BUDAYA
NAMA KELOMPOK :
1. DEFA OKTAFIANA ( G2E020009 )
2. HANUM HABIBAH ( G2E020017 )
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
mencurahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini untuk memenuhi tugas dari mata kuliah PERSPEKTIF ILMU SOSIAL
BUDAYA DAN HUMANIORA DALAM PRAKTIK KEBIDANAN dengan judul “
PRAKTIK KEBIDANAN YANG SENSITIF BUDAYA ” ini dapat terselesaiakan
semaksimal mungkin, walaupun mengalami berbagai kesulitan.
Makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu, bukan
karena usaha dari kami selaku penulis, melainkan banyak mendapat bantuan
dari berbagai pihak. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih pada pihak-pihak
yang telah membantu kami baik itu dosen kami dan semua pihak yang telah
membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu kami
selaku penulis makalah ini mengharapkan saran dan kritik yang membangun
demi kesempurnaan tugas kami selanjutnya.
Demikian kami selaku penulis makalah, mohon maaf bila dalam
pembuatan makalah ini ada hal-hal yang kurang berkenan. Semoga makalah
yang kami buat ini dapat bermanfaat dan berguna bagi semua pihak.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.........................................................................................i
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................1
A. LATAR BELAKANG...................................................................1
B. TUJUAN MAKALAH...................................................................2
C. RUMUSAN MASALAH...............................................................2
B. PRAKTEK KEBIDANAN............................................................3
KEHAMILAN.............................................................................7
A. KESIMPULAN...........................................................................18
A. SARAN......................................................................................18
iii
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................19
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aspek sosial dan budaya sangat mempengaruhi pola kehidupan manusia.
Di era globalisasi sekarang ini dengan berbagai perubahan yang begitu ekstrem
menuntut semua manusia harus memperhatikan aspek sosial budaya. Salah satu
masalah yang kini banyak merebak di kalangan masyarakat adalah kematian
ataupun kesakitan pada ibu dan anak yang sesungguhnya tidak terlepas dari
faktor-faktor sosial budaya dan lingkungan di dalam masyarakat dimana mereka
berada.
Disadari atau tidak, faktor-faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya
seperti konsepsi-konsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab-
akibat antara makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan,
seringkali membawa dampak baik positif maupun negatif terhadap kesehatan ibu
dan anak.
Menjadi seorang bidan bukanlah hal yang mudah. Seorang bidan harus
siap fisik maupun mental, karena tugas seorang bidan sangatlah berat. Bidan
yang siap mengabdi di kawasan pedesaan mempunyai tantangan yang besar
dalam mengubah pola kehidupan masyarakat yang mempunyai dampak negatif
tehadap kesehatan masyarakat.. Tidak mudah mengubah pola pikir ataupun
sosial budaya masyarakat. Apalagi masalah proses persalinan yang umum
masih banyak menggunakan dukun beranak.
Ditambah lagi tantangan konkret yang dihadapi bidan di pedesaan adalah
kemiskinan, pendidikan rendah, dan budaya. Karena itu, kemampuan mengenali
masalah dan mencari solusi bersama masyarakat menjadi kemampuan dasar
yang harus dimiliki bidan.
Untuk itu seorang bidan agar dapat melakukan pendekatan terhadap
masyarakat perlu mempelajari sosial-budaya masyarakat tersebut, yang meliputi
tingkat pengetahuan penduduk, struktur pemerintahan, adat istiadat dan
kebiasaan sehari-hari, pandangan norma dan nilai, agama, bahasa, kesenian,
dan hal-hal lain yang berkaitan dengan wilayah tersebut.
1
B. Tujuan Makalah
Untuk mengetahui aspek sosial budaya yang berkaitan dengan peran seorang
bidan.
C. Rumusan Masalah
1. Apa itu Kebudayaan dan sensitif budaya?
2. Apa itu praktek kebudayaan?
3. Bagaimana aspek budaya dalam praktik kebidanan?
4. Bagaimana aspek Sosial Budaya yang Berkaitan dengan Pra Perkawinan
dan Perkawinan?
