Pengertian Posyandu
Posyandu adalah pusat kegiatan masyarakat, dimana masyarakat dapat sekaligus memperoleh
pelayanan profesional oleh petugas sektor, serta non profesional (oleh kader) dan
diselenggarakan atas usaha masyarakat sendiri. Posyandu dapat dikembangkan dari pos
pengembangan balita, pos imunisasi, pos KB, pos kesehatan. Pelayanan yang diberikan
posyandu meliputi: KB, KIA, gizi, imunisasi dan penanggulangan diare serta kegiatan sektor lain.
Kegiatan revitalisasi posyandu pada dasarnya meliputi seluruh posyandu dengan perhatian
utamanya pada posyandu yang sudah tidak aktif/rendah stratanya (pratama dan madya) sesuai
kebutuhan, posyandu yang berada di daerah yang sebagian besar penduduknya tergolong
miskin, serta adanya dukungan materi dan non materi dari tokoh masyarakat setempat dalam
menunjang pelaksanaan kegiatan posyandu. Dukungan masyarakat sangat penting karena
komitmen dan dukungan mereka sangat menentukan keberhasilan dan kesinambungan kegiatan
posyandu.
Kontribusi posyandu dalam meningkatkan kesehatan bayi dan anak balita sangat besar, namun
sampai saat ini kualitas pelayanan posyandu masih perlu ditingkatkan. Keberadaan kader dan
sarana yang ada merupakan modal dalam keberlanjutan posyandu. Oleh karena itu keberadaan
posyandu harus terus ditingkatkan sehingga diklasifikasikan menjadi 4 jenis yaitu posyandu
pratama, madya, purnama, dan mandiri
B.Tujuan Posyandu
1. Menurunkan angka kematian bayi, anak balita dan angka kelahiran
2. Meningkatkan pelayanan kesehatan ibu untuk menurunkan IMR
3. Mempercepat penerimaan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS).
4. Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan dan
kegiatan-kegiatan lain yang menunjang kemampuan hidup sehat.
5. Pendekatan dan pemerataan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam usaha
meningkatkan cakupan penduduk dan geografis
6. Peningkatan dan pembinaan peran serta masyarakat dalam rangka alih teknologi untuk
swakelola usaha-usaha kesehatan masyarakat.
C.Kegiatan Posyandu
Beberapa kegiatan diposyandu diantaranya terdiri dari lima kegiatan Posyandu (Panca Krida
Posyandu), antara lain:
o Pemeliharaan kesehatan ibu hamil, melahirkan dan menyusui, serta bayi, anak
balita dan anak prasekolah
o Memberikan nasehat tentang makanan guna mancegah gizi buruk karena
kekurangan protein dan kalori, serta bila ada pemberian makanan tambahan vitamin dan
mineral
o Pemberian nasehat tentang perkembangan anak dan cara stimilasiny
o Penyuluhan kesehatan meliputi berbagai aspek dalam mencapai tujuan program
KIA.
2) Keluarga Berencana
o Pelayanan keluarga berencana kepada pasangan usia subur dengan perhatian
khusus kepada mereka yang dalam keadaan bahaya karena melahirkan anak berkali-kali dan
golongan ibu beresiko tinggi
o Cara-cara penggunaan pil, kondom dan sebagainya
3) Immunisasi
Imunisasi tetanus toksoid 2 kali pada ibu hamil dan BCG, DPT 3x, polio 3x, dan campak 1x pada
bayi.
4) Peningkatan gizi
Lima kegiatan Posyandu selanjutnya dikembangkan menjadi tujuh kegiatan Posyandu (Sapta
Krida Posyandu), yaitu:
1) Kesehatan Ibu dan Anak
2) Keluarga Berencana
3) Immunisasi
4) Peningkatan gizi
5) Penanggulangan Diare
6) Sanitasi dasar. Cara-cara pengadaan air bersih, pembuangan kotoran dan air limbah yang
benar, pengolahan makanan dan minuman
7) Penyediaan Obat essensial.
D.Sasaran Posyandu
Semua anggota masyarakat, terutama ibu hamil, ibu menyusui, balita, pasanga usia
subur. Cakupan pelayanan sebaiknya sekitar 100 balita (120 KK) atau sesuai dengan
kemampuan petugas setempat.
E.Lokasi dan Penyelenggaraan
Berada di tempat yang mudah didatangi masyarakat dan ditentukan oleh masyarakat
seperti pos pelayanan yang sudah ada, rumah penduduk, balai kelurahan. Prioritas dibentuk
ditempat yang rawan dibidang gizi, kesehatan lingkungan. Pelayanan KB kesehatan
direncanakan dan dikembangkan oleh kader bersama kepala desa/ lurah LKMD (seksi KB,
kesehatan dan PKK), tokoh masyarakat, pemuda, dll dengan bimbingan tim pembinaan LKMD
tingkat kecamatan.
F. Syarat terbentuknya Posyandu
Posyandu dibentuk dari pos-pos yang telah ada seperti:
1) Pos penimbangan balita
2) Pos immunisasi
3) Pos keluarga berencana desa
4) Pos kesehatan
5) Pos lainnya yang dibentuk baru.
Pengaturan
Meja I : pendaftaran dan penyuluhan
Meja II:
Meja IV:
Penyuluhan perorangan pada ibu hamil, menyusui, PUS
Meja V: pelayanan KB kesehatan
Imunisasi
Pemberian vitamin A
Pembagian pil
Konsultasi KB
POLINDES
A.Pengertian Polindes
Merupakan salah satu bentuk UKBM (Usaha Kesehatan Bagi Masyarakat) yang didirikan
masyarakat oleh masyarakat atas dasar musyawarah, sebagai kelengkapan dari pembangunan
masyarakat desa, untuk memberikan pelayanan KIA-KB serta pelayanan kesehatan lainnya
sesuai dengan kemampuan Bidan.
Suatu tempat yang didirikan oleh masyarakat atas dasar musyawarah sebagai kelengkapan dari
pembangunan kesmas untuk memberikan pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan
Keluarga Berencana (KB) dikelola oleh bidan desa (bides) bekerjasama dengan dukun bayi
dibawah pengawasan dokter puskesmas setempat.
Pondok Bersalin Desa (Polindes) adalah salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya
Masyarakat (UKBM) yang merupakan wujud nyata bentuk peran serta masyarakat didalam
menyediakan tempat pertolongan persalinan dan pelayanan kesehatan ibu dan anak lainnya,
termasuk KB di desa.
Fungsi polindes
1. Sebagai tempat pelayanan KIA-KB dan pelayanan kesehatan lainnya.
2. Sebagai tempat untuk melakukan kegiatan pembinaan, penyuluhan dan konseling KIA.
3. Pusat kegiatan pemberdayaan masyarakat.
B.Tujuan Polindes
1. Meningkatnya jangkauan dan mutu pelayanan KIA-KB termasuk pertolongan dan
penanganan pada kasus gagal.
2. Meningkatnya pembinaan dukun bayi dan kader kesehatan.
3. Meningkatnya kesempatan untuk memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan bagi
ibu dan keluarganya.
4. Meningkatnya pelayanan kesehatan lainnya sesuai dengan kewenangan bidan.
C.Kegiatan Polindes
1. Memeriksa kehamilan, termasuk memberikan imunisasi TT pada bumil dan mendeteksi
dini resiko tinggi kehamilan.
2. Menolong persalinan normal dan persalinan dengan resiko sedang.
3. Memberikan pelayanan kesehatan ibu nifas dan ibu menyusui.
4. Memberikan pelayanan kesehatan neonatal, bayi, anak balita dan anak pra sekolah,
serta imunisasi dasar pada bayi.
5. Memberikan pelayanan KB.
6. Mendeteksi dan memberikan pertolongan pertama pada kehamilan dan persalinan yang
beresiko tinggi baik ibu maupun bayinya.
7. Menampung rujukan dari dukun bayi dan dari kader (posyandu, dasa wisma)
8. Merujuk kelainan ke fasilitas kesehatan yang lebih mampu.
9. Melatih dan membina dukun bayi maupun kader (posyandu, dasa wisma).
10. Memberikan penyuluhan kesehatan tentang gizi ibu hamil dan anak serta peningkatan
penggunaan ASI dan KB.
11. Mencatat serta melaporkan kegiatan yang dilaksanakan kepada puskesmas setempat.
D.Sasaran Polindes
Bayi berusia kurang dari 1 tahun
Anak balita usia 1 sampai dengan 5 tahun
Ibu hamil
Ibu menyusui
Ibu nifas
Wanita usia subur.
Kader
Masyarakat setempat.
E.Syarat Terbentuknya Polindes
1. Tersedianya bidan di desa yang bekerja penuh untuk mengelola polindes.
2. Tersedianya sarana untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi Bidan, antara lain
bidan kit, IUD kit, sarana imunisasi dasar dan imunisasi ibu hamil, timbangan, pengukur
Tinggi Badan, Infus set dan cairan D 5 %, NaCl 0,9 %, obat – obatan sederhana dan
uterotonika, buku-buku pedoman KIA, KB dan pedoman kesehatan lainnya, inkubator
sederhana.
3. Memenuhi persyaratan rumah sehat, antara lain penyediaan air bersih, ventilasi cukup,
penerangan cukup, tersedianya sarana pembuangan air limbah, lingkungan pekarangan
bersih, ukuran minimal 3 x 4 m2.
4. Lokasi mudah dicapai dengan mudah oleh penduduk sekitarnya dan mudah dijangkau
oleh kendaraan roda 4.
5. Ada tempat untuk melakukan pertolongan persalinan dan perawatan postpartum minimal
1 tempat tidur.
Imunisasi
PROGRAM IMUNISASI
Imunisasi, Investasi Kesehatan Masa Depan
Dengan imunisasi, anak akan terhindar dari penyakit infeksi berbahaya, maka mereka
memiliki kesempatan beraktifitas, bermain, belajar tanpa terganggu masalah kesehatan. Namun
demikian, sampai saat ini masih terdapat masalah-masalah dalam pemberian imunisasi, antara
lain pemahaman orang tua yang masih kurang pada sebagian masyarakat, mitos salah tentang
imunisasi, sampai jadwal imunisasi yang terlambat.
Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan kerja sama lebih erat lagi antara
masyarakat, orang tua, petugas kesehatan, pemerintah, LSM, maupun akademisi. “Keberhasilan
upaya imunisasi telah terbukti dapat menyelamatkan jiwa manusia dari penyakit infeksi berat
seperti polio, difteri, pertusis, tetanus, campak, hepatitis, dll.
”Data terakhir WHO, terdapat kematian balita sebesar 1,4 juta jiwa per tahun akibat
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, misalnya: batuk rejan 294.000 (20%), tetanus
198.000 (14%), campak 540.000 (38%). Di Indonesia sendiri, UNICEF mencatat sekitar 30.000-
40.000 anak di Indonesia setiap tahun meninggal karena serangan campak, ini berarti setiap dua
puluh menit seorang anak Indonesia meninggal karena campak."
Hambatan program imunisasi antara lain karena geografis negara Indonesia terdiri dari
pulau-pulau, ada yang sangat sulit dijangkau, sehingga pelayanan imunisasi tidak dapat
dilakukan setiap bulan, perlu upaya-upaya khusus di daerah dan pendekatan luar biasa pada
kawasan strategis, perkotaan, pedesaan dan khususnya kawasan terisolir untuk mencapai
sasaran, kemitraan dengan program kesehatan lainnya seperti pelayanan KIA (Kesehatan Ibu
dan Anak), gizi, UKS (Usaha Kesehatan Sekolah). Khususnya hambatan yang berupa rumor dan
isu-isu negatif tentang imunisasi, maka kepada pihak profesional seperti dengan para petugas
medis lainnya yang memberi bantuannya untuk memberikan informasi bahwa vaksin yang
disediakan pemerintah aman, telah melalui tahapan-tahapan uji klinik dan izin edar dari BPOM.
