 40%.
Namun, selain SiO2, fly ash juga mengandung Fe2O3 dan Al2O3 sehingga
penggunaannya sebagai sumber hara Si perlu mempertimbangkan kandungan
Fe dan Al.
 Campuran fly ash dengan kalium karbonat, magnesium hidroksida dan calcined
yang dibakar pada suhu 900 0C.
 Kalium silikat cair yang dihasilkan dengan melarutkan kalium silikat dan kalium
karbonat dalam air, merupakan pupuk Si yang tersedia cepat bagi tanaman.
 Slag pabrik baja, mengandung SiO2 tinggi namun perlu memerhatikan
kandungan logam berat yang berbahaya bagi tanaman.
 Silika gel, sekarang mulai banyak diproduksi dalam bentuk silika gel biasa
maupun nano silika gel yang memiliki keunggulan sebagai pupuk Si yang cepat
tersedia bagi tanaman.

Sumber pupuk Si harus memenuhi beberapa persyaratan agar dapat digunakan sebagai
pupuk. Umumnya bahan pupuk Si harus mengandung SiO2 terlarut minimal 20%,
kandungan alkali lebih dari 35%, dan logam berat di bawah standar. Kementerian
Pertanian Jepang mensyaratkan kandungan SiO2 sesuai dengan sumbernya, tetapi
minimal 20%, dan kandungan logam berat untuk Ni 0,4%, Cr 4%, dan Ti 1,5%.
Persyaratan pupuk gel silika agak berbeda karena bahan tersebut tidak larut dalam HCl
sehingga harus mengandung SiO2 terlarut lebih dari 80% dalam 0,5 NaOH.

Penggunaan pupuk Si di Indonesia dapat dimulai dengan melakukan survei kandungan


hara Si dalam daun dan jerami padi, status Si tanah, dan sumber bahan baku pupuk Si.
Pengembangan pupuk Si memerlukan kerja sama penelitian antara bidang kesuburan
tanah dan produsen pupuk sehingga formulasi pupuk Si dapat menggunakan bahan-
bahan yang banyak terdapat di Indonesia, mudah didapat, dan mudah diformulasi.

Tanah-tanah yang mengandung Si rendah adalah tanah-tanah yang terlapuk secara


intensif di daerah basah atau dengan kondisi curah hujan tinggi. Cirri-ciri tanah yang
mengandung Si rendah adalah :
1. Mengandung total Si rendah.
2. Al-dd tinggi
3. Kejenuhan basa rendah
4. pH rendah
5. kapasitas fiksasi P tinggi, yang disebabkan oleh tingginya Kapasitas Tukar Anion
(KTA) dan
6. Tingginya kandungan Al- dan Fe-Oksida
7. Mn++ dan Fe++ tersedia bagi tanaman tinggi.

Tanaman padi menyerap Si dalam jumlah yang banyak dari sekitarnnya, yaitu :
Dalam 100 Kg Gabah Kering Giling (GKG) terserap :
a. 0,5 Kg (Nol Koma Lima Kilo Gram) P : Pospor
b. 0,7 Kg (Nol Koma Tujuh Kilo Gram) Ca : Kalsium
c. 2,1 Kg (Dua Koma Satu Kilo Gram) N : Nitrogen)
d. 3,3 Kg (Tiga Koma Tiga Kilo Gram) K : Kalium
e. 20 Kg (Dua Puluh Kilo Gram) Si : Silika

Direkomendasikan penggunaan silika lebih kuat pada daerah-daerah :


1. Lahan sawah / padi yang mulai memasuki fase marginal
2. Lahan rawa (gambut, masam dan lebak)
3. Lahan tadah hujan (sawah non irigasi) dan lahan kering (padi gogo)
4. Daerah endemik penyakit
5. Daerah Lahan Keracunan besi
6. Lahan berdainase buruk

Salah satu sifat kimia tanah yang terkait erat dengan ketersediaan hara bagi
tanaman dan menjadi indikator kesuburan tanah adalah Kapasitas Tukar Kation
(KTK) atau Cation Exchangable Cappacity (CEC). KTK merupakan jumlah total
kation yang dapat dipertukarkan (cation exchangable) pada permukaan koloid yang
bermuatan negatif. Satuan hasil pengukuran KTK adalah milliequivalen kation dalam
100 gram tanah atau me kation per 100 g tanah.