5. Bagaimana aspek Sosial Budaya yang Berkaitan dengan Kehamilan?
6. Bagaimana aspek Sosial Budaya yang Berkaitan dengan Kelahiran, Nifas
dan Bayi Baru Lahir?
7. Bagaimana pendekatan Melalui Budaya dan Kegiatan Kebudayaan
Kaitannya dengan Peran Seorang Bidan?
8. Apa itu pain in labor based on culture?
2
BAB II
PEMBAHASAN
a. Kebudayaan Modern
b. Kebudayaan Tradisional
c. Budaya Campuran
3
sedangkan daya merujuk pada kekuatan, upaya-upaya, dan hasil-
hasil (Supriatna, 2009). Kebudayaan itu sendiri berarti hasil
kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti
kesenian, kepercayaan dan adat istiadat (kamus besar bahasa
Indonesia). Kesamaan perilaku, sikap, penampilan, pendapat dan
lain sebagainya itu tercermin dalam keseharian individu.
Sehingga, tampak adanya kesamaan perilaku, sikap, dan
pendapat antara individu dengan masyarakat di sekitarnya.
Bahkan sering kali hal-hal yang ditampakkan oleh individu bisa
dijadikan acuan untuk mengenal dari mana individu itu berasal
(Sulistyarini & Jauhar dalam Suwarni,2016).
4
Sementara sensitif budaya itu sensitivitas atau kepekaan
budaya (cultural sensitivity) juga disebut sebagai empati budaya
(cultural empathy). Merujuk pada penghargaan secara sadar atas
budaya yang berbeda. Baik perbedaan budaya antar bangsa,
bahkan antar suku dalam bangsa. Ada upaya kemampuan untuk
memahami sesuatu kajian dengan perspektif atau cara pandang
orang lain. Cara pandang yang merangkum nilai, norma pun
keyakinan yang hidup dalam sistem masyarakat tertentu.
Pemahaman akan sensitivitas budaya akan mempengaruhi
strategi dan teknik berkomunikasi maupun bertindak. Pada
gilirannya mengurangi hal-hal yang tidak perlu terjadi.
Meningkatkan efektivitas pencapaian tujuan bersama.
B. Praktek Kebudayaan
5
Pertimbangan sebagai latar belakang lahirnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2019 tentang Kebidanan adalah:
a. bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan agar dapat
hidup sejahtera lahir dan batin, sehingga mampu membangun
masyarakat, bangsa, dan negara sebagaimana diamanatkan dalam
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa pelayanan kesehatan kepada masyarakat khususnya perempuan,
bayi, dan anak yang dilaksanakan oleh bidan secara bertanggungjawab,
akuntabel, bermutu, aman, dan berkesinambungan, masih dihadapkan
pada kendala profesionalitas, kompetensi, dan kewenangan;
c. bahwa pengaturan mengenai pelayanan kesehatan oleh bidan maupun
pengakuan terhadap profesi dan praktik kebidanan belum diatur secara
komprehensif sebagaimana profesi kesehatan lain, sehingga belum
memberikan pelindungan dan kepastian hukum bagi bidan dalam
melaksanakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang
Kebidanan.
1. Health believe
Adalah tradisi- tradisi yang diberlakukan secara turun- menurun
dalam. Contohnya: dalam pemberian makanan pada bayi, di daerah Nusa
Tenggara Barat ada pemberian nasi papah atau di jawa dengan tradisi
nasi pisang.
2. Life style
Adalah gaya hidup yang berpengaruh terhadap kesehatan.
Contohnya gaya hidup kawin cerai di lombok atau gaya hidup perokok
3. Health seeking behavior
Salah satu bentuk perilaku sosial budaya yang mempercayai apabila
seseorang sakit tidak perlu ke pelayanan kesehatan akan tetapi cukup
dengan membeli obat di warung atau mendatangi fasilitas kesehatan
tradisional (dukun, sinshe, dan sebagainya).
