Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Patah tulang atau fraktur didefinisikan sebagai hilangnya atau
adanya gangguan integritas dari tulang, termasuk cedera pada
sumsum tulang, periosteum, dan jaringan yang ada di sekitarnya. Yang
dimaksud dengan fraktur ekstrimitas adalah fraktur yang terjadi pada
komponen ekstrimitas atas (radius, ulna, dll) dan ekstrimitas bawah
(femur, tibia, fibula, dll).[ CITATION Par \l 1033 ]
Fakturatau patah tulang merupakan masalah yang sangat
menarik perhatian masyarakat. Banyak kejadian yang tidak terduga
yang dapat menyebabkan terjadinya faktur, baik itu fakturtertutup
maupun fakturterbuka. Terjadinya kecelakaan secara tiba-tiba yang
menyebabkan fakturseringkali membuat orang panik dan tidak tahu
tindakan apa yang harus dilakukan. Ini disebabkan tidak adanya
kesiapan dan kurangnya pengetahuan terhadap fakturtersebut.
Seringkali untuk penanganan fakturini tidak tepat, mungkin
dikarenakan kurangnya informasi yang tersedia (Depkes RI, 2011).
Fakturmerupakan istilah hilangnya kontinuitas tulang, tulang
rawan, baik yang bersifat total maupunsebagian.Fakturdidefinisikan
sebagai patahan yang terjadi pada kontinuitas tulang.Fakturlengkap
terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan fakturtidaklengkap
tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang.Fakturjuga dikenal dengan
istilah patah tulang,biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik,
kekuatan, sudut, tenaga, keadaan tulang dan jaringan lunak disekitar
tulang akan menentukan apakah fakturyang terjadi disebut lengkap
atau tidak lengkap. Fakturjuga melibatkanjaringan otot, saraf, dan
pembuluh darah di sekitarnya karena tulang bersifat rapuh namun
cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan, tetapi
apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang, maka terjadilah traumapada tulang yang berakibat
padarusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Helmi, 2012).
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat pada tahun 2011-2012
terdapat 5,6 jutaorang meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita
faktur akibat kecelakaan lalu lintas. Menurut Depkes RI (2011),dari

1
sekian banyak kasus fakturdi Indonesia, fakturpada ekstremitas bawah
kibat kecelakaan memiliki prevalensi yang paling tinggi diantarafaktur
lainnya yaitu sekitar 46,2%.Dari 45.987orangdengan kasus faktur
ekstremitas bawah akibat kecelakaan, 19.629orangmengalami faktur
pada tulang femur, 14.027orang mengalami faktur cruris, 3.775orang
mengalami fakturtibia, 9.702 orang mengalamifaktur pada tulang-
tulang kecil di kaki dan 336 orang mengalami fakturfibula (Purwanti,
2013).
Ada beberapa dampak yang dapat terjadi apabila frakturtidak
mendapatkan penanganan secara tepat antara lain syokkarena
kehilangan banyak darah,kerusakan arteri,infeksi menyebakan
pertahanan rusakbila ada trauma pada jaringan.Prinsip penanganan
fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi serta
kekuatan normal dengan rehabilitasi. Penatalaksanaan fraktur dengan
reduksi salah satunya adalah tindakan operatif yaitu dengan
dilakukannya Open Reduction Internal Fixation(ORIF)(Helmi, 2012).

B. Tujuan
a. Untuk mengetahui konsep ekstremitas (fraktur)
b. Untuk mengetahui asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada pasien
fraktur

2
BAB II
KONSEP TEORI
A. Konsep Fraktur
1. Definisi Fraktur dan Fraktur Ekstremitas
Faktur atau patah tulang merupakan masalah yang sangat
menarik perhatian masyarakat. Banyak kejadian yang tidak terduga
yang dapat menyebabkan terjadinya faktur, baik itu fakturtertutup
maupun fakturterbuka.Terjadinya kecelakaan secara tiba-tiba yang
menyebabkan fakturseringkali membuat orang panik dan tidak tahu
tindakan apa yang harus dilakukan. Ini disebabkan tidak adanya
kesiapan dan kurangnya pengetahuan terhadap fakturtersebut.
Seringkali untuk penanganan fakturini tidak tepat, mungkin dikarenakan
kurangnya informasi yang tersedia (Depkes RI, 2011).
Menurut Purwoko (2006, dalam Wijaya, 2016) fraktur adalah
tulang yang patah yang bisa bersifat patahan sebagian atau patahan
utuh pada tulang yang disebabkan oleh pukulan langsung atau
pelintiran. Fraktur sering terjadi pada anak-anak. Fraktur bisa
mengkhawatirkan jika terjadi kerusakan pada lempeng pertumbuhan
yaitu area tulang tempat pertumbuhan terjadi karena kerusakan pada
area ini bisa menyebabkan pertumbuhan yang tidak teratur atau
pemendekan dari tulang.
Fraktur atau patah tulang adalah suatu kondisi dimana kontinuitas
jaringan tulang dan/atau tulang rawan terputus secara sempurna atau
sebagian yang pada disebabkan oleh rudapaksa atau osteoporosis
(Smeltzer & Bare, 2013; American Academy Orthopaedic Surgeons
[AAOS], 2013).
Fraktur dapat terjadi di bagian ekstremitas atau anggota gerak
tubuh yang disebut dengan fraktur ekstremitas. Fraktur ekstremitas
adalah fraktur yang terjadi pada tulang yang membentuk lokasi
ekstremitas atas (tangan, pergelangan tangan, lengan, siku, lengan
atas, dan bahu) dan ekstremitas bawah (pinggul, paha, lutut, kaki bagian
bawah, pergelangan kaki, dan kaki) (UT Southwestern Medical Center,
2016).
fraktur adalah patah tulang, yaitu diskontinyuitas dari suatu
jaringan tulang. Tulang yang sangat kuat itu bisa mengalami patah