Kation merupakan ion bermuatan positif seperti Ca++, Mg+, K+, NH4+, Na+, H+,
Al3+ dan sebagainya. Di dalam tanah kation-kation tersebut terlarut di dalam air
tanah atau dijerap oleh koloid-koloid tanah. Banyaknya kation yang dapat dijerap
oleh tanah persatuan berat tanah di namakan kapasitas tukar kation atau KTK.
Kation-kation yang telah dijerap oleh koloid-koloid tersebut sukar tercuci oleh air
gravitasi tetapi dapat diganti oleh kation lain yang terdapat dalam larutan tanah hal
tersebut dinamamkan pertukaran kation. Jenis-jenis kation yang telah disebutkan
diatas merupakan kation-kation yang umum ditemukan dalam kompleks jerapan
tanah. Tanah dengan ktk tinggi bila didomonasi dengan kation basa Ca ,Mg, K, Na,
(Kejenuhan basa tinggi dapat meningkatkan kesuburan tanah tetapi bila di dominasi
dengan kation asam Al, H (Kejenuhan basa rendah) dapat mengurangi kesuburan
tanah, karena unsur-unsur hara terdapat dalam kompleks jerapan koloid maka
unsur-unsur hara tersebut tidak mudah hilang tercuci oleh air.

Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau kadar liat tinggi mempunyai
KTK lebih tinggi daripada tanah-tanah dengan kandungan bahan organik rendah
atau tanah-tanah berpasir. Nilai KTK tanah sangat beragam dan tergantung pada
sifat dan ciri tanah itu sendiri. Besar kecilnya KTK tanah dipengaruhi oleh Reaksi
tanah, Tekstur atau jumlah liat, Jenis mineral liat, Bahan organik dan Pengapuran
serta pemupukan.

KETERSEDIAAN SILIKA PADA ZEOLIT

Zeolite dengan sifat utama, memiliki kapasitas tukar kation (KTK) dan selektifitas
terhadap Ammonium dan Kalium yang tinggi, dapat digunakan sebagai bahan untuk
meningkatkan efisiensi pemupukan anorganik seperti Urea (N),SP-36 (P), dan KCl
(K) kapasitas tukar kation untuk Zeolite yang ditemukan di Indonesia berkisar 150-
200 me/100 g ( Prodmin Inter Nusa, 1995 ), sedangkan efektifitas kation berdasarkan
berbagai hasil penelitian adalah berturut-turut (Cs-Rb,NH4,Ba Sr K Ca, Fe>Al>Mg>Li
( Ames, 1960 dalam Mumpton, 1984b).

Selain itu Zeolite mempunyai sifat sebagai penukar ion terutama logam Alkali atau
Alkali tanah seperti Na, K, Ca,Ba, dan Mg, dan penyaring molekul yang baik
sehingga diharapkan 1) hanya yang dierikan melalui pemupukan ataupun pelapukan
pupukdengan pelepasan hara secara lambat (slow release fertilizer) ( Lewis
et.a1.1984; Flanigen 1984 ). Mineral Zeolite bersifat basa sehingga dapat
menetralkan tanah yang bersifat asam, mengurangi daya fiksasi P oleh koloid tanah
(Sarief,1987), dan meningkatkan KTK serta aktifitas mikroorganisme dalam tanah (
Semmens,1984).

Pengaruh pemberian zeolite terhadap perbaikan produktivitas lahan terutama


kapasitas tukar kation KTK tersebut ternyata meningkat dengan berkurangnya
kandungan liat tanah (Mumpton,1981a)lebih jauh di simpulkan bahwa berkurangnya
KTK karena pemberian zeolite mampu bertahan selama beberapa tahun pada lahan
yang mempunyai kandungan liat tinggi.
Pemberian Zeolite yang dicampur dengan pupuk N seperti urea atau
ammonium sulfat dapat meningkatkan efisiensi melalui,
 pengurangan kehilangan NO3N karena pencucian dan
perkolasi,
 meningkatkan ketersediaan ammonium teruta pada tanah
dengan kandungan liat rendah (relative kurang subur) melalui
penekanan proses nitrikasi dan volatilisasi NH4,
 meningkatkan penyerapan N oleh tanaman dan,