6
Masyarakat dapat digambarkan baik secara fisik sebagai tempat tinggal
individu atau sebagai lingkungan kehidupan sosial di suatu tempat tertentu.
Sebagian besar individu hidup di masyarakat bersama orang lain. Melalui
hubungan dalam masyarakat, individu mengembangkan dan mendukung sistem
kepercayaan tentang keluarga,sehat, sakit serta penyakit. Keyakinan personal ini
sejalan dengan perilaku keluarga dan keyakinan kelompoknya, yang menjadi
dasar individu untuk memutuskan cara-cara menjaga status kesehatan dan
perawatan individu yang sakit.
7
membina kesehatan diperlukan. Penyampaian pesan kesehatan dilakukan
melalui bahasa remaja dengan memperhatikan aspek sosial budaya setempat.
Pemeriksaan kesehatan bagi remaja yang akan menikah dianjurkan.
Tujuan dari pemeriksaan tersebut adalah untuk mengetahui secara dini tentang
kondisi kesehatan para remaja. Bila ditemukan penyakit atau kelainan di dalam
diri remaja, maka tindakan pengobatan dapat segera dilakukan. Bila penyakit
atau kelainan tersebut tidak diatasi maka diupayakan agar remaja tersebut
berupaya untuk menjaga agar masalahnya tidak bertambah berat atau menular
kepada pasangannya. Misalnya remaja yang menderita penyakit jantung, bila
hamil secara teratur harus memeriksakan kesehatannya kepada dokter. Remaja
yang menderita AIDS harus menjaga pasanganya agar tidak terkena virus HIV.
Caranya adalah agar menggunakan kondom saat besrsenggama, bila menikah.
Upaya pemeliharaan kesehatan bagi para calon ibu ini dapat dilakukan melalui
kelompok atau kumpulan para remaja seperti karang taruna, pramuka, organisaai
wanita remaja dan sebagainya.
Promosi kesehatan pranikah merupakan suatu proses untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatannya yang ditujukan pada masyarakat reproduktip pranikah.
Bidan juga berperan dalam mencegah perkawinan dini pada pasangan
pra nikah yang masih menjadi masalah penting dalam kesehatan reproduksii
perempuan di Indonesia. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) mencatat,
anak perempuan yang menikah pertama kali pada usia sangat muda, 10-14
tahun, cukup tinggi, jumlahnya 4,8 persen dari jumlah perempuan usia 10-59
tahun. Sedangkan yang menikah dalam rentang usia 16-19 tahun berjumlah 41,9
persen. Dengan demikian, hampir 50 persen perempuan Indonesia menikah
pertama kali pada usia di bawah 20 tahun. Provinsi dengan persentase
perkawinan dini tertinggi adalah Kalimantan Selatan (9 persen), Jawa Barat (7,5
persen), serta Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah masing-masing 7
persen. Hal ini sangat berhubungan dengan sosial budaya pada daerah tersebut
yang mendukung perkawinan dini.
Usia perkawinan dini yang cukup tinggi pada perempuan
mengindikasikan rentannya posisi perempuan di masyarakat. Koordinator Kartini
Network Nursyahbani Katjasungkana menyebut dalam berbagai kesempatan,
pernikahan dini menunjukkan posisi perempuan yang lebih lemah secara
8
ekonomi maupun budaya. Secara budaya, perempuan disosialisasikan segera
menikah sebagai tujuan hidupnya. Akibatnya, perempuan memiliki pilihan lebih
terbatas untuk mengembangkan diri sebagai individu utuh. Selain itu, segera
menikahkan anak perempuan artinya keluarga akan mendapat mas kawin yang
berharga di masyarakat setempat, seperti hewan ternak. Data Riskesdas
memperlihatkan, perkawinan sangat muda (10-14 tahun) banyak terjadi pada
perempuan di pedesaan, berpendidikan rendah, berstatus ekonomi termiskin,
serta berasal dari kelompok buruh, petani, dan nelayan.
