Anda di halaman 1dari 59

A.

Pengertian Posyandu
Posyandu adalah pusat kegiatan masyarakat, dimana masyarakat dapat sekaligus memperoleh
pelayanan profesional oleh petugas  sektor, serta non profesional (oleh kader) dan
diselenggarakan atas usaha masyarakat sendiri. Posyandu dapat dikembangkan dari pos
pengembangan balita, pos imunisasi, pos KB, pos kesehatan. Pelayanan yang diberikan
posyandu meliputi: KB, KIA, gizi, imunisasi dan penanggulangan diare serta kegiatan sektor lain.

Posyandu dipandang sangat bermanfaat bagi masyarakat namun keberadaannya di masyarakat


kurang berjalan dengan baik, oleh karena itu pemerintah mengadakan revitalisasi posyandu.
Revitalisasi posyandu merupakan upaya pemberdayaan posyandu untuk mengurangi dampak
dari krisis ekonomi terhadap penurunan status gizi dan kesehatan ibu dan anak. Kegiatan ini
juga bertujuan untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam menunjang upaya
mempertahankan dan meningkatkan status gizi serta kesehatan ibu dan anak melalui
peningkatan kemampuan kader, manajemen dan fungsi posyandu.

Kegiatan revitalisasi posyandu pada dasarnya meliputi seluruh posyandu dengan perhatian
utamanya pada posyandu yang sudah tidak aktif/rendah stratanya (pratama dan madya) sesuai
kebutuhan, posyandu yang berada di daerah yang sebagian besar penduduknya tergolong
miskin, serta adanya dukungan materi dan non materi dari tokoh masyarakat setempat dalam
menunjang pelaksanaan kegiatan posyandu. Dukungan masyarakat sangat penting karena
komitmen dan dukungan mereka sangat menentukan keberhasilan dan kesinambungan kegiatan
posyandu.

Kontribusi posyandu dalam meningkatkan kesehatan bayi dan anak balita sangat besar, namun
sampai saat ini kualitas pelayanan posyandu masih perlu ditingkatkan. Keberadaan kader dan
sarana yang ada merupakan modal dalam keberlanjutan posyandu. Oleh karena itu keberadaan
posyandu harus terus ditingkatkan sehingga diklasifikasikan menjadi 4 jenis yaitu posyandu
pratama, madya, purnama, dan mandiri

B.Tujuan Posyandu
1. Menurunkan angka kematian bayi, anak balita dan angka kelahiran
2. Meningkatkan pelayanan kesehatan ibu untuk menurunkan IMR
3. Mempercepat penerimaan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS).
4. Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan dan
kegiatan-kegiatan lain yang menunjang kemampuan hidup sehat.
5. Pendekatan dan pemerataan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam usaha
meningkatkan cakupan penduduk dan geografis
6. Peningkatan dan pembinaan peran serta masyarakat dalam rangka alih teknologi untuk
swakelola usaha-usaha kesehatan masyarakat.
C.Kegiatan Posyandu
Beberapa kegiatan diposyandu diantaranya terdiri dari lima kegiatan Posyandu (Panca Krida
Posyandu), antara lain:

1) Kesehatan Ibu dan Anak

o Pemeliharaan kesehatan ibu hamil, melahirkan dan menyusui, serta bayi, anak
balita dan anak prasekolah
o Memberikan nasehat tentang makanan guna mancegah gizi buruk karena
kekurangan protein dan kalori, serta bila ada pemberian makanan tambahan vitamin dan
mineral
o Pemberian nasehat tentang perkembangan anak dan cara stimilasiny
o Penyuluhan kesehatan meliputi berbagai aspek dalam mencapai tujuan program
KIA.
2) Keluarga Berencana
o Pelayanan keluarga berencana kepada pasangan usia subur dengan perhatian
khusus kepada mereka yang dalam keadaan bahaya karena melahirkan anak berkali-kali dan
golongan ibu beresiko tinggi
o Cara-cara penggunaan pil, kondom dan sebagainya
3) Immunisasi

Imunisasi tetanus toksoid 2 kali pada ibu hamil dan BCG, DPT 3x, polio 3x, dan campak 1x pada
bayi.

4) Peningkatan gizi

o Memberikan pendidikan gizi kepada masyarakat


o Memberikan makanan tambahan yang mengandung protein dan kalori cukup
kepada anak-anak dibawah umur 5 tahun dan kepada ibu yang menyusui
o Memberikan kapsul vitamin A kepada anak-anak dibawah umur 5 tahun
5) Penanggulangan Diare

Lima kegiatan Posyandu selanjutnya dikembangkan menjadi tujuh kegiatan Posyandu (Sapta
Krida Posyandu), yaitu:
1) Kesehatan Ibu dan Anak
2) Keluarga Berencana
3) Immunisasi
4) Peningkatan gizi
5) Penanggulangan Diare
6) Sanitasi dasar. Cara-cara pengadaan air bersih, pembuangan kotoran dan air limbah yang
benar, pengolahan makanan dan minuman
7) Penyediaan Obat essensial.
D.Sasaran Posyandu
            Semua anggota masyarakat, terutama ibu hamil, ibu menyusui, balita, pasanga usia
subur. Cakupan pelayanan sebaiknya sekitar 100 balita (120 KK) atau sesuai dengan
kemampuan petugas setempat.
E.Lokasi dan Penyelenggaraan
            Berada di tempat yang mudah didatangi masyarakat dan ditentukan oleh masyarakat
seperti pos pelayanan yang sudah ada, rumah penduduk, balai kelurahan. Prioritas dibentuk
ditempat yang rawan dibidang gizi, kesehatan lingkungan. Pelayanan KB  kesehatan
direncanakan dan dikembangkan oleh kader bersama kepala desa/ lurah LKMD (seksi KB,
kesehatan dan PKK), tokoh masyarakat, pemuda, dll dengan bimbingan tim pembinaan LKMD
tingkat kecamatan.
F. Syarat terbentuknya Posyandu
Posyandu dibentuk dari pos-pos yang telah ada seperti:
1) Pos penimbangan balita
2) Pos immunisasi
3) Pos keluarga berencana desa
4) Pos kesehatan
5) Pos lainnya yang dibentuk baru.
Pengaturan
Meja I : pendaftaran dan penyuluhan

Meja II:

 Penimbangan bayi dan balita


 Pelayanan ibu menyusui , ibu hamil, PUS
Meja III: pengisian KMS

Meja IV:
 Penyuluhan perorangan pada ibu hamil, menyusui, PUS
Meja V: pelayanan KB kesehatan

 Imunisasi
 Pemberian vitamin A
 Pembagian pil
 Konsultasi KB

Alasan Pendirian Posyandu


Posyandu didirikan karena mempunyai beberapa alasan sebagai berikut:

1. Posyandu dapat memberikan pelayanan kesehatn khususnya dalam upaya pencegahan


penyakit dan PPPK sekaligus dengan pelayanan KB.
2. Posyandu dari masyarakat untuk masyarakat dan oleh masyarakat, sehingga
menimbulkan rasa memiliki masyarakat terhadap upaya dalam bidang kesehatan dan
keluarga berencana.
Penyelenggara Posyandu
1. Pelaksana kegiatan, adalah anggota masyarakat yang telah dilatih menjadi kader
kesehatan setempat dibawah bimbingan Puskesmas
2. Pengelola posyandu, adalah pengurus yang dibentuk oleh ketua RW yang berasal dari
keder PKK, tokoh masyarakat formal dan informal serta kader kesehatan yang ada di wilayah
tersebut.
 

POLINDES
A.Pengertian Polindes
Merupakan salah satu bentuk UKBM (Usaha Kesehatan Bagi Masyarakat) yang didirikan
masyarakat oleh masyarakat atas dasar musyawarah, sebagai kelengkapan dari pembangunan
masyarakat desa, untuk memberikan pelayanan KIA-KB serta pelayanan kesehatan lainnya
sesuai dengan kemampuan Bidan.

Suatu tempat yang didirikan oleh masyarakat atas dasar musyawarah sebagai kelengkapan dari
pembangunan kesmas untuk memberikan pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan
Keluarga Berencana (KB) dikelola oleh bidan desa (bides) bekerjasama dengan dukun bayi
dibawah pengawasan dokter puskesmas setempat.

Pondok Bersalin Desa (Polindes) adalah salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya
Masyarakat (UKBM) yang merupakan wujud nyata bentuk peran serta masyarakat didalam
menyediakan tempat pertolongan persalinan dan pelayanan kesehatan ibu dan anak lainnya,
termasuk KB di desa.

Kajian makna polindes


1. Polindes merupakan salah satu bentuk PSM dalam menyediakan tempat pertolongan
persalinan dan pelayanan KIA, termasuk KB di desa.
2. Polindes dirintis di desa yang telah mempunyai bidan yang tinggal di desa tersebut.
3. PSM dalam pengembangan polindes dapat berupa penyediaan tempat untuk pelayanan
KIA (khususnya pertolongan persalinan), pengelolaan polindes, penggerakan sasaran dan
dukungan terhadap pelaksanaan tugas bidan di desa.
4. Peran bidan desa yang sudah dilengkapi oleh pemerintah dengan alat-alat yang
diperlukan adalah memberikan pelayanan kebidanan kepada masyarakat di desa tersebut.
5. Polindes sebagai bentuk PSM secara organisatoris berada di bawah seksi 7 LKMD,
namun secara teknis berada di bawah pembinaan dan pengawasan puskesmas.
6. Tempat yang disediakan oleh masyarakat untuk polindes dapat berupa ruang/kamar
untuk pelayanan KIA, termasuk tempat pertolongan persalinan yang dilengkapi dengan
sarana air bersih.
7. Tanggung jawab penyediaan dan pengelolaan tempat serta dukungan opersional berasal
dari masyarakat, maka perlu diadakan kesepakatan antara wakil masyarakat melalui wadah
LKMD dengan bidan desa tentang pengaturan biaya operasional dan tarif pertolongan
persalinan di polindes.
8. Dukun bayi dan kader posyandu adalah kader masyarakat yang paling terkait.
 

Fungsi polindes
1. Sebagai tempat pelayanan KIA-KB dan pelayanan kesehatan lainnya.
2. Sebagai tempat untuk melakukan kegiatan pembinaan, penyuluhan dan konseling KIA.
3. Pusat kegiatan pemberdayaan masyarakat.
 

B.Tujuan Polindes
1. Meningkatnya jangkauan dan mutu pelayanan KIA-KB termasuk pertolongan dan
penanganan pada kasus gagal.
2. Meningkatnya pembinaan dukun bayi dan kader kesehatan.
3. Meningkatnya kesempatan untuk memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan bagi
ibu dan keluarganya.
4. Meningkatnya pelayanan kesehatan lainnya sesuai dengan kewenangan bidan.
 

C.Kegiatan Polindes
1. Memeriksa kehamilan, termasuk memberikan imunisasi TT pada bumil dan mendeteksi
dini resiko tinggi kehamilan.
2. Menolong persalinan normal dan persalinan dengan resiko sedang.
3. Memberikan pelayanan kesehatan ibu nifas dan ibu menyusui.
4. Memberikan pelayanan kesehatan neonatal, bayi, anak balita dan anak pra sekolah,
serta imunisasi dasar pada bayi.
5. Memberikan pelayanan KB.
6. Mendeteksi dan memberikan pertolongan pertama pada kehamilan dan persalinan yang
beresiko tinggi baik ibu maupun bayinya.
7. Menampung rujukan dari dukun bayi dan dari kader (posyandu, dasa wisma)
8. Merujuk kelainan ke fasilitas kesehatan yang lebih mampu.
9. Melatih dan membina dukun bayi maupun kader (posyandu, dasa wisma).
10. Memberikan penyuluhan kesehatan tentang gizi ibu hamil dan anak serta peningkatan
penggunaan ASI dan KB.
11. Mencatat serta melaporkan kegiatan yang dilaksanakan kepada puskesmas setempat.
 

D.Sasaran Polindes
 Bayi berusia kurang dari 1 tahun
 Anak balita usia 1 sampai dengan 5 tahun
 Ibu hamil
 Ibu menyusui
 Ibu nifas
 Wanita usia subur.
 Kader
 Masyarakat setempat.
E.Syarat Terbentuknya Polindes
1. Tersedianya bidan di desa yang bekerja penuh untuk mengelola polindes.
2. Tersedianya sarana untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi Bidan, antara lain
bidan kit, IUD kit, sarana imunisasi dasar dan imunisasi ibu hamil, timbangan, pengukur
Tinggi Badan, Infus set dan cairan D 5 %, NaCl 0,9 %, obat – obatan sederhana dan
uterotonika, buku-buku pedoman KIA, KB dan pedoman kesehatan lainnya, inkubator
sederhana.
3. Memenuhi persyaratan rumah sehat, antara lain penyediaan air bersih, ventilasi cukup,
penerangan cukup, tersedianya sarana pembuangan air limbah, lingkungan pekarangan
bersih, ukuran minimal 3 x 4 m2.
4. Lokasi mudah dicapai dengan mudah oleh penduduk sekitarnya dan mudah dijangkau
oleh kendaraan roda 4.
5. Ada tempat untuk melakukan pertolongan persalinan dan perawatan postpartum minimal
1 tempat tidur.

Imunisasi

PROGRAM IMUNISASI
Imunisasi, Investasi Kesehatan Masa Depan

Imunisasi merupakan investasi kesehatan masa depan karena pencegahan


penyakit melalui imunisasi merupakan cara perlindungan terhadap infeksi yang paling efektif
dan jauh lebih murah dibanding mengobati seseorang apabila telah jatuh sakit dan harus
dirawat di rumah sakit.

Dengan imunisasi, anak akan terhindar dari penyakit infeksi berbahaya, maka mereka
memiliki kesempatan beraktifitas, bermain, belajar tanpa terganggu masalah kesehatan. Namun
demikian, sampai saat ini masih terdapat masalah-masalah dalam pemberian imunisasi, antara
lain pemahaman orang tua yang masih kurang pada sebagian masyarakat, mitos salah tentang
imunisasi, sampai jadwal imunisasi yang terlambat.

Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan kerja sama lebih erat lagi antara
masyarakat, orang tua, petugas kesehatan, pemerintah, LSM, maupun akademisi. “Keberhasilan
upaya imunisasi telah terbukti dapat menyelamatkan jiwa manusia dari penyakit infeksi berat
seperti polio, difteri, pertusis, tetanus, campak, hepatitis, dll.
”Data terakhir WHO, terdapat kematian balita sebesar 1,4 juta jiwa per tahun akibat
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, misalnya: batuk rejan 294.000 (20%), tetanus
198.000 (14%), campak 540.000 (38%). Di Indonesia sendiri, UNICEF mencatat sekitar 30.000-
40.000 anak di Indonesia setiap tahun meninggal karena serangan campak, ini berarti setiap dua
puluh menit seorang anak Indonesia meninggal karena campak."
Hambatan program imunisasi antara lain karena geografis negara Indonesia terdiri dari
pulau-pulau, ada yang sangat sulit dijangkau, sehingga pelayanan imunisasi tidak dapat
dilakukan setiap bulan, perlu upaya-upaya khusus di daerah dan pendekatan luar biasa pada
kawasan strategis, perkotaan, pedesaan dan khususnya kawasan terisolir untuk mencapai
sasaran, kemitraan dengan program kesehatan lainnya seperti pelayanan KIA (Kesehatan Ibu
dan Anak), gizi, UKS (Usaha Kesehatan Sekolah).  Khususnya hambatan yang berupa rumor dan
isu-isu negatif tentang imunisasi, maka kepada pihak profesional seperti dengan para petugas
medis lainnya yang memberi bantuannya untuk memberikan informasi bahwa vaksin yang
disediakan pemerintah aman, telah melalui tahapan-tahapan uji klinik dan izin edar dari BPOM.
Vaksin yang dipakai program imunisasi juga sudah mendapat pengakuan dari Badan
International WHO dan lolos PQ (praqualifikasi).
Terdapat beberapa hal yang menghalangi dilakukannya imunisasi pada bayi, antara lain
sulitnya menjangkau populasi yang tidak dapat terakses fasilitas kesehatan, menolak imunisasi,
imunisasi yang terlambat, imunisasi ulangan tidak diberikan, persepsi negatif terhadap
imunisasi, bahkan pemikiran bahwa imunisasi dapat menyebabkan efek samping berbahaya,
yang seharusnya orang tua lebih takut kepada penyakitnya daripada efek samping yang pada
umumnya ringan, kegagalan vaksin-vaksin baru dan karena takut pada keamanan imunisasi.

Hal yang penting diperhatikan adalah keteraturan dalam pemberian imunisasi. Jadwal
disesuaikan dengan kelompok umur yang paling banyak terjangkit penyakit tersebut. Hasil
beberapa penelitian melaporkan bahwa kadar kekebalan (antibodi) yang terbentuk pada bayi
lebih baik daripada anak yang lebih besar, maka sebagian besar vaksin diberikan pada umur
enam bulan pertama kehidupan. Beberapa jenis vaksin memerlukan pemberian ulangan setelah
umur satu tahun, untuk mempertahankan kadar antibodi dalam jangka waktu lama.
Imunisasi Anak Harus Diulang
Setelah diimunisasi, antibodi anak akan naik. Tapi suatu saat, antibodi itu akan turun
lagi. Pada saat antibodi turun atau hampir habis, harus diberikan imunisasi lagi agar antibodi
yang turun itu bisa naik kembali. Itulah mengapa, imunisasi ulangan sangat penting. Kalau tidak,
Antibodi dalam tubuh akan habis atau berkurang, sehingga kemungkinan anak terserang
penyakit akan lebih besar.
Sesuai jadwal
Tubuh memiliki ambang pencegahan terhadap serangan penyakit. Kadar antibodi bisa
dilihat atau diukur lewat pemeriksaan darah. Misalnya, DPT, diukur berapa titer antibodi difteri,
pertusis, dan tetanusnya. Seorang anak bisa tak terkena ketiga penyakit ini jika antibodinya lebih
dari ambang pencegahan. Antibodi ini harus dikejar lewat pemberian imunisasi.

Tentu saja pemberian imunisasi sebaiknya dilakukan sesuai jadwal. Biasanya dokter akan
memberikan jadwal imunisasi. "Jadwal itu bukan asal ditentukan, tapi memang dilihat dari
perjalanan penyakit." Jadi, kalau pemberiannya terlambat, hasilnya pun tak akan maksimal
sehingga anak tetap beresiko kena penyakit. Namun begitu, bukan berarti imunisasi lantas tak
perlu diberikan karena sudah kadung  terlambat. "Bagaimanapun telatnya, anak tetap harus
diberikan imunisasi.
Kendati hasilnya tak maksimal, paling tidak, dengan imunisasi ulangan tersebut,
antibodinya tak terlalu rendah, segera bawa anak ke dokter bila imunisasinya terlambat. Dokter
pun akan membuatkan jadwal ulang agar bisa secepatnya menyelesaikan jadwal imunisasi
tersebut, dengan persetujuan orang tua. Tapi harus ditaati!

