Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Trauma vaskular menyebabkan ancaman pada kelangsungan hidup bagian tubuh yang
diperdarahinya. Trauma vaskular memerlukan diagnosis dan tindakan penanganan yang
cepat untuk menghindarkan akibat fatal berupa amputasi. Trauma vaskular dapat melibatkan
pembuluh darah arteri dan vena. Perdarahan yang tidak terdeteksi atau tidak terkontrol
dengan cepat akan mengarah kepada kematian pasien, atau bila terjadi iskemia akan
berakibat kehilangan tungkai, stroke, nekrosis dan kegagalan organ multiple.
Trauma vaskular dapat disebabkan oleh luka tajam, luka tumpul, maupun luka
iatrogenik. Trauma vaskular sering terdapat bersamaan dengan trauma organ lain seperti
saraf, otot dan jaringan lunak lainnya atau bersamaan dengan fraktur atau dislokasi pada
ekstremitas. Bentuk trauma vaskular biasanya tangensial atau transeksi komplit. Perdarahan
akan menjadi lebih berat pada lesi arteri yang inkomplit, sedangkan pada pembuluh darah
yang putus seluruhnya akan terjadi retraksi dan konstriksi pembuluh darah sehingga dapat
mengurangi atau menahan perdarahan.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi
Lapisan dinding arteri dan vena terdiri dari:

 Tunika adventia
Mengandung reseptor alpha dan betha yang berhubungan dengan vasodilatasi
dan vasokonstriksi pembuluh darah.
 Tunika media
Pada arteri lebih tebal dari vena, sehingga vena jarang mengalami sklerosis.
 Tunika intima → endotel
Endotel memproduksi enzim dan mediator yang mempengaruhi timbunan
kolesterol, triglyserida di tunika media serta mengatur vasodilatasi dan
vasokonstriksi.
1. Arteri
Arteri adalah salah satu jenis pembuluh darah berotot yang membawa darah dari
jantung. Fungsi utamanya adalah mengantarkan oksigen dan nutrisi keseluruh tubuh,
proses pengeluaran zat berbahaya (contoh: karbondioksida) keluar tubuh, menjaga
keseimbangan komponen-komponen penting dalam darah seperti protein, zat kimia,
faktor kekebalan tubuh dan sel.
Struktur dasar dari semua jenis arteri merupakan dindingnya yang terdiri dari 3
lapisan:

2
a. Tunika intima
Tunika intima merupakan lapisan yang disusun oleh sel epitel skuamosa dan
dikelilingi oleh jaringan ikat dengan serat elastin.
b. Tunika media
Tunika media disusun oleh sel otot polos yang terorientasi melingkar. Tunika
media merupakan lapisan paling tebal pada arteri. Fungsi dari otot ini adalah
untuk melebarkan (dilatasi) dan mengecilkan (kontraksi) diameter arteri
sesuai dengan kebutuhan tubuh. Fungsi dari tunika media ini dapat juga
mempengaruhi tekanan darah seseorang.
c. Tunika adventisia
Tunika adventisia adalah bagian terluar dari arteri yang menempel pada
jaringan sekitar pembuluh darah. Tunika adventisia disusun oleh jaringan ikat
kolagen dan elastin.
2. Vena
Vena adalah salah satu jenis pembuluh darah berotot yang membawa darah dari
seluruh tubuh menuju jantung. Fungsi utamanya adalah mengantarkan karbondioksida
dan sisa metabolisme ke jantung. Vena mempunyai dinding yang tipis dan tidak elastis.
Pembuluh vena mempunyai katup disepanjang tubuhnya, katup ini berfungsi agar aliran
darah tetap mengalir satu arah langsung menuju jantung. Letak vena lebih dekat ke
permukaan luar tubuh, dan warnanya terlihat kebiru-biruan.
Struktur dasar dari semua jenis vena merupakan dingingnya yang terdiri dari 3
lapisan:

3
a) Tunika intima
Tunika intima merupakan lapisan yang disusun oleh sel epitel skuamosa dan
dikelilingi oleh jaringan ikat dengan serat elastin.
b) Tunika media
Tunika media disusun oleh sel otot polos yang terorientasi melingkar. Tunika
media pada vena tidak terlalu tebal seperti pada arteri.
c) Tunika adventisia
Tunika adventisia adalah bagian terluar dari vena yang menempel pada
jaringan sekitar pembuluh darah. Tunika adventisia disusun oleh jaringan ikat
kolagen dan elastin.
d) Katup vena
Vena memiliki katup disepanjang pembuluh darahnya. Fungsi katup ini
adalah membuat darah mengalir satu arah menuju jantung dan tidak berbalik
arah. Aliran darah pada vena lebih lambat dan lebih lemah dibandingkan
dengan arteri, selain itu pergerakan darah vena juga dipengaruhi oleh gaya
gravitasi yang bisa saja membuat darah mengalir kearah sebaliknya, katup
seminular vena memegang peranan penting dalam menjalankan fungsinya.

2. Etiologi
Trauma vaskular dapat disebabkan oleh trauma tajam, trauma tumpul dan trauma
iatrogenik. Penyebab paling sering trauma vaskular adalah trauma tajam, biasanya paling
sering terjadi pada ekstremitas adalah luka tembak (70-80%), luka tusuk (5-10%), luka
akibat pecahan kaca. Selain itu trauma vaskular yang disebabkan oleh trauma tumpul seperti
pada korban kecelakaan atau seorang atlet yang cedera biasanya jarang (5-10%). Penyebab
iatrogenik sekitar 10% dari semua kasus yang diakibatkan oleh prosedur endovaskular
seperti kateterisasi jantung.

4
3. Patofisiologi
Mekanisme trauma terbagi dua, yaitu trauma tajam dan tumpul. Trauma vaskular
mengakibatkan gangguan berupa sistemik, regional dan lokal. Efek sistemik mengakibatkan
kehilangan darah selanjutnya menimbulkan syok hipovolemik.
Pada trauma arteri, ujung arteri yang putus akan mengalami retraksi dan menyebabkan
trombosis. Perdarahan akan mengisi otot dan kompartemen fascial → false aneurisma.
Bila ada luka yang saling kontak antara arteri dan vena → fistula arteriovenosa.
Gejala klinis yang ditampilkan bergantung kepada tipe trauma yang dialami
Tipe Trauma Gejala Klinis
Laserasi parsial Pulsasi menurun, hematoma, perdarahan
Transeksi Hilangnya pulsasi distal, iskemia
Kontusio Awal: pemeriksaan dapat normal, dapat
progesif menjadi trombosis
Kompresi eksternal Pulsasi menurun, pulsasi dapat menjadi
normal ketika fraktur diluruskan

4. Diagnosis
Trauma vaskular harus dicurigai pada setiap trauma yang terjadi pada daerah yang
secara anatomis dilalui pembuluh darah besar. Hal ini terjadi terutama pada kejadian luka
tusuk, luka tembak berkecepatan rendah, dan trauma tumpul yang berhubungan dengan
fraktur dan dislokasi. Keparahan trauma arteri bergantung kepada derajat invasifnya trauma,
mekanisme, tipe, dan lokasi trauma, serta durasi iskemia. Tanda-tanda iskemia adalah nyeri
terus-menerus, parestesia, paralisis, pucat, dan poikilotermia. Pada penelitian terjadi iskemia
pada distaltrauma arteri ekstremitas mulai lebih dari 6 jam pada seluruh trauma. Yang
terbaik adalah bila revisi vaskular untuk perbaikan aliran darah ke distal tidak melebihi batas
aman (golden periode). Pemeriksaan fisik yang lengkap, mencakup inspeksi, palpasi dan
auskultasi biasanya cukup untuk mengidentifikasi adanya tanda-tanda akut iskemia. Adanya
trauma vaskular pada ekstremitas dapat diketahui dengan melihat tanda dan gejala yang
dialami pasien. Tanda dan gejala tersebut berupa hard sign dan soft sign.