Sedangkan bagi perempuan, menikah artinya harus siap hamil pada usia
sangat muda. Bila disertai kekurangan energi dan protein, akan menimbulkan
masalah kesehatan yang dapat berakibat kematian bagi ibu saat melahirkan dan
juga bayinya. Dan resiko hamil muda sangat tinggi.
2. Perkawinan
Pekawinan bukan hanya sekedar hubungan antara suami dan istri.
Perkawinan memberikan buah untuk menghasilkan turunan. Bayi yang dilahirkan
juga adalah bayi yang sehat dan direncanakan. Kegiatan pembinaan yang
dilakukan oleh bidan sendiri antara lain mempromosikan kesehatan agar peran
serta ibu dalam upaya kesehatan ibu, anak dan keluarga meningkat.
Pelayanan kesehatan ibu dan anak yang meliputi pelayanan ibu hamil,
ibu bersalin, ibu nifas, keluarga berencana, kesehatan reproduksi, pemeriksaan
bayi, anak balita dan anak prasekolah sehat. Peningkatan kualitas pelayanan
kesehatan ibu dan anak tersebut diyakini memerlukan pengetahuan aspek sosial
budaya dalam penerapannya kemudian melakukan pendekatan-pendekatan
untuk melakukan perubahan-perubahan terhadap kebiasaan-kebiasaan yang
tidak mendukung peningkatan kesehatan ibu dan anak. Misalnya pola makan,
pacta dasarnya adalah merupakan salah satu selera manusia dimana peran
kebudayaan cukup besar. Hal ini terlihat bahwa setiap daerah mempunyai pola
makan tertentu, termasuk pola makan ibu hamil dan anak yang disertai dengan
kepercayaan akan pantangan, tabu, dan anjuran terhadap beberapa makanan
tertentu. Misalnya di Jawa Tengah adanya anggapan bahwa ibu hamil pantang
makan telur karena akan mempersulit persalinan dan pantang makan daging
karena akan menyebabkan perdarahan yang banyak. Sementara di salah satu
9
daerah di Jawa Barat, ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus
mengurangi makannya agar bayi yang dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan.
Sikap seperti ini akan berakibat buruk bagi ibu hamil karena akan membuat ibu
dan anak kurang gizi.
10
bersangkutan banyak diliputi oleh pengaruh roh-roh jahat yang dapat
menimbulkan berbagai bahaya gaib. Dan tidak hanya dirinya sendiri juga anak
yang dikandungannya, melainkan orang lain disekitarnya, khususnya kaum laki-
laki. Untuk menghindari pengaruh roh-roh jahat tersebut, si perempuan hamil
perlu diasingkan dengan menempatkannya di posuno. Masyarakat nuaulu juga
beranggapan bahwa pada kehidupan seorang anak manusia itu baru tercipta
atau baru dimulai sejak dalam kandungan yang telah berusia 9 bulan. Jadi dalam
hal ini ( masa kehamilan 1-8 bulan ) oleh mereka bukan dianggap merupakan
suatu proses dimulainya bentuk kehidupan.
Permasalahan lain yang cukup besar pengaruhnya pada kehamilan
adalah masalah gizi. Hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan-
kepercayaan dan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan.
Sementara, kegiatan mereka sehari-hari tidak berkurang ditambah lagi dengan
pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan yang sebenamya sangat
dibutuhkan oleh wanita hamil tentunya akan berdampak negatif terhadap
kesehatan ibu dan janin. Tidak heran kalau anemia dan kurang gizi pada wanita
hamil cukup tinggi terutama di daerah pedesaan.
