Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

AKUNTABILITAS PUBLIK

DOSEN PENGAJAR

Dr.Siti Annisa Silvia Rosa. S.A.P.,M.AP

DI SUSUN OLEH:

KELOMPOK 2(DUA)

1. PERLINUS NDRURU (NE-18255179)


2. OMEGA DERMANRIUS GULO (NE-19255193)
3. HARMONIS HIA (NE-19255011)

SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI (STIA)

ADMINISTRASI NEGARA

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan hidayahnya,
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Dalam makalah ini akan kami
sampaikan pembahasan tentang “akuntabilitas sektor  publik ”

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan,
Oleh karena itu kami harapkan kepada pembaca untuk dapat memberikan masukan - masukan
yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................2
BAB I..........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................................................4
A.  LATAR BELAKANG...................................................................................................................4
B.  Rumusan Masalah..........................................................................................................................5
BAB II.........................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.....................................................................................................................................5
A. Arti Akuntabilitas...........................................................................................................................5
B.  Akuntabilitas Pelaporan Keuangan................................................................................................6
C.  Tujuan Akuntabilitas......................................................................................................................9
D.  Upaya-Upaya Peningkatan Akuntabilitas....................................................................................10
E.  Indikator Keberhasilan Akuntabilitas...........................................................................................10
BAB III......................................................................................................................................................11
PENUTUP.............................................................................................................................................11
A.  Kesimpulan..................................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................12

BAB I
PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG


Akuntabilitas mempunyai arti pertanggungjawaban yang merupakan salah satu ciri
dari terapan”Good Governance” atau pengelolaan pemerintahan yang baik dimana pemikiran
tersebut bersumber bahwa pengelolaan administrasi publik merupakan issue utama dalam
pencapaian menuju ”clean government” (pemerintahan yang bersih). Ada beberapa
pilar good governancedalam berinteraksi satu dan lainnya yang saing terkait,
yaitu: Government, Citizen, danBusiness atau State, Societydan Private Sector. Pada dasarnya
pilar tersebut mempunyai konsekuensi akuntabilitas terhadap publik atau masyarakatnya,
khususnya stakeholders yang yang melingkupi ketiga pilar tersebut sebagai pelaku ”How to
govern” atas aktivitasnya.

Orde Baru mewariskan rendahnya instrumen pertanggungjawaban institusi publik dan


nyaris tidak meninggalkan mekanisme kelembagaan yang transparan dan menggali nilai –
nilai partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan. Masyarakat lebih banyak berperan
hanya sebagai obyek pembangunan dan bukan bekerja dalam pola partnership dalam
peningkatan kinerja dan akuntabilitasi pemerintah. Partisipasi masyarakat yang dibanggakan
dalam perencanaan pembangunan melalui ”bottom up and top down planning” yaitu pada
bagian Diskusi Pembangunan Desa Tingkat Desa oleh LKMD dan menjadi kebanggan
bentuk partisipasi masyarakat diwaktu yang lalu, yang ada hakekatnya adalah ”mobilisasi”
atau setidak-tidaknya tipe partisipasi ”statutory”, partisipasi yang diformat oleh pemerintah;
yang pada akhirnya juga masih bersifat ”memasung” demokratisasi lokal dalam perencanaan.

B.  Rumusan Masalah
 Apa pengertian dari Akuntabilitas ?
 Bagaimana akuntabilitas Pelaporan Keuangan ?
 Apakah tujuan dari Akuntabilitas ?
 Apakah Upaya-Upaya dalam meningkatan Akuntabilitas ?
 Apa saja Indikator Keberhasilan dalam Akuntabilitas ?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Arti Akuntabilitas

Akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau untuk


menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan penyelenggara organisasi kepada pihak
yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggjawaban.
Pertanggung jawaban penyelenggara sekolah merupakan akumulasi dari keseluruhan
pelaksanaan tugas-tugas pokok dan fungsi sekolah yang perlu disampaikan kepada
publik/stakeholders. Akuntabilitas kinerja sekolah adalah perwujudan kewajiban sekolah
untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan/kegagalan pelaksanaan rencana sekolah dalam
mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan melalui alat pertanggungjawaban secara
periodik.