Hard Sign Soft Sign


Hilangnya pulsasi distal Berkurangnya pulsasi distal

5
Perdarahan pulsatil yang aktif Riwayat perdarahan sedang
Tanda-tanda iskemia Trauma pada daerah dekat pembuluh darah utama
Thrill arteri dengan palpasi manual Defisit neurologis
Bruit pada daerah cedera dan sekitarnya Hematoma sekitar lesi yang tidak meluas
Hematoma yang meluas

Semua pasien trauma dengan mekanisme yang signifikan dan menunjukkan gejala soft
sign harus dilakukan evaluasi sirkulasi distal. Salah satu cara yang praktis adalah dengan
ABI (ankle-brachial index). Jika ABI <1, hal tersebut menandakan adanya trauma arteri.
Adanya psudoaneurisma atau fistula arteriovena harus dipikirkan pada kasus trauma
penetrasi ekstremitas yang didapati hematoma pulsatil dengan disertai bruit atau thrill.

Diagnosis dapat menggunakan alat penunjang seperti pulse oxymetry, droppler,


ultrasound atau duplex ultrasound untuk menetukan lesi vaskular, tapi belum memberikan
hasil yang memuaskan. Selain itu ada arteriografi intra operatif yang berguna dalam
mengetahui hasil rekonstruksi secara langsung, apakah masih ada lesi vaskular yang
tertinggal.
Angiografi berguna untuk mengevaluasi luasnya trauma, sirkulasi distal, dan
perencanaan operasi. Akurasi angiografi cukup tinggi, yakni 92-98%. Indikasi untuk
melakukan angiografi diantaranya trauma tumpul yang signifikan pada ekstremitas yang
berhubungan dengan dislokasi dan fraktur, tanda-tanda iskemia atau ABI <1, trauma
penetrasi multipel pada ekstremitas, dan adanya tanda defisit neurologis. Berdasarkan
laporan yang telah dipublikasikan, pasien dengan luka tembus maupun tumpul yang pulsasi
ekstremitasnya tidak terganggu, dengan nilai ABI ≥1, tidak memerlukan pemeriksaan
angiografi namun tetap perlu dilakukan pengawasan selama 12-24 jam.
Pemeriksaan USG Doppler dapat merekam pantulan gelombang suara yang ditimbulkan
oleh sel darah merah sehingga dapat menilai aliran darah. Selain untuk diagnosa awal,
pemeriksaan ini dapat menilai hasil sesudah anastomosis arteri. Ultrasonografi coloriflow

6
duplex (CFD) telah disarankan sebagai pengganti ataupun tambahan pemeriksaan
arteriografi. Keuntungannya adalah sifatnya yang noninvasif dan tidak menimbulkan nyeri.