3
disebabkan oleh adanya pukulan langsung, adanya gaya yang sangat
kuat, gerakan memutar yang tiba-tiba atau terjadinya konstraksi otot
yang sangat ekstrem.[ CITATION Ham16 \l 1033 ]
Patah tulang atau fraktur didefinisikan sebagai hilangnya atau
adanya gangguan integritas dari tulang, termasuk cedera pada sumsum
tulang, periosteum, dan jaringan yang ada di sekitarnya. Fraktur
ekstrimitas adalah fraktur yang terjadi pada tulang yang membentuk
lokasi ekstrimitas atas (radius, ulna, carpal) dan ekstrimitas bawah
(pelvis, femur, tibia, fibula, metatarsal, dan lain-lain).[ CITATION Par \l
1033 ]
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya (Brunner & suddart, 2013)
2. Klasifikasi Fraktur
Fraktur dapat diklasifikasikan sebagai fraktur terbuka dan tertutup
tergantung pada luka yang menghubungkan fraktur dengan lingkungan
luar. Fraktur terbuka ditunjukkan dengan fraktur yang terhubung dengan
lingkungan luar, kulit yang sobek, tulang yang terlihat, dan
menyebabkan cidera jaringan lunak sedangkan fraktur tertutup ditandai
dengan fraktur yang tidak terhubung denganlingkungan luar, kulit yang
tetap utuh atau tidak sobek namun tetap terjadi pergeseran tulang
didalamnya (Smeltzer & Bare, 2013; Lewis, 2011).
Fraktur juga dapat diklasifikasikan sebagai fraktur complete dan
incomplete. Fraktur complete berarti fraktur yang mengenai seluruh
tulang sedangkan fraktur incomplete adalah fraktur yang patahan
tulangnya hanya sebagian tetapi tulang masih tetap utuh (Lewis, 2011).
Berdasarkan bentuk patahan tulang atau garis patah tulang, fraktur
dapat diklasifikasikan menjadi linear, oblik, transversal, longitudinal, dan
spiral (Lewis, 2011).
Fraktur juga diklasifikasikan kedalam fraktur displaced dan non
displaced. Fraktur displaced ditandai dengan ujung tulang yang patah
terpisah satu sama lain dan keluar dari posisi normal misalnya fraktur
comminuted dan oblik. Fraktur non displaced ditandai dengan
periosteum tetap utuh dan tulang masih dalam posisi normal atau masih
sejalan misalnya transversal, greenstick, dan spiral (Lewis, 2011).

4
Gambar 1: Tipe patahan tulang

3. Faktor Penyebab Fraktur


Menurut Batticaca (2008, dalam Wijaya, 2016) penyebab fraktur
diantaranya kecelakaan di jalan raya (penyebab paling sering),
olahraga, menyelam pada air yang dangkal, luka tembak atau luka
tikam, gangguan lain yang dapat menyebabkan cedera medula spinalis
seperti spondiliosis servikal dengan mielopati, yang menghasilkan
saluran sempit dan mengakibatkan cedera progresif terhadap medula
spinalis dan akar, mielitis akibat proses inflamasi infeksi maupun non-
infeksi, osteoporosis yang disebabkan oleh fraktur kompresi pada
vertebra, siringmielia, tumor infiltrasi maupunkompresi; dan penyakit
vaskular. Smeltzer & Bare (2013) menyebutkan bahwa fraktur terjadi
akibat trauma langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak, dan
kontraksi otot yang ekstrim.
Menurut Helmi (2012), hal-hal yang dapat menyebabkan
terjadinya fraktur adalah:
1) Fraktur traumatik, disebabkan karena adanya trauma ringan
atau berat yang mengenai tulang baik secara langsung
maupun tidak.
2) Fraktur stres, disebabkan karena tulang sering mengalami
penekanan.
3) Fraktur patologis, disebabkan kondisi sebelumnya, seperti

5
kondisi patologis penyakit yang akan menimbulkan fraktur.
4. Pathway fraktur

6
5. Manifestasi Klinis Fraktur
Manifestasi klinis menurut UT Southwestern Medical Center
(2016) adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas/perubahan bentuk,
pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan
perubahan warna. Adapun penjelasan dari manifestasi klinis adalah
sebagai berikut:
1) Nyeri yang dirasakan terus menerus dan akan bertambah beratnya
selama beberapa hari bahkan beberapa minggu. Nyeri yang
dihasilkan bersifat tajam dan meusuk yang timbul karena adanya
infeksi tulang akibat spasme otot atau penekanan pada syaraf
sensoris (Helmi, 2012; AAOS, 2013).
2) Setelah terjadinya fraktur, bagian yang terkena tidak dapat digunakan
dan cenderung bergerak secara tidak alamiah dari tulang yang
normal. Bergesernya fragmen pada fraktur akan menimbulkan
perubahan bentuk ekstremitas (deformitas) baik terlihat atau teraba
yang dapat diketahui dengan membandingkan bagian yang terkena
dengan ekstremitas yang normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi
dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritas
tulang yang menjadi tempat melekatnya otot (Smeltzer & Bare, 2013).
3) Pada kasus fraktur panjang akan terjadi pemendekan tulang sekitar
2,5 sampai 5 cm yang diakibatkan adanya kontraksi otot yang
melekat di atas dan bawah titik terjadinya fraktur (Smeltzer & Bare,
2013).
4) Saat pemeriksaan palpasi pada bagian fraktur ekstremitas, teraba
adanya derik tulang yang disebut sebagai krepitus. Derik tulang
tersebut muncul akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang
lain (Smeltzer & Bare, 2013; Dent, 2008).
5) Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi karena
trauma dan perdarahan saat terjadinya fraktur. Tanda ini biasanya
terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cidera (AAOS, 2013).
Tidak semua manifestasi klinis diatas dialami pada setiap kasus
fraktur seperti fraktur linear, fisur, dan impaksi. Diagnosis tergantung
pada gejala, tanda fisik, dan pemeriksaan sinar-x pasien. Biasanya
pasien akan mengeluh adanya cidera pada area tersebut (Smeltzer &
Bare, 2013).

7
Menurut buku [ CITATION Ham16 \l 1033 ] adanya fraktur ditandai
dengan tanda-tanda pasti dan tanda-tanda palsu. Apa beda antara
tanda-tanda pasti dan tanda-tanda palsu? Tanda-tanda pasti bermakna
bahwa adanya tanda tersebut memastikan adanya patah tulang
sementara tanda-tanda palsu tidak menutup kemungkinan disebabkan
oleh gangguan lain. Berikut adalah tanda-tanda dari adanya fraktur:
1) Nyeri
2) Deformitas: perubahan bentuk
3) repitasi
4) Bengkak
5) Daerah fraktur mengalami peningkatan suhu (teraba panas)
6) Pergerakan abnormal
7) Ekimosis
8) Kehilangan fungsi
6. Stadium Penyembuhan Fraktur
Proses penyembuhan pada kasus fraktur berbeda-beda
tergantung ukuran tulang yang terkena dan umur pasien. Faktor lain
yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan fraktur adalah tingkat
kesehatan pasien secara keseluruhan dan status nutrisi yang baik
(Smeltzer & Bare, 2013). Beberapa tahapan atau fase dalam proses
penyembuhan tulang, antara lain:
1) Fase Inflamasi, yaitu adanya respon tubuh terhadap trauma
yang ditandai dengan perdarahan dan timbulnya hematoma
pada tempat terjadinya fraktur. Ujung fragmen tulang
mengalami devitalisasi karena terputusnya aliran darah yang
akan menyebabkan inflamasi, pembengkakan, dan nyeri. Fase
ini berlangsung selama beberapa hari sampai pembengkakan
dan nyeri berkurang (Smelzer & Bare, 2013).
2) Fase Proliferasi, hematoma pada fase ini akan mengalami
organisasi dengan membentuk benang fibrin dalam jendalan
darah yang akan membentuk jaringan dan menyebabkan
revaskularisasi serta invasi fibroblast dan osteoblast. Proses ini
akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks
kolagen pada patahan tulang, terbentuk jaringan ikat fibrus dan
tulang rawan (osteoid) yang berlangsung setelah hari ke lima