Akuntabilitas meliputi pertanggungjawaban penyelenggara sekolah yang diwujudkan melalui


transparansi dengan cara menyebarluaskan informasi dalam hal:

 pembuatan dan pelaksanaan kebijakan serta perencanaan,


 anggaran pendapatan dan belanja sekolah,
 pengelolaan sumberdaya pendidikan di sekolah, dan
 keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan rencana sekolah dalam mencapai tujuan dan
sasaran yang telah ditetapkan.

Menurut jenisnya, akuntabilitas dapat dikategorikan menjadi 3:

 Akuntabilitas kebijakan, yaitu akuntabilitas pilihan atas kebijakan yang akan


dilaksanakan,
 Akuntabilitas kinerja (product/quality accountability), yaitu akuntabilitas yang
berhubungan dengan pencapaian tujuan sekolah,
 Akuntabilitas proses, yaitu akuntabilitas yang berhubungan dengan proses, prosedur,
aturan main, ketentuan, pedoman, dan sebagainya., dan akuntabilitas keuangan
(kejujuran) atau sering disebut (financial accountability), yaitu akuntabilitas yang
berhubungan dengan pendapatan dan pengeluaran uang (cash in and cash out). Sering
kali istilah cost accountability juga digunakan untuk kategori akuntabilitas ini
B.  Akuntabilitas Pelaporan Keuangan

Sebagai Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP), BPKP membantu mewujudkan


akuntabilitas dalam pelaporan keuangan negara dan daerah. Akuntabilitas pelaporan
keuangan negara masih memerlukan perbaikan sebagaimana ditandai dengan masih belum
diperolehnya opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK atas Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2011, demikian juga atas 20 kementerian/lembaga (K/L)
atau 23% dari total K/L, serta pada hampir semua  pemerintah daerah (pemda), yaitu 431
pemda atau 87% dari 498 pemda yang diaudit BPK.

Kegiatan yang dilakukan BPKP untuk mendukung terwujudnya akuntabilitas pelaporan


keuangan meliputi antara lain :

 Kegiatan pendampingan penyusunan laporan keuangan K/L/pemda,


 Reviu laporan keuangan K/L/pemda sebelum diaudit oleh BPK,
 Menindaklanjuti hasil temuan BPK,
 Pendampingan perbaikan sistem pelaporan,
 Implementasi Sistem Informasi Manajemen Daerah (SIMDA),
 Sosialisasi, pembentukan satgas, dan workshop SPIP, dan
 peningkatan kapasitas SDM pengelolaan keuangan daerah dan APIP

Secara umum, beberapa faktor yang menyebabkan laporan keuangan K/L dan pemda
tersebut belum memperoleh opini WTP adalah karena penyajian yang belum sepenuhnya
sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), lemahnya sistem pengendalian intern, belum
tertatanya barang milik negara/daerah dengan tertib, pengadaan barang yang belum
mengikuti ketentuan yang berlaku, dan kurang memadainya kapasitas SDM pengelola
keuangan.

Sebagaimana tahun sebelumnya, pada tahun 2012 BPKP secara prokatif telah bekerjasama,
baik dengan K/L maupun pemda, dalam upaya peningkatan kualitas laporan keuangan
K/L/pemda menuju opini WTP dan mempertahankan kualitas laporan keuangan bagi
K/L/pemda yang telah memperoleh opini WTP.

Upaya tersebut merupakan tindak lanjut dari direktif Presiden, yang pada intinya
mendorong ditingkatkannya akuntabilitas pengelolaan keuangan negara melalui kerjasama
antara K/L/Pemda dengan BPKP.