Imunisasi anak yang harus diulang

Ada lima imunisasi dasar yang diberikan saat anak berusia 0-1 tahun, yaitu hepatitis B,
BCG, DPT, polio dan campak. Dari lima vaksin dasar ini, tiga vaksin harus diulang di usia batita,
yaitu DPT, polio dan campak. Sedangkan vaksin BCG dan hepatitis B cukup diberikan sekali di
usia bayi. "Vaksin BCG tak perlu diulang karena antibodi yang diperoleh tinggi terus, tak pernah
turun seumur hidup. Demikian pula vaksin hepatitis B, bisa bertahan lama, Khusus hepatitis B,
yang penting sebetulnya mencegah penularan dari ibu ke anak. Usia produktif wanita untuk
memiliki anak biasanya, berkisar pada usia 20 sampai 35 tahun. Usia produktif ini harus
dilindungi, yaitu dengan pemberian vaksin hepatitis B. Meskipun cuma diberikan sekali ketika si
anak perempuan berusia bayi, namun sudah cukup untuk melindunginya sampai usia
produktif nanti.

Sementara vaksin yang diulang, yaitu DPT, dilakukan setahun setelah DPT 3 karena setelah
setahun, antibodinya akan turun. "Jadi, harus digenjot lagi agar antibodinya bisa naik kembali."
DPT memang sangat penting karena antibodi yang dihasilkan tak bertahan lama. Demikian pula
polio, diulang setahun setelah polio 3 karena antibodinya akan turun setelah setahun.
Sedangkan campak diulang pada saat anak berusia 15-24 bulan. Pengulangan dilakukan lewat
imunisasi MMR (Measles, Mumps, Rubella), karena selain untuk mencegah campak (measles),
juga mencegah gondongan (mumps)  dan rubella.

Pengulangan vaksin MMR sangat penting agar ibu hamil terhindar dari serangan rubella.
Pasalnya, serangan rubella selagi hamil bisa menyebabkan bayi lahir cacat. Misalnya, tubuh
kecil, kelainan jantung, buta, tuli atau cacat lainnya sejak lahir. Bukan berarti vaksin rubella
hanya penting bagi anak perempuan saja, Anak lelaki juga penting karena dia akan menjadi
calon bapak. Bisa saja, calon bapak ini menjadi carrier atau pembawa penyakit. Dia tentu akan
menularkan kepada anaknya. 
Sementara gondongan (mumps), virusnya bisa masuk ke alat-alat reproduksi, baik testis
maupun ovum anak. "Bila anak sampai mengalami infeksi akibat virus gondongan, ia bisa
mandul kelak.
Masyarakat seringkali sangat khawatir akan efek samping imunisasi seperti pegal-pegal dan
demam daripada penyakitnya sendiri dan komplikasinya yang dapat menyebabkan kecacatan
dan kematian. Misalnya anak yang terkena campak akan mengalami demam tinggi yang
berpotensi menimbulkan kejang untuk anak yang mempunyai riwayat kejang demam dan dapat
mengalami radang paru atau radang otak sebagai komplikasi campak. Sedangkan beratnya
demam akibat imunisasi campak tidak seberapa apabila dibandingkan penyakitnya.

Reaksi samping imunisasi dapat disebabkan faktor penyimpanan yang kurang


memperhatikan sistem ‘rantai dingin’ (cold chain), cara menyuntiknya karena ada vaksin yang
harus disuntikkan ke dalam otot tapi ada juga yang ke lemak. Reaksi samping setelah imunisasi
dapat ditemukan reaksi umum (sistemik) seperti demam ringan setelah imunisasi DPT. Demam
itu sendiri adalah suatu reaksi tubuh ketika membentuk kekebalan. Untuk mengurangi demam
dan rasa tidak nyaman bisa diberikan obat penurun panas.

Imunisasi Dasar pada Bayi


Sesuai program imunisasi pemerintah, ada lima jenis imunisasi dasar yang wajib diberikan
kepada bayi usia 0-11 bulan, yaitu BCG, hepatitis B, DPT, polio dan campak. Adapun imunisasi
yang dianjurkan adalah MMR, Hib, tifoid, hepatitis A, varisela dan pneumokokus (IPD).

Berikut adalah lima imunisasi dasar yang wajib diberikan sejak bayi:
 Imunisasi BCG (Bacillus Calmette-Guerin) sekali untuk mencegah penyakit Tuberkulosis.
Diberikan segera setelah bayi lahir di tempat pelayanan kesehatan atau mulai 1 (satu)
bulan di Posyandu.
 Imunisasi Hepatitis B sekali  untuk mencegah penyakit Hepatitis B yang ditularkan dari
ibu ke bayi saat persalinan.
 Imunisasi DPT-HB 3 (tiga) kali untuk mencegah penyakit Difteri, Pertusis (batuk rejan),
Tetanus dan Hepatitis B. Imunisasi ini pertama kali diberikan saat bayi berusia 2 (dua)
bulan. Imunisasi berikutnya berjarak waktu 4 minggu. Pada saat ini pemberian imunisasi
DPT dan Hepatitis B dilakukan bersamaan dengan vaksin DPT-HB.
 Imunisasi polio untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit polio. Imunisasi Polio
diberikan 4 (empat) kali dengan jelang waktu (jarak) 4 minggu.
 Imunisasi campak untuk mencegah penyakit campak. Imunisasi campak
diberikan saat bayi berumur 9 bulan.
Efek samping Imunisasi
            Imunisasi kadang mengakibatkan efek samping. Ini adalah tanda baik yang membuktikan
vaksin betul-betul bekerja secara tepat. Efek samping yang biasa terjadi adalah sebagai berikut:
BCG: Setelah 2 minggu akan terjadi pembengkakan kecil dan merah di tempat suntikan. Setelah
2–3 minggu kemudian pembengkakan menjadi abses kecil dan kemudian menjadi luka dengan
garis tengah kurang lebih 10 mm. Luka akan sembuh sendiri dengan meninggalkan luka parut
kecil.

DPT: Kebanyakan bayi menderita panas pada sore hari setelah imunisasi DPT, tetapi panas akan
turun dan hilang dalam waktu 2 hari. Sebagian besar merasa nyeri, sakit, merah atau bengkak di
tempat suntikan. Keadaan ini tidak berbahaya dan tidak perlu mendapatkan pengobatan khusus,
dan akan sembuh sendiri. Bila gejala tersebut tidak timbul, tidak perlu diragukan bahwa
imunisasi tersebut tidak memberikan perlindungan, dan imunisasi tidak perlu diulang.

Polio: Jarang timbuk efek samping.

Campak: Anak mungkin panas, kadang disertai kemerahan 4–10 hari sesudah penyuntikan.

Hepatitis B: Belum pernah dilaporkan adanya efek samping.

Lima jenis imunisasi dasar yang wajib diberikan


1.    Tuberkulosis (TBC) 
Tuberkulosis (TBC) disebabkan bakteri Mycobacterium Tuberculosis dan ditularkan melalui
kontak antar manusia. Penyakit TBC paling sering menyerang paru-paru walaupun pada
sepertiga kasus menyerang organ tubuh lain. TBC juga salah satu penyakit tertua yang diketahui
menyerang manusia. Jika diterapi dengan benar, tuberkulosis yang disebabkan
kompleks MycobacteriumTuberculosis, yang peka terhadap obat, dapat disembuhkan. Tanpa
terapi, tuberkulosis akan mengakibatkan kematian dalam lima tahun pertama pada lebih dari
setengah kasus.
Indonesia berada dalam peringkat ketiga terburuk di dunia untuk jumlah penderita TBC. Setiap
tahun muncul 500 ribu kasus baru dan lebih dari 140 ribu lainnya meninggal. Seratus tahun yang
lalu, satu dari lima kematian di Amerika Serikat disebabkan tuberkulosis.

Tanggal 24 Maret diperingati dunia sebagai "Hari TBC" oleh sebab pada 24 Maret 1882 di Berlin,
Jerman, Robert Koch mempresentasikan hasil studi mengenai penyebab tuberkulosis yang
ditemukannya.

Penyebab

Penyebab TBC adalah bakteri kompleks Mycobacterium Tuberculosis. Mycobacteria termasuk


dalam famili Mycobacteriaceae dan termasuk dalam ordo Actinomycetales.
KompleksMycobacterium Tuberculosis meliputi M Tuberculosis, M Bovis, M Africanum, M Micro
ti, dan MCanettii. Dari beberapa kompleks tersebut, M Tuberculosis merupakan jenis terpenting
dan paling sering dijumpai.
 M. Tuberculosis berbentuk batang, berukuran panjang 5� dan lebar 3�, tidak membentuk
spora, dan termasuk bakteri aerob. Mycobacteria dapat diberi pewarnaan seperti bakteri
lainnya, misalnya dengan pewarnaan gram. Namun, sekali mycobacteria diberi warna oleh
pewarnaan gram, maka warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan asam. Oleh karena itu,
mycobacteria disebut Basil Tahan Asam atau BTA. Beberapa mikroorganisme lain yang juga
memiliki sifat tahan asam: Nocardia, Rhodococcus, Legionella Micdadei, dan
protozoa Isospora dan Cryptosporidium. Pada dinding sel mycobacteria, lemak berhubungan
dengan arabinogalaktan dan peptidoglikan di bawahnya. Struktur ini menurunkan permeabilitas
dinding sel, sehingga mengurangi efektivitas antibiotik. Lipoarabinomannan, suatu molekul lain
dalam dinding sel mycobacteria, berperan dalam interaksi antara inang dan patogen,
menjadikan M Tuberculosis dapat bertahan hidup di dalam makrofaga.

Penularan

Penularan bakteri TBC terjadi karena kontak dengan dahak atau menghirup titik-titik air dari
bersin atau batuk dari penderita tuberkulosis.

Gejala

Gejala utama tuberkulosis ialah batuk selama 3 minggu atau lebih, berdahak, dan biasanya
bercampur darah. Bisa juga nyeri dada, mata memerah, kehilangan nafsu makan, sesak napas,
demam, badan lemah, dan semakin kurus. Bila tuberkulosis tidak ditangani, bisa terjadi syok
hipovolemik atau sesak napas berat yang berujung kematian.
Pencegahan
            Pencegahan paling efektif terhadap TBC adalah dengan imunisasi (vaksinasi) BCG (Bacille
Calmette-Guerin). Vaksin BCG dibuat dari baksil TBC (Mycobacterium Bovis) yang dilemahkan
dengan dikulturkan di medium buatan selama bertahun-tahun. Vaksin BCG dapat mencegah
penularan bakteri TBC selama 15 tahun.
2.    Hepatitis B
            Penyakit hepatitis B disebabkan virus hepatitis B (VHB), anggota family Hepadnavirus.
Virus hepatitis B menyebabkan peradangan hati akut atau menahun, yang pada sebagian kasus
berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati. Hepatitis B mula-mula dikenal sebagai "serum
hepatitis" dan telah menjadi epidemi pada sebagian Asia dan Afrika. Hepatitis B telah menjadi
endemik di Tiongkok dan berbagai negara Asia.

Penyebab hepatitis ternyata tak semata-mata virus. Keracunan obat dan paparan berbagai
macam zat kimia seperti karbon tetraklorida, chlorpromazine, chloroform, arsen, fosfor, dan zat-
zat lain yang digunakan sebagai obat dalam industri modern, juga bisa menyebabkan hepatitis.
Zat-zat kimia ini mungkin saja tertelan, terhirup atau diserap melalui kulit penderita.
Menetralkan racun dalam darah adalah pekerjaan hati. Jika terlalu banyak zat kimia beracun
masuk ke dalam tubuh, hati bisa rusak sehingga tidak dapat lagi menetralkan racun-racun lain.

Diagnosis

Dibandingkan virus HIV, virus hepatitis B (HBV) seratus kali lebih ganas dan sepuluh kali lebih
menular (infectious). Kebanyakan gejala hepatitis B tidak jelas terlihat.
 Hepatitis B kronis merupakan penyakit nekroinflamasi kronis hati yang disebabkan infeksi virus
hepatitis B persisten. Hepatitis B kronis ditandai dengan HBsAg positif (>6 bulan) di dalam
serum, tingginya kadar HBV DNA dan berlangsungnya proses nekroinflamasi kronis
hati. Carrier HBsAg inaktif diartikan sebagai infeksi HBV persisten hati tanpa nekroinflamasi.
Sedangkan hepatitis B kronis eksaserbasi adalah keadaan klinis yang ditandai dengan
peningkatan intermiten ALT>10 kali batas atas nilai normal (BANN). Diagnosis infeksi hepatitis B
kronis didasarkan pada pemeriksaan serologi, petanda virologi, biokimiawi dan histologi. Secara
serologi, pemeriksaan yang dianjurkan untuk diagnosis dan evaluasi infeksi hepatitis B kronis
adalah : HBsAg, HBeAg, anti HBe dan HBV DNA. Pemeriksaan virologi, dilakukan untuk mengukur
jumlah HBV DNA serum, sangat penting karena dapat menggambarkan tingkat replikasi virus
hepatitis B. Pemeriksaan biokimiawi yang penting untuk menentukan keputusan terapi adalah
kadar ALT. Peningkatan kadar ALT menggambarkan adanya aktivitas nekroinflamasi. Oleh karena
itu, pemeriksaan ini dipertimbangkan sebagai prediksi gambaran histologi. Pasien dengan proses
nekroinflamasi menunjukkan kadar ALT lebih berat dibandingkan pada ALT normal. Pasien
dengan kadar ALT normal memiliki respon serologi kurang baik pada terapi antiviral. Oleh sebab
itu pasien dengan kadar ALT normal dipertimbangkan untuk tidak diterapi, kecuali bila hasil
pemeriksaan histologi menunjukkan proses nekroinflamasi aktif. Sedangkan tujuan pemeriksaan
histologi adalah untuk menilai tingkat kerusakan hati, menyisihkan diagnosis penyakit hati lain,
prognosis dan menentukan manajemen anti viral.

Gejala hepatitis B umumnya ringan. Gejala hepatitis B dapat berupa selera makan hilang, rasa
tidak enak di perut, mual sampai muntah, demam ringan, kadang-kadang disertai nyeri sendi
dan bengkak pada perut kanan atas. Setelah satu minggu akan timbul gejala utama seperti
bagian putih mata tampak kuning, kulit seluruh tubuh tampak kuning dan air seni berwarna
seperti teh.
 Ada 3 kemungkinan tanggapan kekebalan tubuh terhadap virus hepatitis B pasca periode akut.
Kemungkinan pertama, jika tanggapan kekebalan tubuh adekuat, maka akan terjadi
pembersihan virus hepatitis B, pasien sembuh. Kedua, jika tanggapan kekebalan tubuh lemah,
maka pasien tersebut akan menjadi carrier hepatitis B inaktif. Ketiga, jika tanggapan tubuh
bersifatintermediate (antara dua hal di atas), maka penyakit terus berkembang menjadi
hepatitis B kronis.

Penularan

Hepatitis B merupakan bentuk hepatitis yang lebih serius dibandingkan dengan jenis hepatitis
lainnya. Penderita hepatitis B bisa dari semua golongan umur.

Ada beberapa cara penularan virus hepatitis B:


 Secara vertikal, penularan terjadi dari ibu pengidap virus hepatitis B kepada bayi yang
dilahirkan, yaitu pada saat persalinan atau segera setelah persalinan.
 Secara horisontal, dapat terjadi akibat penggunaan alat suntik yang tercemar, tindik
telinga, tusuk jarum, transfusi darah, penggunaan pisau cukur dan sikat gigi secara
bersama-sama (Hanya jika penderita hepatitis B memiliki penyakit mulut (sariawan, gusi
berdarah, dll) atau luka yang mengeluarkan darah) serta hubungan seksual dengan
penderita hepatitis B.
Sebagai antisipasi, biasanya darah-darah dari pendonor dites terlebih dulu apakah reaktif
terhadap hepatitis, sipilis dan HIV.

Sesungguhnya, tidak semua yang positif hepatitis B perlu ditakuti. Dari hasil pemeriksaan darah,
dapat terungkap apakah ada riwayat pernah kena hepatitis B dan sekarang sudah kebal, atau
bahkan virus hepatitis B sudah tidak ada lagi. Bagi pasangan yang hendak menikah, dianjurkan
memeriksakan pasangannya untuk mencegah penularan hepatitis B.

Perawatan

Infeksi virus hepatitis B menyebabkan sel-sel hati mengalami kerusakan sehingga hati tidak
dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Umumnya, sel-sel hati dapat tumbuh kembali dengan
sisa sedikit kerusakan, tetapi penyembuhannya memerlukan waktu berbulan-bulan dengan diet
dan istirahat cukup.

Hepatitis B akut umumnya sembuh. Hanya 10% menjadi hepatitis B kronik (menahun) dan
berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati. Saat ini beberapa perawatan hepatitis B kronis
dapat meningkatkan kesempatan hidup bagi penderita hepatitis B. Perawatannya tersedia
dalam bentuk antiviral seperti lamivudine dan adefovir dan modulator sistem kebal seperti
Interferon Alfa (Uniferon).

Selain itu, ada juga pengobatan tradisional hepatitis B. Tumbuhan obat atau herbal yang
digunakan untuk mencegah dan membantu pengobatan hepatitis di antaranya mempunyai efek
hepatoprotektor, yaitu melindungi hati dari pengaruh zat toksik yang merusak sel hati, juga
bersifat anti radang, kolagogum dan khloretik, yaitu meningkatkan produksi empedu oleh hati.
Beberapa jenis tumbuhan obat untuk pengobatan hepatitis, antara lain temulawak, kunyit,
sambiloto, meniran, daun serut/mirten, jamur kayu/lingzhi, akar alang-alang, rumput mutiara,
pegagan, buah kacapiring, buah mengkudu, jombang.

Pencegahan
            Penularan virus hepatitis B dicegah dengan memelihara gaya hidup bersih sehat, misalnya
menghindari narkotika, tato, tintik badan, hubungan homoseksual, hubungan seks multi
partner. Selain itu, pencegahan paling efektif terhadap hepatitis B adalah dengan imunisasi
(vaksinasi) hepatitis B. Imunisasi hepatitis B dilakukan tiga kali, yaitu bulan pertama, dua bulan
dan enam bulan kemudian. Imunisasi hepatitis B dianjurkan bagi setiap orang dari semua
golongan umur. Kelompok yang paling membutuhkan imunisasi hepatitis B yaitu bayi baru lahir,
orang lanjut usia, petugas kesehatan, penderita penyakit kronis (seperti gagal ginjal, diabetes,
jantung koroner), pasangan yang hendak menikah, wanita pra kehamilan
3.    Vaksin DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus)

Difteri
Penyakit difteri disebabkan bakteri Corynebacterium Diphtheriae. Difteri mudah menular,
menyerang terutama saluran napas bagian atas, dengan gejala demam tinggi, pembengkakan
amandel (tonsil) dan terlihat selaput putih kotor yang makin lama makin membesar dan dapat
menutup jalan napas. Racun difteri dapat merusak otot jantung, berakibat gagal jantung.
Penularan bakteri difteri umumnya melalui udara (batuk/bersin). Selain itu, bakteri difteri dapat
menular melalui benda atau makanan yang terkontaminasi.