8
(Smeltzer & Bare, 2013).
3) Fase Pembentukan Kalus, pertumbuhan jaringan berlanjut dan
lingkaran pada tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai
celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang
bergabung dengan jaringan fibrus, tulang rawan, dan tulang
serat imatur. Waktu yang diperlukan agar fragmen tulang
tergabung adalah 3-4 minggu (Smeltzer & Bare, 2013).
4) Fase Penulangan Kalus/Osifikasi, yaitu proses pembentukan
kalus mulai mengalami penulangan dalam waktu 2-3 minggu
melalui proses penulangan endokondral. Mineral terus
menerus ditimbun sampai tulang benar-benar saling menyatu
hingga keras. Pada orang dewasa normal, kasus fraktur
panjang memerlukan waktu 3-4 bulan dalam proses
penulangan (Smeltzer & Bare, 2013).
5) Fase Remodelling/Konsolidasi, yaitu tahap akhir pada proses
penyembuhan fraktur. Tahap ini terjadi perbaikan fraktur yang
meliputi pengambilan jaringan mati dan reorganisasi tulang
baru ke susunan struktural sebelum terjadinya patah tulang.
Remodelling memerlukan waktu berbulan-bulan hingga
bertahun- tahun (Smeltzer & Bare, 2013).
Fraktur disembuhkan dengan proses perkembangan yang
melibatkan pembentukan fibrokartilago dan aktivitas osteogenik dari sel
tulang utama. Fraktur merusak pembuluh darah yang menyebabkan sel
tulang terdekat mati. Pembekuan darah dibuang bersamaan dengan
debris jaringan oleh makrofag dan matriks yang rusak, tulang yang
bebas dari sel di resorpsi oleh osteoklas (Mescher, 2013).
7. Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Fraktur
Beberapa faktor dapat mempengaruhi cepat dan terhambatnya
proses penyembuhan fraktur, antara lain:
1) Faktor yang mempercepat penyembuhan fraktur, yaitu
imobilsasi fragmen tulang dan dipertahankan dengan
sempurna agar penyembuhan tulang optimal, kontak fragmen
tulang maksimal, aliran darah baik, nutrisi tepat, latihan
pembebanan berat untuk tulang panjang, hormon-hormon
pertumbuhan mendukung seperti tiroid, kalsitonin, vitamin D,

9
dan steroid anabolik akan mempercepat perbaikan tulang
yang patah, serta potensial listrik pada area fraktur (Smeltzer
& Bare, 2013).
2) Faktor yang menghambat penyembuhan fraktur, yaitu trauma
lokal ekstensif, kehilangan tulang, imobilisasi tidak optimal,
adanya rongga atau jaringan diantara fragmen tulang, infeksi,
keganasan lokal, penyakit metabolik, nekrosis avaskuler,
fraktur intra artikuler (cairan sinovial mengandung fibrolisin
yang akan melisis bekuan darah awal dan memperlambat
pembentukan jendalan), usia (lansia akan sembuh lebih
lama), dan pengobatan kortikosteroid menghambat kecepatan
penyembuhan fraktur (Smeltzer & Bare, 2013).
8. Komplikasi fraktur
Fraktur dapat mengakibatkan kondisi-kondisi yang tidak kita
harapkan dan dapat membahayakan anggota bagian tubuh yang
mengalami fraktur dan bahkan kematian bila tidak mendapatkan
pertolongan yang memadai. Karena tulang mengandung banyak
pembuluh darah, maka fraktur akan menyebabkan putusnya pembuluh-
pembuluh darah sehingga berakibat terjadinya hematom di sekitar area
fraktur. Pada kondisi tertutup, fraktur femur dan fraktur pelvis merupakan
kondisi kegawatan yang harus segera mendapat penanganan karena
perdarahan yang banyak terjadi. Diperkirakan seseorang akan
mengalami perdarahan sebanyak 1000 cc pada fraktur femur pada satu
sisi kaki sedangkan pada fraktur pelvic sebanyak 500 cc. Perdarahan
pada kedua fraktur di atas dapat menyebabkan shock dan kematian
walaupun tidak ada perdarahan yang tampak dari luar. Kehilangan
darah akan lebih banyak lagi bila seseorang mengalami fraktur terbuka.

10
Sindroma Kompartemen pada ki kiri

Kondisi lain yang bisa timbul akibat fraktur pada anggota gerak
adalah sindroma kompartemen (gambar 1.3).Sindroma kompartemen
adalah suatu kondisi dimana perfusi jaringan di otot mengalami
penurunan. Biasanya didapatkan keluhan nyeri berat yang tak henti-
henti. Penyebab terjadinya kondisi ini adalah karena fasia otot yang
terlalu kencang atau dapat pula akibat pemasangan bidai atau balutan
yang terlalu rapat. Perdarahan di dalam jaringan atau edema juga sering
menyebabkan kondisi ini. Tempat yang sering mengalami sindroma
kompatemen adalah otot lengan dan kaki. Bila kondisi anoksia melebihi
6 jam dapat mengakibatkan kematian jaringan sehingga lengan atau
kaki harus diamputasi.
Untuk memastikan terjadinya sindroma kompartemen cukup
lakukan pemeriksaan 5 P yaitu pain (nyeri), parestesia (penurunan
sensasi raba), paralisis (kelumpuhan), pale (pucat) dan pulseness (nadi
tidak teraba). Saat ini sudah ada alat yang digunakan untuk mengukur
tekanan untuk pemeriksaan sindroma kompartemen. Tanda-tanda
sindroma kompartemen:
 Pain
 Parestesia
 Paralisis
 Pale
 Pulseness

11
Pemeriksaan Sindroma Kompartemen

Bila terjadi sindroma kompartemen maka segera dilakukan


penanganan. Menunda dapat berakibat kerusakan saraf, otot bahkan
terjadi nekrosis. Prinsip-prinsip penanganan sindroma kompatemen
antara lain: Meninggikan bagian Sindroma Kompartemen melebihi tinggi
jantung, melepaskan atau merenggangkan bila terpasang alat restriktif
seperti gift, plester. Jika dalam waktu 1 jam tidak ada perbaikan maka
perlu dipersiapkan tindakan fasiotomi. Pada fasiotomi, luka tidak
langsung dijahit agar jaringan otot mengembang. Luka cukup ditutup
dengan verban steril yang telah dilembabkan dengan normal saline.
Dalam waktu 3-5 hari, bila pembengkakan hilang dan perfusi jaringan
membaik luka dibersihan (debridement) dan ditutup (kadang dengan
skin graft}.[ CITATION Ham16 \l 1033 ]
1) Komplikasi awal (dini)
Komplikasi ini terjadi segera setelah terjadinya fraktur seperti syok
hipovolemik, kompartemen sindrom, emboli lemak yang dapat
mengganggu fungsi ekstremitas permanen jika tidak segera
ditangani (Smeltzer & Bare, 2013).
2) Komplikasi lanjut
Biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun setelah
terjadinya fraktur pada pasien yang telah menjalani proses
pembedahan. Menurut kutipan dari Smeltzer dan Bare (2013),
komplikasi ini dapat berupa:
a) Komplikasi pada sendi seperti kekakuan sendi yang
menetap dan penyakit degeneratif sendi pasca trauma.