Kerjasama tersebut ditujukan terutama untuk mengatasi berbagai faktor penyebab tidak
diperolehnya opini WTP, antara lain mencakup penguatan SPIP pada K/L/Pemda, reviu atas
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), pendampingan penyusunan laporan keuangan
dan pendampingan reviu laporan keuangan instansi bagi APIP K/L/pemda untuk
meningkatkan kualitas penyajian laporan keuangan agar sesuai dengan SAP, penerapan
aplikasi Sistem Informasi Manajemen Daerah (SIMDA) yang dibangun oleh BPKP,
pendampingan penataan barang milik negara/daerah, peningkatan kapasitas SDM pengelola
keuangan, sosialisasi peraturan dan pedoman bidang keuangan, bimbingan teknis pengelolaan
keuangan negara/daerah, serta penugasan pegawai BPKP ke berbagai K/L dan Pemda.Upaya
perbaikan tersebut menunjukkan komitmen yang tinggi dan langkah nyata dari pimpinan
K/L/pemda yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan.

Akuntabilitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) menjadi hal penting karena


merupakan bentuk pertanggungjawaban pemerintah daerah terhadap pelaksanaan APBD.
Untuk mengetahui akuntabilitas laporan keuanganpemerintah daerah perlu dilakukan
pemeriksaan (diaudit). Pemeriksaan tentang akuntabilitas LKPD dilakukan BPK RI sebagai
pemeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan Negara sebagaimana
dijelaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 15 tahun 2006 tentang Badan
Pemeriksa Keuangan.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 23E ayat 1


menyebutkan, “Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara
diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri”. Dalam menjalankan
tugasnya untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, salah satunya
adalah BPK memeriksa laporan keuangan pemerintah daerah sebagaimana dijelaskan dalam
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa
Keuangan, “BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
Negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya,
Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik
Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan Negara”.

Pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah oleh BPK bertujuan untuk


memberikan pendapat/opini atas kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan
keuangan mendasarkan pada,

(a) kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan dan atau prisip-prinsip akuntansi


yang ditetapkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan,

b) kecukupan pengungkapan (adequate disclosure),

(c) kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan,

(d) efektivitas sistem pengendalian intern.

Hasil dari pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dituangkan
dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang mengambarkan tingkat akuntabilitas LKPD
yang secara keseluruhan dirangkum dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) yang
dikeluarkan setahun dua kali (tiap semester). Hasil pemeriksaan keuangan BPK atas LKPD
disajikan dalam tiga kategori yaitu opini, Sistem Pengendalian Intern (SPI), dan
kepatuhanterhadap ketentuan perundang-undangan (BPK, 2009).

C.  Tujuan Akuntabilitas

Tujuan utama akuntabilitas adalah untuk mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja


sekolah sebagai salah satu prasyarat untuk terciptanya sekolah yang baik dan terpercaya.
Penyelenggara sekolah harus memahami bahwa mereka harus mempertanggungjawabkan
hasil kerja kepada publik. Selain itu, tujuan akuntabilitas adalah untuk menilai kinerja
sekolah dan kepuasan publik terhadap pelayanan pendidikan yang diselenggarakan oleh
sekolah, untuk mengikutsertakan publik dalam pengawasan pelayanan pendidikan, dan untuk
mempertanggungjawabkan komitmen pelayanan pendidikan kepada publik.
Untuk mengukur kinerja mereka secara obyektif perlu adanya indikator yang jelas.
Sistem pengawasan perlu diperkuat dan hasil evaluasi harus dipublikasikan dan apabila
terdapat kesalahan harus diberi sanksi. Sekolah dikatakan memiliki akuntabilitas tinggi jika
proses dan hasil kinerja sekolah dianggap benar dan sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan sebelumnya.

D.  Upaya-Upaya Peningkatan Akuntabilitas


Agar sekolah memiliki akuntabilitas yang tinggi, maka perlu diupayakan hal-hal
sebagai berikut:

 Sekolah harus menyusun aturan main tentang sistem akuntabilitas termasuk


mekanisme pertanggungjawaban. Ini perlu diupayakan untuk menjaga kepastian
tentang pentingnya akuntabilitas.
 Sekolah perlu menyusun pedoman tingkah laku dan sistem pemantauan kinerja
penyelenggara sekolah dan sistem pengawasan dengan sanksi yang jelas dan tegas.
 Sekolah menyusun rencana pengembangan sekolah dan menyampaikan kepada
publik/stakeholders di awal setiap tahun anggaran.
 Menyusun indikator yang jelas tentang pengukuran kinerja sekolah dan disampaikan
kepada stakeholders.
 Melakukan pengukuran pencapaian kinerja pelayanan pendidikan dan menyampaikan
hasilnya kepada publik/stakeholders di akhir tahun.
 Memberikan tanggapan terhadap pertanyaan atau pengaduan publik.
 Menyediakan informasi kegiatan sekolah kepada publik yang akan memperoleh
pelayanan pendidikan.
 Memperbarui rencana kinerja yang baru sebagai kesepakatan komitmen baru.

E.  Indikator Keberhasilan Akuntabilitas


Keberhasilan akuntabilitas dapat diukur dengan beberapa indikator berikut, yaitu:

 meningkatnya kepercayaan dan kepuasan publik terhadap sekolah,


 tumbuhnya kesadaran publik tentang hak untuk menilai terhadap penyelenggaraan
pendidikan di sekolah,
 berkurangnya kasus-kasus KKN di sekolah, dan
 meningkatnya kesesuaian kegiatan-kegiatan sekolah dengan nilai dan norma yang
berkembang di masyarakat
F. PERMASALAHAN

Dalam penyelenggaraan pemerintah sangat diperlukan akuntabilitas sebagai wujud


dari pertanggungjawaban pemerintah atas semua hal yang telah dikerjakannya. Seorang
administrator publik harus mampu mengembangkan sikap-sikap yang menunjukkan adanya
akuntabilitas terhadap rakyat. Rakyat lah yang akan menilai seberapa jauh para pejabat publik
itu mampu menghasilkan suatu pekerjaan yang selalu ditunjukkan dengan akuntabilitas yang
tinggi. Ketika para pejabat publik tidak mampu mempertanggungjawabannya berdasarkan
asas transparansi, maka seringkali rakyat mengeluhkan dan cenderung menyatakan bahwa
seorang pejabat itu tidak mampu bertindak sesuai dengan amanah mereka. Rakyat hanyalah
dijadikan sebagai alat untuk mampu merealisasikan kepentingan para pejabat publik. Ketika
kepemimpinan pejabat publik menyakiti hati rakyat, seperti banyak ditampilkan di berbagai
daerah di Indonesia terjadilah demo dimana-mana yang hanya menuntut kepemimpinan
seorang pejabat publik dapat ditanggalkan.

Rakyat bisa saja geram karena mereka juga sudah ikut andil dalam menyukseskan
pembangunan pemerintah dengan membayar pajak misalnya, mereka ingin uang yang sudah
mereka berikan untuk negara dapat mereka nikmati hasilnya dengan peningkatan
pembangunan. Tetapi, apakah rakyat Indonesia sudah mendapatkan kepuasan dari pemerintah
tentang hasil yang mereka peroleh dengan meratanya pembangunan segala bidang di seluruh
Indonesia?. Ketika pemerintah mengelu-elukan dana subsidi BBM akan dikurangi sehingga
harga BBM harus dinaikkan. Ketika disatu sisi uang yang telah diberikan dalam bentuk pajak
oleh rakyat justru malah dikorupsi oleh segelintir orang yang kurang memiliki moral etika
yang baik. Ketika uang dari rakyat banyak yang dikorupsi sehingga pendapatan negara juga
berkurang. Berapa puluh triliun dana yang sudah dimakan oleh para koruptor. Meskipun KPK
sudah mencoba menyita semua aset yang dimiliki oleh sang koruptor, tapi apakah semua itu
sudah selesai dalam hal membuat para koruptor itu jera karena hartanya telah diambil haknya
oleh negara.