Pencegahan difteri paling efektif adalah dengan imunisasi bersamaan dengan tetanus dan
pertusis (vaksinasi DPT) sebanyak 3 kali sejak bayi berumur 2 bulan dengan selang penyuntikan
1-2 bulan. Pemberian imunisasi DPT akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit difteri,
pertusis dan tetanus. Efek samping imunisasi DPT yang mungkin timbul adalah demam, nyeri
dan bengkak pada permukaan kulit. Cara mengatasinya cukup diberikan obat penurun panas.
 Pertusis

Penyakit pertusis atau batuk rejan atau “Batuk Seratus Hari“ disebabkan bakteri Bordetella
Pertussis. Gejala pertusis khas yaitu batuk terus menerus, sukar berhenti, muka menjadi merah
atau kebiruan dan muntah kadang-kadang bercampur darah. Batuk pertusis diakhiri tarikan
napas panjang dan dalam dan berbunyi melengking.

Penularan bakteri pertusis umumnya melalui udara (batuk/bersin). Bakteri pertusis juga dapat
menular melalui benda atau makanan yang terkontaminasi. Pencegahan pertusis paling efektif
adalah dengan imunisasi bersamaan dengan tetanus dan difteri (vaksinasi DPT) sebanyak 3 kali
sejak bayi berumur 2 bulan dengan selang penyuntikan 1-2 bulan.

Tetanus

Penyakit tetanus berbahaya karena mempengaruhi sistem urat saraf dan otot. Gejala tetanus
diawali dengan kejang otot rahang (trismus atau kejang mulut), pembengkakan, rasa sakit dan
kejang di otot leher, bahu atau punggung. Kejang-kejang segera merambat ke otot perut, lengan
atas dan paha.

Neonatal tetanus umum terjadi pada bayi baru lahir. Neonatal tetanus menyerang bayi baru
lahir karena dilahirkan di tempat kotor dan tidak steril, terutama jika tali pusar terinfeksi.
Neonatal tetanus menyebabkan kematian bayi dan banyak terjadi di negara berkembang. Di
negara-negara maju, dimana kebersihan dan teknik melahirkan sudah maju, tingkat kematian
akibat neonatal tetanus dapat ditekan. Selain itu, antibodi dari ibu kepada jabang bayinya juga
mencegah neonatal tetanus.
Infeksi tetanus disebabkan bakteri Clostridium Tetani yang memproduksi toksin tetanospasmin.
Tetanospasmin menempel di area sekitar luka dan dibawa darah ke sistem saraf otak dan saraf
tulang belakang, sehingga terjadi gangguan urat saraf, terutama saraf yang mengirim pesan ke
otot. Infeksi tetanus terjadi karena luka terpotong, terbakar, maupun frostbite. Walaupun luka
kecil bukan berarti bakteri tetanus tidak dapat hidup di sana. Sering kali orang lalai, padahal luka
sekecil apapun dapat menjadi tempat bakteri tetanus berkembang biak.

Periode inkubasi tetanus terjadi dalam waktu 3-14 hari dengan gejala mulai timbul di hari
ketujuh. Gejala neonatal tetanus mulai pada dua minggu pertama kehidupan seorang bayi.
Walaupun tetanus berbahaya, jika cepat didiagnosa dan mendapat perawatan benar, penderita
tetanus dapat disembuhkan. Penyembuhan tetanus umumnya terjadi selama 4-6 minggu.
Tetanus dapat dicegah dengan pemberian imunisasi sebagai bagian vaksinasi DPT. Setelah lewat
masa kanak-kanak, imunisasi tetanus terus dilanjutkan walaupun telah dewasa, dengan vaksin
TT (Tetanus Toxoid). Dianjurkan imunisasi tetanus setiap interval 5 tahun: 25, 30, 35 dst. Wanita
hamil sebaiknya mendapat imunisasi tetanus dan melahirkan di tempat bersih dan steril.
4.    Poliomielitis (Polio)

Poliomielitis (polio) adalah penyakit paralisis (lumpuh) yang disebabkan virus polio. Virus
penyebab polio, poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut, menginfeksi saluran usus. Virus
polio dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat, menyebabkan
melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralisis).

Polio sudah dikenal sejak zaman pra-sejarah. Lukisan dinding di kuil-kuil Mesir kuno
menggambarkan orang-orang sehat dengan kaki layu berjalan dengan tongkat. Kaisar Romawi
Claudius terserang polio ketika masih kanak-kanak dan menjadi pincang seumur hidupnya.

Virus polio menyerang tanpa peringatan, merusak sistem saraf, menimbulkan kelumpuhan
permanen, biasanya pada kaki. Sejumlah besar penderita meninggal karena tidak dapat
menggerakkan otot pernapasan. Ketika polio menyerang Amerika selama dasawarsa seusai
Perang Dunia II, penyakit itu disebut ‘momok semua orang tua’, karena menyerang anak-anak
terutama yang berumur di bawah lima tahun. Di sana para orang tua tidak membolehkan anak
mereka keluar rumah. Gedung-gedung bioskop dikunci, kolam renang, sekolah dan bahkan
gereja tutup.

Virus Polio
Poliovirus adalah virus RNA kecil yang terdiri atas tiga strain berbeda dan amat menular. Virus
polio menyerang sistem saraf dan kelumpuhan dapat terjadi dalam hitungan jam. Polio
menyerang tanpa mengenal usia, lima puluh persen kasus polio terjadi pada anak berusia antara
3 hingga 5 tahun. Masa inkubasi polio dari gejala pertama berkisar dari 3 hingga 35 hari.

Promosi kesehatan

Aktivitas promosi kesehatan merupakan bagian dari program pemerintah yang ada


di bawah koordinasi Kementerian Kesehatan khususnya Direktorat Promosi
Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat. Terdapat petugas promosi
kesehatan yang ditempatkan di setiap puskesmas sebagai lembaga pelayanan
kesehatan yang berinteraksi langsung dengan tingkatan masyarakat.

Petugas promosi kesehatan dapat menjadi elemen penting dari kampanye gerakan


kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah. Hal ini disebabkan karena
petugas promosi kesehatan merupakan sosok yang berinteraksi langsung di
tingkatan masyarakat serta mengetahui kondisi di lapangan sebagai bagian dari
institusi puskesmas.

Program atau gerakan kesehatan yang dicanangkan oleh pemerintah merupakan


sebuah upaya untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Beberapa gerakan
seperti Gerakan Masyarakat Hidup Sehat atau Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat dapat menjadi sebuah sebuah gerakan yang sukses dengan
dukungan promosi kesehatan. 

Tujuan promosi kesehatan yang utama adalah memberikan informasi yang pada


tingkatan lebih lanjut dapat memicu kesadaran masyarakat mengenai program atau
gerakan yang tengah dicanangkan oleh pemerintah. Direktorat Promosi
Kesehatan menjadi bagian yang secara khusus membawahi segala
aktivitas promkes atau promosi kesehatan yang ditujukan bagi masyarakat luas.

Tujuan Pokok Promosi Kesehatan


Segala aktivitas promosi kesehatan memiliki tujuan memberikan informasi bagi
masyarakat terkait segala hal yang bertujuan pada peningkatan kualitas kesehatan;
baik itu kesehatan individu maupun masyarakat. 
Direktorat Promosi Kesehatan memiliki tugas pokok menyiapkan sekaligus melakukan
kegiatan – kegiatan promosi kesehatan dan melakukan penyebarluasan segala
bentuk informasi kesehatan serta melakukan pengembangan sumber daya kesehatan
hingga melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat pada bidang – bidang
kesehatan.

Secara singkat, petugas promosi kesehatan merupakan corong pemerintah dalam hal


ini Kementerian Kesehatan untuk menyampaikan segala macam informasi yang
berkaitan dengan kesehatan dengan tujuan pemberdayaan masyarakat dan
pengembangan sumber daya yang berkaitan dengan kesehatan.

Beberapa Fungsi Promosi Kesehatan


Selain menjadi corong pemerintah dalam hal promosi di bidang
kesehatan, program promosi kesehatan juga memiliki fungsi sebagai penyaring
informasi langsung dari tingkat masyarakat. Kegiatan promosi yang berlangsung di
tingkat masyarakat dapat menjadi sebuah media efektif untuk mengumpulkan data
dan informasi yang kemudian dapat diolah, dianalisis dan digunakan sebagai
informasi penunjang untuk merancang perencanaan dan pelaksanaan berbagai
macam program promosi kesehatan selanjutnya.

Tugas penting lain dari aktivitas promosi kesehatan adalah menjadi pembimbing


dan pengendali teknis kegiatan promosi kesehatan. Promosi ini dapat berupa
kegiatan lintas program, lintas sektoral ataupun melibatkan berbagai elemen
masyarakat, instansi pemerintah ataupun instansi swasta.

Beberapa Kegiatan Promosi Kesehatan Saat Ini

Pada saat ini terdapat beberapa materi promosi kesehatan yang tengah giat


disosialisasikan. Salah satu contoh promosi kesehatan yang tengah digaungkan
adalah program Indonesia Eliminasi Tuberkulosis pada tahun 2030. Tuberkulosis
merupakan salah satu penyakit menular yang sedianya telah berhasil dihilangkan dari
masyarakat. Kini aktivitas promosi kesehatan terkait eliminasi penyakit Tuberkulosis
telah melibatkan berbagai elemen masyarakat untuk memperoleh sinergi untuk hasil
terbaik.

Kegiatan promosi kesehatan masyarakat dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk;


bahkan dapat berupa anjuran dari pemerintah melalui instansi ataupun pejabat yang
berkaitan dengan bidang kesehatan. Seperti pesan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia, Prof. Dr. Dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M(K) yang mengajak masyarakat
Indonesia agar tidak Mager atau males gerak dengan menjalankan salah satu
aktivitas Program GERMAS yaitu Aktivitas Fisik.
Melakukan aktivitas fisik telah menjadi bagian dari banyak kampanye kesehatan dari
pemerintah; salah satunya sejak dicanangkannya Gerakan Masyarakat Hidup Sehat
dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Kedua gerakan tersebut memasukkan poin
melakukan antivitas fisik dalam bentuk kegiatan olahraga ataupun kegiatan bekerja
yang melibatkan aktivitas fisik.

Gaya hidup masyarakat modern yang minim aktivitas fisik hingga konsumsi makanan
dengan gizi kurang seimbang menjadi beberapa penyebab meningkatnya masalah
kesehatan berupa penyakit tidak menular. Aktivitas promosi kesehatan dari
Kementrian Kesehatan RI memasukkan poin ajakan melakukan aktivitas fisik
setidaknya 30 menit setiap hari untuk mengurangi stres dan merangsang otak agar
lebih bahagia dan santai.

Konsep Promosi Kesehatan

Ada berbagai konsep promosi kesehatan yang dapat dilibatkan dalam upaya


menyebarkan informasi dan menumbuhkan kesadaran masyarakat terkait
peningkatan kualitas kesehatan dan menjalani gaya hidup sehat. Aktivitas promosi
kesehatan di sekolah dapat menjadi bagian dari kegiatan menyebarkan informasi
dan menumbuhkan kesadaran masyarakat terkait pesan – pesan tertentu. Salah
satu promosi kesehatan yang dapat digulirkan di sekolah adalah ajakan untuk
meningkatkan konsumsi ikan. Terdapat beberapa pesan penting dari gerakan
tersebut yang berkaitan dengan gizi tinggi yang bisa diperoleh dari konsumsi ikan
dan tentu saja rasa yang enak.

Dalam konsep promosi kesehatan terdapat beberapa kegiatan yang bisa dilakukan


baik itu untuk promosi kesehatan di tempat kerja, promosi kesehatan di sekolah
ataupun promosi kesehatan di masyarakat. Dan berikut adalah kegiatan promosi
kesehatan.

Apa Saja Konsep Promosi Kesehatan?

 Menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)


 Cuci tangan pakai sabun (CTPS)
 Mengkonsumsi makanan sehat seperti buah dan sayur.
 Tidak membuang sampah sembarangan
 Melakukan kerja bakti untuk menciptakan lingkungan sehat
 Menggunakan pelayanan kesehatan.
 Menjalankan gaya hidup sehat bersama anggota keluarga.

Promosi Kesehatan Di Sekolah


Promosi kesehatan di sekolah menjadi langkah strategis dalam meningkatkan
kesehatan masyarakat. Hal tersebut karena promosi kesehatan melalui komunitas
sekolah cukup efektif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menjalankan
perilaku hidup bersih dan sehat. Usia sekolah sangat baik untuk memberikan edukasi
dan pemahaman mengenai Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS).

 Tujuan Promosi Kesehatan Di Sekolah


 Menciptakan siswa,guru dan masyarakat lingkungan sekolah untuk
menerapkan PHBS.
 Menciptakan lingkungan sekolah yang sehat, bersih dan nyaman.
 Mampu meningkatkan pendidikan di sekolah.
 Menciptakan pelayanan kesehatan di sekolah yang bisa dimanfaatkan dengan
baik
 Meningkatkan penerapan kebijakan sehat dan upaya di sekolah untuk
mempromosikan kesehatan.

Kegiatan  promosi kesehatan terkait meningkatkan konsumsi ikan ini juga dapat


digulirkan di tempat lain seperti fasilitas umum hingga kegiatan promosi kesehatan
di tempat kerja baik itu instansi pemerintah ataupun swasta. Ada cukup banyak
pesan yang dapat dikomunikasikan melalui promosi kesehatan ajakan
mengkonsumsi ikan, salah satunya adalah informasi mengenai manfaat konsumsi
ikan. Beberapa informasi penting dalam kaitan ajakan menambah jumlah konsumsi
ikan dapat berupa informasi mengenai fakta bahwa ikan merupakan sumber protein
dan vitamin yang baik.

Promosi Kesehatan Di Tempat Kerja


Upaya promosi kesehatan yang dilaksanakan di tempat kerja, selain bisa
mengatasi,memelihara, meningkatkan serta melindungi kesehatannya sendiri.
Dengan menerapkan promosi kesehatan di tempat kerja hal ini akan bisa
meningkatkan produktivitas kerja dan menciptakan lingkungan kerja yang sehat

Menerapkan promosi kesehatan di tempat kerja bisa memberikan dampak positif


terhadap lingkungan kerja dan masyarakat. Secara garis besar, promosi kesehatan di
tempat kerja adalah harus bisa memberikan perlindungan individu,baik didalam
ataupun diluar lingkungan tempat kerja untuk menciptakan proses kesehatan yang
berkelanjutan.

Tujuan Promosi Kesehatan Di Tempat Kerja

 Mampu menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat di tempat kerja


 Bisa menurunkan angka absensi tenaga kerja
 Mengurangi angka penyakit baik dalam lingkungan kerja atau diluar
lingkungan kerja
 Menciptakan lingkungan kerja yang sehat.

Sebagai sebuah program promosi kesehatan di tempat kerja dengan target orang


dewasa; beberapa poin seperti manfaat konsumsi ikan yang dapat mencegah
penuaan dini dan melemahnya ingatan serta menjaga kesehatan penglihatan dapat
diutamakan. Kini ada berbagai jenis media promosi kesehatan yang dimanfaatkan
untuk menyebar informasi dan menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang
meningkatkan kualitas kesehatan.
Puskesmas

Pusat Kesehatan Masyarakat atau yang lebih lazim kita kenal sebagai Puskesmas, merupakan
satuan fungsional terkecil unit pelayanan kesehatan masyarakat di tingkat wilayah. Menurut
keterangan Departemen Kesehatan RI, Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan
kesehatan di wilayah kerjanya. Sebagai penyelenggara pembangunan kesehatan, Puskesmas
bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan
masyarakat, yang ditinjau dari Sistem Kesehatan Nasional merupakan pelayanan kesehatan
tingkat pertama.

Puskesmas sendiri memiliki fungsi pokok sebagai: 1) pusat penggerak pembangunan


berwawasan kesehatan, 2) pusat pemberdayaan masyarakat dan keluarga dalam
pembangunan kesehatan ,dan 3) pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama. Dari fungsi
pokok tersebut kita bisa melihat bahwa Puskesmas memiliki peran yang amat sentral dalam
pembangunan sektor kesehatan Indonesia. Terlebih lagi, Puskesmas tersebar hampir di setiap
kecamatan di seluruh penjuru Indonesia, sudah semestinya Puskesmas menjadi poros utama
pembangunan kesehatan masyarakat Indonesia.

Dengan diterapkannya JKN sebagai sistem jaminan sosial kesehatan di Indonesia pada 2014
ini, Puskesmas memiliki peran yang lebih vital lagi. Paradigma sistem kesehatan Indonesia
yang mulai berangsur-angsur berubah, turut melambungkan strata Puskesmas menjadi lebih
tinggi dari sebelumnya. Kini, Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan primer, menjadi
pintu gerbang utama dalam pelayanan kesehatan, sehingga setiap kasus penyakit yang
dikeluhkan oleh pasien wajib ditangani terlebih dahulu secara komprehensif dan sesuai
kompetensinya dari tingkat yang paling dasar, sebelum beralih ke pelayanan sekunder
maupun tersier. Dengan begitu, penghamburan pembiayaan kesehatan di tingkat pelayanan
sekunder dan tersier bisa ditekan seoptimal mungkin.

Posisi strategis yang dimiliki oleh Puskesmas sebagai poros utama pembangunan kesehatan,
ternyata tidak melulu diiringi dengan kesiapan infrastruktur dan tenaga kesehatan yang
memadai. Diperkirakan hingga tahun 2010, kurang lebih 1600 Puskesmas di seluruh penjuru
Indonesia tidak memiliki dokter, padahal dokter merupakan kunci utama dalam terjaminnya
mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Dengan tidak tersedianya dokter di Puskesmas-
Puskesmas tersebut, apakah mutu pelayanan kesehatannya masih bisa terjamin?

Belum lagi masalah keterjangkauan dan akses menuju Puskesmas. Keterjangkauan


Puskesmas merupakan salah satu faktor yang penting dalam menunjang kesejahteraan
masyarakat di bidang kesehatan. Selain mudah dijangkau, Puskesmas juga seharusnya mudah
untuk menjangkau kelompok masyarakat yang dilayaninya. Namun sayangnya, tidak
meratanya pembangunan di Indonesia mengakibatkan masih adanya wilayah-wilayah yang
sulit terjangkau oleh pelayanan Puskesmas, begitupun masyarakat kesulitan untuk
menjangkaunya. Untuk itulah diperlukan sistem yang lebih mumpuni untuk mengatasi
keterbatasan ini.

Dalam pengertian umum, sistem adalah keterkaitan antara unsur-unsur/elemen yang saling
membangun dan menjalankan suatu proses kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Tanpa
elemen-elemen dasar tersebut, suatu sistem tidak akan bisa berjalan. Begitu pula jika salah
satu komponen rusak atau belum sempurna, maka kinerjanya terhambat, dan tujuan bisa tidak
tercapai.

Dalam Sistem Kesehatan Nasional, ada enam komponen penting yang menunjang
keberlangsungan kesehatan masyarakat Indonesia, yaitu: 1) upaya kesehatan, 2) pembiayaan
kesehatan, 3) sumber daya manusia kesehatan, 4) sediaan farmasi, alat kesehatan dan
makanan, 5) manajemen dan informasi kesehatan, dan 6) pemberdayaan masyarakat.

Puskesmas merupakan salah satu elemen kecil—tetapi penting—yang menunjang subsistem


pertama pada Sistem Kesehatan Nasional, upaya kesehatan. Jika fungsi dan kinerjanya tidak
dioptimalkan, maka akan timpanglah Sistem Kesehatan Nasional Indonesia ini.