Vaksin yang dipakai program imunisasi juga sudah mendapat pengakuan dari Badan
International WHO dan lolos PQ (praqualifikasi).
Terdapat beberapa hal yang menghalangi dilakukannya imunisasi pada bayi, antara lain
sulitnya menjangkau populasi yang tidak dapat terakses fasilitas kesehatan, menolak imunisasi,
imunisasi yang terlambat, imunisasi ulangan tidak diberikan, persepsi negatif terhadap
imunisasi, bahkan pemikiran bahwa imunisasi dapat menyebabkan efek samping berbahaya,
yang seharusnya orang tua lebih takut kepada penyakitnya daripada efek samping yang pada
umumnya ringan, kegagalan vaksin-vaksin baru dan karena takut pada keamanan imunisasi.
Hal yang penting diperhatikan adalah keteraturan dalam pemberian imunisasi. Jadwal
disesuaikan dengan kelompok umur yang paling banyak terjangkit penyakit tersebut. Hasil
beberapa penelitian melaporkan bahwa kadar kekebalan (antibodi) yang terbentuk pada bayi
lebih baik daripada anak yang lebih besar, maka sebagian besar vaksin diberikan pada umur
enam bulan pertama kehidupan. Beberapa jenis vaksin memerlukan pemberian ulangan setelah
umur satu tahun, untuk mempertahankan kadar antibodi dalam jangka waktu lama.
Imunisasi Anak Harus Diulang
Setelah diimunisasi, antibodi anak akan naik. Tapi suatu saat, antibodi itu akan turun
lagi. Pada saat antibodi turun atau hampir habis, harus diberikan imunisasi lagi agar antibodi
yang turun itu bisa naik kembali. Itulah mengapa, imunisasi ulangan sangat penting. Kalau tidak,
Antibodi dalam tubuh akan habis atau berkurang, sehingga kemungkinan anak terserang
penyakit akan lebih besar.
Sesuai jadwal
Tubuh memiliki ambang pencegahan terhadap serangan penyakit. Kadar antibodi bisa
dilihat atau diukur lewat pemeriksaan darah. Misalnya, DPT, diukur berapa titer antibodi difteri,
pertusis, dan tetanusnya. Seorang anak bisa tak terkena ketiga penyakit ini jika antibodinya lebih
dari ambang pencegahan. Antibodi ini harus dikejar lewat pemberian imunisasi.
Tentu saja pemberian imunisasi sebaiknya dilakukan sesuai jadwal. Biasanya dokter akan
memberikan jadwal imunisasi. "Jadwal itu bukan asal ditentukan, tapi memang dilihat dari
perjalanan penyakit." Jadi, kalau pemberiannya terlambat, hasilnya pun tak akan maksimal
sehingga anak tetap beresiko kena penyakit. Namun begitu, bukan berarti imunisasi lantas tak
perlu diberikan karena sudah kadung terlambat. "Bagaimanapun telatnya, anak tetap harus
diberikan imunisasi.
Kendati hasilnya tak maksimal, paling tidak, dengan imunisasi ulangan tersebut,
antibodinya tak terlalu rendah, segera bawa anak ke dokter bila imunisasinya terlambat. Dokter
pun akan membuatkan jadwal ulang agar bisa secepatnya menyelesaikan jadwal imunisasi
tersebut, dengan persetujuan orang tua. Tapi harus ditaati!
Ada lima imunisasi dasar yang diberikan saat anak berusia 0-1 tahun, yaitu hepatitis B,
BCG, DPT, polio dan campak. Dari lima vaksin dasar ini, tiga vaksin harus diulang di usia batita,
yaitu DPT, polio dan campak. Sedangkan vaksin BCG dan hepatitis B cukup diberikan sekali di
usia bayi. "Vaksin BCG tak perlu diulang karena antibodi yang diperoleh tinggi terus, tak pernah
turun seumur hidup. Demikian pula vaksin hepatitis B, bisa bertahan lama, Khusus hepatitis B,
yang penting sebetulnya mencegah penularan dari ibu ke anak. Usia produktif wanita untuk
memiliki anak biasanya, berkisar pada usia 20 sampai 35 tahun. Usia produktif ini harus
dilindungi, yaitu dengan pemberian vaksin hepatitis B. Meskipun cuma diberikan sekali ketika si
anak perempuan berusia bayi, namun sudah cukup untuk melindunginya sampai usia
produktif nanti.
Sementara vaksin yang diulang, yaitu DPT, dilakukan setahun setelah DPT 3 karena setelah
setahun, antibodinya akan turun. "Jadi, harus digenjot lagi agar antibodinya bisa naik kembali."
DPT memang sangat penting karena antibodi yang dihasilkan tak bertahan lama. Demikian pula
polio, diulang setahun setelah polio 3 karena antibodinya akan turun setelah setahun.
Sedangkan campak diulang pada saat anak berusia 15-24 bulan. Pengulangan dilakukan lewat
imunisasi MMR (Measles, Mumps, Rubella), karena selain untuk mencegah campak (measles),
juga mencegah gondongan (mumps) dan rubella.
Pengulangan vaksin MMR sangat penting agar ibu hamil terhindar dari serangan rubella.
Pasalnya, serangan rubella selagi hamil bisa menyebabkan bayi lahir cacat. Misalnya, tubuh
kecil, kelainan jantung, buta, tuli atau cacat lainnya sejak lahir. Bukan berarti vaksin rubella
hanya penting bagi anak perempuan saja, Anak lelaki juga penting karena dia akan menjadi
calon bapak. Bisa saja, calon bapak ini menjadi carrier atau pembawa penyakit. Dia tentu akan
menularkan kepada anaknya.
Sementara gondongan (mumps), virusnya bisa masuk ke alat-alat reproduksi, baik testis
maupun ovum anak. "Bila anak sampai mengalami infeksi akibat virus gondongan, ia bisa
mandul kelak.
Masyarakat seringkali sangat khawatir akan efek samping imunisasi seperti pegal-pegal dan
demam daripada penyakitnya sendiri dan komplikasinya yang dapat menyebabkan kecacatan
dan kematian. Misalnya anak yang terkena campak akan mengalami demam tinggi yang
berpotensi menimbulkan kejang untuk anak yang mempunyai riwayat kejang demam dan dapat
mengalami radang paru atau radang otak sebagai komplikasi campak. Sedangkan beratnya
demam akibat imunisasi campak tidak seberapa apabila dibandingkan penyakitnya.
Berikut adalah lima imunisasi dasar yang wajib diberikan sejak bayi:
Imunisasi BCG (Bacillus Calmette-Guerin) sekali untuk mencegah penyakit Tuberkulosis.
Diberikan segera setelah bayi lahir di tempat pelayanan kesehatan atau mulai 1 (satu)
bulan di Posyandu.
Imunisasi Hepatitis B sekali untuk mencegah penyakit Hepatitis B yang ditularkan dari
ibu ke bayi saat persalinan.
Imunisasi DPT-HB 3 (tiga) kali untuk mencegah penyakit Difteri, Pertusis (batuk rejan),
Tetanus dan Hepatitis B. Imunisasi ini pertama kali diberikan saat bayi berusia 2 (dua)
bulan. Imunisasi berikutnya berjarak waktu 4 minggu. Pada saat ini pemberian imunisasi
DPT dan Hepatitis B dilakukan bersamaan dengan vaksin DPT-HB.
Imunisasi polio untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit polio. Imunisasi Polio
diberikan 4 (empat) kali dengan jelang waktu (jarak) 4 minggu.
Imunisasi campak untuk mencegah penyakit campak. Imunisasi campak
diberikan saat bayi berumur 9 bulan.
Efek samping Imunisasi
Imunisasi kadang mengakibatkan efek samping. Ini adalah tanda baik yang membuktikan
vaksin betul-betul bekerja secara tepat. Efek samping yang biasa terjadi adalah sebagai berikut:
BCG: Setelah 2 minggu akan terjadi pembengkakan kecil dan merah di tempat suntikan. Setelah
2–3 minggu kemudian pembengkakan menjadi abses kecil dan kemudian menjadi luka dengan
garis tengah kurang lebih 10 mm. Luka akan sembuh sendiri dengan meninggalkan luka parut
kecil.
DPT: Kebanyakan bayi menderita panas pada sore hari setelah imunisasi DPT, tetapi panas akan
turun dan hilang dalam waktu 2 hari. Sebagian besar merasa nyeri, sakit, merah atau bengkak di
tempat suntikan. Keadaan ini tidak berbahaya dan tidak perlu mendapatkan pengobatan khusus,
dan akan sembuh sendiri. Bila gejala tersebut tidak timbul, tidak perlu diragukan bahwa
imunisasi tersebut tidak memberikan perlindungan, dan imunisasi tidak perlu diulang.
Campak: Anak mungkin panas, kadang disertai kemerahan 4–10 hari sesudah penyuntikan.
Tanggal 24 Maret diperingati dunia sebagai "Hari TBC" oleh sebab pada 24 Maret 1882 di Berlin,
Jerman, Robert Koch mempresentasikan hasil studi mengenai penyebab tuberkulosis yang
ditemukannya.
Penyebab
Penularan
Penularan bakteri TBC terjadi karena kontak dengan dahak atau menghirup titik-titik air dari
bersin atau batuk dari penderita tuberkulosis.
Gejala
Gejala utama tuberkulosis ialah batuk selama 3 minggu atau lebih, berdahak, dan biasanya
bercampur darah. Bisa juga nyeri dada, mata memerah, kehilangan nafsu makan, sesak napas,
demam, badan lemah, dan semakin kurus. Bila tuberkulosis tidak ditangani, bisa terjadi syok
hipovolemik atau sesak napas berat yang berujung kematian.
Pencegahan
Pencegahan paling efektif terhadap TBC adalah dengan imunisasi (vaksinasi) BCG (Bacille
Calmette-Guerin). Vaksin BCG dibuat dari baksil TBC (Mycobacterium Bovis) yang dilemahkan
dengan dikulturkan di medium buatan selama bertahun-tahun. Vaksin BCG dapat mencegah
penularan bakteri TBC selama 15 tahun.
2. Hepatitis B
Penyakit hepatitis B disebabkan virus hepatitis B (VHB), anggota family Hepadnavirus.
Virus hepatitis B menyebabkan peradangan hati akut atau menahun, yang pada sebagian kasus
berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati. Hepatitis B mula-mula dikenal sebagai "serum
hepatitis" dan telah menjadi epidemi pada sebagian Asia dan Afrika. Hepatitis B telah menjadi
endemik di Tiongkok dan berbagai negara Asia.
Penyebab hepatitis ternyata tak semata-mata virus. Keracunan obat dan paparan berbagai
macam zat kimia seperti karbon tetraklorida, chlorpromazine, chloroform, arsen, fosfor, dan zat-
zat lain yang digunakan sebagai obat dalam industri modern, juga bisa menyebabkan hepatitis.
Zat-zat kimia ini mungkin saja tertelan, terhirup atau diserap melalui kulit penderita.
Menetralkan racun dalam darah adalah pekerjaan hati. Jika terlalu banyak zat kimia beracun
masuk ke dalam tubuh, hati bisa rusak sehingga tidak dapat lagi menetralkan racun-racun lain.
Diagnosis
Dibandingkan virus HIV, virus hepatitis B (HBV) seratus kali lebih ganas dan sepuluh kali lebih
menular (infectious). Kebanyakan gejala hepatitis B tidak jelas terlihat.