Bagaimana jika masih ada sisa dana-dana lain hasil korupsi yang belum dapat
diungkapkan semua? yang tidak bisa dilacak karena dipindahkan atas nama orang lain yang
merupakan indikasi dari tindakan pencucian uang. Apakah semua pegawai pajak sudah bersih
dari tindakan praktek korupsi? Perlu adanya evaluasi terhadap harta kekayaan pegawai pajak
secara menyeluruh. Hal ini dikarenakan Dirjen Pajak mendapatkan perhatian yang tinggi dari
masyarakat atas kasus korupsi yang seringkali terjadi pada lembaga tersebut.
Contoh sejumlah kasus mafia pajak yang mencuat dalam 2 tahun terakhir yang
menyita perhatian publik diantaranya:

1. Gayus Tambunan (Mantan Pegawai Ditjen Pajak) dengan kasus menyalahgunakan


wewenang saat menangani keberatan pajak Rp. 570,92 juta. Memiliki rekening
dengan dana Rp. 25 miliar. Jumlah dana dan transaksi tidak sesuai dengan
pekerjaannya. Gayus divonis dengan hukuman 7 tahun penjara oleh PN Jakarta
Selatan (19/1/2011)

2. Bahasyim Assifie (Mantan Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Jakarta
VII) dengan kasus menerima Rp 1 miliar dari wajib pajak dan pencucian uang atas
hartaya Rp 60,82 miliar dan 681.000 dollar AS. Memiliki dana hingga Rp 70 miliar di
rekening. Jumlah dana transaksi tidak sesuai dengan pekerjaannya. Bhasyim divonis
dengan hukuman 10 tahun penjara oleh PN Jakarta Selatan (3/2/2011).

3. Dhana Widyarmika (Mantan Pegawai Ditjen Pajak) dengan kasus menerima


gratifikasi Rp 2,75 miliar dari PT Mutiara Virgo. Dhana Widyarmika terbukti
memiliki 12 rekening di 7 bank dengan aliran dana hingga Rp 97 miliar pada salah
satu rekening. Sejumlah aliran dana bersumber dari tiga wajib pajak. Dhana Divonis
dengan hukuman 7 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor (9/11/2012).

4. Tommy Hindratno (Mantan Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi Kantor


Pelayanan Pajak Pratama Sidoarjo) dengan kasus menerima Rp 280 juta terkait
restitusi pajak PT Bhakti Investama,Tbk. Transaksi dilakukan di sebuah rumah makan
di Tebet, Jakarta. Uang suap sebesar Rp 280 juta. Tommy Hindratno divonis dengan
hukuman 3,5 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta (18/02/2013).

5. Pargono Riyadi (Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Direktorat Jenderal Pajak) dengan
kasus melakukan pemerasan kepada wajib pajak dengan nilai ratusan juta rupiah.
Transaksi dilakukan di Stasiun Gambir, kurir menyerahkan uang Rp 25 juta yang
dibungkus tas plastik di lorong stasiun. Proses hukuman masih berjalan (10/4/2013)
6. Eko Darmayanto dan Mohamad Dian Irwan (penyidik di Direktorat Jenderal pajak
pada kantor Wilayah Jakarta Timur) dengan kasus menerima uang 300.000 dollar
Singapura atau sekitar Rp2,3 miliar dari PT The Master Steel dalam operasi tangkap
tangan pegawai pajak di halaman terminal III Bandara Soekarno Hatta (15/05/2013).
Proses hukum masih berjalan.

Para pelaku koruptor ini harus dihukum berat, karena tidak hanya melanggar hukum
negara, tetapi juga di dalam ajaran agama apapun dilarang dan merupakan dosa besar.
Tentunya kita semua mengharapkan sekali kinerja Dirjen Pajak menjadi semakin lebih
baik ketika mereka mendapatkan renumerasi atau peningkatan pendapatan para pegawai
akan tetapi apa hasilnya?padahal mereka yang meminta duluan diprioritaskan untuk
melakukan Reformasi Birokrasi dengan jalan memberikan renumerasi.

Akan tetapi semua seakan-akan menjadi sia-sia karena justru mereka sendiri yang
memulai untuk memberikan celah bagaimana membuat praktek korupsi yang lebih besar
lagi. Para koruptor hanya menghabiskan uang negara saja tanpa memikirkan rakyat kecil
yang membutuhkan bantuan pemerintah sedangkan uang pemerintah saja dikorupsi. Kita
semua rakyat Indonesia berharap bahwa para penegak hukum agar tidak tebang pilih
dalam memproses segala bentuk praktek korupsi. Hal ini dikarenakan kasus-kasus
tersebut diatas merupakan megaskandal pajak negara yang harus dibongkar sampai hal
yang terkecil serta harus diadili seadil-adilnya.