Di Jawa Tengah, ada kepercayaan bahwa ibu hamil pantang makan telur
karena akan mempersulit persalinan dan pantang makan daging karena akan
menyebabkan perdarahan yang banyak. Sementara di salah satu daerah di Jawa
Barat, ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus mengurangi
makannya agar bayi yang dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan. Di
masyarakat Betawi berlaku pantangan makan ikan asin, ikan laut, udang dan
kepiting karena dapat menyebabkan ASI menjadi asin. Dan memang, selain
ibunya kurang gizi, berat badan bayi yang dilahirkan juga rendah. Tentunya hal
ini sangat mempengaruhi daya tahan dan kesehatan si bayi.
11
5. Pantangan menjalin rambut karena bisa menyebabkan lilitan tali pusat.
6. Pantangan nazar karena bisa menyebabkan air liur menetes terus.
7. Pantangan makan tertentu, pantangan terhadap pakaian, pantangan
jangan pergi malam, pantangan jangan duduk depan pintu, dll.
8. Kenduri
Kenduri pertama kali dilakukan pada waktu hamil 3 bulan sebagai tanda
wanita itu hamil, kenduri kedua dilakukan pada waktu umur kehamilan &
bulan.
F. Aspek Sosial Budaya yang Berkaitan dengan Kelahiran, Nifas dan Bayi
Baru Lahir
Berdasarkan survei rumah tangga (SKRT) pada tahun 1986, angka
kematian ibu maternal berkisar 450 per 100.000 kelahiran hidup atau lebih dari
20.000 kematian pertahunnya. Angka kematian ibu merupakan salah satu
indikator kesehatan ibu yang meliputi ibu dalam masa kehamilan, persalinan, dan
nifas. Angka tersebut dikatakan tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara
ASEAN. Dari hasil penelitian di 12 rumah sakit, dikatakan bahwa kehamilan
merupakan penyebab utama kematian ibu maternal, yaitu sebesar 94,4%
dengan penyebabnya, yaitu pendarahan, infeksi, dan toxaemia (*)%). Selain
menimbulkan kematian, ada penyebab lain yang dapat menambah resiko
terjadinya kematian yaitu Anemia gizi pada ibu hamil, dengan Hb kurang dari
11gr%.
Angka kematian balita masih didapatkan sebesar 10,6 per 1000 anak
balita. Seperti halnya dengan bayi sekitar 31% penyebab kematian balita adalah
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, yaitu infeksi saluran pernafasan,
polio, dan lain-lain.
12
Masih tingginya angka kematian ibu dan anak di Indonesia berkaitan erat
dengan faktor sosial budaya masyarakat, seperti tingkat pendidikan penduduk,
khususnya wanita dewasa yang masih rendah, keadaan sosial ekonomi yang
belum memadai, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan dan petugas kesehatan yang masih rendah dan jauhnya lokasi tempat
pelayanan kesehatan dari rumah-rumah penduduk kebiasaan-kebiasaan dan
adat istiadat dan perilaku masyarakat yang kurang menunjang dan lain
sebagainya.
Tingkat pendidikan terutama pada wanita dewasa yang masih rendah,
mempunyai pengaruh besar terhadap masih tingginya angka kematian bayi.
Berdasarkan survei rumah tangganya (SKRT) pada tahun 1985, tingkat buta
huruf pada wanita dewasa adalah sebesar 25,7%. Rendahnya tingkat pendidikan
dan buta huruf pada wanita menyebabkan ibu-ibu tidak mengetahui tentang
perawatan semasa hamil, kelahiran, perawatan bayi dan semasa nifas, tidak
mengetahui kapan ia harus datang ke pelayanan kesehatan, kontrol ulang, dan
sebagainya.
Kebiasaan-kebiasaan adat istiadat dan perilaku masyarakat sering kali
merupakan penghalang atau penghambat terciptanya pola hidup sehat di
masyarakat. Perilaku, kebiasaan, dan adat istiadat yang merugikan seperti
misalnya:
Ibu hamil dilarang tidur siang karena takut bayinya besar dan akan sulit
melahirkan.
Ibu menyusui dilarang makan makanan yang asin, misalnya: ikan asin,
telur asin karena bisa membuat ASI jadi asin.