Hepatitis B kronis merupakan penyakit nekroinflamasi kronis hati yang disebabkan infeksi virus
hepatitis B persisten. Hepatitis B kronis ditandai dengan HBsAg positif (>6 bulan) di dalam
serum, tingginya kadar HBV DNA dan berlangsungnya proses nekroinflamasi kronis
hati. Carrier HBsAg inaktif diartikan sebagai infeksi HBV persisten hati tanpa nekroinflamasi.
Sedangkan hepatitis B kronis eksaserbasi adalah keadaan klinis yang ditandai dengan
peningkatan intermiten ALT>10 kali batas atas nilai normal (BANN). Diagnosis infeksi hepatitis B
kronis didasarkan pada pemeriksaan serologi, petanda virologi, biokimiawi dan histologi. Secara
serologi, pemeriksaan yang dianjurkan untuk diagnosis dan evaluasi infeksi hepatitis B kronis
adalah : HBsAg, HBeAg, anti HBe dan HBV DNA. Pemeriksaan virologi, dilakukan untuk mengukur
jumlah HBV DNA serum, sangat penting karena dapat menggambarkan tingkat replikasi virus
hepatitis B. Pemeriksaan biokimiawi yang penting untuk menentukan keputusan terapi adalah
kadar ALT. Peningkatan kadar ALT menggambarkan adanya aktivitas nekroinflamasi. Oleh karena
itu, pemeriksaan ini dipertimbangkan sebagai prediksi gambaran histologi. Pasien dengan proses
nekroinflamasi menunjukkan kadar ALT lebih berat dibandingkan pada ALT normal. Pasien
dengan kadar ALT normal memiliki respon serologi kurang baik pada terapi antiviral. Oleh sebab
itu pasien dengan kadar ALT normal dipertimbangkan untuk tidak diterapi, kecuali bila hasil
pemeriksaan histologi menunjukkan proses nekroinflamasi aktif. Sedangkan tujuan pemeriksaan
histologi adalah untuk menilai tingkat kerusakan hati, menyisihkan diagnosis penyakit hati lain,
prognosis dan menentukan manajemen anti viral.
Gejala hepatitis B umumnya ringan. Gejala hepatitis B dapat berupa selera makan hilang, rasa
tidak enak di perut, mual sampai muntah, demam ringan, kadang-kadang disertai nyeri sendi
dan bengkak pada perut kanan atas. Setelah satu minggu akan timbul gejala utama seperti
bagian putih mata tampak kuning, kulit seluruh tubuh tampak kuning dan air seni berwarna
seperti teh.
Ada 3 kemungkinan tanggapan kekebalan tubuh terhadap virus hepatitis B pasca periode akut.
Kemungkinan pertama, jika tanggapan kekebalan tubuh adekuat, maka akan terjadi
pembersihan virus hepatitis B, pasien sembuh. Kedua, jika tanggapan kekebalan tubuh lemah,
maka pasien tersebut akan menjadi carrier hepatitis B inaktif. Ketiga, jika tanggapan tubuh
bersifatintermediate (antara dua hal di atas), maka penyakit terus berkembang menjadi
hepatitis B kronis.
Penularan
Hepatitis B merupakan bentuk hepatitis yang lebih serius dibandingkan dengan jenis hepatitis
lainnya. Penderita hepatitis B bisa dari semua golongan umur.
Sesungguhnya, tidak semua yang positif hepatitis B perlu ditakuti. Dari hasil pemeriksaan darah,
dapat terungkap apakah ada riwayat pernah kena hepatitis B dan sekarang sudah kebal, atau
bahkan virus hepatitis B sudah tidak ada lagi. Bagi pasangan yang hendak menikah, dianjurkan
memeriksakan pasangannya untuk mencegah penularan hepatitis B.
Perawatan
Infeksi virus hepatitis B menyebabkan sel-sel hati mengalami kerusakan sehingga hati tidak
dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Umumnya, sel-sel hati dapat tumbuh kembali dengan
sisa sedikit kerusakan, tetapi penyembuhannya memerlukan waktu berbulan-bulan dengan diet
dan istirahat cukup.
Hepatitis B akut umumnya sembuh. Hanya 10% menjadi hepatitis B kronik (menahun) dan
berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati. Saat ini beberapa perawatan hepatitis B kronis
dapat meningkatkan kesempatan hidup bagi penderita hepatitis B. Perawatannya tersedia
dalam bentuk antiviral seperti lamivudine dan adefovir dan modulator sistem kebal seperti
Interferon Alfa (Uniferon).
Selain itu, ada juga pengobatan tradisional hepatitis B. Tumbuhan obat atau herbal yang
digunakan untuk mencegah dan membantu pengobatan hepatitis di antaranya mempunyai efek
hepatoprotektor, yaitu melindungi hati dari pengaruh zat toksik yang merusak sel hati, juga
bersifat anti radang, kolagogum dan khloretik, yaitu meningkatkan produksi empedu oleh hati.
Beberapa jenis tumbuhan obat untuk pengobatan hepatitis, antara lain temulawak, kunyit,
sambiloto, meniran, daun serut/mirten, jamur kayu/lingzhi, akar alang-alang, rumput mutiara,
pegagan, buah kacapiring, buah mengkudu, jombang.
Pencegahan
Penularan virus hepatitis B dicegah dengan memelihara gaya hidup bersih sehat, misalnya
menghindari narkotika, tato, tintik badan, hubungan homoseksual, hubungan seks multi
partner. Selain itu, pencegahan paling efektif terhadap hepatitis B adalah dengan imunisasi
(vaksinasi) hepatitis B. Imunisasi hepatitis B dilakukan tiga kali, yaitu bulan pertama, dua bulan
dan enam bulan kemudian. Imunisasi hepatitis B dianjurkan bagi setiap orang dari semua
golongan umur. Kelompok yang paling membutuhkan imunisasi hepatitis B yaitu bayi baru lahir,
orang lanjut usia, petugas kesehatan, penderita penyakit kronis (seperti gagal ginjal, diabetes,
jantung koroner), pasangan yang hendak menikah, wanita pra kehamilan
3. Vaksin DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus)
Difteri
Penyakit difteri disebabkan bakteri Corynebacterium Diphtheriae. Difteri mudah menular,
menyerang terutama saluran napas bagian atas, dengan gejala demam tinggi, pembengkakan
amandel (tonsil) dan terlihat selaput putih kotor yang makin lama makin membesar dan dapat
menutup jalan napas. Racun difteri dapat merusak otot jantung, berakibat gagal jantung.
Penularan bakteri difteri umumnya melalui udara (batuk/bersin). Selain itu, bakteri difteri dapat
menular melalui benda atau makanan yang terkontaminasi.
Pencegahan difteri paling efektif adalah dengan imunisasi bersamaan dengan tetanus dan
pertusis (vaksinasi DPT) sebanyak 3 kali sejak bayi berumur 2 bulan dengan selang penyuntikan
1-2 bulan. Pemberian imunisasi DPT akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit difteri,
pertusis dan tetanus. Efek samping imunisasi DPT yang mungkin timbul adalah demam, nyeri
dan bengkak pada permukaan kulit. Cara mengatasinya cukup diberikan obat penurun panas.
Pertusis
Penyakit pertusis atau batuk rejan atau “Batuk Seratus Hari“ disebabkan bakteri Bordetella
Pertussis. Gejala pertusis khas yaitu batuk terus menerus, sukar berhenti, muka menjadi merah
atau kebiruan dan muntah kadang-kadang bercampur darah. Batuk pertusis diakhiri tarikan
napas panjang dan dalam dan berbunyi melengking.
Penularan bakteri pertusis umumnya melalui udara (batuk/bersin). Bakteri pertusis juga dapat
menular melalui benda atau makanan yang terkontaminasi. Pencegahan pertusis paling efektif
adalah dengan imunisasi bersamaan dengan tetanus dan difteri (vaksinasi DPT) sebanyak 3 kali
sejak bayi berumur 2 bulan dengan selang penyuntikan 1-2 bulan.
Tetanus
Penyakit tetanus berbahaya karena mempengaruhi sistem urat saraf dan otot. Gejala tetanus
diawali dengan kejang otot rahang (trismus atau kejang mulut), pembengkakan, rasa sakit dan
kejang di otot leher, bahu atau punggung. Kejang-kejang segera merambat ke otot perut, lengan
atas dan paha.
Neonatal tetanus umum terjadi pada bayi baru lahir. Neonatal tetanus menyerang bayi baru
lahir karena dilahirkan di tempat kotor dan tidak steril, terutama jika tali pusar terinfeksi.
Neonatal tetanus menyebabkan kematian bayi dan banyak terjadi di negara berkembang. Di
negara-negara maju, dimana kebersihan dan teknik melahirkan sudah maju, tingkat kematian
akibat neonatal tetanus dapat ditekan. Selain itu, antibodi dari ibu kepada jabang bayinya juga
mencegah neonatal tetanus.
Infeksi tetanus disebabkan bakteri Clostridium Tetani yang memproduksi toksin tetanospasmin.
Tetanospasmin menempel di area sekitar luka dan dibawa darah ke sistem saraf otak dan saraf
tulang belakang, sehingga terjadi gangguan urat saraf, terutama saraf yang mengirim pesan ke
otot. Infeksi tetanus terjadi karena luka terpotong, terbakar, maupun frostbite. Walaupun luka
kecil bukan berarti bakteri tetanus tidak dapat hidup di sana. Sering kali orang lalai, padahal luka
sekecil apapun dapat menjadi tempat bakteri tetanus berkembang biak.
Periode inkubasi tetanus terjadi dalam waktu 3-14 hari dengan gejala mulai timbul di hari
ketujuh. Gejala neonatal tetanus mulai pada dua minggu pertama kehidupan seorang bayi.
Walaupun tetanus berbahaya, jika cepat didiagnosa dan mendapat perawatan benar, penderita
tetanus dapat disembuhkan. Penyembuhan tetanus umumnya terjadi selama 4-6 minggu.
Tetanus dapat dicegah dengan pemberian imunisasi sebagai bagian vaksinasi DPT. Setelah lewat
masa kanak-kanak, imunisasi tetanus terus dilanjutkan walaupun telah dewasa, dengan vaksin
TT (Tetanus Toxoid). Dianjurkan imunisasi tetanus setiap interval 5 tahun: 25, 30, 35 dst. Wanita
hamil sebaiknya mendapat imunisasi tetanus dan melahirkan di tempat bersih dan steril.
4. Poliomielitis (Polio)
Poliomielitis (polio) adalah penyakit paralisis (lumpuh) yang disebabkan virus polio. Virus
penyebab polio, poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut, menginfeksi saluran usus. Virus
polio dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat, menyebabkan
melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralisis).
Polio sudah dikenal sejak zaman pra-sejarah. Lukisan dinding di kuil-kuil Mesir kuno
menggambarkan orang-orang sehat dengan kaki layu berjalan dengan tongkat. Kaisar Romawi
Claudius terserang polio ketika masih kanak-kanak dan menjadi pincang seumur hidupnya.
Virus polio menyerang tanpa peringatan, merusak sistem saraf, menimbulkan kelumpuhan
permanen, biasanya pada kaki. Sejumlah besar penderita meninggal karena tidak dapat
menggerakkan otot pernapasan. Ketika polio menyerang Amerika selama dasawarsa seusai
Perang Dunia II, penyakit itu disebut ‘momok semua orang tua’, karena menyerang anak-anak
terutama yang berumur di bawah lima tahun. Di sana para orang tua tidak membolehkan anak
mereka keluar rumah. Gedung-gedung bioskop dikunci, kolam renang, sekolah dan bahkan
gereja tutup.