Berbicara soal adil? Apakah hukuman para koruptor itu sudah cukup memuaskan hati
rakyat yang sudah tersaikiti atas sikap para pegawai pemerintah tersebut. Ketika di negara
lain memberikan hukuman bagi para koruptor hukuman seberat-beratnya, akan tetapi
kenapa dengan di Indonesia? Begitu ringannya hukuman bagi para koruptor apakah akan
membuat efek jera. Masyarakat banyak yang mengeluhkan kenapa para koruptor
diberikan hukuman yang ringan? Korupsi boleh dibilang seperti mata rantai yang tidak
pernah bisa putus akan selalu mengakar dan bisa berakibat fatal terhadap masa depan
bangsa Jika seandainya para koruptor diberikan hukuman yang berat, maka secara nyata
itu akan membawa efek jera terhadap para pegawai publik khususnya dan memberikan
contoh yang baik terhadap generasi muda pada umumnya agar mereka tidak berani
melakukan tindakan korupsi.

Di masa yang akan datang, Indonesia akan bisa menekan terjadinya praktek korupsi.
Dari sekarang saja para generasi muda disuguhkan dengan contoh praktek korupsi yang
merajalela dan dengan hukuman yang boleh dibilang tidak terlalu berat. Hal yang sangat
ditakutkan adalah ketika mereka melihat bahwa ternyata hukuman korupsi itu jauh lebih
ringan dan telah membuat mindset dalam diri mereka. Peraturan hukum di Indonesia
seharusnya dirubah untuk membuat efek jera kepada para koruptor karena itu akan
menyelamatkan generasi muda kita di masa yang akan datang.
BAB III

PENUTUP

A.  Kesimpulan

Akuntabilitas daerah merupakan suatu keharusan bagi organisasi Pemda.


Akuntabilitas dapat menjembatani antara kepentingan legislatif, eksekutif, dan
masyarakatnya (baik bisnis maupun individual). Persoalannya adalah bagaimana membangun
struktur organisasi Pemda yang resuld oriensted dan concumer/clients oriented dimana
masyarakat merupakan bagian dari wacana pengambilan keputusan. Apakah masyarakat itu
yang dimaksud adalah masyarakat bisnis, masyarakat yang terwakili dalam parlemen daerah,
atau masyarakat yang bernaung dibawah lembaga sosial masyarakat (NGO’s Stakeholders).

Membangun struktur organisasi Pemda harus disertai dengan pengukuran standar dan
kinerja yang tentunya sesuai dengan karakteristik daerah masing-masing. Pengukuran kinerja
merupakan suatu keharusan dan juga sebagai bagian dari grey areaantara Pemda, DPRD, dan
masyarakat di dalam persamaan persepsi tentang terapan good governance di daerah.
Sehingga timbul pemikiran secara bersama, perlunya akuntabilitas bagi pemegang kekuasaan,
perlunya transparasi dan public disclosure/keterbukaan yang barangkali itu disebut sebagai
NPM. Persoalan selanjutnya adalah bagaimana pemikiran dan langkah pemerintah dengan
agendanya dapat diterapkan secara tepat, cepat dan cermat untuk menjadikan era Indonesia
Baru yang demokratis khususnya pengelolaan akuntabilitas di pemerintah daerah dalam
rangka Otonomi Daerah yang seluas-luasnya namun terintegrasi. Barangkali itu yang
disebut New Public Managemen
DAFTAR PUSTAKA

Hasan,H. 2008. Evaluasi Kurikulum. Bandung: Rosdakarya.

Pidarta,M. 2005. Perencanaan Pendidikan Partisipatori dengan Pendekatan Sistem.


Jakarta:Asri Mahasatya.

Anda mungkin juga menyukai