Salah satu upaya untuk mengoptimalkan Sistem Kesehatan Nasional adalah dengan
melakukan revitalisasi Puskesmas dalam skala Nasional. Artinya, setiap Puskesmas di
seluruh penjuru Indonesia haruslah memiliki mutu yang terstandarisasi secara nasional, baik
dari segi infrastruktur, ketersediaan SDM, pelayanan, dan keterjangkauan, sehingga perannya
sebagai pintu gerbang pelayanan kesehatan tidak lagi termarjinalkan.

Alangkah lebih baiknya jika pemerintah mempertimbangkan revitalisasi Puskesmas ini


sebagai agenda utama dalam pembangunan kesehatan nasional, karena suatu rancangan
sistem sesempurna apapun—sebut saja JKN—tidak akan berjalan baik tanpa penyempurnaan
elemen-elemen kecilnya yang saling membangun satu sama lain, yaitu Puskesmas.

Dengan revitalisasi Puskesmas, masalah persebaran dokter di Indonesia bisa teratasi.


Keterbatasan akses dan infrastruktur menjadi salah satu masalah utama mengapa banyak
dokter tidak ingin ditempatkan di daerah perifer. Manusia modern, yang selalu hidup
berdampingan dengan kemudahan dan teknologi, akan sulit beradaptasi untuk hidup di
lingkungan yang serba terbatas. Begitu pula dokter, dengan segala keterbatasannya sebagai
manusia, Ia tidak akan bisa menempuh jarak ratusan mil dengan sebuah sampan hanya dalam
sepuluh menit. Ia tidak akan sanggup menegakkan diagnosis hanya dengan sebatang kayu,
lampu senter dan secarik kertas. Begitu pula pasien, dengan segala keterbatasan dan
kesakitannya, Ia tidak akan bisa bertahan hidup jika tabung yang seharusnya berisi oksigen
digantikan dengan pompa ban sepeda, atau tabung gas elpiji.

Puskesmas harus menjadi poros sentral dalam pembangunan kesehatan di Indonesia. Peran
masyarakat sangat penting dalam menyuarakan hal ini. Terlebih lagi pemerintah yang dengan
kedigdayaannya harus mampu membawa rakyat yang dipimpinnya menuju derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya, demi Bangsa dan Negara Indonesia yang lebih baik.[]

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Jump to navigationJump to search


Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS merupakan lembaga yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program jaminan sosial di Indonesia menurut Undang-undang Nomor 40
Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011. Sesuai Undang-undang Nomor 40
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, BPJS merupakan badan hukum nirlaba.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011, BPJS akan menggantikan sejumlah
lembaga jaminan sosial yang ada di Indonesia yaitu lembaga asuransi jaminan kesehatan PT
Askes Indonesia menjadi BPJS Kesehatan dan lembaga jaminan sosial ketenagakerjaan PT
Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan.[1] Transformasi PT Askes dan PT Jamsostek
menjadi BPJS dilakukan secara bertahap. Pada awal 2014, PT Askes akan menjadi BPJS
Kesehatan, selanjutnya pada 2015 giliran PT Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan. [2]
Lembaga ini bertanggung jawab terhadap Presiden. BPJS berkantor pusat di Jakarta, dan bisa
memiliki kantor perwakilan di tingkat provinsi serta kantor cabang di tingkat kabupaten kota.

Daftar isi

 1Kepesertaan Wajib
 2Dasar hukum
 3Sejarah pembentukan
 4Besaran iuran
 5Proses transformasi
 6Referensi
o 6.1Pranala luar

Kepesertaan Wajib[sunting | sunting sumber]


Setiap warga negara Indonesia dan warga asing yang sudah berdiam di Indonesia selama
minimal enam bulan wajib menjadi anggota BPJS. Ini sesuai pasal 14 UU BPJS. [3]
Setiap perusahaan wajib mendaftarkan pekerjanya sebagai anggota BPJS. Sedangkan orang
atau keluarga yang tidak bekerja pada perusahaan wajib mendaftarkan diri dan anggota
keluarganya pada BPJS. Setiap peserta BPJS akan ditarik iuran yang besarnya ditentukan
kemudian. Sedangkan bagi warga miskin, iuran BPJS ditanggung pemerintah melalui Program
Bantuan Iuran.
Menjadi peserta BPJS tidak hanya wajib bagi pekerja di sektor formal, namun juga pekerja
informal. Pekerja informal juga wajib menjadi anggota BPJS Kesehatan. Para pekerja wajib
mendaftarkan dirinya dan membayar iuran sesuai dengan tingkatan manfaat yang diinginkan.
Jaminan kesehatan secara universal diharapkan bisa dimulai secara bertahap pada 2014 dan
pada 2019, diharapkan seluruh warga Indonesia sudah memiliki jaminan kesehatan tersebut.
Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi menyatakan BPJS Kesehatan akan diupayakan untuk
menanggung segala jenis penyakit namun dengan melakukan upaya efisiensi. [4]

Dasar hukum[sunting | sunting sumber]


1. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Pasal
5 ayat (1) dan Pasal 52.

Sejarah pembentukan[sunting | sunting sumber]


Sejumlah fraksi di DPR dan pemerintah menginginkan agar BPJS II (BPJS Ketenagakerjaan)
bisa beroperasi selambat-lambatnya dilakukan 2016. Sebagian menginginkan 2014. Akhirnya
disepakati jalan tengah, BPJS II berlaku mulai Juli 2015. Rancangan Undang-undang tentang
BPJS pun akhirnya disahkan di DPR pada 28 Oktober 2011. [5]
Menteri Keuangan (saat itu) Agus Martowardojo mengatakan, pengelolaan dana sosial pada
kedua BPJS tetap perlu memerhatikan prinsip kehati-hatian. Untuk itu, pemerintah mengusulkan
dibuat katup pengaman jika terjadi krisis keuangan maupun kondisi tertentu yang memberatkan
kondisi perekonomian.[6]

Besaran iuran[sunting | sunting sumber]


Di tahap awal program BPJS kesehatan, pemerintah akan menggelontorkan dana Rp 15,9 triliun
dari APBN untuk menyubsidi asuransi kesehatan 86 juta warga miskin. [7]
Pada September 2012, pemerintah menyebutkan besaran iuran BPJS Kesehatan sebesar Rp22
ribu per orang per bulan. Setiap peserta BPJS nanti harus membayar iuran tersebut, kecuali
warga miskin yang akan ditanggung oleh pemerintah. [8].
Namun pada Maret 2013, Kementerian Keuangan dikabarkan memotong besaran iuran BPJS
menjadi Rp15,500, dengan alasan mempertimbangkan kondisi fiskal negara. [9]
Pemangkasan anggaran iuran BPJS itu mendapat protes dari pemerintah DKI Jakarta. DKI
Jakarta menganggap iuran Rp15 ribu per bulan per orang tidak cukup untuk membiayai
pengobatan warga miskin. Apalagi DKI Jakarta sempat mengalami kekisruhan saat
melaksanakan program Kartu Jakarta Sehat. DKI menginginkan agar iuran BPJS dinaikkan
menjadi Rp23 ribu rupiah per orang per bulan.[10]
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Dr. Zaenal Abidin menilai bahwa iuran untuk Penerima
Bantuan Iuran (PBI) sebesar Rp15.500 yang akan dibayarkan pemerintah itu belumlah angka
yang ideal untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang layak. IDI telah mengkaji besaran
iuran yang ideal berdasarkan pengalaman praktis dari PT Askes, dimana untuk golongan satu
sebesar Rp38.000.[11]
Sementara itu kalangan anggota DPR mendesak pemerintah agar menaikkan pagu iuran BPJS
menjadi sekitar Rp 27 ribu per orang per bulan. [12]
Direktur Konsultan Jaminan Sosial Martabat Dr. Asih Eka Putri, menilai bahwa rumusan iuran
JKN belum mampu menyertakan prinsip gotong-royong dan keadilan. Formula iuran juga belum
mampu mengoptimalkan mobilisasi dana publik untuk penguatan sistem kesehatan, khususnya
penyelenggaraan pelayanan kesehatan perorangan. [13]

Proses transformasi[sunting | sunting sumber]


Kementerian Sosial mengklaim Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang
berlaku pada awal 2014 akan menjadi program jaminan sosial terbaik dan terbesar di Asia. [14]
Namun pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional oleh BPJS pada 2014 diperkirakan
terkendala persiapan dan infrastruktur. Misalnya, jumlah kamar rumah sakit kelas III yang masih
kurang 123 ribu unit. Jumlah kamar rumah sakit kelas III saat ini tidak bisa menampung 29 juta
orang miskin. Kalangan DPR menilai BPJS Kesehatan belum siap beroperasi pada 2014
mendatang.[15]

JKN, Apa Bedanya dengan BPJS


Kesehatan?
Jika Anda telah mengenal asuransi kesehatan dan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial) seharusnya Anda juga harus mengenal JKN (Jaminan Kesehatan Nasional). Mengapa
demikian? Karena BPJS ini sebenarnya adalah bagian dari JKN. JKN yang mulai hadir pada
31 Desember 2013 ini sendiri merupakan program pemerintah yang memang harus diketahui
oleh para peserta BPJS Kesehatan. Maka jika Anda adalah peserta BPJS yang masih bingung
tentang JKN, maka Anda harus membaca informasi berikut ini.
1. Apa itu JKN? dan Apa Perbedaannya dengan BPJS Kesehatan?

BPJS Memiliki Hubungan Erat dengtan JKN via studentjob.co.id

JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) adalah program pelayanan kesehatan dari pemerintah
yang berwujud BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan dan sistemnya menggunakan
sistem asuransi. Dengan adanya JKN ini maka seluruh warga Indonesia berkesempatan besar
untuk memproteksi kesehatan mereka dengan lebih baik. Dengan hanya menyisihkan
sebagian kecil uangnya, maka mereka pun akan mampu menjadi peserta dan memperoleh
manfaatnya. Bagaimana dengan masyarakat tidak mampu? Untuk mereka juga tidak perlu
khawatir, karena semua rakyat miskin atau PBI (Penerima Bantuan Iuran) akan ditanggung
kesehatannya oleh pemerintah. Dari sini maka tidak ada alasan lagi bagi rakyat miskin untuk
memeriksa penyakitnya ke fasilitas kesehatan.
BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) sendiri adalah badan atau perusahaan asuransi
yang sebelumnya bernama PT Askes yang menyelenggarakan perlindungan kesehatan bagi
para pesertanya. Perlindungan kesehatan ini juga bisa didapat dari BPJS Ketenagakerjaan
yang merupakan transformasi dari Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja). Dari masing-
masing definisi ini maka bisa disimpulkan bahwa perbedaan diantara keduanya ini adalah
bahwa JKN merupakan nama programnya, sedangkan BPJS merupakan badan
penyelenggaranya yang kinerjanya nanti diawasi oleh DJSN (Dewan Jaminan Sosial
Nasional).
2. Siapa Saja yang Menjadi Peserta JKN?

Peserta JKN Adalah Semua Rakyat indonesia rsudliwa.com

Sesuai Undang-undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN), maka peserta JKN adalah seluruh masyarakat Indonesia. Kepesertaanya JKN sendiri
adalah bersifat wajib, tidak terkecuali juga masyarakat tidak mampu karena metode
pembiayaan kesehatan individu yang ditanggung pemerintah.
3. Berapa Iuran untuk Karyawan, PNS,
TNI/POLRI, Pedagang, Investor, Pemilik Usaha
atau Perusahaan atau Pihak yang Bukan
Penerima Bantuan Iuran ?

Pihak yang Tidak menerima Bantuan Iuran via pojokcenter07.org

Sesuai Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 jenis Iuran dibagi menjadi:
 Iuran Jaminan Kesehatan bagi penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah daerah
dibayar oleh Pemerintah Daerah (orang miskin dan tidak mampu).
 Iuran Jaminan Kesehatan bagi peserta Pekerja Penerima Upah (PNS, Anggota
TNI/POLRI, Pejabat Negara, Pegawai pemerintah non pegawai negeri dan pegawai swasta)
dibayar oleh Pemberi Kerja yang dipotong langsung dari gaji bulanan yang diterimanya.
 Pekerja Bukan Penerima Upah (pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri)
dan Peserta bukan Pekerja (investor, perusahaan, penerima pensiun, veteran, perintis
kemerdekaan, janda, duda, anak yatim piatu dari veteran atau perintis kemerdekaan) dibayar
oleh Peserta yang bersangkutan.
Untuk jumlah iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang terdiri atas
PNS, Anggota TNI, Anggota Polri, Pejabat Negara, dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai
Negeri maka akan dikenakan potongan sebesar 5 persen dari gaji atau Upah per bulan,
dengan ketentuan 3 persen dibayar oleh pemberi kerja, dan 2 persen dibayar oleh peserta.
Meski demikian, iuran tidak dipotong sebesar angka tersebut secara sekaligus. Karena
pemotongan ini akan dilakukan secara bertahap mulai 1 Januari 2014 hingga 30 Juni 2015
dengan ketentuan pemotongan 4 persen dari Gaji atau Upah per bulan dibayar oleh Pemberi
Kerja dan 0,5 persen dibayar oleh Peserta. Lalu pada 1 Juli 2015, pembayaran iuran 5 persen
dari Gaji atau Upah per bulan itu menjadi 4 persen dibayar oleh Pemberi Kerja dan 1 persen
oleh Peserta.
Sementara bagi peserta perorangan akan ditentukan ketentuan iuran sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhannya. Untuk saat ini sudah ditetapkan bahwa:
 Untuk mendapat fasilitas kelas I dikenai iuran Rp 59.500 per orang per bulan
 Untuk mendapat fasilitas kelas II dikenai iuran Rp 42.500 per orang per bulan
 Untuk mendapat fasilitas kelas III dikenai iuran Rp 25.500 per orang per bulan
Baca Juga: 8 Langkah Pencairan Jaminan Hari Tua BPJS
Ketenagakerjaan
4. Fasilitas Apa Saja yang Didapat Jika Ikut
JKN?

Fasilitas JKN via rskb-diponegoroduasatu.com

Untuk peserta PBI (Penerima Bantuan Iuran)


 Pekerja penerima upah ( PNS, Anggota TNI/POLRI, Pejabat Negara, Pegawai
Pemerintah non Pegawai Negeri dan Pegawai Swasta, akan mendapatkan pelayanan kelas I
dan II
 Pekerja bukan penerima upah (Pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri,
karyawan swasta) akan mendapatkan pelayanan kelas I, II dan III sesuai dengan premi dan
kelas perawatan yang dipilih.
 Bukan pekerja (investor, pemberi kerja, penerima pensiun, veteran, perintis
kemerdekaan serta janda, duda, anak yatim piatu dari veteran atau perintis kemerdekaan.
Termasuk juga wirausahawan, petani, nelayan, pembantu rumah tangga, pedagang keliling
dan sebagainya) bisa mendapatkan kelas layanan kesehatan I, II, dan III sesuai dengan premi
dan kelas perawatan yang dipilih.
Penerima Bantuan Iuran (PBI)
Penerima bantuan iuran dari pemerintah yang terdiri dari golongan fakir miskin dan
masyarakat tidak mampu maka mereka akan mendapatkan layanan kesehatan kelas III.
5. Manfaat dan Layanan Apa Saja yang Didapat
Peserta JKN?

Ada Manfaat yang Bisa Diterima via pusatpengobatan.com


 

Layaknya asuransi kesehatan, saat Anda akan mendaftarkan diri atau didaftarkan dalam
program JKN ini maka Anda akan mendapatkan beberapa manfaat yang mencakup pelayanan
pencegahan dan pengobatan termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai
dengan kebutuhan medis. Untuk pelayanan pencegahan (promotif dan preventif) sendiri
peserta JKN akan mendapatkan pelayanan berikut ini :
 Penyuluhan kesehatan, meliputi paling sedikit penyuluhan mengenai pengelolaan
faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat.
 Imunisasi dasar, meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri pertusis tetanus dan
Hepatitis B (DPT-HB), Polio dan Campak.
 Keluarga Berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi dan tubektomi
 Skrining kesehatan diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi risiko
penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu.
 Jenis penyakit kanker, bedah jantung, hingga dialisis (gagal ginjal).
Baca Juga: Prosedur Pembelian, Pengajuan Klaim, dan
Penutupan Polis Asuransi
6. Siapa yang Menjamin Program JKN
Berlangsung Baik Tanpa Korupsi?

Dijamin Agar Dananya Tidak Diselewengkan via wordpress.com

Dana JKN dari pemerintah yang sangat besar ini memang sangat rawan untuk diselewengkan.
Maka dari itu untuk menghindari hal ini, pengawasan terhadap JKN haruslah dilakukan
secara eksternal dan internal. Secara eksternal, pengawasan sudah dilakukan oleh DJSN
(Dewan Jaminan Sosial Nasional) dan Lembaga pengawas independen. Dan secara internal,
JKN ini akan diawasi oleh dewan pengawas satuan pengawas internal.
Bingung cari asuransi kesehatan terbaik dan termurah? Cermati punya solusinya!

Bandingkan Asuransi Kesehatan Terbaik!    

Manfaatkan Secara Maksimal


Seperti yang sudah disebutkan, peserta dari Jaminan Kesehatan Nasional adalah semua rakyat
Indonesia. Yang membedakannya adalah tingkat kemampuan ekonomi untuk menerima
manfaat mengingat ada iuran yang dipungut dalam program ini. Manfaatkan layanan dari
negara ini secara maksimal, juga jangan ragu bertanya bila ada segala sesuatu yang tidak
dimengerti kepada pihak penyelenggara JKN.

Jkn
Apa itu Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan?

Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan adalah kampanye berskala internasional yang
awalnya dimulai dari pertemuan perdana Women’s Global Leadership Institute pada tahun 1991 yang
disponsori oleh Center for Women’s Global Leadership. Para peserta dari kegiatan ini memilih tanggal 25
November yang merupakan Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan dan tanggal
10 Desember yang merupakan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional, untuk secara simbolik
menghubungkan kekerasan terhadap perempuan dan HAM, serta menekankan bahwa kekerasan terhadap
perempuan adalah suatu bentuk pelanggaran HAM. Dalam rentang waktu 16 hari ini juga terdapat
beberapa tanggal penting lainnya, seperti tanggal 29 November yang adalah Hari Internasional Pembela
HAM Perempuan, tanggal 1 Desember yang adalah Hari AIDS Sedunia, serta tanggal 6 Desember yang
adalah Hari Peringatan Pembantaian Montreal. (Untuk informasi lebih lanjut, lihat Tanggal-Tanggal
Penting yang ada di lampiran.)

Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan selama ini diperingati di sekeliling dunia oleh
semua individu maupun kelompok yang menggunakan kerangka hak asasi manusia untuk menyerukan
penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. Hal ini dilakukan dengan cara:

 meningkatkan kesadaran di tingkat lokal, nasional, regional dan internasional.


 memperkuat usaha yang dilakukan di tingkat lokal
 menghubungkan usaha yang dilakukan di tingkat lokal dengan usaha yang dilakukan di tingkat
global
 menyediakan forum untuk dialog dan saling berbagi strategi
 menekan pemerintah untuk menerapkan komitmen yang telah dibuat lewat instrumen hukum yang
ada di tingkat nasional maupun internasional
 mendemonstrasikan solidaritas antar para aktifis di sekeliling dunia

Apa itu kekerasan terhadap perempuan?