Virus Polio
Poliovirus adalah virus RNA kecil yang terdiri atas tiga strain berbeda dan amat menular. Virus
polio menyerang sistem saraf dan kelumpuhan dapat terjadi dalam hitungan jam. Polio
menyerang tanpa mengenal usia, lima puluh persen kasus polio terjadi pada anak berusia antara
3 hingga 5 tahun. Masa inkubasi polio dari gejala pertama berkisar dari 3 hingga 35 hari.
Promosi kesehatan
Gaya hidup masyarakat modern yang minim aktivitas fisik hingga konsumsi makanan
dengan gizi kurang seimbang menjadi beberapa penyebab meningkatnya masalah
kesehatan berupa penyakit tidak menular. Aktivitas promosi kesehatan dari
Kementrian Kesehatan RI memasukkan poin ajakan melakukan aktivitas fisik
setidaknya 30 menit setiap hari untuk mengurangi stres dan merangsang otak agar
lebih bahagia dan santai.
Pusat Kesehatan Masyarakat atau yang lebih lazim kita kenal sebagai Puskesmas, merupakan
satuan fungsional terkecil unit pelayanan kesehatan masyarakat di tingkat wilayah. Menurut
keterangan Departemen Kesehatan RI, Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan
kesehatan di wilayah kerjanya. Sebagai penyelenggara pembangunan kesehatan, Puskesmas
bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan
masyarakat, yang ditinjau dari Sistem Kesehatan Nasional merupakan pelayanan kesehatan
tingkat pertama.
Dengan diterapkannya JKN sebagai sistem jaminan sosial kesehatan di Indonesia pada 2014
ini, Puskesmas memiliki peran yang lebih vital lagi. Paradigma sistem kesehatan Indonesia
yang mulai berangsur-angsur berubah, turut melambungkan strata Puskesmas menjadi lebih
tinggi dari sebelumnya. Kini, Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan primer, menjadi
pintu gerbang utama dalam pelayanan kesehatan, sehingga setiap kasus penyakit yang
dikeluhkan oleh pasien wajib ditangani terlebih dahulu secara komprehensif dan sesuai
kompetensinya dari tingkat yang paling dasar, sebelum beralih ke pelayanan sekunder
maupun tersier. Dengan begitu, penghamburan pembiayaan kesehatan di tingkat pelayanan
sekunder dan tersier bisa ditekan seoptimal mungkin.
Posisi strategis yang dimiliki oleh Puskesmas sebagai poros utama pembangunan kesehatan,
ternyata tidak melulu diiringi dengan kesiapan infrastruktur dan tenaga kesehatan yang
memadai. Diperkirakan hingga tahun 2010, kurang lebih 1600 Puskesmas di seluruh penjuru
Indonesia tidak memiliki dokter, padahal dokter merupakan kunci utama dalam terjaminnya
mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Dengan tidak tersedianya dokter di Puskesmas-
Puskesmas tersebut, apakah mutu pelayanan kesehatannya masih bisa terjamin?
Dalam pengertian umum, sistem adalah keterkaitan antara unsur-unsur/elemen yang saling
membangun dan menjalankan suatu proses kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Tanpa
elemen-elemen dasar tersebut, suatu sistem tidak akan bisa berjalan. Begitu pula jika salah
satu komponen rusak atau belum sempurna, maka kinerjanya terhambat, dan tujuan bisa tidak
tercapai.
Dalam Sistem Kesehatan Nasional, ada enam komponen penting yang menunjang
keberlangsungan kesehatan masyarakat Indonesia, yaitu: 1) upaya kesehatan, 2) pembiayaan
kesehatan, 3) sumber daya manusia kesehatan, 4) sediaan farmasi, alat kesehatan dan
makanan, 5) manajemen dan informasi kesehatan, dan 6) pemberdayaan masyarakat.
Salah satu upaya untuk mengoptimalkan Sistem Kesehatan Nasional adalah dengan
melakukan revitalisasi Puskesmas dalam skala Nasional. Artinya, setiap Puskesmas di
seluruh penjuru Indonesia haruslah memiliki mutu yang terstandarisasi secara nasional, baik
dari segi infrastruktur, ketersediaan SDM, pelayanan, dan keterjangkauan, sehingga perannya
sebagai pintu gerbang pelayanan kesehatan tidak lagi termarjinalkan.
Puskesmas harus menjadi poros sentral dalam pembangunan kesehatan di Indonesia. Peran
masyarakat sangat penting dalam menyuarakan hal ini. Terlebih lagi pemerintah yang dengan
kedigdayaannya harus mampu membawa rakyat yang dipimpinnya menuju derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya, demi Bangsa dan Negara Indonesia yang lebih baik.[]
Daftar isi
1Kepesertaan Wajib
2Dasar hukum
3Sejarah pembentukan
4Besaran iuran
5Proses transformasi
6Referensi
o 6.1Pranala luar
JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) adalah program pelayanan kesehatan dari pemerintah
yang berwujud BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan dan sistemnya menggunakan
sistem asuransi. Dengan adanya JKN ini maka seluruh warga Indonesia berkesempatan besar
untuk memproteksi kesehatan mereka dengan lebih baik. Dengan hanya menyisihkan
sebagian kecil uangnya, maka mereka pun akan mampu menjadi peserta dan memperoleh
manfaatnya. Bagaimana dengan masyarakat tidak mampu? Untuk mereka juga tidak perlu
khawatir, karena semua rakyat miskin atau PBI (Penerima Bantuan Iuran) akan ditanggung
kesehatannya oleh pemerintah. Dari sini maka tidak ada alasan lagi bagi rakyat miskin untuk
memeriksa penyakitnya ke fasilitas kesehatan.
BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) sendiri adalah badan atau perusahaan asuransi
yang sebelumnya bernama PT Askes yang menyelenggarakan perlindungan kesehatan bagi
para pesertanya. Perlindungan kesehatan ini juga bisa didapat dari BPJS Ketenagakerjaan
yang merupakan transformasi dari Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja). Dari masing-
masing definisi ini maka bisa disimpulkan bahwa perbedaan diantara keduanya ini adalah
bahwa JKN merupakan nama programnya, sedangkan BPJS merupakan badan
penyelenggaranya yang kinerjanya nanti diawasi oleh DJSN (Dewan Jaminan Sosial
Nasional).
2. Siapa Saja yang Menjadi Peserta JKN?
Sesuai Undang-undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN), maka peserta JKN adalah seluruh masyarakat Indonesia. Kepesertaanya JKN sendiri
adalah bersifat wajib, tidak terkecuali juga masyarakat tidak mampu karena metode
pembiayaan kesehatan individu yang ditanggung pemerintah.
3. Berapa Iuran untuk Karyawan, PNS,
TNI/POLRI, Pedagang, Investor, Pemilik Usaha
atau Perusahaan atau Pihak yang Bukan
Penerima Bantuan Iuran ?
Sesuai Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 jenis Iuran dibagi menjadi:
Iuran Jaminan Kesehatan bagi penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah daerah
dibayar oleh Pemerintah Daerah (orang miskin dan tidak mampu).
Iuran Jaminan Kesehatan bagi peserta Pekerja Penerima Upah (PNS, Anggota
TNI/POLRI, Pejabat Negara, Pegawai pemerintah non pegawai negeri dan pegawai swasta)
dibayar oleh Pemberi Kerja yang dipotong langsung dari gaji bulanan yang diterimanya.
Pekerja Bukan Penerima Upah (pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri)
dan Peserta bukan Pekerja (investor, perusahaan, penerima pensiun, veteran, perintis
kemerdekaan, janda, duda, anak yatim piatu dari veteran atau perintis kemerdekaan) dibayar
oleh Peserta yang bersangkutan.
Untuk jumlah iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang terdiri atas
PNS, Anggota TNI, Anggota Polri, Pejabat Negara, dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai
Negeri maka akan dikenakan potongan sebesar 5 persen dari gaji atau Upah per bulan,
dengan ketentuan 3 persen dibayar oleh pemberi kerja, dan 2 persen dibayar oleh peserta.
Meski demikian, iuran tidak dipotong sebesar angka tersebut secara sekaligus. Karena
pemotongan ini akan dilakukan secara bertahap mulai 1 Januari 2014 hingga 30 Juni 2015
dengan ketentuan pemotongan 4 persen dari Gaji atau Upah per bulan dibayar oleh Pemberi
Kerja dan 0,5 persen dibayar oleh Peserta. Lalu pada 1 Juli 2015, pembayaran iuran 5 persen
dari Gaji atau Upah per bulan itu menjadi 4 persen dibayar oleh Pemberi Kerja dan 1 persen
oleh Peserta.
Sementara bagi peserta perorangan akan ditentukan ketentuan iuran sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhannya. Untuk saat ini sudah ditetapkan bahwa:
Untuk mendapat fasilitas kelas I dikenai iuran Rp 59.500 per orang per bulan
Untuk mendapat fasilitas kelas II dikenai iuran Rp 42.500 per orang per bulan
Untuk mendapat fasilitas kelas III dikenai iuran Rp 25.500 per orang per bulan
Baca Juga: 8 Langkah Pencairan Jaminan Hari Tua BPJS
Ketenagakerjaan
4. Fasilitas Apa Saja yang Didapat Jika Ikut
JKN?
Layaknya asuransi kesehatan, saat Anda akan mendaftarkan diri atau didaftarkan dalam
program JKN ini maka Anda akan mendapatkan beberapa manfaat yang mencakup pelayanan
pencegahan dan pengobatan termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai
dengan kebutuhan medis. Untuk pelayanan pencegahan (promotif dan preventif) sendiri
peserta JKN akan mendapatkan pelayanan berikut ini :
Penyuluhan kesehatan, meliputi paling sedikit penyuluhan mengenai pengelolaan
faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat.
Imunisasi dasar, meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri pertusis tetanus dan
Hepatitis B (DPT-HB), Polio dan Campak.
Keluarga Berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi dan tubektomi
Skrining kesehatan diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi risiko
penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu.
Jenis penyakit kanker, bedah jantung, hingga dialisis (gagal ginjal).
Baca Juga: Prosedur Pembelian, Pengajuan Klaim, dan
Penutupan Polis Asuransi
6. Siapa yang Menjamin Program JKN
Berlangsung Baik Tanpa Korupsi?
Dana JKN dari pemerintah yang sangat besar ini memang sangat rawan untuk diselewengkan.
Maka dari itu untuk menghindari hal ini, pengawasan terhadap JKN haruslah dilakukan
secara eksternal dan internal. Secara eksternal, pengawasan sudah dilakukan oleh DJSN
(Dewan Jaminan Sosial Nasional) dan Lembaga pengawas independen. Dan secara internal,
JKN ini akan diawasi oleh dewan pengawas satuan pengawas internal.
Bingung cari asuransi kesehatan terbaik dan termurah? Cermati punya solusinya!
Jkn
Apa itu Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan?
Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan adalah kampanye berskala internasional yang
awalnya dimulai dari pertemuan perdana Women’s Global Leadership Institute pada tahun 1991 yang
disponsori oleh Center for Women’s Global Leadership. Para peserta dari kegiatan ini memilih tanggal 25
November yang merupakan Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan dan tanggal
10 Desember yang merupakan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional, untuk secara simbolik
menghubungkan kekerasan terhadap perempuan dan HAM, serta menekankan bahwa kekerasan terhadap
perempuan adalah suatu bentuk pelanggaran HAM. Dalam rentang waktu 16 hari ini juga terdapat
beberapa tanggal penting lainnya, seperti tanggal 29 November yang adalah Hari Internasional Pembela
HAM Perempuan, tanggal 1 Desember yang adalah Hari AIDS Sedunia, serta tanggal 6 Desember yang
adalah Hari Peringatan Pembantaian Montreal. (Untuk informasi lebih lanjut, lihat Tanggal-Tanggal
Penting yang ada di lampiran.)
Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan selama ini diperingati di sekeliling dunia oleh
semua individu maupun kelompok yang menggunakan kerangka hak asasi manusia untuk menyerukan
penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. Hal ini dilakukan dengan cara:
Kekerasan terhadap perempuan merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang sering terjadi. Kekerasan
terhadap perempuan juga adalah suatu bentuk krisis kesehatan masyarakat, dan merupakan suatu
penghalang terhadap kesetaraan, pembangunan, keamanan dan perdamaian. Istilah “kekerasan terhadap
perempuan” dan “kekerasan berbasis gender” digunakan untuk mengacu pada serangkaian penganiayaan
yang dilakukan terhadap perempuan, yang berakar dari ketidaksetaraan gender dan rendahnya status
perempuan dibandingkan laki-laki. Pada tahun 1993, Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang
Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan mendefiniskan kekerasan terhadap perempuan sebagai
“Setiap tindak kekerasan berbasis gender yang yang berakibat atau mungkin berakibat pada kesengsaraan
atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual, atau psikologis, termasuk ancaman tindakan-tindakan
semacam itu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di
depan umum atau dalam kehidupan pribadi.” Definisi ini mencakup kekerasan yang terjadi di dalam
keluarga, di dalam masyarakat umum, dan kekerasan yang dilakukan atau yang dilanggengkan oleh
Negara. Bentuk-bentuk kekerasan berbasis gender termasuk tapi tidak hanya terbatas pada: kekerasan di
dalam rumah tangga, penganiayaan seksual, pemerkosaan, pelecehan seksual, perdagangan perempuan,
pelacuran paksa, dan praktek-praktek yang membahayakan. Selain itu, identitas perempuan yang beragam
dan saling bersilangan antara kelas sosial, ras, etnis, agama, keturunan, seksualitas dan status
kewarganegaraan bisa menjadi faktor-faktor yang meningkatkan subordinasi dan kerentanan perempuan
terhadap kekerasan. Diperkirakan ada satu dari tiga perempuan di seluruh dunia yang mengalami suatu
bentuk kekerasan berbasis gender di dalam hidupnya.1
Menggunakan pendekatan berbasis HAM untuk melawan kekerasan terhadap perempuan adalah komponen
utama dari Kampanye 16 Hari. Para aktifis telah menggunakan kerangka HAM untuk mentransformasi
pengertian tentang kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia. Kerangka HAM menyatakan bahwa
perempuan memiliki hak terhadap perlindungan, pendukungan, dan pemenuhan hak asasi mereka sebagai
manusia. Kerangka HAM menyediakan bahasa dan alat penting untuk “mendefinisikan, menganalisa, dan
mengartikulasikan pengalaman kekerasan yang dialami perempuan, serta untuk menuntut penanggulangan
dengan cara-cara yang telah diakui oleh komunitas internasional.”2 Kekerasan terhadap perempuan tidak
bisa lagi hanya dianggap sebagai suatu urusan di ranah pribadi seseorang, dan Pemerintah dituntut untuk
memiliki akuntabilitas dalam menjunjung tinggi komitmen yang telah diambil lewat beberapa dokumen
dan perjanjian internasional yang ada di dalam sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pendekatan berbasis
HAM menyediakan kerangka umum yang menyatukan perempuan dengan berbagai latar belakang
pengalaman untuk bekerjasama dalam berbagai strategi-strategi kreatif untuk membawa perubahan.
Kerangka HAM telah digunakan oleh LSM di tingkat lokal, nasional, regional dan internasional untuk
mengokohkan usaha mereka di dalam melawan kekerasan terhadap perempuan. Sebagai suatu strategi,
kerangka HAM bisa dijelaskan di dalam tujuh prinsip berikut:3
1. Martabat: Inti dari HAM adalah perlindungan dan pemenuhan martabat manusia.
2. Bersifat universal: HAM bersifat universal. Ini tidak berarti bahwa semua orang mengalami
HAM secara merata. Bersifat universal artinya pemerintah dan masyarakat harus menjunjung
nilai-nilai moral dan etika tertentu yang berlaku di seluruh wilayah dunia ini.
1 Heise, L., M. Ellsberg dan M. Gottemoeller. 1999. Ending Violence Against Women (bahasa Indonesia:
Menghakhiri Kekerasan Terhadap Perempuan). Population Reports, Series L, No. 11. Baltimore: Johns
Hopkins University School of Public Health, Population Information Program.
2 Bunch, Charlotte. Diambil dari Mertus, J., N. Flowers dan M. Dutt. 1999. Local Action, Global Change:
Learning about the Human Rights of Women and Girls (bahasa Indonesia: Aksi Lokal, Perubahan Global:
Belajar tentang Hak Asasi Perempuan). UNIFEM dan Center for Women's Global Leadership, hal. V.
3. Kesetaraan dan anti diskriminasi: Deklarasi Universal HAM dan perjanjian HAM internasional
lainnya menyediakan hak dan tanggung jawab secara setara bagi perempuan dan laki-laki
berdasarkan kemanusiaan mereka, terlepas dari peran atau hubungan yang mereka miliki. Apabila
kekerasan terhadap perempuan tidak diakui sebagai pelanggaran HAM, maka secara kolektif
perempuan tidak dianggap sebagai manusia dan status kemanusiaan mereka yang mendasar tidak
diakui.
4. Tidak terpisah: Hak asasi perempuan harus dipenuhi secara utuh sebagai suatu kesatuan yang
tidak bisa dipisah-pisahkan, termasuk hak-hak politik, sosial, ekonomi, budaya dan hak-hak secara
kolektif lainnya. Hak-hak ini tidak bisa “diprioritaskan” atau dibagi berdasar “tingkatan” dimana
satu hak harus didahulukan dari hak-hak yang lainnya.
5. Keterkaitan: HAM harus diperhatikan di semua bidang kehidupan – di rumah, sekolah, tempat
kerja, pemilihan umum, pengadilan, dll. Pelanggaran terhadap HAM itu saling berkaitan; jadi
tidak terpenuhinya HAM di satu bidang tertentu mengindikasikan bahwa HAM di bidang lainnya
juga tidak terpenuhi. Di saat yang sama, pemenuhan HAM di satu bidang mendukung pemenuhan
HAM di bidang-bidang yang lainnya.
6. Tanggung jawab pemerintah: HAM bukanlah hadiah yang diberikan sesukanya oleh
pemerintah. Pemerintah juga tidak bisa memberikannya kepada sebagian orang, dan menahannya
dari orang lain. Apabila pemerintah melakukan hal ini, maka pemerintah harus dituntut
pertanggungjawabannya.
7. Tanggung jawab pribadi: Pemerintah bukan satu-satunya pelanggar hak asasi perempuan.
Perusahaan dan perorangan juga harus bertanggungjawab; serta nilai-nilai budaya dan tradisi
sosial yang merendahkan perempuan harus ditentang.
A. MALPRAKTIK
1. Pengertian
Malpraktek adalah kesalahan dalam menjalankan profesi sebagai dokter, dokter gigi, dokter hewan.
Malpraktek adalah akibat dari sikap tidak peduli, kelalaian, atau kurang keterampilan, kurang hati-hati
dalam melaksanakan tugas profesi, berupa pelanggaran yang disengaja, pelanggaran hukum atau
pelanggaran etika.
Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu berkonotasi yuridis. Secara
harfiah “mal” mempunyai arti “salah” sedangkan “praktek” mempunyai arti “pelaksanaan” atau
“tindakan”, sehingga malpraktek berarti “pelaksanaan atau tindakan yang salah”. Meskipun arti
harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk menyatakan adanya
tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi. Sedangkan difinisi malpraktek profesi
kesehatan adalah “kelalaian dari seseorang dokter atau tenaga keperawatan (perawat dan bidan)
untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat
pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran
dilingkungan yang sama” (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California,
1956)
Malpraktik Kedokteran adalah dokter atau orang yang ada di bawah perintahnya dengan sengaja atau
kelalaian melakukan perbuatan (aktif atau pasif) dalam praktik kedokteran pada pasiennya dalam
segala tingkatan yang melanggar standar profesi, standar prosedur, prinsip-prinsip profesional
kedokteran, atau dengan melanggar hukum (tanpa wewenang) karena tanpa informed consent, tanpa
SIP (Surat Ijin Praktik), atau tanpa STR (Surat Tanda Registrasi), tidak sesuai dengan kebutuhan
medis pasien, dengan menimbulkan (causal verband) kerugian bagi tubuh, kesehatan fisik, mental,
dan atau nyawa pasien sehingga membentuk pertanggungjawaban hukum bagi dokter.
Pasal 11 UU 6 /1963 tentang kesehatan menyatakan: dengan tidak mengurangi ketentuan dalam
KUHP dan UU lain terhadap tenaga kesehatan dapat dilakukan tindakan administrative dalam hal
sebagai berikut:
a. Melalaikan kewajiban
b.Melakukan suatu hal yang tidak boleh diperbuat oleh seorang tenaga kerja kesehatan mengingat
sumpah jabatan maupun mengingat sumpah sebagai tenaga kesehatan
Malpraktek secara umum, seperti disebutkan di atas, teori tentang kelalaian melibatkan lima elemen :
(1) tugas yang mestinya dikerjakan, (2) tugas yang dilalaikan, (3) kerugian yang ditimbulkan, (4)
Penyebabnya, dan (5) Antisipasi yang dilakukan.
2. Unsur Malpraktik
Terdiri dari 4 unsur yang harus ditetapkan untuk membuktikan bahwa malpraktek atau kelalaian telah
terjadi (Vestal.1995):
1.Kewajiban (duty): pada saat terjadinya cedera terkait dengan kewajibannya yaitu kewajiban
mempergunakan segala ilmu dan kepandaiannya untuk menyembuhkan atau setidak-tidaknya
meringankan beban penderitaan pasiennya berdasarkan standar profesi.
Contoh: :
Perawat rumah sakit bertanggung jawab untuk:
a. Pengkajian yang aktual bagi pasien yang ditugaskan untuk memberikan asuhan keperawatan.
b. Mengingat tanggung jawab asuhan keperawatan professional untuk mengubah kondisi klien.
Contoh:
a. Gagal mencatat dan melaporkan apa yang dikaji dari pasien. Seperti tingkat kesadaran pada saat
masuk.
b. Kegagalan dalam memenuhi standar keperawatan yang ditetapkan sebagai kebijakan rumah sakit.
Contoh:
Cedera yang terjadi secara langsung berhubungan dengan pelanggaran terhadap kewajiban perawat
terhadap pasien atau gagal menggunakan cara pengaman yang tepat yang menyebabkan klien jatuh
dan mengakibatkan fraktur.
4.Injury (Cedera) : sesorang mengalami cedera atau kerusakan yang dapat dituntut secara hukum.
Contoh: :
Fraktur panggul, nyeri, waktu rawat inap lama dan memerlukan rehabilitasi.
1. Kurang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan yang sudah berlaku umum
dikalangan profesi kesehatan.
Jika dokter hanya melakukan tindakan yang bertentangan dengan etik kedokteran, maka ia hanya
telah melakukan malpraktek etik. Untuk dapat menuntut penggantian kerugian karena kelalaian, maka
penggugat harus dapat membuktikan adanya 4 unsur berikut :
Kerugian ini kadang kala tidak memerlukan pembuktian dari pasien dengan diberlakukannya doktrin
les ipsa liquitur, yang berarti faktanya telah berbicara. Misalnya terdapatnya kain kassa yang
tertinggal dirongga perut pasien, sehingga menimbulkan komplikasi pasca bedah. Dalam hal ini maka
dokterlah yang harus membuktikan tidak adanya kelalaian dalam dirinya. Namun tetap saja ada
elemen yuridis yang harus dipenuhi untuk menyatakan telah terjadi malpraktek yaitu :
1. Adanya tindakan dalam arti berbuat atau tidak berbuat. Tidak berbuat disini adalah mengabaikan
pasien dengan alasn tertentu seperti tidak ada biaya atau tidak ada penjaminannya.
