Anda di halaman 1dari 7

Mengenal Lebih Dekat Konsep Smart City dalam

Pembangunan Kota
aptika.kominfo.go.id/2020/10/mengenal-lebih-dekat-konsep-smart-city-dalam-pembangunan-kota/

Leski Rizkinaswara October 10, 2020

Jakarta, Ditjen Aptika – Kota pintar (smart city) merupakan upaya-upaya inovatif yang
dilakukan ekosistem kota dalam mengatasi berbagai persoalan dan meningkatkan
kualitas hidup manusia dan komunitas setempat.

Kementerian Kominfo melalui Direktorat Layanan Aplikasi Informatika Pemerintahan


(LAIP) bersama dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian PPN/Bappenas,
Kementerian PUPR, Kantor Staf Presiden, Kementerian Keuangan, Kemenko
Perekonomian, dan Kementerian PANRB menginisiasi penyelenggaraan Gerakan Menuju
100 Smart City.

Menteri Kementerian Kominfo, Johnny G. Plate pun mengapresiasi atas


penyelenggaraan gerakan ini. “Saya melihat Gerakan Menuju 100 Smart City merupakan
awal yang baik untuk mewujudkan mimpi bangsa ini menjadi digital nation,” tuturnya pada
sambutan pemberian penghargaan Gerakan Menuju Smart City Tahun 2019 di Balai
Sudirman Jakarta.

Menkominfo juga berpesan dalam acara tersebut mengenai pekerjaan rumah selanjutnya
untuk memperluas cakupan inovasi smart city ke kota dan kabupaten yang belum terpilih
pada gerakan ini. Untuk itu diperlukan kolaborasi seluruh pemangku kepentingan baik
pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta pelaku industri.

Lihat juga: Gerakan Menuju 100 Smart City Langkah Awal Wujudkan Digital Nation

1/7
Senada dengan Menkominfo, Dirjen Aplikasi Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan
pun menganggap gerakan ini sebagai ajang menggalang kemampuan anak bangsa
untuk berpartisipasi mengatasi masalah di perkotaan.

Penyusunan masterplan dan quickwin kota pintar untuk 100 kabupaten/kota ini sendiri
dilaksanakan dalam rentang waktu tiga tahun dari tahun 2017-2019. Pemilihan 100
kabupaten/kota tersebut diharapkan menjadi role model pelaksanaan kota pintar bagi
daerah-daerah lain.

Peserta dipilih dengan melalui tahap seleksi dengan melibatkan tim penilai dari berbagai
kalangan, baik pemerintah, perguruan tinggi, maupun praktisi. Para peserta kemudian
menjalani serangkaian proses bimbingan dan pendampingan untuk memperkuat aspek
fundamental menuju kota/kabupaten yang smart sesuai dengan keunggulan, potensi, dan
tantangan khas daerahnya masing-masing.

Dalam membangun kota pintar ada enam pilar, yaitu smart governance, smart society,
smart living, smart economy, smart environment, dan smart branding.

Lihat juga: Gerakan Menuju 100 Smart City

Penjelasan dari masing-masing pilar smart city (7/10).

Setelah melakukan program Gerakan Menuju 100 Smart City, Kemkominfo saat ini
memiliki tugas mengembangkan kota pintar pada kawasan wisata prioritas dan
pedesaan. “Kami bangun kota pintar pada kawasan wisata prioritas sesuai dengan enam
pilar smart city,” ungkap Direktur LAIP Kemkominfo, Bambang Dwi Anggono, saat acara
Talk Show Smart City dan Penghargaan Inovasi Daerah Terbaik di Masa Pandemi, Rabu
(07/10/2020).

Adapun pembangunan kota pintar pada kawasan wisata prioritas sesuai enam pilar
sebagai berikut:

1. Smart environtment: Menyiapkan kawasan wisata prioritas menjadi kawasan yang


bersih, bebas sampah, dan tertib, tanpa meninggalkan unsur tradisionalnya;

2/7
2. Smart economy: Memastikan implementasi TIK dalam proses transaksi (cashless)
berlangsung di kawasan wisata prioritas dan pemerintah daerah sekitarnya;
3. Smart branding: Membantu pemerintah daerah pada kawasan wisata prioritas
dalam meningkatkan kunjungan wisata;
4. Smart government: Memastikan pemerintah daerah pada kawasan wisata prioritas
menerapkan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) secara berkualitas
dalam upaya pelayanan publik yang baik;
5. Smart society: Memastikan masyarakat tujuan wisata prioritas dan kawasan
sekitarnya memiliki kapasitas unggul dan mampu menjadi tuan rumah yang baik;
dan
6. Smart living: Mendorong situasi kawasan wisata prioritas yang kondusif dan
nyaman bagi masyarakat dan wisatawan, melalui penyediaan transportasi, logistik
yang tentram, aman, dan ramah