“Kekerasan terhadap perempuan mungkin merupakan suatu pelanggaran hak asasi manusia yang paling
memalukan dan juga paling umum terjadi. Kekerasan terhadap perempuan tidak mengenal batasan
geografis, budaya atau tingkat kesejahteraan. Selama kekerasan terhadap perempuan terus berlanjut, kita
tidak bisa berkata bahwa kita sudah mengalami kemajuan yang nyata dalam hal kesetaraan, pembangunan
dan perdamaian.”
Kofi Annan, mantan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa
“A World Free of Violence Against Women (Dunia yang Bebas dari Kekerasan Terhadap
Perempuan)”
Konferensi video Perserikatan Bangsa-Bangsa, 8 Maret 1999

Kekerasan terhadap perempuan merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang sering terjadi. Kekerasan
terhadap perempuan juga adalah suatu bentuk krisis kesehatan masyarakat, dan merupakan suatu
penghalang terhadap kesetaraan, pembangunan, keamanan dan perdamaian. Istilah “kekerasan terhadap
perempuan” dan “kekerasan berbasis gender” digunakan untuk mengacu pada serangkaian penganiayaan
yang dilakukan terhadap perempuan, yang berakar dari ketidaksetaraan gender dan rendahnya status
perempuan dibandingkan laki-laki. Pada tahun 1993, Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang
Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan mendefiniskan kekerasan terhadap perempuan sebagai
“Setiap tindak kekerasan berbasis gender yang yang berakibat atau mungkin berakibat pada kesengsaraan
atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual, atau psikologis, termasuk ancaman tindakan-tindakan
semacam itu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di
depan umum atau dalam kehidupan pribadi.” Definisi ini mencakup kekerasan yang terjadi di dalam
keluarga, di dalam masyarakat umum, dan kekerasan yang dilakukan atau yang dilanggengkan oleh
Negara. Bentuk-bentuk kekerasan berbasis gender termasuk tapi tidak hanya terbatas pada: kekerasan di
dalam rumah tangga, penganiayaan seksual, pemerkosaan, pelecehan seksual, perdagangan perempuan,
pelacuran paksa, dan praktek-praktek yang membahayakan. Selain itu, identitas perempuan yang beragam
dan saling bersilangan antara kelas sosial, ras, etnis, agama, keturunan, seksualitas dan status
kewarganegaraan bisa menjadi faktor-faktor yang meningkatkan subordinasi dan kerentanan perempuan
terhadap kekerasan. Diperkirakan ada satu dari tiga perempuan di seluruh dunia yang mengalami suatu
bentuk kekerasan berbasis gender di dalam hidupnya.1

Apa itu kerangka hak asasi manusia?


“Dengan menempatkan keprihatinan dan aspirasi perempuan di dalam paradigma hak asasi manusia, kita
telah mengajukan proposal yang tidak bisa disangkal: bahwa perempuan adalah manusia dan oleh karena
itu mereka menuntut dan memiliki hak terhadap hak-hak mendasar serta kebebasan yang ada di dalam diri
semua manusia.”
Florence Butegwa
“Women 2000: A Symposium on Future Directions for Women’s Human Rights”
(“Perempuan 2000: Simposium tentang Arah Hak Asasi Perempuan di Masa Depan”)
New York, Juni 2000

Menggunakan pendekatan berbasis HAM untuk melawan kekerasan terhadap perempuan adalah komponen
utama dari Kampanye 16 Hari. Para aktifis telah menggunakan kerangka HAM untuk mentransformasi
pengertian tentang kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia. Kerangka HAM menyatakan bahwa
perempuan memiliki hak terhadap perlindungan, pendukungan, dan pemenuhan hak asasi mereka sebagai
manusia. Kerangka HAM menyediakan bahasa dan alat penting untuk “mendefinisikan, menganalisa, dan
mengartikulasikan pengalaman kekerasan yang dialami perempuan, serta untuk menuntut penanggulangan
dengan cara-cara yang telah diakui oleh komunitas internasional.”2 Kekerasan terhadap perempuan tidak
bisa lagi hanya dianggap sebagai suatu urusan di ranah pribadi seseorang, dan Pemerintah dituntut untuk
memiliki akuntabilitas dalam menjunjung tinggi komitmen yang telah diambil lewat beberapa dokumen
dan perjanjian internasional yang ada di dalam sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pendekatan berbasis
HAM menyediakan kerangka umum yang menyatukan perempuan dengan berbagai latar belakang
pengalaman untuk bekerjasama dalam berbagai strategi-strategi kreatif untuk membawa perubahan.

Kerangka HAM telah digunakan oleh LSM di tingkat lokal, nasional, regional dan internasional untuk
mengokohkan usaha mereka di dalam melawan kekerasan terhadap perempuan. Sebagai suatu strategi,
kerangka HAM bisa dijelaskan di dalam tujuh prinsip berikut:3

1. Martabat: Inti dari HAM adalah perlindungan dan pemenuhan martabat manusia.
2. Bersifat universal: HAM bersifat universal. Ini tidak berarti bahwa semua orang mengalami
HAM secara merata. Bersifat universal artinya pemerintah dan masyarakat harus menjunjung
nilai-nilai moral dan etika tertentu yang berlaku di seluruh wilayah dunia ini.

1 Heise, L., M. Ellsberg dan M. Gottemoeller. 1999. Ending Violence Against Women (bahasa Indonesia:
Menghakhiri Kekerasan Terhadap Perempuan). Population Reports, Series L, No. 11. Baltimore: Johns
Hopkins University School of Public Health, Population Information Program.
2 Bunch, Charlotte. Diambil dari Mertus, J., N. Flowers dan M. Dutt. 1999. Local Action, Global Change:
Learning about the Human Rights of Women and Girls (bahasa Indonesia: Aksi Lokal, Perubahan Global:
Belajar tentang Hak Asasi Perempuan). UNIFEM dan Center for Women's Global Leadership, hal. V.
3. Kesetaraan dan anti diskriminasi: Deklarasi Universal HAM dan perjanjian HAM internasional
lainnya menyediakan hak dan tanggung jawab secara setara bagi perempuan dan laki-laki
berdasarkan kemanusiaan mereka, terlepas dari peran atau hubungan yang mereka miliki. Apabila
kekerasan terhadap perempuan tidak diakui sebagai pelanggaran HAM, maka secara kolektif
perempuan tidak dianggap sebagai manusia dan status kemanusiaan mereka yang mendasar tidak
diakui.
4. Tidak terpisah: Hak asasi perempuan harus dipenuhi secara utuh sebagai suatu kesatuan yang
tidak bisa dipisah-pisahkan, termasuk hak-hak politik, sosial, ekonomi, budaya dan hak-hak secara
kolektif lainnya. Hak-hak ini tidak bisa “diprioritaskan” atau dibagi berdasar “tingkatan” dimana
satu hak harus didahulukan dari hak-hak yang lainnya.
5. Keterkaitan: HAM harus diperhatikan di semua bidang kehidupan – di rumah, sekolah, tempat
kerja, pemilihan umum, pengadilan, dll. Pelanggaran terhadap HAM itu saling berkaitan; jadi
tidak terpenuhinya HAM di satu bidang tertentu mengindikasikan bahwa HAM di bidang lainnya
juga tidak terpenuhi. Di saat yang sama, pemenuhan HAM di satu bidang mendukung pemenuhan
HAM di bidang-bidang yang lainnya.
6. Tanggung jawab pemerintah: HAM bukanlah hadiah yang diberikan sesukanya oleh
pemerintah. Pemerintah juga tidak bisa memberikannya kepada sebagian orang, dan menahannya
dari orang lain. Apabila pemerintah melakukan hal ini, maka pemerintah harus dituntut
pertanggungjawabannya.
7. Tanggung jawab pribadi: Pemerintah bukan satu-satunya pelanggar hak asasi perempuan.
Perusahaan dan perorangan juga harus bertanggungjawab; serta nilai-nilai budaya dan tradisi
sosial yang merendahkan perempuan harus ditentang.

A. MALPRAKTIK

1. Pengertian

Malpraktek adalah kesalahan dalam menjalankan profesi sebagai dokter, dokter gigi, dokter hewan.
Malpraktek adalah akibat dari sikap tidak peduli, kelalaian, atau kurang keterampilan, kurang hati-hati
dalam melaksanakan tugas profesi, berupa pelanggaran yang disengaja, pelanggaran hukum atau
pelanggaran etika.

3 Dari Mertus, J., N. Flowers dan M. Dutt, 1999. pg. 3-4.


Sedangkan Veronica Komalawati menyebutkan malpraktek pada hakekatnya adalah kesalahan
dalam menjalankan profesi yang timbul akibat adanya kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan
dokter. Selanjutnya Herman Hediati Koeswadji menjelaskan bahwa malpraktek secara hafiah
diartikan sebagai bad practice atau praktik buruk yang berkaitan dengan penerapan ilmu dan
teknologi medik dalam menjalankan profesi medik yang mengandunf ciri-ciri khusus.

Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu berkonotasi yuridis. Secara
harfiah “mal” mempunyai arti “salah” sedangkan “praktek” mempunyai arti “pelaksanaan” atau
“tindakan”, sehingga malpraktek berarti “pelaksanaan atau tindakan yang salah”. Meskipun arti
harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk menyatakan adanya
tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi. Sedangkan difinisi malpraktek profesi
kesehatan adalah “kelalaian dari seseorang dokter atau tenaga keperawatan (perawat dan bidan)
untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat
pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran
dilingkungan yang sama” (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California,
1956)

Malpraktik Kedokteran adalah dokter atau orang yang ada di bawah perintahnya dengan sengaja atau
kelalaian melakukan perbuatan (aktif atau pasif) dalam praktik kedokteran pada pasiennya dalam
segala tingkatan yang melanggar standar profesi, standar prosedur, prinsip-prinsip profesional
kedokteran, atau dengan melanggar hukum (tanpa wewenang) karena tanpa informed consent, tanpa
SIP (Surat Ijin Praktik), atau tanpa STR (Surat Tanda Registrasi), tidak sesuai dengan kebutuhan
medis pasien, dengan menimbulkan (causal verband) kerugian bagi tubuh, kesehatan fisik, mental,
dan atau nyawa pasien sehingga membentuk pertanggungjawaban hukum bagi dokter.

Pasal 11 UU 6 /1963 tentang kesehatan menyatakan: dengan tidak mengurangi ketentuan dalam
KUHP dan UU lain terhadap tenaga kesehatan dapat dilakukan tindakan administrative dalam hal
sebagai berikut:

a. Melalaikan kewajiban

b.Melakukan suatu hal yang tidak boleh diperbuat oleh seorang tenaga kerja kesehatan mengingat
sumpah jabatan maupun mengingat sumpah sebagai tenaga kesehatan

c. Melanggar ketentuan menurut undang-undang ini.

Malpraktek secara umum, seperti disebutkan di atas, teori tentang kelalaian melibatkan lima elemen :
(1) tugas yang mestinya dikerjakan, (2) tugas yang dilalaikan, (3) kerugian yang ditimbulkan, (4)
Penyebabnya, dan (5) Antisipasi yang dilakukan.

2. Unsur Malpraktik

Terdiri dari 4 unsur yang harus ditetapkan untuk membuktikan bahwa malpraktek atau kelalaian telah
terjadi (Vestal.1995):
1.Kewajiban (duty): pada saat terjadinya cedera terkait dengan kewajibannya yaitu kewajiban
mempergunakan segala ilmu dan kepandaiannya untuk menyembuhkan atau setidak-tidaknya
meringankan beban penderitaan pasiennya berdasarkan standar profesi.

Contoh: :
Perawat rumah sakit bertanggung jawab untuk:

a. Pengkajian yang aktual bagi pasien yang ditugaskan untuk memberikan asuhan keperawatan.

b. Mengingat tanggung jawab asuhan keperawatan professional untuk mengubah kondisi klien.

c. Kompeten melaksanakan cara-cara yang aman untuk klien.

2.Breach of the duty (Tidak melasanakan kewajiban): pelanggaran terjadi sehubungan dengan


kewajibannya, artinya menyimpang dari apa yang seharusnya dilakukan menurut standar profesinya.

Contoh:

a. Gagal mencatat dan melaporkan apa yang dikaji dari pasien. Seperti tingkat kesadaran pada saat
masuk.

b. Kegagalan dalam memenuhi standar keperawatan yang ditetapkan sebagai kebijakan rumah sakit.

c. Gagal melaksanakan dan mendokumentasikan cara-cara pengamanan yang tepat (pengaman


tempat tidur, restrain, dll)

3. Proximate caused (sebab-akibat): pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan atau terkait


dengan cedera yang dialami klien.

Contoh:

Cedera yang terjadi secara langsung berhubungan dengan pelanggaran terhadap kewajiban perawat
terhadap pasien atau gagal menggunakan cara pengaman yang tepat yang menyebabkan klien jatuh
dan mengakibatkan fraktur.

4.Injury (Cedera) : sesorang mengalami cedera atau kerusakan yang dapat dituntut secara hukum.

Contoh: :

Fraktur panggul, nyeri, waktu rawat inap lama dan memerlukan rehabilitasi.

Dokter atau petugas kesehatan dikatakan melakukan malpraktek jika :

1. Kurang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan yang sudah berlaku umum
dikalangan profesi kesehatan.

2. Melakukan pelayanan kesehatan dibawah standar profesi.

3. Melakukan kelalaian berat atau memberikan pelayanan dengan ketidak hati-hatian.


4. Melakukan tindakan medic yang bertentangan dengan hokum.

Jika dokter hanya melakukan tindakan yang bertentangan dengan etik kedokteran, maka ia hanya
telah melakukan malpraktek etik. Untuk dapat menuntut penggantian kerugian karena kelalaian, maka
penggugat harus dapat membuktikan adanya 4 unsur berikut :

1. Adanya suatu kewajiban bagi dokter terhadap pasien.

2. Dokter telah melanggar standar pelayanan medic yang lazim digunakan.

3. Penggugat telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti ruginya.

4. Secara factual kerugian disebabkan oleh tindakan dibawah standar.

Kerugian ini kadang kala tidak memerlukan pembuktian dari pasien dengan diberlakukannya doktrin
les ipsa liquitur, yang berarti faktanya telah berbicara. Misalnya terdapatnya kain kassa yang
tertinggal dirongga perut pasien, sehingga menimbulkan komplikasi pasca bedah. Dalam hal ini maka
dokterlah yang harus membuktikan tidak adanya kelalaian dalam dirinya. Namun tetap saja ada
elemen yuridis yang harus dipenuhi untuk menyatakan telah terjadi malpraktek yaitu :

1.  Adanya tindakan dalam arti berbuat atau tidak berbuat. Tidak berbuat disini adalah mengabaikan
pasien dengan alasn tertentu seperti tidak ada biaya atau tidak ada penjaminannya.

2. Tindakan berupa tindakan medis, diagnosis, terapeutik dan manajemen kesehatan.

3. Dilakukan terhadap pasien.

4. Dilakukan secara melanggar hokum, kepatuhan, kesusilaan atau prinsip profesi lainnya.

5. Dilakukan dengan sengaja atau ketidak hati-hatian (lalai, ceroboh).

6. Mengakibatkan, salah tndak, ras sakit, luka, cacat, kerusakan tubuh, kematian dan kerugian
lainnya.

3. Jenis Malpraktik

Berpijak pada hakekat malpraktek adalan praktik yang buruk atau tidak sesuai dengan standar profesi
yang telah ditetepkan, maka ada bermacam-macam malpraktek yang dapat dipiah dengan
mendasarkan pada ketentuan hukum yang dilanggar, walaupun kadang kala sebutan malpraktek
secara langsung bisa mencakup dua atau lebih jenis malpraktek. Secara garis besar malprakltek
dibagi dalam dua golongan besar yaitu mal praktik medik (medical malpractice) yang biasanya juga
meliputi malpraktik etik (etichal malpractice) dan malpraktek yuridik (yuridical malpractice).
Sedangkan malpraktik yurudik dibagi menjadi tiga yaitu malpraktik perdata (civil malpractice),
malpraktik pidana (criminal malpractice) dan malpraktek administrasi Negara
(administrative malpractice).
1. Malpraktik Medik (medical malpractice)

John.D.Blum merumuskan: Medical malpractice is a form of professional negligence in whice


miserable injury occurs to a plaintiff patient as the direct result of an act or omission by defendant
practitioner. (malpraktik medik merupakan bentuk kelalaian professional yang menyebabkan
terjadinya luka berat pada pasien / penggugat sebagai akibat langsung dari perbuatan ataupun
pembiaran oleh dokter/terguguat).

Sedangkan rumusan yang berlaku di dunia kedokteran adalah Professional misconduct or lack of


ordinary skill in the performance of professional act, a practitioner is liable for demage or injuries
caused by malpractice. (Malpraktek adalah perbuatan yang tidak benar dari suatu profesi atau
kurangnya kemampuan dasar dalam melaksanakan pekerjaan. Seorang dokter bertanggung jawab
atas terjadinya kerugian atau luka yang disebabkan karena malpraktik), sedangkan junus hanafiah
merumuskan malpraktik medik adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan tingkat
keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang
yang terluka menurut lingkungan yang sama.

2. Malpraktik Etik (ethical malpractice)

Malpraktik etik adalah tindakan dokter yang bertentangan dengan etika kedokteran, sebagaimana
yang diatur dalam kode etik kedokteran Indonesia yang merupakan seperangkat standar etika,
prinsip, aturan, norma yang berlaku untuk dokter.

3. Malpraktik Yuridis (juridical malpractice)

Malpraktik yuridik adalah pelanggaran ataupun kelalaian dalam pelaksanaan profesi kedokteran yang
melanggar ketentuan hukum positif yang berlaku.

Malpraktik Yuridik meliputi:

a. Malpraktik Perdata (Civil Malpractice)

Malpraktik perdata terjadi jika dokter tidak melakukan kewajiban (ingkar janji) yaitu tidak memberikan
prestasinya sebagaimana yang telah disepakati. Tindakan dokter yang dapat dikatagorikan sebagai
melpraktik perdata antara lain :

a. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatan wajib dilakukan

b. Melakukan apa yang disepakati dilakukan tapi tidak sempurna

c. Melakukan apa yang disepakati tetapi terlambat

d. Melakukan apa yang menurut kesepakatan tidak seharusnya dilakukan

b. Malpraktik Pidana (criminal malpractice)


Malpraktik pidana terjadi, jika perbuatan yang dilakukan maupun tidak dilakukan memenuhi rumusan
undang-undang hukum pidana. Perbuatan tersebut dapat berupa perbuatan positif (melakukan
sesuatu) maupun negative (tidak melakukan sesuatu) yang merupakan perbuatan tercela (actus
reus), dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) berupa kesengajaan atau kelalauian.
Contoh malpraktik pidana dengan sengaja adalah :

a. Melakukan aborsi tanpa tindakan medik

b. Mengungkapkan rahasia kedokteran dengan sengaja

c. Tidak memberikan pertolongan kepada seseorang yang dalam keadaan      darurat

d. Membuat surat keterangan dokter yang isinya tidak benar

e. Membuat visum et repertum tidak benar

f. Memberikan keterangan yang tidak benar di pengadilan dalan kapasitasnya sebagai ahli

Contoh malpraktik pidana karena kelalaian:

a. Kurang hati-hati sehingga menyebabkan gunting tertinggal diperut

b. Kurang hati-hati sehingga menyebabkan pasien luka berat atau meninggal

c. Malpraktik Administrasi Negara (administrative malpractice)

Malpraktik administrasi terjadi jika dokter menjalankan profesinya tidak mengindahkan ketentuan-
ketentuan hukum administrasi Negara. Misalnya:

a. Menjalankan praktik kedokteran tanpa ijin

b. Menjalankan praktik kedokteran tidak sesuai dengan kewenangannya

c. Melakukan praktik kedokteran dengan ijin yang sudah kadalwarsa.

d. Tidak membuat rekam medik.