4. Dilakukan secara melanggar hokum, kepatuhan, kesusilaan atau prinsip profesi lainnya.
6. Mengakibatkan, salah tndak, ras sakit, luka, cacat, kerusakan tubuh, kematian dan kerugian
lainnya.
3. Jenis Malpraktik
Berpijak pada hakekat malpraktek adalan praktik yang buruk atau tidak sesuai dengan standar profesi
yang telah ditetepkan, maka ada bermacam-macam malpraktek yang dapat dipiah dengan
mendasarkan pada ketentuan hukum yang dilanggar, walaupun kadang kala sebutan malpraktek
secara langsung bisa mencakup dua atau lebih jenis malpraktek. Secara garis besar malprakltek
dibagi dalam dua golongan besar yaitu mal praktik medik (medical malpractice) yang biasanya juga
meliputi malpraktik etik (etichal malpractice) dan malpraktek yuridik (yuridical malpractice).
Sedangkan malpraktik yurudik dibagi menjadi tiga yaitu malpraktik perdata (civil malpractice),
malpraktik pidana (criminal malpractice) dan malpraktek administrasi Negara
(administrative malpractice).
1. Malpraktik Medik (medical malpractice)
Malpraktik etik adalah tindakan dokter yang bertentangan dengan etika kedokteran, sebagaimana
yang diatur dalam kode etik kedokteran Indonesia yang merupakan seperangkat standar etika,
prinsip, aturan, norma yang berlaku untuk dokter.
Malpraktik yuridik adalah pelanggaran ataupun kelalaian dalam pelaksanaan profesi kedokteran yang
melanggar ketentuan hukum positif yang berlaku.
Malpraktik perdata terjadi jika dokter tidak melakukan kewajiban (ingkar janji) yaitu tidak memberikan
prestasinya sebagaimana yang telah disepakati. Tindakan dokter yang dapat dikatagorikan sebagai
melpraktik perdata antara lain :
f. Memberikan keterangan yang tidak benar di pengadilan dalan kapasitasnya sebagai ahli
Malpraktik administrasi terjadi jika dokter menjalankan profesinya tidak mengindahkan ketentuan-
ketentuan hukum administrasi Negara. Misalnya:
Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis karena adanya
malpraktek diharapkan tenaga dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni:
a. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena perjanjian berbentuk
daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan berhasil (resultaat verbintenis).
b. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.
f. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitarnya.
5. Penanganan Malpraktik
Sistem hukum di Indonesia yang salah satu komponennya adalah hukum substantive, diantaranya
hukum pidana, hukum perdata dan hukum administrasi tidak mengenal bangunan hukum
“malpraktek”.
Sebagai profesi, sudah saatnya para dokter mempunyai peraturan hukum yang dapat dijadikan
pedoman bagi mereka dalam menjalankan profesinya dan sedapat mungkin untuk menghindari
pelanggaran etika kedokteran.
Keterkaitan antara pelbagai kaidah yang mengatur perilaku dokter, merupakan bidang hukum baru
dalam ilmu hukum yang sampai saat ini belum diatur secara khusus. Padahal hukum pidana atau
hukum perdata yang merupakan hukum positif yang berlaku di Indonesia saat ini tidak seluruhnya
tepat bila diterapkan pada dokter yang melakukan pelanggaran. Bidang hukum baru inilah yang
berkembang di Indonesia dengan sebutan Hukum Kedokteran, bahkan dalam arti yang lebih luas
dikenal dengan istilah Hukum Kesehatan.
Istilah hukum kedokteran mula-mula diunakan sebagai terjemahan dari Health Law yang digunakan
oleh World Health Organization. Kemudian Health Law diterjemahkan dengan hukum kesehatan,
sedangkan istilah hukum kedokteran kemudian digunakan sebagai bagian dari hukum kesehatan
yang semula disebut hukum medik sebagai terjemahan dari medic law.
Sejak World Congress ke VI pada bulan agustus 1982, hukum kesehatan berkembang pesat di
Indonesia. Atas prakarsa sejumlah dokter dan sarjana hukum pada tanggal 1 Nopember 1982
dibentuk Kelompok Studi Hukum Kedokteran di Indonesia dengan tujuan mempelajari kemungkinan
dikembangkannya Medical Law di Indonesia. Namun sampai saat ini, Medical Law masih belum
muncul dalam bentuk modifikasi tersendiri. Setiap ada persoalan yang menyangkut medical law
penanganannya masih mengacu kepada Hukum Kesehatan Indonesia yang berupa Undang-Undang
No. 36 Tahun 2009, KUHP dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kalau ditinjau dari budaya
hukum Indonesia, malpraktek merupakan sesuatu yang asing karena batasan pengertian malpraktek
yang diketahui dan dikenal oleh kalangan medis (kedokteran) dan hukum berasal dari alam pemikiran
barat. Untuk itu masih perlu ada pengkajian secara khusus guna memperoleh suatu rumusan
pengertian dan batasan istilah malpraktek medik yang khas Indonesia (bila memang diperlukan
sejauh itu) yakni sebagai hasil oleh piker bangsa Indonesia dengan berlandaskan budaya bangsa
yang kemudian dapat diterima sebagai budaya hukum (legal culture) yang sesuai dengan system
kesehatan nasional.
Dari penjelasan ini maka kita bisa menyimpulkan bahwa permasalahan malpraktek di Indonesia dapat
ditempuh melalui 2 jalur, yaitu jalur litigasi (peradilan) dan jalur non litigasi (diluar peradilan).
Untuk penanganan bukti-bukti hukum tentang kesalahan atau kealpaan atau kelalaian dokter dalam
melaksanakan profesinya dan cara penyelesaiannya banyak kendala yuridis yang dijumpai dalam
pembuktian kesalahan atau kelalaian tersebut. Masalah ini berkait dengan masalah kelalaian atau
kesalahan yang dilakukan oleh orang pada umumnya sebagai anggota masyarakat, sebagai
penanggung jawab hak dan kewajiban menurut ketentuan yang berlaku bagi profesi. Oleh karena
menyangkut 2 (dua) disiplin ilmu yang berbeda maka metode pendekatan yang digunakan dalam
mencari jalan keluar bagi masalah ini adalah dengan cara pendekatan terhadap masalah medik
melalui hukum. Untuk itu berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Repiblik Indonesia (SEMA RI)
tahun 1982, dianjurkan agar kasus-kasus yang menyangkut dokter atau tenaga kesehatan lainnya
seyogyanya tidak langsung diproses melalui jalur hukum, tetapi dimintakan pendapat terlebih dahulu
kepada Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK).
Majelis Kehormatan Etika Kedokteran merupakan sebuah badan di dalam struktur organisasi profesi
Ikatan Dokter Indonesia (IDI). MKEK ini akan menentukan kasus yang terjadi merpuakan pelanggaran
etika ataukah pelanggaran hukum.
Pada tanggal 10 Agustus 1995 telah ditetapkan Keputusan Presiden No. 56/1995 tentang Majelis
Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) yang bertugas menentukan ada atau tidaknya kesalahan atau
kelalaian dokter dalam menjalankan tanggung jawab profesinya. Lembaga ini bersifat otonom,
mandiri dan non structural yang keanggotaannya terdiri dari unsur Sarjana Hukum, Ahli Kesehatan
yang mewakili organisasi profesi dibidang kesehatan, Ahli Agama, Ahli Psikologi, Ahli Sosiologi. Bila
dibandingkan dengan MKEK, ketentuan yang dilakukan oleh MDTK dapat diharapkan lebih obyektif,
karena anggota dari MKEK hanya terdiri dari para dokter yang terikat kepada sumpah jabatannya
sehingga cenderung untuk bertindak sepihak dan membela teman sejawatnya yang seprofesi.
Akibatnya pasien tidak akan merasa puas karena MKEK dianggap melindungi kepentingan dokter
saja dan kurang memikirkan kepentingan pasien.
B. INFORMED CHOICE
Informed choice berarti membuat pilihan setelah mendapatkan penjelasan tentang alternatif asuhan
yang akan dialaminya, pilihan (choice) harus dibedakan dari persetujuan (concent). Persetujuan
penting dari sudut pandang bidan, karena itu berkaitan dengan aspek hukum yang memberikan
otoritas untuk semua prosedur yang dilakukan oleh bidan. Sedangkan pilihan (choice) lebih penting
dari sudut pandang wanita (pasien)sebagai konsumen penerima jasa asuhan kebidanan.
Tujuannya adalah untuk mendorong wanita memilih asuhannya. Peran bidan tidak hanya membuat
asuhan dalam manajemen asuhan kebidanan tetapi juga menjamin bahwa hak wanita untuk memilih
asuhan dan keinginannya terpenuhi. Hal ini sejalan dengan kode etik internasional bidan yang
dinyatakan oleh ICM 1993, bahwa bidan harus menghormati hak wanita setelah mendapatkan
penjelasan dan mendorong wanita untuk menerima tanggung jawab untuk hasil dari pilihannya.
Rekomendasi
1) Bidan harus terus meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam berbagai aspek agar
dapat membuat keputusan klinis dan secara teoritis agar dapat memberikan pelayanan yang aman
dan dapat memuaskan kliennya
2) Bidan wajib memberikan informasi secara rinci dan jujur dalam bentuk yang dapat dimengerti
oleh wanita dengan menggunakan media laternatif dan penerjemah, kalau perlu dalam bentuk tatap
muka secara langsung
3) Bidan dan petugas kesehatan lainnya perlu belajar untuk membantu wanita melatih diri dalam
menggunakan haknya dan menerima tanggung jawab untuk keputusan yang mereka ambil sendiri
4) Dengan berfokus pada asuhan yang berpusat pada wanita dan berdasarkan fakta, diharapkan
bahwa konflik dapat ditekan serendah mungkin
5) Tidak perlu takut akan konflik tapi menganggapnya sebagai suatu kesempatan untuk saling
memberi dan mungkin suatu penilaian ulang yang objektif, bermitra dengan wanita dari sistem
asuhan dan suatu tekanan positif.
Ada beberapa jenis pelayanan kebidanan yang dapat dipilih oleh pasien antara lain :
2) Tempat bersalin (rumah, polindes, RB, RSB, atau RS) dan kelas perawatan di RS
13) Episiotomi
Informed concent bukan hal yang baru dalam bidang pelayanan kesehatan. Informed concent telah
diakui sebagai langkah yang paling penting untuk mencegah terjadinya konflik dalam masalah etik.
Informed concent berasal dari dua kata, yaitu informed (telah mendapat penjelasan/ keterangan/
informasi) dan concent (memberikan persetujuan/ mengizinkan. Informed concent adalah suatu
persetujuan yang diberikan setelah mendapatkan informasi.
Informed concent ditafsirkan sebagai persetujuan tindakan medis adalah persetujuan yang diberikan
pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang dilakukan terhadap
pasien tersebut.
Dalam pencegahan konflik etik dikenal ada 4, yang urutannya adalah sebagai berikut
2) Negosiasi
3) Persuasi
Informed concent merupakan butir yang paling penting, kalau informed concent gagal, maka butir
selanjutnya perlu dipergunakan secara berurutan sesuasi dengan kebutuhan.
Informed concent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien/walinya yang berhak terhadap bidan
untuk melakukan suatu tindakan kebidanan terhadap pasien sesudah memperoleh informasi lengkap
dan yang dipahaminya mengenai tindakan itu.