12
b) Komplikasi pada tulang seperti penyembuhan fraktur
yang tidak normal (delayed union, mal union, non union),
osteomielitis, osteoporosis, dan refraktur.
c) Komplikasi pada otot seperti atrofi otot dan ruptur tendon
lanjut.
d) Komplikasi pada syaraf seperti tardy nerve palsy yaitu
saraf menebal akibat adanya fibrosis intraneural.
9. Penatalaksanaan Fraktur
Selama survey primer BTLS perhatian penolong harus tertuju
pada apakah ada fraktur pada tulang-tulang besar seperti tulang femur
dan tulang pelvis. Selain itu juga menghentikan perdarahan bila terjadi
fraktur terbuka.
Selama pemeriksaan detil, Anda harus memeriksa dengan cepat
panjang tungkai, lihat adanya perubahan bentuk/deformitas,
memar/contusio, lecet/abration, luka tembus/ penetration, luka
bakar/burn, rasa nyeri/tenderness, laserasi, atau
pembengkakan/swelling disingkat DCAP-BTLS. Periksa adanya
instabilitas dan krepitasi. Periksa dan catat nadi, motorik dan sensorik di
daerah distal. Lokasi denyut nadi teraba paling jelas dapat ditandai
dengan tinta. Krepitasi atau gesekan segmen tulang merupakan salah
satu tanda pasti fraktur. Bila ada krepitasi, lakukan immobilisasi dengan
segera untuk mencegah cidera lunak yang lebih parah. Pemeriksaan
krepitasi dilakukan dengan lembut untuk menghindari kerusakan lebih
parah.
1) Penatalaksanaan fraktur
Tatalaksana fraktur yang tepat akan dapat mengurangi nyeri,
kecacatan dan dan komplikasi yang berat. Berikut adalah prinsip-
prinsip penanganan kegawat-daruratan pada kasus fraktur:
a. Imobilisasi bagian tubuh yang mengalami fraktur sebelum korban
dipindah
b. Jika pasien harus dipindah sebelum dipasang splint (bidai), tahan
bagian atas dan bawah daerah fraktur untuk mencegah gerakan
rotasi atau anguler
c. Pembidaian dilakukan secara adekuat terutama pada sendi-
sendi disekitar fraktur

13
d. Pada tungkai kaki, kaki yang sehat dapat digunakan sebagai
bidai
e. Pada ekstremitas atas, lengan dipasang plester elastik ke dada
atau lengan bawah dipasang sling
f. Status neurovaskuler bagian bawah fraktur dikaji untuk
menentukan adekuasi perfusi jaringan perifer dan fungsi saraf
2) Prosedur Pembidaian
Sebelum Anda melakukan prosedur pembidaian perlu
dipersiapkan terlebih dahulu alat yang akan digunakan. Biasanya
alat yang digunakan minimal terdiri dari bidai sesuai ukuran dan
kain pengikat bidai. Panjang pendek bidai tergantung dari area yang
akan di bidai. Misal pembidaian kaki disesuaikan dengan ukuran
kaki yang akan di bidai. Bidai harus melebihi panjang kaki. Kain
pengikat bidai yang digunakan dapat berupa kain mitela yang
dilipat-lipat sehingga berbentuk mamanjang. Jumlah kain sesuai
dengan panjang bidai. Berikut prosedur pembidaian pada kaki
akibat adanya fraktur pada tangan atau kaki:

Pembidaian Pada Kaki dan Tanga


a. Cuci tangan dan pakai sarung tangan
b. Dekatkan alat-alat ke pasien
c. Berikan penjelasan kepada pasien tentang prosedur tindakan
yang akan dilakukan
d. Bagian ekstremitas yang cidera harus tampak seluruhnya,
pakaian harus dilepas kalau perlu digunting
e. Periksa nadi, fungsi sensorik dan motorik ekstremitas bagian
distal dari tempat cidera sebelum pemasangan bidai
f. Jika ekstrimitas tampak sangat bengkok dan nadi tidak ada, coba
luruskan dengan tarikan secukupnya, tetapi bila terasa ada

14
tahanan jangan diteruskan, pasang bidai dalam posisi tersebut
dengan melewati 2 sendi
g. Bila curiga adanya dislokasi pasang bantal atas bawah jangan
mencoba untuk diluruskan
h. Bila ada patah tulang terbuka, tutup bagian tulang yang keluar
dengan kapas steril dan jangan memasukkan tulang yang keluar
ke dalam lagi, kemudian baru dipasang bidai dengan melewati 2
sendi
i. Periksa nadi, fungsi sensorik dan motorik ekstremitas bagian
distal dari tempat cidera setelah pemasangan bidai
j. Bereskan alat-alat dan rapikan pasien
k. Lepas hand schoen dan cuci tangan
[ CITATION Ham16 \l 1033 ]
Sjamsuhidayat dan Jong (2005) mendefinisikan pembedahan
sebagai suatu tindakan pengobatan secara invasif dengan membuka
atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembedahan
yang dapat dilakukan untuk fraktur ekstremitas yaitu:

1) Reduksi terbuka dengan fiksasi interna (Open Reduction and


Internal Fixation/ORIF), dilakukan untuk mengimmobilisasi
fraktur dengan memasukkan paku, kawat, plat, sekrup,
batangan logam, atau pin ke dalam tempat fraktur dengan
tujuan mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya
sampai penyembuhan tulang baik (Smeltzer & Bare, 2013).

2) Reduksi tertutup dengan fiksasi eksterna (Open Reduction


and Enternal Fixation/OREF), digunakan untuk mengobati
patah tulang terbuka yang melibatkan kerusakan jaringan
lunak. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips,
traksi kontinu, bidai, atau pin. Ekstremitas dipertahankan
sementara dengan gips, bidai, atau alat lain oleh dokter. Alat
imobilisasi ini akan menjaga reduksi dan menstabilkan
ekstremitas untuk penyembuhan tulang. Alat ini akan
memberikan dukungan yang stabil bagi fraktur comminuted
(hancur dan remuk) sementara jaringan lunak yang hancur
dapat ditangani dengan aktif (Smeltzer & Bare, 2013).