4. Upaya Pencegahan Malpraktik

Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis karena adanya
malpraktek diharapkan tenaga dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni:

a. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena perjanjian berbentuk
daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan berhasil (resultaat verbintenis).
b. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.

c. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.

d. Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.

e.  Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala kebutuhannya.

f. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitarnya.

5. Penanganan Malpraktik

Sistem hukum di Indonesia yang salah satu komponennya adalah hukum substantive, diantaranya
hukum pidana, hukum perdata dan hukum administrasi tidak mengenal bangunan hukum
“malpraktek”.

Sebagai profesi, sudah saatnya para dokter mempunyai peraturan hukum yang dapat dijadikan
pedoman bagi mereka dalam menjalankan profesinya dan sedapat mungkin untuk menghindari
pelanggaran etika kedokteran.

Keterkaitan antara pelbagai kaidah yang mengatur perilaku dokter, merupakan bidang hukum baru
dalam ilmu hukum yang sampai saat ini belum diatur secara khusus. Padahal hukum pidana atau
hukum perdata yang merupakan hukum positif yang berlaku di Indonesia saat ini tidak seluruhnya
tepat bila diterapkan pada dokter yang melakukan pelanggaran. Bidang hukum baru inilah yang
berkembang di Indonesia dengan sebutan Hukum Kedokteran, bahkan dalam arti yang lebih luas
dikenal dengan istilah Hukum Kesehatan.

Istilah hukum kedokteran mula-mula diunakan sebagai terjemahan dari Health Law yang digunakan
oleh World Health Organization. Kemudian Health Law diterjemahkan dengan hukum kesehatan,
sedangkan istilah hukum kedokteran kemudian digunakan sebagai bagian dari hukum kesehatan
yang semula disebut hukum medik sebagai terjemahan dari medic law.
Sejak World Congress ke VI pada bulan agustus 1982, hukum kesehatan berkembang pesat di
Indonesia. Atas prakarsa sejumlah dokter dan sarjana hukum pada tanggal 1 Nopember 1982
dibentuk Kelompok Studi Hukum Kedokteran di Indonesia dengan tujuan mempelajari kemungkinan
dikembangkannya Medical Law di Indonesia. Namun sampai saat ini, Medical Law masih belum
muncul dalam bentuk modifikasi tersendiri. Setiap ada persoalan yang menyangkut medical law
penanganannya masih mengacu kepada Hukum Kesehatan Indonesia yang berupa Undang-Undang
No. 36 Tahun 2009, KUHP dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kalau ditinjau dari budaya
hukum Indonesia, malpraktek merupakan sesuatu yang asing karena batasan pengertian malpraktek
yang diketahui dan dikenal oleh kalangan medis (kedokteran) dan hukum berasal dari alam pemikiran
barat. Untuk itu masih perlu ada pengkajian secara khusus guna memperoleh suatu rumusan
pengertian dan batasan istilah malpraktek medik yang khas Indonesia (bila memang diperlukan
sejauh itu) yakni sebagai hasil oleh piker bangsa Indonesia dengan berlandaskan budaya bangsa
yang kemudian dapat diterima sebagai budaya hukum (legal culture) yang sesuai dengan system
kesehatan nasional.
Dari penjelasan ini maka kita bisa menyimpulkan bahwa permasalahan malpraktek di Indonesia dapat
ditempuh melalui 2 jalur, yaitu jalur litigasi (peradilan) dan jalur non litigasi (diluar peradilan).

Untuk penanganan bukti-bukti hukum tentang kesalahan atau kealpaan atau kelalaian dokter dalam
melaksanakan profesinya dan cara penyelesaiannya banyak kendala yuridis yang dijumpai dalam
pembuktian kesalahan atau kelalaian tersebut. Masalah ini berkait dengan masalah kelalaian atau
kesalahan yang dilakukan oleh orang pada umumnya sebagai anggota masyarakat, sebagai
penanggung jawab hak dan kewajiban menurut ketentuan yang berlaku bagi profesi. Oleh karena
menyangkut 2 (dua) disiplin ilmu yang berbeda maka metode pendekatan yang digunakan dalam
mencari jalan keluar bagi masalah ini adalah dengan cara pendekatan terhadap masalah medik
melalui hukum. Untuk itu berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Repiblik Indonesia (SEMA RI)
tahun 1982, dianjurkan agar kasus-kasus yang menyangkut dokter atau tenaga kesehatan lainnya
seyogyanya tidak langsung diproses melalui jalur hukum, tetapi dimintakan pendapat terlebih dahulu
kepada Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK).

Majelis Kehormatan Etika Kedokteran merupakan sebuah badan di dalam struktur organisasi profesi
Ikatan Dokter Indonesia (IDI). MKEK ini akan menentukan kasus yang terjadi merpuakan pelanggaran
etika ataukah pelanggaran hukum.

Pada tanggal 10 Agustus 1995 telah ditetapkan Keputusan Presiden No. 56/1995 tentang Majelis
Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) yang bertugas menentukan ada atau tidaknya kesalahan atau
kelalaian dokter dalam menjalankan tanggung jawab profesinya. Lembaga ini bersifat otonom,
mandiri dan non structural yang keanggotaannya terdiri dari unsur Sarjana Hukum, Ahli Kesehatan
yang mewakili organisasi profesi dibidang kesehatan, Ahli Agama, Ahli Psikologi, Ahli Sosiologi. Bila
dibandingkan dengan MKEK, ketentuan yang dilakukan oleh MDTK dapat diharapkan lebih obyektif,
karena anggota dari MKEK hanya terdiri dari para dokter yang terikat kepada sumpah jabatannya
sehingga cenderung untuk bertindak sepihak dan membela teman sejawatnya yang seprofesi.
Akibatnya pasien tidak akan merasa puas karena MKEK dianggap melindungi kepentingan dokter
saja dan kurang memikirkan kepentingan pasien.

B. INFORMED CHOICE

Informed choice berarti membuat pilihan setelah mendapatkan penjelasan tentang alternatif asuhan
yang akan dialaminya, pilihan (choice) harus dibedakan dari persetujuan (concent). Persetujuan
penting dari sudut pandang bidan, karena itu berkaitan dengan aspek hukum yang memberikan
otoritas untuk semua prosedur yang dilakukan oleh bidan. Sedangkan pilihan (choice) lebih penting
dari sudut pandang wanita (pasien)sebagai konsumen penerima jasa asuhan kebidanan.

Tujuannya adalah untuk mendorong wanita memilih asuhannya. Peran bidan tidak hanya membuat
asuhan dalam manajemen asuhan kebidanan tetapi juga menjamin bahwa hak wanita untuk memilih
asuhan dan keinginannya terpenuhi. Hal ini sejalan dengan kode etik internasional bidan yang
dinyatakan oleh ICM 1993, bahwa bidan harus menghormati hak wanita setelah mendapatkan
penjelasan dan mendorong wanita untuk menerima tanggung jawab untuk hasil dari pilihannya.

Rekomendasi

1)      Bidan harus terus meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam berbagai aspek agar
dapat membuat keputusan klinis dan secara teoritis agar dapat memberikan pelayanan yang aman
dan dapat memuaskan kliennya

2)      Bidan wajib memberikan informasi secara rinci dan jujur dalam bentuk yang dapat dimengerti
oleh wanita dengan menggunakan media laternatif dan penerjemah, kalau perlu dalam bentuk tatap
muka secara langsung

3)      Bidan dan petugas kesehatan lainnya perlu belajar untuk membantu wanita melatih diri dalam
menggunakan haknya dan menerima tanggung jawab untuk keputusan yang mereka ambil sendiri
4)      Dengan berfokus pada asuhan yang berpusat pada wanita dan berdasarkan fakta, diharapkan
bahwa konflik dapat ditekan serendah mungkin

5)      Tidak perlu takut akan konflik tapi menganggapnya sebagai suatu kesempatan untuk saling
memberi dan mungkin suatu penilaian ulang yang objektif, bermitra dengan wanita dari sistem
asuhan dan suatu tekanan positif.

Bentuk pilihan (choice) yang ada dalam asuhan kebidanan

Ada beberapa jenis pelayanan kebidanan yang dapat dipilih oleh pasien antara lain :

1)      Gaya, bentuk pemeriksaan antenatal dan pemeriksaan laboratorium/screaning antenatal

2)      Tempat bersalin (rumah, polindes, RB, RSB, atau RS) dan kelas perawatan di RS

3)      Masuk kamar bersalin pada tahap awal persalinan

4)      Pendampingan waktu bersalin

5)      Clisma dan cukur daerah pubis

6)      Metode monitor denyut jantung janin

7)      Percepatan persalinan

8)      Diet selama proses persalinan

9)      Mobilisasi selama proses persalinan

10)   Pemakaian obat pengurang rasa sakit

11)   Pemecahan ketuban secara rutin

12)   Posisi ketika bersalin

13)   Episiotomi

14)   Penolong persalinan

15)   Keterlibatan suami waktu bersalin, misalnya pemotongan tali pusat

16)   Cara memberikan minuman bayi

17)   Metode pengontrolan kesuburan


C. INFORMED CONCENT

Informed concent bukan hal yang baru dalam bidang pelayanan kesehatan. Informed concent telah
diakui sebagai langkah yang paling penting untuk mencegah terjadinya konflik dalam masalah etik.

Informed concent berasal dari dua kata, yaitu informed (telah mendapat penjelasan/ keterangan/
informasi) dan concent (memberikan persetujuan/ mengizinkan. Informed concent adalah suatu
persetujuan yang diberikan setelah mendapatkan informasi.

Menurut Veronika Komalawati  pengertian informed concent adalah suatu kesepakatan/persetujuan


pasien atas upaya medis yang akan dilakukan dokter terhadap dirinya setelah pasien mendapatkan
informasi dari dokter mengenai upaya medis yang dapat dilakukan untuk menolong dirinya disertai
informasi mengenai segala resiko yang mungkin terjadi.

Dalam PERMENKES no 585 tahun 1989 (pasal 1)

Informed concent ditafsirkan sebagai persetujuan tindakan medis adalah persetujuan yang diberikan
pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang dilakukan terhadap
pasien tersebut.

Langkah-langkah pencegahan masalah etik

Dalam pencegahan konflik etik dikenal ada 4, yang urutannya adalah sebagai berikut

1)      Informed concent

2)      Negosiasi

3)      Persuasi

4)      Komite etik

Informed concent merupakan butir yang paling penting, kalau informed concent gagal, maka butir
selanjutnya perlu dipergunakan secara berurutan sesuasi dengan kebutuhan.

Informed concent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien/walinya yang berhak terhadap bidan
untuk melakukan suatu tindakan kebidanan terhadap pasien sesudah memperoleh informasi lengkap
dan yang dipahaminya mengenai tindakan itu.

Menurut Culver and Gert, ada 4 komponen yang harus dipahami pada suatu consent :

1. Sukarela (volunteriness)

Sukarela mengandung makna bahwa pilihan yang dibuat atas dasar sukarela tanpa ada unsur
paksaan didasari informasi dan kompetensi, sehingga pelaksanaan sukarela harus memenuhi unsur
informasi yang diberikan sejelas-jelasnya.
2. Informasi (Information)

Jika pasien tidak tahu, sulit untuk didapat mendeskripsikan keputusan. Dalam berbagai kode etik
pelayanan kessehatan bahwa informasi yang lengkap dibutuhkan agar mampu membuat keputusan
yang tepat. Kurangnya informasi atau diskusi tentang risiko, efek samping tindakan, akan membuat
pasien sulit mengambil keputusan, bahkan ada rasa cemas dan bingung.

3. Kompetensi (competence)

Kompetensi bermakna suatu pemahaman bahwa seseorang membutuhkan sesuatu hal untuk mampu
membuat keputusan dengan tepat, juga membutuhkan banyak informasi.

4. Keputusan (decision)

Pengambilan keputusan merupakan suatu proses, yang merupakan persetujuan tanpa refleksi.
Pembuatan keputusan merupakan tahap terakhir proses pemberian persetujuan. Keputusan
penolakan pasien terhadap suatu tindakan harus divalidasi lagi apakah karena pasien kurang
kompetensi. Jika pasien menerima suatu tindakan, beritahulah juga prosedur tindakan dan buatlah
senyaman mungkin.

Salah satu factor yang mendorong perlunya informed consent karena pasien mempunyai kesadaran
akan hak mutlak atas tubuhnya dan hak untuk menentukan atas diri sendiri.

Dasar hukum informed consent :

Dasar hukum informed consent telah dirangkum dalam UU Kesehatan No 36/ 2009

1. BAB V pasal 24 ayat (1) :

Tenaga kesehatan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 23 harus memenuhi ketentuan kode
etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar kesehatan, dan standar prosedur
operasional

2. BAB XX (ketentuan pidana)

PASAL 190

(1) : pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan yang melakukan prakrik atau
pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan
pertama terhadap pasien yang dlm keadaan gawat darurat sebagai mana yang dimaksud dlm pasal
32ayat 2 atau pasal 85 ayat 2 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau dan denda
paling banyak 200.000.000

(2) : dalam hal perbuatan sebagai mana di maksud pada ayat 1 mengakibatkan terjadinya kecacatan
atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan tersebut dipidana dg
pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 1M
Pasal 191

Setiap orang yang tanpa izin melakukan praktek pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan
alat dan tekhnologi sebagai mana yang dimaksud dalam pasal 60 ayat 1 sehingga mengakibatkan
kerugian harta benda, luka berat atau kematian dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun
dan denda paling banyak 100.000.000 (seratus juta rupiah).

Pasal 192

Setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh dengan dalih
apapun sebagaimana dimaksud dalam pasal 64 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama
10 tahun dan denda paling banyak 1M

Pasal 193

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan bedah plastic dan rekontruksi untuk tujuan mengubah
identitas seseorang sebagai mana yang dimaksud dalam pasal 69 diancam dengan pidana penjara
paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 1M

Pasal 194 :

Setiap orang yg dg sengaja melakukan aborsi tidak sesuai  dg ketentuan sbagaimana di maksud dlm
pasal 75 ayat 2 di pidana dg pidana penjara paling lama 10 tahun atau denda paling banyak 1M

Pasal 195

Setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan darah dengan dalih apapun sebagai mana
dimaksud dalam pasal 90 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda
paling banyak 500.000.000

Pasal 196 :

Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau
persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan dan mutu sebagaimana yang di maksud dalam
Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) di pidanda dg penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak
1M

Pasal 197 :

Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan atau alat
kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak 1,5M

Pasal 198 :
Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian
sebagaimana yang dimaksud dalam pasalb 108 dipidana dengan pidana denda paling banyak
100.000.000

Pasal 200 ;

Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian ASI eklusif sebagaimana
dimaksud dalam pasal 128 ayat (2) di pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling banyak
100.000.000

Pasal 201

(1) dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 190 ayat (1), pasal 191, pasal
192,196,197,198,199 dan 200 dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap
pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan
pemberatan 3 kali dari pidana denda sebagai mana dimaksud dalam pasal 190 ayat (1), pasal 191,
pasal 192,196,197,198,199 dan 200.

(2) selain pidana denda sebagaimana dimaksud pda ayat 1, korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan
berupa :

a. pencabutan izin usaha; dan/atau

b. pencabutan status badan hukum

3. secara hukum informed consent berlaku sejak 1981, PP No. 8 tahun 1981.

4. informed consent dikukuhkan menjadi lembaga hukum, yaitu dengan diundangkannya PerMenKes


No. 585 tahun 1989 tentang persetujuan  tindakan medic, dalam Bab I, Ketentuan Umum, Pasal 1 (a)
menetapkan Informed Consent; Persetujuan tindakan medic adalah persetujuan yang diberikan oleh
pasien/ keluarganya atas dasr penjelasan mengenai tindakan medic yang akan dilakukan  terhadap
pasien tersebut.

Apakah informed consent?

1. Persetujuan yag diberikan pasien/ walinya yang berhak terhadap bidan, untuk melakuka suatu
tindakan kebidanan kepada pasien setelah memperoleh informasi lengkap dan dipahami mengenai
tindakan yang akan dilakukan.

2. Informed consent  merupakan suatu proses.

3. Informed consent  bukan hanya suatu formulir, tetapi bukti jaminan informed consent  telah terjadi.

4. Merupakan dialog antara bidan dan pasien didasari keterbukaan akal pikiran, dengan bentuk
birokratisasi penandatanganan formulir.
5. Informed consent  berarti pernyataan kesediaan/ penolakan setelah mendapat informasi
secukupnya sehingga yang diberi informasi sudah cukup mengerti akan segala akibat dari tindakan
yang akan dilakukan sebelum ia mengambil keputusan.

6. Berperan dalam mencegah konflik etik tetapi tidak mengatasi masalah etik, tuntutan, pada intinya
adalah bidan harus berbuat yang terbaik bagi klien.

Menurut Dr. H.J.J Leenen, isi dari informasi adalah diagnosis, terapi, tentang cara kerja, risiko,
kemungkinan perasaan sakit, keuntungan terapi, prognosa.

Persetujuan ini mempunyai kekuatan mengikat dalam arti mempunyai kekuatan hukum, berari bidan
telah menjalankan kewajibannya memberikan informasi dan memberikan hak kepada bidan untuk
melakukan tindakan medic.

Yang berhak memberikan persetujuan, mereka yang dalam keadaan sadar dans ehat mental, telah
berumur 21 tahun atau telah menikah, bagi mereka yang telah berusia lebih 21 tahun, tetapi dibawah
pengampuan, maka persetujuandiberikan oleh wali. Ibu hamil yang telah melangsungkan perkawinan,
berapapun umurnya, menurut hukum adalah dewasa, berhak mendapatkan informasi.

Dalam proses informed concent :

1)      Dimensi yang menyangkut hukum

Dalam hal ini informed concent merupakan perlindungan bagi pasien terhadap bidan yang berprilaku
memaksakan kehendak, dimana proses informed concent sudah memuat :

1. Keterbukaan informasi dari bidan kepada pasien


2. Informasi tersebut harus dimengerti pasien
3. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk memberikan kesempatan yang baik
2)      Dimensi yang meyangkut etik

Dari proses informed concent terkandung nilai etik sebagai berikut :

1. Menghargai kemandirian/otonomi pasien


2. Tidak melakukan intervensi melainkan membantu pasien bila dibutuhkan/diminta sesuai dengan
informasi yang telah dibutuhkan
3. Bidan menggali keinginan pasien baik yang dirasakan secara subjektif maupun sebagai hasil pemikiran
yang rasional.
Syarat sahnya perjanjian atau consent :

1. Adanya Kata Sepakat

Sepakat dari pihak tanpa paksaan, tipuan maupun kekeliruan. Kata sepakat setelah pasien mendapat
informasi yang jelas dari bidan. Informasinya tidak boleh ada unsur berdasarkan kepentinahn subjektif
bidan, termasuk upaya mencari keuntungan finansial semata, sehingga tindakan yang dilakukan tidak
didasari suatu interpretasi data yang tepat. Piahk pasien harus menceritaka keadaan yang
sebenarnay sehingga mempermudah perolehan data yang tepat dan objektif.