Ibu habis melahirkan dilarang tidur siang,
Bayi berusia 1 minggu sudah boleh diberikan nasi atau pisang agar
mekoniumnya cepat keluar.
Ibu post partum harus tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk
karena takut darah kotor naik ke mata.
Ibu yang mengalami kesulitan dalam melahirkan, rambutnya harus
diuraikan dan persalinan yang dilakukan di lantai, diharapkan ibu dapat
dengan mudah melahirkan.
Bayi baru lahir yang sedang tidur harus ditemani dengan benda-benda
tajam.
13
Tingkat kepercayaan masyarakat kepada petugas kesehatan, dibeberapa
wilayah masih rendah. Mereka masih percaya kepada dukun karena kharismatik
dukun tersebut yang sedemikian tinggi, sehingga ia lebih senang berobat dan
meminta tolong kepada ibu dukun. Di daerah pedesaan, kebanyakan ibu hamil
masih mempercayai dukun beranak untuk menolong persalinan yang biasanya
dilakukan di rumah. Data Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1992
rnenunjukkan bahwa 65% persalinan ditolong oleh dukun beranak. Beberapa
penelitian yang pernah dilakukan mengungkapkan bahwa masih terdapat
praktek-praktek persalinan oleh dukun yang dapat membahayakan si ibu.
Penelitian Iskandar dkk (1996) menunjukkan beberapa tindakan/praktek yang
membawa resiko infeksi seperti "ngolesi" (membasahi vagina dengan minyak
kelapa untuk memperlancar persalinan), "kodok" (memasukkan tangan ke dalam
vagina dan uterus untuk rnengeluarkan placenta) atau "nyanda" (setelah
persalinan, ibu duduk dengan posisi bersandardan kaki diluruskan ke depan
selama berjam-jam yang dapat menyebabkan perdarahan dan pembengkakan).
Selain pada masa hamil, pantangan-pantangan atau anjuran masih
diberlakukan juga pada masa pasca persalinan. Pantangan ataupun anjuraan ini
biasanya berkaitan dengan proses pemulihan kondisi fisik misalnya, ada
makanan tertentu yang sebaiknya dikonsumsi untuk memperbanyak produksi
ASI; ada pula makanan tertentu yang dilarang karena dianggap dapat
mempengaruhi kesehatan bayi. Secara tradisional, ada praktek-praktek yang
dilakukan oleh dukun beranak untuk mengembalikan kondisi fisik dan kesehatan
si ibu. Misalnya mengurut perut yang bertujuan untuk mengembalikan rahim ke
posisi semula; memasukkan ramuan-ramuan seperti daun-daunan kedalam
vagina dengan maksud untuk membersihkan darah dan cairan yang keluar
karena proses persalinan; atau memberi jamu tertentu untuk memperkuat tubuh
(Iskandar et al., 1996).
Ini adalah sedikit gambaran tentang aspek sosial budaya masyarakat yang
berkaitan dengan persalinan dan pasca persalinan, yang tentunya masih banyak
terdapat aspek sosial budaya yang mempengaruhi persalinan dan pasca
persalinan sesuai dengan keanekaragaman masyarakat di Indonesia.
14
Perilaku budaya masyarakat selama persalinan
1. Bayi laki-laki adalah penerus keluarga yang akan membawa nama baik.
2. Bayi perempuan adalah pelanjut atau penghasil keturunan.
3. Memasukan minyak ke dalam vagina supaya persalinan lancar.
4. Melahirkan di tempat terpencil hanya dengan dukun, biasanya persalinan
dilakukan dengan duduk dilantai di atas tikar, dukun yang menolong
menunggu sampai persalinan selesai.
5. Minum air akar rumput fatimah dapat membuat persalinan lancar.
Setelah bersalin ibu dimandikan oleh dukun selanjutnya ibu sudah harus
bisa merawat dirinya sendiri lalu ibu diberikan juga jamu untuk peredaran darah
dan untuk laktasi. Cara ibu tidur setengah duduk agar darah kotor lekas keluar.
