Makalah Kelompok 2 Akuntabilitas
Makalah Kelompok 2 Akuntabilitas
AKUNTABILITAS PUBLIK
DOSEN PENGAJAR
DI SUSUN OLEH:
KELOMPOK 2(DUA)
ADMINISTRASI NEGARA
2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan hidayahnya,
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Dalam makalah ini akan kami
sampaikan pembahasan tentang “akuntabilitas sektor publik ”
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan,
Oleh karena itu kami harapkan kepada pembaca untuk dapat memberikan masukan - masukan
yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................2
BAB I..........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG...................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..........................................................................................................................5
BAB II.........................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.....................................................................................................................................5
A. Arti Akuntabilitas...........................................................................................................................5
B. Akuntabilitas Pelaporan Keuangan................................................................................................6
C. Tujuan Akuntabilitas......................................................................................................................9
D. Upaya-Upaya Peningkatan Akuntabilitas....................................................................................10
E. Indikator Keberhasilan Akuntabilitas...........................................................................................10
BAB III......................................................................................................................................................11
PENUTUP.............................................................................................................................................11
A. Kesimpulan..................................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Apa pengertian dari Akuntabilitas ?
Bagaimana akuntabilitas Pelaporan Keuangan ?
Apakah tujuan dari Akuntabilitas ?
Apakah Upaya-Upaya dalam meningkatan Akuntabilitas ?
Apa saja Indikator Keberhasilan dalam Akuntabilitas ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Arti Akuntabilitas
Secara umum, beberapa faktor yang menyebabkan laporan keuangan K/L dan pemda
tersebut belum memperoleh opini WTP adalah karena penyajian yang belum sepenuhnya
sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), lemahnya sistem pengendalian intern, belum
tertatanya barang milik negara/daerah dengan tertib, pengadaan barang yang belum
mengikuti ketentuan yang berlaku, dan kurang memadainya kapasitas SDM pengelola
keuangan.
Sebagaimana tahun sebelumnya, pada tahun 2012 BPKP secara prokatif telah bekerjasama,
baik dengan K/L maupun pemda, dalam upaya peningkatan kualitas laporan keuangan
K/L/pemda menuju opini WTP dan mempertahankan kualitas laporan keuangan bagi
K/L/pemda yang telah memperoleh opini WTP.
Upaya tersebut merupakan tindak lanjut dari direktif Presiden, yang pada intinya
mendorong ditingkatkannya akuntabilitas pengelolaan keuangan negara melalui kerjasama
antara K/L/Pemda dengan BPKP.
Kerjasama tersebut ditujukan terutama untuk mengatasi berbagai faktor penyebab tidak
diperolehnya opini WTP, antara lain mencakup penguatan SPIP pada K/L/Pemda, reviu atas
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), pendampingan penyusunan laporan keuangan
dan pendampingan reviu laporan keuangan instansi bagi APIP K/L/pemda untuk
meningkatkan kualitas penyajian laporan keuangan agar sesuai dengan SAP, penerapan
aplikasi Sistem Informasi Manajemen Daerah (SIMDA) yang dibangun oleh BPKP,
pendampingan penataan barang milik negara/daerah, peningkatan kapasitas SDM pengelola
keuangan, sosialisasi peraturan dan pedoman bidang keuangan, bimbingan teknis pengelolaan
keuangan negara/daerah, serta penugasan pegawai BPKP ke berbagai K/L dan Pemda.Upaya
perbaikan tersebut menunjukkan komitmen yang tinggi dan langkah nyata dari pimpinan
K/L/pemda yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan.
Hasil dari pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dituangkan
dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang mengambarkan tingkat akuntabilitas LKPD
yang secara keseluruhan dirangkum dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) yang
dikeluarkan setahun dua kali (tiap semester). Hasil pemeriksaan keuangan BPK atas LKPD
disajikan dalam tiga kategori yaitu opini, Sistem Pengendalian Intern (SPI), dan
kepatuhanterhadap ketentuan perundang-undangan (BPK, 2009).
C. Tujuan Akuntabilitas
Rakyat bisa saja geram karena mereka juga sudah ikut andil dalam menyukseskan
pembangunan pemerintah dengan membayar pajak misalnya, mereka ingin uang yang sudah
mereka berikan untuk negara dapat mereka nikmati hasilnya dengan peningkatan
pembangunan. Tetapi, apakah rakyat Indonesia sudah mendapatkan kepuasan dari pemerintah
tentang hasil yang mereka peroleh dengan meratanya pembangunan segala bidang di seluruh
Indonesia?. Ketika pemerintah mengelu-elukan dana subsidi BBM akan dikurangi sehingga
harga BBM harus dinaikkan. Ketika disatu sisi uang yang telah diberikan dalam bentuk pajak
oleh rakyat justru malah dikorupsi oleh segelintir orang yang kurang memiliki moral etika
yang baik. Ketika uang dari rakyat banyak yang dikorupsi sehingga pendapatan negara juga
berkurang. Berapa puluh triliun dana yang sudah dimakan oleh para koruptor. Meskipun KPK
sudah mencoba menyita semua aset yang dimiliki oleh sang koruptor, tapi apakah semua itu
sudah selesai dalam hal membuat para koruptor itu jera karena hartanya telah diambil haknya
oleh negara.
Bagaimana jika masih ada sisa dana-dana lain hasil korupsi yang belum dapat
diungkapkan semua? yang tidak bisa dilacak karena dipindahkan atas nama orang lain yang
merupakan indikasi dari tindakan pencucian uang. Apakah semua pegawai pajak sudah bersih
dari tindakan praktek korupsi? Perlu adanya evaluasi terhadap harta kekayaan pegawai pajak
secara menyeluruh. Hal ini dikarenakan Dirjen Pajak mendapatkan perhatian yang tinggi dari
masyarakat atas kasus korupsi yang seringkali terjadi pada lembaga tersebut.