15
3) Graft tulang, yaitu penggantian jaringan tulang untuk
menstabilkan sendi, mengisi defek atau perangsangan dalam
proses penyembuhan. Tipe graft yang digunakan tergantung
pada lokasi yang terkena, kondisi tulang, dan jumlah tulang
yang hilang akibat cidera. Graft tulang dapat berasal dari
tulang pasien sendiri (autograft) atau tulang dari tissue bank
(allograft) (Smeltzer & Bare, 2013).
Tucker (1999, dalam Wijaya, 2016) mengemukakan ada beberapa
pengobatan medis lainnya antara lain:
a. Antibiotik merupakan obat yang sangat penting dan digunakan
untuk memberantas berbagai penyakit infeksi. Zat kimia ini
dihasilkan oleh mikroorganisme, terutama jamur dan bakteri tanah
dan mempunyai khasiat bakteriostatik atau bakterisid terhadap satu
atau beberapa mikroorganisme lain yang rentan terhadap antibiotik.
b. Traksi yaitu suatu tindakan untuk memindahkan tulang yang patah
atau dislokasi ke tempat yang normal kembali dengan
menggunakan daya tariktertentu atau dengan kata lain suatu
pemasangan gaya tarikan pada bagian tubuh, yang diindikasikan
pada pasien dengan fraktur dan pasien dislokasi.
c. Sedatif yaitu sedatif-hipnotik dapat mengatasi ansietas, sedangkan
dalam dosis besar dapat menginduksi tidur.
d. Analgesik yaitu istilah kimia untuk zat-zat yang dapat menurunkan
rasa sakit, seperti heroin, opium, pethidine, dan codeine. Efek
penghilang rasa sakit dimunculkan dengan mereduksi kepekaan
fisik dan emosional individu, serta memberikan penggunanya rasa
hangat dan nyaman.
10. Tanda dan Gejala Post Operasi Fraktur
Menurut Apley (2010), tanda dan gejala post operasi fraktur
ekstremitas adalah:

1) Oedem di area sekitar fraktur, akibat luka insisi sehingga


tubuh memberikan respon inflamasi atas kerusakan jaringan
sekitar.

2) Rasa nyeri, akibat luka fraktur dan luka insisi operasi serta
oedem di area fraktur menyebabkan tekanan pada jaringan

16
interstitial sehingga akan menekan nociceptor dan
menimbulkan nyeri.

3) Keterbatasan lingkup gerak sendi, akibat oedem dan nyeri


pada luka fraktur maupun luka insisi menyebabkan pasien
sulit bergerak, sehingga akan menimbulkan gangguan atau
penurunan lingkup gerak sendi.

4) Penurunan kekuatan otot, akibat oedem dan nyeri dapat


menyebabkan penurunan kekuatan otot karena pasien tidak
ingin menggerakkan bagian ekstremitasnya dan dalam jangka
waktu yang lama akan menyebabkan disused atrophy.
Kebanyakan pasien merasa takut untuk bergerak setelah
operasi karena merasa nyeri pada luka operasi dan luka
trauma (Smeltzer & Bare, 2013).

5) Functional limitation, akibat oedem dan nyeri serta


penyambungan tulang oleh kalus yang belum sempurna
sehingga pasien belum mampu menumpu berat badannya
dan melakukan aktifitas sehari-hari, seperti transfer, ambulasi,
jongkok berdiri, naik turun tangga, keterbatasan untuk
berkemih dan Buang Air Besar (BAB).

6) Disability, akibat nyeri dan oedem serta keterbatasan


fungsional sehingga pasien tidak mampu bersosialisasi
dengan lingkungan sekitarnya.

17
BAB III
PEMBAHASAN
A. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Fraktur
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari
berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien (lyer et al, 1996 dalam Nursalam, 2011). Pengkajian
pasien dengan fraktur menurut (Doengoes, 2012) adalah :
a. Anamnesa
1) Identitas pasien
Meliputi ; nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang
digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi
golongan darah, nomor register, tanggal dan jam masuk rumah
sakit (MRS), dan diagnosis medis.
2) Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur femur adalah
rasa nyeri.Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap mengenai
rasa nyeri pasien, perawat dapat menggunakan PQRST.
a) Provokating incident : hal yang menjadi faktor presipitasi
nyeriadalah trauma pada bagian paha.
b) Quality of pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien,
apakah seperti terbakar, berdenyut/menusuk.
c) Region, Radiation, Relief : apakah rasa sakit bisa reda,
apakah rasasakit menjalar/menyebar dan dimana rasa sakit
terjadi.
d) Severity (scale) of pain : seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan pasien, bisa berdasarkan skala nyeri/pasien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
e) Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
3) Riwayat penyakit sekarang
Pada pasien fraktur/patah tulang dapat disebabkan oleh
trauma/kecelakaan degenerative dan patologis yang didahului

18
dengan perdarahan, kerusakan jaringan sekitar yang
mengakibatkan nyeri, bengkak, kebiruan, pucat/perubhan warna
kulit dan kesemutan.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit ini (fraktur femur) atau
pernah punya penyakit yang menular/menurun sebelumnya.
5) Riwayat penyakit keluarga
Pada keluarga pasien ada/tidak yang menderita osteoporosis,
arthritis, dan tuberkolosis/penyakit lain yang sifatnya menurun dan
menular.
6) Riwayat Psikososial Spiritual
Kaji respons emosi pasien terhadap penyakit yang dideritanya,
peran pasien dalam keluarga dan masyarakat, serta respons atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari aik dalam keluarga
maupun dalam masyarakat.
7) Pola fungsi kesehatan
Dalam tahap pengkajian perawat juga perlu mengetahui pola-pola
fungsi kesehatan dalam proses keperwatan pasien fraktur femur.
8) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pasien fraktur akan merasa takut terjadi kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu
penyembuhan tulangnya. Selain itu pengkajian juga meliputi
kebiasaan hidup pasien seperti penggunaan obat steroid yang
dapat mengganggu metabolism kalsium, pengonsumsian alcohol
yang dapat mengganggu keseimbangan pasien dan apakah
pasien melakukan olahraga atau tidak.
9) Pola nutrisi dan metabolism
Pada fraktur tidak akan mengalami penurunan nafsu makan,
meskipun menu berubah misalnya makan dirumah gizi tetap sama
sedangkan ketika di RS disesuaikan dengan penyakit dan diet
pasien.
10) Pola eliminasi
Kebiasaan miksi/defkasi sehari-hari, kesulitan waktu defekasi
dikarenakan imobilisasi.
11) Pola aktivitas dan latihan

19
Aktivitas dan latihan mengalami perubahan/gangguan akibat dari
fraktur femur sehingga kebutuhan pasien perlu dibantu oleh
perwat/keluarga.
12) Pola persepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul pada pasien fraktur adalah timbul ketakutan
akan kecacatan akibat fraktur yang dialaminya, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah atau gangguan citra diri.
13) Pola sensori dan kognitif
Daya raba pasien fraktur berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedangkan indra yang lain dan kognitifnya tidak
mengalami gangguan, selain itu timbul nyeri akibat fraktur.
14) Pola penanggulangan stress
Pada pasien fraktur timbul rasa cemas akan keadaan dirinya, yaitu
ketakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.
Mekanisme koping yang ditempuh pasien dapat tidak efektif.
15) Pola tata nilai dan keyakinan
Pasien fraktur tidak dapat melaksanakan ibadah dengan baik,
terutama frekuensi dan konsentrasi dalam beribadah.Hal ini dapat
disebabkan oleh nyeri dan keterbatasan gerak pasien. Adanya
kecemasandan stress sebagai pertahanan dan pasien meminta
perlindungan/mendekatkan diri dengan Tuhan YME.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Keadaan baik dan buruknya pasien tanda-tanda yang perlu dicatat
adalah kesadaran pasien (compos mentis, somnolen, apatis,
spoor dan koma yang bergantung pada keadaan pasien, ringan,
sedang dan berat dan pada kasus fraktur biasanya akut) tanda-
tanda vital tidak normal karena ada gangguan lokal baik fungsi
maupun bentuk.
a) B1 (Breathing)
b) B2 (Blood)
c) B3 (Brain)
d) B4 (Bladder)
e) B5 (Bowel)