2. Kecakapan
Artinya seseorang memiliki kecakapan memberikan persetujuan, jika orang itu mampu melakukan
tindakan hukum, dewasa dan tidak gila. Apabila karena suatu hal sehingga ia dipaksa untuk
memberikan persetujuannya, misalnya tidak ada keluarganya, maka apabila tindakan yang dilakukan
bidan gagal, maka persetujuan dianggap tidak sah.

3. Suatu Hal Tertentu

Objek dalam persetujuan harusdisebutkan dengan jelas, misalnya harus ditulis dengan jelas identitas
pasien. Kemudian yang terpenting harus dilampirkan identitas yang memberika persetujuan.

4. Suatu Sebab yang Halal

Maksudnya isi pesetujuan tidak boleh bertentangan dengan UU, tata tertib, kesusilaan, norma dan
hukum.

Informed consent mengandung beberapa segi hukum :

1. Pernyataan dalam informed consent menyatakan kehendak ke2 pihak.

2. Informed consent  tidak meniadakan/ mencegah diadakannya tuntutan di muka pengadilan/


membebaskan RS/ bidan terhadap tanggung jawabnya apabila terdapat kelalaian.

3. Formulir yang ditandatangani pasien pada umumnya berbunyi segala akibat dari tindakan akan
menjadi tanggung jawab pasien sendiri bukan bidan/ RS. Rumusan tersebut secara hukum tidak
mempunyai kekuatan hukum, megingat seseorang tidak dapat membebaskan diri dari tanggung
jawabnya atas keselahan yang belum dibuat.

Penatalaksanaan informed consent cukup sulit, terbukti masih ditemukan beberapa masalah yang
dihadapi oleh pihak bidan atau rumah sakit atau rumah bersalin, yaitu diantaranya :

1. Pengertian kemampuan diantanya secara hukum dari orang ayng akan menjalani tindakan, serta
siapa yang berhak menandatangani surat persetujuan, harus ditentukan pengaturan mengenai batas
usia, kesadaran, kondisi dan mentalnya. Seperti ibu yang takut, mampu menetapakan pilhan ataau
berkonsentrasi terhadappenjelasan yang diberikan. apakah orang dalam keadaan sakit mampu
secara hukum mampu menyatakan secara hukum persetujuan.

2. Masalah wali yang sah, timbul apabila pasien tidak mampu secara hukum untuk menyatakan
persetujuannya.

3. Masalah informasi yaitu sebeerapa jauh informasi dianggap jelas tetapi tidak terlalu terinci
sehingga dianggap menakut-nakuti.

4. Dalam memberikan persetujuan apakah diperlukan saksi, jika diperlukan apakah saksi tersebut
perlu manandatangani formulir yang ada. Bagaimana menentukan saksi.

5. Dalam keadaan darurat misalnya kasus pendarahan pada bumil dan keluarganya tidak dapat
dihubungi dalam keadaan ini siapakah yang berhak memberikan persetujuan sementara pasien perlu
segera ditolong. Bagaimana perlindungan hukum kepada bidan atas dasar keadaan darurat dan
upaya penyelamatan ibu dan janin.

Jadi manfaat informed consent adalah untuk mengurangi kejadian malpraktek dan agar bidan lebih
berhati-hati dalam pemberian informasi pelayanan kebidanan.

Iklan

Tujuan Pembangunan Milenium


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Jump to navigationJump to search
Artikel ini perlu diwikifikasi agar memenuhi standar kualitas Wikipedia.
Anda dapat memberikan bantuan berupa penambahan pranala dalam, atau
dengan merapikan tata letak dari artikel ini.
Untuk keterangan lebih lanjut, klik [tampilkan] di bagian kanan.[tampilkan]

Tujuan Pembangunan Milenium (bahasa Inggris : Millennium Development Goals atau


disingkat dalam bahasa Inggris MDGs) adalah Deklarasi Milenium hasil kesepakatan kepala
negara dan perwakilan dari 189 negara Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang mulai
dijalankan pada September 2000, berupa delapan butir tujuan untuk dicapai pada tahun 2015.
Targetnya adalah tercapai kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat pada 2015.
Target ini merupakan tantangan utama dalam pembangunan di seluruh dunia yang terurai
dalam Deklarasi Milenium, dan diadopsi oleh 189 negara serta ditandatangani oleh 147 kepala
pemerintahan dan kepala negara pada saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium di New
York pada bulan September 2000 tersebut. [1] Pemerintah Indonesia turut menghadiri Pertemuan
Puncak Milenium di New York tersebut dan menandatangani Deklarasi Milenium itu. Deklarasi
berisi komitmen negara masing-masing dan komunitas internasional untuk mencapai 8 buah
tujuan pembangunan dalam Milenium ini (MDG), sebagai satu paket tujuan yang terukur untuk
pembangunan dan pengentasan kemiskinan. [2] Penandatanganan deklarasi ini merupakan
komitmen dari pemimpin-pemimpin dunia untuk mengurangi lebih dari separuh orang-orang
yang menderita akibat kelaparan, menjamin semua anak untuk menyelesaikan pendidikan
dasarnya, mengentaskan kesenjangan jender pada semua tingkat pendidikan, mengurangi
kematian anak balita hingga 2/3 , dan mengurangi hingga separuh jumlah orang yang tidak
memiliki akses air bersih pada tahun 2015.

Daftar isi

 1Tujuan
o 1.1Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan
o 1.2Mencapai pendidikan dasar untuk semua
o 1.3Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan
o 1.4Menurunkan angka kematian anak
o 1.5Meningkatkan kesehatan ibu
o 1.6Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya
o 1.7Memastikan kelestarian lingkungan hidup
o 1.8Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan
 2Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia
 3Kontroversi
 4Lihat pula
 5Referensi
 6Pranala luar

Tujuan[sunting | sunting sumber]
Deklarasi Millennium PBB yang ditandatangani pada September 2000 menyetujui agar semua
negara:
Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan[sunting | sunting sumber]

 Pendapatan populasi dunia sehari $10000.


 Menurunkan angka kemiskinan.
Mencapai pendidikan dasar untuk semua[sunting | sunting sumber]

 Setiap penduduk dunia mendapatkan pendidikan dasar.


Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan
perempuan[sunting | sunting sumber]

 Target 2005 dan 2015: Mengurangi perbedaan dan diskriminasi gender dalam


pendidikan dasar dan menengah terutama untuk tahun 2005 dan untuk semua tingkatan
pada tahun 2015.
Menurunkan angka kematian anak[sunting | sunting sumber]

 Target untuk 2015 adalah mengurangi dua per tiga tingkat kematian anak-anak usia di
bawah 5 tahun.
Meningkatkan kesehatan ibu[sunting | sunting sumber]

 Target untuk 2015 adalah Mengurangi dua per tiga rasio kematian ibu dalam proses
melahirkan.
Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya [sunting | sunting
sumber]

 Target untuk 2015 adalah menghentikan dan memulai pencegahan


penyebaran HIV/AIDS, malaria dan penyakit berat lainnya.
Memastikan kelestarian lingkungan hidup[sunting | sunting sumber]

 Mengintegrasikan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan dalam kebijakan


setiap negara dan program serta mengurangi hilangnya sumber daya lingkungan.
 Pada tahun 2015 mendatang diharapkan mengurangi setengah dari jumlah orang yang
tidak memiliki akses air minum yang sehat.
 Pada tahun 2020 mendatang diharapkan dapat mencapai pengembangan yang
signifikan dalam kehidupan untuk sedikitnya 100 juta orang yang tinggal di daerah kumuh.
Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan[sunting | sunting
sumber]

 Mengembangkan lebih jauh lagi perdagangan terbuka dan sistem keuangan yang
berdasarkan aturan, dapat diterka dan tidak ada diskriminasi. Termasuk komitmen terhadap
pemerintahan yang baik, pembangungan dan pengurangan tingkat kemiskinan secara
nasional dan internasional.
 Membantu kebutuhan-kebutuhan khusus negara-negara kurang berkembang, dan
kebutuhan khusus dari negara-negara terpencil dan kepulauan-kepulauan kecil. Ini termasuk
pembebasan-tarif dan -kuota untuk ekspor mereka; meningkatkan pembebasan hutang
untuk negara miskin yang berhutang besar; pembatalan hutang bilateral resmi; dan
menambah bantuan pembangunan resmi untuk negara yang berkomitmen untuk
mengurangi kemiskinan.
 Secara komprehensif mengusahakan persetujuan mengenai masalah utang negara-
negara berkembang.
 Menghadapi secara komprehensif dengan negara berkembang dengan masalah hutang
melalui pertimbangan nasional dan internasional untuk membuat hutang lebih dapat
ditanggung dalam jangka panjang.
 Mengembangkan usaha produktif yang layak dijalankan untuk kaum muda.
 Dalam kerja sama dengan pihak "pharmaceutical", menyediakan akses obat penting
yang terjangkau dalam negara berkembang
 Dalam kerja sama dengan pihak swasta, membangun adanya penyerapan keuntungan
dari teknologi-teknologi baru, terutama teknologi informasi dan komunikasi.

Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia[sunting | sunting sumber]


Setiap negara yang berkomitmen dan menandatangani perjanjian diharapkan membuat
laporan MDGs. Pemerintah Indonesia melaksanakannya di bawah koordinasi Bappenasdibantu
dengan Kelompok Kerja PBB dan telah menyelesaikan laporan MDG pertamanya yang ditulis
dalam bahasa Indonesia dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris untuk
menunjukkan rasa kepemilikan pemerintah Indonesia atas laporan tersebut. Tujuan Tujuan
Pembangunan Milenium ini menjabarkan upaya awal pemerintah untuk menginventarisasi situasi
pembangunan manusia yang terkait dengan pencapaian tujuan MDGs, mengukur, dan
menganalisis kemajuan seiring dengan upaya menjadikan pencapaian-pencapaian ini menjadi
kenyataan, sekaligus mengidenifikasi dan meninjau kembali kebijakan-kebijakan dan program-
program pemerintah yang dibutuhkan untuk memenuhi tujuan-tujuan ini. Dengan tujuan utama
mengurangi jumlah orang dengan pendapatan di bawah upah minimum regional antara tahun
1990 dan 2015, Laporan ini menunjukkan bahwa Indonesia berada dalam jalur untuk mencapai
tujuan tersebut. Namun, pencapaiannya lintas provinsi tidak seimbang. [2]
Kini MDGs telah menjadi referensi penting pembangunan di Indonesia, mulai dari tahap
perencanaan seperti yang tercantum pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)
hingga pelaksanaannya. Walaupun mengalamai kendala, namun pemerintah memiliki komitmen
untuk mencapai tujuan-tujuan ini dan dibutuhkan kerja keras serta kerja sama dengan seluruh
pihak, termasuk masyarakat madani, pihak swasta, dan lembaga donor. Pencapaian MDGs di
Indonesia akan dijadikan dasar untuk perjanjian kerja sama dan implementasinya pada masa
depan. Hal ini termasuk kampanye untuk perjanjian tukar guling hutang untuk negara
berkembang sejalan dengan Deklarasi Jakarta mengenai MDGsdi daerah Asia dan Pasifik.[3][4]

Kontroversi[sunting | sunting sumber]
Upaya Pemerintah Indonesia merealisasikan Tujuan Pembangunan Milenium pada tahun 2015
akan sulit karena pada saat yang sama pemerintah juga harus menanggung beban pembayaran
utang yang sangat besar. Program-program MDGs seperti pendidikan, kemiskinan, kelaparan,
kesehatan, lingkungan hidup, kesetaraan gender, dan pemberdayaan perempuan membutuhkan
biaya yang cukup besar. Merujuk data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen
Keuangan, per 31 Agustus 2008, beban pembayaran utang Indonesia terbesar akan terjadi pada
tahun 2009-2015 dengan jumlah berkisar dari Rp97,7 triliun (2009) hingga Rp81,54 triliun (2015)
rentang waktu yang sama untuk pencapaian MDGs. Jumlah pembayaran utang Indonesia, baru
menurun drastis (2016) menjadi Rp66,70 triliun. tanpa upaya negosiasi pengurangan jumlah
pembayaran utang Luar Negeri, Indonesia akan gagal mencapai tujuan MDGs.
Menurut Direktur Eksekutif International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) Don K
Marut Pemerintah Indonesia perlu menggalang solidaritas negara-negara Selatan untuk
mendesak negara-negara Utara meningkatkan bantuan pembangunan bukan utang, tanpa
syarat dan berkualitas minimal 0,7 persen dan menolak ODA (official development assistance)
yang tidak bermanfaat untuk Indonesia [5]. Menanggapi pendapat tentang kemungkinan
Indonesia gagal mencapai tujuan MDGs apabila beban mengatasi kemiskinan dan mencapai
tujuan pencapaian MDG pada tahun 2015 serta beban pembayaran utang diambil dari APBN
pada tahun 2009-2015, Sekretaris Utama Menneg PPN/Kepala Bappenas Syahrial Loetan
berpendapat apabila bisa dibuktikan MDGs tidak tercapai di 2015, sebagian utang bisa
dikonversi untuk bantu itu. Pada tahun 2010 hingga 2012 pemerintah dapat mengajukan
renegosiasi utang. Beberapa negara maju telah berjanji dalam konsesus pembiayaan (monetary
consensus) untuk memberikan bantuan. Hasil kesepakatan yang didapat adalah untuk negara
maju menyisihkan sekitar 0,7 persen dari GDP mereka untuk membantu negara miskin atau
negara yang pencapaiannya masih di bawah. Namun konsensus ini belum dipenuhi banyak
negara, hanya sekitar 5-6 negara yang memenuhi sebagian besar ada di Skandinavia atau
Belanda yang sudah sampai 0,7 persen.[6]
MUTU PELAYANAN KESEHATAN
MUTU PELAYANAN KESEHATAN

PENGERTIAN MUTU

1.         Mutu adalah lingkar kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang sedang diamati (Winston
Dictionary, 1956).
2.         Mutu adalah sifat yang dimiliki oleh suatu program (Danabedian, 1980).
3.         Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri suatu barang atau jasa yang didalamnya
terkandung pengertian rasa aman atau pemenuhan kebutuhan para pengguna (Din ISO 8402,
1986).
4.         Kualitas merupakan perwujudan atau gambaran hasil yang dipertemukan kebutuhan dari
pelanggan dan oleh karena itu memberikan kepuasan (J.M Juran: Juran's Quality Control
Handbook, 1988).
5.         Mutu adalah sesuatu untuk menjamin pencapaian tujuan atau luaran yang diharapkan, dan
harus selalu mengikuti perkembangan pengetahuan profesional terkini (consist with current
professional knowledge). Untuk itu mutu harus diukur dengan derajat pencapaian tujuan.
Berpikir tentang mutu berarti berpikir mengenai tujuan. Mutu harus memenuhi berbagai
standar / spesifikasi.

PENGERTIAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN


Beberapa definisi mutu pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut:
         Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap
pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasaan rata-rata serata
penyelenggaraannya sesuai dengan standart dan kode etik profesi (Azrul Azwar, 1996).
         Memenuhi dan melebihi kebutuhan serta harapan pelanggan melalui peningkatan yang
berkelanjutan atas seluruh proses. Pelanggan meliputu, pasien, keluarga, dan lainnya yang
datang untuk pelayanan dokter, karyawan (Mary R. Zimmerman).
         Pengertian mutu pelayanan kesehatan (Wijono, 1999) adalah :
1.   Penampilan yang sesuai atau pantas (yang berhubungan dengan standart) dari suatu
intervensi yang diketahui aman, yang dapat memberikan hasil kepada masyarakat yang
bersangkutan dan yang telah mempunyai kemampuan untuk menghasilkanpada kematian,
kesakitan, ketidak mampuan dan kekurangan gizi (Roemer dan Aquilar, WHO, 1988).
2.   Donabedian, 1980 cit. Wijono, 1999 menyebutkan bahwa kualitas pelayanan adalah suatu
pelayanan yang diharapkan untuk memaksimalkan suatu ukuran yang inklusif dari
kesejahteraan klien sesudah itu dihitung keseimbangan antara keuntungan yang diraih dan
kerugian yang semua itu merupakan penyelesaian proses atau hasil dari pelayanan diseluruh
bagian.
3.   Secara umum pengertian mutu pelayanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan pelayanan
kesehatan yang sesuai standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi
sumber daya yang tersedia di rumah sakit atau puskesmas secara wajar, efisien, dan efektif
serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai norma, etika, hukum, dan sosial budaya
dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah, serta masyarakat
konsumen.

         Jadi
yang dimaksud dengan mutu pelayanan kesehatan adalah menunjuk pada tingkat
kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien.
Makin sempurna kepuasan tersebut, makin baik pula mutu pelayanan kesehatan. Sekalipun
pengertian mutu yang terkait dengan kepusan ini telah diterima secara luas, namun
penerapannya tidaklah semudah yang diperkirakan. Masalah pokok yang ditemukan ialah
karena kepuasan tersebut bersifat subyektif. Tiap orang, tergantung dari latar belakang yang
dimiliki, dapat saja memiliki tingkat kepuasan yang berbeda untuk satu mutu pelayanan
kesehatan yang sama. Di samping itu, sering pula ditemukan pelayanan kesehatan yang
sekalipun dinilai telah memuaskan pasien, namun ketika ditinjau dari kode etik serta standar
pelayanan profesi, kinerjanya tetap tidak terpenuhi.

BATASAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN


Untuk mengatasi masalah dalam perbedaan tingkat kepuasaan setiap orang dalam menerima
pelayanan kesehatan, maka telah disepakati bahwa pembahasan tentang kepuasan pasien
yang dikaitkan dengan mutu pelayanan kesehatan mengenal paling tidak dua pembatasan,
yaitu:
1.   Pembatasan pada derajat kepuasan pasien
Pembatasan pertama yang telah disepakati adalah pada derajat kepuasan pasien. Untuk
menghindari adanya subjektivitas individual yang dapat mempersulit pelaksanan program
meenjaga mutu, maka ditetapkan bahwa ukuran yang dipakai untuk mengukur kepuasan
disini bersifat umum yakni sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk.
2.  Pembatasan pada upaya yang dilakukan
Pembatasan kedua yang telah disepakati pada upaya yang dilakukan dalam
menimbulakan rasa puas pada diri setiap pasien. Untuk melindungi kepentingan pemakai jasa
pelayanan kesehatan, yang pada umumnya awam terhadap tindakan kedokteran,
ditetapkanlah upaya yang dilakukan tersebut harus sesuai dengan kode etik serta standar
pelayanan profesi, bukanlah pelayanan kesehatan yang bermutu. Dengan kata lain dalam
pengetian mutu pelayanan kesehatan tercakup pula kesempurnaan tata cara
penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar pelayanan prifessi yang telah
ditetapkannya.