Contoh sejumlah kasus mafia pajak yang mencuat dalam 2 tahun terakhir yang
menyita perhatian publik diantaranya:
2. Bahasyim Assifie (Mantan Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Jakarta
VII) dengan kasus menerima Rp 1 miliar dari wajib pajak dan pencucian uang atas
hartaya Rp 60,82 miliar dan 681.000 dollar AS. Memiliki dana hingga Rp 70 miliar di
rekening. Jumlah dana transaksi tidak sesuai dengan pekerjaannya. Bhasyim divonis
dengan hukuman 10 tahun penjara oleh PN Jakarta Selatan (3/2/2011).
5. Pargono Riyadi (Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Direktorat Jenderal Pajak) dengan
kasus melakukan pemerasan kepada wajib pajak dengan nilai ratusan juta rupiah.
Transaksi dilakukan di Stasiun Gambir, kurir menyerahkan uang Rp 25 juta yang
dibungkus tas plastik di lorong stasiun. Proses hukuman masih berjalan (10/4/2013)
6. Eko Darmayanto dan Mohamad Dian Irwan (penyidik di Direktorat Jenderal pajak
pada kantor Wilayah Jakarta Timur) dengan kasus menerima uang 300.000 dollar
Singapura atau sekitar Rp2,3 miliar dari PT The Master Steel dalam operasi tangkap
tangan pegawai pajak di halaman terminal III Bandara Soekarno Hatta (15/05/2013).
Proses hukum masih berjalan.
Para pelaku koruptor ini harus dihukum berat, karena tidak hanya melanggar hukum
negara, tetapi juga di dalam ajaran agama apapun dilarang dan merupakan dosa besar.
Tentunya kita semua mengharapkan sekali kinerja Dirjen Pajak menjadi semakin lebih
baik ketika mereka mendapatkan renumerasi atau peningkatan pendapatan para pegawai
akan tetapi apa hasilnya?padahal mereka yang meminta duluan diprioritaskan untuk
melakukan Reformasi Birokrasi dengan jalan memberikan renumerasi.
Akan tetapi semua seakan-akan menjadi sia-sia karena justru mereka sendiri yang
memulai untuk memberikan celah bagaimana membuat praktek korupsi yang lebih besar
lagi. Para koruptor hanya menghabiskan uang negara saja tanpa memikirkan rakyat kecil
yang membutuhkan bantuan pemerintah sedangkan uang pemerintah saja dikorupsi. Kita
semua rakyat Indonesia berharap bahwa para penegak hukum agar tidak tebang pilih
dalam memproses segala bentuk praktek korupsi. Hal ini dikarenakan kasus-kasus
tersebut diatas merupakan megaskandal pajak negara yang harus dibongkar sampai hal
yang terkecil serta harus diadili seadil-adilnya.
Berbicara soal adil? Apakah hukuman para koruptor itu sudah cukup memuaskan hati
rakyat yang sudah tersaikiti atas sikap para pegawai pemerintah tersebut. Ketika di negara
lain memberikan hukuman bagi para koruptor hukuman seberat-beratnya, akan tetapi
kenapa dengan di Indonesia? Begitu ringannya hukuman bagi para koruptor apakah akan
membuat efek jera. Masyarakat banyak yang mengeluhkan kenapa para koruptor
diberikan hukuman yang ringan? Korupsi boleh dibilang seperti mata rantai yang tidak
pernah bisa putus akan selalu mengakar dan bisa berakibat fatal terhadap masa depan
bangsa Jika seandainya para koruptor diberikan hukuman yang berat, maka secara nyata
itu akan membawa efek jera terhadap para pegawai publik khususnya dan memberikan
contoh yang baik terhadap generasi muda pada umumnya agar mereka tidak berani
melakukan tindakan korupsi.
Di masa yang akan datang, Indonesia akan bisa menekan terjadinya praktek korupsi.
Dari sekarang saja para generasi muda disuguhkan dengan contoh praktek korupsi yang
merajalela dan dengan hukuman yang boleh dibilang tidak terlalu berat. Hal yang sangat
ditakutkan adalah ketika mereka melihat bahwa ternyata hukuman korupsi itu jauh lebih
ringan dan telah membuat mindset dalam diri mereka. Peraturan hukum di Indonesia
seharusnya dirubah untuk membuat efek jera kepada para koruptor karena itu akan
menyelamatkan generasi muda kita di masa yang akan datang.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Membangun struktur organisasi Pemda harus disertai dengan pengukuran standar dan
kinerja yang tentunya sesuai dengan karakteristik daerah masing-masing. Pengukuran kinerja
merupakan suatu keharusan dan juga sebagai bagian dari grey areaantara Pemda, DPRD, dan
masyarakat di dalam persamaan persepsi tentang terapan good governance di daerah.
Sehingga timbul pemikiran secara bersama, perlunya akuntabilitas bagi pemegang kekuasaan,
perlunya transparasi dan public disclosure/keterbukaan yang barangkali itu disebut sebagai
NPM. Persoalan selanjutnya adalah bagaimana pemikiran dan langkah pemerintah dengan
agendanya dapat diterapkan secara tepat, cepat dan cermat untuk menjadikan era Indonesia
Baru yang demokratis khususnya pengelolaan akuntabilitas di pemerintah daerah dalam
rangka Otonomi Daerah yang seluas-luasnya namun terintegrasi. Barangkali itu yang
disebut New Public Managemen
DAFTAR PUSTAKA