20
f) B6 (Bone)
Adanya fraktur pada femur akanmengganggu secara lokal
baik fungsi sensorik, motorik maupun peredaran darah.Pada
pemeriksaan fisik regional fraktur batang femur terbuka,
umumnya di dapatkan hal-hal berikut ini.
a) Look
Terlihat adanya luka terbuka pada paha dengan
deformitas yang jelas.Kaji berapa luas kerusakan jaringan
lunak yang terlibat. Kaji apakah pada luka terbuka ada
fragmen tulang yang keluar dan apakah terdapat adanya
kerusakan pada arteri yang beresiko akan meningkatkan
respons syok hipovolemik.Pada fase awal trauma sering
didapatkan adanya serpihan di dalam luka terutama pada
trauma kecelakaan lalu lintas darat yang mempunyai
indikasi pada resiko tinggi infeksi.
b) Feel
Adanya keluhan nyeri tekan (tenderness) dan adanya
krepitasi.
c) Move
Gerakan pada daerah tungkai yang patah tidak boleh
dilakukan karena akan memberikan respons trauma pada
jaringan lunak disekitar ujung fragmen tulang yang patah.
Pasien terlihat tidak mampu melakukanpergerakkan pada
sisi yang patah (Helmi, 2012).
Pada pemeriksaan fisik regional fraktur femur tertutup,
umumnya didapatkan hal-hal berikut:
a) Look
Pasien fraktur femur mempunyai komplikasi delayed
union, non-union, dan malunion. Kondisi yang paling
sering didapatkan di klinik adalah terdapatnya malunion
terutama pada pasien fraktur femur yang telah lama dan
telah mendapat intervensi dari dukun patah. Pada
pemeriksaan lookakan didapatkan adanya pemendekan
ekstremitas dan akan lebih jelas derajatpemendekan
dengan cara mengukur kedua sisi tungkai dari spina iliaka

21
ke maleolus.
b) Feel
Adanya nyeri tekan (tenderness) dan krepitasi pada
daerah paha.
c) Move
Pemeriksaan yang didapat seperti adanya
gangguan/keterbatasan gerak tungkai. Didapatkan
ketidakmampuan menggerakkan kaki dan penurunan
kekuatan otot ekstremitas bawah dan melakukan
pergerakkan.
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah suatu pernyataan yang
menjelaskan responsmanusia (status kesehatan atau risiko perubahan
pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas
dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara akuntabilitas
(Carpanito, 2000 dalam Nursalam, 2011).Masalah keperawatan utama
pada fraktur femur, baik fraktur terbuka maupun tertutup adalah sebagai
berikut menurut Nurarif & Kusuma (2015) adalah sebagai berikut :
a. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cidera fisik: diskontuinitas
jaringan.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan diskontuinitas
jaringan dan tulang.
c. Resiko infeksi sekunder berhubungan dengan luka terbuka.
d. Kerusakan integritas kulit.
3. Intervensi
Intervensi adalah penyusunan berbagai intervensi keperawatan
yang dibutuhkan untuk mencegah, menghilangkan, atau mengurangi
masalah-masalah pasien.Perencanaan merupakan langkah ketiga
dalam proses keperawatan yang membutuhkan berbagai pengetahuan
dan ketrampilan, diantarannya pengetahuan tentang kekuatan dan
kelemahan dari pasien, nilai dan kepercayaan pasien, batasan praktik
keperawatan, peran dari tenaga ksehatan lainnya, kemampuan dalam
memcahkan msalah, mengambil keputusan, menulis tujuan, serta
memilih dan membuat strategi keperawatan yang aman dalam
memenuhi tujuan, menulis instruksi keperawatan, dan bekerja sama

22
dengan tenaga kesehatan lain (Setiadi 2012).

Tabel Intervensi Masalah Keperawatan Pada Fraktur Femur


N Dx NOC NIC
o
1 Nyeri Akut Pain control Setelah Pain Management
Definisi : dilakukan tindakan 1.Lakukan pengkajian
Sensori yang tidak Keperawatan nyeri secara
menyenangkan dan selama 3 x 24 jam, komprehensif
pengalaman diharapkan mampu termasuk lokasi,
emosional yang Memperlihatkan karakteristik, durasi,
muncul secara nyeri skala 4 atau 5, frekuensi, kualitas dan
aktual atau potensial dibuktikan dengan faktor presipitasi
kerusakanjaringan kriteria hasil : 2. Observasi reaksi
atau menggambarkan 1. Nyeri yang nonverbal dari
adanya kerusakan dilaporakan (4) ketidaknyamanan
(AsosiasiStudi Nyeri 2. Panjang episode 3. Gunakan teknik
Internasional): nyeri (4) komunikasi
serangan mendadak 3. Menggosok area terapeutik untuk
atau yang terkena mengetahui
pelan dampak (5) pengalaman nyeri
intensitasnya dari 4. Ekspresi nyeri pasien
ringan sampai wajah (4) 4. Evaluasi
berat yang dapat 5. Mengeluarkan pengalaman nyeri
diantisipasi dengan keringat (5) masa lampau
akhir yang dapat 6. Kehilangan nafsu 5. Evaluasi bersama
diprediksi dan dengan makan (5) pasien dan tim
durasi Skala : kesehatan lain
kurang dari 6 bulan. 1 : Berat tentang
Batasan Karakteristik 2 : Cukup Berat ketidakefektifan
1. Mengekspresikan 3 : Sedang kontrol nyeri masa
perilaku 4 : Ringan lampau
(misalnya : gelisah) 5 : Tidak Ada 6. Bantu pasien dan
2. Sikap melindungi keluarga untuk
area nyeri mencari dan
3. Perubahan posisi menemukan

23
untukmenghindari dukungan
nyeri 7. Kurangi faktor
4. Sikap tubuh presipitasi nyeri
melindungidiri 8. Ajarkan tentang
Faktor yang teknik non
berhubungan : Agen farmakologi berupa
cedera (fisik) terapi cold pack
9. Evaluasi
keefektifan kontrol
nyeri
10. Tingkatkan
istirahat
11. Kolaborasikan
dengan dokter jika
ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak
berhasil
12. Monitor
penerimaan pasien
tentang manajemen
nyeri Analgesic
Administration
1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
obat
2. Cek instruksi
dokter tentang jenis
obat, dosis, dan
frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari

24
analgesik ketika
pemberian lebih dari
satu
5. Tentukan pilihan
Analgesik tergantung
tipe dan beratnya
nyeri
6. Tentukan analgesik
pilihan, rute
pemberian, dan dosis
optimal
7. Pilih rute
pemberian secara
IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
8. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
9. Berikan analgesik
tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
10. Evaluasi
Efektivitas analgesik,
tanda dan gejala (efek
samping)
2 Gangguan mobilitas NOC NIC
fisik Level Mobilitas Latihan Kekuatan
Definisi: Setelah dilakukan Ajarkan dan berikan
Keterbatasan pada tindakan dorongan pada klien
pergerakan fisik tubuh Keperawatan untuk melakukan
atau lebih ekstermitas selama 3 x 24 jam, program latihan
secara mandiri atau diharapkan mobilitas secara
terarah Meningkat rutin :berupa terapi
Batasan Karakteristik dibuktikan dengan cold pack

25
1. Penurunan waktu kriteria hasil : Latihan untuk
Reaksi 1. Klien meningkat ambulasi
2.Kesulitan dalam 1. Ajarkan teknik
membolakbalik aktivitas fisik (4) ambulasi &
posisi 2. Mengerti tujuan perpindahan yang
3. Melakukan aktivitas dari peningkatan aman kepada
lain sebagai mobilitas (5) klien dan
pengganti 3.Memverbalisasika keluarga.
pergerakan. n perasaan dalam 2. Sediakan alat
4. Dispnea setelah meningkatkan bantu untuk klien
beraktivitas. kekuatan dan seperti kruk, kursi
5. Perubahan cara kemampuan roda, dan walker
berjalan. berpindah (5) 3. Beri penguatan
6. Gerakan bergetar. 4. Memperagakan positif untuk
7. Keterbatasan Penggunaan alat berlatih mandiri
Kemampuan Bantu untuk dalam batasan
melakukan mobilisasi (walker) yang aman.
keterampilan motorik (4) Latihan mobilisasi
halus. Skala : dengan kursi roda
8. Keterbatasan 1 : Tergantung 1. Ajarkan pada
kemampuan penuh klien & keluarga
keterampilan motorik 2 : Butuh bantuan tentang cara
kasar. orang pemakaian kursi
9.Keterbatasan lain dan alat roda & cara
rentang pergerakan 3 : Butuh bantuan berpindah dari
sendi. orang lain kursi roda ke
10. Tremor akibat 4 : Butuh bantuan tempat tidur atau
pergerakan. alat sebaliknya.
11. Ketidakstabilan 5 : Mandiri 2. Dorong klien
postur. melakukan latihan
12. Pergerakan untuk memperkuat
lambat. anggota tubuh
13. Pergerakan tidak 3. Ajarkan pada
terkoordinasi. klien/ keluarga
Faktor yang tentang cara

26
berhubungan: penggunaan kursi
1. Intoleransi aktivitas roda
2. Perubahan Latihan
metabolisme selular. Keseimbangan
3. Ansietas. Ajarkan pada klien &
4. Indeks masa tubuh keluarga untuk dapat
diatas perentil ke-75 mengatur posisi
sesuai usia. secara
5. Gangguan kognitif. mandiri dan menjaga
6. Konstraktur. keseimbangan
7.Kepercayaan selama
budaya latihan ataupun dalam
tentang aktivitas aktivitas sehari hari.
sesuai usia. Perbaikan Posisi
8. Fisik tidak bugar. Tubuh yang Benar
9. Penurunan ketahan 1. Ajarkan pada
tubuh. klien/ keluarga
10.Penurunan kendali untuk mem
otot perhatikan postur
11. Penurunan masa tubuh yg benar
otot. untuk
12. Malnutrisi. menghindari
13. Gangguan kelelahan, keram
muskoloskletal. & cedera.
14. Gangguan 2. Kolaborasi ke ahli
neuromuskular, nyeri. terapi fisik untuk
15. Agens obat. program latihan.
16.Penurunan
kekuatan
otot.
17.Kurang
pengetahuan tentang
aktivitas fisik
18. Keadaan
mooddepresif.

27
19. Keterlambatan
perkembangan.
20. Ketidaknyamanan
21.Disuse, kaku
sendi.
22. Kurang dukungan
lingkungan (misal,
fisik atau sosial).
23. Keterbatasan
ketahanankardiovask
uler.
24.Kerusakan
integritas struktur
tulang.
25.Program
pembatasan
gerak.
26.Keengganan
memulai pergerakan.
27.Gaya hidup
monoton.
28. Gangguan sensori
perseptual.
3 Resiko infeksi Setelah dilakukan Infection Control
Definisi : Rentan tindakan (Kontrol infeksi)
mengalami invasi dan keperawatanselama 1. Bersihkan
multiplikasi organisme 3 x 24 lingkungan setelah
patogenik yang dapat jam, diharapkan dipakai pasien lain
menggangu tandatandainfeksi 2. Pertahankan teknik
kesehatan tidak terjadi isolasi
Faktor Resiko : yang 3. Batasi pengunjung
1. Kurangnya dibuktikandengan bila perlu
pengetahuan kriteria hasil : 4. Instruksikan pada
untuk menghindari 1. Status kekebalan pengunjung untuk
pemajanan pasien mencuci tangan saat
2. Gangguan meningkat,yang berkunjung dan

28
integritas kulit dibuktikan dengan setelah berkunjung
3. Prosedur kriteria meninggalkan
invasif
hasil : pasien
a. Tidak didapatkan 5. Gunakan sabun
infeksi berulang (4) antimikrobia untuk
b. Tidak didapatkan cuci tangan
tumor (5) 6. Cuci tangan setiap
c. Status respirasi sebelum dan
sesuai sesudah tindakan
yangdiharapkan (5) kperawtan
d. Temperatur 7. Gunakan baju,
badan sarung tangan
sesuai sebagai alat
yangdiharapkan (5) pelindung
e. Integritas kulit dan 8. Pertahankan
mukosa (4) lingkungan aseptik
f. Tidak didapatkan selama pemasangan
fatigue kronis (5) alat
g. Reaksi skintes 9. Ganti letak IV
sesuai perifer dan line
paparan (5) central dan dressing
Skala : sesuai dengan
1 : Berat petunjuk umum
2 : Cukup Berat 10. Gunakan kateter
3 : Sedang intermiten untuk
4 : Ringan menurunkan infeksi
5 : Tidak Ada kandung kencing
2. Mengontrol infeksi 11. Tingkatkan intake
dengan kriteriahasil : nutrisi
a. Mendeskripsikan 12. Berikan terapi cold
prosespenularan pack
penyakit (5) 13. Berikan terapi
b. Mendeskripsikan antibiotik bila perlu
faktor yang Infection Protection
mempengaruhi (proteksi terhadap