1) Pada arteri
Untuk mengertahui adanya kerusakan pembuluh darah harus diperiksa:
Bagian distal cedera, suhu, pulsasi dan warnanya.
a. Trauma tajam
Trauma tajam arteri pada vaskular dibedakan menurut cederanya.
a) Derajat I → Robekan tunika adventisia dan sebagian media, perdarahan (-),
iskemia (-), komplikasi lanjut aneurisma. Derajat I adalah robekan adventisia dan
medai, tanpa menembus dending. Secara klinis tidak ada perdarahan luar sekitar
arteri dan tidak ada tanda iskemia didistalnya. Mungkin akan terjadi komplikasi
lanjut berupa perdarahan lambat, aneurisma traumatik, atau fistel arteri-vena,
ditangani dengan penjahitan tumpang.
b) Derajat II → Robekan pasrsial mengenai seluruh lapisan dinding, perdarahan
(+). Derajat II adalah robekan parsial, dinding arteri terluka dan biasanya
menyebabkan perdarahan hebat karena tidak mungkin terjadi retraksi. Perdarahan
ini mungkin terjadi terus, jika ada luka terbuka dikulit. Tanda iskemia didistal
tidak selalu ada. Komplikasi lanjut dapat berupa hematoma luas, trombosis, fistel
arteri-vena, dan aneurisma palsu. Trauma demikian memerlukan anastomosis dan
penjahitan jelujur dengan atau tanpa reseksi. Kemudian dipasang protesis
pembuluh.
c) Derajat III → Pembuluh putus total, perdarahan (+), tidak banyak karena
konstriksi pembuluh darah yang putus, iskemia (+). Pada derajat III pembuluh
darah putus total. Perdarahan yang tidak besar. Arteri akan mengalami
vasokonstriksi dan retraksi sehingga kejaringan karena elastisitasnya, sehingga
perdarahan sedang menyebabkan iskemia tampak jelas didistal. Komplikasi lanjut
yang mungkin terjadi adalah syok hemoragik atau syo hipovolemik dan
hematoma yang berdenyut. Trauma derajat III ini sering terjadi akibat luka tusuk
laterasi. Penanganan bedah berupa anstomosis antara kedua puntung arteri dengan
atau tanpa interposisi cangkok pembuluh darah atau interposisi protesis.
b. Trauma tumpul
Trauma tumpul pada arteri juga dapat dibagi dalam beberapa derajat.

7
a) Derajat I → Robekan tunika intima luas, komplikasi lanjut penyempitan lumen
karena trombus. Derajat I adalah robekan tunika intima yang luas. Kelainan ini
dapat menunjukkan gejala atau tanda setempat maupun perifer. Komplikasi
adalah penyempitan lumen arteri karena pembentukan trombus, mungkin sampai
terjadi stenosis arteri. Penanggulangannya berupa reseksi dan anastomosis
vaskular.
b) Derajat II → Robekan tunika intima dan media disertai kematian dan trombosis
dinding arteri. Perdarahan (-), iskemia (+), didistal. Pada derajat II, terjadi
robekan tunika intima dan tunika media disertai hematoma dan trombosis dinding
arteri. Secara klinik tidak terdapat perdarahan dari luar, tetapi terdapat iskemik
didistal. Komplikasi lanjut dapat berupa emboli arteri akut. Bila terjadi diseksi
dinding arteri dapat terbentu aneurisma vena yang kadang ruptur spontan.
Tindakan bedah yang diperlukan adalah reseksi dan anastomosis.
c) Derajat III → Kerusakan seluruh tebal dinding arteri diikuti tergulungnya tunika
media dan intima kedalam lumen, perdarahan (+), iskemia (+) didistal, komplikasi
lanjut trombosis, stenosis arteri total dan ruptur spontan. Derajat III merupakan
kerusakan seluruh tebal dinding arteri diikuti tergulungnya tunika media dan
tunika intima kedalam lumen serta pembentukan trombus pada tunika adventisia
yang utuh. Tidak tampak perdarahan luar, tetapi terdapat iskemia yang jelas
didistal. Komplikasi lanjut berupa trombosis, stenosis arteri total, dan ruptur
spontan. Penanganan berupa reseksi dan interposisi cangkok vena atau protesis
pembuluh.
c. Bentuk dan lokasi khusus trauma arteri
a) Trauma arteri karotis: perdarahan harus secepat mungkin ditangani, luka ditekan
dengan jari, tidak boleh diklem, dan penderita harus segera dirujuk. Tindakan
bedah harus segera dilakukan untuk mempertahankan sirkulasi ke otak.
b) Trauma arteri subklavia: trauma segmen itratorakal akan menyebabkan
hamtotoraks, dan rekonstruksi harus segera dilakukan melalui thorakotomi. Bila
cedera terjadi di segmen intrathorakal, eksplorasi arteri subklavikula melalui
sayatan lengkung di fossa deltoidea.
c) Trauma arteri femoralis: perlukaan pada pembuluh darah ini sering terjadi dan
memerlukan tindak bedah segera karena sering menyebabkan hipovolemia hebat
sampai eksauinasi.
d) Trauma arteri daerah ekstremitas atas: pada cedera ini dapat dilakukan
8
pertolongan pertama dengan bebat tekan, kemudia dapat dilakukan rekonstruksi
arteri.
e) Trauma aorta: luka tajam pada trauma aorta torakalis dan abdominalis umumnya
berakibat fatal karena mekanisme spasme, retraksi dan vasokonstriksi tidak ada
pada pada aorta sehingga biasanya terjadi eksnguasi.
2) Pada vena
Trauma pada vena biasanya akibat trauma tumpul 7%, luka tembak 52% dan luka
bacok 36%. Kerusakan pada sistem vena saja jarang terjadi, trauma vena biasanya
bersamaan dengan kerusakan pembuluh arteri. Perdarahan yang terjadi berupa rembesan
difus yang sering kali dapat berhenti sendiri.
Penanganan ditujukan pada kontrol perdarahan dengan cara penekanan digital atau
balutan penekanan, untuk mencegah perdarahan dan masuknya udara kedalam sistem
vena karena dapat menimbulkan emboli udara. Repair trauma venosa jarang timbul
tromboplebitis atau embolisme pulmoner.