Ibu masa nifas tidak boleh minum banyak, ibu tidak boleh keluar rumah sebelum
40 hari karena bisa sawan, ibu tidak boleh makan terong karena bisa membuat
bayi demam dan lain sebagainya.
Bayi diurut baru dimandikan oleh dukun selama 40 hari, ramuan tali pusat
tiap hari harus diganti sampai putus. Tali pusat yang sudah lepas dibuat jimat
atau obat. Bayi ditidurkan disamping ibu,tidak boleh dibawa jauh dari rumah
sebelum bayi 40 hari, khitan dilakukan pada bayi laki-laki dan perempuan.
Peran bidan terhadap perilaku masa nifas dan bayi baru lahir
15
4. Memberikan penyuluhan pentingnya pemenuhan gizi selama masa pasca
bersalin, bayi dan balita.
16
7. Mendeteksi dini adanya efek samping dan komplikasi pemakaian
kontrasepsi serta adanya penyakit-penyakit lain dan berusaha mengatasi
sesuai dengan kemampuannya.
Melihat dari luasnya fungsi bidan tersebut, aspek sosial-budaya perlu
diperhatikan oleh bidan. Sesuai kewenangan tugas bidan yang berkaitan dengan
aspek sosial-budaya, telah diuraikan dalam peraturan Menteri Kesehatan No.
363/Menkes/Per/IX/1980 yaitu: Mengenai wilayah, struktur kemasyarakatan dan
komposisi penduduk, serta sistem pemerintahan desa dengan cara:
1. Menghubungi pamong desa untuk mendapatkan peta desa yang telah
ada pembagian wilayah pendukuhan/RK dan pembagian wilayah RT
serta mencari keterangan tentang penduduk dari masing-masing RT.
2. Mengenali struktur kemasyarakatan seperti LKMD, PKK, LSM, karang
taruna, tokoh masyarakat, kelompok pengajian, kelompok arisan, dan
lain-lain.
3. Mempelajari data penduduk yang meliputi :
Jenis kelamin
Umur
Mata pencaharian
Pendidikan
Agama
4. Mempelajari peta desa
5. Mencatat jumlah KK, PUS, dan penduduk menurut jenis kelamin dan
golongan.
Agar seluruh tugas dan fungsi bidan dapat dilaksanakan secara efektif,
bidan harus mengupayakan hubungan yang efektif dengan masyarakat. Salah
satu kunci keberhasilan hubungan yang efektif adalah komunikasi. Kegiatan
bidan yang pertama kali harus dilakukan bila datang ke suatu wilayah adalah
mempelajari bahasa yang digunakan oleh masyarakat setempat.
Kemudian seorang bidan perlu mempelajari sosial-budaya masyarakat
tersebut, yang meliputi tingkat pengetahuan penduduk, struktur pemerintahan,
adat istiadat dan kebiasaan sehari-hari, pandangan norma dan nilai, agama,
bahasa, kesenian, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan wilayah tersebut.
Bidan dapat menunjukan otonominya dan akuntabilitas profesi melalui
pendekatan social dan budaya yang akurat. Manusia sebagai mahluk ciptaan
17
Tuhan yang di anugerahi pikiran, perasaan dan kemauan secara naluriah
memerlukan prantara budaya untuk menyatakan rasa seninya, baik secara aktif
dalam kegiatan kreatif, maupun secara pasif dalam kegiatan apresiatif. Dalam
kegiatan apresiatif, yaitu mengadakan pendekatan terhadap kesenian atau
kebudayaan seolah kita memasuki suatu alam rasa yang kasat mata. Maka itu
dalam mengadakan pendekatan terhadap kesenian kita tidak cukup hanya
bersimpati terhadap kesenian itu, tetapi lebih dari itu yaitu secara empati. Melalui
kegiatan-kegiatan kebudayaan tradisional setempat bidan dapat berperan aktif
untuk melakukan promosi kesehatan kepada masyaratkat dengan melakukan
penyuluhan kesehatan di sela-sela acara kesenian atau kebudayaan tradisional
tersebut. Misalnya: Dengan Kesenian wayang kulit melalui pertunjukan ini
diselipkan pesan-pesan kesehatan yang ditampilkan di awal pertunjukan dan
pada akhir pertunjukan.