Menurut Culver and Gert, ada 4 komponen yang harus dipahami pada suatu consent :
1. Sukarela (volunteriness)
Sukarela mengandung makna bahwa pilihan yang dibuat atas dasar sukarela tanpa ada unsur
paksaan didasari informasi dan kompetensi, sehingga pelaksanaan sukarela harus memenuhi unsur
informasi yang diberikan sejelas-jelasnya.
2. Informasi (Information)
Jika pasien tidak tahu, sulit untuk didapat mendeskripsikan keputusan. Dalam berbagai kode etik
pelayanan kessehatan bahwa informasi yang lengkap dibutuhkan agar mampu membuat keputusan
yang tepat. Kurangnya informasi atau diskusi tentang risiko, efek samping tindakan, akan membuat
pasien sulit mengambil keputusan, bahkan ada rasa cemas dan bingung.
3. Kompetensi (competence)
Kompetensi bermakna suatu pemahaman bahwa seseorang membutuhkan sesuatu hal untuk mampu
membuat keputusan dengan tepat, juga membutuhkan banyak informasi.
4. Keputusan (decision)
Pengambilan keputusan merupakan suatu proses, yang merupakan persetujuan tanpa refleksi.
Pembuatan keputusan merupakan tahap terakhir proses pemberian persetujuan. Keputusan
penolakan pasien terhadap suatu tindakan harus divalidasi lagi apakah karena pasien kurang
kompetensi. Jika pasien menerima suatu tindakan, beritahulah juga prosedur tindakan dan buatlah
senyaman mungkin.
Salah satu factor yang mendorong perlunya informed consent karena pasien mempunyai kesadaran
akan hak mutlak atas tubuhnya dan hak untuk menentukan atas diri sendiri.
Dasar hukum informed consent telah dirangkum dalam UU Kesehatan No 36/ 2009
Tenaga kesehatan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 23 harus memenuhi ketentuan kode
etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar kesehatan, dan standar prosedur
operasional
PASAL 190
(1) : pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan yang melakukan prakrik atau
pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan
pertama terhadap pasien yang dlm keadaan gawat darurat sebagai mana yang dimaksud dlm pasal
32ayat 2 atau pasal 85 ayat 2 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau dan denda
paling banyak 200.000.000
(2) : dalam hal perbuatan sebagai mana di maksud pada ayat 1 mengakibatkan terjadinya kecacatan
atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan tersebut dipidana dg
pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 1M
Pasal 191
Setiap orang yang tanpa izin melakukan praktek pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan
alat dan tekhnologi sebagai mana yang dimaksud dalam pasal 60 ayat 1 sehingga mengakibatkan
kerugian harta benda, luka berat atau kematian dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun
dan denda paling banyak 100.000.000 (seratus juta rupiah).
Pasal 192
Setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh dengan dalih
apapun sebagaimana dimaksud dalam pasal 64 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama
10 tahun dan denda paling banyak 1M
Pasal 193
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan bedah plastic dan rekontruksi untuk tujuan mengubah
identitas seseorang sebagai mana yang dimaksud dalam pasal 69 diancam dengan pidana penjara
paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 1M
Pasal 194 :
Setiap orang yg dg sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dg ketentuan sbagaimana di maksud dlm
pasal 75 ayat 2 di pidana dg pidana penjara paling lama 10 tahun atau denda paling banyak 1M
Pasal 195
Setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan darah dengan dalih apapun sebagai mana
dimaksud dalam pasal 90 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda
paling banyak 500.000.000
Pasal 196 :
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau
persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan dan mutu sebagaimana yang di maksud dalam
Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) di pidanda dg penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak
1M
Pasal 197 :
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan atau alat
kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak 1,5M
Pasal 198 :
Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian
sebagaimana yang dimaksud dalam pasalb 108 dipidana dengan pidana denda paling banyak
100.000.000
Pasal 200 ;
Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian ASI eklusif sebagaimana
dimaksud dalam pasal 128 ayat (2) di pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling banyak
100.000.000
Pasal 201
(1) dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 190 ayat (1), pasal 191, pasal
192,196,197,198,199 dan 200 dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap
pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan
pemberatan 3 kali dari pidana denda sebagai mana dimaksud dalam pasal 190 ayat (1), pasal 191,
pasal 192,196,197,198,199 dan 200.
(2) selain pidana denda sebagaimana dimaksud pda ayat 1, korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan
berupa :
3. secara hukum informed consent berlaku sejak 1981, PP No. 8 tahun 1981.
Apakah informed consent?
1. Persetujuan yag diberikan pasien/ walinya yang berhak terhadap bidan, untuk melakuka suatu
tindakan kebidanan kepada pasien setelah memperoleh informasi lengkap dan dipahami mengenai
tindakan yang akan dilakukan.
3. Informed consent bukan hanya suatu formulir, tetapi bukti jaminan informed consent telah terjadi.
4. Merupakan dialog antara bidan dan pasien didasari keterbukaan akal pikiran, dengan bentuk
birokratisasi penandatanganan formulir.
5. Informed consent berarti pernyataan kesediaan/ penolakan setelah mendapat informasi
secukupnya sehingga yang diberi informasi sudah cukup mengerti akan segala akibat dari tindakan
yang akan dilakukan sebelum ia mengambil keputusan.
6. Berperan dalam mencegah konflik etik tetapi tidak mengatasi masalah etik, tuntutan, pada intinya
adalah bidan harus berbuat yang terbaik bagi klien.
Menurut Dr. H.J.J Leenen, isi dari informasi adalah diagnosis, terapi, tentang cara kerja, risiko,
kemungkinan perasaan sakit, keuntungan terapi, prognosa.
Persetujuan ini mempunyai kekuatan mengikat dalam arti mempunyai kekuatan hukum, berari bidan
telah menjalankan kewajibannya memberikan informasi dan memberikan hak kepada bidan untuk
melakukan tindakan medic.
Yang berhak memberikan persetujuan, mereka yang dalam keadaan sadar dans ehat mental, telah
berumur 21 tahun atau telah menikah, bagi mereka yang telah berusia lebih 21 tahun, tetapi dibawah
pengampuan, maka persetujuandiberikan oleh wali. Ibu hamil yang telah melangsungkan perkawinan,
berapapun umurnya, menurut hukum adalah dewasa, berhak mendapatkan informasi.
Dalam hal ini informed concent merupakan perlindungan bagi pasien terhadap bidan yang berprilaku
memaksakan kehendak, dimana proses informed concent sudah memuat :
Sepakat dari pihak tanpa paksaan, tipuan maupun kekeliruan. Kata sepakat setelah pasien mendapat
informasi yang jelas dari bidan. Informasinya tidak boleh ada unsur berdasarkan kepentinahn subjektif
bidan, termasuk upaya mencari keuntungan finansial semata, sehingga tindakan yang dilakukan tidak
didasari suatu interpretasi data yang tepat. Piahk pasien harus menceritaka keadaan yang
sebenarnay sehingga mempermudah perolehan data yang tepat dan objektif.
2. Kecakapan
Artinya seseorang memiliki kecakapan memberikan persetujuan, jika orang itu mampu melakukan
tindakan hukum, dewasa dan tidak gila. Apabila karena suatu hal sehingga ia dipaksa untuk
memberikan persetujuannya, misalnya tidak ada keluarganya, maka apabila tindakan yang dilakukan
bidan gagal, maka persetujuan dianggap tidak sah.
Objek dalam persetujuan harusdisebutkan dengan jelas, misalnya harus ditulis dengan jelas identitas
pasien. Kemudian yang terpenting harus dilampirkan identitas yang memberika persetujuan.
Maksudnya isi pesetujuan tidak boleh bertentangan dengan UU, tata tertib, kesusilaan, norma dan
hukum.
3. Formulir yang ditandatangani pasien pada umumnya berbunyi segala akibat dari tindakan akan
menjadi tanggung jawab pasien sendiri bukan bidan/ RS. Rumusan tersebut secara hukum tidak
mempunyai kekuatan hukum, megingat seseorang tidak dapat membebaskan diri dari tanggung
jawabnya atas keselahan yang belum dibuat.
Penatalaksanaan informed consent cukup sulit, terbukti masih ditemukan beberapa masalah yang
dihadapi oleh pihak bidan atau rumah sakit atau rumah bersalin, yaitu diantaranya :
1. Pengertian kemampuan diantanya secara hukum dari orang ayng akan menjalani tindakan, serta
siapa yang berhak menandatangani surat persetujuan, harus ditentukan pengaturan mengenai batas
usia, kesadaran, kondisi dan mentalnya. Seperti ibu yang takut, mampu menetapakan pilhan ataau
berkonsentrasi terhadappenjelasan yang diberikan. apakah orang dalam keadaan sakit mampu
secara hukum mampu menyatakan secara hukum persetujuan.
2. Masalah wali yang sah, timbul apabila pasien tidak mampu secara hukum untuk menyatakan
persetujuannya.
3. Masalah informasi yaitu sebeerapa jauh informasi dianggap jelas tetapi tidak terlalu terinci
sehingga dianggap menakut-nakuti.
4. Dalam memberikan persetujuan apakah diperlukan saksi, jika diperlukan apakah saksi tersebut
perlu manandatangani formulir yang ada. Bagaimana menentukan saksi.
5. Dalam keadaan darurat misalnya kasus pendarahan pada bumil dan keluarganya tidak dapat
dihubungi dalam keadaan ini siapakah yang berhak memberikan persetujuan sementara pasien perlu
segera ditolong. Bagaimana perlindungan hukum kepada bidan atas dasar keadaan darurat dan
upaya penyelamatan ibu dan janin.
Jadi manfaat informed consent adalah untuk mengurangi kejadian malpraktek dan agar bidan lebih
berhati-hati dalam pemberian informasi pelayanan kebidanan.
Iklan
Daftar isi
1Tujuan
o 1.1Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan
o 1.2Mencapai pendidikan dasar untuk semua
o 1.3Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan
o 1.4Menurunkan angka kematian anak
o 1.5Meningkatkan kesehatan ibu
o 1.6Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya
o 1.7Memastikan kelestarian lingkungan hidup
o 1.8Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan
2Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia
3Kontroversi
4Lihat pula
5Referensi
6Pranala luar
Tujuan[sunting | sunting sumber]
Deklarasi Millennium PBB yang ditandatangani pada September 2000 menyetujui agar semua
negara:
Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan[sunting | sunting sumber]
Target untuk 2015 adalah mengurangi dua per tiga tingkat kematian anak-anak usia di
bawah 5 tahun.
Meningkatkan kesehatan ibu[sunting | sunting sumber]
Target untuk 2015 adalah Mengurangi dua per tiga rasio kematian ibu dalam proses
melahirkan.
Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya [sunting | sunting
sumber]
Mengembangkan lebih jauh lagi perdagangan terbuka dan sistem keuangan yang
berdasarkan aturan, dapat diterka dan tidak ada diskriminasi. Termasuk komitmen terhadap
pemerintahan yang baik, pembangungan dan pengurangan tingkat kemiskinan secara
nasional dan internasional.
Membantu kebutuhan-kebutuhan khusus negara-negara kurang berkembang, dan
kebutuhan khusus dari negara-negara terpencil dan kepulauan-kepulauan kecil. Ini termasuk
pembebasan-tarif dan -kuota untuk ekspor mereka; meningkatkan pembebasan hutang
untuk negara miskin yang berhutang besar; pembatalan hutang bilateral resmi; dan
menambah bantuan pembangunan resmi untuk negara yang berkomitmen untuk
mengurangi kemiskinan.
Secara komprehensif mengusahakan persetujuan mengenai masalah utang negara-
negara berkembang.
Menghadapi secara komprehensif dengan negara berkembang dengan masalah hutang
melalui pertimbangan nasional dan internasional untuk membuat hutang lebih dapat
ditanggung dalam jangka panjang.
Mengembangkan usaha produktif yang layak dijalankan untuk kaum muda.