5. Penatalaksanaan
Pada dasarnya, semakin cepat tindakan semakin baik hasilnya. Bila ada perdarahan
yang banyak dan atau memancar yang akan membahayakan jiwa, tentunya pertolongan
pertama adalah menghentikan perdarahan sedangkan tindakan definitif dilakukan setelah
perdarahan berhenti. Perdarahan diatasi dengan penekanan diatas dareha perdarahan.
Pemasangan torniquet tidak boleh dilakukan karena dapat merusak sistem kolateral yang
ikut terbendung. Golden period pada lesi vaskuler adalah 6-12 jam. Tanda-tanda iskemia
yang jelas terlihat umumnya pada kulit, tetapi sebenarnya otot dan saraf lebih tidak tahan
terhadap adanya iskemia.
1) Tindakan nonoperatif
Penatalaksanaan cedera arteri minimal dan asimptomatik masih kontroversial.
Beberapa ahli bedah berpendapat bahwa semua cedera arteri yang terdeteksi harus
diperbaiki, sedangkan yang lain mengusulkan tindakan non operatif bila terdapat kriteria
klinis dan radiologis seperti low-velocity injury, disrupsi dinding arteri yang minimal
(<5mm) pada kelainan intima dan pseudoaneurisma, tidak ada perdarahan aktif, dan
sirkulasi distal masih utuh. Pendekatan ini dapat dilakukan pada arteri yang memiliki
kolateral dan terutama pada orang muda. Bila pendekatan non operatif yang digunakan,
disarankan untuk melakukan pencitraan vaskular untuk memantau penyembuhan atau
stabilisasi.
9
2) Tindakan operatif
Penatalaksanaan operasi pada cedera arteri perifer memerlukan periapan seluruh
ekstremitas yang cedera. Sebagai tambahan, ekstremitas atas atau bawah kontralateral yang
sehat harus ikut disertakan untuk mengantisipasi apabila diperlukan autografi vena. Pada
umumnya, insisi dilakukan secara longitudinal langsung pada pembuluh darah yang cedera
dan diekstensi ke arah proksimal atau distal sesuai dengan kebutuhan. Kontrol arteri
proksimal dan distal dilakukan sebelum ekposur pada cedera. Arteri proksimal dikontrol
dengan benang kasar yang melingkari arteri (seperti jerat) atau bila perlu dengan
menggunakan klem vaskuler. Hal ini juga dilakukan pada arteri distal.
3) Penatalaksanaan endovascular
Embolisasi transkateter dengan coil atau balon dapat digunakan untuk terapi beberapa
cedera arteri seperti fistula arteriovenosa aliran rendah, khususnya pada lokasi anatomis
yang jauh. Coil berguna untuk mengoklusi perdarahan dan fistula arteriovenosa. Pendekatan
endovascular lainnya pada cedera ekstremitas adalah dengan penggunaan teknologi stent-
graft. Dengan kombinasi alat fiksasi seperti stent dan graft, perbaikan endoluminal pada
false aneurysm atau fistula arteiovenosa besar dapat dimungkinkan.