29
terhadap proses infeksi)
penularan penyakit
(5)
c. Mendeskripsikan
tindakan yangdapat
dilakukan untuk
pencegahan proses
penularanpenyakit
(5)
d. Mendeskripsikan
tanda dan
gejala infeksi
(5)
e. Mendeskripsikan
penatalaksanaan
yang tepat untuk
infeksi (5)
Skala :
1 : Tergantung
penuh
2 : Butuh bantuan
orang
lain dan alat
3 : Butuh bantuan
orang
lain
4 : Butuh bantuan
alat
5 : Mandiri
4 Kerusakan Integritas Setelah dilakukan Pengawasan kulit
Kulit tindakan 1. Observasi
Definisi keperawatanselama ekstremitas untuk
Perubahan/gangguan 3 x 24 warna, keringat,
epidermisdan atau jam, diharapkan nadi,
dermis. pasien tekstur,edema dan
Batasan Karakteristik menunjukkan luka

30
1. Kerusakan lapisan integritas 2. Inspeksi kulit dan
Kulit jaringan kulit,yang membran mukosa
2. Gangguan dibuktikan dengan untuk kemerahan,
permukaan kriteria panas, drainase
kulit hasil : 3. Monitor kulit
Faktor yang Indikator pada daerah
berhubungan 1. Suhu kulit (5) kemerahan
1. Eksternal 2. Sensasi (5) 4. Monitor penyebab
2. Faktor Mekanik 3. Elastisitas (5) tekanan
Internal 4. Tekstur (5) 5. Monitor adanya
3. Perubahan Turgor 5. Integritas kulit (5) infeksi
4. Penurunan 6. Lesi pada kulit (5) 6. Monitor warna
Sirkulasi 7. Jaringan parut (5) kulit
Keterangan Skala 7. Monitor
1 : Berat temperatur kulit
2 : Cukup berat 8. Catat perubahan
3 : Sedang kulit dan
4 : Ringan membrane
5 : Tidak ada 9. Monitor kulit area
gangguan
kemerahan
Manajemen Tekanan
10. Elevasi
ekstremitas
yang terluka
11. Monitor status
nutrisi pasien
12. Monitor sumber
tekanan
13. Monitor mobilitas
dan aktivitas
pasien
14. Mobilisasi pasien
minimal setiap 2
jam sekali
15. Ajarkan pasien

31
untuk
menggunakan
pakaian yang longgar.

4. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk
mencapai tujuan yang sprsifik.Tahap implementasi dimulai setelah
rencana intervensi disussun dan ditujukan pada nursing orders untuk
membantun klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu
rencana intervensi yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi
faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien (Setiadi,
2012).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan keberhasiln dari diagnosis
keperawatan, rencana/ontervensi, dan implementasinya. Tahap evaluasi
memungkinkan perawat untuk memonitor “kealpaan” yang terjadi
selama tahap pengkajian, analisis, perencanaan, dan mplementasi
(Ignatavicius & bayne, 1994 dalam Nursalam, 2011).
Evaluasi adalah stadium proses keperawatan dimana taraf keberhasilan
dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk
memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan.Evaluasi
yang diharapkan pada pasien dengan fraktur femur adalah :
a. Nyeri dapat berkurang atau hilang setelah dilakukan tindakan
keperawatan.
b. Pasien memiliki cukup energy untuk beraktifitas.
c. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
d. Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
e. Infeksi tidak terjadi/terkontrol.
f. Pasienmengenalfaktorfaktorresiko,mengenal tindakan
pencegahan/mengurangi faktor risiko infeksi, dan
menunjukkan/mendemonstrasikan teknik-teknik untuk
meningkatkan lingkungan yang aman.
g. Pasien dapat menunjukkan (nadi dalam batas normal, irama
jantung dalam batas yang diharapkan, frekuensi nafas dalam batas

32
normal, natrium serum, kalium, klorida, kalsium, magnesium, dan
PH darah serum dalam bats normal.
h. Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur
dan pengobatan.Pasien mengenal perasaannya, dapat
mengidentifikasi penyebab atau faktor yang mempengaruhinya, dan
pasien menerima tentang keadaannya (Nurarif & Kusuma, 2015).

33
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang oleh karena adanya
trauma atau tenaga fisik yang di tentukan sesuai jenis dan luasnya.
1. Secara umum fraktur dibedakan menjadi 2 yaitu terbuka dan
tertutup. Manifestasi klinis dari fraktur itu sendiri yaitu nyeri,
hiangnya fugsi dan deformitas, pemendekan ekstremitas, krepius,
pembengkakan lkal dan perubahan warna. Penatalaksanaan
fraktur terdiri dari 4R yaitu rekognisi, reduksi, retensi, dan
rehabilitasi. Nyeri berhubungan dengan spasme otot dan
kerusakan sekunder terhadap fraktur.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka
neuromuskuler.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan gerak
sekunder terhadapfraktur.
4. Resiko tinggi kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan
fraktur.
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit, trauma
jaringan. Klien dengan fraktur diperlukan penanganan khusus dan
berkesinambungan. Klien juga perlu diberikan pendidikan
kesehatan baik tentang proses penyakit dan program pengobatan
sehingga tidak timbul penyakit yang berulang.
C. Saran
Setelah membaca makalah ini penulis menyarankan agar
pembaca dapat memahami tentang gejala, bagaimana proses
penyakit, penyebab fraktur sehingga dapat membuat kita lebih hati-
hati dalam bekerja atau melakukan aktifitas sehari-hari. Selain itu
juga dapat memberikan penanganan asuhan keperawatan yang baik
sehingga dapat membantu klien dengan masalah fraktur.

34
DAFTAR PUSTAKA
Andarmoyo, S. 2013. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Ar-
Ruzz,
Depkes RI. 2011. Profil Kesehatan Indonesia 2011. Kemenkes RI.
Jakarta .
Hamarno, R. (2016). keperawatan kegawatdaruratan & manajemen
bencana. jakarta: Kementerian Kesehatatan Republik Indonesia.
Helmi, 2012. Buku Saku Kedaruratan Dibidang Bedah Ortopedi.
Jakarta : Salemba Medika
Parahita, ,. P., & Kurniyanta, P. (n.d.). PENATALAKSANAAN
KEGAWATDARURATAN PADA CEDERA FRAKTUR
EKSTRIMITAS. PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN
PADA CEDERA FRAKTUR EKSTRIMITAS . Diakses di
https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://ojs.unud.ac.id/indeks.php/eum
/article/download/.(02 maret 2020) Yogyakarta.
Setiadi. 2012. Konsep & Penulisan Dokumentasi Asuhan
Keperawatan Teori dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G. 2013. Buku Ajar


Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth, Alih bahasa
oleh Agung Waluyo (dkk). EGC. Jakarta.
Wijaya. 2016. Persepsi pasien fraktur terhadap pengobatan alternatif
fraktur di Cimande Ciputat Tanggerang. Skripsi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.

35

Anda mungkin juga menyukai