mengurangi keracunan perakaran tanaman karena ammonia


dan nitrat yang berlebihan ( Lewis et.a1 1980; Barbarick and
Pirrelli, 1984 ).
Dalam hal ini, ammonium yang dipertukarkan oleh Zeolite dilepaskan secara lambat
sehingga berperan sebagai slow realease fertilizer, sedangkan mineral zeolitenya
sendiri berperan sebagai penyangga (reservoir) ammonium yang berasal dari
penguraian urea yang pada akhirnya akan menekan toksisitas ammonium dan nitrat
melalui penekanan aktifitas bakteri dalam proses nitrifikasi. Barbarick dan Pirrelli
(1984) melaporkan bahwa pemberian Zeolite pada lahan sawah dapat meningkatkan
ketersediaan N dalam tanah sebesar 63% karena terhambatnya koversi ammonium
(NH4) menjadi Nitrat ( NO3 ) melalui proses nitrifikasi. Sehingga kehilangan Nitrat
karena denitrifikasi juga menjadi berkurang. Berkurangnya proses nitrifikasi
memberikan pengaruh positif terhadap ketersediaan fosfat karena berkurangnya
fiksasi oleh kation-kation Al dan Fe.

Pemberian Zeolite pada tanah berstektur pasir berlempung dan liat lempung
berdebu dapat menghambat konversi NH4 menjadi NO3 sebesar 30-40% (Mc
Know, 1978 dalam Sunarto, 1995 ). Sedangkan Astiana ( 1995 ) melaporkan bahwa
penggunaan Zeolite 0,5-1,0% yang dicampur pupuk urea 100-299 kg /ha mampu
menekan kehilangan N melalui pencucian sebesar 19-20% dan volatilisasi sebesar
19=22%.
Hasil penelitian pada pertanaman padi sawah dengan jenis tanah alluvial di
Karawang dan Subang serta grumosol di Sumedang menunjukan bahwa pemberian
Zeolite yang dikombinasikan pemupukan Urea (200kg/ha), SP 36 (100kg/ha), dan
KCl (100kg/ha) menyebabkan peningkatan hasil gabah kering tergantung pada
takarannya (tabel 6). Dalaam hal ini Zeolite mampu meningkatkan ketersediaan
N,P,dan K serta unsur lainnya sehingga pertumbuhan tanaman (yang ditunjukan oleh
peningkatan tinggi tanaman dan jumlah anakan per rumpun) lebih baik yang pada
akhirnya komponen hasil juga meningkat ( Bachrein et.a1., 1998).

c. TUJUAN
Program pemberdayaan masyarakat tani khususnya petani padi sawah dan darat
merupakan sumbangsih kami para sarjana pertanian khsususnya sarjana pertanian
yang terhimpun didalam Kabahill Centre yang ada di Bengkulu dalam rangka
menerapkan ilmu pengetahuan dan ikut serta mendorong kemajuan pertanian dan
ikutserta pula dalam upaya mendukung program pemerintah dalam mengupayakan
swasembada pangan khususnya pangan pokok.

d. METODE
Dalam program pemberdayaan ini pendekatan yang kami berikan adalah
pendekatan sosial ekonomi dimana pendekatan sosial yang dimaksud adalah
sumbang teknologi dari kami kepada petani dan pendekatan ekonomi yang
dimaksud adalah pola saling menguntungkan dimana kami selaku pengelola
lembaga pemberdayaan tidak hanya mengandalkan pendekatan penerapan
teknologi tetapi juga melakukan pendekatan bisnis dimana kami juga turut serta
dalam upaya membantu permodalan usaha tani padi pagi petani.
Pemilihan petani mitra dalam program pemberdayaan ini juga menjadi hal lain yang
juga kami susun secara hati-hati. Artinya tidak semua petani yang akan kami ikut
sertakan dalam kemitraan dalam program pemberdayaan ini mengingat program ini
dirancang sebagai pilotpoject dalam memberdayakan masyarakat tani. Kehati-hatian
lebih diarahakan kepada agar program ini berjalan sesuai rencana.