6. Komplikasi
Komplikasi trauma trauma vaskular dapat terjadi segera setelah dilakukan perbaikan
lesi pembuluh darah, atau lama setelah trauma berlalu tanpa tindakan yang adekuat.
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain trombosis, infeksi, stenosis, fistula arteri-vena, dan
aneurisma palsu. Trombosis, infeksi dan stenosis merupakan komplikasi yang dapat terjadi
segera pasca operasi, sedangkan fistula arteri-vena dan aneurisma palsu merupakan
komplikasi lama.
a. Trombus
Beberapa kesalahan teknis yang dapat menyebabkan terjadinya trombosis:
1. Debridemen arteri yang kurang adekuat dapat meninggalkan sisa-sisa dinding arteri,
dimana platelet dan trombin dapat lengket dan menyebabkan trombosis.
2. Kerusakan arteri yang multipel. Angiografi intra-operatif sangat besar artinya dalam
kasus ini untuk melihat daerah anastomosis dan distal. Kadang-kadang arus balik
saja tidak cukup untuk menjadi pegangan ada tidaknya lesi vaskular sebelah distal,
karena aliran darah balik dapat pula terjadi melalui kolateral. Akhir-akhir ini sering
dianjurkan untuk membuat arteriografi pra-operatif pada trauma luas.