Sedangkan itu untuk mengembangkan smart village guna membangun desa dan
kawasan yang cerdas, ada enam hal yang dilakukan, yaitu:

1. Branding desa: Mengembangkan brand desa sebagai motivasi dengan


menciptakan potensi lokal berkelas global;
2. Hunian sehat: Terwujudnya hunian yang sehat untuk menghasilkan keluarga yang
bahagia, sehat, dan cerdas;
3. Lingkungan sehat: Membangun tata lingkungan desa dan kawasan yang cerdas
dan dikelola dengan baik dalam harmoni, merubah bencana menjadi manfaat;
4. Pemerintah desa cerdas: Membangun sistem penyelenggara administrasi
pemerintahan yang cerdas;
5. Masyarakat cerdas: Pengembangan tata kemasyarakatan yang harmonis, cerdas,
guyub, bahagia; dan
6. Ekonomi cerdas: Tata ekonomi masyarakat desa yang tangguh, cerdas, dan
sejahtera. Mengembangkan tatanan ekonomi yang kemasyarakat dan badan usaha
yang tangguh.

Triple helix (pemerintah, dunia usaha, dan akademisi) jadi fondasi Smart economy
(7/10).

3/7
Direktur LAIP yang akrab disapa Ibenk itu menyampaikan bahwa triple helix antara
pemerintah, dunia usaha, dan akademisi, harus membangun sebuah konsep dan
memadukan proses bersama.

“Peran pemerintah memberikan kepastian hukum, tidak memberikan pajak yang


memberatkan, dan mendorong terwujudnya masyarakat menggunakan cashless,”
paparnya.

Dari sisi akademisi dapat menghasilkan penelitian-penelitian yang bermanfaat,


mendorong peningkatan kapasitas masyarakat melalui e-literasi. Sedangkan dari sisi
dunia usaha dapat mendorong kolaborasi antar dunia usaha dengan masyarakat dan
mendorong kerja sama dan pemberdayaan UMKM.

“Dengan demikian akan muncul berbagai peran dan aktivitas yang menghasilkan sebuah
atmosfer smart economy bagi suatu daerah yang sangat luar biasa,” tutur Ibenk.

Sedangkan soal teknologi apa yang ingin dipakai, pemerintah daerah harus punya
keberanian mendorong dunia usaha dan masyarakat untuk menggunakan teknologi-
teknologi seperti QR code, e-banking, dan e-wallet.

Peran kepala daerah menjadi vital dalam membangun atmosfer yang baik bagi
tumbuhnya smart city di daerahnya. “Semua kembali kepada pimpinan di daerah, di
mana amanat rakyat ditumpukan kepada mereka untuk meningkatkan kesejahteraan dan
kemudahan mengatasi masalah yang ada,” tandas Ibenk.

Tantangan dan Peluang Smart City

Dalam implementasi kota pintar tentu ada tantangan dan peluang yang harus dihadapi.
Ibenk berpendapat bahwa smart city bukan hanya mengenai teknologi tetapi upaya-
upaya inovatif dalam merubah ekosistem kota.

“Ketika pemerintah daerah berani merubah suatu peraturan yang bisa mempermudah
suatu proses, bisa dibilang itu merupakan cara inovatif dan sudah menjadi bagian dari
smart city. Teknologi berperan sebagai enabler yang membuat segala sesuatunya lebih
mudah digunakan dan dimanfaatkan,” jelasnya saat acara Talk Show Smart City dan
Penghargaan Inovasi Daerah Terbaik di Masa Pandemi, Rabu (07/10/2020).

Lihat juga: Atasi Permasalahan Kota melalui Future City Hackathon

4/7
Direktur LAIP Kemkominfo, Bambang Dwi A, saat acara Talk Show Smart City dan
Penghargaan Inovasi Daerah Terbaik di Masa Pandemi (7/10).

Ibenk kemudian menjelaskan tantangan dan peluang yang hadir dalam implementasi
kota pintar. Berdasarkan pengalamannya melakukan penilaian (assessment) pada 100
kota/kabupaten selama tiga tahun dari 2017-2019, tantangan yang ada menurutnya
sebagai berikut:

1. Pemerintah daerah terjebak rutinitas (No APBD, No Smart City);


2. Anggapan smart city sama dengan proyek TIK, bukan sebagai perubahan budaya
kerja;
3. Kapasitas SDM teknis rendah;
4. Belum meratanya infrastruktur TIK; dan
5. Kurangnya komitmen pemimpin daerah.

