Anda di halaman 1dari 2

Umar menghendaki agar umat Islam selalu memperbaharui semangat di setiap pergantian tahun dan selalu

optimis menghadapi hari yang baru.

Suatu ketika, Khalifah Umar bin Khathab mengumpulkan sebagian sahabat untuk meminta pendapat
tentang pembuatan kalender Islam. Ketika itu ada tiga usulan yang mengemuka. Pertama, meniru kalender
umat lain, khususnya Persia dan Romawi. Kedua, mengambil momentum-momentum tertentu dari
perjalanan hidup Rasulullah, khususnya kelahiran dan kematian. Ketiga, mengambil peristiwa bersejarah
sebagai tolok ukur, seperti peristiwa hijrah dan Isra Mi'raj. Setelah digodok, dua usulan pertama ditolak dan
Umar akhirnya menjadikan hijrah sebagai awal kalender Islam.
Penolakan Umar bin Khattab RA didasari oleh keinginannya untuk mengokohkan identitas umat Islam.
Umar ingin umat Islam itu mustaqil (independen, tidak bergantung) dan mutamayyiz (tidak menyerupai).
Setiap umat memiliki identitas yang terlihat dari perilaku, bahasa, adat, budaya, etika, estetika dan
pendangan hidup. Identitas mencerminkan keyakinan yang dianut. Tentu kalau keyakinannya berbeda,
maka identitas pun berbeda. Walau demikian, kita pun tidak menafikan adanya beberapa kesamaan.

Bila dibandingkan dengan yang lain, umat Islam memiliki identitas tersendiri yang berakar dari kalimat
tauhid, "Tiada Tuhan kecuali Allah". Kalimat ini bukan sekadar untuk diucapkan. Namun harus menjiwai
seluruh tata kehidupan seorang Muslim, dari aspek terkecil sampai terbesar. Segala sarana yang kita buat-
apa pun itu-harus membantu kita untuk mengaktualisasikan tauhid.

Prinsipnya, Islam bukan agama tertutup, bukan pula agama yang dengan mudah mengadopsi budaya lain.
Praktik Rasululullah SAW dan sahabatnya memperlihatkan kepada kita, selama budaya lain itu tidak
mempengaruhi pokok-pokok ajaran Islam, maka mereka menerimanya. Seperti penerimaan Rasulullah
SAW atas usulan Salman Al Farisi untuk membuat parit saat terjadi perang Ahzab. Sebaliknya kalau budaya
itu merusak sendi-sendi Islam, serta merta Rasululullah menolak.

Prinsip inilah yang mesti menjiwai seluruh kehidupan kita. Saat ini, dunia kita layaknya kampung yang
sempit. Semua peradaban yang dulu jarang berinteraksi, kini dengan mudah saling mempengaruhi.
Mempertahankan identitas adalah sebuah kemestian. Tanpa identitas, kita tidak memiliki nilai plus di
hadapan umat lain.

Menghindari pengkultusan

Umar juga menolak tanggal lahir atau wafat Rasulullah sebagai awal penanggalan. Tampaknya, penolakan
ini didasari sabda Rasul, "Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memujiku sebagaimana orang Nasrani
telah berlebih-lebihan memuji Isa bin Maryam. Sesungguhnya aku adalah seorang hamba, maka
katakanlah, (Muhammad adalah) 'Hamba Allah dan Rasul-Nya".

Rasulullah SAW tidak mau dikultuskan. Segala peluang pengkultusan terhadap dirinya segera ditutup.
Seperti ketika seorang sahabat memanggilnya "Sayyid" (tuan), Rasulullah pun menolaknya dengan
mengatakan, "Aku hamba Allah seperti engkau". Pengkultusan yang dimaksud adalah berlebih-lebihan
mengagungkan beliau, seperti berdoa dan menggantungkan harapan (bertawakal) kepadanya.

Sikap seperti ini akan melemahkan, karena kita menggantungkan harapan kepada makhluk. Padahal,
makhluk tidak mampu memberi manfaat dan madharat. Hanya Allah yang patut dijadikan tumpuan harapan.
Firman Allah dalam QS Al Ikhlas [112] ayat 2, Allah adalah tempat bergantung (semua makhluk).

Semangat perubahan

Dari berbagai usulan yang dilontarkan para sahabat, Umar bin Khathab akhirnya memilih peristiwa hijrah.
Momentum ini sangat membekas di hati para sahabat. Sebab, sejak saat itu umat Islam mengalami
perubahan. Rasulullah SAW mulai menata kehidupan kaum muslimin dengan mendirikan masjid,
mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar, merangkul kaum Yahudi dan Nasrani, serta mengajak
bangsa-bangsa lain untuk memeluk Islam. Akhirnya gerbang kegemilangan Islam telah terbuka.

Hakikat inilah yang nampaknya menjadi alasan Umar bin Khathab menjadikan hijrah sebagai awal
penanggalan kalender Islam. Khalifah kedua ini menghendaki agar umat Islam selalu memperbaharui
semangat di setiap pergantian tahun dan selalu optimis menghadapi hari yang baru.

Penolakan dan penerimaan Umar terhadap usulan para sahabat "menelurkan" tiga prinsip hidup yang bisa
kita jadikan pegangan. Pertama, jalani hari dengan tetap mempertahankan identitas keislaman. Jadikan
tauhid sebagai ruh seluruh aktivitas kita. Kedua, gantungkan harapan hanya kepada Allah SWT Jangan
sekali-kali menggantungkan harapan kepada makhluk. Ketiga, lakukanlah perubahan setiap waktu.

Prinsip-prinsip itu bisa kita aktualisasikan tatkala menghadapi hari baru di tahun yang baru. Bagi seorang
Muslim, tahun baru adalah anugerah sekaligus ujian dari Allah SWT Kita bersyukur masih diberi
kesempatan untuk menyiapkan diri meraih sukses dunia akhirat. Tahun baru adalah lembaran kosong yang
harus diisi. Apakah akan disi dengan tinta emas atau tinta merah, apakah akan disi dengan amal saleh
ataukah dengan amal salah. Semuanya terserah kita.

Untuk meraih kesuksesan di tahun baru, kita pun harus berani melakukan perubahan. Prinsipnya tahun
sekarang harus lebih baik dari tahun sebelumnya. Sebagaimana disabdakan Rasulullah SAW bahwa hari ini
harus lebih baik dari kemarin, kalau sama saja atau bahkan lebih buruk, maka kita termasuk orang yang
merugi dan celaka.

Patut pula diingat bahwa perubahan itu akan bernilai di sisi Allah SWT kalau dijiwai kalimat tauhid. Semua
perubahan harus berakar ke sana. Keberhasilan perubahan tidak bergantung kepada orang lain-siapa pun
dia, juga tidak kepada Rasulullah SAW Keberhasilan itu bergantung pada kerja keras dan kesungguhan
kita. Firman Allah, Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh di jalan Kami, sungguh akan Kami tunjukkan
kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat
baik (QS Al Ankabut [29]: 69). Wallahu a'lam.

Anda mungkin juga menyukai