Pemilihan petani pilihan


Dalam pemilihan kriteria pemilihan ada beberapa hal pokok yang menjadi standart
pokok bagi kami menentukan petani mitra dalam program ini diantaranya :
1. Lahan : Lahan pertanian bukan merupana lahan sewa, pinjam atau
gadai
2. Pengelolaan : Dalam pengelolaan lahan pertanian petani yang
bersangkutan
mengelola lahan tersebut secara mandiri dan langsung, tidak
diupahkan secara keseluruhan.
3. Pemungutan hasil : Dalam hal pemungutan hasil petani yang bersangkutan
memungutnya sendiri dan mengupayakan usaha pemungutan
sendiri tidak diupahkan secara keseluruhan.
4. Kondisi Lahan : dalam hal pemilihan lahan, kami juga melakukan pemilihan
lahan
secara selektif yaitu dengan menempatkan standart lahan
yang tepat dalam penerapan program kemitraan
pemberdayaan ini daintarnya, lahan tersebut haruslah lahan
pertanian yang dekat dengan sentra irigasi artinya kondisi
pengairan yang cukup untuk melakukan proses budidaya.

Penerapan teknologi nutrisi :


Dalam penerapan teknologi kami telah memilih dan menseleksi beberapa produk
pilihan dalam mengupayakan program ini agar berhasil diantara produk tersebut
dan manfaatnya adalah :
a. Urea : PUSRI
b. Zeolit : TCP-36
c. Fungisida : Ziflo, Nefoz, Renzo
d. Insektisita : Kontak (Starban + Dagger), Sistemik (Manuver)
e. Silika Cair : BIOMAX

Penerapan teknologi seleksi benih

Dalam proses seleksi benih kami menerapkan teknologi langsung dipapangan


dengan tetap elakukan uji kualitas benih walaupun benih berlebel sekalipun agar
tetap mendapatkan rendemen benih terbaik. Dalam proses seleksi benih kami kemi
menerapkan metode seperti yang tergambar dalam uraian berikut ini :
1. Pertama tentukan benih hibrida yang akan ditanam
2. Setelah benih di pilih maka langkah selanjutnya adalah melakukan pencelupan
benih di dalam bejana berupa baskom sampai setengah baskom sisa setengah
lagi untuk mengisi air hingga penuh.
3. Setelah air terisi penuh sembari mengaduk aduk benih tersebut sampai rata
maka langkah selanjutnya adalah membuang benih yang mengapung di datas
permukaan air karena benih yang mengapung tersebut dianggap benih yang
tidak baik untuk di tanam.
4. Setelah dipastikan tidak ada lagi benih yang mengapung di permukaan air di
dalam bejana maka langkah selanjutnya adalah memasukkan telur ayam
kampung yang baru semalam keluar dari induk ayam dengan menambahkan
pupuk ZA sedikt demi sedikit proses mengaduk aduk bejana yang berisi benih
tersebut di lakukan lagi seperti pada saat seleksi yang pertama. Proses
pengadukan dengan metode ZA dan telur Ayam kampung akan berakhir jika telur
ayam mengapung di permukaan air di dalam bejana bersamaan dengan itu
mengapung pula benih lainya yang dianggap tidak baik. Benih yang tersisa yang
tidak mengapung langsung di tiriskan dan selanjutnya di kecambahkan dan
kemudian di tempatkan di media semai yang telah di siapkan hingga umur benih
berumur 15 hari untuk selanjutnya setelah 15 hari di media semai langsung
dipindahkan ke lahan tanam yang akhir.