Namun dibalik segala tantangan yang ada dalam implementasi kota pintar, ada secercah
peluang yang juga dapat menumbuhkan rasa optimisme terkait kota pintar ini. “Dalam hal
infrastruktur TIK, Menkominfo telah berkomitmen pada tahun 2022 seluruh wilayah
Indonesia sudah terlayani jaringan 4G,” jelas Ibenk.

Dalam hal regulasi pemerintah pusat juga telah banyak memberikan ruang, ada
Peraturan Menteri Kominfo No. 8/2019 yang memberikan kesempatan daerah untuk bisa
berinovasi dengan leluasa. Pemerintah juga mengeluarkan Perpres Sistem Pemerintahan
Berbasis Elektronik dan Perpres Satu Data Indonesia.

“Selain itu semakin meningkatnya pengguna internet, semakin tumbuhnya e-


commerce, dan munculnya talenta-talenta kreatif di Indonesia menjadi peluang bagi
pembangunan kota pintar,” tandas Ibenk.

Ia kemudian memberikan saran apa yang harus dilakukan oleh kota/kabupaten agar
dapat implementasi kota pintar, seperti:

1. Memastikan bahwa dewan smart city memiliiki wawasan dan niat baik untuk
membangun kota melalui upaya-upaya inovatif;

5/7
2. Menggalang kerja sama dengan semua pihak, termasuk pihak-pihak di luar
ekosistem internal kota; dan
3. Keberanian daerah untuk mengembangkan kebijakan pro inovatif dan kolaboratif.

Relevansi Smart City dengan Pandemi Covid-19

Pendekatan pembangunan memaknai kerangka kota pintar semakin menemukan


relevansinya di masa pandemi Covid-19. Ketika protokol kesehatan harus dijalankan dan
membatasi tatap muka, maka pola hidup ada perubahan yang luar biasa.

Perubahan pola interaksi terlihat dari berbagai aspek kehidupan, peribadatan, bisnis,
perekonomian, pendidikan, layanan publik, bahkan silaturahmi. Pembatasan Sosial
Berskala Besar (PSBB) sendiri memaksa masyarakat melakukan berbagai aktivitasnya
dari jarak rumah.

Ekonomi Indonesia berdampak menjadi salah satu negara yang mengalami resesi.
“Namun di tengah krisis ada berkah tidak terduga (a blessing in disguise). Lingkungan
hidup diuntungkan, sungai lebih jernih, spesies yang mulai punah bermunculan, dan
polusi berkurang,” jelas founder Citiasia Inc, Cahyana Ahamdjayadi, pada acara Talk
Show Smart City dan Penghargaan Inovasi Daerah Terbaik di Masa Pandemi, Rabu
(07/10/2020).

Pada ranah birokrasi, digitalisasi menuju smart governance mulai digalakkan. Pelayanan
publik dibuat prosedur baru melalui layanan daring, artinya krisis saat ini mengakselerasi
proses digitalisasi. Dalam bidang ekonomi pembayaran digital meningkat pesat dan
lonjakan luar biasa untuk produk daring.

Cahyana memaparkan tercatat ada peningkatan dua kali lipat sektor olahraga dan
sepuluh kali lipat dari produk makanan dan minuman. “Bahkan tercatat ada 51%
masyarakat baru yang pertama berbelanja daring,” tandasnya.

Pembuat produk dan pemberi layanan harus pintar beradaptasi dengan perubahan pola
ini. Berbagai daerah ikut berpacu adaptasi kebiasaan baru melalui berbagai layanan yang
mereka berikan agar tetap poroduktif di masa pandemi Covid-19.

Namun masih ada tantangan yang harus diselesaikan agar proses transformasi digital
dan penerapan inovasi berjalan terus menerus. McKinsey membuat beberapa
rekomendasi strategis atau recovery plan yang bisa dipakai pemerintah, korporasi,
UMKM, maupun individu agar tetap berdaya saing, seperti:

1. Lakukan perubahan core bisnis untuk beradaptasi terhadap keinginan pasar atau
pengguna layanan;
2. Segera identifikasi dan manfaatkan peluang baru akibat landscape atau kebiasaan
yang berubah;
3. Evaluasi prioritas sumber daya, investasikan sebagian untuk inovasi; dan
4. Mari siapkan strategi dan fondasi pertumbuhan pasca krisis agar tetap kompetitif di
masa pemulihan.

6/7
“Semakin banyak daerah yang menerapkan konsep smart city, maka visi Indonesia Smart
Nation akan semakin cepat terwujud,” tutup Cahyana. (lry)

7/7

Anda mungkin juga menyukai