Dalam kerja sama dengan pihak "pharmaceutical", menyediakan akses obat penting
yang terjangkau dalam negara berkembang
Dalam kerja sama dengan pihak swasta, membangun adanya penyerapan keuntungan
dari teknologi-teknologi baru, terutama teknologi informasi dan komunikasi.
Kontroversi[sunting | sunting sumber]
Upaya Pemerintah Indonesia merealisasikan Tujuan Pembangunan Milenium pada tahun 2015
akan sulit karena pada saat yang sama pemerintah juga harus menanggung beban pembayaran
utang yang sangat besar. Program-program MDGs seperti pendidikan, kemiskinan, kelaparan,
kesehatan, lingkungan hidup, kesetaraan gender, dan pemberdayaan perempuan membutuhkan
biaya yang cukup besar. Merujuk data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen
Keuangan, per 31 Agustus 2008, beban pembayaran utang Indonesia terbesar akan terjadi pada
tahun 2009-2015 dengan jumlah berkisar dari Rp97,7 triliun (2009) hingga Rp81,54 triliun (2015)
rentang waktu yang sama untuk pencapaian MDGs. Jumlah pembayaran utang Indonesia, baru
menurun drastis (2016) menjadi Rp66,70 triliun. tanpa upaya negosiasi pengurangan jumlah
pembayaran utang Luar Negeri, Indonesia akan gagal mencapai tujuan MDGs.
Menurut Direktur Eksekutif International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) Don K
Marut Pemerintah Indonesia perlu menggalang solidaritas negara-negara Selatan untuk
mendesak negara-negara Utara meningkatkan bantuan pembangunan bukan utang, tanpa
syarat dan berkualitas minimal 0,7 persen dan menolak ODA (official development assistance)
yang tidak bermanfaat untuk Indonesia [5]. Menanggapi pendapat tentang kemungkinan
Indonesia gagal mencapai tujuan MDGs apabila beban mengatasi kemiskinan dan mencapai
tujuan pencapaian MDG pada tahun 2015 serta beban pembayaran utang diambil dari APBN
pada tahun 2009-2015, Sekretaris Utama Menneg PPN/Kepala Bappenas Syahrial Loetan
berpendapat apabila bisa dibuktikan MDGs tidak tercapai di 2015, sebagian utang bisa
dikonversi untuk bantu itu. Pada tahun 2010 hingga 2012 pemerintah dapat mengajukan
renegosiasi utang. Beberapa negara maju telah berjanji dalam konsesus pembiayaan (monetary
consensus) untuk memberikan bantuan. Hasil kesepakatan yang didapat adalah untuk negara
maju menyisihkan sekitar 0,7 persen dari GDP mereka untuk membantu negara miskin atau
negara yang pencapaiannya masih di bawah. Namun konsensus ini belum dipenuhi banyak
negara, hanya sekitar 5-6 negara yang memenuhi sebagian besar ada di Skandinavia atau
Belanda yang sudah sampai 0,7 persen.[6]
MUTU PELAYANAN KESEHATAN
MUTU PELAYANAN KESEHATAN
PENGERTIAN MUTU
1. Mutu adalah lingkar kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang sedang diamati (Winston
Dictionary, 1956).
2. Mutu adalah sifat yang dimiliki oleh suatu program (Danabedian, 1980).
3. Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri suatu barang atau jasa yang didalamnya
terkandung pengertian rasa aman atau pemenuhan kebutuhan para pengguna (Din ISO 8402,
1986).
4. Kualitas merupakan perwujudan atau gambaran hasil yang dipertemukan kebutuhan dari
pelanggan dan oleh karena itu memberikan kepuasan (J.M Juran: Juran's Quality Control
Handbook, 1988).
5. Mutu adalah sesuatu untuk menjamin pencapaian tujuan atau luaran yang diharapkan, dan
harus selalu mengikuti perkembangan pengetahuan profesional terkini (consist with current
professional knowledge). Untuk itu mutu harus diukur dengan derajat pencapaian tujuan.
Berpikir tentang mutu berarti berpikir mengenai tujuan. Mutu harus memenuhi berbagai
standar / spesifikasi.
Jadi
yang dimaksud dengan mutu pelayanan kesehatan adalah menunjuk pada tingkat
kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien.
Makin sempurna kepuasan tersebut, makin baik pula mutu pelayanan kesehatan. Sekalipun
pengertian mutu yang terkait dengan kepusan ini telah diterima secara luas, namun
penerapannya tidaklah semudah yang diperkirakan. Masalah pokok yang ditemukan ialah
karena kepuasan tersebut bersifat subyektif. Tiap orang, tergantung dari latar belakang yang
dimiliki, dapat saja memiliki tingkat kepuasan yang berbeda untuk satu mutu pelayanan
kesehatan yang sama. Di samping itu, sering pula ditemukan pelayanan kesehatan yang
sekalipun dinilai telah memuaskan pasien, namun ketika ditinjau dari kode etik serta standar
pelayanan profesi, kinerjanya tetap tidak terpenuhi.
b. Tatacara (prosedures)
Tatacara (procedures): adalah berbagai kemajuan ilmu dan teknologi kesehatan yang dimiliki
dan yang diterapkan.
c. Kesanggupan (capacity)
Kesanggupan (capacity): adalah keadaan fisik, mental dan biologis tenaga pelaksana.
Menurut Koontz input manajemen ada 4, yaitu Man, Capacity, Managerial, dan Technology.
Untuk organisasi yang tidak mencari keuntungan, macam input ada 4M, yaitu Man, Money,
Material, Method. Sedangkan untuk organisasi yang mencari keuntungan, macam input ada
6M, yaitu Man, Money, Material, Method, Machinery, Market.
2. Proses
Proses (process) adalah langkah yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Proses dikenal dengan nama fungsi manajemen. Pada umumnya, proses ataupun
fungsi manajemen merupakan tanggung jawab pimpinan. Pendekatan proses adalah semua
metode dengan cara bagaimana pelayanan dilakukan.
Macam fungsi manajemen:
1. Menurut Komisi Pendidikan Administrasi Kesehatan Amerika Serikat ada 6: Planning,
Organizing, Directing, Controlling, Coordinating, Evaluation (PODCCE).
2. Menurut Freeman ada 6: Planning, Actuating, Coordinating, Guidance, Freedom,
Responsibility (PACGFR).
3. Menurut George R. Terry ada 4: Planning, Organizing, Actuating, Controlling (POAC).
4. Menurut Barton ada 8: Planning, Organizing, Staffing, Budgeting, Implementing,
Coordinating, Reporting, Evaluation (POSBICRE).
5. Menurut Luther M. Gullick ada 7: Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating,
Reporting, Budgeting (POSDCoRB).
6. Menurut Hendry Fayol ada 5: Planning, Organizing, Commanding, Coordinating, Controling
(POCCC).
3. Output
Output adalah hasil dari suatu pekerjaan manajemen. Untuk manajemen kesehatan, output
dikenal dengan nama pelayanan kesehatan (health services). Hasil atau output adalah hasil
pelaksanaan kegiatan. Output adalah hasil yang dicapai dalam jangka pendek, misalnya akhir
darikegiatan pemasangan infus, sedangkan outcome adalah hasil yang terjadi setelah
pelaksanaan kegiatan jangka pendek misalnya plebitis setelah 3x24jam pemasangan infus.
Macam pelayanan kesehatan adalah Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) dan Upaya
Kesehatan Masyarakat (UKM).
4. Sasaran
Sasaran (target group) adalah kepada siapa output yang dihasilkan, yakni upaya kesehatan
tersebut ditujukan:
1) UKP untuk perseorangan
2) UKM untuk masyarakat (keluarga dan kelompok)
Macam sasaran:
1) Sasaran langsung (direct target group)
2) Sasaran tidak langsung (indirect target group)
5. Impact
Dampak (impact) adalah akibat yang ditimbulkan oleh output. Untuk manajemen kesehatan
dampak yang diharapkan adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan. Peningkatan derajat
kesehatan dapat tercapai jika kebutuhan (needs) dan tuntutan (demands)
perseorangan/masyarakat dapat dipenuhi.
1. Kebutuhan Kesehatan (health needs)
Kebutuhan kesehatan (needs) bersifat obyektif, karena itu pemenuhanya bersifat mutlak.
Kebutuhan kesehatan sangat ditentukan oleh masalah kesehatan di masyarakat. Masalah
kesehatan perorangan/keluarga yang terpenting adalah penyakit yang diderita. Masalah
kesehatan masyarakat adalah status kesehatan masyarakat. Menurut Gordon dan Le Right
(1950) penyakit/status kesehatan ditentukan oleh 3 faktor: Host, Agent dan Environment.
Upaya untuk menemukan kebutuhan masyarakat, perhatian harus ditujukan pada ketiga
faktor tsb. Apabila penyebab penyakit diketahui baru dilanjutkan dengan tindak lanjut
(solusi).
2. Tuntutan Kesehatan (health demands)
Tuntutan kesehatan (health demands) pada dasarnya bersifat subyektif, karena itu
pemenuhanya bersifat fakultatif. Tuntutan kesehatan yang subyektif dipengaruhi oleh latar
belakang individu (pendidikan, ekonomi, budaya dsb). Tuntutan kesehatan sangat
dipengaruhi oleh teknologi kedokteran.
Mekanisme peningkatan mutu pelayanan menurut Trilogi Juran adalah sebagai berikut:
1. Quality Planning, meliputi:
1. Menentukan pelanggan.
2. Menentukan kebutuhan pelanggan.
3. Mengembangkan gambaran produk sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
4. Mengembangkan proses yang mampu menghasilkan produk sesuai dengan gambaran produk.
5. Mentrasfer rencana menjadi kebutuhan pelaksanaan.
Obat alami sudah dikenal dan digunakan di seluruh dunia sejak beribu tahun yang lalu (Sidik, 1998). Di
Indonesia, penggunaan obat alami yang lebih dikenal sebagai jamu, telah meluas sejak zaman nenek moyang
hingga kini dan terus dilestarikan sebagai warisan budaya. Bahan baku obat alami ini, dapat berasal dari
sumber daya alam biotik maupun abiotik. Sumber daya biotik meliputi jasad renik, flora dan fauna serta biota
laut, sedangkan sumber daya abiotik meliputi sumber daya daratan, perairan dan angkasa dan mencakup
Bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa, memiliki keanekaragaman obat tradisional
yang dibuat dari bahan-bahan alami bumi Indonesia, termasuk tanaman obat. Indonesia yang dianugerahi
kekayaan keanekaragaman hayati tersebut, memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman dan 940 spesies di
antaranya diketahui berkhasiat sebagai obat atau digunakan sebagai bahan obat (Puslitbangtri, 1992).
Keanekaragaman hayati Indonesia ini diperkirakan terkaya kedua di dunia setelah Brazil dan terutama tersebar
Pengembangan obat alami ini memang patut mendapatkan perhatian yang lebih besar bukan saja
disebabkan potensi pengembangannya yang terbuka, tetapi juga permintaan pasar akan bahan baku obat-obat
tradisional ini terus meningkat untuk kebutuhan domestik maupun internasional. Hal ini tentunya juga akan
berdampak positif bagi peningkatan pendapatan petani dan penyerapan tenaga kerja baik dalam usaha tani
Yang dimaksud dengan obat alami adalah sediaan obat, baik berupa obat tradisional, fitofarmaka dan
farmasetik, dapat berupa simplisia (bahan segar atau yang dikeringkan), ekstrak, kelompok senyawa atau
senyawa murni yang berasal dari alam, yang dimaksud dengan obat alami adalah obat asal tanaman. Pada
tabel di bawah ini dapat dilihat daftar beberapa tanaman obat yang mempunyai prospek pengembangan yang
potensial.