18
Pengurangan Rasa Nyeri Dalam Persalinan
Kebutuhan seorang wanita dalam proses persalinan adalah:
a. Pemenuhan kebutuhan fisik.
b. Kehadiran seorang pendamping secara terus-menerus.
c. Keringanan dari rasa sakit.
d. Penerimaan atas sikap dan perilakunya.
e. Pemberian informasi tentang kemajuan proses persalinan.
Persepsi Rasa Nyeri
Cara yang dirasakan oleh individu dan reaksi terhadap rasa sakit
dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain:
a. Rasa takut atau kecemasan
Rasa takut atau kecemasan akan meninggikan respon individual
terhadap rasa sakit. Rasa takut terhadap hal yang tidak diketahui, rasa
takut ditinggal sendiri pada saat proses persalinan (tanpa pendamping)
dan rasa takut atas kegagalan persalinan dapat meningkatkan
kecemasan. Pengalaman buruk persalinan yang lalu juga akan
menambah kecemasan.
b. Kepribadian
c. Kelelahan
Ibu yang sudah lelah selama beberapa jam persalinan, mungkin
sebelumnya sudah terganggu tidurnya oleh ketidaknyamanan dari akhir
masa kehamilannya akan kurang mampu mentolerir rasa sakit.
d. Faktor sosial dan budaya
Faktor sosial dan budaya juga berperan penting dalam reaksi rasa
sakit. Beberapa budaya mengharapkan stooicisme (sabar dan
membiarkannya) sedang budaya lainnya mendorong keterbukaan untuk
menyatakan perasaan.
e. Pengharapan
Pengharapan akan memberi warna pada pengalaman. Wanita
yang realistis dalam pengharapannya mengenai persalinannya dan
tanggapannya terhadap hal tersebut mungkin adalah persiapan yang
terbaik sepanjang ia merasa percaya diri bahwa ia akan menerima
pertolongan dan dukungan yang diperlukannya dan yakin bahwa ia akan
menerima analgesik yang sesuai.
19
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Bidan sebagai salah seorang anggota tim kesehatan yang terdekat
dengan masyarakat, mempunyai peran yang sangat menentukan dalam
meningkatkan status kesehatan masyarakat, khususnya kesehatan ibu dan anak
di wilayah kerjanya.
Seorang bidan harus mampu menggerakkan peran serta masyarakat
khususnya, berkaitan dengan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, bufas, bayi baru
lahir, anak remaja dan usia lanjut. Seorang bidan juga harus memiliki kompetensi
yang cukup berkaitan dengan tugas, peran serta tanggung jawabnya.
Seorang bidan perlu mempelajari sosial-budaya masyarakat tersebut,
yang meliputi tingkat pengetahuan penduduk, struktur pemerintahan, adat
istiadat dan kebiasaan sehari-hari, pandangan norma dan nilai, agama, bahasa,
kesenian, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan wilayah tersebut.
Melalui kegiatan-kegiatan kebudayaan tradisional setempat bidan dapat
berperan aktif untuk melakukan promosi kesehatan kepada masyaratkat dengan
melakukan penyuluhan kesehatan di sela-sela acara kesenian atau kebudayaan
tradisional tersebut.
B. Saran
Bidan harus selalu menjaga hubungan yang efektif dengan masyarakat dengan
selalu mengadakan komunkasi efektif.
20
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya
www.google.com
http://rohanihasanuddin.blogspot.com/2016/06/budaya-dalam-praktik-kebidanan.html
https://slideplayer.info/slide/13342854/
https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-4-2019-kebidanan
file:///C:/Users/User/Downloads/8196-18680-1-SM.pdf
21