10
3. Sisa trombus sebelah distal dapat pula menyebabkan trombosis pada anastomosis
yang tadinya berjalan dengan baik. Larutan heparin dengan perbandingan 1:500
dapat dipakai untuk membilas daerah anastomosis dan membersihkan sisa-sisa
bekuan darah yang masih lengket dan dapat pula dipakai untuk membilas kearah
distal agar arus balik mengalir dengan lebih lancar. Untuk meyakinkan tidak ada
trombus yang tertinggal dapat dilakukan dengan memasukkan kateter balon fogarthy
sejauh mungkin ke distal dan secara hati-hati mendorong trombus keluar. Bila
persediaan ada, maka dianjurkan memakai larutan trobolitik untuk menghancurkan
trombus yang masih tersisa.
b. Infeksi
Peradangan yang menyebabkan pecahnya anastomosis pada rekonstruksi trauma
vaskular dapat menyebabkan perdarahan yang hebat dan sukar untuk diatasi. Untuk
membantu pencegahan terhadap infeksi, diagnosis trauma vaskular harus cepat
ditegakkan, pemberian antibiotik yang sesuai, debridement luka yang adekuat,
kesinambungan pembuluh vaskular harus secepat mungkin diusahakan dan pemberian
nutrisi yang baik secara sistemik penting untuk dilakukan. Diperlukan observasi yang
ketat selama fase pasca operasi. Pada kecelakaan dengan luka terkontaminasi, maka
semua benda asing sedapat mungkin dikeluarkan dan kalau perlu luka dibilas dengan
larutan antibiotik.
c. Stenosis
Penyebab terjadinya stenosis (penyempitan):
1. Kesalahan teknik operasi, misalnya jahitan jelujur yang ditarik terlampau ketat atau
pada koreksi dengan jahitan lateral, tetapi bahan dinding pembuluh tidak cukup.
Dapat pula karena tertinggalnya sisa jaringan pembuluh yang rusak. Bila lesi arteri
tidak diperbaiki dengan sempurna dapat terjadi iskemia relatif pada otot yang
akhirnya mengakibatkan suatu klaudikasio intermitten.
2. Hiperplasia lapisan inti terjadi dijahitan anastomosis setelah beberapa minggu atau
bulan. Ini dapat dikoreksi dengan graft interposisi vena autogen.
d. Fistula arteri-vena
Fistula arteri-vena dapat disebabkan oleh trauma atau berupa suatu kelainan
bawaan. Biasanya fistula arteri-vena traumatic disebabkan oleh cedera luka tembus
yang mengenai arteri dan vena yang berdekatan sehingga darah dapat langsung
mengalir dari arteri ke vena. Biarpun tidak sering kelainan ini dapat pula terbentuk
pada tindakan arteri yang kurang cermat didaerah yang kaya pembuluh darah.
11
e. Aneurisma palsu
Penyebab aneurisma palsu adalah luka tembus yang merusak ketiga lapisan dinding
pembuluh arteri secara menyamping (tangensial). Kadang-kadang disebabkan oleh
kesalahan pada prosedur diagnostik atau terapi, yaitu kerusakan dinding arteri yang
disebabkan oleh jarum atau kateter atau kecelakaan pada waktu operasi hernia nukleus
pulposus dan fraktur ganda tulang pada kecelakaan lalu lintas. Biarpun jarang trauma
tumpul juga dapat menyebabkan terjadinya aneurisma palsu.
f. Sindrom kompartemen
Sindroma kompartemen disebabkan oleh tekanan internal pada kompartemen fscia.
Tekanan ini dapat menekan pembuluh darah dan saraf tepi. Perfusi menjadi kurang,
serat saraf rusak dan akhirnya terjadi iskemia atau bahkan nekrosis otot. Sindrom
kompartemen ditandai oleh 5 p yaitu pain, pulseless, paresthesia, pallor, dan
parakysis.

12
BAB III
KESIMPULAN

Kasus trauma vaskular pada ekstremitas atas adalah kasus trauma yang sebetulnya
cukup sering terjadi baik akibat trauma tumpul maupun trauma tajam.
Penanganan kasus ini harus lebih hati-hati, karena biasanya jarang yang hanya
melibatkan satu sistem. Biasanya cedera yang terjadi kombinasi dari beberapa sistem, baik
sistem vaskularisasi, sistem muskuloskeletal maupun sistem persarafan.
Penanganan trauma di ekstremitas atas tetap menganut kaidah yang berlaku pada
ATLS, dimana survei primer dilakukan lebih dahulu baru di ikutin dengan survei sekunder.
Hal ini sesuai dengan aturan live saving di ikutin dengan limb salvage.
Pada pasien ini output yang dihasilkan tidak sebaik yan di harapkan karena iskemik
time yang terjadi cukup lama yaitu 32 jam sebelum masukrumah sakit di tambah dengan
prosedur ortehopedi yang di lakukan terlebih dahulu dan di tambah dengan pemakaian
shunting yang tidak di anjurkan untuk digunakan pada ekstremitas atas, dan juga shunting
yang digunakan tidak sesuai dengan standart.
Ketidaktahuan dari dokter bedah yang merujuk, seingga pasien di rujuk atas
permintaan sendiri juga memperburuk output. Pada setiap trauma dituntut kehati-hatian
yang tinggi dari seorang dokter bedah, sehingga tidak ada trauma vaskular yang terluput,
apalagi pada pasien ini sudah jelas hard sign, dimana pulsasi perifernya sudah tidak ada.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Suhardi, S. (2007, september). Tatalaksana Trauma Vaskular. In Aceh Surgery


Update 2.
2. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4.
Jakarta.
3. Jusi HD. Dasar-dasar Ilmu Bedah Vaskular Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2008.

14

Anda mungkin juga menyukai