SYARAT POKOK PELAYANAN KESEHATAN


Syarat pokok pelayanan kesehatan yang dimaksud (Azwar, 1996) adalah :
1. Tersedia dan berkesinambungan
Syarat pokok pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan tersebut harus
tersedia di masyarakat (available) serta bersifat berkesinambungan (continuous). Artinya
semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat dan mudah dicapai oleh
masyarakat.
2. Dapat diterima dan wajar
Syarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah apa yang dapat diterima
(acceptable) oleh masyarakat serta bersifat wajar (appropriate). Artinya pelayanan kesehatan
tersebut tidak bertentangan dengan adat istiadat, kebudayaan, keyakinan, kepercayaan
masyarakat dan bersifat wajar.
3. Mudah dicapai
Syarat pokok ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah yang mudah dicapai (accessible)
oleh masyarakat. Pengertian ketercapaian yang dimaksud disini terutama dari sudut lokasi.
Dengan demikian untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaturan
sarana kesehatan menjadi sangat penting.
4. Mudah dijangkau
Syarat pokok pelayanan kesehatan yang ke empat adalah mudah dijangkau (affordable) oleh
masyarakat. Pengertian keterjangkauan di sini terutama dari sudut biaya. Pengertian
keterjangkauan di sini terutama dari sudut jarak dan biaya. Untuk mewujudkan keadaan
seperti ini harus dapat diupayakan pendekatan sarana pelayanan kesehatan dan biaya
kesehatan diharapkan sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.
5. Bermutu
Syarat pokok pelayanan kesehatan yang kelima adalah yang bermutu (quality). Pengertian
mutu yang dimaksud adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan
yang diselenggarakan, yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan
pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah
ditetapkan.

KOMPONEN MUTU PELAYANAN KESEHATAN


Berdasar definisi (Komisi Pendidikan Administrasi Kesehatan Amerika Serikat) ditemukan 5
faktor pokok yang berperan penting dalam menetukan keberhasilan manajemen kesehatan,
yaitu: masukan (input), proses (process), keluaran (output), sasaran (target) serta dampak
(impact).
1.      Input
input (masukan) adalah segala sesuatu yg dibutuhkan untuk dapat melaksanakan pekerjaan
manajemen. Input berfokus pada sistem yang dipersiapkan dalam organisasi dari menejemen
termasuk komitmen, dan stakeholder lainnya, prosedur serta kebijakan sarana dan prasarana
fasilitas dimana pelayanan diberikan.
Menurut Komisi Pendidikan Administrasi Kesehatan Amerika Serikat, input ada 3 macam,
yaitu:
a. Sumber (resources)
Sumber (resources) adalah segala sesuatu yang dapat dipakai untuk menghasilkan barang
atau jasa. Sumber (resources) dibagi 3 macam:
1). Sumber tenaga (labour resources) dibedakan atas:
         Tenaga ahli (skilled): dokter, bidan, perawat
         Tenaga tidak ahli (unskilled): pesuruh, penjaga
          2)  Sumber modal (capital resources), dibedakan menjadi:
         Modal bergerak (working capital): uang, giro
         Modal tidak bergerak (fixed capital): bangunan, tanah, sarana kesehatan.
        3). Sumber alamiah (natural resources) adalah segala sesuatu yang terdapat di alam, yang tidak
termasuk sumber tenaga dan sumber modal.

b. Tatacara (prosedures)
Tatacara (procedures): adalah berbagai kemajuan ilmu dan teknologi kesehatan yang dimiliki
dan yang diterapkan.

c. Kesanggupan (capacity)
Kesanggupan (capacity): adalah keadaan fisik, mental dan biologis tenaga pelaksana.
Menurut Koontz input manajemen ada 4, yaitu Man, Capacity, Managerial, dan Technology.
Untuk organisasi yang tidak mencari keuntungan, macam input ada 4M, yaitu Man, Money,
Material, Method. Sedangkan untuk organisasi yang mencari keuntungan, macam input ada
6M, yaitu Man, Money, Material, Method, Machinery, Market.

2.      Proses
Proses (process) adalah langkah yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Proses dikenal dengan nama fungsi manajemen. Pada umumnya, proses ataupun
fungsi manajemen merupakan tanggung jawab pimpinan. Pendekatan proses adalah semua
metode dengan cara bagaimana pelayanan dilakukan.
Macam fungsi manajemen:
1.      Menurut Komisi Pendidikan Administrasi Kesehatan Amerika Serikat ada 6: Planning,
Organizing, Directing, Controlling, Coordinating, Evaluation (PODCCE).
2.      Menurut Freeman ada 6: Planning, Actuating, Coordinating, Guidance, Freedom,
Responsibility (PACGFR).
3.      Menurut George R. Terry ada 4: Planning, Organizing, Actuating, Controlling (POAC).
4.      Menurut Barton ada 8: Planning, Organizing, Staffing, Budgeting, Implementing,
Coordinating, Reporting, Evaluation (POSBICRE).
5.      Menurut Luther M. Gullick ada 7: Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating,
Reporting, Budgeting (POSDCoRB).
6.      Menurut Hendry Fayol ada 5: Planning, Organizing, Commanding, Coordinating, Controling
(POCCC).

Sedangkan fungsi manajemen yang utama adalah:


1.      Planning: termasuk penyusunan anggaran belanja
2.      Organizing: termasuk penyusunan staff
3.      Implementing: termasuk pengarahan, pengkoordinasian, bimbingan, penggerakan dan
pengawasan
4.      Penilaian: termasuk penyusunan laporan

3.      Output
Output adalah hasil dari suatu pekerjaan manajemen. Untuk manajemen kesehatan, output
dikenal dengan nama pelayanan kesehatan (health services). Hasil atau output adalah hasil
pelaksanaan kegiatan. Output adalah hasil yang dicapai dalam jangka pendek, misalnya akhir
darikegiatan pemasangan infus, sedangkan outcome adalah hasil yang terjadi setelah
pelaksanaan kegiatan jangka pendek misalnya plebitis setelah 3x24jam pemasangan infus.
Macam pelayanan kesehatan adalah Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) dan Upaya
Kesehatan Masyarakat (UKM).

4. Sasaran
Sasaran (target group) adalah kepada siapa output yang dihasilkan, yakni upaya kesehatan
tersebut ditujukan:
1)      UKP untuk perseorangan
2)      UKM untuk masyarakat (keluarga dan kelompok)
Macam sasaran:
1)      Sasaran langsung (direct target group)
2)      Sasaran tidak langsung (indirect target group)

5.      Impact
Dampak (impact) adalah akibat yang ditimbulkan oleh output. Untuk manajemen kesehatan
dampak yang diharapkan adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan. Peningkatan derajat
kesehatan dapat tercapai jika kebutuhan (needs) dan tuntutan (demands)
perseorangan/masyarakat dapat dipenuhi.
1.   Kebutuhan Kesehatan (health needs)
Kebutuhan kesehatan (needs) bersifat obyektif, karena itu pemenuhanya bersifat mutlak.
Kebutuhan kesehatan sangat ditentukan oleh masalah kesehatan di masyarakat. Masalah
kesehatan perorangan/keluarga yang terpenting adalah penyakit yang diderita. Masalah
kesehatan masyarakat adalah status kesehatan masyarakat. Menurut Gordon dan Le Right
(1950) penyakit/status kesehatan ditentukan oleh 3 faktor: Host, Agent dan Environment.
Upaya untuk menemukan kebutuhan masyarakat, perhatian harus ditujukan pada ketiga
faktor tsb. Apabila penyebab penyakit diketahui baru dilanjutkan dengan tindak lanjut
(solusi).
2.  Tuntutan Kesehatan (health demands)
Tuntutan kesehatan (health demands) pada dasarnya bersifat subyektif, karena itu
pemenuhanya bersifat fakultatif. Tuntutan kesehatan yang subyektif dipengaruhi oleh latar
belakang individu (pendidikan, ekonomi, budaya dsb). Tuntutan kesehatan sangat
dipengaruhi oleh teknologi kedokteran.

INDIKATOR PENILAIAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN


Indikator penilaian mutu pelayanan kesehatan, yaitu:
1.            Indikator yang mengacu pada aspek medis.
2.            Indikator mutu pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi RS.
3.            Indikator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien.
4.            Indikator mutu yang berkaitan dengan tingkat kepuasaan pasien.

Kebijakan dalam menjamin mutu pelayanan kesehatan, mencakup:


1. Peningkatan kemampuan dan mutu pelayanan kesehatan
Upaya ini melalui pengembangan dan pemantapan jejaring pelayanan kesehatan dan
rujukannya serta penetapan pusat-pusat unggulan sebagai pusat rujukan (top referral).
2. Penetapan dan penerapan berbagai standar dan pedoman
Yaitu dengan memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terkini dan
standar internasional.
3. Peningkatan mutu sumber daya manusia
Upaya ini diarahkan pada peningkatan profesionalisme mencakup kompetensi, moral dan
etika.
4. Penyelenggaraan Quality Assurance
Untuk mengendalikan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan disertai dengan
Evidence-based Parcipitatory Continuous Quality Improvement.
5. Percepatan pelaksanaan aktreditasi
Yang diarahkan pada pencapaian akreditasi untuk berbagai aspek pelayanan kesehatan.
6. Peningkatan public
Peningkatan public-private mix dalam mengatasi berbagai problem pelayanan kesehatan
7. Peningkatan kerjasama dan koordinasi
Yang dilakukan antar berbagai pihak yang berkepentingan dalam peningkatan mutu
pelayanan kesehatan.
8. Peningkatan peran serta masyarakat
Termasuk swasta dan organisasi profesi dalam penyelenggaraan dan pengawasan pelayanan
kesehatan.

STRATEGI PENINGKATAN MUTU PELAYANAN


Ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam pendekatan untuk mencapai pelayanan prima
melalui peningkatan mutu pelayanan, yaitu sebagai berikut:
1. Pelanggan dan harapannya
Harapan pelanggan mendorong upaya peningkatan mutu pelayanan. Organisasi pelayanan
kesehatan mempunyai banyak pelanggan potensial. Harapan mereka harus diidentifikasi dan
diprioritaskan lalu membuat kriteria untuk menilai kesuksesan.
2. Perbaikan kinerja
Bila harapan pelanggan telah diidentifikasi, langkah selanjutnya adalah menidentifikasi dan
melaksanakan kinerja staf dan dokter untuk mencapai konseling, adanya pengakuan, dan
pemberian reward.
3. Proses perbaikan
Proses perbaikan juga penting. Sering kali kinerja disalahkan karena masalah pelayanan dan
ketidakpuasan pelanggan pada saat proses itu sendiri tidak dirancang dengan baik untuk
mendukung pelayanan. Dengan melibatkan staf dalam proses pelayanan, maka dapat
diidentifikasi masalah proses yang dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan, mendiagnosis
penyebab, mengidentifikasi, dan menguji pemecahan atau perbaikan.
4. Budaya yang mendukung perbaikan terus menerus
Untuk mencapai pelayanan prima diperlukan organisasi yang tertib. Itulah sebabnya perlu
untuk memperkuat budaya organisasi sehingga dapat mendukung peningkatan mutu. Untuk
dapat melakukannya, harus sejalan dengan dorongan peningkatan mutu pelayanan terus-
menerus.
Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan agar lebih bermutu dan terjangkau oleh
masyarakat, maka perlu dilaksanakan berbagai upaya. Upaya ini harus dilakukan secara
sistematik, konsisten dan terus menerus.

Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan mencakup :


1). Penataan organisasi
Penataan organisasi menjadi organisasi yang efisien, efektif dengan struktur dan uraian tugas
yang tidak tumpang tindih, dan jalinan hubungan kerja yang jelas dengan berpegang pada
prinsip organization through the function.
2). Regulasi peraturan perundangan
Pengkajian secara komprehensif terhadap berbagai peraturan perundangan yang telah ada dan
diikuti dengan regulasi yang mendukung pelaksanaan kebijakan tersebut di atas.
3). Pemantapan jejaring
Pengembangan dan pemantapan jejaring dengan pusat unggulan pelayanan dan sistem
rujukannya akan sangat meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan kesehatan, sehingga
dengan demikian akan meningkatkan mutu pelayanan.
4). Standarisasi
Standarisasi merupakan kegiatan penting yang harus dilaksanakan, meliputi standar tenaga
baik kuantitatif maupun kualitatif, sarana dan fasilitas, kemampuan, metode, pencatatan dan
pelaporan dan lain-lain. Luaran yang diharapkan juga harus distandarisasi. 5)Pengembangan
sumber daya manusia
Penyelenggaraan berbagai pendidikan dan pelatihan secara berkelanjutan dan
berkesinambungan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang profesional, yang
kompeten dan memiliki moral dan etika, mempunyai dedikasi yang tinggi, kreatif dan
inovatif serta bersikap antisipatif terhadap berbagai perubahan yang akan terjadi baik
perubahan secara lokal maupun global.
6). Quality Assurance
Berbagai komponen kegiatan quality assurance harus segera dilaksanakan dengan diikuti oleh
perencanaan dan pelaksanaan berbagai upaya perbaikan dan peningkatan untuk mencapai
peningkatan mutu pelayanan. Data dan informasi yang diperoleh dianalysis dengan cermat
( root cause analysis ) dan dilanjutkan dengan penyusunan rancangan tindakan perbaikan
yang tepat dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan. Semuanya ini dilakukan
dengan pendekatan “tailor’s model“ dan Plan- Do- Control- Action (PDCA).
7). Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan dengan membangun kerjasama
dan kolaborasi dengan pusat-pusat unggulan baik yang bertaraf lokal atau dalam negeri
maupun internasional. Penerapan berbagai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
tersebut harus dilakukan dengan mempertimbangkan aspek pembiayaan.
8). Peningkatan peran serta masyarakat dan organisasi profesi
Peningkatan peran organisasi profesi terutama dalam pembinaan anggota sesuai dengan
standar profesi dan peningkatan mutu sumber daya manusia.
9). Peningkatan kontrol sosial
Peningkatan pengawasan dan kontrol masyarakat terhadap penyelenggaraan pelayanan
kesehatan akan meningkatkan akuntabilitas, transparansi dan mutu pelayanan.

SISTEM DAN MEKANISME PENINGKATAN MUTU PELAYANAN TERUS-


MENERUS
Untuk memperkuat budaya organisasi, semua kegiatan harus menuju peningkatan mutu yang
terus menerus. Untuk mewujudkan peningkatan mutu pelayanan terus menerus, pilar
utamanya terdiri atas hal-hal berikut:
1. Visi manajemen dan komitmen
Nilai organisasi dan komitmen dari semua level sangat diperlukan.
2. Tanggung jawab
Agar setiap orang beranggung jawab, maka perlu standar yang kuat.
3. Pengukuran umpan balik
Perlu dibuat sistem evaluasi sehingga dapat mengukur apakah kita mempunyai informasi
yang cukup.
4. Pemecahan masalah dan proses perbaikan
Ketepatan waktu, pengorganisasian sistem yang efektif untuk menyelesaikan keluhan, dan
masalah sistem memerlukan proses perbaikan dalam upaya meningkatkan kepuasan
pelanggan.
5. Komunikasi
Perlu ada mekanisme komunikasi yang jelas. Jika tidak ada informasi, maka petugas atau staf
merasa diabaikan dan tidak dihargai.
6. Pengembangan staf dan pelatihan
Pengembangan staf dan pelatihan berhubengan dengan pengembangan sumber daya yang
dapt mempengaruhi kemampuan organisasi dalam memberikan pelayanan.
7. Keterlibatan tim kesehatan
Perlu ketrlibatan tim kesehatan agar mereka terlibat dan berperan serta dalam strategi
organisasi.
8. Penghargaan dan pengakuan
Sebagai bagian dari strategi, perlu memberikan penghargaan dan pengakuan kepada visi
pelayanan dan nilai sehingga individu maupun tim mendapat insentif untuk melakukan
pekerjaan dengan baik.
9. Keterlibatan dan pemberdayaan staf
Staf yang terlibat adalah yang mempunyai keterikatan dan tanggung jawab.
10. Mengingatkan kembali dan pemberdayaan
Petugas harus diingatkan tentang prioritas pelayanan yang harus diberikan.

Mekanisme peningkatan mutu pelayanan menurut Trilogi Juran adalah sebagai berikut:
1. Quality Planning, meliputi:
1.      Menentukan pelanggan.
2.      Menentukan kebutuhan pelanggan.
3.      Mengembangkan gambaran produk sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
4.      Mengembangkan proses yang mampu menghasilkan produk sesuai dengan gambaran produk.
5.      Mentrasfer rencana menjadi kebutuhan pelaksanaan.

2. Quality Control, meliputi:


1.      Mengevaluasi kinerja produk saat ini.
2.      Membandingkan kinerja sesungguhnya dengan tujuan produk
3.      Melaksanakan atau memperbaiki perbedaan.

3. Quality Improvement, meliputi:


1.         Mengembangkan infrastruktur.
2.         Mengidentifikasi proyek peningkatan mutu.
3.         Membentuk tim mutu.
4.         Menyiapkan tim dengan sumber daya dan pelatihan serta motivasi untuk mendiagnosis
penyebab, menstimulasi perbaikan, dan mengembangkan pengawasan untuk
mempertahankan peningkatan.
OBAT TRADISIONAL DAN PEMANFAATANNYA

2.1. Pengertian obat alami

Obat alami sudah dikenal dan digunakan di seluruh dunia sejak beribu tahun yang lalu (Sidik, 1998). Di

Indonesia, penggunaan obat alami yang lebih dikenal sebagai jamu, telah meluas sejak zaman nenek moyang

hingga kini dan terus dilestarikan sebagai warisan budaya. Bahan baku obat alami ini, dapat berasal dari

sumber daya alam biotik maupun abiotik. Sumber daya biotik meliputi jasad renik, flora dan fauna serta biota

laut, sedangkan sumber daya abiotik meliputi sumber daya daratan, perairan dan angkasa dan mencakup

kekayaan/ potensi yang ada di dalamnya.

Bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa, memiliki keanekaragaman obat tradisional

yang dibuat dari bahan-bahan alami bumi Indonesia, termasuk tanaman obat. Indonesia yang dianugerahi

kekayaan keanekaragaman hayati tersebut, memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman dan 940 spesies di

antaranya diketahui berkhasiat sebagai obat atau digunakan sebagai bahan obat (Puslitbangtri, 1992).

Keanekaragaman hayati Indonesia ini diperkirakan terkaya kedua di dunia setelah Brazil dan terutama tersebar

di masing-masing pulau-pulau besar di Indonesia.

Pengembangan obat alami ini memang patut mendapatkan perhatian yang lebih besar bukan saja

disebabkan potensi pengembangannya yang terbuka, tetapi juga permintaan pasar akan bahan baku obat-obat

tradisional ini terus meningkat untuk kebutuhan domestik maupun internasional. Hal ini tentunya juga akan

berdampak positif bagi peningkatan pendapatan petani dan penyerapan tenaga kerja baik dalam usaha tani

maupun dalam usaha pengolahannya.

Yang dimaksud dengan obat alami adalah sediaan obat, baik berupa obat tradisional, fitofarmaka dan

farmasetik, dapat berupa simplisia (bahan segar atau yang dikeringkan), ekstrak, kelompok senyawa atau

senyawa murni yang berasal dari alam, yang dimaksud dengan obat alami adalah obat asal tanaman. Pada

tabel di bawah ini dapat dilihat daftar beberapa tanaman obat yang mempunyai prospek pengembangan yang

potensial.

Anda mungkin juga menyukai