Penerapan teknologi pengeolahan lahan

Dalam pengelolaan lahan kami menerapkan teknologi terbaik dan sesuai standart
mutu pengolahan lahan diataranya :
a. Dalam proses pembajakan lahan lahan tersebut harus di bajak secara dalam
hingga mencapai tekstur tanah pada lahan pertani menjadi lembut seperti bubur
setelah sampai pada fase penghalusan lahan dan selam 3 hari pasca
penghalusan lahan tersebut harus tetap di jaga kehalusannya dengan tetap
mengontrol pengairan pada lahan sawah tersebut.
b. Hari ke tiga pasca penghalusan lahan dengan metode bajak lahan tersebut harus
di tabaur pupuk yang sudah dicampur antara UREA + ZEOLIT dengan masa
perbandingan 1 : 1 atau 50 kg (1 zak) UREA + 50 Kg (1 zak) ZEOLIT dimana
sebelum ditaburkan ke dua pupuk tersebut telah dicampur rata dan di peram
dalam wadah tertutup rapat kedap udara selama satu minggu.
c. Hari ke tiga pasca penaburan pupuk campuran maka langkah selanjutnya adalah
melakukan penanaman. Dalam proses penanaman ini petani hendaknya
mengikuti petunjuk pola penanaman yang kami juga kami susun kurikulumnya
yang mana isi daripada kurikulum tersebut adalah sebagai berikut :
1. Jarak antar tanaman 30cm x 30cm
2. Jarak dari tanaman paling pinggir dengan pematang adalah 30 cm
3. Penanaman sedapat mungkin menarapkan 1 batang 1 lobang
4. Bibit yang ditanamkan berusia 15 hari di umur semaian atau bila perlu untuk
langkah jangka panjang dengan penerapan teknologi menanam biji langsung
ke lahan sawah dimana satu biji dalam 1 lobang tanam.
Penerapan teknologi pengendalian hama penyakit dan penambahan nutrisi
tanaman.

Dalam upaya pengendalian hama penyakit dan penambahan nutrisi kami menerapkan
metode semprot dengan menambahkan beberapa paramenter pengendalian dalam
hanya sekali aplikasi. Dalam membangi aktivitas pengendalian kami membaginya
menjadi 3 fase yang mana setiap fase berjalak interval hari selama 20 hari (20 hari
pertama dilanjutkan 20 hari ke dua dan terakhir 20 hari ke 3) dimana total hari dalam
proses ini adalah sebanyak 20 hari kali 3 fase yaitu sebanyak 60 hari dimana setiap fase
akan diberikan perlakuas sebagai berikut :
FASE UMUR TANAMAN PRODUK DOSIS
ZIFLO 4 SENDOK
MAKAN
20 HARI SETALAH
20 HARI PERTAMA MANUVER 60 ml
TANAM
STARBAN 30 ml
BIOMAX 40 ml
ZIFLO 4 SENDOK
MAKAN
40 HARI SETALAH MANUVER 60 ml
20 HARI KE DUA
TANAM STARBAN 30 ml
BIOMAX 40 ml
RENZO 20 ml
ZIFLO 4 SENDOK
MAKAN
60 HARI SETALAH MANUVER 60 ml
20 HARI KE TIGA
TANAM STARBAN 30 ml
BIOMAX 40 ml
RENZO 20 ml

Pengendalian gulma
Terhitung sejak hari pertama pasca penanaman hingga hari ke tiga lahan
persawahan tidak dulu di genangi air sehingga setelah hari ke tiga pasca
penanaman lahan baru di airi selam 3 hari dan setelahnya lahan tidak di aliri air
kembali begitu seterusnya hingga tanaman berumur 40 hari.

UMUR TANAMAN INTERVAL HARI PENGAIRAN TUJUAN


Hari 1 hingga hari ke 3 Tidak ada air
Hari 3 hingga hari ke 6 BERAIR
Hari 6 hingga hari ke 9 TIDAK ADA
AIR Pengendalian
30 hari pertama
Hari 9 hingga hari ke 12 BERAIR Gulama
Hari 12 hingga hari ke 15 TIDAK ADA
AIR
Hari 15 hingga hari ke 19 BERAIR
Stresing dalam
Hari ke 20 hingga hari ke rangka memicu
30 hari ke dua Tidak ada air
40 penaikan hormon
auxin
Fase pemulihan
kondisi pasca
Hari ke 40 hingga hari ke stresing dan
30 hari ke tiga Berair
60 memicu
pertumbuhan
bunga
PENUTUP

Demikianlan narsi kerja program kemitraan pemberdayaan masyarakat tani ini dibuat
dengan harapana mendapat tangapan dari pihak yang berkepentingan dengan program ini.
Semoga dengan program ini kesejahteraan masyarakat tani dapat terwujud dan target
swasembada pangan terutama pangan pokok dapat terwujud.

Bengkulu 16 Februari 2021

Anda mungkin juga menyukai